You are on page 1of 11

Widiarti, et.

al, Uji Biokimia


 

UJI BIOKIMIA UNTUK IDENTIFIKASI MEKANISME RESISTENSI GANDA


VEKTOR MALARIA TERHADAP INSEKTISIDA DI JAWA TIMUR

Widiarti, Damar Tri Boewono, Mujiono


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Jl. Hasanudin 123, PO Box 200, Salatiga

THE USE OF BIOCHEMICAL ASSAYS TO IDENTIFY MULTIPLE


INSECTICIDE RESISTANCE MECHANISMS IN WILD POPULATION OF
MALARIA VECTOR IN EAST JAVA

ABSTRACT

Resistance is inherited and has proved to be the biggest single barrier to successful
chemical control of insect vectors. The continuity of along time period insecticide usage can
produce mosquitoes resistance. Resistance to insecticide as a results from three main mechanism :
1) insecticide penetration is reduce, 2) the insecticides is more efficiently metabolized by esterases,
mixed function oxidases, or glutathione transferase enzyme and, 3) the target of the insecticide is
modified (insensitive acetylcholinesterase). The objectives of this study was to determine the
potency of malaria vector from East Java Province to be resistant to organophosphate, carbamate
and pyrethroid insecticides. The research methods used were biochemical assays (microplate
assays) for elevated esterase and insensitive acetylcholinesterase. The esterase activity and
insensitive acetylcholinesterase were measured at 450 nm and 405 nm with a Dytech Elisa plate
reader. Biochemical assays indicated that susceptibility (resistant or tolerance), of the malaria
vector collected from East Java Province natural population against insecticide were mostly
decreased, although there were different level and mechanism occurs. Microplate enzymatic assay
on individual Anopheles sundaicus collected from Banyuwangi, Pacitan, Jember, Malang Regency
revealed that 31,25 %, 12,5 %, 45,2 % and 15,25 % population were resistant respectively due to
elevated esterase activity mechanism. Base on the susceptibility test which was held using WHO
method (as a cross-check) An. sundaicus from Teleng village, Pacitan Regency was proven to
have a double resistance agains Malathion 0,5 % (cause mortality 28 %) and Bendiocarb 0,1 %
(cause mortality 66 %). The percentage resistance of Anopheles aconitus population collected from
Pacitan and Trenggalek Regency were 35,42 % and 29,17 % population respectively due to
elevated esterase activity mechanism. There was no evidence of an altered acetylcholinesterase
(insensitive acetylcholinesterase) mechanism of the malaria vector population in East Java.

Key words : Biochemical Assays, Mosquitoes Resistance Mechanism, Malaria Vectors

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 23


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

ABSTRAK
 

Resistensi merupakan rintangan tunggal paling besar dalam keberhasilan pengendalian


serangga (termasuk nyamuk) secara kimia dan bersifat diwariskan (diturunkan). Seringnya kontak
antara serangga dengan insektisida yang digunakan untuk pengendaliannya dapat mengakibatkan
terjadinya resistensi fisiologis ini. Secara biokimia proses terjadinya resistensi melalui tiga
mekanisme dasar yang berperan antara lain : a. Penurunan penetrasi insektisida pada tempat aktif
(saraf dan AChE), b. Peningkatan metabolisme insektisida dengan enzim esterase, mixed function
oxidase, hidrolase, dan glutathione-s-transferase c. Perubahan sensitivitas tempat sasaran dalam
tubuh serangga, berupa insensitivitas saraf dan insensitivitas enzim asetilkholin esterase. Tujuan
penelitian adalah mengetahui resistensi nyamuk vektor malaria terhadap insektisida organofosfat,
karbamat dan pyrethroid. Metode penelitian menggunakan uji biokimia (uji mikroplat/ uji
enzimatis) peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik dan insensitivitas asetilkholin esterase
(AChE). Peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik dan insensitivitas AChE diukur dengan
nilai absorbance value (AV) menggunakan elisa reader pada panjang gelombang (λ) 450 nm dan
405 nm. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa vektor malaria An. sundaicus dan
Anopheles aconitus dari Jawa Timur telah mengalami penurunan kerentanan meskipun persentase
berbeda-beda terhadap insektisida yang berbeda-beda pula. Uji mikroplat secara individu populasi
Anopheles sundaicus dari Kabupaten Banyuwangi, Pacitan, Trenggalek, Jember dan Malang telah
resisten sebesar masing-masing 31,25 %, 12,5 %, 45,25 % dan 15,25 % melalui mekanisme
peningkatan enzim esterase. Uji silang menggunakan standart WHO impregnated paper An.
sundaicus dari Kab Pacitan peningkatan enzim esterase berkaitan erat dengan insektisida
Bendiokarb 0,1 % (kematian sebesar 66 %) dan Malathion 0,5 % (kematian sebesar 28 %) dengan
demikian ditemukan adanya resistensi ganda. Sedangkan populasi Anopheles aconitus dari
Kabupaten Pacitan dan Trenggalek telah resisten sebesar 35,42 % dan 29,17 % juga melalui
mekanisme peningkatan enzim esterase. Uji silang menggunakan standart WHO impregnated
paper An. aconitus dari Kabupaten Pacitan peningkatan enzim esterase berkaitan erat dengan
insektisida Permethrin (kematian sebesar 73,0 %). Mekanisme resistensi insensitivitas asetilkholin
esterase (AChE) tidak ditemukan pada populasi vektor malaria di Jawa Timur.

Kata kunci : Uji biokimia, mekanisme resistensi nyamuk, vektor malaria.

PENDAHULUAN katagori insektisida yang sama. Sedangkan


resistensi ganda adalah resistensi secara
Resistensi insektisida sejati atau simultan terhadap beberapa insektisida
resistensi fisiologis adalah kemampuan dengan perbedaan katagori insektisida.
individu serangga untuk bertahan hidup Resistensi merupakan rintangan tunggal
terhadap suatu dosis insektisida yang paling besar dalam keberhasilan
dalam keadaan normal dapat membunuh pengendalian serangga (termasuk nyamuk)
spesies serangga tersebut (WHO, 1992). secara kimia (Morris, 1978). Penilaian
Resistensi silang adalah perkembangan kepekaan vektor terhadap insektisida
resistensi terhadap insektisida pada merupakan langkah dasar dalam
populasi nyamuk karena penekanan perencanaan dan evaluasi epidemiologis
selektif insektisida lain dengan persamaan dari program pengendalian malaria
mekanisme, seringkali tidak dalam sehubungan dengan penggunaan

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 24


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

insektisida. Pengujian seyogyanya mengetahui resistensi vektor terhadap


dilakukan untuk : menentukan atau insektisida, juga dapat menggambarkan
membuat dasar kepekaan dari vektor yang adanya resistensi silang melalui
berbeda dari daerah malaria satu dengan mekanisme yang berlangsung pada
lainnya, memonitor kemungkinan adanya serangga secara individu. Terjadinya
perubahan status kerentanan karena resistensi serangga secara biokimia
periode aplikasi insektisida, berlangsung melalui 3 mekanisme dasar
mengidentifikasi mekanisme resistensi dan yaitu : (1) berkurangnya penetrasi
spektrum resistensi silang serta insektisida, (2) insektisida dimetabolisasi
mengetahui kepekaan vektor untuk oleh enzim esterase, mixed function
menentukan insektisida alternatif apabila oxidases atau glutathione transferase dan
terjadi perubahan kepekaan (Najera and (3) adanya modifikasi target (sasaran)
Zaim, 2001). Untuk mengukur resistensi insektisida. (Fournier et al., 1992). Uji
ada dua cara yaitu secara konvensional resistensi ini dilakukan untuk mengetahui
menggunakan uji susceptibility standart status kepekaan vektor malaria di Jawa
WHO dan uji biokimia atau uji enzimatis. Timur terhadap insektisida yang
Uji biokimia adalah teknik mendeteksi digunakan program, sehingga dapat
resistensi nyamuk terhadap insektisida menunjang pemberantasan penyakit
yang sangat essensial berdasarkan malaria berbasis wilayah karena informasi
quantifikasi enzim yang bertanggung kerentanan sangat diperlukan untuk
jawab pada proses resistensi (Lee et al., mencapai hasil yang memuaskan.
1992). Keunggulan uji biokimia selain

BAHAN DAN CARA lebih besar atau sama dengan 5 per seribu
penduduk; b.) Melakukan kegiatan
Tempat dan waktu penelitian  pengendalian vektor menggunakan
Tempat penelitian daerah endemis insektisida organofosfat dan karbamat
malaria di Jawa Timur. Kriteria pemilihan lebih dari 5 tahun. Termasuk kriteria
lokasi berdasarkan stratifikasi wilayah tersebut di Propinsi Jawa Timur adalah :
dalam Malaria Surveilance Program Kabupaten Banyuwangi, Pacitan,
(MSP) dengan indikator statis yaitu : a). Trenggalek, Malang dan Jember.
High Case Incidence (HCI), tingkat kasus Penelitian dilakukan pada tahun 2005.

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 25


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

CARA PENELITIAN Reaksi dihentikan dengan penambahan 50


μl asam asetat 10% ke dalam tiap-tiap
Uji kerentanan mikroplat yang berisi homogenat.
Uji kerentan terhadap insektisida Intensitas warna khir produk reaksi
organofosfat dan karbamat secara menggambarkan aktivitas enzim esterase
biokimia digunakan jentik instar IV. nonspesifik dan tingkatannya dapat
Untuk mengetahui kerentanan sekaligus dibedakan secara visual. Aktivitas enzim
mekanisme yang berperan setiap jentik secara kuantitatif kemudian dibaca dengan
diuji menggunakan kedua mekanisme ELISA reader pada panjang gelombang (λ)
sebagai berikut : 450 nm (Lee, 1990).

Uji aktivitas enzim esterase nonspesifik Uji insensitivitas asetilkholinesterase


berdasarkan metode Lee. berdasarkan metode Peiris dan
Hemingway (1990) ; Small (1998)
Jentik nyamuk instar IV awal
digerus secara individual untuk dibuat Jentik nyamuk instar IV awal

homogenat dan dilarutkan dengan 0,5 ml secara individu dibuat homogenat di dalam

larutan fosfat buffer saline (PBS) 0,02 M, larutan 1 ml larutan buffer fosfat (PBS)

pH = 7. Homogenat kemudian 0,02 M; pH 7,0. Homogenat diambil

dipindahkan ke dalam sumuran mikroplat dengan mikropipet sebanyak 2 x 200 μl

menggunakan mikropipet sebanyak 50 μl. (H1 & H2), kemudian masing-masing

Pada tiap sumuran kemudian ditambahkan dipindahkan ke dalam sumuran mikroplat.

sebanyak 50 μl bahan substrat α-naftil Pada sumuran mikroplat yang telah diisi

asetat dalam aceton (6 g/l) dicampur H1 ditambahkan 10 μl insektisida

dengan 50 ml buffer fosfat (0,02 M; karbamat atau bendiocarb (52,3 mg

pH=7) dan dibiarkan selama 60 detik. bendiocarb dalam 2,5 ml aceton + 7,5 ml

Selanjutnya pada setiap mikroplat PBS). Campuran H1 tersebut dibiarkan

ditambahkan 50 μl bahan coupling reagen selama 10 menit. Selanjutnya ke dalam

berupa 150 mg garam Fast blue B (o- sumuran yang berisi H1 dan H2, masing-

dianisidine, tetrazotizd; sigma) dalam 15 masing ditambahkan 25 μl larutan

ml akuades dan 35 ml aquous (5%;w/v) asetilkholin-iodida (AsChl) 0,036 M

sodium dodecyl sulfat (Sigma®). Segera (Sigma®) sebagai sustrat enzim

setelah reaksi berlangsung 10 menit, asetilkholinesterase dan ditambahkan 20

warna merah yang mula-mula timbul μl larutan 5,5-dithio-bis (2-nitribenzoic

berangsur-angsur berubah menjadi biru. acid/DTNB) 0,01 M (Sigma®); sebagai

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 26


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

coupling reagent. Reaksi yang terjadi Densitas warna kemudian dibaca dengan
dibiarkan selama 60 menit. Intensitas ELISA reader pada λ = 405 nm (Peiris &
warna kuning yang muncul kemudian Hemingway, 1990) dan (Small, 1998).
menunjukkan reaksi positip (resisten).

Interpretasi Data HASIL


Data uji biokimia berupa intensitas
Gambaran kerentanan jentik
warna hasil reaksi aktivitas enzim esterase
nyamuk vektor malaria di Jawa
nonspesifik bersifat kualitatif (skor warna) Timur menurut wilayah kecamatan
menggunakan uji biokimia aktivitas
ditetapkan menurut kriteria empiris
enzim esterase non spesifik.
Mardihusodo (1995) yaitu : skor < 2.0
Hasil uji biokimia kuantitatif
(tidak berwarna) = sangat rentan (SS); 2,0-
berupa intensitas warna hasil reaksi
2,5 (biru muda) = resisten sedang (RS);
aktivitas enzim esterase non spesifik jentik
2,6-3,0 (biru tua) = resisten tinggi (RR).
nyamuk An. sundaicus dan An. aconitus
Data uji biokimia insensitivitas
dari Jawa Timur yang diukur nilai
asetilkholinesterase berupa intensitas
absorbance valuenya (AV) dengan
warna hasil reaksi enzimatis bersifat
ELISA reader pada panjang gelombang (λ)
kualitatif ditetapkan menurut Peiris dan
= 450 nm, dapat dilihat pada tabel 1.
Hemingway (1990). Apabila reaksi
Status kerentanan akibat peningkatan
berwarna kuning menggambarkan nyamuk
aktivitas enzim esterase non spesifik An.
sudah resisten, sedangkan tidak berwarna
sundaicus dari Desa Bangsring Kecamatan
nyamuk masih rentan.
Wongsorejo Kabupaten Banyuwangi
Data uji biokimia intensitas warna
31,25 % resisten, 14,58 % toleran dan
aktivitas enzim esterase nonspesifik dan
54,16 % peka. Anopheles sundaicus dari
insensitivitas asetilkholinesterase secara
Desa Teleng Kecamatan Pacitan
kuantitatif diukur dengan pembacaan
Kabupaten Pacitan 12,5 % resisten, 37,50
absorbance value (AV) menggunakan
% toleran dan 50,0 % peka. Peningkatan
ELISA reader pada λ = 450 nm dan λ =
aktivitas enzim esterase non spesifik
405 nm. Nilai AV < 0,700 (sangat
mengakibatkan An. sundaicus dari Desa
rentan/SS); AV = 0,700 – 0,900 (resisten
Bandealit Kecamatan Tempurejo
sedang/RS); AV > 0,900 (resisten
Kabupaten Jember 45,25 % resisten, 25,25
tinggi/RR), (Peiris & Hemingway, 1990).
% toleran dan 29,5 % peka. Sedangkan
An. sundaicus dari Desa Srigonco

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 27


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

Kecamatan Bantur Kabupaten Malang Kabupaten Trenggalek 29,27 % resisten,


15,25 % resisten, 10,25 % toleran dan 74,5 45,83 % toleran dan 25,0 % peka.
% peka. Sedangkan Anopheles sp. dari Desa
Status kerentanan akibat Patemon Kecamatan Tanggul Kabupaten
peningkatan aktivitas enzim esterase non Jember 42,5 % resisten, 31,25 % toleran
spesifik An. aconitus dari Desa Ngreco dan 26,25 % peka. Fisualisasi hasil
Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan kerentanan vektor malaria berdasarkan
35,42 % resisten, 33,33 % toleran dan peningkatan aktivitas enzim esterase juga
31,25 % peka. Anopheles aconitus dari dapat dilihat pada gambar 1.
Desa Pandean Kecamatan Dongko

 
80 Peka Toleran Resisten

70 74.5

60

50 54.16
50
Persentase

40 45.83 45.25
42.5
37.5 35.42
30 33.33
31.25 31.25 31.25
29.17 29.5
26.25
20 25 25.25

10 14.58 12.5
15.25

10.25

0
Banyuwangi Pacitan Jember Malang
(An. sundaicus) (An. sundaicus) (An. aconit us) (An. aconitus) (An. sundaicus) (Anopheles sp) (An. sundaicus)

Gambar 1. Persentase Kerentanan Vektor Malaria dari Jawa Timur Berdasarkan


Peningkatan Aktivitas Enzim Esterase Non Spesifik Tahun 2005.

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 28


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

Tabel 1. Status Kerentanan Vektor Malaria Di Jawa Timur Terhadap Insektisida


Organofosfat dan Karbamat serta Mekanisme Yang Berperan dengan Uji
Biokimia.

Spesies Peningkatan esterase (%) * Insensitivitas AchE (%) *


No. Kabupaten
Nyamuk Peka Toleran Resisten Peka Toleran Resisten
1. Banyuwangi
Kec.Wongsorejo
Desa Bangsring An. sundaicus 54,16 14,58 31,25 0 0 0
2. Pacitan
Kec Pacitan
Desa Teleng An. sundaicus 50,0 37,50 12,5 0 0 0
Kec Tegalombo
Desa Ngreco An. aconitus 31,25 33,33 35,42 0 0 0
3. Trenggalek
Kec Dongko
Desa Pandean An. aconitus 25,0 45,83 29,17 0 0 0
4. Jember
Kec. Tempurejo
Desa Bandealit An. sundaicus 29,5 25,25 45,25 0 0 0
Kec. Tanggul
Desa Patemon Anopheles sp 26,25 31,25 42,5 0 0 0
5. Malang
Kec. Bantur
Desa Srigonco An. sundaicus 74,5 10,25 15,25 0 0 0

* Mekanisme yang berperan pada penurunan kerentanan nyamuk terhadap insektisida


organofosfat dan karbamat secara biokimia

Tabel 2. Hasil Uji Susceptibility Vektor Malaria Di Jawa Timur Terhadap Insektisida
Permethrin 0,75%, Deltamethrin 0,05%, Fenitrothion 1,0% Malathion 0,5 %
Dan Bendiocarb 0,1%

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 29


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

Gambaran kerentanan jentik ELISA reader pada panjang


nyamuk vektor malaria di Jawa
gelombang (λ) 405 nm dapat dilihat
Timur menurut wilayah kecamatan
menggunakan uji biokimia pada Tabel 1. Status kerentanan vektor
insensitivitas asetilkholinesterase
(AChE). malaria An. sundaicus dan An.
aconitus dari Jawa Timur dengan uji
Status kerentanan jentik
biokimia mekanisme insensitivitas
nyamuk hasil uji biokimia
asetilkholinesterase AChE semua
insensitivitas asetilkholinesterase (AChE)
populasi yang tertangkap belum
secara kuantitatif berupa perubahan
ditemukan adanya resistensi maupun
warna yang diukur nilai AV dengan
toleransi melalui mekanisme ini.

PEMBAHASAN kematian masing-masing sebesar 28,0 %

Populasi vektor malaria An. dan 57,5 %. Anopheles sundaicus dari

aconitus dan An. sundaicus di Propinsi Desa Teleng Kecamatan Pacitan

Jawa Timur telah mengalami penurunan Kabupaten Pacitan ternyata juga telah

kerentanan (resisten/toleran). Namun resisten terhadap insektisida Bendiokarb

sebagian besar penurunan kerentanan dengan kematian sebesar 66,0 %. Dengan

melalui mekanisme peningkatan aktivitas demikian peningkatan enzim disini

enzim esterase. Peningkatan enzim kemungkinan esterase spesifik

esterase dapat berkaitan erat dengan (karboksilesterase). Namun demikian

penekanan secara selektif insektisida pada uji silang terhadap insektisida

kelompok pyrethroid, organofosfat dan permethrin juga menunjukkan penurunan

karbamat sedangkan enzim karboksil kerentanan. Penurunan terhadap

esterase berkaitan erat dengan insektisida insektisida ini terlihat jelas pada An.

Malathion ( Guillet, 1996). Berdasarkan aconitus dari Desa Ngreco Kecamatan

hasil uji silang dengan uji susceptibility Tegalombo Kabupaten Pacitan dengan

standart WHO An. sundaicus dari Desa kematian sebesar 73,0 %. Hal tersebut

Teleng Kecamatan Pacitan Kabupaten memberi gambaran bahwa penekanan

Pacitan dan An. sundaicus dari Desa selektif insektisida pertanian lebih kuat

Bandealit Kecamatan Tempurejo karena sebagian petani sudah

Kabupaten Jember peningkatan aktivitas menggunakan insektisida kelompok ini

enzim esterase berkaitan erat dengan untuk pengendalian hama pertanian. Hal

insektisida Malathion 0,5 % dengan ini didukung oleh beberapa pakar dari

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 30


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

luar negeri bahwa An. aconitus cenderung secara biokimia dikombinasikan dengan
mengalami resisten silang dari kelompok uji kerentanan standar WHO sangat
insektisida organokhlorin ke kelompok efektif digunakan untuk mendeteksi
insektisida pyrethroid (Najera & Zaim, resistensi silang dari beberapa vektor
2001). Hal ini dapat terjadi karena An. penyakit termasuk vektor malaria.
aconitus mengalami penekanan secara Perkembangan resistensi populasi
selektif baik dari bidang pertanian pada serangga vektor terhadap insektisida
saat stadium jentik yang berada di sawah menurut (David & Gilles, 2002),
dan dari bidang kesehatan pada saat dipengaruhi multipel faktor yaitu genetik
dilakukan penyemprotan secara indoor (adanya frekuensi gen spesifik),
residual spraying (IRS). Kemungkinan operasional (tipe dan aplikasi insektisida)
lain dapat terjadi yaitu akibat adanya dan biologis (ukuran dan karakteristik
resistensi silang dari DDT (kelompok populasi vektor). Munculnya resistensi
organokhlorin) ke kelompok pyrethroid. vektor tidak melalui proses adaptasi
Seperti diketahui bahwa An. aconitus secara gradual terhadap senyawa kimia
dilaporkan telah resisten terhadap DDT toksik, tetapi melalui proses percepatan
dan kecenderungan akan adanya resisten menurut hukum seleksi Darwin yang
silang (cross resistance) terhadap terjadi di alam. Seleksi terjadi karena
kelompok insektisida pyrethroid terdapat proporsi kecil serangga yang
(Hemingway, 1997). mengalami mutasi genetik secara
Uji kerentanan insektisida individual. Mekanisme protektif ini
standart WHO ini digunakan untuk tergantung faktor genetik baik tunggal,
mendeteksi dan memonitor adanya resesif, sebagian dominan atau dominan
resistensi terhadap insektisida. Apabila dalam proses keturunan. Apabila individu
ditemukan indikasi adanya vektor dari serangga heterozygote, maka jarang
alam yang resisten, maka diperlukan muncul pada proses resistensi awal dalam
konfirmasi lebih lanjut adanya potensi suatu populasi serangga termasuk
resistensi silang. Identifikasi mekanisme nyamuk. Namun heterozygote yang
resistensi yang terlibat menggunakan survive pada uji kerentanan apabila kawin
metode biokimia dapat membantu dengan heterozygote yang lain akan
meramalkan potensial resisten silang menghasilkan proporsi homozygote
(cross resistance) pada tingkat awal dan dengan tingkat resistensi yang tinggi.
dapat memberi petunjuk untuk Apabila gene resisten homozygote
manajemen resistensi. Uji resistensi dominan, resistensi akan menyebar secara

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 31


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

cepat ke seluruh populasi (Small, 1998). resistensi dapat berlangsung pada saat
Kecepatan munculnya perkembangan nyamuk berada pada stadium jentik
resistensi juga berhubungan dengan maupun dewasa. Berdasarkan hal tersebut
karakteristik biologi spesies vektor pada sebelumnya apabila ingin memperpanjang
masing-masing populasi lokal, tipe serta efektivitas insektisida yang digunakan
tingkat penekanan selektif insektisida. untuk pengendalian vektor An. aconitus,
Penekanan selektif berhubungan dengan harus melibatkan pendekatan melalui
lama efektifitas insektisida (residual koordinasi dalam penggunaan insektisida
effect/time of action), juga kebiasaan antara bidang pertanian dan bidang
resting nyamuk vektor setelah mencari kesehatan. Serta memperkenalkan
sumber darah. Seperti juga yang aplikasi insektisida yang mudah
dikatakan Hemingway et. all, (1986) dilaksanakan dan masuk akal berdasarkan
bahwa penekanan selektif terjadinya genetika populasi vektor (Small, 1998).
 

KESIMPULAN DAN SARAN esterase berkaitan erat dengan insektisida


kelompok pyrethroid. Diperoleh
Vektor malaria An. sundaicus dan gambaran bahwa vektor malaria An.
An. aconitus di beberapa daerah di Jawa aconitus dan Anopheles sp. yang
Timur telah mengalami penurunan berkembangbiak di sawah cenderung
kerentanan (resisten,toleran) meskipun mengalami resistensi silang terhadap
persentase berbeda terhadap insektisida insektisida pyrethroid karena diketahui
berbeda pula. Proses resistensi pada bahwa An. aconitus telah resisten
vektor malaria An. aconitus dan An. terhadap insektisida DDT.
sundaicus dari Propinsi Jawa Timur Disarankan untuk pengendalian
melalui mekanisme peningkatan aktivitas vektor yang berkembangbiak di sawah
enzim esterase. Hasil uji silang dengan uji seperti An. aconitus, seyogyanya ada
susceptibility resistensi An. sundaicus pendekatan koordinasi penggunaan
melalui peningkatan aktivitas enzim insektisida dengan Dinas Pertanian.
esterase berkaitan erat dengan insektisida
Malathion 0,5 % dan Bendiokarb 0,1%.  
Uji silang dengan uji susceptibility
standar WHO, resistensi An.aconitus
melalui mekanisme peningkatan enzim

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 32


Widiarti, et. al, Uji Biokimia
 

DAFTAR PUSTAKA Lee, H.L., O. Abimbola and K.I.,


Singh. 1992. Determination of
Insecticide Susceptibility in Culex
David A.W & Gilles. H. M. 2002. quinquefasciatus Say Adult by Rapid
” Essential Malariology” Enzyme Microassays. Southeast
International Student Edition. Fourth Asean Journal Tropical Medicine of
Edition, London, New York, New Public Health.. 23 : (3). 458-463.
Delhi. p. 159-166.
Morris R. 1978. Biochemistry of
Fournier, D; J.M. Bride; F. Hoffmann insects Academic Press. New
and F. Karch. 1992. York San Fransisco London. p 572.
Acetylcholinesterase, two types of
modifications confer resistance Mardihusodo SJ. Microplate assay
to insecticide. The Journal of analysis of potential for
Biological Chemistry. 267.20. pp organophosphate Insecticide
14270-14274. resistance in Aedes aegypti in
the Yogyakarta Municipality
Guillet. 1996. Protocol of Indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran.
Determination of Pyrethroid 1995. 27. 2. 71-79.
Diagnostic Concentration of
Anopheles gambie. Orstom Najera, JA and M. Zaim. 2001. Malaria
Laboratoire. Montpellier. Vector Control. Insecticide for
Indoor Residual Spraying.
Hemingway J, Jayawardena KGI, WHO/CDS/ WHOPES/2001.3. p 36-
Herath PRJ. 1986. Pesticide 47.
Resistance Mechanisms Produced by
Field Selection Pressure on Peiris HTR, Hemingway J. 1990.
Anopheles nigerrimus and Mechanisms of insecticide
Anopheles culicifacies in Sri Lanka. resistance in a temephos selected
Bulletin World Health Culex quinquefasciatus (Diptera ;
Organization. 64 (5) : 753-758. Culicidae) strain from Sri Lanka.
Bulletin of Entomological Research.
Hemingway J. 1997. Insecticide 80, 453-457.
Resistance Mechanisms and Cross
Resistance Implications. Intercountry Small G. 1998. Biochemical Assay
Workshop on Insecticide for Insecticide Resistance
Resistance of Mosquito Vectors. Mechanism. Paper Molecular
Salatiga Indonesia. 5-8 Agustus. 7.p Entomology Workshop. Practical
Center for Tropical Medicine
Lee HL. 1990. A Rapid and Simple Gadjah Mada University 9-20
Biochemical Method For The Pebruari Yogyakarta. 24p
Detection of insecticide
Resistance Due to Elevate World Health Organisation. 1992. Expert
esterase Activity in Culex Committee on Vector Bioligy
quinquefasciatus Tropical and Control. Vector Resistance to
Biomedicine., 7 : 21-26. Pesticide. WHO Technical Series.
No. 818. WHO Geneva. 62 p.
 

JURNAL VEKTORA Vol. 1 No. 1 33

You might also like