You are on page 1of 8

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Menilai Efektivitas Fogging Fokus Menggunakan ThermalFog Dan UltraLow


Volume (ULV) dengan Insektisida Malathion dalam Pengendalian Vektor
Demam Berdarah
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang)

Zefira Sausan Archiarafa, Ludfi Santoso, Martini

Email : zefiraarchiarafa@yahoo.com

ABSTRACT

All this time fumigation has been often used as the principal method of controlling
DHF in some countries over half of this decade, but the results are not so satisfy,
as shown by an increase in the incidence of dengue in the same time. This study
aimed to evaluate focus Fogging usingThermalFog and ULVportable in dengue
vector control. The method used is a quasi-experimental design with non-
randomized control group pretest posttest design. Samples in this study are 25
houses in each application area of the whole house is in the application area.
Analysis of data using different test Wilcoxon and Mc-Nemar. The results showed
that there was no difference in HI, OI and the number of eggs between before
Fogging with after 1st Fogging and after 1st Fogging with after 2nd Fogging on
both application (p value> 0.05). On the application of ULVportable, p value
before-after Fogging 1: HI = 0.063, OI = 0.774, and the amount of eggs = 0.649
while the p value after Fogging 1-after Fogging 2: HI = 1.000, OI = 0.289, and the
amount of eggs = 0.358 , Then in ThermalFog, p value before-after Fogging 1: HI
= 0.625, OI = 0.267, and the amount of eggs = 0.255 while the p value after
Fogging 1-after Fogging 2: HI = 0.500, OI = 0.344, and the amount of eggs =
0.683.The author suggested the city health office to further tighten supervision
and evaluation of Fogging and to the public that rely more eradication of
mosquito breeding plasce than Fogging.

Key words :, Fogging focus, ULVportable and ThermalFog, assessing the


effectiveness

PENDAHULUAN
transmisi se-harusnya ditujukan kepada
Kota Semarang yang meru-pakan Ibu Ae. aegypti (seba-gai vektor utama) pada
Kota Provinsi Jawa Tengah merupakan habitat stadium pra dewasa dan stadium
daerah endemis DBD. Data dari Dinas dewasa di area rumah dan seki-tarnya,
Kesehatan Kota Semarang pada tahun termasuk tempat dimana kontak manusia
2010-2013 menunjukkan bahwa pada dengan vektor ter-jadi misalnya di
tahun 2010 IR DBD mencapai 368%, sekolah, rumah sakit dan tempat kerja.
kemudian pada tahun 2011 dan 2012 Managemen vek-tor terpadu adalah
turun sampai 297,1% namun pada tahun strategi pende-katan kepada
2013 terjadi kenaikan sebesar 63,19%. pengendalian vektor yang dipro-mosikan
Pencegahan atau mengurangi trans- oleh WHO dan termasuk pengendalian
misi virus dengue seluruhnya tergantung vektor de-ngue.(4–6)Pemutusan penularan
pada pengendalian vek-tor atau meng- pe-nyakit DBD sampai saat ini masih
hentikan kontak ma-nusia dengan mengandalkan pengendalian nya-muk
vektor.(1–3) Aktivitas pengendalian vektor (Aedes aegypti) dengan cara

226
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

pengabutan (Ultra Low Volume) dan vektor. Aplikasi insektisida yang berulang
pengasapan (Thermal Fog-ging).(7–9) di satuan ekosistim akan menimbulkan
Pengasapan dilakukan dua siklus dengan terjadinya resistensi serangga sasa-
interval satu minggu. Pengasapan siklus I ran.(10)Pendapat itu juga didukung oleh
ber-fungsi untuk membunuh nyamuk Kasumbogo, beliau menga-takan bahwa
dewasa yang ada pada saat penga-saan ada beberapa variabel yang mempe-
sedangkan penga-sapan siklus II ngaruhi tingkat resi-stensi nyamuk terha-
berfungsi untuk membunuh jentik nyamuk dap suatu pes-tisida. Variabel-variabel
pada siklus I yang sudah berkembang tersebut an-tara lain konsentrasi pestisida,
menjadi nyamuk de-wasa pada siklus II. frekuensi penyemprotan, dan luas pe-
Pengasapan dilakukan pada areal titik nyemprotan. Fenomena resistensi itu
fokus, satu areal titik fokus maksimalnya dapat dijelaskan dengan teori evolusi yaitu
men-cakup areal seluas 3,1 Ha. ketika suatu lokasi dilakukan penyem-
Pengendalian vektor menggu-nakan protan pestisida, nyamuk yang peka akan
mesin Fog adalah metode penyemprotan mati, seba-liknya yang tidak peka akan
udara berbentuk asap (pengasapan/Fog- tetap melangsungkan hidupnya. Paparan
ging) yang dila-kukan untuk mencegah- pestisida yang terus-menerus menye-
/mengen-dalikan DBD di rumah penderi- babkan nyamuk beradaptasi sehingga
ta/tersangka DBD dan lokasi se-kitarnya jumlah nyamuk yang kebal bertambah
serta tempat-tempat umum yang diper- banyak, apalagi nyamuk yang kebal
kirakan dapat menjadi sumber penularan tersebut dapat membawa sifat resis-
penyakit DBD.(10) tensinya ke keturunanya. Tak berhenti
Di dalam pelaksanaanya penen-tuan sampai situ, nyamuk yang sudah kebal
jenis insektisida, dosis dan metode apli- terhadap satu jenis pestisida tertentu akan
kasi merupakan syarat yang penting untuk terus mengembangkan diri agar bisa kebal
dipahami dalam kebijakan pengendalian terhadap jenis pestisida yang lain.(11)

Tabel 4.15 p value di area aplikasi ULV portable Plamongan

Indeks F1 (%) F2 (%) P F2 (%) F3 (%) p

HI 24,00 4,00 0,063 4,00 4,00 1,000


OI 22,00 16,00 0,774 16,00 8,00 0,289
Jumlah Telur 137 162 0,649 162 118 0,358
Keterangan : F1= sebelum fogging, F2= setelah fogging 1, F3= setelah fogging 2

Tabel 4.16 p value di area aplikasi Thermal fog Palebon


Indeks F1 (%) F2 (%) P F2 (%) F3 (%) p
HI 38,46 27,27 0,625 27,27 14,29 0,500
OI 17,39 38,09 0,267 38,09 18,42 0,344
Jumlah Telur 191 60 0,255 60 40 0,683

Keterangan : F1= sebelum fogging, F2= setelah fogging 1, F3= setelah fogging 2

METODE Metode penelitian yang digu-nakan


adalah metode eksperimen karena ada-

227
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

nya perlakuan/intervensi berupa Fogging ULVportable dinilai lebih efektif menu-


untuk melihat pengaruh yang timbul akibat runkan kepadatan jentik terlebih bila
inter-vensi. Desain penelitiannya adalah aplikasi masuk sampai ke dalam rumah
eksperimen semu dengan ran-cangan non karena dapat membunuh nyamuk
randomized control group pretest postest Ae.aegypti maupun Ae.albopictus.
design karena penelitian ini penelitian Nyamuk Ae.aegypti maupun Ae.albopictus
lapangan. Dalam penelitian ini kelompok dikenal sebagai vektor DBD. Menurut
kontr-ol diganti dengan kelompok yang WHO, Ae.aegypti suka beristirahat di da-
mendapat perlakuan lain karena ingin lam rumah atau bangunan, sedangkan
membandingkan kelompok perlakuan Ae.albopictus suka beristirahat di luar
ULVportable dan ke-lompok perlakuan rumah. Meskipun bersifat exophilic nya-
Ther-malFog.(12) muk dewasa dapat masuk ke dalam
rumah.(13,15) Jadi penting kiranya aplikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Fogging di dalam dan luar rumah agar
Survei jentik dilakukan untuk dapat membunuh kedua vektor tersebut.
mengetahui kepadatan jentik pada area Survei ovitrap dilakukan untuk melihat
aplikasi ULVportable dan ThermalFog. kepadatan nyamuk Aedes dewasa yang
Kepadatan jentik menggambarkan ke- berada di suatu wilayah, semakin banyak
mungkinan terjadinya kasus dan jumlah ovi-trap positif dan jumlah telur
penularan penya-kit DBD oleh nyamuk nyamuk maka semakin tinggi kepadatan
Aedes di masa yang akan datang. Pada nyamuk di suatu area. Survei ovitrap
survei jentik didapatkan Angka Bebas dianggap lebih akurat daripada survei
Jentik, House Indeks, Container Indeks jentik karena menggambarkan kepadatan
dan Bruteau Indeks. Hasil ABJ, HI, CI dan nyamuk yang ada pada saat itu. Ovitrap
BI. Survei Jentik dapat digu-nakan seba- adalah ukuran secara tidak langsung
gai salah satu komponen untuk menge- terhadap kehadiran nyamuk betina dewa-
valuasi Fogging, dengan melihat per- sa. Ovitrap tidak dapat memberikan
bedaan antara sebelum Fogging 1, estimasi dari kepadatan populasi
setelah Fogging 1 dan setelah Fogging 2. Ae.aegypti tapi dapat memberikan
Menurut WHO Fogging bisa dikatakan pengetahuan atau gambaran men-genai
berhasil apabila setelah aplikasi kepa- perubahan relatif populasi nyamuk betina
datan jentik nyamuk ≤ 10% atau terjadi dewasa.(14)
penurunan indikator kepadatan jentik sete- Jika ditinjau dari analisis data dengan
lah aplikasi.(13) Bila suatu daerah mem- menggunakan uji Mc-nemar, perubahan
punyai HI lebih dari 5% menunjukkan antara sebelum dan sesudah Fogging 1
bahwa daerah ter-sebut mempunyai risiko maupun Foging 2 pada aplikasi
lebih tinggi untuk penularan dengue ULVportable dan ThermalFog dinilai tidak
sedangkan bila HI>15% berarti sudah ada signifikan. Namun bila dilihat dari
penularan di dengue.(14) persentase dan level OI, aplikasi
Tidak ada perbedaan signifikan HI ULVportable dapat dikatakan lebih baik
dan OI pada kedua jenis aplikasi baik karena setelah aplikasi persentase dan
sebelum Fogging maupun sesudah Fog- level OI tidak mengalami peningkatan.
ging. Namun bila dilihat dari nilai ABJ, HI, Lokasi aplikasi Fogging juga ber-pengaruh
CI, BI, nilai indeks jentik pada kedua pada OI, aplikasi sampai ke dalam rumah
aplikasi menga-lami penurunan dan penu- lebih efektif daripada hanya di luar rumah
runan pada aplikasi ULVportable dinilai saja. Aplikasi ULVportable sampai ke
lebih tinggi dan stabil daripada aplikasi dalam rumah dinilai lebih efektif
ThermalFog. dibandingkan aplikasi ThermalFog yang
Pada aplikasi ULVportable yang sampai ke dalam.
sampai ke dalam rumah, angka HI-nya Waktu, suhu, kelembaban dan
menunjukkan penurunan yang lebih tinggi kecepatan pada aplikasi ULVpor-table
daripada aplikasi ThermalFog. Aplikasi maupun ThermalFog sudah sesuai

228
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dengan standar. Waktu pelaksanaan besar daripada yang diaplikasikan pada


Fogging sebanyak dua siklus aplikasi ThermalFog. dengan demikian dapat
ULVportable sudah ideal karena dilakukan dimung-kinkan penurunan persentase ke-
pada pagi hari antara pukul 07.00-8.30. padatan nyamuk yang lebih besar pada
pada pagi dan sore hari biasanya suhu aplikasi ULVportable diakibatkan dosis
cukup dingin, saat pelaksanaan Fogging aplikasi yang digunakan lebih besar.
cuaca cerah. Pada saat-saat seperti ini Populasi Aedes di lapangan setelah
aktifitas nyamuk sedang tinggi, sehingga aplikasi pertama maupun aplikasi kedua
diharapkan nyamuk yang mati akan lebih tidak menunjukkan penurunan secara
banyak. Cuaca yang dingin juga lebih statistik. Dari hal tersebut dapat dike-
nyaman bagi petugas yang mengenakan mukakan bebe-rapa alasan yang mungkin
pakaian pelindung.(13)Pada siang hari saat mengapa aplikasi Fogging kurang efektif,
suhu tinggi hantaran panas dari tanah antara lain(16):
akan menghambat konsen-trasi
semprotan untuk mendekati tanah yang 1. Aplikasi Fogging yang kurang tepat
menjadi tempat hinggap nyamuk dewasa secara teknis, sehingga nyamuk Aedes
sehingga pelak-sanaan penyemprotan sebagai sasaran tidak mati.
menjadi tidak efektif. Fogging dapat dila- 2. Nyamuk sudah membentuk kekebalan
kukan saat gerimis.(13)Kecepatan angin atau sudah mengalami proses menuju
saat aplikasi sesuai dengan standar yaitu resistensi.
3 - 15 km/jam. Kecepatan mak-simum 3. Masuknya nyamuk Aedes dari
angin antara 3-13 km/jam memungkinkan lingkungan terdekat yang tidak diberi
asap untuk bergerak perlahan dan tetap di perlakuan aplikasi Fogging.
atas tanah sehingga nyamuk mendapat
papa-ran yang maksimum. Pergerakan Menurut penelitian Suharyo Wuryadi
udara yang terlalu pelan menye-babkan tidak ada perbedaan antara Fogging satu
asap tetap di tempat dan kurang dapat siklus maupun Fogging 2 siklus dengan
menjangkau ke celah – celah, sedangkan insektisida malathion karena angka infeksi
kecepatan angin di atas 13 km/jam virus antara sebelum dan sesudah
menyebabkan asap terlalu cepat menye- Fogging tidak mengalami per-bedaan.(17)
bar. Fogging sebaiknya tidak dilakukan Tidak adanya perbedaan dapat disebab-
saat hujan lebat karena asap yang kan oleh nyamuk sudah kebal terhadap
disebarkan akan cepat menghilang dan insektisida malathion.
tidak efektif.(13) Menurut penelitian Widiarti, Damar Tri
Sedangkan untuk konsentrasi bahan Buewono dkk. berda-sarkan hasil pena-
aktif pada kedua jenis aplikasi belum pisan uji resistensi beberapa sample
sesuai standar namun konsentrasi bahan nyamuk meng-gunakan metode standart
aktif pada aplikasi ThermalFog hampir WHO menghasilkan Aedesaegypti dari
men-dekati standar. Sebaiknya lama Kota Semarang resisten terhadap insek-
penyemprotan mesin Fogger lebih diper- tisida cypermethrin 0,25 % (kelompok
hatikan sesuai dengan jenis aplikasinya. pyrethroid) dan malathion 0,8 % (kelom-
Aplikasi ULVportable memerlukan waktu pok organofosfat). Berdasarkan hasil
aplikasi yang lebih singkat daripada susceptibility Ae.aegypi dari Kota Sema-
aplikasi ThermalFog karena meng- rang juga sudah resisten terhadap
gunakan insektisida murni, aplikasi yang Malathion, dengan demikian kemungkinan
terlalu lama dapat menyebabkan kon- mekanisme resistensi lain dapat berlang-
sentrasi insektisida melebihi standar. sung pada nyamuk tersebut. Mekanisme
Dalam penelitian ini dosis aplikasi resistensi yang dapat terjadi akibat
insektisida pada areal Fogging menjadi insektisida golongan organofosfat adalah
variabel pengganggu karena kurang sesu- metabolik resisten, yaitu adanya enzim-
ai dengan standar yang telah ditentukan. enzim yang dapat mendegradasi insek-
Dosis pada aplikasi ULVportable lebih

229
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

tisida sebelum mencapai sasaran/ target 25-83%. Selain itu penurunan per-sentase
site.(18) HI dan OI lebih tinggi pada aplikasi ULV
Kasumbogo mengatakan bahwa ada portable yang sampai ke dalam rumah
beberapa variabel yang mempengaruhi daripada yang hanya di luar rumah saja.
tingkat resistensi nyamuk terhadap suatu
insektisida. Variabel-variabel tersebut Pelaksanaan Fogging sudah sesuai
antara lain konsentrasi insektisida, fre- standar dalam hal kece-patan angin, suhu
kuensi penyemprotan, dan luas penyem- dan kelembaban, namun untuk dosisnya
protan.(11) Fenomena resistensi itu dapat masih ada yang kurang atau melebihi
dijelaskan dengan teori evolusi yaitu standar yang ditentukan WHO.Jenis
ketika suatu lokasi dilakukan penyem- insektisida yang digunakan dalam aplikasi
protan insek-tisida, nyamuk yang peka seharusnya didasarkan pada hasil
akan mati, sebaliknya yang tidak peka penelitian terhadap efikasi dan tingkat
akan tetap melang-sungkan hidupnya. kerentanan nyamuk di lapangan terhadap
Paparan insektisida yang terus menerus insektisida tertentu.
menyebabkan nyamuk beradaptasi se-
hingga jumlah nya-muk yang kebal Aplikasi ULV portable maupun Thermal
bertambah banyak, apalagi nyamuk yang fog di lapangan seharusnya memper-
kebal tersebut dapat membawa sifat hatikan dosis standar penggunaan
resistensinya ke keturunanya.(11)Nyamuk insektisida.Evaluasi di setiap kegiatan
yang sudah kebal terhadap satu jenis fogging sebaiknya lebih diperketat lagi
insektisida tertentu akan terus mengem- agar fogging berjalan sesuai prosedur
bangkan diri agar bisa kebal terhadap
jenis insektisida yang lain.(11) Dalam
pengendalian vektor demam berdarah ma- DAFTAR PUSTAKA
syarakat seringkali mengandalkan Fog-
ging, padahal untuk pelaksanaan Fogging 1. Harwood JF, Farooq M, Richardson
terdapat beberapa kriteria-kriteria tertentu AG, Carl W, Putnam JL, Szumlas DE,
yang harus dipenuhi karena Fogging yang et al. Exploring New Thermal Fog and
berulang pada suatu wilayah berpotensi Ultra-Low Volume Technologies to
menimbulkan resistesi. Masyarakat yang Improve Indoor Control of the Dengue
wila-yahnya tidak memenuhi kriteria Vector , Aedes aegypti (Diptera : Culi-
Fogging terka-dang mengambil jalur cidae),. J Med Entomol. 2014;54(4).
alternatif dengan mengadakan Fogging
sendiri dengan membeli alat atau menye- 2. Focks DA. A Review of Entomological
wa jasa swasta di yang pengawasannya Sampling Methods and Indicators for
masih dipertanyakan, apakah sudah Dengue Vector. Spec Program Train
sesuai standar atau belum. Trop Dis Res. 2003;TDR/IDE/De.
KESIMPULAN DAN SARAN
3. Harburguer L, Lucia A, Licastro S,
Berdasarkan hasil penelitian dapat
Zerba E. Field Comparison of Thermal
disimpulkan tidak ada perbedaan secara
and Non-Thermal Ultra-Low-Volume
statistik antara rata-rata OI, HI dan Jumlah
Applications Using Water And Diesel
telur Aedes pada aplikasi ULV portable
as Solvents for Managing Dengue
maupun Thermal Fog baik sebelum apli-
Vector , Aedes aegypti. Trop Med Int
kasi Fogging 1, setelah aplikasi Fogging 1
Heal. 2012;17(10):1274–80.
maupun setelah aplikasi Fogging 2.

Aplikasi ULVportable dianggap lebih 4. WHO and TDR. Dengue, Guidelines for
efektif daripada aplikasi Thermal Fog Diagnosis, Treat-ment, Prevention and
karena penurunan persentase HI, CI, BI Control New edition 2009. WHO Press.
dan OI pada ULV portablelebih tinggi yaitu 2009;

230
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

5. Depkes RI DJPP dan PL. Pencegahan 14.Thomas W.Scott and Amy C.Morri-son.
dan Pemberantan Demam Berdarah Aedes aegypti Density and The Risk of
Dengue di Indonesia. 2010. Dengue-Virus Transmision. Scott and
Morrison. :187–206.
6. World Health Organization. The De-
ngue Strategis Plan for The Asia 15.WHO Reggional Office for Western
Pacific Region 2008-2015. Pacific. Guidelines for Dengue Surveil-
lance and Mosquito Control Second
7. Boesri H, Suwarsono H, Widiarti, Edition. Guidelines. 2003;
Soemardi. Evaluasi Hasil Pengasapan
(Thermal Fogging) Malathion 96 EC, 16.Rozilawati, H.Lee, H.L., Mohd Masri,
Icon 25 EC dan Lorsban 480 EC S., Mohd Noor, I. dan Rosman S. Field
Terhadap Aedes aegypti dan Culex Bioefficacy of Deltamethrin Residual
Quinqu-efasciatus di Kabupaten Kebu- Spraying Against Dengue Vec-tors.
men Jawa Tengah. Bul Penelit Trop Biomed. 2005-;22(2):143–8.
Kesehat. 1993;21(3):22–36.
17.Wuryadi S. Efektifitas Fogging Mala-
8. Salim, Milana, Lasbudi P. Ambarita , thion Satu Kali dan Fogging Malathion
Yahya, Aprioza Yenni YS. Efektivitas Dua Kali dalam Penang-gulangan Fo-
Malathion dalam Pengendalian Vektor kus Demam Berdarah Dengue. 1987.
DBD dan Uji Kerentanan Larva Aedes
aegypti Terhadap Temephos di Kota 18.Widiarti, Boewono DT, Garjito TA,
Palembang. Bul Penelit Kesehat. Tunjungsari R, Asih PB, Syafruddin D.
2007;39(2):1–21. Identifikasi Mutasi Noktah pada” Gen
Voltage Gated Sodium Channel” Aedes
9. Widyana SJM. Efektivitas Be-rbagai aegypti Resisten Terhadap Insektisida
Jarak Jangkauan Aplikasi ULV - Mala- Pyrethroid Di Se-marang Jawa Tengah.
thion Ter-hadap Aedes aegypti di Bul Penelit Kesehat [Internet].
Keca-matan Sewon, Bantul. Bul Penelit 2012;40(1 Mar):6–7. Available from:
Kesehat. 1997;25(2):10–9. http://ejournal.litbang.depkes.go.id/inde
x.php/BPK/article/view/2705
10.Kementerian Kesehatan Republik Indo-
nesia DPPDPL. Modul Pengen-dalian
Demam Berdarah Dengue. 2011.

11.Untung K. Management Resistensi


Pestisida Sebagai Penerapan Pengel-
olaan Hama Terpadu. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press; 2004.

12.Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian


Kesehatan. Edisi Revi. Jakarta: PT
Rineka Cipta; 2010. 51-64 p.

13.WHO Regional Office for South-East


Asia P: PW. Panduan Lengkap
Pencegahan, Pengen-dalian Dengue
dan Demam Berdarah Dengue. Salmi-
yatun, editor. Penerbit Buku Kedok-
teran EGC; 2005.

231
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

232
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

233

You might also like