You are on page 1of 21

Pengaruh Corporate Governance terhadap Financial Distress

Alifia Ningrum dan Saarce Elsye Hatane


Akuntansi Bisnis Universitas Kristen Petra
Email: elsyehat@.petra.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap


financial distress. Corporate governance diukur dengan variabel board size, board
composition, board meeting, woman in board of commissioners, dan woman in board
directors. Financial distress diukur dengan menggunakan Altman Z-score. Penelitian ini
juga menggunakan firm size sebagai variabel kontrol. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 59 perusahaan sektor konsumsi dan perdagangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2010-2015. Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan
regresi linear berganda dengan software SPSS versi 20. Hasil penelitian ini menemukan
bahwa board size, woman in board of directors dan firm size berpengaruh signifikan dan
negatif terhadap financial distress. Namun, board composition, board meeting, dan woman in
board of commissioners tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress

Kata kunci: Corporate governance, board size, board composition, board meeting, woman in
board of commissioners, woman in board of directors, financial distress.

ABSTRACT

The purpose of this study was to know the influence of corporate governance to financial
distress. Corporate governance was measured by using board size, board composition, board
meeting, woman in board of commissioners, and woman in board of directors. Financial
distress was measured by using Altman Z-score. This study also used firm size as control
variable. The samples used in this study were 59 companies in the sector of consumer goods
and trade listed in Indonesian Stock Exchange in the period of 2010-2015. The hypothesis
was tested by using multiple regression analysis with SPSS software version 20. The result of
this study revealed that board size, woman in board of directors, and firm size significantly
and negatively influenced on financial distress. However, board composition, board meeting,
and woman in board of commissioners had no significant influence on financial distress.

Keywords: Corporate governance, board size, board composition, board meeting, woman in
board of commissioners, woman in board of directors, financial distress.

PENDAHULUAN pemegang saham (shareholders) (Jensen &


Meckling, 1976). Dalam mengantisipasi
Perhatian terhadap corporate agency problem yang ada pada perusahaan,
governance memiliki sejarah yang cukup maka dibutuhkan corporate governance.
panjang (Shahwan, 2015). Menurut Jensen Menurut Cadbury Committee melalui Cadbury
dan Meckling, corporate governance Report pada tahun 1992 yang dijelaskan
diasosiasikan dengan principal-agent dimana dalam jurnal Arifin bahwa corporate
hubungan ini disebut dengan agency theory. governance merupakan prinsip yang
Dalam hubungan principal-agent tersebut memerintahkan dan mengendalikan
dapat timbul principal-agent problem. perusahaan untuk mencapai keseimbangan
Keberadaan principal-agent problem atau antara kekuatan dan otoritas (Arifin et al.,
agency problem merupakan sebagai suatu 2012). Sistem corporate governance yang baik
konsekuensi atas adanya pemisahan memberikan perlindungan efektif kepada para
kepemilikan dan kontrol yang menimbulkan pemegang saham serta para kreditur,
konflik antara kepentingan manajer dan sehingga mereka dapat menyakinkan dirinya

241
242 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

sendiri bahwa ia akan mendapatkan pengambilan keputusan kepada agent (Jensen


investasinya kembali dengan wajar dan and Meckling, 1976). Teori ini berfokus pada
bernilai tinggi (FCGI, 2002). Akan tetapi, hubungan keagenan dimana diharapkan
perusahaan dengan corporate governance yang principal dapat memperoleh keuntungan yang
lemah dapat menaikkan resiko semaksimal mungkin dengan biaya yang
pengambilalihan kekayaan serta mengurangi seefisien mungkin. Selain itu, semakin besar
firm value (Lee and Yeh, 2004). Pihak yang laba yang diperoleh perusahaan, maka agent
berwenang juga telah mendorong praktek sebagai tenaga profesional yang bertugas
corporate governance yang buruk dengan untuk menjalankan kepentingan serta
kurangnya tindakan proaktif yang dilakukan manajemen perusahaan juga akan
(Muranda, 2006). memperoleh keuntungan yang besar (FCGI,
Hubungan antara corporate governance 2002). Selain itu, adanya pemisahan
dengan financial distress mulai muncul sejak kepemilikan dan kontrol yang terjadi pada
tahun 1980-an. Selain itu, terjadinya krisis perusahaan tidak selalu membawa
keuangan tahun 2008 dan tingginya skandal keuntungan bagi perusahaan. Apabila
keuangan pada beberapa perusahaan, seperti principal dan agent memiliki tujuan yang
Enron, World Com, Lehman Brothers, AIG, dan sama, yakni untuk memaksimumkan nilai
lain-lain telah menarik perhatian para peneliti perusahaan, maka agent telah bertindak
akademis, para pembuat kebijakan, lembaga secara tepat dalam memenuhi kepentingan
regulasi, dan investor untuk memeriksa tingkat principal-nya. Namun, apabila agent dan
praktek corporate governance dan dampaknya principal memiliki tujuan yang tidak sama,
terhadap firm performance dan financial distress maka akan timbul masalah keagenan (agency
(Shahwan, 2015). Terdapat beberapa peneliti yang problem) (FCGI, 2002; Jensen and Meckling,
berpendapat bahwa data ekonomi dan keuangan 1976).
saja tidak dapat memberikan kekuatan untuk Pada dasarnya, agency problem
memprediksi yang cukup mengenai kebangkrutan merupakan hasil dari terjadinya
yang akan dialami perusahaan di masa depan ketidakharmonisan tujuan yang potensial
sehingga diperlukan corporate governance, yakni antara pemegang saham (shareholder) sebagai
indikatornya dlama rangka untuk meningkatkan principal yang memiliki organisasi dan
kemampuan dalam memprediksi (Chen, 2008; manajer sebagai agent yang mengendalikan
Deng & Wang, 2006). organisasi. Hal tersebut akan menimbulkan
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya ooportunistic behavior yang dilakukan
yang meneliti hubungan antara corporate manajer (Jensen and Meckling, 1976).
governance terhadap financial distress, seperti Oportunistic behavior adalah tindakan
Manzaneque et al. (2016), Kristanti et al. (2016), dimana manajer sebagai agent cederung
Shahwan (2015), Al-Tamimi (2012), Akhmetova untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka
and Batomunkueva (2014), Bredart (2014), dan sendiri dengan menyalahgunakna wewenang
Wardhani (2007). Hasil dari penelitian serta sumber dapat yang ada pada perusahaan
sebelumnya tersebut belum ada yang dilakukan (FCGI, 2002).
dengan mengambil sampel perusahaan sektor
barang konsumsi dan perdagangan yang terdatar Pengertian Corporate Goverance
di BEI sehingga dilakukan penelitian ini untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh corporate The Institute of Internal Auditors (IIA)
governance yang diproksikan dengan board size, menjelaskan bahwa tata kelola merupakan
board composition, board meeting, woman in board kombinasi dari proses dan struktur-struktur
of commissioner, dan woman in board of directors yang diterapkan oleh dewan untuk
terhadap financial distress pada sektor barang menginformasikan, mengarahkan, mengelola
konsumsi dan perdagangan. dan memantau kegiatan organisasi dalam
mencapai tujuannya (Institute of Internal
Pengertian Agency Theory Auditors, 2016). Definisi yang dijelaskan oleh
IIA tersebut, hampir memiliki makna yang
Agency Theory merupakan sebuah sama dengan yang dijelaskan oleh The World
kontrak dimana suatu pihak, yaitu principal, Bank. The World Bank menjelaskan bahwa
baik satu orang atau lebih terlibat dengan corporate governance merupakan sistem
pihak yang lain, yaitu agent untuk melakukan dimana perusahaan diarahkan dan
beberapa layanan atas nama principal yang dikendalikan dimana hal ini mengenai
melibatkan pendelegasian sebagian wewenang memiliki perusahaan, pemilik dan regulator
Ningrum: Pengaruh Corporate Governance 245

menjadi lebih bertanggung jawab, efisien, dan


transparan sehingga akan dapat membangun
kepercayaan dan keyakinan (The World Bank,
2016). Perusahaan-perusahaan yang memiliki
tata kelola yang baik membawa risiko
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 243

keuangan dan non-keuangan yang lebih masalah yang lebih banyak dalam hal
rendah serta menghasilkan shareholder kehadiran dibandingkan dengan wanita
return yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan (Adams and Ferreira, 2004). Padahal dengan
sistem corporate governance yang baik akan menghadiri rapat, terdapat informasi-
memberikan perlindungan yang efektif kepada informasi penting mengenai perusahaan.
para pemegang saham (shareholder), tetapi Dalam penelitian ini akan menggunakan lima
juga akan melindungi pihak kreditur sehingga indikator untuk mewakili corporate
perusahaan akan memiliki akses yang lebih governance antara lain yaitu board size, board
baik terhadap pembiayan eksternal dan composition, board meeting, woman in board of
mengurangi systemic risk akibat krisis commissioners dan woman in board of
perusahaan dan skandal keuangan. Dengan directors.
demikian, maka corporate governance tidak
hanya berfokus pada hubungan antara Board Size
perusahaan dan pemegang saham, namun
juga pada pihak-pihak yang lain, seperti pihak Board size mengacu pada jumlah anggota
kreditur dan pemerintah (FCGI, 2002). pada suatu dewan komisaris organisasi
Corporate Governance dalam arti (Appuhami and Bhuyan, 2015). Salah satu fungsi
sempit pada dasarnya diklasifikasikan utama dari dewan komisaris adalah melakukan
menjadi dua aspek, yakni governance monitoring terhadap kinerja direksi sebagai pihak
structure dan governance mechanism. yang mengelola operasional perusahaan
Governance structure adalah sebuah struktur (Wardhani, 2007). Agency theory
hubungan akuntabilitas dan pembagian peran mengidentifikasikan dua masalah utama yang
antara berbagai organ utama perusahaan terkait dengan board size yang lebih besar
dimana shareholders sebagai pemilik dimana dapat berpengaruh dalam masalah
perusahaan, komisaris sebagai pengawas, dan keagenan, seperti masalah komunikasi dan
direksi atau manajemen sebagai pengelola koordinasi dewan, serta ketidakmampuan
perusahaan. Governance mechanism dewan untuk mengatur manajemen (Jensen,
membahas mengenai mekanisme kerja dan 1993; Yermack, 1996; Eisenberg et al., 1998).
interaksi aktual antara organ (Arifin, et al., Namun, board size yang besar juga dapat
2014). Governance mechanism kemudian menguntungkan perusahaan dari sudut
diklasifikasikan menjadi dua, yakni pandang resource dependence (Goodstein et
mekanisme internal dan eksternal. al., 1994). Sudut pandang resource dependence
Mekanisme internal didasarkan pada adalah bahwa perusahaan akan tergantung
mekanisme yang spesifik dan tindakan yang dewan komisarisnya untuk dapat mengelola
diambil oleh perusahaan tersebut untuk sumber dayanya secara lebih baik (Wardhani,
menegakkan kontrol dan akuntabilitas, 2007). Apabila semakin besar kebutuhan
sedangkan mekanisme eksternal berguna suatu perusahaan akan hubungan eksternal
untuk melengkapi mekanisme internal dengan yang semakin efektif, maka kebutuhan
membentuk kerangka kerja yang menyeluruh perusahaan tersebut akan komisaris dalam
yang ditentukan atau beroperasi dengan jumlah yang besar akan semakin tinggi
mekanisme internal (Altuner, 2015). (Pfeffer and Salancik, 1978).
Mekanisme internal yang meliputi dewan
direksi (board of directors), internal audit, dan Board Composition
komite audit (audit committee), bertujuan
untuk meningkatkan efektivitas manajemen Dewan Komisaris memiliki tanggung
perusahaan (Chalevas and Tzovas, 2010). jawab serta wewenang dalam mengawasi
Board of directors dibedakan menjadi board tindakan yang dilakukan oleh Direksi, dan
structure dan ownership structure (Adams et memberikan nasehat kepada Direksi jika
al., 2010). Board Structure terdiri atas CEO dipandang perlu oleh Dewan Komisaris.
duality, board size, board independency, dan Komposisi Dewan Komisaris harus
board meeting (Mili and Abid, 2016). sedemikian rupa sehingga memungkinkan
Gender diversity membantu dalam pengambilan keputusan yang efektif, tepat,
peningkatan penerapan corporate governance dan cepat serta bertindak secara independen
yang ada pada suatu perusahaan. Salah satu dalam arti tidak mempunyai kepentingan
hal yang penting pada perspektif corporate yang dapat mengganggu kepentingannya
governance adalah tingkah laku kehadiran untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri
(attendance behavior) dimana pria memiliki dan kritis (FCGI, 2002). Board composition
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 247

mengacu pada proporsi komisaris yang


independen pada dewan komisaris suatu
organisasi (Appuhamu and Bhuyan, 2015). M
244 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

informasi dan sumber daya, memfasilitasi


Menurut Agency Theory, dengan adanya resolusi konflik, dan menunjukkan
komisaris independen diharapkan mampu kepemimpinan yang lebih demokratis (Earley
untuk meningkatkan efektivitas pemantauan and Mosakowski, 2000). Selain itu, kehadiran
dan pengendalian atas manajemen sehingga wanita dalam dewan perusahaan mungkin
juga dapat berfungsi untuk mengurangi dapat meningkatkan nilai pemegang saham
agency problem yang terjadi pada perusahaan jika dewan wanita tersebut membawa sebuah
(Fama and Jensen, 1983). Di Indonesia, perspektif tambahan untuk pengambilan
proporsi atau jumlah adanya Komisaris keputusan dewan, akan tetapi dewan wanita
Independen dalam suatu perusahaan publik juga mungkin memiliki dampak negatif jika
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia telah keputusan untuk menunjuk anggota dewan
diatur. Berdasarkan Keputusan Dewan wanita dimotivasi oleh tekanan sosial untuk
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: kesetaraan gender (Campbell and Minguez-
33/POJK.04/2014 tentang direksi dan dewan Vera, 2007).
komisaris emiten atau perusahaan publik,
perusahaan harus memiliki Komisaris
Independen minimal 30% (tiga puluh persen) Firm Size
dari keseluruhan anggota Dewan Komisaris
(OJK, 2014). Firm size merupakan ukuran besar atau
kecil suatu perusahaan (Ferry and Jones,
Board Meeting 1979). Firm size diukur dengan menggunakan
Log of total asset (Parker et al., 2002; Ohlson,
Frekuensi board meeting merupakan 1990).
sebuah dimensi operasi dewan yang sangat
penting (Brick and Chidambaran, 2008;
Vafaes, 1999). Board meeting harus diadakan Financial Distress
secara berkala, yaitu pada prinsipnya
sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, Financial Distress (kesulitan keuangan)
tergantung sifat khusus Perseroan masing- merupakan sebuah situasi dimana sebuah
masing (FCGI, 2002). Meeting membangun arus kas operasi perusahaan tidak cukup
suatu kemungkinan untuk meningkatkan untuk menutup kewajiban saat ini (current
keefektivitas dewan (Linck et al., 2008). obligations), seperti trade credits atau interest
expense dan perusahaan dipaksa untuk
Woman in Board of Commissioners mengambil tindakan korektif, serta menjalani
restrukturisasi keuangan (Ross et al., 2012).
Woman in board of commissioners Edward Altman mengembangkan sebuah
mengacu pada kehadiran wanita dalam dewan model yaitu Z-score model untuk menilai
komisaris.Keragaman (diversity) dalam risiko kebangkrutan sebuah perusahaan. Z-
anggota tim top management dapat score model yang menggunakan rasio-rasio
menimbulkan potential cost bagi organisasi, yang diambil dari laporan keuangan dan
seperti masalah komunikasi dan konflik multiple discriminant analyses untuk
antar-pribadi (Cox, 1991). Di sisi lain, memprediksi kebangkrutan bagi perusahaan.
diversity juga dapat membawa keuntungan- Terdapat dua model Z-score yang digunakan
keuntungan kepada entitas, seperti perspektif yaitu Altman Z-score model bagi perusahaan
yang lebih luas dalam pengambilan manufaktur yang terbuka (go public) dan
keputusan, kreativitas yang lebih tinggi dan Altman Z-score model bagi perusahaan non-
inovasi, dan pemasaran yang sukses untuk manufaktur dimana semakin tinggi nilai Z-
berbagai jenis pelanggan (Cox, 1991; Robinson score menunjukkan bahwa semakin aman
and Dechant, 1997). suatu perusahaan (Altman, 1993).

Woman in Board of Directors


Board Size dan Financial Distress
Gender diversity diyakini membawa
keuntungan-keuntungan bagi organisasi Dewan komisaris memiliki tanggung
karena adanya cognitive style dimana jawab dalam mengawasi tindakan Dewan
cognitive style menekankan pada nilai-nilai direksi serta memberikan nasehat jika
organisasi dan harmoni, mendorong berbagi
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 247

dipandang diperlukan dimana komposisi atas


dewan komisaris harus sedemikian rupa
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 245

supaya efektif dalam pengambilan keputusan komisaris independen dimana mereka


(FCGI, 2002). Board size yang terlalu besar dianggap sebagai strategic resource
memungkinkan timbulnya masalah atas dikarenakan mereka memiliki kemungkinan
keseimbangan dimana anggota dewan untuk memperluas organizational knowledge
komisaris akan menghasilkan kebijakan yang bagi perusahaan (Cornett at al., 2008; Mace,
lebih memihak atau memenuhi kepentingan 1986). Sehingga hipotesa adalah:
khusus mereka sehingga akan merugikan H1b: Board Composition memiliki pengaruh
kepentingan umum perusahaan, terlibat terhadap financial distress
dalam masalah-masalah business strategy
anggotanya, yakni sesuatu yang akan
memberikan dampak negatif pada kinerja Board Meeting dan Financial Distress
bisnis atau terjadi kurangnya efektivitas
ketika lingkungan ekonomi sedang bergejolak Frekuensi diadakannya board meeting
yang menuntut adanya perubahan dalam adalah dimensi operasi dewan yang penting
strategic direction (Goodstein et al., 1994; serta merupakan suatu alat ukur kekuatan
Judge & Zeithaml, 1992; Chaganti et al., pengendalian dewan perusahaan yang penting
1985). Namun, berdasarkan agency theory, (Brick and Chidambaran, 2008; Vafaes, 1999;
board size yang lebih besar meningkatkan Jensen, 1993; Lipton and Lorsch, 1992). Selain
kontrol disiplin mereka terhadap CEO dan itu, board meeting juga merupakan sebuah
berdasarkan perspektif atau sudut pandang sumber daya yang penting dalam
resource dependence, board size yang besar meningkatkan efektivitas suatu dewan
berarti semakin banyak hubungan atau link (Conger et al., 1998). Dalam board meeting,
eksternal dan diversifikasi keahlian dimana dilakukan pengambilan-pengambilan
koneksi-koneksi yang ada tersebut melindungi keputusan terkait dengan masalah-masalah
perusahaan dari keterpurukan (Goodstein et yang dihadapi perusahaan, khususnya terkait
al., 1994; Zahra and Pearce, 1989). dengan keuangan. Dengan adanya
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat pengambilan keputusan yang tepat, maka
dinyatakan hipotesis pertama yaitu: perusahaan dapat mengambil langkah yang
H1a: Board size memiliki pengaruh terhadap sesuai dalam menyelesaikan permasalahan
financial distress. keuangan sehingga perusahaan mampu
. meminimalisir kesulitan keuangan yang
kemungkinan dihadapi perusahaan. Namun,
Board Composition dan Financial Distress Jensen (1993) menjelaskan bahwa terdapat
keraguan mengenai efektivitas rapat dimana
Perusahaan dengan proporsi dewan seringkali tugas-tugas yang merupakan
komisaris independen yang besar tanggung jawab dewan menyerap waktu
menunjukkan kemungkinan untuk mengalami rapat. Hal ini juga didukung oleh hasil Vafeas
kebangkrutan lebih kecil serta perusahaan (1999) yang menyatakan bahwa dewan
tersebut menjadi semakin sehat (Akhmetova menanggapi kinerja yang buruk dengan
and Batomunkueva, 2014, Daily et al., 2003; meningkatkan frekuensi board meeting. Hal
Elloumi and Gueyie, 2001; Hambrick and ini dilakukan oleh dewan untuk melindungi
D’Aveni, 1992). Board composition dapat diri dari disalahkannya atas tidak mengambil
mempengaruhi tingkat kesehatan perusahaan suatu tindakan ketika diperlukan (Brick and
(financial health) dikarenakan perusahaan Chidambaran, 2008). Hipotesa selanjutnya
dengan kinerja yang berada diatas rata—rata adalah: H1c: Board meeting memiliki
memiliki persentase dewan komisaris pengaruh financial distress.
independen yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan dengan kinerja yang berada di
bawah rata-rata (Baysinger and Butler’s, Woman in Board of Commissioners, Woman in
1985). Berdasarkan perspektif keagenan, Board of Directors, dan Financial Distress
sebuah konfigurasi dewan dependen dapat
menyebabkan pemilik perusahaan Suatu dewan yang terjadi gender
menghadapi sejumlah risiko yang mungkin diversity, yakni terdiri atas anggota dewan
saja dapat mengakibatkan krisis bagi wanita dan laki-laki, merupakan suatu
perusahaan dan akhirnya berakhir pada monitor yang ketat. (Adams and Ferreira,
kebangkrutan (Eisenhardt, 1989). Berbeda 2004). Adanya gender diversity juga dapat
halnya dengan dewan dependen, dewan
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 247

mengurangi konflik dan membuat perusahaan


bertahan dan lebih risk averse (Adams and
246 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

Funk, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan


oleh Kristanti (2015) menunjukkan bahwa a. Financial Distress sebagai dependent variable
gender diversity memiliki hubungan yang Financial distress adalah situasi arus kas
negatif dengan kebangkrutan yang dialami operasi perusahaan tidak cukup untuk
perusahaan. Hal ini berarti bahwa kehadiran menutupi kewajiban saat ini dan dipaksa
wanita dalam dewan membawa keuntungan untuk mengambil tindakan korektif, serta
bagi perusahaan, seperti adanya perspektif restrukturisasi keuangan (Ross et al.,
yang lebih luas ketika pengambilan keputusan 2012).
(Cox, 1991). Namun, hadirnya wanita dalam Financial distress yang dialami perusahaan
dewan memiliki dampak negatif apabila manufaktur yang terbuka diukur dengan
pengambilan keputusan yang dilakukannya menggunakan Z-score model milik Altman
didasari dan dimotivasi oleh tekanan sosial (1993), yaitu dengan rumus:
untuk menimbulkan adanya kesetaraan
gender sehingga keputusan yang dihasilkan ( )+
tidak tepat dalam menghadapi permasalahan
perusahaan (Campbell and Minguez-Vera, ( )+
2007). Hipotesa selanjutnya adalah:
H1d: Woman in Board of Commissioners ( )+
memiliki pengaruh terhadap Financial
Distress.
( )+
H1e: Woman in Board of Directors memiliki
pengaruh terhadap Financial Distress.
( )
Sedangkan untuk financial distress yang
Firm Size dan Financial Distress dialami perusahaan non-manufaktur akan
dukur dengan rumus Altman (2000)
Nilai total asset merupakan proksi dari berikut:
firm size dimana firm size akan
mempengaruhi kekuatan perusahaan dalam ( )+
menghadapi financial distress. Pada
umumnya, perusahaan besar mempunyai ( )+(
fundamental keuangan yang lebih kuat
dibandingkan dengan perusahaan kecil )
sehingga tidak rentan ketika mengalami
guncangan keuangan (Wardhani, 2007). +( ).
Dengan demikian, semakin besar ukuran b. Board size sebagai independent variable
suatu perusahaan, maka semakin kuat Board size mengacu pada jumlah anggota
fundamental keuangannya dalam menghadapi pada suatu dewan komisaris organisasi
kesulitan keuangan sehingga semakin besar (Appuhami and Bhuyan, 2015). Board Size
ukuran suatu perusahaan, maka semakin diukur dengan menggunakan rumus
kecil resiko financial distress perusahaan sebagai berikut:“Jumlah anggota dalam
tersebut. hipotesis kelima yaitu: dewan komisaris organisasi pada periode
H2: Firm size memiliki pengaruh terhadap satu tahun.”
Financial Distress. c. Board composition sebagai independent
variable
Board composition mengacu pada proporsi
METODE PENELITIAN komisaris yang independen pada dewan
komisaris suatu organisasi (Appuhamu and
Variabel independen dalam penelitian ini, Bhuyan, 2015). Board composition diukur
yang merupakan proksi dari corporate dengan menggunakan rumus sebagai
governance adalah board size, board berikut:
composition, board meeting, woman in board of Board composition =
commissioners, dan woman in of directors.
Variabel dependen adalah financial distress.
Variabel kontrol adalah firm size. Berikut d. Board meeting sebagai independent variable
merupakan definisi operasional dari masing-
masing variabel:
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 247

Board meeting adalah pertemuan atau 5)Laporan keuangan perusahaan


rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris menggunakan satuan mata uang Rupiah (Rp)
dalam periode satu tahun atau satu tahun Indonesia. 6)Laporan tahunan satu tahun
buku. Board meeting diukur dengan buku terdiri atas 12 bulan. Total jumlah
indikator banyaknya jumlah rapat yang perusahaan yang digunakan sebagai sampel
dihadiri oleh dewan komisaris dalam dalam penelitian ini adalah 59 perusahaan.
periode satu tahun. Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji
e. Woman in Board of Commissioners dengan menggunakan Regresi Linear Berganda.
Woman in board of commissioners merujuk Model analisis yang digunakan dalam penelitian
pada proporsi wanita dalam suatu anggota ini adalah:
dewan komisaris perusahaan. Keberadaan Z-score =   1.BSIZ  2.BCOM  3.BMEET 
wanita pada dewan komisaris diukur 4.WBOC   5.WBOD +  6.FSIZ + .
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut: Woman in BOC=
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

f. Woman in board of directors sebagai Penelitian ini menggunakan software


independent variable SPSS versi 20 dalam mengolah dan
Woman in board of directors mengacu pada menganalisa data. Berikut statistik dari
proporsi wanita dalam suatu anggota penelitian ini:
dewan direksiperusahaan. Kehadiran
wanita pada dewan direksi diukur dengan Tabel 1. Dekriptif Variabel Penelitian
menggunakan rumus sebagai berikut:
Woman in BOD = N Minimu Maxim Mean
m um

g. Firm size sebagai variable control BSIZE 249 2 9 4.25703


Firm size adalah gambaran besar kecilnya
perusahaan (Ferry and Jones, 1979). Firm BCOM 249 .28571 .50000 .38641
size diukur dengan menggunakan rumus
sebagai berikut: BMEET 249 1 34 6.29719
Firm size = Log of total asset
WBOC 249 .00000 .83333 .16443
Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif
dan kualitatif. Untuk board size, board WBOD 249 .00000 .75000 .12465
composition, board meeting, woman in board of 13.962
commissioners, woman in board of directors, FSIZE 249 10.77813 12.21612
99
firm size,dan financial distress diperoleh dari
annual report melalui website IDX. Penelitian Z_ALT 10.730
249 -3.82581 3.33935
ini menggunakan sampel dari perusahaan sektor MAN 06
barang konsumsi dan perdagangan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun
2010-2015. Sampel dipilih dengan Sebelum melakukan pengujian
menggunakan metode purposive sampling, hipotesis, perlu dilakukan uji asumsi klasik
sebagai berikut: 1)Perusahaan terdaftar yang terdiri atas uji normalitas, uji
sebagai perusahaan publik di Bursa Efek heteroskedastisitas, uji multikolinieritas dan
Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2015. uji autokorelasi. Yang kemudian dilanjutkan
2)Perusahaan dari sektor barang konsumsi dengan melakukan uji kelayakan model
(sub-sektor makanan dan minuman, rokok, regresi untuk mengetahui kelayakan model
farmasi, kosmetik dan keperluan rumah regresi dalam pengujian hipotesis.
tangga, serta peralatan rumah tangga) dan Analisis regresi dilakukan dengan
sektor perdagangan, jasa, dan investasi (sub- n=354 dan diperoleh bahwa model regresi
sektor perdagangan besar dan perdagangan memiliki residual yang tidak normal, yaitu
eceran). 3)Perusahaan yang melakukan Initial 0,0000 (dibawah batas signifikansi0,05).
Public Offering (IPO) sebelum tahun 2010. Untuk mengatasi ketidaknormalan residual
4)Perusahaan yang menerbitkan laporan tersebut, maka dilakukan deteksi outlier
tahunan berturut-turut dari tahun 2010-2015.
244 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

dengan menggunakan casewise diagnostics


dan ditemukan 66 outlier. Setelah 66 outlier
dihilangkan (n=288), residual model regresi
telah berdistribusi normal dengan nilai
signifikansi uji Kolmogorov-Smirnov sebesar
0,400>0,05. Namun, terjadi
heteroskedastisitas dalam model yaitu pada
variabel BCOM dengan nilai signifikansi t uji
glejser sebesar 0,009 (nilai berada dibawah
batas signifikansi 0,05). Dalam mengatasi
adanya heteroskedastisitas, maka dilakukan
deteksi outlier menggunakan z-score dan
ditemukan 39 outlier. Setelah 39 outlier
dihilangkan (n= 249), nilai signifikansi t uji
glejser variabel BCOM, BSIZ, BMEET,
WBOC, WBOD, dan FSIZ>0,05 dimana hal ini
menunjukkan bahwa sudah tidak terjadi
heteroskedastisitas di dalam model regresi.
Selain itu, uji normalitas
248 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

residual terpenuhi dengan nilai signifikansi meeting (BMEET), woman in board of


uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,260 > 0,05. commissioners (WBOC), woman in board of
Uji multikolinieritas dan uji autokorelasi directors (WBOD) dan firm size (FSIZE) secara
untuk asumsi tidak ada multikolinieritas dan bersama-sama akan mempengaruhi secara
tidak ada autokorelasi juga terpenuhi, yaitu signifikan financial distress pada perusahaan
dengan nilai VIF variabel BCOM, BSIZ, sampel.
BMEET, WBOC, WBOD, dan FSIZ<10, serta
nilai Durbin Watson sebesar 1,912 yang Tabel 4. Uji T
terletak diantara dU=1,842 dan 4-dU=2,158. Model Unstand. t Sig.
Coeff.
Tabel 2. Koefisien Determinasi
B Std.
Model R R Adjusted Durbin Error
Square R Square -
(Constan -
Watson 2.680 -3.716 .000
t) 9.958
1 .414a .171 .151 1.912
BSIZE .206 .104 1.976 .049
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa BCOM 2.090 2.284 .915 .361
1
koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan BMEET -.039 .029 -1.369 .172
sebesar 0,171. Hal ini menunjukkan bahwa WBOC .851 .708 1.203 .230
kemampuan board size (BSIZE), board
WBOD 2.195 .889 2.468 .014
composition (BCOM), board meeting (BMEET),
woman in board of commissioners (WBOC), FSIZE .937 .241 3.885 .000
woman in board of directors (WBOD) dan firm
size (FSIZE) dalam menjelaskan variasi Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai
perubahan Z_ALTMAN pada perusahaan signifikansi BSIZ sebesar 0,049<0,05, maka
sampel adalah sebesar17,1%, sedangkan disimpulkan board size (BSIZE) berpengaruh
sisanya 82,9% dijelaskan oleh variabel lain signifikan terhadap Z_ALTMAN. BCOM
yang tidak diteliti. memiliki nilai signifikansi sebesar 0,361>0,05,
maka dapat disimpulkan bahwa board
Tabel 3. Uji F composition (BCOM) tidak berpengaruh
signifikan terhadap Z_ALTMAN. BMEET
Model Sum of Df Mean F Sig.
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,172 >
Square Squar
0,05, maka disimpulkan bahwa board meeting
s e
(BMEET) tidak berpengaruh signifikan
Regres 254.76 42.46 8.33 terhadap Z_ALTMAN. WBOC memiliki nilai
6 .000b
sion 2 0 5 signifikansi sebesar 0,230 > 0,05, maka
1 Residu 1232.7 24 disimpulkan woman in board of commissioners
5.094
al 58 2 (WBOC) tidak berpengaruh signifikan
1487.5 24 terhadap Z_ALTMAN. WBOD memiliki nilai
Total signifikansi sebesar 0,014<0,05, maka
20 8
disimpulkan woman in board of directors
a. Dependent Variable: Z_ALTMAN
(WBOD) berpengaruh signifikan terhadap
b. Predictors: (Constant), FSIZE, WBOD, Z_ALTMAN. FSIZE memiliki nilai signifikansi
BMEET, BCOM, WBOC, BSIZE sebesar 0,000<0,05, maka disimpulkan firm
size (FSIZE) berpengaruh signifikan terhadap
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui uji Z_ALTMAN.
F menghasilkan nilai signifikansi sebesar Berdasarkan hasil penelitian, board size
0,000<0,05, maka disimpulkan board size signifikan negatif terhadap financial distress
(BSIZE), board composition (BCOM), board sehingga H1a diterima. Hasil penelitian ini
meeting (BMEET), woman in board of sejalan dnegan penelitian yang dilakukan oleh
commissioners (WBOC), woman in board of Manzaneque (2015) dan Bredart (2014).
directors (WBOD) dan firm size (FSIZE) secara Resource dependence theory menyatakan
simultan berpengaruh signifikan terhadap bahwa semakin besar board size, maka akan
Z_ALTMAN pada perusahaan sampel. Hasil menawarkan berbagai keuntungan yang
ini berarti bahwa perubahan board size terkait dengan kemampuan perusahaan
(BSIZE), board composition (BCOM), board dalam mengakses sumber daya serta
244 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

informasi (Zahra and Pearce, 1989). Dengan


semakin luas akses
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 249

atas sumber daya dan semakin banyak pengaruh terhadap financial distress, ditolak.
informasi yang didapatkan, maka semakin Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
banyak pengetahuan serta langkah-langkah yang dilakukan oleh Bredart (2014). . Hal ini
yang dapat diambil oleh para dewan komisaris dapat dikarenakan board meeting yang
untuk mencapai tujuan bisnis organisasi. dilaksanakan oleh dewan kurang efektif dan
Menurut Agency theory, board size yang lebih hanya dilakukan untuk formalitas saja
besar diikuti dengan peningkatan kontrol (Erkens et al., 2010). Perusahaan yang sedang
disiplin (Bredart, 2014). Dengan demikian, menghadapi financial distress mungkin saja
informasi yang mencukupi, kontrol disiplin melaksanakan frekuensi board meeting yang
yang meningkat serta adanya diversifikasi lebih sering dalam rangka untuk menemukan
keahlian yang timbul akibat board size yang akar permasalahan keuangan yang terjadi
besar, dewan komisaris dapat mengambil dalam tubuh perusahaan. Namun, langkah
beberapa tahap yang dilakukan dalam rangka tersebut mungkin saja gagal dalam
mengurangi atau menghindari terjadinya memperbaiki serta mengurangi fianncial
financial distress yang dihadapi perusahaan distress yang sedang dihadapi akibat tidak
(Manzaneque, 2016; Bredart, 2014; Zahra and efisien rapat tersebut dimana kurangnya
Pearce, 1989). informasi-informasi penting yang dibutuhkan
Berdasarkan hasil penelitian oleh para dewan dalam mengambil keputusan.
menunjukkan bahwa board composition tidak Selain itu, kurangnya kemampuan serta
berpengaruh signifikan terhadap Z-score kecakapan dewan dalam memecahkan
sehingga dapat disimpulkan bahwa board masalah juga turut serta dalam tingkat
composition tidak berpengaruh terhadap efektivitas suatu rapat.
financial distress. Hal tersebut berarti bahwa Berdasarkan hasil penelitian
besar atau kecil proporsi dewan komisaris menunjukkan bahwa woman in board of
independen tidak terdapat hubungan dengan commissioners (WBOC) tidak berpengaruh
financial distress yang dihadapi perusahaan. signifikan terhadap Z-score sehingga dapat
Dengan demikian, hipotesa H1b bahwa board disimpulkan bahwa woman in board of
composition memiliki pengaruh terhadap commissioners tidak berpengaruh terhadap
financial distress, ditolak. Hasil penelitian ini financial distress. Hal tersebut berarti bahwa
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh jenis kelamin atau gender dalam suatu dewan
Bredart (2014); Wardhani (2007). Hal tersebut komisaris (board of commissioners) tidak ada
dapat terjadi dikarenakan dewan komisaris hubungan dengan financial distress yang
independen tidak melaksanakan tanggung dihadapi perusahaan. Dengan demikian,
jawab yang diembannya dimana dewan hipotesa H1d bahwa woman in board of
komisaris independen seharusnya commissioners memiliki pengaruh terhadap
bertanggung jawab atas laporan keuangan financial distress, ditolak. Hal ini dapat
yang dipublikasikan oleh perusahaan dan dikarenakan dengan ada atau tidaknya
memastikan perusahaan melaksanakan keberadaan anggota wanita dalam dewan
tanggung jawab sosialnya serta komisaris tidak mempengaruhi atas
memperhatikan kepentingan para keputusan yang diambil oleh dewan komisaris
stakeholders (FCGI, 2002). Keberadaan dewan dimana keputusan tersebut merupakan suatu
komisaris independen pada perusahaan hanya langkah yang diambil perusahaan dalam
dilaksanakan dalam rangka untuk memenuhi menyelesaikan masalah keuangan yang
peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepam dihadapi perusahaan. Selain itu, adanya
atau hanya sekedar simbol mematuhi regulasi pembagian informasi yang rata serta gaya
dari pemerintah mengenai proporsi komisaris kepemimpinan yang sama dalam dewan
independen dalam suatu dewan komisaris komisaris, baik anggota pria dan wanita juga
perusahaan (Erkens et al., 2010). dapat menjadi faktor bahwa dengan ada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa maupun tidak adanya anggota anggota
board meeting tidak berpengaruh signifikan wanita dalam suatu dewan komisaris tidak
terhadap Z-score sehingga dapat disimpulkan memiliki pengaruh terhadap financial
bahwa board meeting tidak berpengaruh distress.
terhadap financial distress. Hal tersebut Hasil penelitian ini menunjukkan
berarti bahwa frekuensi board meeting tidak bahwa woman in board of directors (WBOD)
ada hubungannya dengan financial distress memiliki pengaruh signifikan positif terhadap
yang dihadapi perusahaan. Dengan demikian, Z-score dimana semakin tinggi nilai Z-score,
hipotesa H1c bahwa board meeting memiliki
244 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

maka semakin rendah financial distress yang


dialami oleh suatu perusahaan sehingga dapat
250 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

disimpulkan bahwa woman in board of independen board size, woman in board of


directors memiliki pengaruh signifikan negatif directors, dan firm size berpengaruh signifikan dan
terhadap financial distress. Hal tersebut negatif terhadap financial distress. Semakin besar
berarti bahwa dengan adanya kehadiran dewan komisaris dan ukuran perusahaan, serta
wanita dalam dewan direksi suatu adanya kehairan wanita dalma dewan direksi,
perusahaan, maka akan cenderung pada maka akan semakin kecil kemungkinan financial
semakin rendahnya financial distress yang distress yang dihadapi oleh perusahaan. Namun,
akan dialami oleh perusahaan. Dengan variabel independen board composition, board
demikian, hipotesa H1e bahwa woman in meeting, dan woman in board of commissioners
board of directors memiliki pengaruh terhadap tidak beroengaruh signifikan terhadap financial
financial distress, diterima. Hasil penelitian distress.
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kristanti et al. (2016) yang menemukan Saran
adanya pengaruh gender terhadap financial
distress. Hal tersebut dikarenakan wanita Saran-saran yang diberikan setelah
membawa sebuah perspektif tambahan dalam melakukan analisa terhadap hasil penelitian
pengambilan keputusan dewan serta adanya yang diperoleh adalah terkait dengan
cognitive style yang dimiliki oleh wanita indikator corporate governance yang
dimana cognitive style merupakan penekanan digunakan dalam mengetahui pengaruh
pada nilai-nilai organisasi, mendorong corporate governance terhadap financial
dilakukannya berbagi informasi dan sumber distress. Berdasarkan hasil uji hipotesis
daya, serta kepemimpinan yang lebih dengan nilai koefisien determinasi atau R2
demokratis (Campbell and Minguez-Vera, sebesar 17,1% menunjukkan bahwa
2007; Earley and Mosakowski, 2000). kemampuan variabel independen dalam
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menjelaskan variasi perubahan variabel
firm size (FSIZ) memiliki pengaruh signifikan dependen adalah sebesar 17,1%, sedangkan
positif terhadap Z-score dimana semakin sisanya yaitu 82,9% dijelaskan oleh variabel
tinggi nilai Z-score, maka semakin rendah lain yang tidak diteliti. Dengan demikian,
financial distress yang dialami oleh suatu untuk penelitian selanjutnya diharapkan
perusahaan sehingga dapat disimpulkan menggunakan indikator-indikator corporate
bahwa firm size memiliki pengaruh signifikan governance yang lain dalam memprediksi
negatif terhadap financial distress. Hal financial distress yang dialami oleh suatu
tersebut berarti bahwa dengan semakin besar perusahaan, seperti board ownership
ukuran perusahaan, maka akan cenderung (Manzaneque et al., 2016).
pada semakin rendahnya financial distress
yang akan dialami oleh perusahaan. Dengan DAFTAR REFERENSI
demikian, hipotesa H2 bahwa firm size
memiliki pengaruh terhadap financial Adams, R. B., Ferreira, D. (2004). Gender
distress, diterima. Hasil penelitian ini sejalan diversity in the boardroom. ECGI
dengan penelitian yang dilakukan oleh Working Paper Series in Finance 58.
Wardhani (2007) yang menemukan adanya Adams, R. B., Hermalin, B. E., Weisbach, M.
pengaruh firm size terhadap financial distress. S. (2010). The role of boards of directors
Firm size merupakan suatu hal yang penting in corporate governance: a conceptual
dalam mengetahui financial distress yang framework and survey. Journal of
dihadapi perusahaan. Hal ini dikarenakan Economic Literature 48(1), 58-107.
pada umumnya, perusahaan besar Adams, R., Funk, P. (2010). Beyond the glass
mempunyai fundamental keuangan yang lebih ceiling: does gender matter?. Finance
kuat apabila dibandingkan dengan Working Paper Series (273).
perusahaan kecil sehingga tidak rentan Akhmetova, A., Batomunkueva, Y. (2014).
terhadap adanya guncangan keuangan Board composition and financial
(Wardhani, 2007). distress: an empirical evidence from
Sweden and Denmark.
KESIMPULAN Altman, E. I. (1993). Corporate financial
distress: a complete guide to predicting,
Hasil penelitian yang didaptkan dalam avoiding, and dealing with bankruptcy
penelitian “Pengaruh Corporate Governance (2nd ed). New York: John Wiley & Sons.
terhadap Financial Distress” adalah variabel
244 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

Altuner, D., Celik, S., Gulec T. C. (2015). The


linkages among intellectual capital,
corporate governance and corporate
Ningrum:: Pengaruh Corporate Governance 251

social responsibility. Corporate Harvard Business Review 76(1), 136-


Governance 15(4), 491-507. 148.
Al-Tamimi, H. A. H. (2012). The effects of Cornett, M., Marcus, A., Tehranian, H. (2008).
corporate governance on performance Corporate governance and pay-for-
and financial distress. Journal of performance: the impact of earnings
Financial Regulation and Compliance management. Journal of Financial
20(2),1 69-181. Economics 87(2), 357-373.
Appuhami, R., Bhuyan, M. (2015). Examining Cox, T. H., Blake, S. (1991). Managing
the influence of corporate governance on Cultural Diversity: implications for
intellectual capital efficiency: evidence organizational competitiveness.
from top service firms in australia. Academy of Management Executive 5,
Managerial Auditing Journal 30(4/5), 45-56.
347-372. Daily, C., Dalton, D., Cannella, A. (2003).
Arifin, J., Suhadak, Astuti, E. S., Arifin Z. Corporate governance: decades of
(2014). The influence of corporate dialogue and data. The Academy of
governance , intellectual capital on Management Review 28(3), 371-382.
financial performance and firm value of Earley, P. C., Mosakowski, E. (2000). Creating
bank sub-sector companies listed at hybrid team cultures: an empirical test
indonesia stock exchange in period 2008- of transnational team functioning.
2012. European Journal of Business and Academy of Management Journal 43, 26-
Management 6(26). 49.
Baysinger, B. D., Butler, H. N. (1985). Eisenberg, T., Sundgren, S., Wells, M. T.
Corporate governance and the board of (1998). Larger board size and decreasing
directors: performance effects of change firm value in small firms. Journal of
in board composition. Journal of Law, Financial Economics 48(1), 35-54.
Economics, and Organization 1. Eisenhardt, K. (1989). Agency theory: an
Bredart, X (2014). Financial distress and assessment and review. Academy of
corporate governance: the impact of Management Review 14, 57-74.
board configuration. International Erkens, D., Hung, M., Matos, P. (2010).
Business Research 7(3). Corporate governance in the 2007-2008
Brick, I., Chidambaran, N. K. (2008). Board financial crisis: evidence from financial
monitoring, firm risk, and external institutions worldwide. ECGI Finance.
regulation. Journal of Regulatory Elloumi, F., Gueyie, J. P. (2001). Financial
Economics 33, 87-116. Distress and Corporate Governance: An
Campbell, K., Minguez-Vera, A. (2007). Empirical Analysis. The International
Gender diversity in the Boardroom and Journal of Business in Society 1(1), 15-
firm financial performance. Journal of 23.
Business Ethics. Fama, E. F., Jensen M. C. (1983). Separation
Chaganti, R., Mahajan, V., Sharma, S. (1985). of ownership and control. Journal of Law
Corporate board size, composition, and and Economics 26(2), 301-325.
corporate failures in retailing industry. FCGI. (2002). The essence good corporate
Journal of Management Studies 22(4), governance: konsep dan implementasi
400-417. perusahaan publik dan korporasi
Chalevas, C. and Tzovas, C. (2010). The effect indonesia. Jakarta: Yayasan Pendidikan
of the mandatory adoption of corporate Pasar Modal Indonesia & Sinergy
governance mechanisms on earnings Communication.
manipulation, management Ferri, M. G., Jones, W. H. (1979).
effectiveness and firm financing: Determinants of financial structure: a
evidence from greece.” Managerial new methodological approach. The
Finance 36(3), 257-277. Journal of Finance 34(3), 631-644.
Chen, H. (2008). The timescale effects of Goodstein, J., Gautam, K., Boeker, W. (1994).
corporate governance measure on The effect of board size and diversity on
predicting financial distress. Review of strategic change. Strategic Management
Pacific Basin Financial Markets and Journal 15, 241-250.
Policies 11, 35-46. Hambrick, D.C., D’Aveni, R.A. (1992). Top
Conger, J., Finegold, D., Lawler, E. (1998). team deterioration as part of the
Appraising boardroom performance. downward spiral of large corporate
244 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

bankruptcies. Management Science


38(10), 1445-1466.
252 BUSINESS ACCOUNTING REVIEW VOL. 5, NO. 1, JANUARI 2017: 241-252

Institute of Internal Auditors. 2016. Corporate Ohlson, J. A. (1980). Financial ratios and the
governance. Retrieved October 25, 2016, probabilistic prediction of bankruptcy.
from Journal of Accounting Research 18, 109-
https://www.iia.org.uk/resources/corpora 131.
te-governance/ Parker, S., Peters, G. F., Turetsky, H. F.
Jensen, M. C., Meckling, W. H. (1976). Theory (2002). Corporate governance and
of the firm: managerial behavior, agency corporate failure: a survival analysis.
costs, and ownership structure. Journal Corporate governance 2, 4-12.
of Financial Economics 3, 305-360. Pfeffer, J., Salancik, G. R. (1978). The external
Jensen, M. C. (1993). The modern industrial control of organizations: a resource
revolution, exit, and the failure of dependence perspective.
internal control systems. Journal of Robinson, G., Dechant, G. (1997). Building a
Finance 48(3), 831-880. business care for divesity. Academy of
Judge, W. Q., Zeithaml, C. P. (1992). Management Executive 11, 21-30.
Institutional and strategic choice Ross, Hillier, Westerfield, Jaffe, Jordan.
perspective on board involvement in the (2012). Financial distress. New York:
strategic decision process. Academy of McGraw-Hill Book Company.
Management Journal. Shahwan, Tamer M. (2015). The effects of
Kristanti, F. T. (2015). The test of gender corporate governance on financial
diversity and financial structure to the performance and financial distress:
cost of financial distress: evidence from evidence from Egypt. The International
Indonesian family business. Proceeding Journal of Business in Society 15(5),
GTAR 2, 554-565. 641-662.
Kristanti, F. T., Rahayu, S., Huda, A. N. The World Bank. (2016). Corporate
(2016). The determinant of financial Governance. Retrieved October 22, 2016,
distress on Indonesian family firm. from
Procedia-Social and Behavioral Sciences. http://www.worldbank.org/en/topic/finan
Lee, T. S., Yeh, Y. H. (2004). Corporate cialmarketintegrity/brief/corporate-
governance and financial distress: governance
evidence from Taiwan. An International Vafeas, Nikos. (1999). Board meeting
Review 12(3), 378-388. frequency and firm performance.
Linck, J., Netter, J., Yang, T. (2008). The Journal of Financial Economics 53, 133-
determinants of board structure. Journal 142.
of Financial Economics 87, 308-328. Wang, Z. J., Deng, X. L. (2006). Corporate
Lipton, M., and Lorsch, J. (1992). A Modest governance and financial distress:
Proposal for Improved Corporate evidence from Chinese listed companies.
Governance. Business Lawyer 48, 59-77. The Chinese Economy 39(5), 5-27.
Mace, M. (1986). Directors: myth and reality. Wardhani, R. (2007). Mekanisme corporate
Boston: Harvard Business School Press. governance dalam perusahaan yang
Manzaneque, M., Priego, A. M., Merino E. mengalami permasalahan keuangan.
(2016). Corporate governance effect on Jurnal Akuntansi dan Keuangan
financial distress likelihood: evidence Indonesia 4(1), 95-114.
from Spain. Spanish Accounting Review Yermack, D. (1996). Higher market valuation
19(1), 111-121. of companies with a small board of
Mili, M., Abid, S. (2016). Do corporate bond directors. Journal of Financial
recovery rates monitored by corporate Economics 40(2), 185-211.
governance mechanism? Managerial Zahra, S., Pearce, A. (1989). Boards of
Finance 42(8), 830-848. directors & corporate financial
Muranda, Zororo. (2006). Financial distress performance: a review & integrative
and corporate governance in model. Journal of Management 15(2),
Zimbabwean banks. The International 291-334.
Journal of Business in Society 6(5) 643-
654.
OJK. (2014). Peraturan otoritas jasa keuangan
nomor 33/pojk.04/2014 tentang direksi
dan dewan komisaris emiten atau
perusahaan publik.

You might also like