You are on page 1of 10

Disain Teknologi

Jurnal Proses Keamanan Pangan pada


Industri Pertanian (2017) …………
Sistem Manajemen
27 (2):172-181 Terakreditasi DIKTI No 32a/E/KPT/2017
ISSN: 0216-3160 EISSN: 2252-3901 Tersedia online http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnaltin
Nomor DOI: 10.24961/j.tek.ind.pert.2017.27.2.172

DISAIN PROSES KEAMANAN PANGAN PADA SISTEM MANAJEMEN


INDUSTRI PAKAN UNGGAS

PROCESS DESIGN FOR FOOD SAFETY CONSIDERATIONIN THE


POULTRY FEED INDUSTRIAL MANAGEMENT SYSTEM

Legis Tsaniyah, Hartisari Hardjomidjojo, dan Sapta Raharja

Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
Kampus IPB – Dramaga P.O. Box 220 Bogor 16002, Indonesia
Email: legis.tsaherman@gmail.com

Makalah: Diterima 16 Januari 2017; Diperbaiki 2 Agustus 2017; Disetujui 10 Agustus 2017

ABSTRACT

The feed industry shall maintain quality and food safety of their products. The research conducted in
the year of 2015-2016 was to design the optimum condition of food safety consideration for feed industries in
Indonesia. Feed for livestock was formulated by using corn meal, soya protein, fish meals, rice bran, veterinary
drugs, steam, and other ingredients. Growth promotor materials were formulated from vitamin, antibiotics,
amino acid, methylene blue, and other trace elements also were added in the formulation. The feed ingredients
are potential sources of food safety hazard in feed products. Result of model analysis found the major sources of
food safety risks, i.e.1) veterinary drugs residues (X1); 2) aflatoxin potential in humid corn meals (X2), and3)
alfatoxin potential in humid soya meal (X3). Minimisation model formulated for food safety in feed production
was Z = 13.78 X1 + 10.00 X2 + 7.67 X3. The optimisation model by using simplex solution found maximum
bioaccumulation value index of 93.33 per ton feed production. The verification model done for two feed
industries and calculated bioaccumulation index were 20.16 and 24.43 per ton livestock feed production. The
result concluded that the feed produced by both industries have been recommended safe to consume. The
optimum condition for food safety in livestock feed industry interpreted from this optimal conditions.
Keywords: bioaccumulation index, food safety risk minimization, livestock feed industry

ABSTRAK

Produk industri pakan harus dipelihara mutu produk dan keamanan pangannya dari bahaya pangan.
Penelitian yang dilakukan pada kurun waktu tahun 2015-2016 ditujukan untuk merancang kondisi optimal
keamanan pangan bagi produksi industri pakan unggas di Indonesia. Pakan unggas diformulasi menggunakan
bulir jagung, konsentrat protein kedelai, tepung ikan, dedak, obat hewan, steam, dan sejumlah bahan imbuhan
pakan lainnya. Bahan pendukung pertumbuhan diformulasi dari vitamin, antibiotik, asam amino, metilen biru,
dan beberapa bahan tambahan lainnya. Bahan tambaan pakan berpotensial untuk mengkontribusi bahaya
keamanan pangan dalam produk pakan. Analisis model menunjukkan bahwa sumber utama resiko keamanan
pangan adalah: 1) residu obat hewan (X1); 2) potensi aflatoxin pada bulir jagung yang basah (X2) dan 3) potensi
alfatoxin pada tepung kedelai yang basah (X3). Formulasi model minimisasi untuk keamanan pangan dalam
produksi pakan adalah Z = 13,78 X1 + 10,00 X2 + 7,67 X3. Optimisasi model menggunakan simplex
menghasilkan kondisi maksimum nilai indeks bioakumulasi sebesar 93,33 per ton produksi pakan.Verifikasi
model dilakukan pada dua industri pakan unggas dan indeks bioakumulasi dihitung masing-masing 20,16 dan
24,43 per ton produksi pakan unggas. Hasil produksi pakan unggas untuk kedua industri tersebut masih
direkomendasikan di bawah batas aman dalam produk pakan. Kondisi optimal keamanan pangan pada industri
pakan diinterpretasikan dari kondisi optimal tersebut.
Kata kunci: indeks bioakumulasi, minimisasi resiko keamanan pangan, industri pakan unggas
PENDAHULUAN perhatian lebih dipusatkan pada kesehatan dan
pertumbuhan ternak.
Sistem manajemen keamanan pangan Pakan yang dikonsumsi unggas memiliki
merupakan suatu sistem yang dirancang untuk resiko residu yang cukup tinggi dalam kasus bahaya
mengendalikan dan mendeteksi bahaya yang pangan, karena komposisi bahan jenis serealia pada
berpeluang mengontaminasi produk pangan sedini pakan unggas dapat mencapai 60% (Kementan,
mungkin. Penerapan sistem keamanan pangan pada 2015) sehingga memungkinkan bahaya residu tinggi
industri pakan adalah salah satu upaya pencegahan seperti misalnya kandungan aflatoksin. Hal ini
bahaya keamanan pangan untuk produk pangan hasil menjadi beresiko terlebih karena ternak unggas
ternak.Penerapan sistem keamanan pangan pada merupakan hewan monogastrik (Brufau dan Tacon,
industri pakan belum banyak dilakukan, karena 1999).

172
*Penulis Korespodensi Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181
Legis Tsaniyah, Hartisari Hardjomidjojo, dan Sapta Raharja

Penerapan sistem manajemen keamanan boleh dipergunakan sepanjang masih memenuhi


pangan pada industri pakan dimulai dari pengawasan ketentuan Maximum residu limit for veterinery drugs
bahan baku yang masuk sampai pengelolaan produk (MRLVD). Dari kelompok antibiotika berdasarkan
pakan jadi. Pengawasan yang dilakukan berdasarkan SK Dirjen Peternakan tertanggal 23 Juli 1991, telah
informasi bahan berbahaya yang digunakan pada terdaftar sebanyak 19 jenis dan dari kelompok non
produk pakan. Bahaya pangan yang bersifat fisik, antibiotika terdaftar sebanyak 25 jenis.
kimia dan biologis menjadi perhatian pengelolaan Mikotoksin pada umumnya ditemukan pada
sistem tersebut. Pengetahuan mengenai sistem bahan pakan seperti jagung, sorghum, gandum,
manajemen keamanan pangan dan penerapannya bekatul, bungkil kapuk, kacang tanah, dan legum
pada industri dapat menjadi dasar dalam pengelolaan lainnya. Sebagian besar mycotoxin bersifat stabil dan
produksi pakan yang aman. tidak bisa rusak oleh pemrosesan pakan
Kementerian perindustrian mencatat atauteknik screening. Mycotoxin atau metabolitnya
perlambatan pertumbuhan industri pakan pada kurun dapat dideteksi pada daging, viscera, susu, dan telur.
waktu tahun 2014-2015 seiring dengan fluktuasi Tepung ikan ditambahkan ke dalam formulasi pakan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat untuk memberikan asupan protein, disamping
yang mempengaruhi pembelian bahan baku, kondisi protein dari kedelai. Tepung ikan hasil penelitian
tersebut diperhitungkan menekan kinerja Kennedy et al. (2004) mengandung histamin
pertumbuhan industri pakan ternak dari 15% mencapai 138,2 g/g bahkan beberapa di antaranya
menjadi 12%. Namun secara umum dilihat dari ada yang melebihi 200 g/g. Batas maksimum yang
tingkat produksi, industri pakan ternak mengalami diijinkan WHO untuk histamin adalah 0,02 g/g.
pertumbuhan rata-rata 8,4% dalam periode lima Upaya tambahan untuk mempertahankan
tahun terakhir (Kemenperin, 2015). Ketergantungan kadar air tak lebih dari 15% agar tidak terserang
impor pada pakan ternak sangat tinggi hingga 80%, kapang, pada produk pakan ditambahkan metilen
seiring dengan adanya kendala produktivitas bahan biru. Metilen biru dikenal sebagai anti jamur dan
pakan di dalam negeri. Industri pakan ternak masih biasa dipergunakan pada ikan air tawar.Sifat
harus mengimpor jagung sebagai salah satu bahan antimikrobial metilen biru tampak pada
baku, apalagi kontribusi penggunaan jagung sebagai Staphylococcus aureus dan Enterococcus faecalis
bahan baku pakan ternak diperkirakan berkisar 50- (Gueorgieva et al., 2010). Logam berat
51%. Setidaknya 83% produksi pakan dialokasikan dikhawatirkan masuk melalui residu pertisida organo
untuk unggas, 7% untuk budidaya ikan, 6% untuk logam, steam dan korosif mesin produksi. Logam
babi, 1% untuk pakan ternak lainnya. Di Indonesia, berat teridentifikasi pada steam saat dilakukan
unggas memiliki proporsi populasi terbesar dari penyaringan menggunakan karbon aktif, dimana Cu
distribusi hewan ternak. (II) dan Pb (II) dapat dipisahkan (Zaini et al., 2010).
Mutu keamanan pangan dapat berkaitan Pada bidang teknologi proses produksi,
dengan pakan, misalnya mencakup salmonellosis, industri pakan unggas di Indonesia menghadapi
mycotoxicosis, kadar residu obat dan bahan kimia permasalahan cukup rumit pada pengadaan bahan
yang dapat mengganggu kesehatan manusia apabila baku. Jagung pasokan dalam negeri menurut
dikonsumsi (Brufau dan Tacon, 1999). Pakan yang penelitian Setyawatidharmaputra (2002) memiliki
berkualitas buruk tidak hanya berbahaya bagi ternak, kualitas kurang memadai dengan kadar air dapat
tetapi juga bagi manusia yang mengonsumsi produk mencapai 30% dan beresiko kandungan kapang
ternak tersebut. Indikator kualitas pakan antara lain sangat tinggi. Resiko keamanan pangan dapat timbul
dari kandungan nutriennya, bentuk fisik, serta dari proses pengeringan yang tidak sempurna, di
kontaminasi pakan. Perlu diperbaharui adalah mana potensi besar jagung ditumbuhi kapang.
konsepsi bahwa pakan ternak dapat diambil dari Bahan-bahan seperti asam amino, vitamin, dan obat-
limbah sebagaimana ditulis Sukria dan Krisnan obatan hewan umumnya dicampur terlebih dahulu
(2009), dengan memasukkan serat perasan buah, dalam mixer kecil dan produknya dinamakan pre
lumpur minyak sawit, ampas tebu, dan berbagai mix. Produk pre mix tersebut disesuaikan dengan
limbah pertanian sebagai bahan baku pakan. Konsep jenis produk yang ingin dibuat, di mana
kelompok peneliti The Feed Chain in Action peruntukannya bagi anak unggas, pertumbuhan
(FEFAC) di Eropa tahun 2014 memperkenalkan (growth promotor), unggas petelur, bahkan dapat
bahwa untuk keamanan pangan, hendaknya benar- untuk pesanan khusus saat wabah penyakit hewan.
benar memisahkan limbah dan bahan pakan. Resiko yang timbul dari tahap pre mixing adalah
Pakan ternak unggas diformulasi dari bahan kesalahan penimbangan yang mengakibatkan
baku jagung, protein kedele, tepung ikan, dedak, kelebihan kadar obat-obatan yang dicampur.
obat-obatan, air dalam bentuk steam, dan acap kali Proses pencampuran dilakukan dengan
diperkaya dengan Meat Bovine Meal (MBM). Obat- mixer utama, di mana dicampurkan bahan premix,
obatan yang sering ditambahkan adalah growth jagung serpih, dan sumber protein.Campuran
promotor yang berisi berbagai vitamin, antibiotik, selanjutnya direkatkan dengan steam untuk dicetak
dan methylen blue. Menurut ketentuan CODEX menjadi pellet. Secara ringkas teknologi proses
dalam CAC/RCP 38 Tahun 1993, obat-obatan masih

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181 173


Disain Proses Keamanan Pangan pada Sistem Manajemen …………

produksi dan resiko keamanan pangan pada sistem dan informasi bahan berbahaya bagi pangan yang
industri pakan unggas dapat dilihat pada Gambar 1. digunakan pada produk pakan dan kemungkinan
Model program jaminan mutu pakan terikut pada produk hasil peternakan, d) Studi dapat
menurut Stark dan Jones (2009) mengandung enam memberikan gambaran penerapan sistem
komponen: 1) pembelian dan penerimaan bahan; 2) pengelolaan produksi pakan yang memenuhi
pengendalian proses dan produksi pakan; 3) Inspeksi persyaratan kemanan pangan standar internasional.
produk jadi dan pelabelan;4) pengapalan dan
penyerahan; 5) sanitasi dan pengendalian hama; 6) METODE PENELITIAN
Investigasi produk pakan dan penarikan produk.
Pendekatan Hazard Analysis Critical Control Points Kerangka Pemikiran
(HACCP) untuk pengendalian mutu produk Konsepsi dasar studi ini adalah upaya
peternakan dikemukakan oleh Thahir et al. (2005). pengendalian resiko seminimal mungkin pada rantai
Standar GMP+ yang diperuntukkan khusus untuk industri pakan, dengan prinsip from farm to table
pakan telah diperkenalkan pada tahun 1992. Maksud atau dari lahan hingga hidangan. Sebagai sasaran
tanda + sebenarnya adalah terintegrasi dengan akhir adalah konsumen yang mengkonsumsi produk
HACCP. Tahun 2010 Food and Agriculture dari ternak, seperti daging, susu, dan telur,sementara
Organization of The United Nations and konsumen antara adalah ternak itu sendiri.
International Feed Industry Federation Pada studi minimisasi resiko keamanan
mengeluarkan Good Practises for The Feed Industry pangan di industri pakan secara khusus hanya
yang menerapkan panduan Codex pada Good membahas sub sistem produksi di industri pakan.
Animal Feeding. Pengendalian proses dan formulasi menjadi fokus
Tujuan penelitian dilakukan ini adalah disain model, sehingga ditemukan permodelanyang
untuk meminimalkan resiko kamanan pangan pada bertujuan untuk memperoleh kondisi optimal
sistem manajemen produksi pakan serta keamanan pangan.Secara umum rancangan sistem
merekomendasikan kondisi optimal pada sistem tersebut disajikan pada Gambar 2.
produksi industri pakan untuk keamanan pangan,
dengan sasaran antara yang akan dicapai adalah : a) Tahapan Analisis dan Disain Model
analisis proses produksi pakan untuk mengetahui Tahapan analisis penetapan kondisi optimal
tingkat keamanan pangan pada produk pakan, b) keamanan pangan pada industri pakan unggas adalah
mengidentifikasi bahan berbahaya bagi pangan pada sebagai berikut :
produk pakan, c) mengevaluasi dan mengoptimalkan a. Mengidentifikasi komposisi serta prosentase
keamanan pangan dari sistem produksi pakan, d) setiap bahan baku yang digunakan dalam
merekomendasikan kondisi optimal keamanan formulasi pakan.
pangan pada proses produksi industri pakan ternak. b. Mengidentifikasiprosedur dan standar keamanan
Batasan dan ruang lingkup dalam studi pangan yang dapat meminimumkan bahaya
minimisasi resiko pada sistem manajemen industri keamanan pangan pada produk pakan
pakan adalah sebagai berikut : a) Studi produksi c. Mengidentifikasi tapahan proses produksi pakan
pakan yang difokuskan pada rantai pasok meliputi dan resikonyaterhadap keamanan pangan
stakeholder unit penerimaan, quality control dan d. Mengidentifikasi bahan berbahaya bersifat fisik,
produksi, b) Studi ini membahas pencegahan kimia dan biologis dalam pakan dan mengetahui
kemungkinan masuknya bahaya pangan yang peluang untuk dapat mengontaminasi produk
bersifat fisik, kimia maupun biologis, c) Studi untuk hasil peternakan
industri pakan unggas ini dapat memberikan data

Gambar 1. Diagram alir proses produksi pakan unggas dan potensi resiko keamanan pangannya (Tsaniyah et al.
2014 diolah

174 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181


Legis Tsaniyah, Hartisari Hardjomidjojo, dan Sapta Raharja

Gambar 2. Kerangka sistem manajemen keamanan pangan pada industri pakan

e. Merancang kondisi optimal keamanan pangan adalah pohon keputusan Codex, sebagaimana
pada sistem manajemen produksi pakan unggas. dipublikasikan dalam standard Codex Alimentarius
Commission (CAC), Recommendation Code of
Asesmen bahaya Practises (RCP) Rev. 3 Tahun 2003. Hasil
Asesmen bahaya dilaksanakan, untuk penentuan CCP pada tiga industri responden tersebut
menetapkan setiap bahaya keamanan pangan yang disajikan pada Tabel 1.
diidentifikasi, apakah penghilangan dan
pengurangan bahaya sampai pada batas yang dapat Perancangan dan Optimasi Model Keamanan
diterima tersebut penting dalam memproduksi Pangan Industri Pakan
pangan yang aman, dan apakah pengendaliannya Hasil analisis bahaya dan penetapan CCP
diperlukan agar batas yang dapat diterima terpenuhi. Tabel 1 menunjukkan bahwa histamin tepung ikan,
Setiap bahaya keamanan pangan dievaluasi sesuai kadar air hasil pengeringan jagung, dan
dengan keparahan dari dampak negatif kesehatan penimbangan obat-obatan pada pre mixer menjadi
dan kemungkinan terjadinya bahaya. titik kendali kritis. Ketiga CCP tersebut dijadikan
dasar pada perancangan model linear untuk menilai
Model Matematika Resiko Keamanan Pangan keamanan pangan di Industri pakan. Bahaya (hazard)
pada Produk Pakan dalam bahan pakan diformulasikan sebagai fungsi
Formulasi yang dibuat dalam penelitian ini dari: 1) residu obat-obatan ternak (X1), dan 2)
adalah khusus untuk meminimalkan resiko aflatoksin pada jagung (X2) maupun tepung kedele
keamanan pangan pada produk pakan.Bahaya (X3) yang masing-masing direpresentasikan sebagai
(hazard) dalam bahan pakan diformulasikan sebagai proporsi jagung atau kedele basah.
fungsi dari beberapa faktor resiko berikut: Berdasarkan analisis data Bioakumulasi
1. Residu obat, akibat penggunaan obat ternak pada penelitian Murdiati (1997) kandungan antibiotik
Pre mix pada daging ayam di pasar Indonesia mencapai
2. Kandungan histamin, akibat penggunaan tepung 41,35% dari Maximum Residual Limit (MRL), di
ikan sebagai sumber protein mana indeks bioakumulasi antibiotik pada daging
3. Mikotoksin, dari penggunaan serealia (jagung, ayam yakni 13,78. Adapun nilai maksimum
kedele, dedak). aflatoksin yang ditemukan pada unggas oleh
Kajunam et al. (2013) adalah 3,65 mg/kg berat
Bahan-bahan lainnya diasumsikan sangat badan, sehingga indeks bioakumulasinya dapat
kecil pengaruhnya dalam formulasi skala pabrik, diperhitungkan senilai 73,00. Fungsi tujuan dalam
sehingga diabaikan. Resiko keamanan pangan permodelan resiko keamanan pangan produksi pakan
diformulasikan sebagai bahaya (hazard) yang dapat ternak menjadi:
timbul dari formulasi keamanan pangan H (Hazard)
= f (factor resiko). Z = 13,78 X1 + (0,137* 73) X2 + (0,105*73) X3,
Z = 13,78 X1 + 10,00 X2 + 7,67 X3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dilakukan minimisasi Z atau Indeks Resiko
Analisa Bahaya Keamanan Pangan dan Bioakumulasi
Penentuan Titik Kendali Kritis
Setelah melakukan analisis bahaya dan Fungsi kendala
memastikan bahaya signifikan, perusahaan a. 73 X2+ 73X3 ≤ 150,5 kg untuk 1 Ton Produksi,
selanjutnya menentukan titik kendali kritis (critical atau X2 + X3 ≤ 2,06
control points-CCP).Metoda yang dipergunakan

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181 175


Disain Proses Keamanan Pangan pada Sistem Manajemen …………

b. 3X1+X3 ≤ 300,7 kg untuk 1 Ton Produksi, atau Perusahaan pakan responden memberikan data hasil
(3 x 13.78) X1+73X3 ≤ 300,7 atau X1 + 1,77 X3 pengendalian kadar air dalam bentuk data rataan
≤ 7,27 sebulan, selama satu tahun 2015. Dengan data yang
c. X1 ≤ 0,003 kg, dihitung dari panduan WHO 3 tersedia dilakukan analisis diagram kendali
µg/kg atau dalam indeks Bioakumulasi X1 ≤ 0,04 menggunakan rentang bergerak (Moving range).
d. Semua X1, X2, dan X3 ≥ 0 Hasil analisis menunjukkan bahwa proses
pengendalian CCP kadar air jagung pada pabrik
Penyelesaian menggunakan metoda tersebut disajikan pada Gambar 4, di mana
simpleks yang dikembangkan oleh aplikasi pengendalian tersebut terlihat bagus dan handal
linearoptimizationlite dan hingga iterasi ke-3 (Capable) dengan indeks Cp 1,58.
simpleks, menghasilkan kondisi optimal
sebagaimana Tabel 2. Perancangan dan Pembahasan Kondisi Proses
Optimal Keamanan Pangan pada Produksi
Nilai Z minimum diperoleh pada : Pakan Unggas
Rancangan sistem produksi untuk
-Z = - 13,78 (0,04) –10,00 (6,14) - 7,67 ( 4,08) = - memenuhi persyaratan keamanan pangan pada pakan
(-93,33) = 93,33 unggas, disesuaikan dengan hasil optimal upaya
menekan resiko bahaya. Bahaya signifikan yang
Indeks Bioakumulasi bahan berbahaya yang masih diidentifikasi dari beberapa sistem produksi pakan di
dapat ditoleransi dalam sistem produksi pakan Indonesia adalah residu obat-obatan hewan, kapang
unggas adalah 93,33. dari bulir jagung yang basah, mikotoksin dari tepung
Kondisi optimal indeks Bioakumulasi konsentrat serealia seperti kedele, dan biogenik amin
tersebut selanjutnya diverifikasi menggunakan data atau histamin dari tepung ikan. Bahaya yang
operasi dua pabrik pakan di Medan (Industri 1) dan ditimbulkan tersebut dapat berasal dari bahan baku
di Gresik (Industri 2). Hasil evaluasi produksi pada dan dapat pula dari proses produksi sebagai berikut:
kedua perusahaan tersebut di atas, menunjukkan
bahwa resiko keamanan pangan pada produksi pakan Penerimaan Bahan Baku
di kedua perusahaan masih berada dalam batas Bahan baku jagung yang dipergunakan
aman, sebagaimana disajikan pada Gambar 3. sebenarnya harus memiliki kadar air maksimal 15%.
Kadar air 15% menurut Stark dan Jones (2009) dapat
Analisis Proses PengendalianCritical Control mengurangi serangan kapang dan serangga, sehingga
Point (CCP) memperlambat proses pembusukan. Penelitian yang
Keberhasilan industri pakan responden dilakukan Rahayu et al. (1996) menunjukkan bahwa
mencapai indeks bioakumulai kontaminasi berada di kadar air jagung petani dan pedagang yang mencapai
bawah nilai standar maksimal didukung oleh upaya 20% terbukti mengandung aflatoksin bahkan lebih
pengendalian CCP kadar air bahan baku jagung dari 300 ppb.
dalam sistem manajemen keamanan pangan.

Tabel 1. Rangkuman hasil penetapan CCP beberapa perusaaan pakan responden

Tahapan Potensi Bahaya Sumber dan Penyebab


Industri 1 Industri 2 Industri 3
Proses Bahaya
Penerimaan Kapang Bulir jagung basah yang
NOT CCP CCP NOT CCP
Jagung (Aspergillus sp.) ditumbuhi kapang
Penerimaan Mikotoksin Kadar air tepung meningkat
Tepung kedele (aflatoksin) dan/atau sudah mengandung NOT CCP CCP NOT CCP
aflatoksin
Penerimaan Histamin Tepung ikan telah mengandung
- CCP CCP
Tepung Ikan histamine >20 ppm
Pengeringan Kapang Bulir jagung basah karena
CCP CCP CCP
Jagung (Aspergillus sp.) kurang kering (ka >15%)
Silo Jagung Kapang Bulir jagung basah karena
NOT CCP CCP NOT CCP
(Aspergillus sp.) kelembaban (ka >15%)
Pre Mixer Residu Obat Kelebihan takaran saat
CCP CCP CCP
penimbangan obat hewan
Pembuatan Kapang Kegagalan pendinginan pelet,
NOT CCP NOT CCP CCP
Pelet (Aspergillus sp.) kadar air meningkat

176 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181


Legis Tsaniyah, Hartisari Hardjomidjojo, dan Sapta Raharja

Tabel 2. Hasil eksekusi minimisasi fungsi bioakumulsi bahan berbahaya pada produksi pakan unggas
CB Variabel Cj 13,78 10,00 7,67 0 0 0 Indeks
Basis bi x1 x2 x3 s1 s2 s3
7,67 x3 4,0847458 0 0 1 0,5649718 0 -0,564972 -7,23
10.00 x2 6,1447458 0 1 0 0,5649718 0 0,4350282 14,124935
13,78 x1 0,04 1 0 0 0 0 1 0,04
Zi-Cj 93,328658 0 0 0 9,9830508 0 13,795949

Pada prakteknya setiap industri pakan skala konsensus ukuran partikel jagung atau shorgum pada
besar, selalu menyediakan alat pengering (Corn pakan broiler optimalnya adalah 600 dan 900 µm.
Dryer) untuk menyeragamkan kadar air jagung yang Perlu ditegaskan tak hanya ukuran partikel saja yang
akan dipergunakan hingga mencapai 14% perlu diperhatikan, tetapi juga keseragaman ukuran
(Pasandaran, 2003). Mesin pengering dapat partikel, karena berhubungan dengan keberterimaan
mengurangi kadar air jagung menjadi 15%, sehingga unggas. Ukuran dan bentuk juga mempengaruhi
beberapa perusahaan masih dapat menampung kesenangan unggas.
jagung basah hingga 30% (Ecocert, 2009). Tepung Hammer mill adalah alat pengecil ukuran
kedele pada pabrik besar, diterima dalam keadaan jagung yang terdiri dari satu set palu yang bergerak
bulk di dalam kontainer, kemudian ditimbun di dengan kecepatan tingi dalam suatu ruang,di mana
dalam gudang bahan baku. Persyaratan kadar air pengecilan ukuran dilakukan terhadap bulir jagung
tepung kedele juga sama, menurut Lefferts et al. hingga dapat melalui suatu saringan yang ditentukan.
(2007) maksimum 14%. Menurut Chuanzhonget al. (2012), laju penggilingan
Tepung ikan dipergunakan sebagai sumber dapat mencapai 3800 rpm (laju ujung palu 79,6
protein pada pakan ternak, karena jumlahnya meter/detik).
tersedia di Indonesia. Penelitian Kennedy et al.
(2004) menyimpulkan bahwa sejumlah tepung ikan Pre Mixing
di pasaran yang dipergunakan untuk formulasi Pre mixing adalah mempersiapkan
pakan, mengandung histamin bahkan mencapai lebih beberapa bahan tambahan pakan yang disesuaikan
dari 200 µg/g. Eropa memberikan batasan kadar dengan kebutuhan, dicampur secara terpisah terlebih
histamin pada produk pangan 50 ppm (50 mg/kg). dahulu, sebelum dicampur ke dalam mixer utama.
Sementara itu Australia dan Selandia Baru Menurut Lefferts et al. (2007), komposisi pakan
menetapkan batas histamin pada ikan dan produk ternak membutuhkan asam amino, mineral,
perikanan tidak boleh lebih dari 200 mg/kg (Bremer energidan bahan baku. Sejumlah asam amino,
et al., 2003). vitamin, dan mineral, umumnya dicampur tersendiri
dan dinamakan Premix (Frikha et al., 2011).
Pengeringan Jagung Hasil analisis bahaya keamanan pangan
Jagung yang akan diolah, terlebih dahulu yang dilakukan oleh beberapa industri, perhatian
diseragamkan kadar airnya tidak lebih dari 14% utama ditujukan pada formulasi pre mix yang
melalui suatu proses pengeringan, walaupun memasukkan obat-obat hewan. Lembaga FDA
beberapa perusahaan masih memungkinkan membatasi penggunaan bahan aktif antibiotika tak
penerimaan jagung hingga 30%. Keseluruhan jagung lebih dari 2 g per ton cake dan tak lebih dari 3
dikeringkan pada mesin pengering tipe-kolom, pound cake yang dipakai dalam satu ton pakan.
menggunakan temperatur udara yang dipanaskan Dengan demikian maka antibiotik padaproduk
pada 82-116oC. Pengeringan dilakukan selama 24 pakan dibatasi sekitar 0,002 ppm (Lefferts et al.,
jam dikuti dengan pendinginan 48 jam. 2007).
Karena proses pengeringan dapat berjalan Ketepatan ukuran sangat diperlukan pada
lamban, jagung yang memiliki kadar air kurang dari penyusunan formula Pre Mixing, sehingga kalibrasi
18% tidak direkomendasikan untuk dikeringkan timbangan yang dipergunakan sangatlah penting.
bersama jagung basah berkadar air di atas 25%. Stark dan Jones (2009) mempersyaratkan akurasi
Apabila jagung tercampur, maka direkomendasikan timbangan dalam sistem pengawasan mutu di
untuk mempercepat laju alir pengeringan. Untuk industri pakan. Pengecekan timbangan harus
memperoleh waktu pendinginan yang diinginkan, dilakukan secara berkala, timbangan harus setiap
diberikan aliran udara panas minimum 0,5 ft3 per minggu, timbangan batch diperiksa setiap bulan, dan
menit untuk setiap tumpukan jagung panas. Juga semua timbangan dan alat ukur dikalibrasi ulang
diperlukan 1 ft2 celah pengeluaran di atas bagi secara resmi setahun sekali.
setiap 1000 ft3/menit kapasitas kipas.
Mixing
Penggilingan Jagung Mixing merupakan salah satu proses
Penggilingan jagung diperlukan untuk penting di dalam produksi pakan di mana
memperoleh ukuran yang sesuai dan disukai oleh kekhawatiran timbul pada: 1) ketidak-cukupan
ternak. Amerah et al. (2007), mencatat bahwa waktu pencampuran; 2) pengoperasian di luar

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181 177


Disain Proses Keamanan Pangan pada Sistem Manajemen …………

kapasitas; dan 3) kerusakan peralatan mixing.Setiap mendeteksi setiap kemasan karung yang telah siap
curah campuran harus diperiksa secara dikirim ke gudang produksi.
rutin.Menurut Stark dan Jones (2009), waktu Rancangan kondisi optimal keamanan
pencampuran harus diperiksa efektifitasnya pangan pada industri pakan unggas meliputi proses
setidaknya dua kali dalam setahun. penerimaan bahan baku, pengeringan jagung,
Indikator pencampuran yang dipergunakan penyimpanan jagung, penggilingan jagung, pre
adalah Koefisien Keragaman (Coefficient of mixing, mixing dan granulasi, hingga pengepakan
Variation – CV). Campuran dikatakan homogen sebagaimana disajikan pada Gambar 5.
apabila nilai CV maksimal 10%, sementara batas CV
maksimal adalah 15% (Stark dan Jones, 2009). KESIMPULAN DAN SARAN
Menurut EFMC (2009), akurasi dan efisiensi proses
pencampuran harus diperiksa berkala tak boleh lebih Kesimpulan
dari enam bulan untuk menjamin bahan tambahan Analisa resiko dan penentuan titik kendali
pakan tersebar merata dalam campuran. kritis penerapan HACCP di industri pakan unggas,
menemukan bahwa kadar histamine pada bahan
Pembuatan Pelet baku tepung ikan, kadar air pada bahan baku jagung,
Aglomerasi lebih lanjut dilakukan pada dan konsentrasi obat-batan pada premix merupakan
proses pembuatan pelet, dibantu dengan steam. Pelet titik kendali keritis (CCP). Disusun model resiko
umumnya berdiameter 10/64”hingga 48/64” dan keamanan pangan berdasarkan CCP dengan peubah
berbentuk silinder, walaupun dapat pula oval, kotak, bebas yang diperhatikan adalah jagung basah, kedele
atau triangular. Diameter terbesar yang ditemukan terkontaminasi, dan residu obat.Sementara fungsi
dapat mencapai 1-1/4” hingga 1-3/8”, tetapi jarang. tujuan yang disusun adalah kemampuan
Penggunaan steam pada penyesuaian dan bioakumulasi dan Bioakumulasi yang dikonversikan
pembuatan pelet dimaksudkan agar bahan pakan dalam indeks bioakumulasi. Optimisasi model
mudah dicerna melalui pemecahan pati. melalui minimisasi resiko bahaya bioakumulasi
Kostadinović et al. (2013) menyebutkan bahwa di tersebut menentukan titik terbaik pada indeks 93,33
bawah proses panas dan lembab menggunakan per ton produksi pakan unggas.
steam, menyebabkan pati tergelatinisasi dan Verifikasi yang dilakukan terhadap hasil
membantu melekatkan partikel. Waktu tinggal dalam produksi dari dua industri menemukan indeks
pengkondisian direkomendasikan sekitar 20 detik, masing-masing 20,16 dan 24,43 per ton produksi
namun tetap bervariasi pada beberapa pabrik. pakan unggas. Nilai tersebut masih jauh daripada
Setelah pengkondisian tersebut, partikel dimasukkan nilai maksimal yang ditemukan pada kondisi
ke dalam mesin palet, yang berupa gayaroller optimal, sehingga produksi kedua pabrik tersebut
berputar di mana bahan memasuki cetakan dengan disimpulkan aman untuk dikonsumsi.
diameter lebih kecil dari ¾ inci.
Penggunaan panas steam dapat Saran
meningkatkan kadar air produk dengan aturan setiap Penelitian ini dibatasi hanya pada sistem
penambahan 1% kadar air pakan berasal dari steam, produksi pangan unggas, namun demikian masih
akibat peningkatan temperatur 10oC. Peningkatan saja belum terlalu spesifik mengingat terdapat
kadar air tersebut terus meningkat saat pendinginan banyak formulasi yang dilakukan pada unggas
pelet. Beberapa paberik kemudian menambahkan hingga kelompok umur tertentu ataupun spesifik
bubuk Metilen biru dalam jumlah yang sangat kecil bagi kelompok petelur dan pedaging.
(secukupnya) dalam campuran untuk menyerap Manajemen pengendalian produksi pakan
kelebihan air tersebut, sekaligus berfungsi sebagai unggas yang dapat memberikan kepastian keamanan
pencegah pertumbuhan kapang. pangan apabila dilakukan melalui penerapan GMP+.
Di dalam GMP+ juga meliputi penerapan Higien,
Pengepakan Sanitasi pabrik pakan serta cara produksi pakan yang
Produk jadi segera dimasukkan ke dalam baik, dan HACCP.
kemasan karung, setelah ditimbang sesuai dengan Pengembangan sistem keamanan pangan
ukuran yang diinginkan. Proses pengepakan pada industri pakan masih kurang di Indonesia
dilakukan dengan cepat sehingga peluang sehingga diperlukan suatu sistem regulasi yang dapat
kontaminasi menjadi kecil, karena langsung dijahit. mengakselerasi pertumbuhannya. Pabrik-pabrik
Tag tanda produksi dijahit bersama saat proses skala besar berskala internasional mulai peduli pada
penutupan. Sementara label telah dicetak di karung sistem manajemen keamanan pangan, namun pabrik
sesuai dengan spesifikasi pakan yang dibuat. skala kecil masih perlu mendapat pembinaan lanjut
Standar EFMC (2009) mewajibkan
pemasangan peralatan deteksi logam (metal
detection) dan magnet untuk pemeriksaan teratur
terhadap kontaminasi logam pada produk pakan.
Metal detector diletakkan di atas konveyor yang

178 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181


Legis Tsaniyah, Hartisari Hardjomidjojo, dan Sapta Raharja

Gambar 5. Rancangan proses optimal produksi pakan unggas untuk meminimalisasikan resiko keamanan pangan

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181 179


Disain Proses Keamanan Pangan pada Sistem Manajemen …………

DAFTAR PUSTAKA Kennedy B, Karunasagar I, dan Karunasagar I. 2004.


Histamine level in fishmeal and shrimp
Amerah AM, Ravindran V, Lentle RG, Thomas DG. feed marketed in India. Asian Fish. Sci. 17:
2007. Feed particle size: Implications on 9-19.
the digestion and performance of poultry. Kementerian Perindustrian. 2014. Rencana Induk
Journal Worlds Poultry Science. 63: 439- Prioritas Pengembangan Industri Nasional
455. 2015-2035. Jakarta: Kemenperin.
Bremer PJ, Fletcher GC, dan Osborne C, Kementerian Pertanian RI. 2015. Outlook
2003.Scombrotoxin in seafood.New Komoditas Pertanian Subsektor Tanaman
Zealand Institute for Crop and Food Pangan : Jagung 2015. Pusat Data dan
Research Limited.A Crown Research Sistem Informasi, Kementerian Pertanian
Institute.www.crop.cri.nz/home/research/m RI., Jakarta.
arine/pathogens/Scombrotoxin.pdf. [24 Juni _______________________. 2015. Statistika
2014]. Peternakan dan Kesehatan Hewan 2015.
Brufau J dan Tacon A. 1999. Animal feeding and Direktorat Jenderal Peternakan dan
food safety : Report of a FAO expert Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian
consultation. cahiers options RI, Jakarta.
méditerranéennes 37 : 155 – 193. Kostadinović LM, Teodosin SJ, Spasevski NJ,
Chuanzhong X, Liying C, Pei Wu,Yanhua Ma, Ding Đuragić OM, Banjac VV, Vukmirović ĐM,
Han. 2012. Development on a hammer Sredanović SA. 2013. Effect of pelleting
mill with separate sieving device. and expanding processes on stability of
Teknomnika Indonesian Journal Elec.Eng. vitamin E in animal feeds. J Food and Feed
10 (6): 1151-1156. Research. 40 (2): 109-114.
Codex. 1993. Reccomended International Code of Lees P dan Potter T. 2011. Antimicrobial resistance
Practice for Control of The Use of in farm animals: origins, mechanisms,
Veterinary Dugs. CAC/RCP 38. avoiandce, implication. J Research and
Ecocert. 2009. Processing Animal Feed. Guidilines Dev. 172: 1-9.
nO26: Rules on Compositin and Labelling Lefferts LY, M Kucharski, SMcKenzie, dan P
of Animal Feed. Walker. 2007. Feed for Food-Producing
EFMC. 2009. European Feed Manufacturers Guide Animals: A Resources on Ingredients, the
Community guide to good practice for the Industry, and Regulation. The John
EU industrial compound feed and Hopkins Center for a Livable Future,
premixture manufacturing sector for food Bloomberg School of Public Health.
producing animals Version 1.1 FEFAC, Baltimore.
London. Murdiati TB. 1997. Pemakaian antibiotic dalam
EPSA. 2010. Application of systematic review usaha peternakan. Wartazoa. 6 (1) : 18-22.
methodology to food and feed safety National Office of Animal Health (NOAH). 2001.
assessments to support decision making. Antibiotics for animals.
EPSA J. 8(6):1-10 http://www.noah.co.uk/issues/antibiotics.ht
FEFAC. 2014. The Feed Chain in Action Animal m. [6 Mei 2014].
Nutrition –the key to animal performance, Pasandaran E dan Kasrino F. 2003. Sekilas
health & welfare. FEFAC Aisbl, Brussel. Ekonomi Jagung Indonesia : Suatu Studi di
Frikha M, Safaa HM, Serrano MP, EJimenez M, Sentra Utama Produksi Jagung, Eknomi
Lazaro R, Mateos GG. 2011. Influence of Jagung Nasional. Balitbang Pertanian,
the main cereal in the diet and particle size Kementerian Pertanian.
of the cereal on productive performance Rahayu ES, Rahardjo S, dan Rahmianna AA. 1996.
and digestive traits of brown-egg laying Cemaran aflatoksin pada produksi jagung di
pullets. Journal Animal Feed Scince Jawa Timur. Laporan Penelitian Badan
Techno. 164: 106-115. Ketahanan Pangan Prov. Jawa Timur.
Gueorgieval T, Slavcho D, Violeta D, Vasil K, Riha PD, Alekshandra KB, David JE, GonzalezLima
Marieta B, Vanya M, Ivan A, Vaselin K. F. 2005. Memory facilitation by methylene
2010. Susceptibility of S. Aureus to blue: Dose-dependent effect on behaviour
methylene blue haemotoporphyrin, and brain oxygen consumption. Europian J.
phtalocyanines photodynamic effects. J. Pharmacolgy 511: 151– 158.
IMAB-Anno Preceed. 16 (4). Setyawatidharmaputra O. 2002. Review on
Kajunam FF, Emba, dan Mosha RD. 2013. aflatoxin in Indonesia food-and feedstufffs
Surveillance of aflatoxin B1 contamination and their products. Biotropia No. 19: 12-
in BA chicken commercial feed in 16.
Morogoro, Tanzania. Lifestock Research
for Rural Development 25 (3):21-26.

180 Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181


Legis Tsaniyah, Hartisari Hardjomidjojo, dan Sapta Raharja

Stark CR dan Jones FT. 2009. Quality assurance Yuningsih. 2002. Fishmeal quality using for
program in feed manufacturing. Feedstuffs. livestock feed materials and its toxicity.
16: 60-65. Wartazoa. 12 (3): 108-113.
Sukria HA dan Krisnan R. 2009. Resources And Zaini MAA, Yoshimasa A, dan Motoi M. 2010.
Availability Of Feed Raw Materials In Adsorption of heavy metals onto activated
Indonesia. Bogor: IPB Press. carbons derived from polyacrylonitrile
Tsaniyah L, Hardjomidjojo H, dan Raharja S. 2014. fiber. Journal Hazardous Material. 180:
Optimisasi model keamanan pangan pada 552–560.
sistem manajemen industri pakan. proceed.
National IDEC 2014 Seminar-Surakarta.
WHO. 2008. World Health Statistics. WHO Press,
Geneva, http://www.who.int/whosis/
whostat /EN_WHS08_Full.pdf. Diakses 6
Maret 2014.

Jurnal Teknologi Industri Pertanian 27 (2): 172-181 181

You might also like