Professional Documents
Culture Documents
Berpikir Tingkat Tinggi-10 PDF
Berpikir Tingkat Tinggi-10 PDF
Confisius seorang filusuf dari China dalam Corpuz dan Salandanan (2003:
11) mengemukakan suatu prinsip yang menarik dalam dunia pendidikan,
bahwasanya ada 3 slogan seorang siswa dalam menerima suatu pelajaran yaitu,
What I hear, I forget; What I see, I remember; dan What I do, I understand. Hal
ini berarti ketika kita belajar dengan mempraktekkan “do” maka kita akan
mengerti tentang apa yang kita pelajari, karena kita terlibat dalam berbagai proses
berfikir. Sejalan dengan tujuan pembelajaran Matematika yaitu untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama (BSNP, 2006), yang berarti menuntut
siswa menggunakan keterampilan berpikirnya. Keterlibatan kita dalam berbagai
proses berpikir berarti kita harus mengusai keterampilan berpikir dari tingkat
rendah (Lower Odrder Thinking Skill - LOTS) sampai keterampilan berpikir
tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill - HOTS). LOTS adalah keterampilan
berpikir yang hanya menuntut seseorang untuk mengingat, memahami dan
mengaplikasikan sesuatu rumus atau hukum (A. Thomas & G. Thorne dalam
gunawan, 2008). Sedangkan HOTS adalah keterampilan yang lebih dari sekedar
mengingat, memahami dan mengaplikasikan (Rosnawati, 2005).
1
Berarti dalam menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi seseorang
harus berpikir lebih dari sekedar mengingat, memahami dan mengaplikasikan
rumus saja. Dalam suatu proses pembelajaran Matematika jika seorang anak
menggunakan keterampilan berpikir tingkat tingginya maka pembelajaran tersebut
akan menjadi pembelajaran yang bermakna. Karena anak tidak hanya harus
mengingat dan menghafal rumus yang banyak ditemui pada pelajaran ini, tetapi
anak juga harus mampu memecahkan suatu masalah dengan menggunakan rumus-
rumus tersebut. Secara langsung maupun tidak langsung anak akan lebih paham
kegunaan dari rumus tersebut dalam kehidupan sehari-harinya, hal inilah yang
membuat pelajaran menjadi lebih bermakna. Dengan begitu anak juga tidak akan
mudah lupa terhadap rumus dan konsep Matematika.
Namun, banyak pembelajaran Matematika dikelas yang belum
memanfaatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, hal ini mendorong
peneliti untuk mengadakan observasi awal di kelas VII C SMP Brawijaya Smart
School dengan memberikan soal yang menuntut siswa menggunakan keterampilan
berpikir tingkat tingginya. Dari hasil observasi didapat 8 siswa atau 22% dari 36
siswa yang mempunyai keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini diduga karena
Guru jarang memberikan soal yang menuntut siswa menggunakan keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Untuk mengatasi hal itu peneliti menempuh cara
memberikan soal yang menuntut siswa menggunakan keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Namun, Perlu dipahami bahwa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa, guru perlu mamahami kerja alami otak siswa untuk
menentukan metode belajar yang akan dipilih. Oleh karena itu peneliti
menggunakan strategi Brain based learning. Brain based learning adalah
pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain secara alamiah
untuk belajar (Kotchabakdi, 2005). Sedangkan pelaksanaanya sendiri
menggunakan strategi Brain Based Learning dengan mengaktifkan kerja otak
kanan dan otak kiri siswa. Selanjutnya Awolola (2011) mengungkapkan bahwa
Brain Based Learning adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru
sebagai fasilitator yang berperan mendukung kognitiv siswa. Hal ini berarti dalam
Brain Based Learning ditekankan kepada student center. Terdapat 3 strategi
utama yang dapat dikembangkan dalam penerapan strategi brain based learning,
yaitu: menciptakan lingkungan belajar yang menantang kemampuan berpikir
siswa, menciptakan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan, menciptakan
situasi pembelajaran yang aktif dan bermakna bagi siswa.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi
mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya
pada saat penelitian dilakukan. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan
Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR) yaitu suatu studi sistematis
terhadap praktik pembelajaran di kelas yang bertujuan untuk memperbaiki atau
meningkatkan kualitas dengan melakukan tindakan yang berupa penerapan
strategi Brain Based Learning.
Menurut Arikunto (2006: 94), PTK dilakukan untuk meningkatkan
efektivitas metode mengajar, pemberian tugas kepada siswa, dan penilaian siswa.
2
Keunggulan PTK adalah peneliti sebagai subjek yang melakukan tindakan,
mengamati, sekaligus merefleksikan hasil pengalaman selama melakukan
tindakan. Tentu lama kelamaan akan terjadi perubahan dalam diri menjadi suatu
kebiasaan untuk mengevaluasi diri. Penelitian tindakan kelas ini merupakan upaya
proaktif guru beserta komponen fasilitator pendidikan di kelas untuk
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Kehadiran peneliti mutlak diperlukan. Kedudukan peneliti dalam penelitian
ini bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisator, penafsir
data dan sebagai pelapor hasil penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di SMP
Brawijaya Smart School (BSS) Malang, yang beralamat di Jalan Cipayung 8
Malang. Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII C SMP Brawijaya
Smart School (BSS) Malang dan objek penelitian ini adalah keseluruhan kegiatan
guru dan siswa dalam proses pembelajaran matematika dengan penerapan strategi
Brain Based Learning.
Data yang dikumpulkan berupa: 1) lembar observasi pelaksanaan Brain
Based Learning kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran, 2) lembar
observasi keterampilan berpikir tingkat tinggi yang digunakan untuk mengetahui
hasil keterampilan berpikir yang digunakan siswa, serta 3) foto dan video untuk
merekam kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Sedangkan instrumen
penelitian berupa lembar observasi, perangkat pembelajaran, penilaian
keterampilan berpikir tingkat tinggi, dan dokumentasi. Dalam pelaksanaannya
peneliti dibantu oleh 4 observer yang telah ditentukan tugasnya serta seorang juru
kamera yang khusus mengambil video maupun foto kegiatan guru.
Setelah data didapat dari lapangan, langkah selanjutnya adalah analisis
data. Teknik analisis data yang digunakan adalah (1) kategori data, (2) validasi
data, dan (3) Interpretasi data. Penelitian dilakukan dengan 2 siklus, setiap siklus
terdapat 2 kali tatap muka. Setiap siklus terdapat 4 tahap penelitian tindakan kelas
menurut Kemmis dan Mc Taggart, yaitu rencana tindakan, pelaksanaan tindakan,
observasi, refleksi. Keberhasilan penelitian tindakan ini ditandai dengan adanya
peningkatan keterampilan berpikir siswa kearah yang lebih baik. Target peneliti
adalah 40% dari jumlah keseluruhan siswa mempunyai keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Jika dikategorikan maka peneliti menargetkan dari tingkat rendah
ke tingkat sedang.
3
Tabel Rubrik Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Skor Kriteria
Skala 1 : Menganalisa permasalahan (C4)
4 Analisa (memeriksa dan mengurai informasi, memilah sebab dan akibat,
mengambil kesimpulan dan melakukan generalisasi serta menemukan alasan
yang mendukungnya) yang dilakukan masuk akal dan mengarah ke jawaban
yang tepat
3 Analisa (memeriksa dan mengurai informasi, memilah sebab dan akibat,
mengambil kesimpulan dan melakukan generalisasi serta menemukan alasan
yang mendukungnya) yang dilakukan masuk akal tetapi mengarah ke jawaban
kurang tepat
2 Analisa (memeriksa dan mengurai informasi, memilah sebab dan akibat,
mengambil kesimpulan dan melakukan generalisasi serta menemukan alasan
yang mendukungnya)yang dilakukan tidak masuk akal
1 Tidak mampu melakukan analisa sama sekali
Skala 2 : Mengevaluasi (C5)
4
dari pada hanya melalui lisan. Hal ini disebabkan karena dengan slide power point
yang posisinya ditempatkan di depan dengan sudut pandangnya dapat dijangkau
oleh setiap siswa dan tidak terhalang oleh apapun serta warna yang cerah sebagai
stimulus yang diterima oleh indera penglihatan selanjutnya diproses oleh otak
kanan. Siswa juga diharuskan untuk mendengarkan penjelasan guru secara verbal,
dimana stimulus verbal ini akan di proses di otak kiri. Penyeimbangan kerja otak
kanan dan kiri ini membuat tujuan pembelajaran dapat ditangkap dengan baik oleh
siswa.
Kegiatan kedua adalah kegiatan apersepsi. Pada siklus 1 peneliti mengambil
tindakan untuk menjelaskan dengan cara demonstrasi menggunakan alat
demonstrasi berupa bintang berwarna yang terbuat dari kertas dan juga gelas
bening. Sebenarnya alat demonstrasi ini cukup efektif untuk memberikan
pemahaman kepada siswa tentang materi irisan dan gabungan himpunan,
dikarenakan alat demonstrasi berupa bintang ini sudah tidak asing lagi bagi siswa.
Hal ini memudahkan asimilasi kognitif siswa. Asimilasi termasuk dalam teori
kognitif Piaget, yaitu proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang
sudah ada (Wikipedia, 2013). Namun alat demonstrasi yang ukurannya kecil
menjadi penyebab siswa bagian belakang tidak dapat melihat dengan jelas
demonstrasi yang dilakukan oleh guru, dalam hal ini peneliti. Oleh karena itu,
pada siklus 2 peneliti mengubah strategi menjelaskan dengan bercerita
menggunakan gambar karikatur yang disajikan pada slide power point.
Penggunaan slide power point ini memang lebih efektif dan mudah. Sebagaimana
telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya tentang kelebihan menggunakan slide
power point yang dapat menyeimbangkan kerja otak kanan dan otak kiri, pada
tahap apersepsi ini peneliti juga menyajikan gambar karikatur yang lucu serta
pemberian nama karakter yang menggunakan nama siswa dalam kelas tersebut.
Hal ini membuat siswa merasa senang dengan melihat gambar yang lucu. Siswa
juga merasa dirinya terlibat dalam masalah yang diajukan oleh guru untuk
memahamkan materi pembelajaran. Sehingga siswa lebih tertarik untuk melihat
dan mendengarkan penjelasan guru. Dengan menggunakan slide, berarti kita telah
menggunakan gambar, warna, dan emosi tertentu, hal ini otomatis mengaktifkan
otak kanan anak (Lucy dan Rizky, 2012).
Kegiatan yang ketiga adalah menjelaskan materi inti. Ketika seseorang
memperoleh materi baru dalam pelajaran matematika, tentu ada beberapa istilah
yang asing dan perlu untuk dihafal. Oleh karena itu guru perlu untuk menjelaskan
dengan menekankan istilah penting. Penekanan istilah penting ini bertujuan untuk
memperkuat daya ingat siswa. Mengingat dengan menggunakan otak kiri akan
menyebabkan anak mudah lupa dan belajar menjadi tidak menyenangkan
(Windura, 2008: 87). Oleh karena itu peneliti mengambil tindakan untuk
menerapkan hukum asosiasi ingatan, yaitu suatu hukum atau cara untuk
mengaitkan suatu informasi dengan informasi yang sudah ada di dalam otak siswa
sebelumnya. Disini peneliti mengasosiasikan simbol irisan dengan huruf “n” serta
5
gabungan dengan huruf “U”. Tindakan peneliti untuk mengasosiasikan
pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada ini membuat siswa mudah
dalam mengingat simbol operasi himpunan.
Tindakan yang kedua adalah memberi instruksi. Instruksi yang diberikan
oleh peneliti diterapkan dalam beberapa kegiatan. Adapun beberapa kegiatan yang
akan dibahas diantaranya adalah (1) persiapan belajar dan (2) membentuk
kelompok. Kegiatan pertama yaitu persiapan belajar. Persiapan belajar yang
dilakukan pada penelitian ini lebih bersifat brain gym. Pada kegiatan persiapan
pembelajaran, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu metode
visualisasi, metode relaksasi, dan metode membangkitkan emosi (Windura, 2008).
Namun, dalam penelitian ini peneliti mengambil tindakan untuk menerapkan
metode visualisasi dan membangkitkan emosi. Metode visualisasi diterapkan
peneliti pada siklus 1 pertemuan 1. Sedangkan metode membangkitkan emosi
diterapkan pada siklus 1 pertemuan 2 dan siklus 2 pertemuan 1-2. Pengambilan
tindakan peneliti untuk menggunakan metode membangkitkan emosi ini
dikarenakan pada waktu peneliti menerapkan metode visualisasi pada siklus 1
pertemuan 1 menemui kendala, yaitu kurang terfokusnya siswa terhadap instruksi
guru. Beberapa siswa tidak mau menutup mata seperti yang telah diinstruksikan
guru. Instruksi menutup mata ini merupakan serangkaian instruksi metode
visualisasi. Berikut antisipasi yang dilakukan ketika siswa kurang terfokus
terhadap instruksi guru kepada siswanya untuk menutup mata, dicuplik dari video
rekaman.
Guru : (diam sejenak menghentikan instruksi)
sudah-sudah... Tenang dulu ya anak-anak...
(Salah satu siswa yang merasa konsentrasinya terganggu berteriak
sambil memejamkan mata)
Sunita : heh rek diam rek!
Guru : Sekarang yang belum tutup mata saya minta untuk menutup
mata ya...
Siswa : (sebagian siswa sudah bisa diam dan mau menutup matanya)
Guru : (melanjutkan instruksi) langkah berikutnya adalah ambil
napas panjang lewat mulut dan hembuskan lewat mulut
perlahan.
Untuk mengatasi hal ini guru mengambil tindakan untuk mengubah metode
persiapan belajar dari metode visualisasi ke metode membangkitkan emosi yang
dilakukan dengan gerak tubuh atau menggambar.
Kegiatan kedua pada tindakan memberi instruksi adalah membentuk
kelompok. Pada siklus 1 peneliti menginstruksikan pembentukan kelompok
dilakukan dengan sesuka hati oleh siswa, ternyata tindakan ini memberikan
dampak positif maupun kurang positif. Dampak positifnya adalah siswa menjadi
lebih nyaman dengan teman sekelompoknya karena merupakan pilihan mereka
sendiri. Namun dampak yang kurang positifnya adalah terdapat satu kelompok
6
yang semua anggotanya tidak memilki keterampilan berpikir tingkat tinggi. Hal ini
ditunjukkan dengan penilaian observer pada siklus 1, yang memberikan total skor
kurang dari 9 pada semua anggota kelompok 1. Sehingga kelompok tersebut
menjadi pasif. Hal ini segera diatasi oleh peneliti dengan membentuk kelompok
heterogen pada siklus 2. Namun dalam pelaksanaanya ada sedikit respon kontra
dari siswa, namun hal ini segera ditindak lanjuti oleh peneliti dengan memberi
pendekatan dan pengertian secara individual kepada siswa yang bermasalah
dengan teman kelompok yang baru. Berikut percakapan guru untuk memberi
pendekatan.
...
Siswa : bu, kelompok saya kok dipecah sih?
Guru : gak apa-apa... kan ilmu itu harus dibagi-bagi... iya kan?
Siswa : berarti saya pinter ya bu ya?
Guru : (tersenyum sambil mengelus pundak siswa) iya...
...
7
Tindakan yang keempat yaitu memberi media pembelajaran. Media
pembelajaran menurut Rossi dan Breidle (dalam Wina Sanjaya, 2008: 163) adalah
seluruh alat dan bahanyang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan
seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Dengan demikian
LKS dalam penelitian ini termasuk ke dalam media pembelajaran. LKS pada
penelitian ini disertai kertas kecil berwarna sebagai alat demonstrasi pelengkap
LKS dan juga untuk membantu proses berikir siswa. Dengan menggunakan kertas
berwarna maka akan mengaktifkan otak kanan siswa. Disamping itu siswa harus
menganalisa, mengevaluasi maupun mencipta menurut permasalahan yang
diajukan pada LKS.
Dengan begitu pemberian media kertas kecil kepada siswa dapat
memudahkan siswa dalam memahami materi, karena dengan menggunakan warna
akan merangsang otak kanan dan kiri bekerja secara seimbang. Hanya saja pada
siklus 1 siswa kurang dapat mendemonstrasikan secara mandiri karena
keterbatasan waktu. Hal ini segera diatasi peneliti pada siklus kedua dengan
mengubah cara demonstrasi secara lisan oleh siswa dengan menggambar.
Kekurangan pada siklus 1 selanjutnya yang didapat dari pengamatan
observer adalah pemberian LKS yang hanya 1 pada tiap kelompok. Hal ini
membuat anggota kelompok lain hanya melihat saja. Namun pada siklus 2 sesuai
dengan hasil refleksi, peneliti juga telah memberikan 1 LKS untuk setiap siswa.
Dan hasilnya dengan diberikannya 1 LKS untuk setiap siswa membuat semua
siswa termotivasi untuk dapat mengerjakan setiap permasalahan yang ada.
Sehingga keterampilan berpikir tingkat tinggi pada kelas tersebut meningkat.
Tindakan kelima yaitu memberi penghargaan atau pujian. Dampak dari
pemberian pujian ini juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat
tinggi siswa. Dengan memberikan pujian, siswa merasa kerja kerasnya dihargai
dan siswa akan berusaha serta terus mencoba memecahkan masalah yang dihadapi
sehingga keterampilan berpikir tingkat tingginya meningkat. Contoh bentuk
pemberian pujian diantaranya, “iya bagus, pinter.... Lanjutkan untuk himpunan B
dan C”, bagus.... iya kalian sudah betul”, mengacungkan jempol tangan, dan lain-
lain. Dengan diberikannya pujian siswa menjadi bersemangat dan dapat
mengerjakan dengan cepat permasalahan yang dihadapinya. Sehingga siswa dapat
mengerjakan permasalahan menganalisa, mengevaluasi maupun mencipta.
Selain pujian, penghargaan bisa juga diberikan dalam bentuk barang seperti
yang telah dilakukan peneliti pada akhir siklus 2. Sekecil apapun penghargaan
yang diberikan oleh guru menjadikan siswa lebih termotivasi untuk mengikuti
pembelajaran selanjutnya. Pemberian penghargaan juga bertujuan untuk
membangkitkan kembali semangat siswa yang sudah mulai lelah karena
mengerjakan soal berpikir tingkat tinggi (Higher Level Questions), dimana soal
yang mereka hadapi memang membutuhkan energi dan pikiran yang lebih dari
biasanya. Selain itu dengan diberikannya penghargaan membuat siswa menjadi
merasa lebih dihargai atas segala kerja keras yang telah mereka lakukan. Pada
intinya dengan memberikan penghargaan kepada semua siswa membuat siswa
merasa pekerjaan yang dilakukan tidak sia-sia dan memberikan dampak positif
pada psikologi siswa.
Dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan memberikan dampak
peningkatan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Adapun peningkatannya
adalah sebagi berikut.
8
Tabel Rekapitulasi Perbandingan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) Siswa
9
1. Bagi peneliti, diharapkan terdapat kesempatan untuk melakukan
penelitian pada lain waktu sehingga dapat memperbaiki kekurangan-
kekurangan yang masih banyak dilakukan peneliti pada pelaksanaan
penelitian ini.
2. Kepada pihak sekolah, diharapkan agar strategi Brain Based Learning
ini dapat menjadi strategi pembelajaran alternatif yang digunakan di
SMP Brawijaya Smart School dan dapat dilaksanakan secara bergantian
dengan pendekatan atau model pembelajaran yang lain. Karena
penerapan strategi Brain Based Learning ini dapat meningkatkan
keterampilan berpikir siswa.
3. Untuk dapat meningkatkan keterampilan berpikir siswa, hendaknya
guru memberikan permasalahan tingkat tinggi pula pada materi
pembelajaran yang lain. Setiap kali mengajar guru hendaknya
mempertimbangkan stimulus otak kiri dan kanan untuk siswa secara
seimbang.
4. Penelitian yang serupa hendaknya dilakukan pada pokok bahasan lain
atau bahkan bidang studi lain yang mencakup aspek selain keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Karena penelitian dengan menggunakan strategi
Brain Based Learning ini merupakan strategi pembelajaran yang
fleksibel sehigga dapat diterapkan pada bidang yang lain.
10
DAFTAR RUJUKAN
Gunawan, Hendra. 2008. Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam matematika
SMP. Pdf. (Online), (
personal.fmipa.itb.ac.id/hgunawan/files/2011/04/developing-higher-
order-thinking-skills.pdf.), diakses 25 November 2012.
Lucy, Bunda dan Rizky, Ade Julius. 2012. Dahsyatnya Brain Smart Teaching:
Cara Super Jitu Optimalkan Kecerdasan Otak dan Prestasi Belajar
Anak. Jakarta: Penebar Plus
11