You are on page 1of 15

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319188751

KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN NASIONAL


GUNUNG HALIMUN SALAK

Article · January 2015


DOI: 10.20886/jphka.2015.12.1.105-118

CITATIONS READS

0 479

4 authors, including:

Leti Sundawati
Bogor Agricultural University
21 PUBLICATIONS   33 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

EFForTS-BEE: Biodiversity enrichment of oil palm View project

All content following this page was uploaded by Leti Sundawati on 03 October 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR TAMAN
NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK
(Socio Economic Conditions of Communities Around
Mount Halimun Salak National Park)*

Yelin Adalina 1, Dodik Ridho Nurrochman2, Dudung Darusman3 dan/and Leti Sundawati4
1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Telp. 0251-8633234; Fax 0251-8638111
2,3,4,5
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan-Institut Pertanian Bogor
Jalan Lingkar Akademik Kampus IPB Darmaga Po Box 168, Bogor 16680, Jawa Barat, Indonesia
Tlp (0251) 8622642
E-mail : yelinadalina@yahoo.com1; dnrochmat@yahoo.com2; dudungdarusman@gmail.com3; leti_sunda@yahoo.com4
*Diterima : 10 Februari 2014; Direvisi : 16 Maret 2015; Disetujui : 10 Mei 2015

ABSTRACT
The management of Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) was challenged by environmental issues
such as degradation of natural resources, low economy of the communities living around the park, and incre-
asing human population in the forest area. Support and participation from the communities to preserve the
park will be difficult to achieve without endeavor to increase economy of the local communities and yet
maintaining ecological balance. This study aimed to examine the socio economic characteristics of commu-
nities around MHSNP to provide recommendation to improve national park management. Research conduct-
ed from October 2012 to May 2013 by interviewing 297 respondents from 8 villages that were selected pur-
posively. Data were quantitatively and qualitatively analyzed. The results showed that people living in and
around MHSNP were relatively homogeneous socially. All respondents were Sundanese-moslems, classified
as productive age (88%) with low levels of formal education (86.9%), nevertheless has a good level of health
(85.18%). Most of the respondents (87.90%) were indigenous people. The average income was Rp 1.155 mil-
lion/month and it was under the regional minimum wage (UMR) of West Java and Banten Province s. Ave-
rage contributions of revenues from MHSNP land to total household income was 38.65% (medium catagory)
Keywords: Productive age, social status, private land, cultivated land

ABSTRAK
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menghadapi masalah degradasi sumberdaya
alam dan lingkungan, rendahnya ekonomi masyarakat dan meningkatnya jumlah penduduk di dalam ka-
wasan. Dukungan dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian taman nasional sulit terwujud tanpa
diimbangi upaya nyata yang dapat mengakomodir kepentingan ekonomi dan ekologi secara seimbang. Pene-
litian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar
TNGHS sebagai bahan masukan dalam pengeloaan taman nasional. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober
2012 sampai dengan Mei 2013 dengan mewawancarai sebanyak 297 responden dari delapan desa yang dipi-
lih secara sengaja (purposive sampling). Data penelitian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar TNGHS secara
sosial relatif homogen. Seluruh responden beragama Islam dengan etnis Sunda, 88% tergolong usia pro-
duktif, tingkat pendidikan formal tergolong rendah (86,9%), namun memiliki tingkat kesehatan yang baik
(85,18%). Sebagian besar responden (87,9%) adalah penduduk asli. Rata-rata tingkat pendapatan responden
sebesar Rp 1.155.000,-/bulan dan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) baik menurut ketentuan Pro-
vinsi Jawa Barat maupun Provinsi Banten. Rata-rata kontribusi pendapatan dari lahan TNGHS terhadap total
pendapatan rumah tangga responden sebesar 38,65% termasuk kategori sedang
Kata kunci: Usia produktif, status sosial, lahan milik, lahan garapan

I. PENDAHULUAN (Departemen Kehutanan, 2003). Secara


Tahun 2003 kawasan Taman Nasio- administrasi pemerintahan, kawasan
TNGHS termasuk di dalam wilayah
nal Gunung Halimun (TNGH) diperluas
Provinsi Jawa Barat dan Provinsi
dari ± 40.000 ha menjadi ± 113.357 ha
105
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118

Banten, yaitu Kabupaten Sukabumi, Bo- rakat (Kadir et al., 2012). Dukungan dan
gor dan Kabupaten Lebak. partisipasi aktif masyarakat dalam menja-
Berbagai permasalahan dalam penge- ga kelestarian hutan akan sulit terwujud
lolaan TNGHS sampai saat ini belum ter- jika tidak diimbangi upaya nyata peme-
pecahkan seperti, degradasi sumberdaya rintah dalam meningkatkan kesejahteraan
alam dan lingkungan, adanya pengem- masyarakat.
bangan kampung adat ke dalam kawasan, Situasi dan kondisi sosial ekonomi
sengketa tata batas, rendahnya ekonomi masyarakat sekitar merupakan aspek
masyarakat sekitar kawasan dan mening- yang sangat penting untuk diperhatikan
katnya jumlah penduduk di dalam kawas- dalam pengelolaan taman nasional (Adi-
an (Balai TNGHS, 2007) serta konflik prasetyo et al., 2009). Pemahaman prob-
kepemilikan lahan dan pemanfaatan lem sosial ekonomi masyarakat di sekitar
sumberdaya alam (Yatap, 2008). Perma- taman nasional sangat diperlukan sebagai
salahan tersebut seringkali berkorelasi salah satu pertimbangan dalam pengelo-
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat laan taman nasional (Kadir et al., 2012).
sekitar taman nasional yang rendah Menurut Junaedi & Maryani (2013), ter-
(Dunggio & Gunawan, 2009). dapat hubungan yang erat antara keber-
Pengelolaan hutan bertujuan untuk adaan hutan dengan kondisi sosial ekono-
melestarikan sumberdaya hutan dan me- mi masyarakat sekitar hutan dan kondisi
ningkatkan kesejahteraan masyarakat se- biofisik (lingkungan).
kitar hutan. Namun, kenyataannya masih Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
terdapat masyarakat miskin di dalam dan perlu dilakukan kajian kondisi sosial eko-
di sekitar hutan. Pada tahun 2006 jumlah nomi masyarakat yang bermukim di da-
rumah tangga (RT) miskin yang bermu- lam dan di sekitar TNGHS, sehingga da-
kim di dalam dan sekitar kawasan pat ditentukan upaya-upaya pengelolaan
TNGHS sebanyak 68.113 RT (Balai serta program-program yang dapat dite-
TNGHS, 2007). Keberadaan masyarakat rapkan sesuai dengan kondisi sosial
sekitar hutan merupakan bagian yang ti- ekonomi masyarakat setempat dan se-
dak terpisahkan dalam pengelolaan bagai bahan kebijakan dalam pengelo-
sumberdaya hutan (Hamid et al., 2011). laan kawasan TNGHS. Tujuan peneliti-
Konsekuensi dari perluasan taman na- an ini untuk memperoleh informasi ten-
sional adalah hilangnya hak akses ma- tang karakteristik individu dan sosial eko-
syarakat untuk dapat menggarap lahan nomi masyarakat di sekitar kawasan
pertanian yang sudah lama dilakukan- TNGHS.
nya (Rahmawati et al., 2008).
Pengelolaan sumberdaya hutan perlu II. BAHAN DAN METODE
dilakukan dengan berorientasi ekosistem
secara keseluruhan (Junaedi & Maryani, A. Waktu dan Lokasi Penelitian
2013) dan berdasarkan pada sifat alami Penelitian dilaksanakan sejak bulan
hutan (kondisi biofisik hutan) serta kon-
Oktober 2012 sampai dengan Mei 2013
disi sosial ekonomi masyarakat di seki-
di delapan desa yang terletak di dalam
tar hutan (Kartodihardjo, 2013). Marwa dan di sekitar kawasan TNGHS (Tabel
et al., (2010) mengemukakan bahwa
1). Pemilihan desa penelitian dilakukan
pengelolaan hutan yang baik harus dapat
secara sengaja (purposive sampling),
memberikan manfaat yang optimal bagi yaitu desa-desa yang berbatasan langsung
masyarakat dengan memperhatikan as- dengan kawasan TNGHS dan masyara-
pek ekologi, sosial ekonomi dan buda-
katnya memiliki keterkaitan erat dengan
ya masyarakat sekitar hutan. Keberha-
kawasan, baik untuk kepentingan sosial
silan pengelolaan taman nasional tidak maupun ekonomi.
terlepas dari sikap dan dukungan masya-
106
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )

Tabel (Table) 1. Lokasi penelitian (The research sites)


No Kabupaten (District) Kecamatan (Sub-district) Desa (Village) Resor (Resort)
1 Lebak Lebak Gedong Lebak Gedong Cisoka
2 Tamansari Tamansari Gunung Salak I
3 Tenjolaya Tapos I Gunung Salak II
4 Nanggung Malasari Gunung Botol
5 Bogor Jasinga Pangradin Gunung Talaga
6 Kabandungan Cipeuteuy Gunung Kendeng
7 Cikidang Mekar nangka Cimantaja
8 Sukabumi Cisolok Sirnaresmi Gunung Bodas

B. Bahan dan Alat Penelitian di sekitar kawasan TNGHS yang dikaji


meliputi umur, pendidikan formal, pendi-
Bahan atau objek penelitian adalah ko-
dikan non formal, pendapatan, luas lahan
munitas masyarakat di delapan desa yang
terletak di sekitar kawasan TNGHS, me- garapan, tingkat kesehatan, lama tinggal
liputi Kabupaten Bogor, Kabupaten Su- serta status sosial.
kabumi (Provinsi Jawa Barat) dan Ka- Data dianalisis secara deskriptif de-
bupaten Lebak (Provinsi Banten). Per- ngan tabulasi dan disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik. Untuk mendeskripsikan
alatan yang digunakan adalah recording,
karakteristik individu masyarakat dilaku-
GPS, thermometer, hygrometer, kamera
foto dan panduan wawancara. kan dengan persamaan selang nilai (Su-
pranto, 2000) dan jumlah kelas dikate-
gorikan menjadi tiga kelas, yaitu rendah,
C. Metode Penelitian
sedang dan tinggi.
Penelitian ini menggunakan pendekat- Selisih nilai observasi terbesar
an kuantitatif dengan dukungan pende- dengan nilai observasi terkecil
Lebar kelas =
katan kualitatif. Penelitian dilakukan de- Banyaknya kelas
ngan metode survei dan wawancara
menggunakan kuesioner atau wawancara
mendalam dengan responden terpilih. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis data yang dikumpulkan terdiri
dari data primer dan sekunder. Data pri- A. Karakteristik Sosial Individu Ma-
mer diperoleh dari responden terpilih syarakat Sekitar TNGHS
melalui wawancara terstruktur menggu- Karakteristik individu masyarakat me-
nakan kuesioner. Data sekunder diper- rupakan ciri khas yang melekat pada in-
oleh dari studi pustaka, kantor kecamat- dividu yang berhubungan dengan berba-
an, kantor desa dan Balai TNGHS. gai aspek kehidupan dan lingkungan in-
Responden dipilih secara sengaja dividu yang bersangkutan. Masri (2010)
(purposive sampling), yaitu kepala ke- dan Watung et al., (2013) mengemuka-
luarga yang menggarap lahan di kawas- kan bahwa karakteristik sosial masyara-
an TNGHS. Populasi penelitian adalah kat meliputi tingkat pendidikan, jumlah
masyarakat yang bermukim di sekitar anggota keluarga, status sosial, jumlah
kawasan yang berinteraksi langsung de- tanggungan keluarga, tingkat kesehatan
ngan kawasan TNGHS. Jumlah respon- dan umur.
den ditentukan berdasarkan Rumus Slo- Dari 297 responden yang diwawan-
vin (Nazir, 2009). Jumlah populasi seba- cara, 274 responden laki-laki (92,3%) dan
nyak 2.223 kepala keluarga (KK) dengan 23 responden perempuan (7,7%). Res-
tingkat kesalahan yang masih bisa ditto- ponden secara keseluruhan beragama Is-
lerir sebesar 5,4%, sehingga responden lam (100%) dan semuanya beretnis Sun-
yang diwawancara sebanyak 297 respon- da (100%) (Tabel 2). Kehidupan beraga-
den. Aspek sosial ekonomi masyarakat ma adalah suatu hal yang hakiki, karena
107
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118

Tabel (Table) 2. Karakteristik sosial responden (Social characteristics of respondets)


Jumlah
Karakteristik responden Persentase
responden
(Characteristics of Klasifikasi (Classification) (Percentage)
(Amount of
respondents) (%)
respondent)
Jenis kelamin (Sex) Laki-laki (Male) 274 92,3
Perempuan (Female) 23 7,7
Agama (Religion) Islam (Moslem) 297 100,0
Etnis (Ethnic) Sunda (Sundanese) 297 100,0
Umur (Age) Variasi umur ( Age variation) :
18 - 93
Umur produktif (Productive 18-37 Tahun (Years) 108 36,4
age) 38-55 Tahun (Years) 157 52,8
Umur non produktif > 55 Tahun (Years) 32 10,8
(Non productive age)
Jumlah anggota keluarga < 4 Orang (Persons) 82 27,6
(Number of family members) 4 Orang (Persons) 79 26,6
> 4 Orang (Persons) 136 45,8
Tingkat pendidikan formal SD (Elementary School) 258 86,9
(Level of formal education) Rendah (Low)
SLTP-SLTA (High school) Sedang 37 12,4
(Medium)
PT (University) Tinggi (High) 2 0,7
Pendidikan non formal ≤ 3 Kali (Times) Rendah (Low) 285 96,0
(Non-formal education) 4-6 Kali (Times) 10 3,4
Sedang (Medium)
> 6 Kali (Times) Tinggi (High) 2 0,6
Tingkat kesehatan (Health > 6 Kali (Times) Rendah (Low) 44 14,8
level) Jumlah sakit/tahun 3-6 Kali (Times) 117 39,4
(Frequency of illness/year) Sedang (Medium)
< 3 Kali (Times) Tinggi (High) 136 45,8
Penduduk (Habitant) Asli (Native) 261 87,9
Pendatang (Migrant) 36 12,1
Lama tinggal (Length of < 21 Tahun (Years) Rendah (Low) 34 11,5
stay) Tahun (Year) 21-31 Tahun (Years) 58 19,5
Sedang (Medium)
> 31 Tahun (Years) Tinggi (High) 205 69,0
Status sosial (Social status) Rendah (Low) 179 60,3
Sedang (Medium) 108 36,4
Tinggi (High) 10 3,3

menyangkut ketenangan batin dan berpe- bagai usaha yang dapat menambah peng-
ngaruh dalam perilaku kehidupan sehari- hasilan dalam rangka memenuhi kebutuh-
hari. an keluarganya. Tingkat umur sangat
Umur responden bervariasi antara 18 memberikan pengaruh terhadap kemam-
sampai 93 tahun atau rata-rata berumur puan seseorang dalam menghasilkan ba-
41 tahun. Menurut penggolongan kelas rang dan jasa. Kemampuan ini terkait de-
umur (Mantra, 2000), sebagian besar res- ngan kondisi fisik, cara berpikir dan ke-
ponden (89,2%) tergolong pada usia pro- mampuan untuk bekerja. Kadir (2005)
duktif (di atas 15 tahun sampai 55 tahun) mengemukakan bahwa petani yang ber-
dan 10,8% responden pada tingkat usia usia muda (usia produktif) pada umum-
non produktif (di atas 55 tahun) (Tabel nya mampu menerima dengan cepat ino-
2). Data tersebut menunjukkan bahwa se- vasi atau pun ide-ide baru yang dianjur-
bagian besar responden sangat berpotensi kan dibandingkan petani yang berusia tua
untuk beraktivitas secara maksimal, me- (tidak produktif). Oleh karena itu potensi
miliki semangat dan kreatif mencari ber- umur produktif ini perlu dimanfaatkan
108
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )

dengan sebaik-baiknya dalam pengelola- pemberdayaan dapat berjalan lancar apa-


an TNGHS. bila pendidikan non formal yang diberi-
Jumlah anggota keluarga pada setiap kan berkaitan dengan profesi dan potensi
rumah tangga responden memberikan sumberdaya lokal.
gambaran mengenai ketersediaan tenaga Mayoritas responden dengan tingkat
kerja, tanggungan hidup keluarga dan be- pendidikan formal tergolong rendah
sarnya pendapatan keluarga (Mulyono, (86,9%), yaitu hanya berpendidikan dasar
2012). Jumlah tanggungan keluarga dapat (SD) dan sedikit sekali responden
mempengaruhi semangat dan kreativitas (12,4%) dengan tingkat pendidikan se-
kepala keluarga dalam memenuhi kebu- dang (SLTP-SLTA). Selain itu, masih
tuhan hidup keluarganya (Kadir et al., terdapat kepala keluarga yang tidak me-
2012). Data pada Tabel 2 menunjukkan namatkan pendidikan dasar (SD). Indika-
bahwa jumlah anggota keluarga kurang tor tingkat pendidikan formal menunjuk-
dari empat jiwa sebanyak 82 responden kan bahwa kualitas sumberdaya manusia
(27,6%), jumlah anggota keluarga dengan di sekitar kawasan TNGHS mayoritas da-
empat jiwa sebanyak 79 responden lam kategori rendah. Rendahnya tingkat
(26,6%) dan jumlah anggota keluarga le- pendidikan masyarakat diakibatkan ada-
bih dari empat jiwa sebanyak 136 respon- nya keterbatasan biaya, sarana dan prasa-
den (45,8%). Bila ditinjau dari jumlah rana. Hal ini terlihat dari minimnya sara-
tanggungan keluarga, yaitu rata-rata ber- na pendidikan, jumlah sekolah dan guru
jumlah tiga jiwa, berarti satu kepala ke- yang terbatas. Sekolah lanjutan hanya ada
luarga petani harus bekerja untuk meme- di pusat kecamatan dengan jumlah yang
nuhi kebutuhan hidup empat orang ang- terbatas. Jarak yang jauh juga menjadi
gota keluarganya. Namun, apabila anggo- penghambat bagi masyarakat untuk ber-
ta keluarga dimanfaatkan dengan optimal, sekolah. Biaya yang tinggi dan kemam-
keluarga yang besar merupakan sumber puan ekonomi masyarakat yang rendah
tenaga kerja potensial yang dapat meri- merupakan penyebab utama masyarakat
ngankan beban kepala keluarga (Pujowati tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang
et al., 2010). sekolah menengah atau perguruan tinggi.
Pendidikan responden dapat dikelom-
Tingkat pendidikan yang rendah men-
pokkan menjadi pendidikan formal dan
jadikan masyarakat tidak punya pilihan
non formal. Tujuan pendidikan formal pekerjaan lain kecuali bekerja sebagai pe-
dan non formal adalah untuk memberikan
tani. Tingkat pendidikan dapat mempe-
tambahan pengetahuan, keterampilan dan
ngaruhi cara berpikir seseorang (Syarif,
juga sikap masyarakat (Marwoto, 2013). 2010; Kadir et al., 2012). Rendahnya
Pendidikan formal merupakan salah satu tingkat pendidikan mempengaruhi penda-
indikator untuk mengetahui kemampuan
patan petani, karena pengelolaan lahan
petani dalam menerima inovasi baru
hanya berdasarkan naluri dan pengalam-
(Waluyo et al., 2010). Tingkat pendidik- an yang turun temurun tanpa adanya pe-
an formal mempunyai peran penting da-
nerapan inovasi baru. Menurut Hamid et
lam membentuk pola pikir masyarakat
al., (2011), bila tingkat pendidikan ma-
dalam bertindak. Masyarakat dengan syarakat rendah maka tingkat kesejahte-
tingkat pendidikan rendah sulit untuk me-
raan masyarakat juga rendah karena ting-
nerima hal-hal baru atau inovasi yang da-
kat pendidikan berhubungan dengan pen-
pat menambah wawasan, pengalaman dan dapatan masyarakat. Garsetiasih (2012)
pengetahuan (Kadir, 2005). Ristianasari menyatakan bahwa untuk meningkatkan
et al., (2013) mengemukakan bahwa pen-
kesejahteraan masyarakat dengan tingkat
didikan formal dan non formal (pelatih- pendidikan rendah diperlukan upaya
an) mempunyai korelasi atau hubungan pemberdayaan.
dengan kemandirian masyarakat. Proses
109
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118

Pendidikan non formal responden di- dan terhadap pemanfaatan sumberdaya


peroleh dari berbagai pelatihan, kursus lahan di sekitarnya (Hamid et al., 2011).
atau bimbingan teknis yang pernah di- Status sosial menunjukkan tingkat
ikuti. Perhitungan persamaan selang nilai penghargaan masyarakat pada individu
(Supranto, 2000) menunjukkan bahwa se- yang bersangkutan dalam kelompok ma-
bagian besar (96%) responden tergolong syarakat (Saputro, 2013). Rinawati
dalam kategori rendah, yaitu tidak pernah (2012) menyatakan bahwa luas kepemi-
atau hanya maksimal tiga kali mengikuti likan lahan, ketokohan, pekerjaan sebagai
pendidikan non formal (Tabel 2). Oleh pegawai pemerintah dan tingkat penda-
karena itu perlu usaha-usaha untuk men- patan menentukan status sosial seseorang
dorong peningkatan pengetahuan dan ke- terutama di daerah pedesaan. Seseorang
terampilan seperti kegiatan pelatihan, dianggap memiliki status sosial rendah ji-
kursus atau bimbingan teknis. Pengeta- ka memiliki lahan yang sempit, penda-
huan dan informasi yang diperoleh dari patan yang rendah, bukan tokoh masyara-
pendidikan non formal dapat mengubah kat/adat/agama dan bukan pegawai peme-
pola pikir dan pengambilan keputusan da- rintah. Seseorang dianggap memiliki sta-
lam masyarakat (Rinawati, 2012). tus sosial sedang jika memiliki lahan dan
Tingkat kesehatan adalah salah satu pendapatan diantara rata-rata masyarakat
indikator dari produktivitas. Kesehatan di sekitarnya dan atau tergolong tokoh
merupakan faktor yang mendukung akti- masyarakat/adat/agama atau pegawai pe-
vitas petani dalam setiap kegiatan yang merintah. Masyarakat yang memiliki sta-
dilakukan. Jika masyarakat memiliki ke- tus sosial tinggi yaitu orang kaya, penda-
sehatan yang baik, maka tingkat kinerja- patannya di atas rata-rata masyarakat di
nya juga akan baik dan begitu pula se- sekitarnya, memiliki lahan yang luas dan
baliknya (Marwoto, 2013). Berdasarkan atau tokoh masyarakat/adat/agama atau
hasil perhitungan persamaan selang nilai pegawai pemerintah. Status sosial umum-
(Supranto, 2000), sebagian responden nya ditentukan oleh kedudukan seseorang
(45,8%) memiliki kondisi prima atau ter- di dalam masyarakat. Sebagian besar res-
golong pada kategori tingkat kesehatan ponden (60,3%) memiliki status sosial
yang tinggi. Terdapat 44 responden atau yang rendah (Tabel 2). Data tersebut seja-
14,8% yang memiliki tingkat kesehatan lan dengan hasil penelitian Rinawati
yang rendah, yaitu lebih dari enam kali (2012) yang mengemukakan bahwa seca-
sakit dalam satu tahun (Tabel 2). Tingkat ra umum petani memiliki status sosial
kesehatan yang tinggi akan meningkatkan yang rendah.
produktivitas masyarakat karena akan
menambah kemampuan fisik. B. Karakteristik Ekonomi Individu
Mayoritas responden (87,9%) merupa- Masyarakat Sekitar TNGHS
kan penduduk asli yang telah bermukim
Masyarakat yang tinggal di sekitar
di desa penelitian sejak lahir. Tingkat mi - TNGHS umumya mempunyai mata pen-
grasi penduduk sangat kecil (12,1%), bia-
caharian utama sebagai petani. Hasil pe-
sanya terjadi karena ikatan pernikahan
nelitian menunjukkan 82,8% responden
dengan penduduk setempat. Rata-rata la- berprofesi petani, selebihnya (17,8%)
ma tinggal responden di dalam komunitas
mempunyai mata pencaharian yang ber-
adalah 38,78 tahun dengan selang antara
variasi, yaitu buruh, pedagang, wiraswas-
2-90 tahun. Sebagian besar responden ta, penyadap dan pegawai harian lepas
(69%) tergolong pada kategori tinggi (Tabel 3). Desa Pangradin adalah satu-
yang berarti lebih dari 31 tahun terga-
satunya desa yang mayoritas responden-
bung dalam komunitasnya. Penduduk asli
nya mempunyai pekerjaan utama sebagai
yang sudah lama tinggal memunculkan penyadap getah karet (Hevea brasili-
keterikatan akan daerah yang dihuninya
ensis). Hal ini dikarenakan lahan
110
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )

kawasan TNGHS yang dikelola masyara- lahan dengan tetap memperhatikan keles-
kat Desa Pangradin berupa perkebunan tarian lingkungan.
karet. Mata pencaharian sebagian besar Selain mempunyai pekerjaan utama,
responden seperti tersebut di atas meng- sebagian besar responden mempunyai
gambarkan tingkat ketergantungan ma- mata pencaharian sampingan. Jumlah res-
syarakat sekitar TNGHS yang tinggi akan ponden yang mempunyai mata pencaha-
sumberdaya lahan. Hal yang perlu dilaku- rian sampingan sebanyak 256 responden
kan adalah mengarahkan dan membina atau 86,2% dari total responden. Jenis
masyarakat melalui penyuluhan, sehingga mata pencaharian sampingan responden
mereka dapat meningkatkan produktivitas bervariasi, yaitu buruh tani/bangunan

Tabel (Table) 3. Karakteristik ekonomi responden (Economic characteristics of respondents)


Karakteristik responden Jumlah responden
Persentase
(Characteristics of Klasifikasi (Classification) (Amount of
(Percentage) (%)
respondents) respondent)
Pekerjaan utama (Main Petani (Farmer) 246 82,8
occupation) Lainnya (Others) 51 17,2
Pekerjaan sampingan (Side Tidak ada (None) 41 13,8
job) Buruh (Labor) 131 44,2
Pedagang (Merchant) 53 17,8
Penyadap karet (Rubber 19 6,4
tapper)
Lainnya (Others) 53 17,8
Total luas lahan (Total of land < 0,5 ha Rendah (Low) 165 55,5
size) 0,5-1,0 ha Sedang (Medium) 79 26,6
> 1,0 ha Tinggi (High) 53 17,9
Luas lahan milik (Size of Tidak punya (None) 146 49,2
owned land) ≤ 0,25 ha Rendah (Low) 93 31,3
0,25 -0,5 ha Sedang (Medium) 36 12,1
> 0,5 ha Tinggi (High) 22 7,4
Luas lahan garapan sawah < 0,5 ha Rendah (Low) 200 67,3
dan atau kebun di TNGHS 0,5-1,0 ha Sedang (Medium) 72 24,2
(Size of cultivated land in > 1,0 ha Tinggi (High) 25 8,5
MHSNP for rice field and or
garden)
Luas lahan garapan sawah di Tidak punya (None) 174 58,6
TNGHS (Size of cultivated < 0,25 ha Rendah (Low) 81 27,3
rice field in MHSNP) 0,25-0,5 ha Sedang (Medium) 39 13,1
> 0,5 ha Tinggi (High) 3 1,0
Luas lahan garapan kebun di Tidak punya (None) 26 8,8
TNGHS (Size of cultivated < 0,25 ha (Rendah) (Low) 141 47,5
land in MHSNP for garden) 0,25-0,5 ha Sedang (Medium) 110 27,9
> 0,5 ha Tinggi (High) 47 15,8
Total pendapatan responden ≤ Rp 1.055,- 138 46,5
(Rp x 1.000,-/bulan/month Kategori rendah (Low category)
(Total income of respondents) Rp 1.056,- - Rp 1.850,- 123 41,4
Kategori sedang (Medium
category)
> Rp 1.850,- 36 12,1
Kategori tinggi (High category)
Rata-rata pendapatan responden
(Average income of
respondents) Rp 1.155,-
Kisaran pendapatan (Range of
income) Rp 257,- - Rp 2.650,-

111
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118

Tabel (Table) 3. Lanjutan (Continued)


Karakteristik responden Jumlah responden
Persentase
(Characteristics of Klasifikasi (Classification) (Amount of
(Percentage) (%)
respondents) respondent)
Pendapatan responden dari < Rp 500,- Rendah (Low) 219 73,7
lahan TNGHS (Income of Rp 500,- - Rp 1.000,- 69 23,9
respondents from MHSNP) Sedang (Medium)
(Rpx 1.000)/bulan (month) > Rp 1.000,- Tinggi(High) 7 2,4
Kontribusi pendapatan dari ≤ 35% Rendah (Low) 159 53,5
lahan garapan di TNGHS > 35-67% Sedang (Medium) 100 33,7
terhadap total pendapatan > 67% Tinggi (High) 38 12,8
(The revenue contribution of
cultivated land in MHSNP to
total revenue)
Jarak tempat tinggal ke lahan < 0,5 km Rendah (Low) 78 26,3
garapan TNGHS (Residence 0,5-1,5 km 106 35,7
distance to the field in Sedang (Medium)
MHSNP >1,5 km Tinggi (High) 113 38,0
Jangka waktu responden > 10 Tahun (Years) 153 51,5
menggarap lahan kawasan 6-10 Tahun (Years) 82 27,6
TNGHS (Period of 2-5 Tahun (Years) 62 20,9
respondents work on land in
MHSNP area)

(44,2%), pedagang/wiraswasta (17,8%), salah satu faktor yang mempengaruhi


penyadap getah pinus atau aren (6,4%), sikap masyarakat terhadap konservasi
supir ojeg, beternak dan lainnya (17,8%) sumberdaya alam. Permasalahan yang
(Tabel 3). Namun masih banyak pula dihadapi petani dalam mendukung mata
responden yang hanya mengandalkan pencaharian mereka antara lain
pendapatannya dari hasil pertanian terbatasnya lahan pertanian (Maryudi &
sebagai pekerjaan utama dan tidak Krott (2012). Hamid et al., (2011)
mempunyai pekerjaan sampingan, yaitu mengemukakan bahwa terdapat
sebanyak 41 responden atau 13,8%. Oleh hubungan yang nyata antara luas
karena itu perlu pengembangan kepemilikan lahan dengan aspek sosial
keterampilan dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat. Semakin luas
pendapatan masyarakat supaya tidak kepemilikan lahan masyarakat, maka
hanya mengandalkan pendapatan dari semakin sejahtera kondisi sosial ekonomi
penggunaan lahan. masyarakat tersebut.
Luas lahan garapan merupakan luas Persentase jumlah responden yang
keseluruhan lahan yang digarap memiliki lahan dan yang tidak memiliki
responden untuk tujuan produksi, baik lahan milik, baik berupa kebun dan atau
lahan milik sendiri maupun lahan sawah hampir seimbang masing-masing
TNGHS. Lahan garapan yang sebesar 50,84% dan 49,16%. Diantara
dikelola/digarap responden berupa sawah responden yang mempunyai lahan milik,
dan atau kebun. Sebagian besar sebanyak 93 responden atau 31,31%
responden (55,5%) memiliki lahan memiliki lahan dengan luas kategori
garapan dengan kategori sempit, yaitu rendah (< 0,25 ha), hanya sebagian kecil
kurang dari 0,5 ha (Tabel 3). Rata-rata (12,12%) yang luas lahan miliknya
luas lahan garapan responden di delapan termasuk kategori sedang ( 0,25-0,50 ha)
desa kajian sebesar 0,60 ha dengan selang dan sebanyak 7,41% termasuk kategori
antara 0,19 ha sampai 1,42 ha. Adi tinggi (> 0,5 ha) (Tabel 3). Oleh karena
prasetyo et al., (2009) mengemukakan itu penggunaan lahan di kawasan
bahwa luas kepemilikan lahan merupakan TNGHS, khususnya bagi masyarakat

112
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )

yang tidak memiliki lahan, merupakan jaga dan masyarakat mendapatkan keun-
satu-satunya sumber pendapatan/mata tungan dari penggunaan lahan.
pencaharian dalam menopang kebutuhan Penggunaan lahan kawasan TNGHS
rumah tangga mereka. Subarna (2011) oleh masyarakat berupa sawah dan atau
mengemukakan bahwa luas lahan milik kebun dengan luas lahan yang bervariasi.
yang sempit menyebabkan pendapatan Pada dasarnya pemanfaatan lahan kawas-
petani sangat rendah, sehingga untuk me- an TNGHS bertentangan dan melanggar
menuhi kebutuhan hidup keluarga, mere- hukum, namun karena sudah berlangsung
ka memperluas usaha taninya melalui ga- sejak sebelum adanya penunjukkan ka-
rapan di hutan yang berbatasan dengan wasan, maka pihak pengelola taman na-
desanya. sional memberikan kebijakan dengan
Seluruh responden (100%) merupakan memperbolehkan penggarapan lahan te-
petani penggarap pada lahan negara. Pe- tapi tidak diperkenankan adanya perluas-
tani penggarap di kawasan taman na- an. Masyarakat juga diwajibkan mena-
sional umumnya adalah eks petani nam tanaman kehutanan di lahan garap-
PHBM (pengelolaan hutan bersama ma- annya seperti puspa (Schima wallichii),
syarakat) pada masa pengelolaan oleh Pe- kayu afrika (Maesopsis emini) dan rasa-
rum Perhutani. Petani umumnya mema- mala (Altingia excelsa) dengan jarak ta-
hami status lahan sebagai lahan negara nam 5 m x 5 m atau sebanyak 400 pohon/
tetapi karena sebagian besar adalah petani ha. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa se-
subsisten yang berpikir jangka pendek, bagian besar responden tidak memiliki la-
maka mereka tetap beraktivitas pada la- han sawah di kawasan TNGHS, yaitu se-
han garapannya. Yatap (2008) mengemu- banyak 174 responden atau 58,6% dari
kakan bahwa kebutuhan lahan pertanian total responden. Sebanyak 41,4% respon-
dan perkebunan dan pemanfaatan lang- den memiliki sawah di kawasan TNGHS
sung sumberdaya hutan telah memberi- dengan luas yang bervariasi, yaitu < 0,25
kan kontribusi yang nyata terhadap ada- ha dengan katagori rendah (27,3%), kate-
nya perubahan penutupan lahan di ka- gori sedang (13,1%) dengan selang 0,25-
wasan TNGHS. Hasil penelitian menun- 0,5 ha dan kategori tinggi (1%) dengan
jukkan sebagian besar responden luas > 1,0 ha. Hasil studi yang dilakukan
(67,34%) memiliki luas lahan garapan di Galudra et al., (2005) didapatkan bahwa
kawasan TNGHS dengan kategori ren- pada beberapa bagian kawasan hutan
dah (< 0,5 ha) (Tabel 3). Pengguna lahan yang ditunjuk telah lama digunakan oleh
TNGHS dengan kategori sedang sampai masyarakat sebagai lahan pertanian.
tinggi terbanyak dijumpai di Desa Pang- Tingkat ketergantungan terhadap lahan
radin dan Desa Lebak Gedong. Hal ini akan semakin meningkat dengan bertam-
terjadi karena selama masa transisi per- bahnya penduduk di dalam dan di sekitar
luasan kawasan taman nasional masyara- kawasan TNGHS. Gunawan et al., (2013)
kat berlomba-lomba memperluas lahan juga mengemukakan bahwa tingkat keter-
garapan di kawasan yang semula dikelola gantungan terhadap lahan untuk usaha ta-
Perum Perhutani sebagai hutan produksi. ni di kawasan taman nasional oleh eks
Luas lahan garapan TNGHS terendah di peserta PHBM masa pengelolaan Perum
Desa Tapos, sebagian besar digunakan Perhutani menjadi semakin meningkat
untuk budidaya tanaman poh-pohan (Pi- dengan semakin bertambahnya pendu-
lea melastomoides) di bawah tegakan pi- duk, sementara ketersediaan lahan tidak
nus (Pinus merkusii) untuk menunjang bertambah.
kebutuhan ekonomi rumah tangga. Jenis Pendapatan keluarga diukur dengan
penggunaan lahan dengan tanaman poh- banyaknya akumulasi pendapatan semua
pohan membuat kondisi hutan tetap ter- anggota keluarga dalam satu bulan (Rp/
bulan), baik dari pendapatan utama
113
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118

maupun pendapatan dari pekerjaan sam- masyarakat. Tingkat pemenuhan kebu-


pingan. Besar kecilnya pendapatan petani tuhan masyarakat dari kawasan TNGHS
mempengaruhi keputusan apa yang akan menunjukkan tingkat ketergantungan ma-
dikerjakan dan jenis usaha yang akan di- syarakat tersebut terhadap kawasan
lakukannya pada sebidang lahan yang di- TNGHS. Berdasarkan hasil perhitungan
milikinya. Berdasarkan hasil perhitungan persamaan selang nilai (Supranto, 2000),
persamaan selang nilai (Supranto, 2000), pendapatan responden dari lahan garapan
pendapatan responden di bawah Rp di kawasan TNGHS termasuk kategori
1.055.000,- pada kategori rendah, penda- rendah (< Rp 500.000,-) sedang
patan Rp 1.056.000,- - Rp 1.850.000,- ka- (Rp 500.000,- - Rp 1.000.000,-) dan ting-
tegori sedang dan pendapatan lebih besar gi (> Rp 1.000.000,-). Sebagian besar res-
dari Rp 1.850.000,- kategori tinggi. Seba- ponden (73,7%) termasuk keluarga de-
nyak 138 responden atau 46,46% terma- ngan tingkat pendapatan rendah, seba-
suk keluarga dengan tingkat pendapatan nyak 23,9% responden dengan kategori
pada kategori rendah (< Rp 1.055.000,-) sedang dan 2,4% dengan kategori tinggi
dan sebanyak 123 responden 41,41% pa- (Tabel 3). Tingkat pendapatan responden
da kategori sedang (Rp.1.056.000,- - Rp di Desa Pangradin relatif lebih tinggi dari
1.850.000,-) (Tabel 3). Sebagian besar ketujuh desa kajian lainnya, yaitu dengan
mereka adalah responden yang tidak katagori sedang (55,5%) sampai tinggi
mempunyai pekerjaan sampingan. Peng- (13,8%) dengan rata-rata pendapatan se-
hasilan responden dari hasil pertanian ti- besar Rp 817.000,-/bulan. Penghasilan
dak menentu, sangat dipengaruhi oleh setiap hari terutama dari hasil sadapan
faktor cuaca dan faktor pasar (penawaran getah karet. Pendapatan terendah dari
dan permintaan barang). Pasar hasil per- penggunaan lahan garapan masyarakat di
tanian juga dikuasai tengkulak, sehingga kawasan TNGHS yaitu Desa Mekarnang-
sebagian besar petani tidak memiliki po- ka dengan rata-rata sebesar Rp 194.000,-/
sisi tawar yang tinggi. bulan. Hal ini karena adanya penurunan
Rata-rata pendapatan responden sebe- produktivitas lahan. Jenis tanaman yang
sar Rp 1.155.000,-/bulan dengan selang dibudidayakan di wilayah ini adalah ta-
antara Rp 257.000,- sampai Rp naman singkong (Manihot utilissima).
2.650.000,- (Tabel 3). Rata-rata tingkat Pengelolaan hutan perlu diarahkan seba-
pendapatan responden masih ada di ba- gai penghasil HHBK yang dapat mem-
wah Upah Minimum Regional (UMR) buka kegiatan dan penghasilan bagi ma-
baik Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bo- syarakat lokal dengan memperhatikan
gor yaitu sebesar Rp 2.042.000,- dan Ka- faktor ekologisnya. Konsep HHBK men-
bupaten Sukabumi sebesar Rp jadi pilihan ekologi yang diterima secara
1.201.000,-) maupun Provinsi Banten ekonomi dalam pembangunan (Ahenkan
(Kabupaten Lebak sebesar Rp & Boon, 2011).
1.187.000,-). Tingkat pendapatan di Desa Masyarakat di dalam dan di sekitar
Pangradin relatif lebih tinggi dari penda- TNGHS memanfaatkan kawasan hutan
patan desa lainnya, terutama bersumber untuk lahan pertanian, perkebunan dan
dari hasil menyadap karet baik di lahan pemukiman. Yudilastiantoro (2011) me -
milik maupun lahan garapan di kawasan ngemukakan bahwa kontribusi hasil usa-
TNGHS. ha tani terhadap pendapatan keluarga da-
Mayoritas responden mempunyai mata pat menunjukkan besarnya ketergantung-
pencaharian utama sebagai petani, se- an terhadap lahan. Berdasarkan hasil per-
hingga untuk mencukupi kebutuhannya, hitungan persamaan selang nilai (Supran-
maka lahan garapan di kawasan TNGHS to, 2000), kontribusi pendapatan dari la-
menjadi alternatif sumber pendapatan da- han TNGHS terhadap total pendapatan
lam pemenuhan kebutuhan pokok hidup yakni kategori rendah (≤ 35%), kategori
114
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )

sedang (36-67%) dan kategori tinggi (> TNGHS yaitu Desa Pangradin, rata-rata
67%). Kontribusi lahan TNGHS terhadap 3,57 km dan waktu tempuh sekitar satu
total pendapatan responden di seluruh de- sampai dengan dua jam dengan kondisi
sa kajian termasuk kategori sedang rata- wilayah berbukit. Informasi jarak tempat
rata sebesar 38,65% dari total pendapatan tinggal dengan lahan garapan diperlukan
rumah tangga (Tabel 3). Mayoritas res- untuk mengetahui kemampuan masyara-
ponden tidak mengandalkan penghasilan- kat untuk mencapai lahannya. Letak la-
nya dari lahan garapan, namun memiliki han garapan yang relatif cukup jauh
pekerjaan sampingan yang bervariasi. memberikan implikasi bahwa tanah yang
Kontribusi pendapatan dari lahan dapat dikelola di sekitar pemukiman pen-
TNGHS tertinggi di Desa Pangradin, ya- duduk semakin terbatas (Hardiansyah et
itu sebanyak 47,2% responden dengan al., 2009).
kategori tinggi, 38,9% responden dengan Jangka waktu responden telah meng-
kategori sedang, rata-rata sebesar 65,38% garap lahan di kawasan TNGHS berkisar
dari total pendapatan rumah tanggga. Hal antara 2 sampai 30 tahun dengan rata-rata
ini menunjukkan bahwa tingkat ketergan- 12,76 tahun. Sebagian besar respon-den
tungan masyarakat Desa Pangradin pada (51,52%) telah menggarap lahan di
lahan garapan di kawasan TNGHS lebih kawasan TNGHS sebagai lahan perke-
tinggi dari desa lainnya. Kontribusi te- bunan atau pertanian dengan jangka wak-
rendah terdapat di Desa Malasari, yaitu tu lebih dari 10 tahun, yaitu sejak sebe-
sebanyak 92,5% responden. Hal ini kare- lum adanya perluasan/penunjukkan ka-
na sebagian besar responden mempunyai wasan menjadi taman nasional pada ta-
pekerjaan sampingan sebagai buruh tum- hun 2003 (Tabel 3). Sebanyak 82 respon-
buk tanah yang mengandung emas dari den atau 27,61% mulai menggarap lahan
penambang emas tanpa ijin (PETI) de- di kawasan TNGHS dengan jangka waktu
ngan rata-rata pendapatan sebesar Rp enam sampai dengan 10 tahun, yaitu pada
1.200.000,-/bulan. Sebagai salah satu masa transisi pengelolaan pada tahun
upaya untuk mengatasi tingkat ketergan- 2003-2006. Hal ini mengindikasikan bah-
tungan masyarakat terhadap lahan wa selama masa transisi pengelolaan te-
TNGHS, maka pihak pengelola berkola- lah terjadi perambahan kawasan oleh ma-
borasi dengan pihak stakeholder lainnya syarakat sekitar hutan, karena sejak tahun
memberikan alternatif sumber pendapat- 2003 Perum Perhutani telah melimpah-
an masyarakat seperti pelatihan pembudi- kan pengelolaannya ke taman nasional
dayaan berbagai jenis tumbuhan dan ter- sedangkan proses administrasi pelimpah-
nak yang memberikan nilai ekonomis pa- an baru selesai pada tahun 2006. Seba-
da masyarakat di sekitar hutan. nyak 62 responden atau 20,88% mulai
Rata-rata jarak antara pemukiman de- menggarap lahan kawasan TNGHS sejak
ngan lahan garapan di kawasan TNGHS tahun 2007. Hal ini terjadi karena terba-
bervariasi pada masing-masing desa, ya- tasnya kemampuan pengelola taman na-
itu berkisar antara 0,1 km sampai 5 km sional dalam melakukan pengamanan.
dengan rata-rata 1,71 km (Tabel 3). Jumlah tenaga pengelola taman nasional
Sebagian besar responden mengelola la- yang sangat terbatas, terutama tenaga la-
han garapan di kawasan TNGHS pada pangan, tidak mampu mengamankan ka-
kategori jauh di atas 1,5 km dan sedang wasan konservasi yang relatif luas. Saat
(0,6-1,5 km), masing-masing sebanyak ini terdapat 45 orang jagawana yang ber-
38,05% dan 35,69%. Jarak tempat tinggal tugas melindungi kawasan TNGHS de-
responden terdekat ke lokasi garapan ya- ngan luas sekitar 113.357 hektar. Dung-
itu Desa Cipeuteuy dengan rata-rata 0,85 gio & Gunawan (2009) mengemukakan
km dan waktu tempuh sekitar 15-30 me- bahwa selain partisipasi masyarakat, ke-
nit. Jarak terjauh ke lokasi garapan berhasilan pengelolaan taman nasional
115
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118

sangat ditentukan juga oleh kualitas dan DAFTAR PUSTAKA


kuantitas sumberdaya manusia. Oleh ka- Adiprasetyo, T., Eriyanto, Noor, E. & Sofyan F.
rena itu pihak pengelola perlu meningkat- (2009). Sikap masyarakat lokal terhadap
kan pengawasan supaya tidak terjadi per- konservasi taman nasional sebagai pendu-
luasan penggunaan lahan kawasan TNG- kung keputusan dalam pengelolaan Taman
Nasional Kerinci Seblat. Jurnal Bumi Les-
HS oleh masyarakat.
tari 9 (2) : 173-186. Universitas Udayana.
Bali.
Ahenkan, A. & Boon, E. (2011). Non-timber
IV. KESIMPULAN DAN SARAN forest product (NTFPs) : clearing the con-
fusion in semantics. Journal of Human
Ecology 33 (1) : 1-9. Kamla-Raj Enter-
A. Kesimpulan
prises. New Delhi. Diakses Mei 2014 dari
1. Kondisi sosial masyarakat di sekitar http://www.krepublisher.com.
kawasan TNGHS relatif homogen, ter- Balai TNGHS. (2007). Rencana pengelolaan
Taman Nasion al Gunung Halimun Salak
masuk dalam kategori masyarakat de- periode 2007-2026. Kabandungan (ID) :
sa dengan tingkat pendidikan yang ma- BTNGHS.
sih rendah. Mayoritas responden ber- Departemen Kehutanan. (2003). Keputusan
usia produktif dan merupakan pendu- Menteri Kehutanan No.175/ kpts-II/2003
duk asli setempat dengan kondisi kese- Tentang Penunjukkan Kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun (TNGH) ber-
hatan yang prima serta status sosial ubah menjadi Taman Nasional Gunung
yang rendah. Halimun Salak (TNGHS) dari 40.000
2. Kondisi ekonomi masyarakat di seki- Hektar menjadi 113.357 Hektar.
tar kawasan TNGHS termasuk dalam Dunggio, I. & Gunawan, H. (2009). Telaah seja-
kategori masyarakat desa dengan ting- rah kebijakan pengelolaan taman nasional
di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan
kat pendapatan rendah, yaitu masih Kehutanan 6 (1) : 43-56. Puslitbang Peru-
ada di bawah Upah Minimum Regio- bahan Iklim dan Kebijakan. Bogor.
nal (UMR) dengan rata-rata penda- Galudra, G., Sirait, M., Rhamdaniaty, N., Soe-
patan sebesar Rp 1.155.000,-/bulan. narto, F. & Nurzaman, B. (2005). History
Kontribusi pendapatan dari lahan TNG- of landuse and degradation of Mount
Halimun Salak National Park. Jurnal
HS terhadap total pendapatan ru-mah Manajemen Hutan Tropika 11 (1) : 1-13.
tangga termasuk kategori sedang (36- Departemen Manajemen Hutan Fakultas
67% dari total pendapatan) dengan ra- Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bo-
ta-rata 38,65%. gor.
Garsetiasih, R. (2012). Manajemen konflik kon-
servasi Banteng (Bos javanicus d’Alton
B. Saran 1832) dengan masyarakat di Taman
1. Tingkat pendidikan formal masyarakat Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional
Alas Purwo Jawa Timur [disertasi]. Seko-
yang berada di dalam dan di sekitar
lah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
kawasan TNGHS perlu ditingkatkan Bogor. 218 hal.
melalui perbaikan sarana dan prasara- Gunawan, H., Bismark, M. & Krisnawati, H.
na pendidikan. (2013). Kajian sosial ekonomi masyarakat
2. Dalam upaya mengurangi ketergan- sekitar sebagai dasar penetapan tipe pe-
nyangga Taman Nasional Gunung Mer-
tungan masyarakat terhadap sumber- babu, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian
daya hutan dan lahan TNGHS, peran Hutan dan Konservasi Alam 10 (2) : 103-
masyarakat dalam pengelolaan TNG- 117. Puslitbang Konservasi dan Rehabi-
HS perlu ditingkatkan melalui penyu- litasi. Bogor.
luhan konservasi, agroforestry dan pe- Hamid, R., Zulkarnaini, & Saam, Z. (2011).
Analisis sosial ekonomi masyarakat desa
latihan peternakan.
hutan pasca kegiatan HPH PT Siak Raya
Timber di Kabupaten Pelalawan, Provinsi
Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan 5 (2) : 130-

116
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional.…(Y. Adalina, dkk. )

148. Program Studi Ilmu Lingkungan Masri. (2010). Identifikasi karakteristik sosial,
Universitas Riau. Pekan Baru. ekonomi dan budaya masyarakat nelayan
Hardiansyah, G., Boer, R., Kusmana, C. & Sungai Limau di Kabupaten Padang
Darusman, D. (2009). Dinamika sosial Pariaman dalam penyediaan perumahan
ekonomi masyarakat sekitar hutan dalam pemukiman. [tesis]. Program Pascasarjana,
hubungannya dengan model pengelolaan Universitas Dipenogoro. Semarang. 141
hutan produksi dan sistem TPTII dalam hal.
kerangka REDD. Jurnal Perennial 5 (1) : Mulyono, M.M.B. (2012). Modal sosial dalam
45-52. Fakultas Kehutanan Universitas pengelolaan kebun hutan (dukuh) di Keca-
Hasanuddin. Makasar. matan Karang Intan, Kabupaten Banjar,
Junaedi, E., & Maryani, R. (2013). Pengaruh Provinsi Kalimantan Selatan [tesis]. Pro-
dinamika spasial sosial ekonomi pada gram Pascasarjana, Institut Pertanian Bo-
suatu lanskap Daerah Aliran Sungai (DAS) gor. Bogor. 149 hal.
terhadap keberadaan lanskap hutan (studi Nazir, M. (2009). Metode penelitian. Cetakan ke-
kasus pada DAS Citanduy Hulu dan DAS 7. Ghalia Indonesia. Bogor. 544 hal.
Ciseel, Jawa Barat). Jurnal Penelitian Pujowati, P., Arifin, A.S., & Mugnisjah, W.Q.
Sosial Ekonomi Kehutanan 10 (2) : 122- (2010). Analisis sosial ekonomi masyara-
139. Puslitbang Sosial Ekonomi dan kat di Daerah Aliran Sungai Karang
Kebijakan Kehutanan. Bogor. Mumus dalam rencana pengelolaan lans-
Kadir, A. (2005). Pengembangan sosial forestry kap Agroforesty. Jurnal Agro Ekonomi
di SPUC Borisallo : analisis sosial eko- Kehutanan EPP 7 (1) : 8-13. Fakultas Per-
nomi dan budaya masyarakat. Info Sosial tanian, Universitas Mulawarman. Sama-
Ekonomi 5 (2) : 297-309. Puslitbang So- rinda.
sial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Rahmawati, R., Subair, Idris, Gentini, Dian, E. &
Bogor. Usep, S. (2008). Pengetahuan lokal masya-
Kadir, A., Awang, S.A., Purwanto, R.H., & rakat adat Kasepuhan: adaptasi, konflik
Poedjirahajoe, E. (2012). Analisis kondisi dan dinamika sosio-ekologis. Jurnal Trans-
sosial ekonomi masyarakat sekitar Taman disiplin Sosiologi, Komunikasi dan Eko-
Nasional Batimurung Bulusaraung, Pro- logi Manusia 2 : 153-186. Departemen
vinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia Komunikasi dan Pengembangan Masyara-
Dan Lingkungan 19 (1) : 1-11. Pusat Studi kat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Rinawati, R. (2012). Modal sosial masyarakat
Mada. Yogyakarta. dalam pembangunan hutan rakyat di Sub
Kartodihardjo, H. (2013). Tantangan penggunaan Das Cisadane Hulu (kasus di areal DAS
interdisiplin dalam pengelolaan hutan: Mikro Sub DAS Cisadane Hulu) [tesis].
anjuran koalisi ilmu-ilmu manajemen Program Pascasarjana, Institut Pertanian
hutan, ekonomi dan institusi. Jurnal Mana- Bogor. Bogor. 170 hal.
jemen Hutan Tropika, XIX (3) : 216-218. Ristianasari, Muljono, P., & Gani, D.S. (2003).
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Dampak program pemberdayaan model
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bo- desa konservasi terhadap kemandirian
gor. masyarakat : kasus di Taman Nasional
Mantra, I.B. (2000). Demografi umum. Pustaka Bukit Barisan Selatan Lampung. Jurnal
Pelajar. Yogyakarta. 396 hal. Penelitian Sosial dan Ekonomi 10 (3)::
Marwa, J., Purnomo, H., & Nurrochmat, D.R. 173-185. Puslitbang Sosial Ekonomi dan
(2010). Managing the last frontier of Kebijakan Kehutanan. Bogor.
Indonesian forest in Papua. AKECOP Saputro, A.W. (2013). Modal sosial dan persepsi
Korea and IPB. Bogor. masyarakat dalam pembangunan hutan
Marwoto. (2013). Peran modal sosial masyarakat tanaman rakyat di Kabupaten Ogan
dalam pengelolaan hutan rakyat dan per- Komering Ilir [tesis]. Sekolah Pasca-
dagangan kayu rakyat. [tesis]. Program sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 132 hal.
Bogor. 152 hal. Subarna, T. (2011). Faktor yang mempengaruhi
Maryudi, A., & Krott, M. (2012). Local struggle masyarakat menggarap lahan di hutan
for accessing state forest property in a lindung : studi kasus di Kabupaten Garut,
Montane Forest Village in Java, Indonesia. Jawa Barat. Jurnal Penelitian Sosial
Journal of Sustainable Development 5 (7) : Ekonomi Kehutanan 8 (4) : 265-275.
62-68. Doi 10.5539/jsd. v5n7p62. Diakses Puslitbang Sosial Ekonomi dan Kebijakan
15 Juni 2014 dari http://www.ccsenet.org/ Kehutanan. Bogor.
journal/index.php/jsd/article/view/16935.

117
Vol. 12 No. 2, Agustus 2015 : 105-118

Supranto, J. (2000). Statistik, teori dan a plikasi. Amurang Timur Provinsi Sulawesi Utara.
Tulus S dan Ali S, Edidor. Edisi 6 Cetakan Jurnal AKULTURASI 1 (2) : 9-12. Agro-
pertama. Erlangga. Jakarta. 384 hal. bisnis Perikanan UNSRAT. Manado.
Syarif, N.R. (2010). Tipologi habitat Kedawung Yatap , H. (2008). Pengaruh peubah sosial
(Parkia timoriana (DC) Merr) di zona ekonomi terhadap perubahan peng -
rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri, gunaan dan penutupan l ahan di Taman
Jawa Timur [tesis]. Sekolah Pascasarjana Nasional Gunung Halimun Salak [tesis].
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 82 hal. Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Waluyo, E.A., Ulya, N.A., dan Martin, E. (2010). Bogor. Bogor. 246 hal.
Perencanaan sosial dalam rangka pengem- Yudilastiantoro , C. (2011). Faktor-faktor sosial
bangan hutan rakyat di Sumatera Selatan. ekonomi yang berpengaruh terhadap luas
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi lahan garapan di KHDTK Rarung,
Alam 8 (3) : 271-280. Puslibang Konser- Lombok, Nusa Tenggara Barat. Jurnal
vasi dan Rehabilitasi. Bogor. Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan
Watung, N., Dien, C., Kotambunan, O. (2013). Kehutanan 8 (1) : 19-33. Puslitbang Sosial
Karakteristik sosial ekonomi masyarakat Ekonomi dan Kebijakan. Bogor.
nelayan di Desa Lopana Kecamatan

118

View publication stats

You might also like