You are on page 1of 20

Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan p-ISSN 2548 – 298X

Akreditasi No. 32a/E/KPT/2017 e-ISSN 2548 – 5024


DOI: 10.24034/j25485024.y2017.v1.i4.2597

PENGARUH TATA KELOLA DAN E-GOVERNMENT TERHADAP KORUPSI

Dwi Prihatni Amrih Rahayuningtyas


dwiprihatni@gmail.com
Dyah Setyaningrum
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

ABSTRACT

This study evaluated the effect of governance characteristics and e-government on corruption in Indonesia. The
study used 172 samples of local government data on three years, i.e: 2011, 2012 and 2013. The governance
characteristics measured by accountability, fairness, decentralization, transparency, professionalism and
responsiveness. The e-Government variables were measured by the Rating of Index e-Government (PeGI). The
processing data using logistic methode with Stata12. Results showed that accountability, professionalism,
governance index and e-government reduced the corruption probability, while the decentralization increased it.
On the other hand, the fairness, transparency and responsiveness have not been able to play a role in decreasing
the level of corruption. In addition, the study provides additional results that the implementation of comprehensive
governance can reduce the level of corruption. It was indicated that monitoring system should be improved by
monitoring follow up the auditor recommendation, increase the apparatus professionalism and increase
implementation of e-government. As well as the importance of implementing comprehensive governance in efforts
to reduce the level of corruption.

Key words: good government governance; e-government; local government

ABSTRAK

Penelitian ini mengevaluasi secara empiris pengaruh karakteristik tata kelola pemerintahan dan e-
government terhadap korupsi di Indonesia dengan menggunakan sampel 172 pemerintah daerah pada
tahun 2011 hingga tahun 2013. Karakteristik tata kelola pemerintahan dalam penelitian ini diukur
melalui akuntabilitas, fairness, desentralisasi, transparansi, profesionalisme dan responsiveness. Variabel
e-government diukur dengan Peringkat e-Government Indonesia. Metode penelitian menggunakan model
logistik dengan program Stata12. Penelitian ini dilengkapi dengan penghitungan indeks tata kelola
pemerintahan yang diolah dengan metode PCA. Hasil penelitian menunjukkan penerapan
akuntabilitas, profesionalisme dan e-government berpengaruh negatif menurunkan probabilitas korupsi,
sedangkan desentralisasi justru meningkatkan probabilitas terjadinya korupsi. Sedangkan fairness,
transparansi dan responsiveness belum mampu berperan dalam penurunan tingkat korupsi. Selain itu,
penelitian memberikan hasil tambahan bahwa pelaksanaan tata kelola pemerintahan secara
komprehensif mampu menurunkan tingkat korupsi. Penelitian ini memberikan rekomendasi bagi
pemerintah guna penurunan korupsi adalah meningkatkan pengawasan atas tindak lanjut
rekomendasi, profesionalisme aparat dan penerapan e-government. Serta pentingnya pelaksanaan tata
kelola pemerintahan yang komprehensif dalam upaya penurunan tingkat korupsi.

Kata kunci: tata kelola pemerintahan, e-government, pemerintah daerah

PENDAHULUAN berpengaruh pada tingkat investasi yang


Korupsi merupakan penyebab hambat- rendah yang berdampak pada penurunan
an pertumbuhan, perkembangan dan ke- tingkat ekonomi dan pengangguran yang
makmuran rakyat pada berbagai negara tinggi. Berdasarkan data yang dikeluarkan
(Sharma dan Arup, 2015). Karena dengan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW),
adanya korupsi pada pemerintahan, maka selama semester pertama tahun 2015 me-
431
432 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

nunjukkan bahwa pelaku korupsi didomi- perbaikan penyelenggaraan negara dan pe-
nasi oleh pejabat kementerian dan pejabat nerapan RB, mendorong pemerintah men-
daerah (CNN Indonesia, 2015). desain prinsip-prinsip GGG, diantaranya
Tata kelola yang baik diyakini mampu dilakukan oleh Kementerian Pendayaguna-
menurunkan terjadinya tingkat korupsi an dan Aparatur Negara dan Reformasi
(Hofheimer, 2006) karena tercapainya tata Birokrasi (Kemenpan RB), Badan Perencana-
kelola pemerintahan yang baik pada sektor an Pembangunan Nasional (Bappenas) serta
publik ditandai dengan sistem penyeleng- pembentukan Sub Komite Publik (SKP) pada
garaan negara yang terbebas dari korupsi Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG, 2010). Penerapan tata kelola pe- (KNKG).
merintahan yang baik atau good government Karakteristik tata kelola di Indonesia
governance (GGG) telah banyak dilakukan telah diteliti sebelumnya oleh Kristiansen, et
berbagai negara untuk mencegah dan me- al., (2009), Saputra (2012), Masyitoh et al.
nurunkan korupsi. Meski demikian, tata (2015) dan Rahmawati (2015). Hasil pe-
kelola yang berhasil diterapkan pada satu nelitian Kristiansen et al. (2009) menunjuk-
negara belum tentu dapat diterapkan di ne- kan bahwa pemerintah daerah (pemda) di
gara lain karena adanya perbedaan budaya, Indonesia perlu meningkatkan tingkat
kondisi geografi dan lingkungan politik transparansi guna pencapaian GGG. Selain
(Hofheimer, 2006). Adanya perbedaan ter- itu, pelaksanaan akuntabilitas di Indonesia
sebut menyebabkan karakteristik tata kelola yang tercermin dari opini dan tindak lanjut
yang diterapkan harus fleksibel dan di- hasil pemeriksaan terbukti mampu ber-
sesuaikan dengan perbedaan yang ada. Se- pengaruh dalam menurunkan tingkat
bagai contoh, pelaksanaan tata kelola pe- korupsi (Masyitoh et al., 2015). Studi kasus
merintahan yang dapat menurunkan risiko yang dilaksanakan di Kabupaten Luwu
korupsi di Korea, India, Italia, Singapura, menunjukkan bahwa untuk mencapai GGG,
Meksiko dan Georgia adalah transparansi, pemda perlu meningkatkan partisipasi
akuntabilitas, fainess, responsiveness, inovasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas
dan partisipasi yang dipraktikkan dalam (Rahmawati, 2015). Saputra (2012) me-
penguatan sistem pengawasan, peningkatan nunjukkan bahwa desentralisasi justru ber-
interaksi antara pemerintah dan masyarakat, pengaruh pada peningkatan tingkat korupsi,
penyederhanaan prosedur, ketepatan waktu sedangkan akuntabilitas berperan dalam
dalam pelaporan, penerapan standar pe- menurunkan dampak positif desentralisasi
laporan, peningkatan pengungkapan aset terhadap korupsi. Fiorino et al. (2015) me-
pemerintah secara online serta perbaikan nyatakan peran desentralisasi dalam pe-
sistem data pemerintahan, sedangkan pe- nurunan tingkat korupsi meningkat apabila
merintah Maroko menerapkan profesiona- didukung dengan penerapan tata kelola
lisme dan integritas sebagai karakteristik pemerintahan yang baik.
tata kelola guna menurunkan tingkat korup- Tata kelola pemerintahan akan berjalan
si yang diwujudkan dalam mekanisme optimal apabila didukung dengan trans-
pengaduan pelanggan dan peningkatan paransi pada instansi pemerintah (Rasul,
keahlian aparat (UNDP, 2014). 2009; Kristiansen, et al., 2009 dan KNKG,
Perbaikan tata kelola pemerintahan di 2010). Peran transparansi dalam penurunan
Indonesia dilakukan melalui Reformasi Biro- tingkat korupsi pada sektor publik tidak
krasi (RB). Tujuan reformasi birokrasi adalah dapat secara langsung menjadi hubungan
terwujudnya tata kelola pemerintahan se- sebab akibat (Kolstad dan Wiig, 2009). Trans-
cara profesional, mampu beradaptasi de- paransi hendaknya mempunyai kemampu-
ngan lingkungan yang dinamis, tingkat an untuk diakses masyarakat, selain itu tidak
kinerja yang tinggi dan bebas dari KKN semua informasi yang diungkapkan terkait
(Perpres No. 81 Tahun 2010). Pentingnya dengan korupsi.
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 433

Karakteristik GGG berikutnya menurut pemerintah untuk mengurangi tingkat ko-


KNKG (2010) adalah profesionalisme. Pe- rupsi yang telah banyak digunakan peme-
ngertian profesionalisme adalah aparat pe- rintah saat ini (Bertot et al., 2010) serta dapat
merintah dengan kompetensi tertentu yang dijadikan sebagai strategi suatu negara
bertugas sesuai dengan norma, prosedur dan untuk melibatkan masyarakatnya untuk me-
standar yang berlaku. Pengembangan sum- lakukan pengawasan pada kinerja peme-
ber daya manusia pada pemerintahan salah rintah (Klitgaard, 1998). Pelaksaan e-govern-
satunya dilaksanakan melalui pendidikan ment di Indonesia diatur dalam Instruksi
dan pelatihan (Diklat) Pegawai Negeri Sipil Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang Kebija-
yang diatur dalam PP No. 101 Tahun 2000. kan dan Strategi Nasional Pengembangan E-
Tujuan diklat bagi aparat pemerintah adalah Government, yang menyatakan e-government
peningkatan pengetahuan, keahlian, ketram- merupakan salah satu strategi pemerintah
pilan dan profesionalisme, daya inovasi, yang dapat mendukung tata kelola pe-
terciptanya pelayanan kepada masyarakat merintahan melalui peningkatan efisiensi,
yang lebih baik serta terwujudnya ke- efektifitas, transparansi dan tingkat akunta-
selarasan visi dalam menjalankan peme- bilitas.
rintahan, menjunjung tinggi nilai dan norma Tingginya tingkat korupsi di Indonesia
serta meningkatkan integritas dalam me- disebabkan buruknya penyelenggaraan pe-
mangku jabatan sehingga menunjang ter- merintahan di Indonesia guna mengatasinya
ciptanya GGG. pemerintah berupaya menerapkan reformasi
Karakteristik tata kelola lainnya yang birokrasi yang bertujuan memperbaiki tata
belum menjadi pertimbangan dalam pe- kelola pemerintahan di Indonesia, melalui
nelitian sebelumnya adalah responsiveness peningkatan prinsip-prinsip GGG yang di-
yang didefinisikan bahwa pemerintah cepat kembangkan Bappenas dan KNKG. Peneliti-
tanggap dalam memberikan pelayanan ke- an terdahulu telah meneliti pengaruh prinsip
pada masyarakat. Pelayanan yang ber- GGG yakni akuntabilitas, transparansi,
kualitas yang dapat mendorong GGG adalah partisipasi dan desentralisasi pada penge-
pelayanan yang baik, transparan dan cepat lolaan pemda di Indonesia (Kristiansen et al.
(Bappenas, 2007). Salah satu usaha peme- 2009; Masyitoh et al., 2015; Rahmawati, 2015
rintah dalam meningkatkan pelayan dalam dan Setyaningrum et al., 2017). Akan tetapi
hal perizinan kepada masyarakat adalah penelitian belum mencakup prinsip lain
melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu yakni responsiveness dan profesionalisme,
(PTSP) yang bertujuan mempermudah pro- sehingga menjadi motivasi dalam penelitian
ses perijinan, meningkatkan transparansi, ini untuk meneliti dampak dari kedua prin-
penyederhanaan prosedur perizinan yang sip tersebut serta pelaksanaan e-government
dilakukan pada satu tempat sehingga me- terhadap korupsi. Penelitian ini berkontri-
nurunkan peluang terjadinya korupsi. busi dalam meneliti pengaruh GGG ter-
Mekanisme lain yang ditempuh pe- hadap korupsi dengan menambahkan
merintah adalah pelaksanaan e-government. karakteristik GGG lainnya yakni trans-
Penerapan teknologi informasi dan komuni- paransi, profesionalisme serta responsiveness
kasi (ICT) dan aplikasinya oleh pemerintah- yang belum diteliti pada penelitian ter-
an dalam rangka penyediaan informasi dan dahulu (Masyitoh et al., 2015; Liu dan Lin,
pelayanan publik disebut dengan e-govern- 2012). Pada penelitian terdahulu hanya
ment (UNDP, 2014). Peningkatan informasi mencakup akuntabilitas yang tercermin dari
yang dapat diakses masyarakat menurunkan opini, tingkat tindak lanjut hasil pemeriksa-
adanya asimetri informasi yang dapat men- an dan desentralisasi. Dampak GGG dengan
jadi salah satu penyebab korupsi (Elbah- pengukuran yang komprehensif menjadi
nasawy, 2014). Keunggulan e-government hasil tambahan dalam penelitian ini, karena
menjadi sarana yang efektif dan efisien bagi pada penelitian terdahulu hanya meneliti
434 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

pengaruh GGG terhadap tingkat korupsi dikenal dengan istilah asimetri informasi.
secara parsial. Pengukuran komprehensif Asimetri informasi menimbulkan moral
dilakukan dengan metode principle compo- hazard pada agen yang mendorongnya
nent analysis. Metode tersebut mampu meng- melakukan berbagai tindakan yang ber-
kombinasikan karakteristik yang ada men- tentangan dengan kepentingan prinsipal,
jadi satu ukuran yang komprehensif (Setya- guna mengamankan posisi dan mengambil
ningrum et al., 2013). Penelitian tambahan keuntungan yang sebesar-besarnya yang
tersebut bertujuan mengetahui apakah akhirnya mengorbankan kepentingan pu-
karakteristik GGG pada penelitian ini secara blik. Korupsi terjadi apabila kepentingan
komprehensif mampu menurunkan proba- umum dikorbankan untuk kepentingan
bilitas terjadinya korupsi. pribadi disertai adanya usaha untuk mem-
perkaya agen dengan tindakan yang me-
TINJAUAN TEORETIS rugikan principal.
Teori Keagenan
Teori Keagenan menggambarkan ikatan Korupsi
kontrak yang muncul karena adanya inter- Menurut UU No. 31 Tahun 1999 me-
aksi principal dan agen, peran agen adalah ngenai Pemberantasan Tindak Pidana
sebagai perwakilan dari principal. Pen- Korupsi, korupsi adalah setiap orang yang
dekatan principal dan agen merupakan teori dengan sengaja melakukan perbuatan mem-
yang tepat untuk menggambarkan terjadi- perkaya diri sendiri atau orang lain atau
nya korupsi. Zimmerman (1977) menyata- suatu korporasi yang dapat merugikan
kan bahwa penerapan teori keagenan pada keuangan negara dan perekonomian negara.
pemda, yakni masyarakat (selanjutnya di- Rasul (2009) menyatakan bahwa penyebab
sebut principal) sebagai pemilih politisi yang korupsi di Indonesia adalah tidak dilaksana-
memimpin daerah dan pegawai pemerintah kannya prinsip GGG dalam penyelenggara-
yang bertindak mewakili masyarakat (se- an negara, yaitu pemerintahan yang bersifat
lanjutnya disebut sebagai agen). Adanya sentralistik, kurangnya pengawasan dan
kontrak yang berisi pemisahan antara princi- pembangunan yang tidak berbasis kerakyat-
pal dan pengelola (agen) memunculkan an. Pendapat lain mengenai penyebab
adanya konflik. Korupsi pada sektor publik korupsi adalah teori GONE yang dikaitkan
yang dijelaskan dalam pendekatan teori dengan ilmu psikologi (Bologna, 1993). Pe-
keagenan berelasi dengan kepemimpinan nyebab korupsi terdiri dari empat penyebab,
politik. Masyarakat sebagai principal mem- yakni Greed (kerakusan), Opportunity (ke-
percayakan wewenang kepada pejabat sempatan), Need (kebutuhan) dan Expose
publik sebagai agen. Agen yang diberikan (hukuman yang ringan). Klitgaard (1998)
wewenang adalah para politisi maupun menyatakan bahwa korupsi disebabkan oleh
pejabat pemerintah lainnya yang memiliki adanya sistem yang memberikan monopoli
kepentingan yang berbeda dengan principal, secara resmi kepada aparat pemerintah
bahkan seringkali menyimpang dari ke- dalam penyaluran barang dan jasa serta
pentingan principal. adanya kebijakan untuk menerima beberapa
Hopkin (1997) menyatakan bahwa biaya klien tertentu, serta kurangnya akuntabilitas,
pengawasan yang mahal menyebabkan agen maka sistem menjadi rentan pada pemerasan
memiliki kebebasan dalam menjalankan dan penyuapan.
fungsinya dan muncullah kecenderungan Tindak pidana korupsi menurut UU No.
untuk lebih mementingkan kepentingan 31 Tahun Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun
mereka. Tidak berjalannya fungsi pengawas- 2001 menyatakan bahwa yang termasuk
an dengan baik menyebabkan perbedaan tindakan korupsi meliputi tindakan yang
tingkat informasi yang dimiliki masyarakat merugikan keuangan negara, praktik suap
sebagai principal dengan agen atau yang menyuap, penggelapan, pemerasan, berbuat
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 435

curang terkait dengan jabatan serta grati- E-Government


fikasi. Korupsi tidak hanya berupa perilaku E-governmet adalah bagaimana peme-
menyimpang yang sistematik dan rumit rintah bekerja secara efektif, melakukan
tetapi justru bersifat sederhana (Widja- penyebaran informasi dan melakukan pe-
jabrata dan Zacchea, 2004). layanan kepada masyarakat secara lebih baik
(UNDP, 2014). Peningkatan pelayanan, pe-
Tata Kelola Pemerintahan (Good Govern- nyebaran informasi dan jasa kepada masya-
ment Governance) rakat oleh pemda kepada masyarakat, swas-
Arti good dalam good governance adalah ta dan agen pemerintah tersebut dilakukan
menjunjung tinggi amanat rakyat, me- dengan sarana internet atau teknologi digital
nyelenggarakan pemerintahan dengan tuju- lainnya (Elbahnasawy, 2014). Sehingga de-
an peningkatan kemandirian, pembangunan ngan adanya e-governmet, diharapkan dapat
yang berkelanjutan dan mencapai keadilan mengurangi adanya asimetri informasi.
sosial. Penyelenggaraan pemerintahan yang Teori keagenan menyatakan bahwa
bebas dari korupsi menjadi indikasi telah adanya asimetri informasi memunculkan
tercapainya GGG (KNKG, 2010). adanya moral hazard agen sehingga muncul-
Guna merancang sistem penyelenggara- lah perilaku menyimpang. Korupsi ter-
an negara yang baik, Bappenas menetapkan masuk dalam salah satu perilaku menyim-
beberapa prinsip GGG (Bappenas, 2007) pang yang dilakukan oleh agen yang muncul
antara lain visionary, keterbukaan dan trans- karena asimetri informasi tersebut (Elbah-
paransi, partisipasi masyarakat, akuntabili- nasawy, 2014). Dengan adanya asimetri
tas, penegakan hukum, demokrasi, profesio- informasi pengetahuan administrasi agen
nalisme dan kompetensi, responsiveness, efisi- yang dalam penelitian ini adalah pemda,
ensi dan efektivitas, desentralisasi, kemitra- lebih banyak daripada masyarakat yang
an antara swasta dan masyarakat, penurun- berada pada posisi pincipal. Pemda sebagai
an tingkat kesenjangan, komitmen dengan agen kemudian melakukan tindakan yang
perlindungan lingkungan hidup serta ter- oportunis untuk kepentingannya sendiri dan
capainya pasar yang fair. Selain Bappenas, mengambil keuntungan dengan kekuatan
badan yang mendesain tata kelola peme- yang dimiliki, sehingga memicu adanya
rintahan supaya tercapai GGG adalah tindakan menyimpang seperti korupsi, pen-
KNKG. Komite ini merupakan tim yang curian, fraud, maupun kolusi dan nepo-
beranggotakan pihak-pihak yang ahli dan tisme. Sehingga, dalam memberantas korup-
berkepentingan dengan GGG yang bertuju- si diperlukan adanya peningkatan hubung-
an menyusun konsep mengenai penerapan an antara pemda dan masyarakat dengan
GGG di Indonesia (KNKG, 2010). Prinsip menurunkan kesenjangan informasi yang
GGG menurut KNKG adalah akuntabilitas, ada dan meningkatkan pertanggungjawaban
pengawasan, responsiveness, profesionalisme, pemda kepada masyarakat.
efisiensi dan efektivitas, transparansi, ke- Penerapan e-government di Indonesia
wajaran dan kesetaraan, wawasan ke depan, dievaluasi oleh Kementerian Komunikasi
partisipasi dan penegakan hukum. Peneliti- dan Informatika baik pada Kementerian/
an ini menganalisis GGG dengan mengguna- Lembaga maupun tingkat pemda baik
kan prinsip GGG yang telah dikembangkan provinsi maupun kabupaten/kota. Tujuan
oleh KNKG. Beberapa komponen yang evaluasi adalah pemetaan pelaksanaan
diteliti dampaknya terhadap korupsi antara teknologi informasi dan komunikasi pada
lain akuntabilitas, fairness, desentralisasi, instansi pemerintah sehingga mampu men-
transparansi, profesionalisme dan responsive- dorong tercapainya reformasi birokrasi me-
ness. Komponen lainnya tidak diteliti, di- lalui pengembangan dan peningkatan man-
karenakan tidak tersedianya data untuk faat e-government di seluruh Indonesia
melakukan pengukuran. (Kominfo, 2015). Berikut ini adalah dimensi
436 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

yang dievaluasi pada pelaksanaan Peme- mencegah terjadinya korupsi (UNDP, 2014).
ringkatan e-Government Indonesia: Dimensi Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
Kebijakan, Dimensi Kelembagaan, Dimensi penerapan akuntabilitas dalam GGG ter-
Infrastruktur, Dimensi Aplikasi dan Dimensi bukti mampu berperan dalam menurunkan
Perencanaan. korupsi (Setyaningrum, et al., 2017).
Selain komponen tata kelola peme- Berdasarkan pemaparan dan penelitian
rintahan dan penerapan e-government pada terdahulu, maka hipotesis penelitian ini
penelitian ini, aspek lain yang telah terbukti adalah:
berpengaruh terhadap korupsi pada peme- H1 : Tingkat Akuntabilitas menurunkan
rintahan adalah tingkat pendidikan masya- probabilitas terjadinya korupsi.
rakat (Liu dan Lin, 2012), tingkat gaji aparat
pemerintah (Treisman, 2000; Liu dan Lin, Pengaruh Tingkat Fairness LKPD terhadap
2012; Dong dan Torgler, 2012) serta kerumit- Probabilitas terjadinya Korupsi
an organisasi pemerintah (Prud’homme, Prinsip kewajaran (fairness) adalah ke-
1995; Nurhasanah, 2016) patuhan aparat pemerintah terhadap stan-
dar dan peraturan yang berlaku (KNKG,
Pengembangan Hipotesis 2010). Keterkaitan antara kewajaran laporan
Pengaruh Tingkat Akuntabilitas terhadap keuangan dan tata kelola adalah, dengan
Probabilitas terjadinya Korupsi informasi dari laporan yang wajar sebagai
Pencapaian GGG yang dicerminkan dasar pengambilan keputusan, maka akan
dengan pemerintahan yang bebas dari meningkatkan kualitas keputusan yang
korupsi mengharuskan adanya akuntabilitas diambil (Heuer et al., 2007). Informasi yang
(KNKG, 2010). Akuntabilitas menunjukkan dihasilkan oleh organisasi merupakan alat
adanya komitmen serta tanggungjawab apa- manajemen untuk mengambil keputusan
ratur negara terhadap tugas yang dilaksana- dan evaluasi, sehingga kewajaran informasi
kan. Proses pertanggungjawaban berjalan yang disampaikan sangat mempengaruhi
baik saat tugas pokok dan fungsi pe- pembuat keputusan. Tingkat fairness lapor-
nyelenggara negara dijalankan mengacu an keuangan pemda di Indonesia diperiksa
pada standar yang ditetapkan (Al-Mahayreh oleh auditor BPK yang diukur dengan opini
dan Abedel-qader, 2015). Keterkaitan antara yang dihasilkan atas pemeriksaan BPK.
akuntabilitas dan korupsi adalah dengan Opini tersebut diharapkan mampu menjadi
pertanggungjawaban yang baik maka aparat whistle blower mengenai penyimpangan di
pemerintah menjalankan tugas secara jujur pemda baik bagi masyarakat maupun pe-
dengan mengacu pada peraturan per- mimpin instansi, sehingga pada tahun
undang-undangan yang berlaku, sehingga berikutnya tidak terjadi lagi.
mengurangi adanya kecenderungan untuk Penelitian pada pemerintahan daerah di
melakukan penyalahgunaan wewenang dan Indonesia menunjukkan bahwa opini audit
tindak korupsi, sedangkan penelitian di Cina tidak mampu secara signifikan meme-
oleh Liu dan Lin (2012) menunjukkan bahwa ngaruhi tingkat korupsi di Indonesia (Heri-
akuntabilitas yang tercermin dari temuan ningsih dan Merita, 2013). Hasil yang ber
auditor berpengaruh positif terhadap korup- lawanan diperoleh dari penelitian yang di-
si, dan tindak lanjut hasil audit berpengaruh lakukan Masyitoh et al. (2015), yang meng-
negatif terhadap tingkat korupsi. Pelaksana- ungkapkan bahwa opini audit memberikan
an akuntabilitas di Korea yang diwujudkan dampak signifikan, yakni menyebabkan
dengan laporan berisi perencanaan program penurunan tingkat korupsi. Opini audit
kerja pemerintah telah dijalankan dengan dapat menurunkan tingkat korupsi, karena
baik dan pencegahan proyek yang tidak kualitas hasil audit yang tercermin dengan
sesuai dengan standar terbukti mampu opini wajar memberikan keyakinan bahwa
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 437

informasi keuangan yang disajikan telah dan penelitian terdahulu, maka hipo- tesis
akurat dan akuntabel. Selain itu, opini wajar penelitian ini adalah:
diberikan kepada pemda apabila pemda H3 : Tingkat Desentralisasi fiskal menurun-
menyusun laporan keuangan yang sesuai kan probabilitas terjadinya korupsi.
dengan standar akuntansi yang ditetapkan
serta ketaatan pada sistem pengendalian Pengaruh Tingkat Transparansi terhadap
internal sehingga menguangi kemungkinan Probabilitas terjadinya Korupsi
tindakan menyimpang yang mengarah Transparansi merupakan kemudahan
kepada tindak korupsi. Merujuk pada pe- masyarakat dalam mengakses informasi
nelitian terdahulu yang telah diuraikan dan secara tepat waktu, dapat dipercaya baik
pendapat yang ada, penelitian ini berusaha informasi mengenai ekonomi, sosial, politik
membuktikan bahwa keterkaitan antara sesuai dengan kebutuhan pemangku ke-
tingkat fairness dan korupsi adalah: pentingan (Kolstad dan Wiig, 2009; Al-
H2 : Tingkat fairness LKPD menurunkan Mahayreh dan Abedel-qader, 2015). Dampak
probabilitas terjadinya korupsi. transparansi secara langsung pada korupsi
dicontohkan dengan biaya yang muncul dari
Pengaruh Tingkat Desentralisasi terhadap penggunaan sumber daya tanpa adanya
Probabilitas terjadinya Korupsi transparansi maka tidak akan terlihat apa-
Desentralisasi diharapkan meningkat- kah aparat telah melakukan korupsi atau
kan kinerja pemda (Goel dan Nelson, 2011). tidak (Kolstad dan Wiig, 2009). Meskipun
Akan tetapi, munculnya desentralisasi dan demikian, informasi yang mendukung trans-
otonomi justru dapat menimbulkan ber- paransi harus relevan dengan kasus korupsi
kurangnya pengawasan yang dapat men- yang kemungkinan dilakukan oleh aparat
dorong lajunya korupsi di sektor publik pemerintah misalnya informasi mengenai
(Maravic, 2007). pendapatan pemerintah, pengeluaran mau-
Penelitian Wu (2005) menunjukkan bah- pun kontrak serta pembelian barang oleh
wa desentralisasi tanpa disertai dengan aparat.
dengan akuntabilitas justru berdampak Lindstedt dan Naurin (2010) menyata-
positif terhadap tingkat korupsi. Adanya kan bahwa transparansi yang tercermin dari
desentralisasi meningkatkan keleluasaan kebebasan media merupakan alat yang
pemda dalam mengatur keuangan, sehingga dapat menurunkan tingkat korupsi. Meski-
meningkatkan peluang terjadinya korupsi pun demikian, transparansi tidak dapat
apabila tidak disertai dengan sistem pengen- memberikan dampak negatif terhadap
dalian yang memadai (Klitgaard, 1998), korupsi apabila tanpa disertai akuntabilitas
sedangkan penelitian Saputra (2012) me- dan publikasi yang memadai. Penerapan
nunjukkan mempunyai pengaruh negatif transparansi dalam GGG pada instansi
terhadap tingkat korupsi. pemerintah di Indonesia didefinisikan se-
Keberadaan desentralisasi meningkat- bagai pengungkapan dan penyediaan infor-
kan adanya pengawasan dengan terpencar- masi yang mencukupi, relevan bagi pe-
nya wewenang yang dimiliki oleh aparat mangku kepentingan serta mudah diperoleh
pemerintah. Demikian halnya dengan Fio- (Bappenas, 2007).
rino et al. (2015) menyatakan bahwa de- Setyaningrum, et al. (2017) menyatakan
sentralisasi fiskal berdampak menurunkan bahwa transparansi mendukung pelaksana-
korupsi, dan dampak penurunan tersebut an GGG dalam menurunkan korupsi di-
semakin kuat setelah tiga hingga lima tahun Indonesia. Sehingga dengan adanya trans-
penerapan desentralisasi fiskal jika di- paransi maka pengawasan terhadap pe-
dukung dengan peningkatan kualitas tata nyelenggaraan negara secara objektif dapat
kelola pemerintahannya. Berdasarkan teori dilakukan.
438 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

Berdasarkan pemaparan dan penelitian mencegahnya. Peningkatan profesionalisme


terdahulu, maka hipotesis penelitian ini aparat pemerintah di Indonesia diatur
adalah: dengan PP No. 101 Tahun 2000 mengenai
H4 : Tingkat transparansi menurunkan pendidikan dan pelatihan bagi aparat ne-
probabilitas terjadinya korupsi. gara. Sikap profesional aparat pemerintah
dalam menjalankan tugas dengan integritas
Pengaruh Profesionalisme terhadap Proba- tinggi diharapkan mampu mencegah peri-
bilitas terjadinya Korupsi laku yang dapat merugikan kepentingan
Pencapaian GGG yang ditandai dengan masyarakat. Penelitian ini mengasumsikan
penyelenggaraan negara yang bebas dari bahwa dengan kompetensi yang dimiliki
korupsi mensyaratkan adanya profesi- melalui pelatihan dan pendidikan, maka
onalisme dan kompetensi para penyeleng- aparat pemerintah mampu memiliki sikap
gara negara (Bappenas, 2007 dan KNKG, profesional dalam menyelenggarakan peme-
2010). Salah satu alat untuk mencegah rintahan dan mengelola sumber daya yang
korupsi adalah melalui peningkatan profesi- dimiliki dengan integritas yang tinggi.
onalisme dan kompetensi (Doig dan Riley, Berdasarkan pemaparan dan penelitian
1998). Peningkatan kompetensi berpengaruh terdahulu, maka hipotesis penelitian ini
pada profesionalisme guna meningkatkan adalah:
etika penyelenggara negara (Whitton, 2007). H5 : Profesionalisme menurunkan proba-
Profesionalisme merupakan bagaimana se- bilitas terjadinya korupsi
seorang mampu bertindak sesuai dengan
norma dan standar yang berlaku dalam men- Pengaruh Responsiveness terhadap Proba-
jalankan tugasnya sesuai dengan kompe- bilitas terjadinya Korupsi
tensi yang dimiliki, sedangkan kompetensi Responsiveness mencerminkan sikap
adalah keahlian seseorang dalam menjalan penyelenggara negara yang cepat tanggap
kan tugasnya yang diperoleh dari pen- dalam memberikan pelayanan kepada
didikan/pelatihan maupun pengalaman. masyarakat, sehingga kualitas pelayanan
Melalui pelatihan yang diikuti guna pe- semakin meningkat (Bappenas, 2007). Ke-
ningkatan keahliannya, berdampak pada terkaitan antara pelayanan yang lebih
pemahaman mengenai norma, nilai-nilai, responsif dengan korupsi adalah dengan
standar pelayanan, sanksi dan penghargaan adanya pelayanan terpadu yang responsif
dalam menjaankan tugasnya, sehingga di- maka administrasi perijinan dilakukan pada
harapkan mampu bersikap profesional satu tempat, penyederhanaan prosedur,
dengan memberikan pelayanan yang lebih meningkatkan transparansi, menurunkan
baik kepada masyarakat, menghasilkan tatap muka antara aparat dengan masya-
laporan yang handal, dapat dipertanggung rakat sehingga menurunkan peluang ter-
jawabkan sehingga mampu menurunkan jadinya tindak korupsi. Investor yang hen-
tingkat korupsi. Terkait dengan tindak dak mengurus perjinan cukup datang pada
korupsi, maka pelatihan kepada aparatur satu tempat untuk mengurus berbagai per-
pemerintah merupakan tindakan pencegah- ijinan dan non perijinan, serta mengadukan
an tindakan korupsi dalam jangka panjang masalah terkait usahanya dan memperoleh
(Poerting dan Vahlenkamp, 1998). Penge- pemecahan masalah yang dihadapi (Bappe-
tahuan mengenai tindakan korupsi, akan nas, 2014).
meningkatkan pemahaman aparat peme- Berdasarkan pemaparan dan penelitian
rintah untuk mengidentifikasi aktivitas apa terdahulu, maka hipotesis penelitian ini
saja yang termasuk dalam tindak korupsi, adalah:
mengenali adanya tindak manipulasi serta H6 : Responsiveness menurunkan probabilitas
langkah yang harus yang dilakukan untuk terjadinya korupsi
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 439

Pengaruh E-Government terhadap Proba- bahwa e-government berpengaruh negatif


bilitas terjadinya Korupsi terhadap tingkat persepsi korupsi. Maka
Salah satu mekanisme menurunkan disimpulkan bahwa pemakaian teknologi
tingkat korupsi adalah mengurangi adanya informasi dan komunikasi memberikan
hubungan langsung antara pegawai pe- dampak menurunkan tingkat korupsi pada
merintah dan masyarakat (Klitgaard, 1998). pemda di Indonesia.
Adanya teknologi informasi dan komunikasi Berdasarkan pemaparan dan penelitian
menjadi alat yang tepat dalam strategi terdahulu, maka hipotesis penelitian ini
tersebut (Elbahnasawy, 2014). Dengan mem- adalah:
perluas penyebaran informasi, penyeder- H7 : Penggunaan e-government pada pemda
hanaan prosedur, mempermudah penelusu- menurunkan probabilitas terjadinya
ran data, sehingga transparansi meningkat korupsi.
dan menekan tindakan penyimpangan. E-
government mengurangi adanya asimetri METODE PENELITIAN
informasi antara pemda dan masyarakat Model Penelitian
(Klitgaard, 1998). Dengan adanya penerpan Penelitian ini melakukan proses pe-
teknologi informasi dan komunikasi, maka ngolahan data dengan menggunakan Stata-
asimetri informasi ini dapat dikurangi SE 12, EViews 6.0 dan SPSS 20. Model yang
(Elbahnasawy, 2014 dan Lio et al., 2010). digunakan pada penelitian ini terbagi
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh menjadi 2 (dua).
Elbahnasawy (2014), Lio et al. (2010), Bertot et
al. (2010) dan Andersen (2009) menunjukkan Model 1

Definisi Operasional Variabel Perceptions Index (CPI) yang dipublikasikan


Variabel Dependen. oleh Transparency International. Nilai CPI
Pemilihan pengaplikasian pengukuran tersebut dikonversikan menjadi variabel
ditentukan oleh tujuan dari peneliti. Karena dummy yakni memberi nilai 0 jika nilai CPI
penelitian ini bertujuan mengetahui proba- suatu negara rendah yang mengindikasikan
bilitas terjadinya korupsi pada pemda, maka tingkat korupsi rendah dan memberikan
pengukuran dilakukan dengan variabel nilai 1 jika sebaliknya. Penelitian tersebut
dummy, yakni 1 jika terdapat kasus korupsi memberikan estimasi nilai 0 dan 1 meng-
dan 0 jika tidak terdapat kasus korupsi, gunakan metode maximum likelihood.
berdasarkan kasus yang tengah disidik KPK
maupun Kejaksaan. Data yang diambil ada- Variabel Independen
lah data kasus korupsi yang terjadi pada Akuntabilitas (ACCT)
tahun 2011 sampai dengan 2013. Metode Tingkat akuntabilitas diukur dengan
pengukuran korupsi dengan probabilitas tingkat tindak lanjut rekomendasi hasil
telah dilakukan oleh Salih (2013) yang pemeriksaan pada tahun sebelumnya di-
mengukur probabilitas korupsi dengan tambah dengan yang tidak dapat ditindak
membagi sampel menjadi dua kategori, lanjuti dibagi dengan total rekomendasi
yakni sampel negara yang dipersepsikan (TLRHP) (Liu dan Lin, 2012). Semakin tinggi
terdapat korupsi dan sampel negara yang tingkat TLRHP, maka menunjukkan se-
dipersepsikan bersih dari korupsi. Penge- makin tingginya kemauan pemda untuk
lompokan tersebut berdasarkan Corruption memperbaiki penyelenggaraan keuangan
440 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

negara dengan baik sehingga tercipta kontrak-kontrak yang diadakan pemda serta
pelaksanaan GGG yang mencerminkan informasi yang memuat pembelian barang
pemerintahan yang bebas dari korupsi. yang dilakukan pemda (Kolstad dan Wiig,
2009).
Fairness (FAIR)
Heriningsih dan Merita (2013) meng- Profesionalisme (PROF)
gunakan variabel ordinal yaitu apabila Penelitian ini mengasumsikan bahwa
memperoleh opini WTP maupun WTP DPP peningkatan profesionalisme diperoleh me-
akan memperoleh poin 1, sedangkan apabila lalui pendidikan dan pelatihan yang di-
WDP, TW dan TMP memperoleh poin di- selenggarakan untuk peningkatan kompe-
berikan poin 0. Pengukuran tersebut menjadi tensi. Dengan pendidikan dan pelatihan
dasar ukuran bahwa pemda telah men- yang diikuti, maka aparat pemerintah lebih
jalankan tata kelola dengan baik dari aspek memahami mengenai nilai-nilai dan standar
penyelenggaraan pemerintahan negara yang dalam menjalankan tugasnya sehingga me-
bersih dan bebas KKN (Bappenas, 2014). ningkatkan profesionalismenya. Ukuran
yang digunakan adalah ada tidaknya
Tingkat Desentralisasi (DEC) pengeluaran pemda yang diperuntukkan
Efisiensi dan efektivitas pemda dapat bagi pendidikan, pelatihan serta pemberian
terukur dengan tingkat desentralisasi fiskal beasiswa yang diberikan kepada aparat
(Goel dan Nelson, 2011; Treisman, 1999). pemda dalam 1 tahun (Djasuli, et al., 2013).
Penelitian ini menggunakan angka Pen-
dapatan Asli Daerah (PAD) per total Pen- Responsiveness (RESP)
dapatan Daerah sebagai ukuran desentrali- Tingkat responsiveness pegawai pemda
sasi fiskal mengacu pada penelitian Saputra diukur dengan ada tidaknya pelayanan
(2012). Semakin tinggi nilai desentralisasi terpadu satu pintu (PTSP) yang digunakan
yang diperoleh dari perbandingan PAD oleh Bappenas (2014). Pelayanan yang
dibandingkan total pendapatan daerah me- diberikan pemda melalui PTSP antara lain
nunjukkan pemda memiliki tingkat ke- pelayanan terhadap berbagai perijinan yang
mandirian dalam mengelola keuangan diperlukan oleh masyarakat sehingga lebih
(Saputra, 2012). responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pelayanan berbagai perijinan pada satu
Transparansi (TRANS) tempat berpengaruh pada penurunan inten-
Pengungkapan pada laporan keuangan sitas pertemuan aparat dengan masyarakat
menjadi ukuran transparansi sebagaimana sehingga menurunkan peluang korupsi.
penelitian Djasuli et al. (2013). Komponen
CALK yang digunakan pada penelitian ini E-Government (EGOV)
mengacu pada Pedoman Standar Akuntansi Pengukuran e-government di Indonesia
Pemerintah (PSAP), yang mengukur tingkat dilakukan oleh Kemkominfo, berupa Peme-
pengungkapan wajib berdasarkan PP No. 71 ringkatan e-Government Indonesia (PeGI).
Tahun 2010 Lampiran II. Pengukuran peng- Indeks tersebut merupakan ukuran penera-
ungkapan menggunakan analisis konten pan teknologi dan informasi pada instansi
LKPD, yakni dengan membandingkan anta- pemerintah, baik pusat maupun daerah.
ra pengungkapan dalam LKPD dibanding- Penelitian ini menggunakan nilai indeks
kan dengan PSAP (Heriningsih dan Rusher- PeGI yang diberikan pada masing-masing
listyani, 2013). Guna meningkatkan dampak pemda. Berikut ini adalah ukuran penerapan
transparansi terhadap tingkat korupsi, maka e-government di Indonesia berdasarkan
hanya pengungkapan informasi yang rele- indeks PeGI (Kominfo, 2015):
van yang digunakan, yakni informasi me- 3,60 < sangat baik < 4,00
ngenai tingkat pendapatan, tingkat belanja, 2.60 < baik < 3.60
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 441

1.60 < kurang < 2.60 peningkatan korupsi (Prud’homme, 1995).


1.00 < sangat kurang < 1.6 Pada penelitian Nurhasanah (2016),
kompleksitas diukur dari banyaknya satuan
Variabel Kontrol kerja pada kementerian/lembaga. Berdasar-
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kan penelitian terdahulu, penelitian ini
Rajasa (2014) menggunakan indeks menggunakan jumlah satuan kerja pemda
pembangunan manusia (IPM) untuk meng- (SKPD) sebagai ukuran kompleksitas.
ukur tingkat pendidikan pada propinsi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ter- Analisis Data
bukti berperan dalam penurunan tingkat Sampel yang berhasil dikumpulkan ada-
korupsi di Indonesia (Rajasa, 2014). Pendidi- lah 172 sampel yang terdiri dari 172 pemda
kan mencukupi yang dimiliki oleh masya- selama 3 tahun yaitu tahun 2011 sebanyak 59
rakat akan meningkatkan pengawasan pe- pemda, 2012 terdiri dari 45 pemda dan 68
laksanaan pemerintahan, sehingga peluang pemda pada 2013. Populasi penelitian ada-
terjadinya tindak korupsi menurun. Pen- lah seluruh pemda di Indonesia dan sampel
didikan menjadi faktor yang penting terkait yang digunakan dalam penelitian ini adalah
korupsi (Lin dan Liu, 2012). Diharapkan, pemda yang telah disurvey oleh Kemen-
dengan tingkat pendidikan masyarakat terian Komunikasi dan Informasi (Kemen-
daerah yang tinggi, maka akan meningkat- kominfo) sehingga tersedia data indeks e-
kan pengawasan yang dilakukan oleh government atau dikenal dengan Peme-
masyarakat atas tata kelola yang dijalankan ringkatan E-Government Indonesia, pemda
pemda. Penelitian ini menggunakan proksi yang menyusun LKPD dan memperoleh
Indeks Pembangunan Manusia yang di- opini hasil pemeriksaaan laporan keuangan
publikasikan oleh BPS. dari BPK.
Penelitian ini menggunakan data yang
Tingkat Gaji (Wage) mengandung elemen time series dan memuat
Treisman (2000), Liu dan Lin (2012), sifat cross section sehingga data pada pe-
Dong dan Torgler (2012), menggunakan nelitian ini bersifat unbalanced panel, sebagai-
tingkat gaji sebagai variabel pengendali yang mana penelitian Andersen (2009). Metode
dapat berpengaruh pada tingkat korupsi. estimasi yang diterapkan pada penelitian ini
Tingkat gaji yang diterima aparat peme- adalah ordinary least square (OLS).
rintah berperan dalam motivasi pegawai
apakah melakukan tindak korupsi atau ANALISIS DAN PEMBAHASAN
tidak. Diharapkan dengan tingkat gaji yang Hasil Penelitian
tinggi maka motivasi melakukan tindakan Berikut ini adalah tabel statistik des-
korupsi dapat menurun (Liu dan Lin, 2012). kriptif data penelitian tabel 1. Hasil statistik
Selain itu, adanya teori GONE, yang salah deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata
satunya adalah Greed (Bologna, 1993). Teori tingkat akuntabilitas pemda di Indonesia
tersebut menyatakan bahwa penyebab ko- adalah 61% yang menunjukkan bahwa
rupsi adalah kerakusan yang dimiliki aparat pemda memiliki kemauan untuk mengelola
sehingga meskipun memperoleh gaji tinggi, keuangan secara lebih bertanggung jawab,
tetapi tetap melakukan tindak korupsi. dengan menjalankan tindak lanjut atas
rekomendasi pemeriksaan pada tahun se-
Tingkat Kompleksitas belumnya, sedangkan tingkat desentralisasi
Kompleksitas instansi pemerintah men- yang terukur dari rasio pendapatan asli
jadi salah satu faktor penyebab terjadinya terhadap total pendapatan pemda me-
korupsi. Adanya kompleksitas dalam ber- nunjukkan rata-rata sebesar 8% dengan
operasi serta regulasi yang rumit tanpa tingkat desentralisasi paling rendah sebesar
disertai pengawasan, dapat berperan dalam 2% dan tertinggi 53,3%. Hal ini menunjuk-
442 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

Tabel 1
Hasil Statistik Deskriptif

Variabel Obs Mean Std. Dev Min Max


ACCT 172 0,61 0,263 0,16 1
DEC 172 0,08 0,07 0,02 0,53
TRANS 172 0,70 0,05 0,61 0,82
EGOV 172 1,7 0,49 1,01 3,49
IPM 172 70,69 4,51 57,43 79
WAGE 172 533,7 322,58 Milyar 168,31 2,049
Milyar Milyar Trilyun
COMPLEX 172 48,67 18,42 22 170
ACCT diukur dengan rasio jumlah rekomendasi yang sudah ditindaklanjuti dan
yang tidak dapat ditindaklanjuti dibandingkan dengan total rekomendasi yang
diberikan pemeriksa BPK pada tahun sebelumnya. DEC merupakan desentralisasi
fiskal yang dihitung dengan total pendapatan asli daerah dibagi dengan total
pendapatan. TRANS banyaknya pengungkapan terkait pendapatan, belanja,
kontrak dan pembelian barang per total pengungkapan. EGOV kategori e-gov,
IPM indeks pembangunan manusia, WAGE belanja gaji pemda, COMPLEX
jumlah SKPD pada pemda.
Sumber: Output SPSS 20

Berikut ini adalah tabel frekuensi hasil penelitian:

Tabel 2
Tabel Frekuensi

Variabel 2011 2012 2013


KOR 0 – Tidak ada kasus korupsi 90 87 85.3
1 – Terdapat kasus korupsi 10 13 14,7
Total 100 100 100
FAIR 0 – Selain opini WTP dan WTP DPP 88,14 77,78 54,41
1 – Opini WTP dan WTP DPP 11,86 22,22 45,59
Total 100 100 100
PROF 0 – Tidak ada pengungkapan pelatihan aparat pemda 8,5 13,33 10,29
1 – Terdapat pengungkapan pelatihan aparat pemda 91,5 86,67 89,71
Total 100 100 100
RESP 0 – Tidak ada PTSP 8,47 11,11 8,82
1 – Terdapat PTSP 91,53 88,89 91,18
Total 100 100 100
KOR ada tidaknya kasus korupsi. FAIR merupakan opini LKPD pada tahun sebelumnya
yang diperoleh pemda, diukur dengan WTP dan WTPDPP adalah 1 dan 0 jika bukan. PROF
mencerminkan ada dan tidaknya pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh
pemda, diukur dengan dummy, yakni 1 jika ada dan 0 jika tidak terdapat pendidikan
pelatihan. RESP mencerminkan ada dan tidaknya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di
pemda, diukur dengan dummy yakni 1 jika ada dan nol jika tidak terdapat PTSP pada tahun
penelitian.
Sumber: Output SPSS 20
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 443

kan bahwa rata-rata pemda di Indonesia Indonesia rata-rata telah mencapai 70,69%,
memiliki pendapatan asli daerah yang lebih sedangkan rata-rata belanja gaji pada
rendah dibandingkan dengan pendapatan masing-masing pemda sebesar 533,7 Milyar.
totalnya, yang berdampak pada rendahnya Tingkat kompleksitas yang tercermin dari
kemandirian pemda dalam mengelola keua- jumlah satuan kerja per pemda rata-ratanya
ngan daerahnya. Rata-rata tingkat trans- mencapai 48,67%. Berdasarkan tabel distri-
paransi yang terukur dari pengungkapan busi frekwensi menunjukkan bahwa ter-
wajib pada CALK yang terkait dengan dapat peningkatan kasus korupsi pada
korupsi sebesar 70% dengan nilai trans- pemda dalam 3 tahun penelitian, sedangkan
paransi terendah sebesar 61% dan tertinggi proporsi pemda dengan opini WTP dan
82%. Tingkat transparansi pada pemda di WTP DPP mengalami kenaikan dari 11,86%
Indonesia yang tinggi menunjukkan bahwa menjadi 45,59%. Hasil tersebut menunjuk-
pemda di Indonesia mematuhi peraturan kan bahwa pemda di Indonesia menunjuk-
pengungkapan wajib pada laporan keua- kan peningkatan dalam pengelolaan keua-
ngan pemda. Pelaksaan e-government di ngan pemda. Pada variabel profesional yang
Indonesia rata-rata telah mencapai skor 1,7 tercermin dari pengungkapan ada tidaknya
sedangkan pelaksanaan e-government ter- pelatihan aparat pemda menunjukkan pe-
tinggi telah mencapai skor 3,49 dan terendah nurunan dari 91,5% menjadi 89,71%, sedang-
1,01. Berdasarkan acuan dari Kominfo, maka kan responsiveness yang terukur dari ada
indeks PeGI tersebut menunjukkan bahwa tidaknya PTSP mengalami sedikit penurun-
rata-rata penerapan e-government di Indo- an dari 91,59% menjadi 91,18%.
nesia masih dinilai kurang dan perlu
peningkatan baik dalam hal jumlah maupun Hasil Regresi
kualitasnya. Variabel pengendali menunjuk- Berikut ini adalah tabel hasil regresi
kan tingkat pembangunan manusia di penelitian:
Tabel 3
Hasil Regresi Model 1
Variable Uji Ekspektasi Tanda Tanda Odds Ratio Prob. Ket.
C + 0.000 0.254
Variabel Independen
ACCT H1 - - 0.17 0.025 **
FAIR H2 - + 2.11 0.118 Tidak Signifikan
DEC H3 - + 64.86 0.000 ***
TRANS H4 - - 0.062 0.260 Tidak Signifikan
PROF H5 - - 0.062 0.000 ***
RESP H6 - - 0.513 0.256 Tidak Signifikan
EGOV H8 - - 0.246 0.015 **
Variabel Kontrol
IPM - - 0.868 0.0175 **
WAGE - + 12.936 0.044 **
COMPLEX + + 1.027 0.02 **
Pseudo R-Squared 0.2554
Prob >chi2 0.0021
Log pseudolikelihood 48.97
***Signifikan pada level 1%
**Signifikan pada level 5%
*Signifikan pada level 10%
Sumber: Output Stata12
444 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

Hasil regresi pada model 1 menunjuk- responsiveness tidak terbukti berpengaruh


kan bahwa hipotesis 1 yakni tingkat akunta- terhadap tingkat korupsi, sedangkan hasil
bilitas berpengaruh pada penurunan proba- regresi variabel kontrol pada model 1
bilitas korupsi, hipotesis 4 yaitu pengaruh menunjukkan bahwa variabel tingkat IPM
profesionalisme terhadap penurunan proba- berpengaruh pada penurunan probabilitas
bilitas korupsi dan hipotesis 7 bahwa e- terjadinya korupsi, sedangkan tingkat gaji
government berperan dalam menurunkan (WAGE) dan kompleksitas (COMPLEX) ber-
probabilitas korupsi, terbukti didukung pengaruh pada peningkatan peluang ter-
data, sedangkan hipotesis 3 yakni tingkat jadinya korupsi.
desentralisasi fiskal justru berpengaruh me-
ningkatkan probabilitas korupsi secara Hasil Pengujian Tambahan
signifikan. Pengujian Tambahan
Variabel utama lainnya dalam peneliti- Model 2 yang digunakan dalam peng-
an ini yakni fairness, transparansi dan ujian tambahan adalah:

Pembentukan indeks GGG diperoleh penden menjadi variabel baru yang tidak
dengan metode principal component analysis memiliki keterkaitan, tanpa PCA, terbentuk
(PCA), mengacu pada penelitian Setya- kombinasi komponen yang bersifat linier
ningrum et al. (2013) dan Zou et al. (2006). menjadi sulit untuk diinterpretasikan.
Prosedur yang dilakukan adalah meng- Berikut ini tabel 4 menyajikan regresi dengan
hilangkan korelasi antar variabel inde- model 2 sebagai pengujian tambahan:

Tabel 4
Hasil Regresi Model 2

Variable Uji Ekspektasi Tanda Tanda Odds Ratio Prob. Ket.


C 0.000 0.033
Variabel Independen
GGG H1 - - 0.454 0.008 ***
EGOV H2 - - 0.469 0.09 *
Variabel Kontrol
IPM - - 0.895 0.042 **
WAGE - + 7.887 0.06 *
COMPLEX + + 1.021 0.04 **
Pseudo R-Squared 0.1117
Prob >chi2 0.0118
Log likelihood -58.424
***Signifikan pada level 1%
**Signifikan pada level 5%
*Signifikan pada level 10%
KOR ada tidaknya kasus korupsi GGG indeks tata kelola pemerintah hasil PCA EGOV
kategori e-gov IPM indeks pembangunan manusia WAGE belanja gaji pemda, COMPLEX
jumlah SKPD pada pemda.
Sumber: Output Stata12
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 445

Hasil regresi pada model 2 menunjuk- menyimpang atau tindakan yang mengarah
kan bahwa penerapan tata kelola secara pada perilaku korupsi akan tetapi opini yang
komprehensif yang terbentuk dari akunta- diberikan lebih didasarkan pada kesesuaian
bilitas, fairness, desentralisasi, profesiona- antara pencatatan yang dilakukan oleh
lisme, transparansi dan responsiveness ber- pemda terhadap standar akuntansi peme-
pengaruh signifikan dalam menurunkan rintah (BPK, 2013).
kemungkinan terjadinya korupsi, sedangkan Dampak positif signifikan desentralisasi
hasil regresi variabel kontrol pada model 2 fiskal terhadap kemungkinan terjadinya
memberikan hasil yang sama dengan model korupsi sejalan dengan penelitian Wu (2005).
1, dimana tingkat IPM berpengaruh pada Desentralisasi fiskal justru berdampak po-
penurunan probabilitas terjadinya korupsi, sitif dengan korupsi dikarenakan adanya
sedangkan tingkat gaji (WAGE) dan kom- pembagian wewenang dari pemerintah
pleksitas (COMPLEX) justru meningkatkan pusat kepada pemda tanpa disertai dengan
peluang terjadinya korupsi. peningkatan akuntabilitas dan pengawasan
yang baik. Temuan ini mendukung per-
Pembahasan nyataan Klitgaard (1998) bahwa pelimpahan
Hasil penelitian pada hipotesis 1 yang wewenang tanpa adanya pengawasan yang
membuktikan tingkat akuntabilitas berpe- baik mendorong tindakan menyimpang
ngaruh menurunkan kemungkinan terjadi- yang dilakukan oleh pemda hingga me-
nya korupsi sejalan dengan penelitian Liu nimbulkan adanya tindak korupsi.
dan Lin (2012) bahwa kemauan pemda un- Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tuk melakukan tindak lanjut atas rekomen- mekanisme transparansi pada pengungkap-
dasi pemeriksa berdampak pada penurunan an informasi terkait pendapatan, belanja,
probabilitas korupsi. Proksi akuntabilitas kontrak dan pembelian oleh pemda belum
dengan jumlah temuan yang dilaporkan oleh mampu menurunkan kemungkinan terjadi-
pemeriksa merupakan jumlah dan jenis nya korupsi. Hasil tersebut tidak sejalan
penyimpangan yang dilakukan oleh aparat dengan penelitian Kolstad dan Wiig (2008)
pemerintah. Pengawasan kepatuhan pe- yang dilakukan pada negara-negara yang
laksanaan pengelolaan pemda dengan sis- kaya sumber daya alam. Pelaksanaan trans-
tem pengendalian dan perundang-undang- paransi yang diproksikan dengan peng-
an mendorong pemda mengelola sumber ungkapan pada CALK LKPD pemda tidak
daya yang dimiliki dengan baik sehingga dapat menjadi faktor yang dapat menurun-
meningkatkan akuntabilitas dan menurun- kan kemungkinan korupsi. Beberapa alasan
kan tingkat penyalahgunaan wewenang dan tidak berperannya tingkat transparansi
penggelapan sumber daya. Hasil tersebut se- terhadap korupsi yakni rendahnya sanksi
jalan dengan Klitgaard (1998) bahwa akunta- yang diterima apabila tertangkap tangan
bilitas mampu menjadi alat yang dapat dalam tindak korupsi, rendahnya kemung-
menurunkan tingkat korupsi saat terdapat kinan tindak korupsi terungkap, tingginya
keleluasaan aparat yang besar dalam me- tingkat asimetri informasi dan rendahnya
ngelola sumber daya yang dimiliki. pengawasan oleh masyarakat (Kolstad dan
Penelitian ini tidak mampu membukti- Wiig, 2008).
kan dampak tingkat fairness yang terukur Hasil penelitian pengaruh profesiona-
dari opini pemda terhadap probabilitas lisme terhadap probabilitas korupsi me-
penurunan korupsi. Hasil ini sejalan dengan nunjukkan bahwa profesionalisme mampu
Heriningsih dan Merita (2013), akan tetapi menurunkan probabilitas korupsi. Temuan
tidak mendukung penelitian Masyitoh et al. ini mendukung pendapat Doig dan Riley
(2015). Hal ini disebabkan karena opini yang (1998) yakni dengan pendidikan dan pe-
diberikan oleh BPK tidak dilakukan ber- latihan yang dilaksanakan akan mendorong
dasarkan terdapat tidaknya tindakan yang pengetahuan aparat mengenai pengelolaan
446 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

pemda dengan baik, meningkatkan pe- variabel IPM menunjukkan bahwa pen-
ngawasan yang lebih baik serta memberikan didikan masyarakat yang lebih tinggi akan
pengetahuan pada aparat pemerintah me- meningkatkan kemampuan pengawasan
ngenai sanksi yang diterima apabila me- yang dilakukan masyarakat, sehingga me-
lakukan tindakan menyimpang. Peningkat- ngurangi kemungkinan terjadinya tindakan
an profesionalisme diharapkan mampu me- menyimpang yang dilakukan oleh aparat
ningkatkan keahlian aparat pemerintah pemda. Pengawasan dari masyarakat sangat
dalam menjalankan fungsinya dengan baik, diperlukan dalam penurunan tingkat korup-
sehingga proses penilaian atas kinerja aparat si (Klitgaard, 1998 dan Bologna, 1993),
menjadi lebih berfungsi. Penilaian kinerja sedangkan variabel tingkat gaji justru ber-
yang berfungsi dengan baik mempermudah peran meningkatkan probabilitas korupsi,
proses pemberian insentif sehingga men- hal ini mendukung teori GONE (Bologna,
dorong aparat pemerintah untuk menjalan- 1993), bahwa korupsi disebabkan oleh sifat
kan tugasnya dengan baik guna meningkat- rakus (greed), sehingga meskipun gaji yang
kan insentif yang diterima, bukan dengan diterima tinggi, tetapi tetap termotivasi
peningkatan pendapatan yang diterima untuk meningkatkan pendapatan melalui
melalui tindakan korupsi. Responsiveness tindakan korupsi. Hasil penelitian atas
pada penelitian ini tidak terbukti berperan variabel kompleksitas menunjukkan tingkat
dalam menurunkan probabilitas korupsi kompleksitas pemda berpengaruh positif
pemda. Penyebabnya adalah reponsiveness terhadap probabilitas terjadinya korupsi.
yang terukur melalui Pelayanan Terpadu Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Satu Pintu (PTSP) belum terstandarisasi dan (2016) serta Lin dan Liu (2012), bahwa se-
terdapat perbedaan kualitas pelayanan antar makin rumit organisasi, akan meningkatkan
daerah (Bappenas, 2014). Selain itu, prosedur terjadinya korupsi.
pelayanan yang masih rumit menyebabkan Hasil pengujian tambahan menunjuk-
PTSP tidak berpengaruh signifikan dalam kan bahwa pengaruh tata kelola terhadap
usaha pemerintah menurunkan probabilitas penurunan probabilitas korupsi terbukti
korupsi. Peningkatan fungsi PTSP juga perlu secara signifikan pada penelitian ini. Hasil
didukung keseriusan pemda dalam me- tersebut mendukung secara empiris kompo-
nyusun kebijakan terkait dengan pelayanan nen tata kelola yang didesain oleh Bappenas
masyarakat. (2007) dan KNKG (2010) mampu menurun-
Hipotesis penelitian yang kedelapan kan kemungkinan terjadinya korupsi apabila
adalah e-government berperan menurunkan diterapkan secara bersamaan. Selain itu,
probabilitas korupsi terbukti, hasil ini hasil penelitian sejalan dengan pernyataan
mendukung penelitian terdahulu yang di- Klitgaard (1998) yakni tata kelola peme-
lakukan oleh Lio et al. (2010), Bertot et al. rintah mampu memberikan hasil akhir yakni
(2010), Elbahsanawy (2014) yang meneliti menghambat laju korupsi.
dampak negatif e-government terhadap ting-
kat korupsi pada level antar negara. SIMPULAN, SARAN, DAN KETER-
Elbahsanawy (2014) menyatakan penerapan BATASAN
teknologi di pemda mampu menurunkan Simpulan
tingkat korupsi. Dengan adanya teknologi, Simpulan yang dapat diperoleh ber-
maka informasi mudah diperoleh, memper- dasarkan analisis penelitian yakni akunta-
mudah penelusuran data, sehingga mampu bilitas, profesionalisme dan e-government,
mengurangi adanya tindakan yang tidak secara empiris berpengaruh negatif terhadap
sesuai dengan peraturan. Tingkat pengawas- korupsi. Sedangkan tingkat fairness, tingkat
an baik secara internal maupun eksternal transparansi dan responsiveness dalam me-
meningkat, karena akses informasi yang nurunkan probabilitas terjadinya korupsi
semakin terbuka. Hasil penelitian pada tidak terbukti didukung data. Hasil peng-
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 447

ujian tingkat desentralisasi fiskal dari hasil yang diadakan, sehingga tidak mampu
penelitian justru menunjukkan desentrali- menangkap jenis dan pendidikan apa yang
sasi fiskal berpengaruh meningkatkan pro- paling relevan dengan usaha penurunan
babilitas terjadinya kasus korupsi. Tujuan kemungkinan terjadinya korupsi. Penelitian
pelaksanaan desentralisasi adalah mening- berikutnya diharapkan meningkatkan ana-
katkan pengawasan melalui pelimpapahan lisis berdasarkan ukuran lain, misalnya
wewenang dari pusat ke daerah, akan tetapi mengelompokkan berdasarkan jenis pe-
pada kenyataannya justru meningkatkan latihan, misalnya terdapat atau tidaknya
keleluasaan aparat pemda dalam mengelola pelatihan anti korupsi.
sumber daya yang menyebabkan motivasi
untuk melakukan tindak korupsi. Sehingga Keterbatasan
disimpulkan bahwa penerapan karakteristik Keterbatasan penelitian ini hanya me-
GGG yang mampu berperan dalam me- neliti korupsi berdasarkan ada dan tidaknya
nurunkan korupsi di Indonesia adalah korupsi pemda sehingga saran bagi pe-
akuntabilitas, dan profesionalisme. Selain itu nelitian berikutnya adalah mengkonfirmasi
e-government mampu berperan dalam pe- dengan melakukan survei dan interview,
nurunan korupsi. Hasil pengujian tambahan supaya diperoleh analisis yang lebih men-
dari penelitian ini adalah pengukuran dalam. Penelitian ini menggunakan asumsi
karakteristik tata kelola secara komprehensif bahwa kompetensi berdampak pada pe-
yang diolah dengan metode principal ningkatan profesionalisme aparat, sedang-
component analysis membuktikan bahwa kan pada kenyataannya memiliki definisi
karakteristik tata kelola secara bersama- yang berbeda. Kompetensi dapat terukur
sama menurunkan probabilitas terjadinya dari tingkat pendidikan atau jenis pen-
korupsi. didikan aparat, sedangkan profesionalisme
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terukur dari kepatuhan aparat pemerintah
pemerintah perlu meningkatkan prinsip pada norma, nilai-nilai dan standar yang
GGG terutama akuntabilitas melalui pe- berlaku. Maka sebaiknya penelitian berikut-
ningkatan pelaksanaan tindaklanjut reko- nya menggunakan ukuran yang membeda-
mendasi hasil pemeriksaan dan mencipta- kan ukuran kompetensi dan profesiona-
kan profesionalisme aparat pemerintah lisme.
melalui pemberian pendidikan dan pe- Keterbatasan penelitian selanjutnya
latihan yang dapat meningkatkan kompe- adalah ukuran transparansi pada penelitian
tensi aparat, serta peningkatan penerapan e- ini menekankan pada tingkat pengungkapan
government karena terbukti secara empiris pada CALK, sehingga diharapkan penelitian
mampu menurunkan korupsi. Selain itu, selanjutnya membentuk indeks transparansi
pelaksanaan desentralisasi terbukti berperan tersendiri yang relevan dengan korupsi
meningkatkan korupsi, sehingga pemerintah berdasarkan referensi pada penelitian ini.
perlu merancang sistem pengawasan yang Pengukuran pada variabel responsiveness
tepat sehingga pelimpahan wewenang dari hanya dilakukan dengan menganalisis ada
pusat tidak disalahgunakan oleh aparat dan tidaknya Pelayanan Terpadu Satu Pintu
pemda. (PTSP), sehingga tidak mampu menangkap
tingkat responsiveness, karena pada saat
Saran penelitian dilakukan PTSP belum memiliki
Saran bagi penelitian selanjutnya ada- standar pelayanan yang sama pada setiap
lah mengembangkan pengukuran profesi- pemda. Penelitian berikutnya perlu di-
onalisme. Ukuran profesionalisme pada kembangkan ukuran lain berdasarkan per-
penelitian ini hanya mengukur ada tidaknya aturan daerah maupun peraturan yang
pelatihan yang diadakan oleh pemda, tidak diterbitkan oleh Kemendagri mengenai
terinci berdasarkan jenis/topik pelatihan tingkat pelayanan.
448 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

DAFTAR PUSTAKA ment Initiatives in Developing Countries


Al-Mahayreh, M. dan M. A. Abedel-qader. 45-62.
2015. Identifying The Impact of Admi- Elbahnasawy, N. G. 2014. E-Government,
nistrative Transparency on The Admi- Internet Adoption and Corruption: An
nistrative Corruption: A Study on The Empirical Investigation. World Develop-
Employees of Grand Amman Muni- ment 57: 114-126.
cipality. Advances in Management & Fiorino, N., E. Galli, dan F. Padovano. 2015.
Applied Economics 5(2): 101-126. How Long Does It Take for Government
Andersen, T. 2009. E-Government as an Anti- Decentralization to Affect Corruption?
Corruption Strategy. Information Econo- Economic of Governance 16(3): 273-305.
mics and Policy 21(3): 201-210. Goel, R. K. dan M. A. Nelson. 2011. Govern-
Bappenas. 2007. Penerapan Tata Kepemerintah- ment Fragmentation versus Fiscal
an yang Baik. Sekretariat Tim Pengemba- Decentralization and Corruption. Public
ngan Bappenas. Jakarta. Choice 148(3-4): 471-490.
Bappenas. 2014. Buku Pegangan Perencanaan Heriningsih, S. dan Merita. 2013. Pengaruh
Pembangunan Daerah: Memantapkan Opini Audit dan Kinerja Keuangan
Perekonomian Nasional Bagi Peningkatan Pemerintah Daerah terhadap Tingkat
Kesejahteraan Rakyat yang Berkeadilan. Korupsi Pemerintah Daerah (Studi
Tim Penyusun Bappenas. Jakarta. Empiris pada Pemerintah Kabupaten
Bertot, J. C., P. T. Jaeger, dan J. M. Grimes. dan Kota di Pulau Jawa. Jurnal Mana-
2010. Using ICTs to Create a Culture of jemen, Akuntansi dan Ekonomi Pem-
Transparency E-Government and Social bangunan 11(1): 67-78.
Media as Openness and Anti-Corrup- Heriningsih, S. dan Rusherlistyani. 2013.
tion Tools for Societis. Government Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Information Quaterly 27(3): 264-271. Tingkat Pengungkapan Laporan Keua-
Dong, B. dan B. Torgler. 2012. Causes of ngan Pemerintah Daerah. Jurnal Ekonomi
Corruption: Evidence from China. China dan Bisnis 13(2): 11-19.
Economic Review 26: 152-169. Heuer, L., S. Penrod, dan A. Kattan. 2007.
Bologna, J. 1993. Handbook of Corporate Fraud. The Role of Societal Benefits and
Butterworth Heinemann. Boston. Fairness Concerns among Decision
CNN Indonesia. 2015. http:// www.cnnindo Makers and Recipients. Law and Human
nesia.com/nasional. Diakses tanggal 9 Behavior 31(6): 573-610.
September 2015. Hofheimer, K. L. 2006. The Good Gover-
Direktorat E-Government Indonesia. 2015. nance Agenda of International Develop-
http:// pegi.layanan.go.id. Diakses ment Institutions. Disertasi. UMI
tanggal 16 Maret 2016. Microform.
Djasuli, M., G. A. Putri, dan G. A. Harwida. Hopkin, J. 1997. Political Parties, Political
2013. Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Corruption, and the Economic Theory of
yang Baik, Tingkat Hutang, Profita- Democracy. Crime, Law and Social Change
bilitas, dan Ukuran Perusahaan ter- 27(3-4): 255-274.
hadap Kebijakan Dividen (Studi pada Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 (2003).
Perusahaan BUMN yang Terdaftar di Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Bursa Efek Indonesia). Jurnal Pamator Pengembangan E-Government. Indonesia.
6(1): 83-94. Klitgaard, R. 1998. International Cooperation
Doig, A. dan S. Riley. 1998. Corruption and Against Corruption. Finance and Develop-
Anti-Corruption Strategies: Issues and ment 35(1): 3-6.
Case Studies from Developing Coun- Kolstad, I. dan W. Arne. 2009. Is Trans-
tries. Corruption and Integrity Improve- parency the Key to Reducing Corruption
Pengaruh Tata Kelola Dan E-Government ... – Rahayuningtyas, Setyaningrum 449

in Resources-Rich Countries? World PP No. 81. 2010. Grand Design Reformasi


Development 37(3): 521-532. Birokrasi 2010-2025. Peraturan Presiden
Komite Nasional Kebijakan Governance. Republik Indonesia No 81 Tahun 2010.
2010. Pedoman Umum Good Corporate Indonesia.
Governance Indonesia. KNKG. Jakarta. PP No. 101. 2010. Tentang Pendidikan dan
Kristiansen, S., A. Dwiyanto, A. Pramusinto, Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
dan E. A. Putranto. 2009. Public Sector Indonesia.
Reforms and Financial Transparency: Prud'homme, R. 1995. The Dangers of De-
Experiencies from Indonesian Districs. centralization. The World Bank Research
Contemporary Southeast Asia: A Journal of Observer 10(2): 201-220.
International and Strategic Affairs 31(1): Rahmawati, A. 2015. Effect on Performance
64-87. Audit Implementation of Good Corpo-
Lindstedt, C. dan D. Naurin. 2010. Trans- rate Governance in Kab. Luwu (Case
parency and Corruption: The Conditi- Study Inspectorate Kab. Luwu). Journal
onal Significance of a Free Pers. of Economics and Behavioral Studies 7(1):
International Political Science Review 13-19.
31(3): 301-322. Rajasa, A. 2014. Analisis Hubungan Tingkat
Lio, M. C., M. C. Liu, dan Y. P. Ou. 2010. Can Pembangunan Manusia terhadap Ting-
the Internet Reduce Corruption? A kat Persepsi Korupsi pada Negara-
Cross-Country Based On Dynamic Panel Negara Anggota APEC. Jurnal Eksekutif
Data Models. Government Information 11(1): 77-87.
Quaterly 28(1): 47-53. Rasul, S. 2009. Penerapan Good Governance
Liu, J. dan B. Lin. 2012. Government Audi- di Indonesia dalam Upaya Pencegahan
ting and Corruption Control: Evidence Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Mimbar
from China’s Provincial Panel Data. Hukum 21(3): 409-628.
China Journal of Accounting Research 5(2): Salih, A. R. M. 2013. The Determinants of
163-186. Economic Corruption: A Probabilistic
Maravic, P. V. 2007. Public Management Approach. Advances in Management &
Reform and Corruption-Conceptua- Applied Economics 3(3): 155–169.
lizing the Unintended Consequences. Sangita, S. N. 2002. Administrative Reforms
Administratie Si Management Public 8: for Good Governance. The Indian Journal
126-143. of Political Science 63(4): 325-350.
Masyitoh, R. Diyah, R. Wardhani dan D. Saputra, B. 2012. Dampak Desentralisasi
Setyaningrum. 2015. Pengaruh Opini, Fiskal terhadap Korupsi di Indonesia.
Temuan Audit, dan Tindak Lanjut Audit Jurnal Borneo Administrator 8(3): 293-309.
terhadap Persepsi Korupsi pada Pe- Setyaningrum, D., L. Gani, D. Martani, dan
merintah Daerah Tingkat II tahun 2008- C. Kuntadi. 2013. The Effect of Auditor
2010. Simposium Nasional Akuntansi 18. Quality on The Follow-Up of Audit
Sumatra Utara. Recommendation. International Research
Nurhasanah. 2016. Efektivitas Pengendalian Journal of Business Studies 6(2): 89-104.
Internal, Audit Internal, Karakteristik Setyaningrum, D., R. Wardhani, dan A.
Instansi dan Kasus Korupsi. Jurnal Tata Syakhroza. 2017. Good Public Gover-
Kelola dan Akuntabilitas Keuangan Negara nance, Corruption and Public Service
2(1): 27-48. Quality: Indonesia Evidence. Internati-
Poerting, P. dan W. Vahlenkamp. 1998. onal Journal of Applied Business and
Internal Strategies Against Corruption: Economic Research 15(19): 327-338.
Guidlines for Preventing and Comba- Sharma, C. dan A. Mitra. 2015. Corruption,
ting Corruption in Police Authorities. Governance and Firm Performance:
Crime, Law & Social Change 29: 225-249. Evidence from Indian Enterprises.
450 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 1, Nomor 4, Desember 2017 : 431 – 450

Journal of Policy Modelling 37(5): 835-851. Widjajabrata, S. dan N. M. Zacchea. 2004.


Treisman, D. 1999. Political Decentralization International Corruption: The Republic
and Economic Reform: A Game – of Indonesia is Strengthening the Ability
Theoretic Analysis. American Journal of of its Auditors to Battle Corruption. The
Political Science 43(2): 488-517. Journal of Government Financial Mana-
Treisman, D. 2000. The Causes of Corrup- gement 53(3): 34-43.
tion: A Cross – National Study. Journal of Wu, X. 2005. Corporate Governance and
Public Economics 76(3): 399-457. Corruption: A Cross-Country Analysis.
United Nations Development Program Governance: An International Journal of
(UNDP). 2014. E-Government Survey Policy, Administration, and Institutions
2014. Economic Social Fairs. New York. 18(2): 151-170.
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999. Tentang Zimmerman, J. L. 1977. The Municipal
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Accounting Maze: An Analysis of Politi-
Indonesia cal Incentives. Journal of Accounting
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004. Tentang Research 15: 107-144.
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Zou, H., T. Hastie, dan R. Tibshirani. 2006.
Jawab Keuangan Negara. Indonesia Sparse Principal Component Analysis.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Tentang Journal of Computational and Graphical
Perseroan Terbatas. Indonesia. Statistics 15(2): 265-286.
Whitton, H. 2007. Developing the “Ethical
Competence” of Public Officials – a
Capacity-Building Approach. Viesoji
Politika Ir Administrativimas 21: 49-60.

You might also like