You are on page 1of 12

1

ASPEK YURIDIS
PERJANJIAN BUSINESS FRANCHISE DI INDONESIA

Lily Triyana
Lily_tanden@yahoo.co.id
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda

Abstract
In Indonesia there is no regulation about franchise. Same thing is also
experienced of many state, for example English and Australian. No special regulation
about franchising can be consedered to be good news or is bad news. The bad news is
wth no special guidance, hence goodnesss of franchisor amd also of franchisee have to
reckon on written agreement in cooperation contract. Irts meaning both parties have to
neglectless and meticulous to the what agreed on. Protection of other decision which
arrange an cooperation of Franchising represent the source of which whereas can be
made by guidance do complied agreement have the basis for real correct and fair.
Association of franhcising generally realese code of ethic of franchising.good news of
inexistence regulation of area of franchising is goodness of franchisor and fracnhisee
earn free compromise whateverly. As hold of legal fundament of agreement of franchise
in Indonesia is freedom contract such as those which arranged in section 1338 KUH
Perdata and by concidering conditions of section 1338 KUHP Perdata. Law contract in
Indonesia embrace open system meaning that each and everyone is free to make all
kinds of contract. In section 1338 KUH Perdata contained by the following rule all
made contract lawfully will bind over them making it own. In the case conditions of
1320 section of KUH this Perdata is fulfilled by hence comand of section 1338 KUH
Perdata. The making agreement act as code/law to all party. So franchise, and vitally
hence to all party arrange agreement content detail.
Solving of dispute represent problem which in many is important to licencer,
specially In the case of giving of license. Right of intellectual properties in the form of
trade secret. Solving of dispute which is through jurisdiction forum, it is though enabled
to be emphasized in conference closed (for the secret of trade) felt concerned abaout by
licencer party will become an openly forum to receiver of license which do not good
mine. To avoid the mentioned hence better each ; every dispute realted to agreement of
giving license finished in framework of alternative of is solving of dispute, including in
it arbitrase.
Ordinary license agreement unlike giving of agreement of license of franchise. If
at giving of agreement of license usually only covering giving of permission cover all
sort of kinds of intellectual property that appliances bought or rented from him. Besides
so-called above, agreement of franchise are; giving of license abaout name of trading,
model brand, desain, ets. Rules that can be grouped in the field of contractual law and
in the field of law about intellectual property.
Key words: differentiate franchise, of law facet, law of frachise entangle contractual
law areas, specially abaout giving of license , special regulation about franchising, and
Ordinary license agreement
2

PENDAHULUAN

Pengaruh globalisasi dalam berbagai segenap bangsa Indonesia dan


bidang telah menyebabkan berubahnya seluruh tumpah darah Indonesia , dan
tatanan budaya masyarakat. Tidak dapat untuk memajukan kesejahteraan umum,
dipungkiri bahwa apa yang terjadi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa ....
belahan bumi utara akan segera terjadi Dalam alinea tersebut merupakan tujuan
pada belahan bumi selatan. Kemajuan nasional seiring dengan usaha pemerintah
teknologi informasi dan teknologi untuk mencapai tujuan nasional tersebut,
transportasi sebagai akibat dari kemajuan maka pemerintah harus membangun aspek
ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai kehidupan , dimana penerapannya
menyebabkan jarak antar tempat semakin harus selaras, serasi dan seimbang. Dengan
dekat. Oleh karena itu apa yang dulu tidak demikian apabila terjadi hal-hal ynag tidak
dikenai pada suatu tempat tertentu, diinginkan akan segera di atasi . Aspek-
sekarang ini sudah dapat diperoleh dengan aspek tersebut, antara lain aspek ideologi ,
cepat dan mudah. hukum, politik, sosial, ekonomi,
Saat ini pengembangan usaha melalui budaya,pertahanan dan keamanan.
sistem franchise mulai banyak diterapkan Peran serta pemerintah dalam
oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. kehidupan ekonomi sangat besar, namun
Dalam rangka membantu pengembangan untuk mencapai tujuan ekonomi maka perlu
usaha melalui sistem franchise tersebut, dibangun aspek hukum . Hukum yang kuat,
Direktorat Jendral Perdagangan Republik mengakibatkan perekonomian akan kuat.
Indonesia ,menugaskan Institut Pendidikan Upaya pemerintah dalam
dan Pembinaan Manajemen (IPPM) untuk memajukan aspek hukum untuk kemajuan
mengadakan suatu penelitian mengenai ekonomi antara lain dengan diundangkan.
kebijakan-kebijakan yang perlu diambil Undang – undang mengenai Penanaman
untuk membina, mengembangkan, dan Modal Dalam Negeri dan Undang – undang
melindungi usaha franchise di Indonesia. mengenai Penanaman Modal Asing .
Sebagai suatu cara pemasaran dan Dengan adanya undang-undang tersebut,
distribusi, franchise merupakan suatu maka pemerintah memperluas arus
alternatif di samping saluran konvensional perdagangan, arus teknologi ,ilmu
yang dimiliki perusahaan sendiri. Cara ini pengetahuan untuk menunjang kemajuan
memungkinkan untuk mengembangkan serta peningkatan di berbagai aspek
saluran eceran yang berhasil tanpa harus kehidupan. Franchise merupakan salah satu
membutuhkan investasi besar-besaran dari bentuk kerja sama dengan yang populer
perusahaan induknya. Akibat kebutuhan saat ini. Merupakan salah satu konsekuensi
investasi yang terus meningkat untuk adanya Undang-undang tersebut.
mengembangkan usaha eceran, franchise Perjanjian franchise merupakan
tampaknya memberikan cara yang dapat dokumen yang didalamnya, seluruh
digunakan bagi para pengecer spesialis transaksi dijabarkan secara bersama, yaitu
untuk mengembangkan diri di masa yang mengatur hak dan kewajiban masing-
akan datang. masing pihak (franchisor dan franchisee).
Dalam pembukaan Undang-Undang Perjanjian franchise harus secara tepat
Dasar 1945 alinea ke IV disebutkan .... menggambarakan janji-janji yang harus
Untuk membentuk suatu pemerintahan dibuat dan harus adil , serta pada saat yang
Negara Indonesia yang melindungi bersamaan menjamin bahwa ada kontrol
3

yang cukup untuk melindungi integritas Indonesia dewasa ini. Selain itu
sistem . berkembangnya perekonomian global telah
Perjanjian Franchise haruslah : mengakibatkan pula KUH Perdata semakin
1. Dibuat dengan benar, sesuai dengan tidak mengimbangi aktifitas bisnis yang
persyaratan hukum, dengan beragam terjadi dalam praktek.
hak milik yang dimiliki franchisor; Hal ini tentu mengakibatkan
2. Memberikan detail-detail operasional terjadinya ketidakseimbangan antara
dan kontrol; perkembangan aktifitas bisnis dengan
3. Memberikan franchise jaminan perkembangan pengaturan hukum sehingga
dalam beroperasi dan pada timbul kekosongan hukum. Kondisi ini
kemampuannya untuk sangat tidak menguntungkan bagi
mengembangkan dan menjual perkembangan dunia bisnis di Indonesia.
asetnya. (Mendelson 1997,55) Kenyataan di atas tentu saja harus
diantisipasi secara positif dengan
Franchise telah tumbuh dengan membentuk pengaturan yang dibutuhkan.
pesatnya keseluruh dunia dalam tiga dekade Hingga saat ini seringkali pengaturan yang
terakhir. Tingkat pertumbuhan yang terjadi terbentuk lebih bersifat praktis yakni dalam
tigasampai empat tahun yang lalu dan bentuk kebijakan pemerintahan yang
tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan, sifatnya terbatas pada pengaturan dalam
menunjukan bahwa perkembangan tersebut rangka mengantisipasi situasi tertentu juga.
terus meningkat . Perkembangan bisnis yang pesat
Peraturan franchise di Indonesia apabila dikaitkan dengan perdagagan dan
daitur dalam PP No. 16 tahun 1997 tentang investasi maka membutuhkan ketentuan
Waralaba dan Keputusan Menteri berupa produk hukum yang membuka
Perindustirian dan Perdagangan No. 259 kesempatan yang seluas-luasnya di dalam
/MPP/Kep/7/1997 tentang Tata Cara membina hubungan bisnis dengan
Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba . memperhatikan kepentingan masyarakat
Dalam tulisan ini penulis ingin membahas banyak di Indonesia serta tanpa
franchise dari aspek yuridisnya. mengabaikan kedudukan Indonesia dalam
dunia Internasional. Sehubungan dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN permasalahan franchise dalam
pengaturannya di dalam kerangka hukum
1. Pengaturan Hukum Perjanjian nasional Indonesia, maka sudah saatnya
Bisnis Franchise Dalam Kerangka pengaturan mengenai pemasalahan ini
Hukum Nasional Indonesia diatur secara tersendiri dalam produk
hukum tertentu. Uraian di atas mengenai
Hingga saat ini kerangka hukum terdapatnya dua segi yang harus
format yang terpenting yakni hukum diperhatikan dalam pembentukan suatu
perjanjian atau hukum kontrak belum produk hukum memperhatikan kepentingan
terbentuk sehingga setiap aktifitas bisnis masyarakat Indonesia, sedangkan di lain
yang menyangkut hal didasarkan hanya pihak harus pula memperhatikan
kepada KUH Perdata serta KUH Dagang. kedudukan Indonesia sebagai bagian dari
KUH Perdata sendiri merupakan produk dunia internasional harus menjadi bahan
hukum peninggalan kolonial Belanda yang pertimbangan utama dalam pembuatan
tentu saja isinya memiliki nilai dan produk hukum yang baik.
pandangan yang berbeda situasi masyarakat
4

Pada tanggal 18 Juni 1997 Presiden perjanjian franchise, sehingga pihak


telah mengatur secara positif hukum yang franchisee seringkali berada dalam posisi
berlaku bagi bisnis Franchise di Indonesia tawar yang kurang menguntungkan. Hal ini
dengan menetapkan Peraturan Pemerintah seharusnya tidak terjadi apabila terdapat
No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba, terdiri pengaturan yang memuat mengenai syarat-
dari 11 (sebelas) pasal (selanjutnya disebut syarat minimal yang harus ada dalam
PP 16/97) . Penulis berpendapat bahwa isi sebuah perjanjian franchise. Hubungan
PP 16/97 masih bersifat terlalu umum dan antara franchisor dan franchisee yang
kurang menyeluruh sehingga hal-hal yang timbul dalam praktek di Indonesia terutama
tercantum didalamnya diatur dengan sangat hanya didasarkan pada perjanjian Franchise
singkat dan kurang memadai untuk dapat yang disepakati. Pengaturan dari perjanjian
digunakan sebagai peraturan dasar atau pada umunya sampai saat ini bernaung di
sumber hukum utama untuk menata bawah pengaturan buku III KUH Perdata,
kegiatan Franchise di Indonesia.15 sehingga ketentuan umum dari buku III
Seperti telah hdiuraikan di atas bahwa KUH Perdata ini berlaku pula bagi perjajian
bagi Indonesia penyusunan produk hukum Franchise yang disepakati.
yang baik adalah produk hukum yang Buku III KUH Perdata menganut
sejalan dengan memperhatiakn asas kebebasan berkontrak yakni suatu asas
kedudukannya di dunia Internasioanl. Akan yang memberikan kebebasan bagi para
tetapi, isi dari PP No.16 / 97 terkesan pihak untuk mengatur hubungan yang
kurang memperhatikan kedudukan timbul diantara mereka asalkan hal yang
Indonesia dalam dunia Internasional. Hal disepakati tidak bertentangan dengan
ini tentu dapat menyulitkan Indonesia di kepentingan umum, ketertiban dan
dalam perdagangan Indonesia terutama kesusilaan, selain itu harus pula
menyongsong era pasar bebas. diperhatikan mengenai syarat-syarat sahnya
Pengaturan PP 16 / 97 masih persetujuan. Kedua hal terpenting ini lah
memerlukan cukup banyak peraturan yang selain hal-hal umum lainnya dalam buku III
bersifat lebih teknis yang mungkin berupa KUH Perdata yang selama ini merupakan
Surat Keputusan Menteri . Hingga tulisan hukum positif yang mengatur perjanjian di
ini di buat peraturan yang bersifat lebih Indonesia.
teknis tersebut belum terbit, diharapkan isi Sehingga. Pengaturan Buku III KUH
dari pengaturan teknis ini dapat membantu Perdata yang mengatur mengenai
memperjelas maksud serta arah PP 16 /97. kebebasan berkontrak serta syarat sahnya
persetujuan san hal-hal umum lainnya yang
2. Format Pengaturan mengenai mengatur mengenai perjanjian secara
Bisnis Franchise di Indonesia otomatis harus dipenuhi dalam menyusun
perjanjian Franchise.
Apabila dilihat mengenai praktek Hal terpenting yang selayaknya
bisnis Franchise bahwa belum terdapat dibangun di Indonesia adalah kerangka
keseragaman pengaturan di dalam mengenai hukum perjanjian karena dalam
perjanjian Franchise antara para pihak. Isi dunia bisnis modern semakin banyak
dari perjanjian yang dilakukan oleh para ditemukan perjanjian-perjanjian dan
pihak tergantung pada kehendak para pihak. praktek bisnis-bisnis yang mengandung
Seringkali pihak franchisor terutama unsur kurang adil terhadap pihak yang lebih
franchisor asing memiliki kekuatan untuk lemah. Unsur ini seringkali terdapat dalam
memaksakan kepentingannya di dalam klausula-klausula perjanjian yang
5

menyebabkan keuntungan yang diperoleh maupun Franchise yaitu PP 16/97 . Hal ini
tidak sebanding antara satu pihak dengan dapat menimbulkan kekosongan pengaturan
pihak lain. hukum sehingga terdapat kemungkinan dari
Sedangkan berhubungan dengan salah sati pihak mendapat keuntungan dari
masalah Franchise, untuk mengimbangi hal ini.
perkembanngannya sudah saatnya Secara khusus untuk Franchise
dipikirkan suatu produk hukum yang secara Internasional Indonesia mereka lebih
khusus mengatur mengenai keberadaaan condong untuk memilih hukum asing untuk
Franchise di Indonesia. Seperti yang telah mengatur perjanjian Franchise. Perlu
diuraikan dalam sub bab sebelumnya bahwa disadari bahwa tidak tertutup kemungkinan
telah disahkannya PP 16/97 telah membawa bahwa pemilihan hukum asing justru dapat
suatu perkembangan baru di dalam menguntungkan pihak franchisee karena
pengaturan uhukum mengenai Franchise di pengaturan yang terdapat di dunia
Indnoesia. 16 Internasional sudah lebih memperhatikan
PP 16/97 terdiri dari 11 (sebelas) kedudukan franchisee agar tidak dirugikan.
pasal, secara umum akan diuraikan isi dari Sedangakn pengaturan dalam PP 16/97
PP yang menurut pwnulis patut dicermati. terkesan tidak terdapat unsur perlindungan
Pasal 2(2) PP 16/97 mengatur bahwa : bagi Franchisee.
“Perjanjian Waralaba dibuat dalam Selain itu pengaturan dari PP 16/97
bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku mengenai keharusan untuk memilih hukum
hukum Indonesia”. Indonesia bagi setiap perjanjian Franchise
Kewajiban untuk menyusun perjanjian yang ada menutup kemungkinan para pihak
dalam bahasa Indonesia menurut penulis untuk melakukan choise of law ( pilihan
hal ini agak dipaksakan karena hukum), apabila gejala ini dikaitkan dengan
kenyataannya di Indonesia hingga saat ini asas kebebasan berkontrak sebagaimana
perjanjian Franchise yang terjalin di pihak yang dianut dalam KUH Perdata hal ini
franchisor berasal dari luar Indonesia maka akan menimbulkan ketidakseinkronan
sudah dapat dipastikan perjanjian yang pengaturan hukum yang terdapat di
disepakati ditulis dengan bahasa asing. Indonesia khususnya yang mengatur
Selain itu penulis berpendapat masalah masalah Franchise.
redaksi perjanjian yang berbahasa asing Pasal 3 ayat (1) PP 16/97 secara garis
seharusnya tidak perlu menjadi masalah besar mensyaratkan suatu dokumen yang
yang serius karena perjanjian yang dapat harus disiapkan oleh franchisor guna
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. memberikan informasi yang sejelas-
Di samping itu, pemberlakuan hukum jelasnya secara akurat kepada pihak
Indonesia bagi setiap perjanjian Franchise franchisee.
menurut pendapat penulis akan Pasal 3 ayat (1), dan penjelasan Pasal
menimbulkan masalah karena perangkat 3 ayat (1) PP 16/97berisikan hal-hal sebagai
hukum di Indonesia belum cukup siap berikut :
untuk menerima perubahan ini baik secara 1. Sebelum membuat perjanjian,
umum yakni mengai hukum perjanjian pemberi waralaba wajib
masih mengandalkan pada pengaturan dari menyampaikan keterangan kepada
Buku III KUH Perdata yang dbiakui oleh penerima waralaba secara tertulis dan
para pakar hukum di Indonesia bahwa benar sekurang-kurangnya mengenai:
pengaturan tersebut sudah tidak memadai di a. Pemberi Waralaba berikut
dalam mengantisipasi perkembangan bisnis keterangan mengenai kegiatan
6

usahanya; memasuki sistem franchise tertentu telah


Penjelasannya: Keterangan mengenai mendapat gambaran mengenai bisnis yang
pemberi waralaba menyangkut identitasnya akan dimasuki.
antara lain nama dan atau alamat tempat Sebagai pembanding di Amerika
usaha, nama dan alamat pemberi waralaba, Serikat terdapat kewajiban penerbitan
pengalaman mengenai keberhasilan dan dokumen pengungkapan semacam
kegagalan selama menjalankan waralaba, prospektuas yang disebut UFOC oleh para
keterangan mengenai waralaba yang pernah franchisor apabila hendak menawarkan
dan masih melakukan perikatan dan kondisi sistem franchisenya.
keuangan. Uaraian di isi UFOC di Amerika
b. Hak atas kekayaan intelektual atau Serikat memberikan gambaran bahwa pasal
penemuan atau ciri khas usaha yang Pasal 3 ayat (1) PP 16/97masih
menjadi obyek waralaba; membutuhkan penyempurnaan lebih lanjut,
c. Persyaratan-persyaratan yang harus agar dokumen awal yang dibuat benar-
dipenuhi penerima waralaba; benar dapat membantu franchisee untuk
Penjelasannya: Persyaratan yang mendapatkan gambaran yang menyeluruh
harus dipenuhi penerima waralaba mengenai bisnis franchise yang akan
anatara lain mengenai cara dimasuki.
pembayaran, ganti rugi, wilayah Pasal 6 ayat (1) berikut penjelasan
pemasaran, pengawasan mutu. pasal 6 ayat(1) PP 16/97 menyatakan
d. Bantuan atau fasilitas yang bahwa :
ditawarkan pemberi waralaba kepada “Usaha waralaba dapat
penerima waralaba; diselenggarakan untuk dan di seluruh
Penejelasannya: Keterangan wilayah Indonesia, dan pelaksanaannya
mengenai prospek kegiatan waralaba, dilakukan secara bertahan dengan
meliputi juga dasar yang memperhatikan perkembangan sosial dan
dipergunakan dalam pemberian ekonomi dan dalam rangka pengembangan
keterangan tentang prospek yang usaha kecil dan menengah”.
dimaksud. “Penyelenggaraan waralaba pada
e. Hak dan Kewajiban Pemberi dan dasarnya dilakukan secara bertahap
Penerima Waralaba terutama di Ibukota Propinsi.
Penjelasannya: Bantuan atau Fasilitas Pengembangan waralaba di luar ibukota,
yang diberikan antara lain berupa seperti Ibukota kabupaten / kotamadya
pelatihan, bantuan keuangan, bantuan Daerah Tingkat II dan tempat-tempat
pemasaran, bantuan pembukuan dan tertentu lainnya yang memerlukan
pedoman kerja. kehadiran jasa waralaba dilakukan secara
f. Pengakhiran, Pembatalan, bertahap dan memperhatikan keseimbangan
Perpanjangan perjanjian waralaba antara kebutuhan usaha dan tingkat
serta lain-lain yang perlu diketahui pertumbuhan sosial dan ekonomi terutama
penerima waralaba dalam rangka dalam rangka pengembangan usaha kecil
pelaksanaan perjanjian waralaba. dan menengah di wilayah yang
bersangkutan”.
Pengaturan ini menurut pendapat Penulis berpendapat pengaturan pada
penulis bersifat positif karena akan bagian ini tidak memberikan pengertian
melindungi pihak franchisee, karena yang jelas mengenai pengaturan wilayah
franchisee yang memutuskan untuk yang disyaratkan pemerintah. Pembatasan
7

pengembangan usaha Franchise menurut melakukan uoaya nyata seperti


pendapat penulis akan justru dapat mensyaratkan perjanjian tersebut untuk
merrugikan pengembangan sistem diperbaiki kembali hingga kedudukan para
Franchise di Indonesia, karena usaha pihak seimbang. Kalaupun upaya itu
Franchise yang selama ini beroperasi di memang dilakukan oleh Departemen , maka
daerah kabupaten / kotamadya Daerah hal ini akan mensyaratkan suatu bagian
Tingkat II menjadi tidak jelas yang khusus untuk menangani masalah ini.
kedudukannya yakni setelah pengaturan ii Secara Keseluruhan PP 16/97 menurut
efektif berlaku apakah mereka masih pendapat penulis masih belum terlalu dapat
diperbolehkan beroperasi. Selain itu apakah memberikan sumbangan yang nyata bagi
pembatasan semacam ini selaras dengan penataan hukum dan perkembangan bsinis
pengaturan Internasional yang justru Franchise di Indonesia , bahkan pengaturan
mengisyaratkan suatu perdagangan yang ini terkesan membendung perkembangan
bebas. Franchise terkhususnya Franchise
Permasalahan mengenai pengaturan Internasional di indonesia. Memang di satu
wilayah ini menurut penulis ada baiknya pihak pemerintah berkewajiban untuk
diatur dengan baik dan terperinci maksud membina pengusaha menengah dan
dari pengaturan tersebut secara jelas , akan pengusaha kecil namun bukan berarti
tetapi sejalan dengan persiapan bangsa menutup perkembangan dari pengusaha
Indonesia dalam menghadapi era besar yang telah beroprasi dengan
perdagangan bebas alangkah baiknya menggunakan sistem Franchise.
pengaturan dari PP 16/97 menyinggung Sehubungan dengan perlindungan
pula mengenai persoalan kemitraan usaha. pengusaha kecil yang diupayakan melalui
Pengaturan kemitraan usaha dengan UU Usaha Kecil, dimana UU tersebut
menggunakan pola Franchise penting menyatakan bahwa pemerintah bermaksud
dibahas agar Usaha Kecil dan Menengah memberdayakan pengusaha kecil agar dapat
mendapatkan bantuan untkuk meningkatkan bersaing dalam mengahdapi era
keberadaannya sehingga pada gilirannya perdagangan bebas.
dapat diperkuat basis perekonomian bangsa Pemberdayaan usaha kecil ini
Indonesia. dilakuakn melalui program kemitraan yang
Pasal 7 ayat (1) PP 16/97 disyaratkan bahwa pengaturan tentang
mensyaratkan bahwa : kemitraan akan diatur lebih lanjut dengan
“Perjanjan waralaba beserta Peraturan Pemerintah. Kemitraan dapat
keterangan tertulis sebagaiman dimaksud berbentuk modal ventura, kontrak farming,
pada pasal 3 ayat (1) di daftarkan di waralaba, dan lain-lain.
Departemen Perindustrian dan Perdangan PP 16/97 ini menurut pendapat penulis
oleh penerima waralaba pa;ing lambat 30 kurang memperhatikan unsur pembinaan
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dan pengembangan terhadap usaha kecil
berlakunya perjanjian”. dan usaha menengah bahkan nyaris tidak
Penulis berpendapat apakah dengan di memberikan perlindungan.
daftarkan perjanjian yang telah terbentuk Jika dikaitkan dengan keinginan untuk
kepala Departemen akan membawa dampak meningkatkan pemberdayaan Usaha Kecil
positif bagi para pihak. Misalnya : Apabila melalui Program kemitraan yang dimaksud
terdapat hal yang mengatur mengenai hak oleh UU No. 9 tahun 1995 tentang
dan kewajiban para pihak secara tidak Kemitraan Usaha Kecil maka penukis
seimbang maka Departemen dapat berpendapat bahwa sepatutnya Peraturan
8

Pemerintah yang diatur terlebih dahulu Departemen Koperasi danPembinaan


yaitu mengenai Kemitraan. Setelah itu baru Pengusaha Pengusaha Kecil telah berusaha
dibuat Peraturan Pemerintah lainnya yang memberikan arahan yang bersifat praktis
mengatur berbagaiu jenis dari kemitraan bagi para franchisor dan franchisee di
yang ada. dalam membangun siste franchise. Hal ini
Kalaupun memang pengaturan merupakan contoh yang dapat
mengenai jenis Franchise tealha mendesak dipertimbangkan agar dlaam pengaturan
pengaturannya dapat saja dimungkinkan yang bersifat teknis yang akan disusun
pengaturannya diatur terlebih dahulu akan lebih lanjut isinya mengatur hal-hal yang
tetapi jangan sampai terlepas dari mis teknis secara menyeluruh.
semula yaitu memberdayakan usaha kecil Selain hal tersebut diatas penulis
dalaam upaya menyongsong era berpendapat bahwa perlu menghidupkan
perdagangan bebas. suatu iklim berorganisasi yang sehat, hal ini
Seharusnya mengenai pengaturan daapt dilakukan melalui Asosiasi Franchise
utama PP 16/97 memuat aturan-aturan yang Indonesia (selanjutnya disingkat AFI) dan
mendorong bagi perkembangan usaha kecil Asosiasi Waralaba Indonesia (selanjutnya
di Indonesia melalui pola Franchise yang disingkat ARWI) Asosiasi yang ada ini
semakinn banyak digunakan secara kiranya dapat berfungsi untuk menaungi
Internasional. Akan tetapi, di dalam PP anggotanya sehingga mereka semua
16/97 sama sekali tidak mencantumkan mendapat manfaat maksimal dari
misi semula yang ingin dicapai, hal ini keanggotaannya. Sebagai contoh British
dapat dilihat dari tujuan pengaturan ini Franchise Asociation mempunyai kegiatan
disebutkan sebagai upaya untuk yang sangat positif di dalam rangka
menciptakan tertib usaha dengan cara membina para anggotanya, yakni dengan
waralaba serta perlindungan terhadap mengadakan pertemuan berkala, seminar,
konsumen, dipandang perlu menetapkan dan kegiatan lainnya dalam usaha
ketentuan tentang Waralaba dengan membangun keberadaan para anggota.
Peratuaran Pemerintah. Kesemua hal yang dikemukakan di atas
Bahkan PP 16.97 ini mendasarkan secara singkat memberikan gambaran
pengaturannya hanya mengingat pengaturan bahwa masih banyak pembenahan yang
pasal 4 (1) Undang-undang Dasar 1945, harus dilakukan oleh segenap pihak yang
Kitab Undang-undang Hukum Perdata , terkait dengan masalah Franchise baik itu
Undang-undang pengaturan perusahaan pemerintah, para franchisor, maupun para
1934 (Bedrifs Reglementerings Ordonontoe franchisee.
1934, Staatblads 1938 Nomor 86) dan sama
sekali tidak mendasarkan pengaturannya 3. Usulan Pengaturan Hukum
pada UU No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Mengenai Bisnis Franchise di
Kecil. Indonesia
PP 16/97 ini menuntut pengaturan
pelaksana yang lebih praktis segera Pada tahun 1995 diterbitkan pula
terwujudkan. Hal ini membutuhkan kerja suatu Pedoman Pelaksanaan Keterkaitan
keras dari Departemen yang ditunjuk agar Kemitraan di Bidang Industri Kecil yang
dalam waktu yang singkat sudah dapat isinya memuat mengenai pedoman
menyiapkan pengaturan yang lebih bersifat kemitraan yang dapat melaksanakan dengan
tekinis. berbagai cara salah satunya dengan pola
Franchise. Secara singkat dapat diuraikan
9

bahwa pedoman tersebut memuat mengenai beluk bisnisnya. Selain itu, hal ini
pengertian franchise, tipe franchise, syarat diperlukan untuk melindungi para
an kewajiban sebgai franchisor dan franchisee dari ptaktek penjualan franchise
franchise, serta bidang usaha yang potensial oleh franchisornya secara tidak
dikembangkan dengan sistem franchise. Hal bertanggung jawab.
ini merupakan langkah awal yang cukup
positif dalam rangka pembinaan usaha kecil 2. Kemampuan Labaan
dan usaha menengah. (profitability)
Sebagai tindak lanjut dari usaha Persyaratan selanjutnya adalah
diatas , dalam rangka melakukan perusahaan yang akan di franchisekan harus
pembinaan terhadap pemahaman pengusaha terbukti memiliki daya untuk
kecil di Indonesia khususnya dalam hal mendatangkan laba cukup tinggi. Hal ini
bisnis dengan menggunakan pola Franchise penting karena franchise dapat terjebak
telah menerbitkan dua Format Bisnis dalam perusahaan yang ternyata tidak bisa
Franchise dalam bidang makanan dan menghasilkan laba yang sesuai dengan
bidang distribusi / keagenan produk pakaian biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
di Indonesia. Hal ini dilakasakan dalam sitem franchise.
rangka untuk memacu pertumbuhan dan
perkembangan usaha kecil dan usaha 3. Kemampuan Pasar dan Merek
menengah untuk menerapkan sistem Dagang (marketability and trade
Franchise. mark)
Kedua Format bisnis yang disusun Produk atau jasa dari perusahaan
tersebut secara garis besar akan diuraikan calon franchisor harus terbukti melalui
pembahasan berikut ini. Format bisnis suatu pengkajian pasar, dapat dipasarkan
Franchise pada dasarnya adalah suatu secara luas dan merek dagang dari
sistem untuk mempersiapkan suatu bisnis perusahaan tersebut harsu dikenal. Studi
apakah memenuhi syarat untuk di mengenai kemampuan pasar dan
franchisekan, serta prosedur-prosedur dikenalnya merek dagang dapat dilakukan
apakah yang harus dan peralatan-peralatan melalui riset pasar. Hal ini merupakan hal
apakah yang dibutuhkan (termasuk aspek yang penting yang harus diketahui para
landasan hukum). franchise sebelum memutuskan untuk
Persyaratan dan prosedur yang masuk dalam sistem franchise tertentu.
merupakan suatu kesatuan yang utuh yang
diperlukan untuk menguji apakah suatu 4. Kemampuan Ajar (teachability)
perusahaan dapat menjadi franchisor, Sistem bisnis yang terlalu rumit dan
adalah : memakan waktu yang lama untuk diajarkan
kepada pihak lain maka akan sulit
1. Pengalaman bisnis (business memenuhi syarat untuk dikembangkan
experience) secara franchising. Persyaratan ini penting
Perusahaan yang memenuhi syarat diketahui karena perusahaan yang ingin
sebagai franchisor harus memiliki mengembangkan dirinya sebagai franchisor
pengalaman bisnis minimal 3 (tiga) tahun harus mengetahui sampai sejauh mana
secara terus menerus. Hal ini menurut kerumitan dari sistem bisnisnya.
penulis penting karena pengalaman bisnis
yang cukup akan membantu franchisor 5. Kemampuan alihan
memahami secara baik mengenai seluk- (transferability)
10

Hal ini berkaitan dengan kemampuan franchise, tapi juga penting bagi franchisee
dari produk atau jasa apakah sesuai dengan sebagai dasar untuk menilai apakah
selera, kebiasaan serta pola konsumen di franchisor dan sitem franchise yang
suatu daerah tertentu sehingga dapat ditawarkan memang memberikan
diterima oleh masyarakat setempat. keuntungan yang baik.
Penilaian hal ini penting karena apabila Penulis berpendapat bahwa Surat
suatu produk atau jasa sebaik apapun Keputusan Menteri yang akan di buat untuk
apabila tidak sesuai dengan selera pembeli pengaturan lebih teknis bisnis Franchise di
maka tidak akan ada peminat. Indonesia sebaiknya juga mengatur
mengenai hal diatas. Hal ini penting diatur
6. Keorisinilan (originality) karena selain persyaratan yang diwajibkan
Keorisinilan suatu produk barang dalam Pasal 3 ayat (1) PP 16/97, maka
atau layanan jasa sangat penting, karena kedelapan hal yang telah dikemukanan di
pelayanan dan penyajian yang unik dapat atas dapat membantu franchisee apabila
memberikan nilai tambah terhadap akan memasuki bisnis tertentu.
keberhasilan pemasaran barang atau jasa Format Bisnis Franchise tersebut
yang bersangkutan melalui pola memaparkan pula mengenai persyaratan
Franchising. ideal yang harus dipenuhi dalam suatu
perjanjjian bisnis Franchise sebagai berikut:
7. Keterjangkauan (affordibility) bagian pendahuluan yang berisikan
Persyaratan ini merupakan mengenai objek yang difranchisekan,
perhitungan finansial apakah franchisee kemudian diatur mengenai persyaratan
dapat memperoleh daya laba, berapa lam franchisee, jangka waktu perjanjian,
akan mencapai titik impas. Hal ini harus kekamndirian dalam arti pihak keduanya
sangat diperhatikan oleh franhcisee karena bersifat independen dalam arti berdiri
franchisee harus memperhitungkan sampai sendiri, biaya franchise, bantuan yang
berapa lama ia mampu mengembalikan diberikan franchisor, nama usaha usaha
investasinya. franchisee, lokasi usaha franhchisee, tahap
pra operasi, tahap operasi, waktu kerja,
8. Anak Perusahaan (company penggantian dan pembiayaan biaya, pajak-
owned unit) pajak, modifikasi sistem, tanda dan merek,
Persyaratan lainnya yang juga asuransi, pemeriksaan usaha dan tempat
penting sebagai salah satu kriteria untuk usaha, pindah lokasi, laporan operasional
menjadi franchisor adalah perusahaan dan biaya administrasi, perpanjangan
tersebut sebaiknya memiliki 1 (satu) anak franhcise, biaya perpanjangan franchise,
cabang perusahaan sendiri. Hal ini selain sanksi apabila beroperasi tanpa
membantu franchisor untuk lebih memperpanjang perjanjian, rahasia sistem,
memahami seluk bisnisnya juga dapat pengehentian perjanjian, prosedur setelah
membantu franhcisee dalam menghadapi penghentian, perubahan perjanjian,
persoalan operasional. (Dirjend.pembinaan integritas perjanjian, milik eksklusif, serta
pengusaha kecil departemen koperasi dan domisili hukum. Keseluruhan unsur yang
pembinaan pengusaha kecil 1995) tercantum sebagai pokok-pokok dalam
perjanjian franchise diatas menurut penulis
Kedelapan hal tersebut diatas telah memenuhi syarat minimal dari segi
menurut penulis bukan saja penting untuk hukum dan memenuhi kriteria sebagai
franchisor di dalam mempersiapkan sitem perjanjian yang cukup baik dan
11

memberikan perlindungan yang cukup Dalam perjanjian bisnis franchise


seimbang bagi kedua belah pihak. harus dibuat secara tertulis.Karena
Usaha positif yang dilakukan oleh perjanjian bisnis franchise dibuat secara
Departemen Koperasi dan Pembinaan tertulis maka harus di daftarkan ke
Pengusaha Kecil ini menurut penulis secara Direktorat Jenderal HAKI untuk
minimal telah memenuhi syarat untuk dapat memberikan perlindungan hukum baik bagi
dipakai oleh para pihak yanh franchisor maupun franchisee.
berkepentingan dengan bisnis Franchise. Penyelesaian dalam pelanggaran
Format bisnis yang dijadikan kontrak bisnis franchise dapat melalui
percontohan telah disusun cukup baik dan proses litigasi maupun non litgasi.
menyentuh segenap aspek, sebagai bahan
masukan dalam menyusun pengaturan lebih B. Saran
lanjut yang berupa Surat Keputusan Bagi pemerintah, perlu adanya
Menteri agar Format bisnis yang disusun ini peraturan khusus yang mengatur tentang
dapat mengembangkan usaha perjanjian bisnis franchise. Sehingga
pengembangan franchise di Indonesia. terjamin perlindungan hukum bagi para
Penulis berpendapat bahwa fanchisor dan franchisee.
pengaturan mengenai isi minimum dari Dalam proses persetujuan dan
perjanjian Franchise yang akan penandatangagan kontrak perjanjian bisnis
ditandatangani sebaiknya diatur pula dalam franchise, sebaiknya ada beberapa saksi
PP 16/97 atau dalam peraturan pemerintah yang menyertai.
baru yang dibuat untuk menyempurnakan Hendaknya dalam perjanjian bisnis
PP 16/97 dan bukan dengan produk hukum franchise di buat di hadapan notaris.
yang berupa surat keputusan menteri. Dalam kontrak bisnis perjanjian
Pengaturannya lebih baik berupa franchise, cara penyelesaian terhadap
pengaturan pemerintah karena untuk pelanggaran kontrak bisnis perjanjian harus
pengaturan ini lebih menjamin unsur jelas proses litigasi atau non litigasi yang
kepastian hukum sehingga dapat menjadi akan ditempuh.
daya tarik bagi calon-calon franhcisor asing Dalam penyelesaian terhadap
di indonesia. pelanggaran kontrak bisnis franchise
hendaknya selalu mengutamakan alternatif
KESIMPULAN DAN SARAN penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
A. Kesimpulan
Karena belum adanya aturan khusus DAFTAR PUSTAKA
dalam peraturan perundang-undangan di
Indonesia mengenai kontrak perjanjian Amir Karamoy. 1996.Sukses Lewat
franchise, maka azaz kebebasan berkontrak Waralaba. P.T.Jurnalindo Aksara
di jadikan sebagai dasar dalam membuat Grafika.Jakarta
perjanjian bisnis franchise. B.Simatupang, Richard. 1992. Aspek-aspek
Dalam perjanjian bisnis franchise, Hukum dalam Bisnis. P.T. Rineka
bagi franchisor dan franchisee azas Cipta. Jakarta
kebebasan berkontrak terletak pada saat Fuady, Munir.2001 Hukum Kontrak (dari
mereka mendatangani draft perjanjian sudut Pandang Hukum Bisnis). P.T.
kontrak dan dianggap telah tahu dan Citra Aditya Bakti. Bandung
membaca isi pasal-pasal dalam perjanjian
bisnis franchise tersebut.
12

Franchise dalam menunjang Pembanguna Trans Nasional.P.T. Citra Aditya


Ekonomi di Jakarta, 14-16 Desember Bhakti.Bandung
1993.BPHN.Jakarta Sunandar Turyang.1996. Persaingan Yang
Hardjowidigdo, Rooseno.1993. Perspektif tidak wajar dalam dunia bisnis
PengaturanPerjanjianFranchise.Maka Indonesia.
lah Pertemuan Ilmiah Tentang Usaha Jurnal Hukum Indonesia. Jurnal Hukum
Hukum Bisnis Lisensi . P..T.Raja Grafindo Ekonomi. Edisi IV.Mei 1996
Persada. Jakarta Undang-Undang Dasar 1945. Bina Pustaka
Harsono Abi Sunarto.1989.Hak Milik Tama. Surabaya
Intelektual Khusunya Paten dan V, Winarto . 1991. Ceramah : Profit
Merek. Akademika Presindo . Franchising di Indonesia.
Bandung Departemen Perdagangan. Jakarta
Insan, Budi Maulana. 2000. Pelangi HAKI V, Winarto. 1995. Pengembangan Waralaba
dan Anti Monopoli. Pusat Studi (Franchising di Indonesia) Aspek
Hukum FH UII Yogyakarta Hukum dan Non Hukum. P.T. Citra
Keputusan Menteri Perindustrian dan Aditya Bakti. Bandung
Perdagangan Republik Indonesia No Widjaya Gunawan. 2001. Waralaba. P.T.
259/MPP/Kep/7/1997 tentang Grafindo Persada. Jakarta
ketentuan dan Tata cara pelaksanaan Widjaya. Gunawan. 2002. Seri
Pendaftaran Usaha Waralaba
Martin Mendelshon. 1997. Franchising
Petunjuk Praktus Bagi Franchisor
dan Franchisee.P..T. Pusatak
Binaman Presindo. Jakarta
Murti Sumarni, Johan Suprihanto. 1999.
Pengantar Bisnis Dasar-dasar
Ekonomi Perusahaan. Liberty.
Jakarta
Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 1997
tentang Waralaba. LN No 49 Tahun
1998.TLN No.3689
Ruslan Shaleh.1987. Seluk Beluk Praktis
Lisensi. Sinar Grafika. Jakrta
Saidin. 1997. Aspek Hukum Hak Kekayaan
Intelektual. Penerbit P.T. Raja
Grafindo Persada . Jakarta
Sembiring Sentosa. 2002. Prosedur Dan
Tata Cara Memperoleh Hak
Kekayaan Intelektual. Cetakan
Pertama. Penerbit Irama Widya.
Bandung
Subekti. 1975. Pokok-pokok dari Hukum
Perdata. P.T. Intermasa. Jakarta
Sumardi, Juanjir. 1995 Aspek-aspek
Hukum Franchise dan Perusahaan

You might also like