You are on page 1of 13

JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.

2089-7669

STUDI DESKRIPTIF KASUS HIV PADA PEKERJA SEKS KOMERSIAL


(PSK) DI LOKALISASI SLARANG TAHUN 2016

Susbatiyarini1), Siti Rofi’ah2), Tuti Sukini3), Masini4)


Email : nandasheeta@yahoo.com

ABSTRACT

The incidence of HIV / AIDS infectious diseases tend to increase with a high
mortality rate. The treatment of viral infection is currently only be able to slow the
spread of the virus. The spread of the HIV virus is strongly influenced by the
patterns of behavior and lifestyle. Commercial Sex Workers (CSW) is a high-risk
group because it used to engage in sexual activity with a partner more than one
partners, with a very high degree of mobility.
The purpose of this study was to describe cases of HIV in CSW at Slarang
Localization 2016.
The research method is descriptive quantitative. This study population is
CSW in Slarang Localization of Cilacap district some 69 people. The sampling
technique use total sampling.
The results showed that most of the young CSW with elementary education level.
The knowledgement category of HIV is enough and mostly adhere to a medical
examination. However, most PSK considers HIV disease is not dangerous even
though the majority of CSW had preventive action the spread of HIV. All of CSW
infected with HIV has been doing management in accordance with procedures but
only 36.36% were dutifully taking ARVs.
Suggested for health workers, especially for the field of infectious diseases
in order to continue to conduct information on HIV and health checks periodically
to CSW.

Key words : HIV case, commercial sex workers


1,2,3,4
) Poltekkes Kemenkes Semarang

Acquired Immune Deficiency Syn- terhadap infeksi virus saat ini sudah
drome (AIDS) adalah sekumpulan gejala dapat memperlambat laju perkembangan
dan infeksi atau sindrom yang timbul virus, namun penyakit ini belum benar-
karena rusaknya sistem kekebalan benar bisa disembuhkan (Marx, 1982).
tubuh manusia akibat infeksi virus. Penyakit infeksi HIV/ AIDS
Virus penyebab infeksi ini disebut merupakan masalah kesehatan terbesar
Human Immunodeficiency Virus (HIV) di dunia dewasa ini, terdapat hampir di
yaitu virus yang memperlemah keke- dunia tanpa kecuali Indonesia. Masalah
balan pada tubuh manusia. Orang yang yang berkembang sehu-bungan dengan
terkena virus ini akan menjadi rentan penyakit infeksi HIV/AIDS adalah
terhadap infeksi oportunistik ataupun angka kejadian yang cenderung terus
mudah terkena tumor. Penanganan

33
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

meningkat dengan angka kematian yg namun ternyata dalam penyebarannya


tinggi (Nasronudin, 2007). sangat dipengaruhi oleh pola perilaku
Kasus HIV/ AIDS di Indonesia dan gaya hidup seseorang.
pertama kali ditemukan di Bali pada Mayoritas infeksi HIV berasal dari
tahun 1987 (Noviana, 2016). Data hubungan seksual tanpa pelindung
Kementerian Kesehatan RI (2016) antar individu yang salah satunya
menyebutkan pada bulan Januari s/d terkena HIV. Hubungan heteroseksual
Maret 2016, kasus HIV mencapai adalah modus utama infeksi HIV di
7.146 orang dan AIDS 305 orang. dunia (Johnson, 1988). Selama hubungan
Provinsi Jawa Tengah merupakan seksual, hanya kondom yang dapat
urutan kelima di Indonesia. Tercatat mengurangi kemungkinan terinfeksi
sejak tahun 2005 sampai dengan bulan HIV dan penyakit seksual lainnya serta
Maret 2016 memiliki 13.547 kasus. kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat
Jumlah HIV dan layanan yang ini menunjukkan bahwa penggunaan
melapor di Provinsi Jawa Tengah kondom yang lazim mengurangi risiko
Tahun 2016 sebanyak 712 kasus. penularan HIV sampai kira-kira 80%
Kabupaten Cilacap menempati peringkat dalam jangka panjang, walaupun man-
ketiga dari lima kabupaten/ kota faat ini lebih besar jika kondom
dengan kasus HIV terbesar di Propinsi digunakan dengan benar dalam setiap
Jawa Tengah dengan 59 kasus. Sejak kesempatan (Sadler, 1997).
tahun 2007 sampai bulan Agustus 2016 Kabupaten Cilacap dalam melak-
kasus HIV di Kabupaten Cilacap sanakan Peraturan Menteri Kesehatan
sebanyak 483 kasus. Data bulan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
Agustus 2016 ditemukan 47 kasus HIV 2013 tentang penanggulangan HIV/
di kecamatan Kesugihan Kabupaten AIDS mengeluarkan Peraturan Daerah
Cilacap. Desa Slarang merupakan salah Kabupaten Cilacap Nomor 2 Tahun
satu desa di kecamatan Kesugihan yang 2015 Tentang Penanggulangan HIV
memiliki lokalisasi dengan jumlah dan AIDS di Kabupaten Cilacap, yaitu
pekerja seks komersial (PSK) pada penyelenggaraan penanggulangan HIV
bulan Juni 2016 sebanyak 69 orang dan AIDS dilakukan secara kompre-
dengan 11 orang terdiagnosa HIV. hensif dan berkesinambungan meliputi
Pekerja Seks Komersial (PSK) kegiatan promosi, pencegah-an, peme-
adalah merupakan kelompok resiko riksaan, Perawatan, Dukung-an dan
tinggi terkena HIV mengingat pada Pengobatan (PDP), serta rehabilitasi
kelompok ini terbiasa melakukan dan perlindungan sosial.
aktivitas seksualnya dengan pasangan Pencegahan HIV dan AIDS di
yang tidak tetap, dengan tingkat Kabupaten Cilacap meliputi pencegah-
mobilitas yang sangat tinggi di an HIV dan AIDS melalui transmisi
kelompok tersebut. HIV merupakan seksual, pencegahan HIV dan AIDS
penyakit yang disebabkan oleh virus, melalui jarum dan alat suntik yang

34
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

tidak steril atau bekas dipakai orang Data penelitian yang diperoleh
yang mengidap HIV dan AIDS, peneliti adalah data primer yang
pencegahan HIV dan AIDS melalui diperoleh melalui wawancara dengan
transfusi darah yang terkontaminasi menggunakan kuesioner. Uji validitas
HIV dan AIDS; serta pencegahan HIV dan reliabilitas kuesioner dilakukan
dan AIDS melalui Ibu ODHA kepada terhadap 30 orang Pemandu Lagu (PL)
bayinya yang bekerja di tempat karaoke dan
Hasil studi pendahuluan di cafe yang ada di Banjarnegara. Analisis
lokalisasi Slarang Kecamatan data penelitian menggunakan distribusi
Kesugihan Kabupaten Cilacap, frekuensi yaitu data kualitatif untuk
beberapa alasan dari Pekerja Seks dihitung dalam prosentase (Arikunto,2006).
Komersial (PSK) yaitu besarnya
kesulitan dalam meyakinkan klien HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk menggunakan kondom karena
mereka tidak memiliki dukungan dari Umur Responden
manajemen dan teman sebaya,
memiliki paparan resiko kekerasan
yang lebih besar ketika mereka
menolak untuk melakukan seks yang
tidak aman dengan klien, penge-tahuan
yang tidak cukup tentang teknik
negosiasi kondom dan kurangnya
informasi tentang HIV. Hasil penelitian menunjukkan
Berdasarkan uraian latar belakang sebagian besar responden berumur
tersebut, maka penulis tertarik muda yaitu pada rentang umur 17-35
melakukan penelitian “Studi Deskriptif tahun. Menurut Elisabet BH yang
Kasus HIV pada Pekerja Seks dikutip oleh Nursalam (2003) dalam
Komersial (PSK) di Lokalisasi Slarang Wawan dan Dewi (2010), usia adalah
Tahun 2016”. umur yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun.
METODE PENELITIAN Lawrence Green dalam bukunya
Jenis penelitian ini adalah Health Promoting Planning : An Edu-
deskriptif kuantitatif. Populasi dalam cation and Environmental Approach
penelitian ini adalah Pekerja Seks (1991) menyebutkan bahwa umur
Komersial (PSK) di Lokalisasi Slarang merupakan salah satu faktor sosial
Kabupaten Cilacap pada bulan Juni demografi seseorang yang akan men-
2016 sejumlah 69 orang. Pengambilan jadi faktor pendahulu (predisposing
sampel menggunakan teknik total factor) terjadinya suatu perilaku.
sampling. Faktor ini akan memberikan dasar
rasional atau motivasi untuk ter-
35
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

wujudnya perilaku tersebut Semakin mempengaruhi tingkat pengetahuan


cukup umur, tingkat kematangan dan seseorang yaitu pendidikan. Pendidikan
kekuatan seseorang akan lebih matang merupakan bimbingan yang diberikan
dalam berfikir dan berperilaku. seseorang pada orang lain terhadap
Menurut Notoatmodjo (2012) suatu hal agar mereka dapat mema-
sema-kin bertambah umur seseorang, hami. Tidak dapat dipungkiri bahwa
semakin bertambah pula daya tangkap- makin tinggi pendidikan seseorang
nya. Sese-orang dengan umur muda semakin mudah pula meraka menerima
belum banyak menerima informasi dari informasi dan pada akhirnya makin
lingkungan sekitar, teman, tetangga dan banyak pula pengetahuan yang dimi-
orangtua sehingga mempengaruhi likinya. Sebaliknya jika sese-orang
dalam menen-tukan pilihan. tingkat pendidikannya rendah akan
Zainab (2015) dalam penelitiannya menghambat nilai-nilai yang baru
yaitu Pengetahuan dan Sikap Wanita diperkenalkan.
Pekerja Seks tentang HIV/ AIDS Pendidikan merupakan proses
berdasarkan Karakteristik Usia dan pembentukan dan atau meningkatkan
Tingkat Pendidikan di Lokalisasi kemampuan manusia yang mencakup
Pembatuan Landasan Ulin Timur Ban- cipta, rasa, dan karsa. Tingkat pendi-
jarbaru menyebutkan bahwa pengeta- dikan seseorang akan berpengaruh
huan dan usia berhubungan namun dalam memberikan respon terhadap
tidak semua pengetahuan dan usia sesuatu yang datang dari luar. Orang
seseorang menjadi acuan dalam hal yang berpen-didikan tinggi akan
pengalaman. Ada kalanya seseorang memberikan respon yang lebih rasional
yang masih muda namum memiliki terhadap informasi yang datang dan
pengalaman yang cukup sehingga akan berfikir sejauh mana keuntungan
pengetahuannya juga lebih baik. yang mungkin diperoleh dari gagasan
tersebut (Notoatmodjo, 2012).
Pendidikan Responden Sebagian besar responden pada
penelitian ini berpendidikan SD. Hal
ini akan mempengaruhi responden
dalam penerimaan informasi yang
datang dari luar, sehingga kurang
memikirkan keuntungan dan kerugian
dari pekerjaan yang dijalani yaitu
sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
Mayoritas responden pada pe- Begitu pula dengan penerimaan
nelitian ini memiliki latar belakang terhadap berbagai informasi salah
pendidikan SD, yaitu sejumlah 47 satunya tentang pentingnya pemakaian
orang. Menurut Wawan dan Dewi alat pelindung/ kondom untuk
(2010) salah satu faktor internal yang mencegah kehamilan yang tidak

36
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

diingin-kan maupun pencegahan tinggi maka orang tersebut akan


penyakit HIV/ AIDS. semakin luas pula pengetahuannya.
Pada penelitian Savitri (2006) Selain itu, penge-tahuan juga
diperoleh data semua responden de- dipengaruhi oleh faktor usia, hal ini
ngasn pengetahuan baik memiliki berarti semakin bertambah usia PSK
perilaku pencegahan yang positif, maka pengetahuan yang diperoleh dari
namun terdapat dua responden dengan proses belajar maupun dari pengalaman
pengetahuan cukup baik tetapi memi- akan semakin banyak. Dengan
liki perilaku pencegahan yang negatif. demikian pengetahuannya juga sema-
Sesudah ditelusuri ternyata kedua kin meningkat. Hal ini tidak terlepas
responden memiliki latar belakang dari pengetahuan yang berhubungan
pendidikan SD dan hanya mendapatkan dengan profesinya, seperti pengetahuan
sumber informasi dari televisi serta tentang bahaya seks tanpa perlin-
memiliki pengalaman bekerja 2 tahun. dungan, bahaya penyakit HIV/ AIDS
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat maupun cara melakukan negosiasi
pendidikan responden cenderung dengan konsumen agar melakukan seks
mempengaruhi tingkat pengetahuan dengan kondom.
dan perilakunya. Berdasarkan distribusi frekuensi
jawaban responden dapat diketahui
Tingkat Pengetahuan tentang HIV responden masih kurang memahami
tentang cara penularan HIV. Hal ini
terbukti masih adanya responden yang
menjawab ‘ya’ pada pernyataan
kuesioner mengenai oral seks yang
masih dianggap aman untuk tidak
menularkan penyakit HIV, dan tentang
berciuman dengan penderita HIV dapat
menularkan penyakit HIV. Pengeta-
huan responden tidak sepenuhnya salah
Hasil penelitian menunjukkan karena responden belum mengerti
tingkat pengetahuan responden secara jelas bagaimana cara penularan
sebagian besar berada dalam kategori penyakit HIV melalui oral seks.
cukup. Menurut Notoatmodjo (2007) Menurut Nursalam dan Kurniawati
yang dikutip oleh Wawan dan Dewi (2009) dalam hal penularan HIV, seks
(2010), pengetahuan itu sendiri oral dipandang sebagai kegiatan yang
dipengaruhi oleh faktor internal yaitu rendah risiko. Oral seks sama halnya
faktor usia dan faktor pendidikan. berisiko seperti vaginal seks maupun
Pengetahuan sangat erat hubungannya anal seks. Risiko dapat meningkat bila
dengan pendidikan, sehingga diharap- terdapat luka atau tukak di sekitar
kan dengan tingkat pendidikan yang mulut dan jika ejakulasi terjadi di

37
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

dalam mulut. Hal ini dapat menjadi Seks (WPS) untuk melakukan
sarana transmisi virus antar individu. pemeriksaan VCT.
Hasil penelitian yang menunjuk- Pengetahuan yang cukup akan
kan tingkat pengetahuan responden pentingnya pemeriksaan VCT akan
dalam kategori cukup ini diharapkan mendorong mereka untuk memeriksa-
salah satunya dapat mempengaruhi kan diri secara rutin. Hal ini merupakan
pengambilan keputusan dalam penggu- wujud kesadaran bahwa mereka adalah
naan kondom dalam upaya pencegahan kelompok berisiko dan perlu untuk
kehamilan dan penularan infeksi HIV/ melakukan deteksi dini penyakit HIV/
AIDS. Meskipun demikian banyak dari AIDS. Dengan pemeriksaan VCT,
Pekerja Seks Komersial (PSK) yang apabila PSK terdia-gnosa penyakit
sudah memiliki pengetahuan bagus HIV/ AIDS maka akan sedini mungkin
namun masih enggan menggunakan untuk melakukan pengo-batan dan
kondom. Hal tersebut sesuai dengan mengantisipasi terjadinya penularan.
hasil penelitian Utami (2011) yang
menyebutkan bahwa Wanita Penjaja Pencegahan kehamilan yang telah
Seks (WPS) sudah mengetahui dilakukan
penyebab HIV/ AIDS serta penggu-
naan kondom dalam berhubungan
seksual. Mereka sadar bahwa dirinya
adalah kelompok berisiko untuk
menderita penyakit HIV/ AIDS, namun
masih ada WPS yang tidak menggu-
nakan kondom saat melayani pelang-
gan. Untuk itu, perlu intervensi dari
instansi terkait yaitu Dinas Kesehatan Pencegahan kehamilan telah dila-
untuk senantiasa mengingatkan dan kukan Pekerja Seks Komersial (PSK)
menfasilitasi kegiatan dalam mening- sebanyak 56 responden (81,16%) yaitu
katkan pengetahuan mereka dan dengan menggunakan alat kontrasepsi.
kesadaran mereka. Hal ini menunjukkan mayoritas PSK di
Selain itu, dengan tingkat penge- Lokalisasi Slarang sudah menyadari
tahuan yang cukup maka diharapkan perlunya mencegah kehamilan yang
responden dapat mematuhi pemerik- tidak diinginkan.
saan kesehatan yang diadakan oleh Menurut Romauli (2009) masalah
petugas kesehatan. Pengetahuan yang dan dampak yang dihadapi pada
baik akan menimbulkan sikap yang Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah
mendukung suatu perilaku. Hal ini terjadinya resiko kehamilan yang tidak
sejalan dengan penelitian Irna (2014) inginkan. PSK yang melakukan
dengan hasil bahwa pengetahuan cukup hubungan seks tanpa alat kontrasepsi
mempengaruhi sikap Wanita Pekerja akan menyebabkan terjadinya keha-

38
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

milan yang tidak diinginkan, selanjut- Pada kelompok yang patuh melakukan
nya PSK tersebut akan melakukan pemeriksaan berarti mereka mengerti
aborsi yang tidak aman yang dapat dan memahami tentang pentingnya
mengancam jiwanya. Oleh sebab itu, pemeriksaan kesehatan terhadap diri-
untuk mencegah terjadinya kehamilan nya. Sedangkan pada kelompok yang
maka PSK dalam melakukan hubungan tidak melaksanakan pemeriksaan kese-
seks dianjurkan untuk menggunakan hatan dapat diartikan mereka masih
alat kontrasepsi. menganggap bahwa pemeriksaan kese-
Pada umumnya alat kontrasepsi hatan tidak begitu penting sehingga
yang digunakan oleh PSK adalah mereka lebih mengutamakan melayani
kondom. Alat kontrasepsi ini dapat pelanggan daripada membuang waktu
berfungsi ganda yaitu selain untuk untuk melakukan pemeriksaan kese-
mencegah kehamilan, juga berfungsi hatan.
untuk mencegah penularan penyakit Puskesmas Kesugihan 2 Kabupaten
HIV/ AIDS. Namun pada praktiknya Cilacap telah menyusun jadwal pelak-
PSK masih kadang-kadang dalam sanaan program pemeriksaan kesehatan
menggunakan kondom saat melayani yang dilakukan lintas sektoral yaitu
konsumen. Hal ini sesuai penelitian oleh Puskesmas Kesugihan 2, LSM
Soffiya (2012) yang menyebutkan (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan
bahwa penggunaan kontrasepsi kond- KDS (Kelompok Dukungan Sebaya)
om pada PSK di lokalisasi Sukosari secara rutin tiap 3 bulan sekali. Hal ini
Kec. Bawen Kab. Semarang dalam seharusnya dapat mempengaruhi kepa-
kategori kadang-kadang, yaitu 59 orang tuhan responden untuk melakukan
(65,6%), serta penolakan pengguna- pemeriksaan kesehatan.
annya terbanyak disebabkan oleh Hasil penelitian Widiyanto (2009)
penolakan pelanggan sejumlah 58 menjelaskan bahwa keyakinan WPS
orang. tentang VCT merupakan variabel yang
mempunyai kekuatan hubungan paling
Kepatuhan Pemeriksaan Kesehatan signifikan terhadap praktik dalam VCT
ulang. Selain itu variabel nilai tentang
status HIV dirinya, motivasi mengikuti
dorongan orang lain untuk melakukan
VCT, praktik organisasi klinik VCT
dan lingkungan organisasi klinik VCT
memberikan kontribusi terhadap ke-
mungkinan dilakukannya VCT ulang
oleh WPS. Dengan demikian, banyak
Pekerja Seks Komersial (PSK) faktor yang mempengarui seorang
yang patuh melakukan pemeriksaan Pekerja Seks Komersial (PSK) untuk
kesehatan hanya 38 responden (55,07%) melakukan pemeriksaan VCT.

39
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

Oleh karena adanya beberapa Hasil penelitian menunjukkan Pen-


faktor yang dapat mempengaruhi PSK dapat Pekerja Seks Komersial (PSK)
untuk melakukan pemeriksaan VCT tentang penyakit HIV masih kurang
tersebut maka upaya yang dapat baik yaitu lebih dari separuh (59,42%)
ditempuh agar PSK mau melakukan PSK menyampaikan pendapat bahwa
pemeriksaan salah satunya adalah penyakit HIV/ AIDS tidak berbahaya.
dengan meningkatkan pengetahuannya Menurut Marx (1982) orang yang
sehingga akan menimbulkan keyakin- terserang virus HIV akan menjadi
an, nilai dan motivasinya untuk rentan terhadap infeksi oportunistik
melakukan pemeriksaan VCT. Hal ini ataupun mudah terkena tumor. Dengan
sesuai teori Green (1991) yang demikian, kekebalan tubuhnya menu-
menyebutkan bahwa seseorang mau run dan mudah terserang berbagai
berperilaku sehat, dalam hal ini adalah penyakit. Hingga saat ini belum ada
melakukan pemeriksaan VCT apabila pengobatan yang mampu untuk
ada faktor pendahulu yaitu penge- menyembuhkan infeksi virus ini namun
tahuan, sikap, keyakinan, dan motivasi ARV hanya mampu memperlambat laju
yang mendukung ke arah perilaku sehat perkembangan virus. Hal ini perlu
tersebut. diketahui oleh PSK, sehingga mereka
Selain itu faktor pemungkin (enabling tidak akan lagi menganggap bahwa
factors) juga akan mempengaruhi PSK penyakit ini tidak berbahaya.
dalam melaksanakan pemeriksaan VCT Hal lain yang perlu ditekankan
yaitu praktik organisasi klinik VCT dan sehubungan dengan bahaya penyakit
lingkungan organisasi klinik VCT. HIV/ AIDS adalah cara penularan
Apabila seorang PSK sudah memiliki penyakit ini. Menurut Syaiful dalam
keinginan untuk melakukan pemerik- Nursalam dan Kurniawati (2009)
saan namun tidak adanya dukungan bahwa penularan HIV melalui enam
enabling factor maka pencapaian tidak cara. Salah satunya dengan cara
akan maksimal penularan melalui hubungan seksual
dengan pengidap HIV/AIDS. Hubung-
an seksual secara vaginal, anal dan oral
dengan penderita HIV tanpa perlin-
Pendapat tentang penyakit AIDS dungan bisa menularkan HIV. Selama
berhubungan bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut
yang bisa menjadi jalan HIV untuk
masuk ke aliran darah pasangan
seksual. HIV dapat ditularkan melalui
seks penetratif yang tidak terlindungi.
Apabila PSK telah memahami
bahaya penyakit HIV/ AIDS maka

40
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

diharapkan PSK melakukan perilaku dengan pemakaian jarum yang ber-


aman dalam melayani konsumen. gantian.
Upaya untuk merubah pendapat PSK Dalam kasus prostitusi maka upaya
tentang bahaya penyakit HIV/ AIDS yang paling dimungkinkan untuk men-
dapat dilakukan dengan melakukan cegah penularan HIV/AIDS adalah
edukasi sesuai dengan penelitian dengan mempraktekkan seks yang
Trilaksono (2007) yang menyebutkan aman (protective sex) yaitu dengan
bahwa edukasi tentang HIV/ AIDS selalu menggunakan kondom setiap
berpengaruh secara signifikan pada melakukan hubungan seks dengan
perubahan sikap dan pengetahuan PSK siapapun.
Jalanan Yogyakarta 2006. Hasil penelitian yang sebagian
besar responden Pekerja Seks Komer-
Tindakan Preventif Penyebaran HIV sial (PSK) di Lokalisasi Slarang seba-
nyak 43 responden (62,32%) meng-
gunakan tindakan preventif dengan
cara memakai kondom. Meskipun
demikian ada kalanya PSK yang sudah
mempersiapkan kondom namun tidak
digunakan saat melayani konsumen.
Hal ini dengan berbagai alasan antara
lain kegagalan dalam melakukan
negosiasi dengan konsumen, khawatir
Hasil penelitian menyebutkan bah- mendapatkan kekerasan dari konsumen
wa sebagian besar PSK sudah karena menolak hubungan seks tanpa
melakukan tindakan preventif penye- pengaman serta harapan mendapatkan
baran HIV. Beberapa cara yang dapat imbalan yang lebih besar. PSK rela
dilakukan untuk pencegahan HIV untuk melayani pelanggan tanpa
menurut (Nursalam, 2009) dapat dila- kondom meskipun dengan pelanggan
kukan secara primer dengan cara yang sudah tertular HIV. Dalam
mengubah perilaku seksual dengan penggunaan kondom sebagai upaya
menerapkan prinsip ABCD yang preventif terhadap virus HIV harus
meliputi Abstinence (tidak melakukan mendapatkan dukungan dari pelanggan
hubungan seksual), Befaithful (setia maupun teman sesama PSK.
kepada pasangan), Condom (peng- Hal ini sesuai dengan penelitian
gunakan kondom jika terpaksa mela- Kristianti (2012) yang menunjukkan
kukan hubungan dengan pasangan) dan Dukungan yang baik oleh WPS
Drug (narkoba suntik). Dalam mence- ataupun teman pelanggan akan
gah penularan HIV PSK juga mempengaruhi pengunaan kondom
disarankan untuk tidak menggunakan yang konsisten.. Penggunaan kondom
narkoba terutama narkoba suntikan yang konsisten oleh pelanggan PSK

41
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

harus mendapat dukungan pelanggan dengan Peraturan Menteri Kesehatan


sebagai partner seksnya. Di sini Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
kemampuan PSK dalam bernegosiasi 2013 Tentang Penanggulangan HIV
dengan pelanggan sangat penting agar dan AIDS.
pelanggan bersedia menggunakan kon- Pengobatan HIV bertujuan untuk
dom. Hal ini karena berdasarkan mengurangi risiko penularan HIV,
penelitian Soffiya (2012) sebagian menghambat perburukan infeksi opor-
besar PSK tidak menggunakan kondom tunistik dan meningkatkan kualitas
dengan alasan penolakan pelanggan. hidup pengidap HIV. Pengobatan HIV
Dalam meningkatkan pengetahuan harus dilakukan bersamaan de-ngan
cara pencegahan penularan HIV dapat penapisan dan terapi infeksi
dilakukan dengan pendidikan kesehat- oportunistik pemberian kondom dan
an sesuai hasil penelitian Dewi (2008) konseling. Puskesmas Kesugihan 2
dalam penelitiannya yang berjudul setiap kunjungan pemeriksaan kese-
Pengaruh Pendidikan Kesehatan terha- hatan membagikan kondom untuk
dap Perubahan Pengetahuan dan Sikap para WPS.
dalam Pencegahan HIV/ AIDS pada Pengobatan AIDS bertujuan
Pekerja Seks Komersial. Semakin untuk menurunkan sampai tidak ter-
meningkat pengetahuan PSK diharap- deteksi jumlah virus (viral load) HIV
kan dapat meyakinkan konsumen untuk dalam darah dengan menggu-nakan
selalu menggunakan pengaman saat kombinasi obat ARV.
berhubungan seksual. Pengobatan HIV / AIDS dilaku-
kan dengan cara pengobatan tera-
Cara Penatalaksanaan kasus HIV peutik, profilaksis; dan penunjang.
pada PSK yang terinfeksi HIV
Kepatuhan minum obat pada PSK
yang terinfeksi HIV

Cara penatalaksanaan kasus HIV


pada Pekerja Seks Komersial (PSK)
yang terinfeksi HIV di lokalisasi Hasil penelitian Kepatuhan minum
Slarang sebanyak 11 responden (100%) obat pada Pekerja Seks Seksual (PSK)
secara keseluruhan sudah sesuai yang terinfeksi HIV diperoleh hasil
dengan prosedur dalam. Hal ini hanya 4 dari 11 orang PSK yang
dikarenakan Puskesmas Kesugihan 2 terinfeksi HIV patuh minum obat
sudah melaksanakan prosedur cara ARV.
penatalaksanaan kasus HIV sesuai
42
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

Menurut Kemenkes (2014) Kepa- dukungan dari keluarga, teman dan


tuhan pengobatan didefinisikan seba- Forum WPA, serta faktor internal
gai sejauh mana perilaku ODHA dalam diri ODHA seperti motivasi diri
dalam menjalani pengobatan, sesuai untuk tetap hidup dan melakukan
dengan yang dianjurkan oleh petugas aktifitas yang baik. Sedangkan faktor
kesehatan. Untuk terapi ARV, kepa- yang menghambat kepatuhan minum
tuhan yang tinggi sangat diperlukan obat ARV adalah rasa bosan dan jenuh
untuk menurunkan replikasi virus dan minum obat, efek samping obat, stigma
memperbaiki kondisi klinis dan masyarakat dan biaya pengobatan.
imunologis ; menurunkan risiko timbul-
nya resistansi ARV; dan menurunkan SIMPULAN
risiko transmisi HIV. Salah satu yang Sebanyak 53,62% responden ber-
perlu dilakukan adalah dukungan umur muda (17-35 tahun), tingkat
kepatuhan, tidak selalu penggantian pendidikan responden terbanyak ada-
ke obat ARV alternatif. lah SD yaitu 68,12%, tingkat
Faktor individu dapat berupa lupa pengetahuan responden 40,58% dalam
minum obat, bepergian jauh, perubah- kategori cukup, mayoritas responden
an rutinitas, depresi atau penyakit yaitu sebanyak 81,16% responden
lain, bosan minum obat, atau peng- telah melakukan alat kontrasepsi untuk
gunaan alkohol dan zat adiktif. Faktor mencegah kehamilan, responden yang
obat ARV meliputi efek samping, patuh terhadap pemeriksaan kesehatan
banyaknya obat yang diminum dan sebanyak 55,07%, responden ber-
restriksi diet. Untuk menjaga kepa- pendapat bahwa penyakit HIV itu
tuhan secara berkala perlu dilakukan tidak berbahaya yaitu sebanyak 59,42
penilaian kepatuhan dan jika diper- %, terdapat 62,32 % responden
lukan dapat dilakukan konseling ulang melakukan tindakan preventif penye-
Hasil penelitian menunjukkan se- baran HIV, Cara penatalaksanaan
bagian besar PSK tidak patuh minum kasus HIV yang dialami oleh
obat ARV. Berdasarkan jawaban responden 100% sesuai dengan
responden pada kuesioner, hal ini prosedur dan PSK yang terinfeksi HIV
disebabkan karena responden merasa sebanyak 63,64% tidak patuh minum
tidak perlu membawa obat pada saat obat.
melayani pelanggan, sehingga menye-
babkan responden sering lupa minum SARAN
obat dan membiarkan obat tidak Disarankan bagi PSK untuk tidak
diminum apabila sudah lupa. memilih imbalan yang tinggi dalam
Penelitian yang dilakukan oleh melayani pelanggan namun mengor-
Sugiharti (2012) menyebutkan bahwa bankan kesehatan dirinya dan juga
Untuk mencapai tingkat kepatuhan pelanggan dengan tidak memakai
minum obat ARV > 95%, diperlukan pelindung dalam berhubungan seksual

43
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

sehingga dapat menekan penularan Irna, Lista. 2014. Hubungan Antara


penyakit HIV/AIDS. Pengetahuan Dan Sikap Terhadap
Bagi Kepala Dinas Kesehatan agar Pemeriksaan VCT HIV Pada
Wanita Pekerja Seks Di Wilayah
lebih sering melakukan kunjungan dan
Kerja Puskesmas Duren
bimbingan teknis dengan tenaga Bandungan. available on http://-
kesehatan dalam rangka pencegahan perpusnwu.web.id/karyailmiah/d
kasus HIV bagi PSK serta bagi petugas ocuments/3689.pdf diakses 12
kesehatan agar senantiasa melak- April 2017
sanakan penyuluhan tentang HIV
secara berkala kepada PSK. Kristianti, Shinta . Dukungan WPS
Dan Teman Pelanggan Terhadap
Penggunaan Kondom . 2012.
Jurnal STIKES Volume 5, No. 2,
DAFTAR PUSTAKA
Desember 2012
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian
Marx, J. L. “New disease baffles
Suatu Pendekatan Praktek.
medical community”. Science
Jakarta : Rineka Cipta.
PubMed. 1982; 217 (4560): 618–
Dewi , Nur Setiawati. 2008 Pengaruh 21
Pendidikan Kesehatan terhadap
Nasronudin. 2007. HIV & AIDS
Perubahan Pengetahuan dan
Pendekatan Biologi Molekuler,
Sikap dalam Pencegahan HIV/
Klinis dan Sosial. Surabaya :
AIDS pada Pekerja Seks
Airlangga University Press.
Komersial. available on http://
ejournal.undip.ac.id/index.php/m Notoatmdjo, S. 2012. Promosi Kese-
edianers/article/view/735 volume hatan dan Perilaku kesehatan.
2 No 1 tahun 2008. diakses 12 Jakarta : Rineka Cipta.
April 2017
Noviana, N. 2016. Konsep HIV / AIDS
Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2015. Seksualitas dan Kesehatan Re-
Statistik Kasus HIV/AIDS di produksi. Jakarta : Trans Info
Indonesia dilaporkan s/d Maret Media.
2016. Kementerian Kesehatan
RI: Jakarta Nursalam dan Kurniawati. 2009.
Asuhan Keperawatan Pada
Green, LW. Health Promoting Plan- Pasien Terinfeksi HIV / AIDS.
ning: An Education and Environ- Jakarta : Salemba Medika.
mental Approach. University of
Texas Health Science Center at Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap
Houston. 1991 Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS
di Kabupaten Cilacap

44
JURNAL KEBIDANAN Vol. 6 No.14 Oktober 2017 ISSN.2089-7669

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Penggunaan Kontrasepsi Kondom


Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 pada Pekerja Seks Komersial di
Tentang Pedoman Pelaksanaan Lokalisasi Sukosari Kecamatan
Konseling dan Tes HIV. 2015. Bawen Kabupaten Semarang.
Available on http://jurnal. Uni-
Peraturan Menteri Kesehatan Republik mus. ac. id/index. php/psn 1201
Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 2010/article/viewFile/1292/1345.
Tentang Pedoman Pengobatan diakses 12 April 2017
Antiretroviral. 2015.
Utami, Selvia K. Ibnu, Indria
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Fajarwati. Riskiani, Shanti. 2011.
Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Perilaku Wanita Penjaja Seks
Tentang Penanggulangan HIV (WPS) terhadap Pencegahan HIV
dan AIDS. 2014. dan AIDS di Lokalisasi Tanjung
Romauli, S. 2009. Kesehatan Repro- Desa Batu Merah Kecamatan
duksi Buat Mahasiswa Kebidan Sirimau Kota Ambon. Available
an. Yogyakarta: Nuha Medika. on
http://repository.unhas.ac.id/bitst
Savitri, Wenny. Setiyawan, Dikki. ream/handle/123456789/11259/S
Purwaningsih, Sri. Tingkat ELVIA%20UTAMI%20K
Pengetahuan WPS Komersial dan %20K11107626.pdf?sequence=1.
Perilaku Pencegahan HIV di diakses 11 April 2017
Paguyuban Bunga Seroja
Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Wawan, A dan M. Dewi. 2010. Teori
Wiraraja Medika. Yogyakarta dan Pengukuran Sikap dan
Perilaku Manusia, Yogyakarta :
Soffiya, Ayya. Surjani, Mardiyaning- Nuha Medika.
sih, Eko. 2012. Gambaran

45

You might also like