You are on page 1of 8

Jurnal AGRIPEAT, Vol. 15 No.

2 , September 2014 : 115 - 122 ISSN :1411 - 6782

PROFIL PROSES KOAGULASI LATEKS KEBUN


Studi Kasus: Petani Karet di Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung
(Latex Coagulation Process Profile
Case Study : Rubber Farmers in West Tulang Bawang regency , Lampung Province)

Erdi Suroso1), Tanto Pratondo Utomo1), dan Miswanto2)


1)
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,Universitas Lampung
2)
Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,Universitas Lampung
Email : tputomo@yahoo.com

Diterima : 28/8/2014 Disetujui : 29/9/2014

ABSTRACT

Indonesian natural rubber which is dominated by rubber farmers must transform itself partly by
improving the quality of products produced to meet global challenges such as green tire product that
requires traceability of raw materials and free of contaminants. The purpose of this study was to obtain
profile latex coagulation process rubber plantation by the farmers in one of the rubber production
centers in Lampung Province. The experiment was conducted in the Desa Mulya Kencana Tulang
Bawang Barat, Lampung Province from September 2013 to June 2014. The research was conducted
by survey method using questionnaires and direct observations in the field. Rubber farmers involved as
respondents are as many as 30 farmers were selected purposively. The results showed that the
dominant process of rubber tapping conducted every day, farmers dominant respondents did not know
the type of coagulant that may be used in the latex coagulation process, the type of coagulant used and
the predominant use of fertilizers and allegedly alum powder (tawas), produced latex coagulum
maximum of 1.5 tons of dry rubber /hectare / year, coagulum produced predominantly in the form of a
thick slab with a 1-week storage period.
Keywords: coagullation, field latex, rubber, coagulant, coagulum

ABSTRAK

Komoditas karet alam Indonesia yang didominasi oleh petani karet harus membenahi diri antara lain
dengan memperbaiki mutu produk yang dihasilkan untuk menghadapi tantangan global antara lain
green tyre product yang mensyaratkan ketelusuran bahan baku dan bebas dari kontaminan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendapatkan profil proses koagulasi lateks kebun oleh petani karet di salah
satu sentra produksi karet di Provinsi Lampung. Penelitian dilaksanakan di Desa Mulya Kencana
Kabupaten, Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Juni
2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner dan pengamatan
langsung di lapangan. Petani karet yang terlibat sebagai responden adalah sebanyak 30 petani yang
dipilih secara sengaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penyadapan karet dominan
dillakukan setiap hari, petani responden dominan tidak mengetahui jenis koagulan yang boleh
digunakan pada proses koagulasi lateks kebun, jenis koagulan yang digunakan dominan menggunakan
pupuk dan bubuk diduga tawas, bekuan yang dihasillkan petani karet dominan maksimal 1,5 ton karet
kering/hektar/tahun, bekuan atau koagulum yang dihasilkan dominan dalam bentuk slab tebal dengan
masa simpan 1 minggu, bekuan yang dihasilkan menggunakan koagulan asam semut, asam cuka dan

115
Suroso, E; Utomo, T. P, dan Miswanto Profil Proses Koagulan Lateks Kebun…..….

obeta lebih tinggi dibandingkan dengan bekuan yang dihasilkan menggunakan koagulan bubuk diduga
tawas dan pupuk.
Kata Kunci: koagulasi, lateks kebun, karet, koagulan, bekuan

PENDAHULUAN SIR 20. Karet remah jenis mutu SIR 20


merupakan karet remah dengan jenis mutu yang
Karet alam merupakan salah satu terendah dalam skema mutu karet remah
komoditas penting dan strategis bagi Indonesia Indonesia (Utomo dkk., 2012).
baik dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dominannya produk olahan karet
Hal ini ditunjukkan oleh data bahwa Indonesia Indonesia dalam bentuk karet remah jenis mutu
merupakan negara dengan perkebunan karet SIR 20 berkaitan dengan bahan baku karet yang
terluas di dunia yaitu 3,4 juta Ha, atau 15 persen bermutu rendah terutama yang dihasilkan
dari luas total perkebunan Indonesia yaitu 22,76 terutama oleh petani karet. Yulianto (2011)
juta ha pada tahun 2012 (Anonim, 2014a)). menyatakan bahwa masih ditemui para petani
Secara ekonomi dan sosial, perkebunan karet melakukan pembekuan lateks dengan
karet di Indonesia seluas 2,9 juta Ha atau sekitar mencampur lateks dengan zat yang tidak
85 persen dari total luas perkebunan merupakan dianjurkan, secara tidak langsung mencampur
perkebunan rakyat dengan melibatkan lebih lateks dengan bahan yang berbobot seperti batu,
dari 2,3 juta tenaga kerja yang tersebar ke 25 sampah, tatal dan lain-lain, serta menggunakan
propinsi, dengan luasan terbesar di Sumatera bahan organik seperti buah mengkudu, umbi
Utara, kemudian diikuti oleh Sumatera Selatan, gadung, daun pohon Mentru, dan daun pohon
Jambi dan Kalimantan Barat (Anonim, 2014a)). Sempu. Utomo dkk. (2012) dan Anonim
Sebagai negara dengan perkebunan (2014b)) menyatakan bahwa masih ditemukan
karet terluas di dunia, Indonesia pada tahun petani karet yang menggunakan bahan
2012 hanya dapat memproduksi sebesar 3,04 penggumpal yang dilarang seperti pupuk dan
juta ton sehingga merupakan negara produsen tawas. Koagulum karet yang dihasilkan
karet alam terbesar ke-2 di dunia setelah menggunakan penggumpal pupuk dan tawas.
Thailand. Sebagian besar karet yang dihasilkan Utomo dkk. (2012) menyatakan bahwa bahan
selanjutnya diekspor dengan jumlah mencapai olah karet (bokar) yang dihasilkan petani karet
sebesar 2,4 juta ton dengan nilai US $ 7.861,9 umumnya kotor dan bermutu rendah sehingga
juta atau 5,14 % total nilai ekspor Non Migas. hanya memungkinkan diproduksi menjadi karet
Negara-negara tujuan ekspor produk karet remah jenis mutu SIR 20.
Indonesia adalah USA, Cina, Jepang, Brazil, Pemerintah Indonesia melalui instansi
Turki, Kanada, India, German, Belgia, Prancis, terkait telah melakukan berbagai upaya untuk
Singapura, Thailand, Netherland, Argentina, meningkatkan mutu bokar antara lain melalui
Inggris, dan beberapa negara lain. Indonesia Menteri Pertanian pada tahun 2008
bersama 2 negara produsen karet alam terbesar menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian No :
dunia, yaitu Thailand dan Malaysia, 38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman
memberikan kontribusi sebesar 75 persen dan Pemasaran Bahan Olah Karet yang
terhadap total produksi karet alam dunia. diantaranya mengharuskan pemakaian asam
Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 semut atau asam formiat (CHOH) atau bahan
persen dari total produksi karet alam dunia lain yang direkomendasikan seperti asap cair
(Kasman, 2009; Anonim, 2014a)). sebagai koagulan; melalui Permendag No.
Walaupun Indonesia merupakan negara 10/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan
dengan perkebunan karet terluas dan penghasil Karet Alam Spesifikasi Teknis Indonesia (SIR)
karet terbanyak ke dua di dunia, jenis olahan yang Diperdagangkan ke Luar Negeri; dan
karet Indonesia sekitar 80 persen adalah produk melalui Permendag No. 53/MDAG/PER/10
mentah yang didominasi karet remah jenis mutu /2009 tentang Pengawasan Mutu Bahan Olah

116
Jurnal AGRIPEAT, Vol. 15 No. 2 , September 2014 : 115 - 122 ISSN :1411 - 6782

Komoditi Ekspor Standard Indonesian pada asas kecukupan dan kesesuaian. Asas
Rubber yang Diperdagangkan. Selain itu, kecukupan diartikan sebagai data yang
Pemerintah Indonesia telah mengatur mutu diperoleh dari responden dapat menggambarkan
bokar yang dihasilkan dalam SNI 06-2047-2002 fenomena yang berkaitan dengan topik
(Anonim, 2014c)). penelitian; sedangkan asas kesesuaian diartikan
Walaupun telah banyak upaya yang sebagai responden dipilih berdasarkan
dilakukan, bokar yang dihasilkan petani karet keterkaitan dengan topik penelitian. Oleh
Indonesia umumnya masih belum meningkat karena itu jumlah responden tidak menjadi
mutunya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, faktor penentu utama dalam penelitian tetapi
penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan kelengkapan data yang dibutuhkan(Gay and
profil proses koagulasi yang dilakukan petani Diehl (1992); Roscoe (1975dalam Sekaran,
karet di salah satu sentra penghasil karet 2006).
Propinsi Lampung, sebagai salah satu dari 10 Kuesioner untuk responden disusun
propinsi terbesar penghasil karet Indonesia, berdasarkan kriteria-kriteria (1) infomasi umum
yaitu di Kabupaten Tulang Bawang Barat. responden yang meliputi butir-butir kriteria
Keluaran dari penelitian ini diharapkan dapat lama usaha, luas lahan, dan tergabung tidaknya
menjadi pendorong petani karet untuk dalam kelompok tani, (2) informasi tanaman
melakukan proses koagulasi karet berdasarkan karet yang diusahakan responden yang meliputi
anjuran dan aturan yang telah ditetapkan butir-butir kriteria klon tanaman yang
instansi terkait.Dengandemikianperludilakukan diusahakan dan jumlah pohon per hektar, (3)
penelitian untuk mendapatkan profil proses informasi proses penyadapan yang dilakukan
koagulasi lateks kebun oleh petani karet dan responden yang meliputi butir-butir kriteria
analisis biaya koagulan di salah satu sentra frekuensi sadap, pelaksanaan sadap, jenis
produksi karet di Provinsi Lampung. koagulan yang digunakan, pengetahuan tentang
jenis koagulan yang boleh digunakan, dan
BAHAN DAN METODE wadah penggumpalandan (3) informasi bekuan
karet yang dihasikan yang meliputi butir-butir
Penelitian dilaksanakan di Desa Mulya kriteria jenis bekuan karet yang dihasilkan, hasil
Kencana Kabupaten, Tulang Bawang Barat, per hektar, lama simpan bekuan, dan harga jual
Provinsi Lampung dari bulan September 2013 bekuan.
sampai Juni 2014.Alat yang digunakan dalam Data hasil kuesioner selanjutnya
penelitian ini berupa kuesioner, log book disajikan dalam bentuk table dan dianalisis
penelitian, seperangkat pengambil gambar, dan secara deskriptif. Selanjutnya dilakukan
seperangkat alat tulis. wawancara mendalam terhadap jenis koagulan
Penelitian ini dilakukan menggunakan yang digunakan responden yang meliputi harga
metode survei dan pengamatan langsung di beli koagulan dan takaran atau dosis koagulan.
lapangan. Data primer diperoleh dari petani Hasil wawancara mendalam digunakan untuk
karet sebagai responden melalui teknik menentukan biaya koagulan per kg bekuan yang
wawancara dengan menggunakan kuisioner dan dihasilkan.
data sekunder diperoleh dari literatur yang
relevan dan lembaga– lembaga/instansi terkait, HASIL DAN PEMBAHASAN
seperti BPS Provinsi Lampung dan Dinas
Pertanian, kehutanan dan Perkebunan Tulang Profil Pengusahaan Kebun Karet dan
Bawang Barat. Pengolahan Lateks Kebun
Petani karet yang terlibat sebagai Profil pengusahaan kebun karet dan
responden adalah sebanyak 30 petani yang pengolahan lateks kebun oleh petani karet
dipilih secara sengaja sehingga mewakili daerah responden disajikan pad Tabel 1.
studi. Penentuan jumlah responden didasarkan

117
Suroso, E; Utomo, T. P, dan Miswanto Profil Proses Koagulan Lateks Kebun…..….

Tabel 1. Profil pengusahaan kebun karet dan pengolahan lateks kebun oleh petani karet
responden
Kriteria Butir Kriteria Persentase
Infomasi Umum Responden
Lama usaha 5-10 tahun 26,7%
10-15 tahun 73,3%
Luas lahan < 1 ha 33,3 %
1-5 ha 66,7%
Kelompok tani Tidak bergabung 83,3 %
Bergabung 16,7%
Informasi Tanaman Karet yang diusahakan Responden
Klon tanaman karet yang Tidak tahu 86,7 %
diusahakan Tahu 13,3 %
Jumlah pohon per hektar 201-300 9,9%
301-400 13,2%
401-500 10%
501-600 66,7%
> 600 3,3%
Informasi Proses Penyadapan yang dilakukan Responden
Frekuensi sadap Setiap hari 83,3 %
2 hari sekali 16,7%
Pelaksanaan sadap Sendiri 76,7 %
Diupahkan 23,3 %
Pengetahuan tentang koagulan Tidak tahu 93,3 %
yang boleh digunakan Tahu 6,7 %
Jenis penggumpal yang digunakan Asam cuka 20 %
Merk BU (diduga bubuk tawas) 16,7 %
Pupuk 40 %
Merk Obeta (diduga asam semut) 10 %
Asam semut 13,3 %
Wadah penggumpalan Mangkuk plastik 100%
Informasi Bekuan Karet yang dihasikan
Jenis bekuan karet yang Lump 6,7 %
dihasilkan Sleb tebal 93,3 %
Hasil per hektar (kg karet basah 19-60 40%
per minggu) 61-100 40%
101-180 13,3%
>180 6,7%
Lama simpan bekuan 1 minggu 100%
Harga Rp 5.000- Rp 6.000 (dengan koagulan
BU dan pupuk) 56,7 %
Rp 8.000- Rp 10.000 (dengan koagulan
asam cuka, obeta, dan asam semut) 43,3 %

118
Jurnal AGRIPEAT, Vol. 15 No. 2 , September 2014 : 115 - 122 ISSN :1411 - 6782

Tabel 2. Pengaruh beberapa jenis koagulan terhadap mutu bokar yang dihasilkan
Plasticity
Kadar Karet Plastisitas
Jenis Retention Bau selama
Kering Awal (Po)
Koagulan Index penyimpanan
(%) (%)
(PRI)(%)
Asap cair 81 58 89 Bau asap
Asam 75 46 85 Bau busuk
formiat
Tawas 59 37 35 Bau busuk
Pupuk TSP 54 43 56 Bau busuk
Sumber: Balit Sembawa (2006 dalam Anonim, 2014b)), BPTP Jambi (2010 dalam Anonim,
2014b)), Purbaya et al. (2011 dalam Anonim, 2014b))

Tabel 3. Analisis perbandingan biaya koagulan


Harga per kg
Takaran Rata-rata harga
Jenis Koagulan Harga bekuan yang
penggunaan bekuan per kg.
dihasilkan
Asam cuka Rp. 10.000,- per 1 liter untuk 80 kg Rp. 125,- Rp. 8.000.-
liter karet kering
BU (diduga Rp. 7.000,- 1 kg untuk 70 kg Ro. 100,- Rp. 5.500.-
tawas) per kg karet keriing
Pupuk Rp. 5.000,- 1 kg untuk 50 kg Rp. 100,- Rp. 5.500,-
per kg karet kering
Obeta (diduga Rp. 15.000,- per 1 liter untuk 75 kg Rp. 200,- Rp. 9.000,-
asam semut ) liter karet kering
Asam semut Rp. 30.000,- per 1 liter untuk 100 Rp.300,- Rp. 10.000,-
liter kg karet kering

Berdasarkan kriteria informasi umum direkomendasikan pada Lokakarya Nasional


dan informasi tanaman yang diusahakan Pemuliaan Tanaman Karet adalah klon
(Tabel 1) maka diketahui bahwa petani unggul generasi 4 meliputi IRR 5, IRR 32,
karet responden memiliki penguasaan lahan IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118;
yang sama dengan kondisi umum petani sedangkan klon-klon lama yang telah
karet di Provinsi Lampung yang rata-rata dilepas seperti GT 1, AVROS 2037, PR
memiliki 0,99 hektar tanaman karet/petani 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600,
(Utomo dkk., 2012) dengan petani karet RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107,
responden sebagian besar tidak tergabung BPM 109, PB 260, dan RRIC 100 masih
dalam kelompok tani. Petani karet yang memungkinkan untuk dikembangkan tetapi
dominan tidak tergabung dalam kelompok harus dilakukan secara hati-hati baik dalam
tani diduga menjadi penyebab responden penempatan lokasinya maupun sistem
umumnya tidak mengetahui klon tanaman pengelolaannya. (Anwar, 2006).
karet yang unggul walaupun sebagian besar Berdasarkan kriteria informasi
telah melakukan penanaman pohon karet proses penyadapan dan informasi bekuan
dengan jumlah yang optimal per hektar yang dihasilkan (Tabel 1) maka diketahui
yaitu sekitar 550 pohon per hektar per petani dominan melakukan penyadapan
tahun. Klon-klon baru tanaman karet yang setiap hari. Proses penyadapan dianjurkan

119
Suroso, E; Utomo, T. P, dan Miswanto Profil Proses Koagulan Lateks Kebun…..….

dilakukan setiap dua hari sekali yang Bekuan karet yang dihasilkan petani
memungkinkan terjadinya pemulihan responden dominan dalam bentuk slab
bidang sadap karet. Kegiatan penyadapan tebal. Hal ini menjadi indikasi bahwa
yang kurang baik, antara lain frekuensi walaupun termasuk sebagai sepuluh besar
penyadapan yang terlalu sering sehingga provinsi penghasil karet di Indonesia,
mempengaruhi kemampuan tanaman karet sebagian daerah sentra produksi karet rakyat
dalam memproduksi lateks serta dapat juga di Provinsi Lampung dikategorikan sebagai
mempengaruhi struktur dari tanaman karet “daerah belum maju” karena (1) bokar
tersebut (Budiman, 1976; Utomo dkk., masih diproduksi dalam bentuk slab tebal
2012). dan tercampur kotoran; (2) masih digunakan
Petani karet dominan tidak koagulan selain asam format, antara lain
mengetahui jenis koagulan yang dilarang adalah tawas; (3) tanaman karet bukan
digunakan pada proses koagulasi lateks merupakan klon unggulan; dan (4)
kebun sehingga masih ditemukan petani melakukan penyadapan berat yaitu
responden yang menggunakan bubuk penyadapan setiap hari (Suwardin dkk.,
diduga tawas dan pupuk sebagai bahan 1988; Supriadi dan Nancy, 2001; Nancy dan
penggumpal atau koagulan. Tawas dan Supriadi, 2002).
pupuk tidak diperkenankan digunakan Hasil bekuan yang dihasilkan petani
sebagai bahan penggumpal seperti yang responden, yaitu diperkirakan
tertera pada SNI Bokar 06-2047-2002. hasil/hektar/tahun maksimal 1,5
Tawas (K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O) berfungsi /hektar/tahun, masih dibawah potensi
sebagai koagulan karena dapat menjadi ion produksi karet yang sebesar 2,5
bermuatan positif sedangkan lateks kebun ton/hektar/tahun. Akan tetapi, hasil bekuan
segar merupakan larutan bermuatan karet yang dihasilkan petani responden
negative sehingga apabila tawas lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata
ditambahkan kedalam lateks kebun produkttivitas perkebunan karet rakyat
menyebabkan gangguan kestabilan lateks Indonesia yaitu 0,98 ton/hektar/tahun
kebun sehingga terjadi proses (Anonim, 2014a)).
penggumpalan partikel karet. Tawas tidak Berdasarkan hasil kuesioner pada
diperkenankan digunakan sebagai koagulan Tabel 1 diketahui bahwa terdapat perbedaan
karena 1) mampu menahan air sehingga harga beli antara bekuan yang dihasilkan
dapat memacu pertumbuhan mikro- menggunakan koagulan asam semut, obeta,
organisme yang mampu menguraikan dan asam cuka yang dihargai lebih tinggi
senyawa organik dalam serum yang tertahan dibandingkan dengan bekuan yang
dalam slab menjadi senyawa volatil dihasilkan menggunakan bubuk diduga
penyebab bau; dan 2) dapat menyebabkan tawas dan pupuk. Hal ini sebenarnya dapat
terjadinya penurunan nilai plasticity dijadikan pemicu perubahan perilaku petani
retention index (PRI); dan 3) meningkatkan karet dalam memilih koagulan yang
kadar abu yang akan menurunkan mutu digunakan.
karet remah yang dihasilkan (Walujono,
1976; Utomo dkk., 2012).
Tabel 2 menyajikan pengaruh negatif
penggunaan pupuk TSP dan tawas terhadap
mutu bokar yang dihasilkan.

120
Jurnal AGRIPEAT, Vol. 15 No. 2 , September 2014 : 115 - 122 ISSN :1411 - 6782

Analisis Perbandingan Biaya Koagulan KESIMPULAN


per Bekuan Yang Dihasilkan
Hasil analisis perbandingan biaya Dari hasil penelitian disimpulkan
koagulan per bekuan yang dihasilkan bahwa profil proses koagulasi lateks kebun
disajikan pada Tabel 3. oleh petani karet di salah satu sentra
Tabel 3 menunjukkan bahwa produksi karet di Provinsi Lampung adalah
perbedaan harga koagulan yang dianjurkan sebagai berikut.
dengan koagulan yang dilarang dapat 1. Proses penyadapan karet dominan
dikatakan relatif tidak besar. Selisih harga dillakukan setiap hari.
koagulan dapat tertutupi dengan perbedaan 2. Petani responden dominan tidak
harga jual koagulan yang dihasilkan. Hal mengetahui jenis koagulan yang boleh
ini dapat menjadi faktor pendorong petani digunakan pada proses koagulasi lateks
karet untuk menggunakan koagulan anjuran. kebundan jenis koagulan yang
Hal sebaliknya terjadi di Babel dimana digunakan dominan menggunakan
petani karet masih dominan koagulan yang tidak dianjurkan yaitu
mempergunakan tawas ketimbang asam pupuk dan bubuk diduga tawas.
semut yang disebabkan (1) asam semut 3. Bekuan yang dihasillkan petani karet
sulit sedangkan tawas mudah didapat dominan maksimal 1,5 ton karet
sampai di pelosok-pelosok desa; dan (2) kering/hektar/tahun.
harga bokar yang menggunakan bahan 4. Bekuan atau koagulum yang dihasilkan
penggumpal tawas maupun asam semut dominan dalam bentuk slab tebal
dibeli dengan harga yang sama. Hanya dengan masa simpan 1 minggu.
sekitar 5 persen petani karet di Babel yang 5. Bekuan yang dihasilkan menggunakan
mempergunakan asam semut dalam koagulan asam semut, asam cuka dan
pengolahan bokar sedangkan sisanya obeta dengan harga jual Rp.8.000-
sebanyak 95% petani karet masih 10.000 per kg karet kering; sedangkan
mempergunakan tawas (Solichin dan bekuan yang dihasilkan menggunakan
Anwar, 2003; Anonim, 2014b)). koagulan bubuk diduga tawas dan
Secara umum mutu bekuan atau pupuk dengan harga jual Rp. 5.000 –
bokar merupakan masalah yang sangat 6.000 per kg karet kering.
penting dan segera harus diselesaikan
pemerintah dan semua pihak yang terkait.
Kementerian Perdagangan terus melakukan SARAN
berbagai upayaantara lain
kampanye Standard Indonesian Rubber Perlu dilakukan penelitian lanjutan
melalui diplomasi di negara-negara mitra di sentra produksi karet di Provinsi
dagang untuk meningkatkan keberterimaan Lampung mengenai respon petani karet dan
sehingga ekspor karet alam Indonesia tidak pabrik karet remah terhadap aplikasi salah
lagi dikenakan discount oleh pembeli. satu jenis koagulan anjuran yaitu asap cair.
Selain itu, tantangan sektor karet semakin
berat terutama terkait dengan
isu sustainability dan ketertelusuran bahan
baku karet alam dalam produksi Green
Tyre di Uni Eropa (Anonim, 2014c)).

121
Suroso, E; Utomo, T. P, dan Miswanto Profil Proses Koagulan Lateks Kebun…..….

DAFTAR PUSTAKA Nancy C, Supriadi, M. 2002. Peranan dan


potensi pengembangan karet alam
Anonim. 2014a). Peningkatan Produksi dalam mendukung perekonomian di
Produktivitas, dan Mutu Tanaman Propinsi Sumatera Selatan. Warta
Tahunan: Pedoman Teknis Pusat Penelitian Karet. 21(1-3): 89 –
Pengembangan Tanaman Karet Tahun 103.
2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Sekaran U. 2006. Metode Penelitian
Perkebunan Kementerian Pertanian. Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.
______. 2014b). Petani di Babel masih Solichin M, Anwar A. 2003. Pengaruh
menggunakan Tawas sebagai penggumpalan lateks, perendaman
Koagulan Lateks. http://balittri. dan penyemprotan bokar dengan asap
litbang.deptan.go.id/index.php/compo cair terhadap bau bokar, sifat teknis
nent/content/article/49-infotekno/ dan sifat vulkanisat. Jurnal
206-petani-di-babel-masih- Penelitian Karet. 21(1 – 3): 45 - 61
menggunakan-tawas-sebagai- Supriadi M, Nancy C. 2001. “Analisis
koagulan-lateks. Diakses 20 Agustus kelembagaan dan dinamika kelompok
2014. pada organisasi petani di kawasan
Anonim. 2014c). Potensi dan industri masyarakat perkebunan
Perkembangan Pasar Ekspor Karet (Kimbun) Mesuji, Sumatera Selatan”.
Indonesia di Pasar Dunia. Jurnal Penelitian Karet. 19(1 – 3): 32
http://www.bumn.go.id/ptpn5/berita/1 – 53.
0699/Potensi.dan. Suwardin D, Raswil R, Solichin M. 1988.
Perkembangan.Pasar.Ekspor.Karet.In Jenis bahan olah karet rakyat anjuran.
donesia.di.pasar.Dunia22 April 2014. Lateks. Vol. III(2): 22 – 25.
Diakses 20 Agustus 2014. Utomo TP, Hasanudin U, Suroso E. 2012.
Anwar C. 2006. “Manajemen dan Agroindustri Karet Indonesia.
teknologi budidaya karet”. Bandung: PT Satu Nusa.
Disampaikan pada pelatihan Tekno Walujono K. 1976. Usaha peningkatan
Ekonomi Agribisnis Karet 18 Mei nilai PRI dari karet rakyat. Menara
2006.Jakarta: PT FABA Indonesia Perkebunan. 44(2): 83 – 93.
Konsultan. Yulianto G. 2011. “Akal-akalan Petani
Budiman S. 1976. Beberapa aspek penting Karet saat Mengolah Lateks”.
pada pengolahan karet remah dari http://ekonomi. kompasiana.com/
bahan baku lum. Menara agrobisnis/2011/05/24/akal-akalan-
Perkebunan. 44 (2): 111 – 121. petani-karet-saat-mengolah-lateks -
Gay LR., Diehl PL. 1992. Research 364816.html. Diakses 20 Agustus
Methods for Business and. 2014
Management. New York: MacMillan
Publishing Company.
Kasman. 2009. “Pengembangan Perkebunan
Karet Dalam Usaha Peningkatan
Ekonomi Daerah dan Pendapatan
Petani di Provinsi Aceh”. Jurnal
Ekonomi Pembangunan Perguruan
Tinggi Alwashliyah Banda Aceh.
Vol.10(2) : 250 – 266.

122

You might also like