Professional Documents
Culture Documents
net/publication/319188751
CITATIONS READS
0 479
4 authors, including:
Leti Sundawati
Bogor Agricultural University
21 PUBLICATIONS 33 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Leti Sundawati on 03 October 2017.
Yelin Adalina 1, Dodik Ridho Nurrochman2, Dudung Darusman3 dan/and Leti Sundawati4
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Telp. 0251-8633234; Fax 0251-8638111
2,3,4,5
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor
Jalan Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga Po Box 168, Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia
Tlp (0251) 8622642
E-mail : yelinadalina@yahoo.com1; dnrochmat@yahoo.com2; dudungdarusman@gmail.com3; leti_sunda@yahoo.com4
*Diterima : 10 Februari 2014; Direvisi : 16 Maret 2015; Disetujui : 10 Mei 2015
ABSTRACT
The management of Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) was challenged by environmental issues
such as degradation of natural resources, low economy of the communities living around the park, and incre-
asing human population in the forest area. Support and participation from the communities to preserve the
park will be difficult to achieve without endeavor to increase economy of the local communities and yet
maintaining ecological balance. This study aimed to examine the socio economic characteristics of commu-
nities around MHSNP to provide recommendation to improve national park management. Research conduct-
ed from October 2012 to May 2013 by interviewing 297 respondents from 8 villages that were selected pur-
posively. Data were quantitatively and qualitatively analyzed. The results showed that people living in and
around MHSNP were relatively homogeneous socially. All respondents were Sundanese-moslems, classified
as productive age (88%) with low levels of formal education (86.9%), nevertheless has a good level of health
(85.18%). Most of the respondents (87.90%) were indigenous people. The average income was Rp 1.155 mil-
lion/month and it was under the regional minimum wage (UMR) of West Java and Banten Province s. Ave-
rage contributions of revenues from MHSNP land to total household income was 38.65% (medium catagory)
Keywords: Productive age, social status, private land, cultivated land
ABSTRAK
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menghadapi masalah degradasi sumberdaya
alam dan lingkungan, rendahnya ekonomi masyarakat dan meningkatnya jumlah penduduk di dalam ka-
wasan. Dukungan dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian taman nasional sulit terwujud tanpa
diimbangi upaya nyata yang dapat mengakomodir kepentingan ekonomi dan ekologi secara seimbang. Pene-
litian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar
TNGHS sebagai bahan masukan dalam pengeloaan taman nasional. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober
2012 sampai dengan Mei 2013 dengan mewawancarai sebanyak 297 responden dari delapan desa yang dipi-
lih secara sengaja (purposive sampling). Data penelitian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar TNGHS secara
sosial relatif homogen. Seluruh responden beragama Islam dengan etnis Sunda, 88% tergolong usia pro-
duktif, tingkat pendidikan formal tergolong rendah (86,9%), namun memiliki tingkat kesehatan yang baik
(85,18%). Sebagian besar responden (87,9%) adalah penduduk asli. Rata-rata tingkat pendapatan responden
sebesar Rp 1.155.000,-/bulan dan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) baik menurut ketentuan Pro-
vinsi Jawa Barat maupun Provinsi Banten. Rata-rata kontribusi pendapatan dari lahan TNGHS terhadap total
pendapatan rumah tangga responden sebesar 38,65% termasuk kategori sedang
Kata kunci: Usia produktif, status sosial, lahan milik, lahan garapan
Banten, yaitu Kabupaten Sukabumi, Bo- rakat (Kadir et al., 2012). Dukungan dan
gor dan Kabupaten Lebak. partisipasi aktif masyarakat dalam menja-
Berbagai permasalahan dalam penge- ga kelestarian hutan akan sulit terwujud
lolaan TNGHS sampai saat ini belum ter- jika tidak diimbangi upaya nyata peme-
pecahkan seperti, degradasi sumberdaya rintah dalam meningkatkan kesejahteraan
alam dan lingkungan, adanya pengem- masyarakat.
bangan kampung adat ke dalam kawasan, Situasi dan kondisi sosial ekonomi
sengketa tata batas, rendahnya ekonomi masyarakat sekitar merupakan aspek
masyarakat sekitar kawasan dan mening- yang sangat penting untuk diperhatikan
katnya jumlah penduduk di dalam kawas- dalam pengelolaan taman nasional (Adi-
an (Balai TNGHS, 2007) serta konflik prasetyo et al., 2009). Pemahaman prob-
kepemilikan lahan dan pemanfaatan lem sosial ekonomi masyarakat di sekitar
sumberdaya alam (Yatap, 2008). Perma- taman nasional sangat diperlukan sebagai
salahan tersebut seringkali berkorelasi salah satu pertimbangan dalam pengelo-
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat laan taman nasional (Kadir et al., 2012).
sekitar taman nasional yang rendah Menurut Junaedi & Maryani (2013), ter-
(Dunggio & Gunawan, 2009). dapat hubungan yang erat antara keber-
Pengelolaan hutan bertujuan untuk adaan hutan dengan kondisi sosial ekono-
melestarikan sumberdaya hutan dan me- mi masyarakat sekitar hutan dan kondisi
ningkatkan kesejahteraan masyarakat se- biofisik (lingkungan).
kitar hutan. Namun, kenyataannya masih Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
terdapat masyarakat miskin di dalam dan perlu dilakukan kajian kondisi sosial eko-
di sekitar hutan. Pada tahun 2006 jumlah nomi masyarakat yang bermukim di da-
rumah tangga (RT) miskin yang bermu- lam dan di sekitar TNGHS, sehingga da-
kim di dalam dan sekitar kawasan pat ditentukan upaya-upaya pengelolaan
TNGHS sebanyak 68.113 RT (Balai serta program-program yang dapat dite-
TNGHS, 2007). Keberadaan masyarakat rapkan sesuai dengan kondisi sosial
sekitar hutan merupakan bagian yang ti- ekonomi masyarakat setempat dan se-
dak terpisahkan dalam pengelolaan bagai bahan kebijakan dalam pengelo-
sumberdaya hutan (Hamid et al., 2011). laan kawasan TNGHS. Tujuan peneliti-
Konsekuensi dari perluasan taman na- an ini untuk memperoleh informasi ten-
sional adalah hilangnya hak akses ma- tang karakteristik individu dan sosial eko-
syarakat untuk dapat menggarap lahan nomi masyarakat di sekitar kawasan
pertanian yang sudah lama dilakukan- TNGHS.
nya (Rahmawati et al., 2008).
Pengelolaan sumberdaya hutan perlu II. BAHAN DAN METODE
dilakukan dengan berorientasi ekosistem
secara keseluruhan (Junaedi & Maryani, A. Waktu dan Lokasi Penelitian
2013) dan berdasarkan pada sifat alami Penelitian dilaksanakan sejak bulan
hutan (kondisi biofisik hutan) serta kon-
Oktober 2012 sampai dengan Mei 2013
disi sosial ekonomi masyarakat di seki-
di delapan desa yang terletak di dalam
tar hutan (Kartodihardjo, 2013). Marwa dan di sekitar kawasan TNGHS (Tabel
et al., (2010) mengemukakan bahwa
1). Pemilihan desa penelitian dilakukan
pengelolaan hutan yang baik harus dapat
secara sengaja (purposive sampling),
memberikan manfaat yang optimal bagi yaitu desa-desa yang berbatasan langsung
masyarakat dengan memperhatikan as- dengan kawasan TNGHS dan masyara-
pek ekologi, sosial ekonomi dan buda-
katnya memiliki keterkaitan erat dengan
ya masyarakat sekitar hutan. Keberha-
kawasan, baik untuk kepentingan sosial
silan pengelolaan taman nasional tidak maupun ekonomi.
terlepas dari sikap dan dukungan masya-
106
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )
menyangkut ketenangan batin dan berpe- bagai usaha yang dapat menambah peng-
ngaruh dalam perilaku kehidupan sehari- hasilan dalam rangka memenuhi kebutuh-
hari. an keluarganya. Tingkat umur sangat
Umur responden bervariasi antara 18 memberikan pengaruh terhadap kemam-
sampai 93 tahun atau rata-rata berumur puan seseorang dalam menghasilkan ba-
41 tahun. Menurut penggolongan kelas rang dan jasa. Kemampuan ini terkait de-
umur (Mantra, 2000), sebagian besar res- ngan kondisi fisik, cara berpikir dan ke-
ponden (89,2%) tergolong pada usia pro- mampuan untuk bekerja. Kadir (2005)
duktif (di atas 15 tahun sampai 55 tahun) mengemukakan bahwa petani yang ber-
dan 10,8% responden pada tingkat usia usia muda (usia produktif) pada umum-
non produktif (di atas 55 tahun) (Tabel nya mampu menerima dengan cepat ino-
2). Data tersebut menunjukkan bahwa se- vasi atau pun ide-ide baru yang dianjur-
bagian besar responden sangat berpotensi kan dibandingkan petani yang berusia tua
untuk beraktivitas secara maksimal, me- (tidak produktif). Oleh karena itu potensi
miliki semangat dan kreatif mencari ber- umur produktif ini perlu dimanfaatkan
108
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )
kawasan TNGHS yang dikelola masyara- lahan dengan tetap memperhatikan keles-
kat Desa Pangradin berupa perkebunan tarian lingkungan.
karet. Mata pencaharian sebagian besar Selain mempunyai pekerjaan utama,
responden seperti tersebut di atas meng- sebagian besar responden mempunyai
gambarkan tingkat ketergantungan ma- mata pencaharian sampingan. Jumlah res-
syarakat sekitar TNGHS yang tinggi akan ponden yang mempunyai mata pencaha-
sumberdaya lahan. Hal yang perlu dilaku- rian sampingan sebanyak 256 responden
kan adalah mengarahkan dan membina atau 86,2% dari total responden. Jenis
masyarakat melalui penyuluhan, sehingga mata pencaharian sampingan responden
mereka dapat meningkatkan produktivitas bervariasi, yaitu buruh tani/bangunan
111
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118
112
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )
yang tidak memiliki lahan, merupakan jaga dan masyarakat mendapatkan keun-
satu-satunya sumber pendapatan/mata tungan dari penggunaan lahan.
pencaharian dalam menopang kebutuhan Penggunaan lahan kawasan TNGHS
rumah tangga mereka. Subarna (2011) oleh masyarakat berupa sawah dan atau
mengemukakan bahwa luas lahan milik kebun dengan luas lahan yang bervariasi.
yang sempit menyebabkan pendapatan Pada dasarnya pemanfaatan lahan kawas-
petani sangat rendah, sehingga untuk me- an TNGHS bertentangan dan melanggar
menuhi kebutuhan hidup keluarga, mere- hukum, namun karena sudah berlangsung
ka memperluas usaha taninya melalui ga- sejak sebelum adanya penunjukkan ka-
rapan di hutan yang berbatasan dengan wasan, maka pihak pengelola taman na-
desanya. sional memberikan kebijakan dengan
Seluruh responden (100%) merupakan memperbolehkan penggarapan lahan te-
petani penggarap pada lahan negara. Pe- tapi tidak diperkenankan adanya perluas-
tani penggarap di kawasan taman na- an. Masyarakat juga diwajibkan mena-
sional umumnya adalah eks petani nam tanaman kehutanan di lahan garap-
PHBM (pengelolaan hutan bersama ma- annya seperti puspa (Schima wallichii),
syarakat) pada masa pengelolaan oleh Pe- kayu afrika (Maesopsis emini) dan rasa-
rum Perhutani. Petani umumnya mema- mala (Altingia excelsa) dengan jarak ta-
hami status lahan sebagai lahan negara nam 5 m x 5 m atau sebanyak 400 pohon/
tetapi karena sebagian besar adalah petani ha. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa se-
subsisten yang berpikir jangka pendek, bagian besar responden tidak memiliki la-
maka mereka tetap beraktivitas pada la- han sawah di kawasan TNGHS, yaitu se-
han garapannya. Yatap (2008) mengemu- banyak 174 responden atau 58,6% dari
kakan bahwa kebutuhan lahan pertanian total responden. Sebanyak 41,4% respon-
dan perkebunan dan pemanfaatan lang- den memiliki sawah di kawasan TNGHS
sung sumberdaya hutan telah memberi- dengan luas yang bervariasi, yaitu < 0,25
kan kontribusi yang nyata terhadap ada- ha dengan katagori rendah (27,3%), kate-
nya perubahan penutupan lahan di ka- gori sedang (13,1%) dengan selang 0,25-
wasan TNGHS. Hasil penelitian menun- 0,5 ha dan kategori tinggi (1%) dengan
jukkan sebagian besar responden luas > 1,0 ha. Hasil studi yang dilakukan
(67,34%) memiliki luas lahan garapan di Galudra et al., (2005) didapatkan bahwa
kawasan TNGHS dengan kategori ren- pada beberapa bagian kawasan hutan
dah (< 0,5 ha) (Tabel 3). Pengguna lahan yang ditunjuk telah lama digunakan oleh
TNGHS dengan kategori sedang sampai masyarakat sebagai lahan pertanian.
tinggi terbanyak dijumpai di Desa Pang- Tingkat ketergantungan terhadap lahan
radin dan Desa Lebak Gedong. Hal ini akan semakin meningkat dengan bertam-
terjadi karena selama masa transisi per- bahnya penduduk di dalam dan di sekitar
luasan kawasan taman nasional masyara- kawasan TNGHS. Gunawan et al., (2013)
kat berlomba-lomba memperluas lahan juga mengemukakan bahwa tingkat keter-
garapan di kawasan yang semula dikelola gantungan terhadap lahan untuk usaha ta-
Perum Perhutani sebagai hutan produksi. ni di kawasan taman nasional oleh eks
Luas lahan garapan TNGHS terendah di peserta PHBM masa pengelolaan Perum
Desa Tapos, sebagian besar digunakan Perhutani menjadi semakin meningkat
untuk budidaya tanaman poh-pohan (Pi- dengan semakin bertambahnya pendu-
lea melastomoides) di bawah tegakan pi- duk, sementara ketersediaan lahan tidak
nus (Pinus merkusii) untuk menunjang bertambah.
kebutuhan ekonomi rumah tangga. Jenis Pendapatan keluarga diukur dengan
penggunaan lahan dengan tanaman poh- banyaknya akumulasi pendapatan semua
pohan membuat kondisi hutan tetap ter- anggota keluarga dalam satu bulan (Rp/
bulan), baik dari pendapatan utama
113
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118
sedang (36-67%) dan kategori tinggi (> TNGHS yaitu Desa Pangradin, rata-rata
67%). Kontribusi lahan TNGHS terhadap 3,57 km dan waktu tempuh sekitar satu
total pendapatan responden di seluruh de- sampai dengan dua jam dengan kondisi
sa kajian termasuk kategori sedang rata- wilayah berbukit. Informasi jarak tempat
rata sebesar 38,65% dari total pendapatan tinggal dengan lahan garapan diperlukan
rumah tangga (Tabel 3). Mayoritas res- untuk mengetahui kemampuan masyara-
ponden tidak mengandalkan penghasilan- kat untuk mencapai lahannya. Letak la-
nya dari lahan garapan, namun memiliki han garapan yang relatif cukup jauh
pekerjaan sampingan yang bervariasi. memberikan implikasi bahwa tanah yang
Kontribusi pendapatan dari lahan dapat dikelola di sekitar pemukiman pen-
TNGHS tertinggi di Desa Pangradin, ya- duduk semakin terbatas (Hardiansyah et
itu sebanyak 47,2% responden dengan al., 2009).
kategori tinggi, 38,9% responden dengan Jangka waktu responden telah meng-
kategori sedang, rata-rata sebesar 65,38% garap lahan di kawasan TNGHS berkisar
dari total pendapatan rumah tanggga. Hal antara 2 sampai 30 tahun dengan rata-rata
ini menunjukkan bahwa tingkat ketergan- 12,76 tahun. Sebagian besar respon-den
tungan masyarakat Desa Pangradin pada (51,52%) telah menggarap lahan di
lahan garapan di kawasan TNGHS lebih kawasan TNGHS sebagai lahan perke-
tinggi dari desa lainnya. Kontribusi te- bunan atau pertanian dengan jangka wak-
rendah terdapat di Desa Malasari, yaitu tu lebih dari 10 tahun, yaitu sejak sebe-
sebanyak 92,5% responden. Hal ini kare- lum adanya perluasan/penunjukkan ka-
na sebagian besar responden mempunyai wasan menjadi taman nasional pada ta-
pekerjaan sampingan sebagai buruh tum- hun 2003 (Tabel 3). Sebanyak 82 respon-
buk tanah yang mengandung emas dari den atau 27,61% mulai menggarap lahan
penambang emas tanpa ijin (PETI) de- di kawasan TNGHS dengan jangka waktu
ngan rata-rata pendapatan sebesar Rp enam sampai dengan 10 tahun, yaitu pada
1.200.000,-/bulan. Sebagai salah satu masa transisi pengelolaan pada tahun
upaya untuk mengatasi tingkat ketergan- 2003-2006. Hal ini mengindikasikan bah-
tungan masyarakat terhadap lahan wa selama masa transisi pengelolaan te-
TNGHS, maka pihak pengelola berkola- lah terjadi perambahan kawasan oleh ma-
borasi dengan pihak stakeholder lainnya syarakat sekitar hutan, karena sejak tahun
memberikan alternatif sumber pendapat- 2003 Perum Perhutani telah melimpah-
an masyarakat seperti pelatihan pembudi- kan pengelolaannya ke taman nasional
dayaan berbagai jenis tumbuhan dan ter- sedangkan proses administrasi pelimpah-
nak yang memberikan nilai ekonomis pa- an baru selesai pada tahun 2006. Seba-
da masyarakat di sekitar hutan. nyak 62 responden atau 20,88% mulai
Rata-rata jarak antara pemukiman de- menggarap lahan kawasan TNGHS sejak
ngan lahan garapan di kawasan TNGHS tahun 2007. Hal ini terjadi karena terba-
bervariasi pada masing-masing desa, ya- tasnya kemampuan pengelola taman na-
itu berkisar antara 0,1 km sampai 5 km sional dalam melakukan pengamanan.
dengan rata-rata 1,71 km (Tabel 3). Jumlah tenaga pengelola taman nasional
Sebagian besar responden mengelola la- yang sangat terbatas, terutama tenaga la-
han garapan di kawasan TNGHS pada pangan, tidak mampu mengamankan ka-
kategori jauh di atas 1,5 km dan sedang wasan konservasi yang relatif luas. Saat
(0,6-1,5 km), masing-masing sebanyak ini terdapat 45 orang jagawana yang ber-
38,05% dan 35,69%. Jarak tempat tinggal tugas melindungi kawasan TNGHS de-
responden terdekat ke lokasi garapan ya- ngan luas sekitar 113.357 hektar. Dung-
itu Desa Cipeuteuy dengan rata-rata 0,85 gio & Gunawan (2009) mengemukakan
km dan waktu tempuh sekitar 15-30 me- bahwa selain partisipasi masyarakat, ke-
nit. Jarak terjauh ke lokasi garapan berhasilan pengelolaan taman nasional
115
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118
116
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )
148. Program Studi Ilmu Lingkungan Masri. (2010). Identifikasi karakteristik sosial,
Universitas Riau. Pekan Baru. ekonomi dan budaya masyarakat nelayan
Hardiansyah, G., Boer, R., Kusmana, C. & Sungai Limau di Kabupaten Padang
Darusman, D. (2009). Dinamika sosial Pariaman dalam penyediaan perumahan
ekonomi masyarakat sekitar hutan dalam pemukiman. [tesis]. Program Pascasarjana,
hubungannya dengan model pengelolaan Universitas Dipenogoro. Semarang. 141
hutan produksi dan sistem TPTII dalam hal.
kerangka REDD. Jurnal Perennial 5 (1) : Mulyono, M.M.B. (2012). Modal sosial dalam
45-52. Fakultas Kehutanan Universitas pengelolaan kebun hutan (dukuh) di Keca-
Hasanuddin. Makasar. matan Karang Intan, Kabupaten Banjar,
Junaedi, E., & Maryani, R. (2013). Pengaruh Provinsi Kalimantan Selatan [tesis]. Pro-
dinamika spasial sosial ekonomi pada gram Pascasarjana, Institut Pertanian Bo-
suatu lanskap Daerah Aliran Sungai (DAS) gor. Bogor. 149 hal.
terhadap keberadaan lanskap hutan (studi Nazir, M. (2009). Metode penelitian. Cetakan ke-
kasus pada DAS Citanduy Hulu dan DAS 7. Ghalia Indonesia. Bogor. 544 hal.
Ciseel, Jawa Barat). Jurnal Penelitian Pujowati, P., Arifin, A.S., & Mugnisjah, W.Q.
Sosial Ekonomi Kehutanan 10 (2) : 122- (2010). Analisis sosial ekonomi masyara-
139. Puslitbang Sosial Ekonomi dan kat di Daerah Aliran Sungai Karang
Kebijakan Kehutanan. Bogor. Mumus dalam rencana pengelolaan lans-
Kadir, A. (2005). Pengembangan sosial forestry kap Agroforesty. Jurnal Agro Ekonomi
di SPUC Borisallo : analisis sosial eko- Kehutanan EPP 7 (1) : 8-13. Fakultas Per-
nomi dan budaya masyarakat. Info Sosial tanian, Universitas Mulawarman. Sama-
Ekonomi 5 (2) : 297-309. Puslitbang So- rinda.
sial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Rahmawati, R., Subair, Idris, Gentini, Dian, E. &
Bogor. Usep, S. (2008). Pengetahuan lokal masya-
Kadir, A., Awang, S.A., Purwanto, R.H., & rakat adat Kasepuhan: adaptasi, konflik
Poedjirahajoe, E. (2012). Analisis kondisi dan dinamika sosio-ekologis. Jurnal Trans-
sosial ekonomi masyarakat sekitar Taman disiplin Sosiologi, Komunikasi dan Eko-
Nasional Batimurung Bulusaraung, Pro- logi Manusia 2 : 153-186. Departemen
vinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia Komunikasi dan Pengembangan Masyara-
Dan Lingkungan 19 (1) : 1-11. Pusat Studi kat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Rinawati, R. (2012). Modal sosial masyarakat
Mada. Yogyakarta. dalam pembangunan hutan rakyat di Sub
Kartodihardjo, H. (2013). Tantangan penggunaan Das Cisadane Hulu (kasus di areal DAS
interdisiplin dalam pengelolaan hutan: Mikro Sub DAS Cisadane Hulu) [tesis].
anjuran koalisi ilmu-ilmu manajemen Program Pascasarjana, Institut Pertanian
hutan, ekonomi dan institusi. Jurnal Mana- Bogor. Bogor. 170 hal.
jemen Hutan Tropika, XIX (3) : 216-218. Ristianasari, Muljono, P., & Gani, D.S. (2003).
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Dampak program pemberdayaan model
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bo- desa konservasi terhadap kemandirian
gor. masyarakat : kasus di Taman Nasional
Mantra, I.B. (2000). Demografi umum. Pustaka Bukit Barisan Selatan Lampung. Jurnal
Pelajar. Yogyakarta. 396 hal. Penelitian Sosial dan Ekonomi 10 (3)::
Marwa, J., Purnomo, H., & Nurrochmat, D.R. 173-185. Puslitbang Sosial Ekonomi dan
(2010). Managing the last frontier of Kebijakan Kehutanan. Bogor.
Indonesian forest in Papua. AKECOP Saputro, A.W. (2013). Modal sosial dan persepsi
Korea and IPB. Bogor. masyarakat dalam pembangunan hutan
Marwoto. (2013). Peran modal sosial masyarakat tanaman rakyat di Kabupaten Ogan
dalam pengelolaan hutan rakyat dan per- Komering Ilir [tesis]. Sekolah Pasca-
dagangan kayu rakyat. [tesis]. Program sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 132 hal.
Bogor. 152 hal. Subarna, T. (2011). Faktor yang mempengaruhi
Maryudi, A., & Krott, M. (2012). Local struggle masyarakat menggarap lahan di hutan
for accessing state forest property in a lindung : studi kasus di Kabupaten Garut,
Montane Forest Village in Java, Indonesia. Jawa Barat. Jurnal Penelitian Sosial
Journal of Sustainable Development 5 (7) : Ekonomi Kehutanan 8 (4) : 265-275.
62-68. Doi 10.5539/jsd. v5n7p62. Diakses Puslitbang Sosial Ekonomi dan Kebijakan
15 Juni 2014 dari http://www.ccsenet.org/ Kehutanan. Bogor.
journal/index.php/jsd/article/view/16935.
117
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118
Supranto, J. (2000). Statistik, teori dan a plikasi. Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara.
Tulus S dan Ali S, Edidor. Edisi 6 Cetakan Jurnal AKULTURASI 1 (2) : 9-12. Agro-
pertama. Erlangga. Jakarta. 384 hal. bisnis Perikanan UNSRAT. Manado.
Syarif, N.R. (2010). Tipologi habitat Kedawung Yatap , H. (2008). Pengaruh peubah sosial
(Parkia timoriana (DC) Merr) di zona ekonomi terhadap perubahan peng -
rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri, gunaan dan penutupan l ahan di Taman
Jawa Timur [tesis]. Sekolah Pascasarjana Nasional Gunung Halimun Salak [tesis].
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 82 hal. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Waluyo, E.A., Ulya, N.A., dan Martin, E. (2010). Bogor. Bogor. 246 hal.
Perencanaan sosial dalam rangka pengem- Yudilastiantoro , C. (2011). Faktor-faktor sosial
bangan hutan rakyat di Sumatera Selatan. ekonomi yang berpengaruh terhadap luas
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi lahan garapan di KHDTK Rarung,
Alam 8 (3) : 271-280. Puslibang Konser- Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jurnal
vasi dan Rehabilitasi. Bogor. Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan
Watung, N., Dien, C., Kotambunan, O. (2013). Kehutanan 8 (1) : 19-33. Puslitbang Sosial
Karakteristik sosial ekonomi masyarakat Ekonomi dan Kebijakan. Bogor.
nelayan di Desa Lopana Kecamatan
118