You are on page 1of 18

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Hlm.

415-431, Desember 2015

POLA SEBARAN VERTIKAL NUTRIEN PADA MUSIM PERALIHAN


DI TELUK WEDA, MALUKU UTARA

VERTICAL DISTRIBUTION OF NUTRIENTS ON TRANSITIONAL SEASON


IN WEDA BAY, NORTH MALUKU

Faisal Hamzah1*, Abdul Basit2, dan Iis Triyulianti1


1
Balai Penelitian dan Observasi Laut, Balitbang KP-KKP, Perancak, Bali
2
Pusat Penelitian Laut Dalam, LIPI, Ambon
*Email: faisalhamzah@kkp.go.id

ABSTRACT
A vertical distribution of nutrient shows an interaction of physical processes, source, and uptake along
the water column. These interactions can occur along the water column with different processes in
each layer. Water samples from 17 stations were collected for nitrate, phosphate, and silicates
concentration analyses during the transitional season in the Weda Bay. During the transitional season,
the Weda Bay was characterized by low salinity (33.55-34.10), relatively warm temperature (30.87°C),
and the relatively low nutrient concentrations (nitrate=0.03-4.87 µg at/l, phosphate=0.011-0.852 µg
at/l, and silicate=0.04-1.21 µg at/l). The present of Western North Pacific Ocean (WNPO) watermass
and the influence of Southern Subtropical Lower Water (SSLW) producing high salinity (>35) at the
depth of 130-300 m were observed along the Weda Bay. Nutrient geochemical processes in this region
were shown by nutrient utilization and regeneration across the water columns. Nutrients utilization
was relatively high in the surface layer. Meanwhile, nutrients regeneration and remineralization were
more dominant in the thermocline and deeper water layers. Analyses of nutrients showed that nitrate
was more dominant than other nutrients with N/P ratio was 3.83-37.99 and N/Si ratio was 0.12-10.98.
The effectiveness of silicate (0.25 μg at/l) that was used by phytoplankton found at a depth of 200 m
when its concentration decreased at N/P ratio (16:08) close to the Redfield ratio. Due to an uptake,
remineralization, and regeneration processes in each layer, a nutrient distribution pattern was formed
which the nutrient concentrations decreased in mixed layer and increased in the deeper water.

Keywords:nutrien, pattern, Weda Bay, transitional season

ABSTRAK
Pola sebaran vertikal nutrien menunjukan interaksi terhadap proses fisik, sumber, dan pemanfaatannya
di kolom perairan. Interaksi tersebut dapat terjadi sepanjang kolom perairan dengan proses yang
berbeda di setiap lapisan. Sebanyak 17 stasiun pada musim Peralihan di Teluk Weda diambil untuk
dianalisa konsentrasi nutrien yaitu nitrat, fosfat, dan silikat. Pada musim Peralihan, Teluk Weda
dicirikan oleh salinitas yang rendah (33,55-34,10), suhu yang relatif hangat (30,87°C), dan konsentrasi
nitrat (0.03- 4.87 µg at/l), fosfat (0.011-0.852 µg at/l) serta silikat (0.04-1.21 µg at/l) cenderung rendah.
Massa air dari Western North Pacific Ocean (WNPO) ditemukan di Teluk Weda dan dipengaruhi oleh
massa air Southern Subtropical Lower Water (SSLW) sehingga menjadikan nilai salinitas maksimum
(>35) terutama pada kedalaman 130-300 m. Proses geokimiawi nutrien yang terjadi diperlihatkan
dengan adanya pemanfaatan dan regenerasi nutrien di seluruh lapisan. Pemanfaatan nutrien lebih
tinggi terjadi pada lapisan permukaan, sedangkan pada lapisan termoklin dan lapisan dalam lebih
didominasi oleh regenerasi dan remineralisasi. Hasil analisa menunjukan bahwa nitrat merupakan
nutrien dominan dibandingkan nutrien lainnya dengan nilai rasio N/P=3.83-37.99 dan N/Si=0.12-
10.98. Terjadi efektivitas silikat (0.25µg at/l) oleh fitoplankton dimana konsentrasinya menurun saat
rasio N/P (16.08) mendekati rasio Redfield pada kedalaman 200 m. Akibat pemanfaatan, remineralisa-
si, dan regenerasi nutrien tiap lapisan kedalaman maka terbentuklah pola distribusi nutrien dimana di
lapisan tercampur konsentrasinya menurun dan meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman.

Kata kunci: nutrien, pola sebaran, Teluk Weda, musim peralihan

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 415
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

I. PENDAHULUAN Pemanfaatan silikat pada kolom perairan oleh


fitoplankton (diatom) akan semakin tinggi
Nitrat, fosfat dan silikat merupakan efektifitas penyerapannya yang menyebabkan
makro nutrien yang keberadaaannya sangat nilai silikat akan rendah (Prayitno dan
dibutuhkan oleh organisme di laut seperti Suherman, 2013). Konsumsi silikat tersebut
fitoplankton (Chester, 1993). Di laut, fosfat akan maksimum saat mendekati rasio molar
berada dalam bentuk dissolved inorganic N/P dan bisa terjadi sepanjang kolom per-
phosphorus (orthophosphate dan HPO4-2), airan (Zhang et al., 2006). Hasil penelitian
organic phosphorus and particulate phos- Prayitno dan Suherman (2013) di sekitar
phorus. Silikat berada dalam bentuk parti- perairan Kepulauan Tambelan dan Serasan
kulat dan terlarut (orthosilicate dan Si(OH)4), menunjukkan bahwa konsentrasi silikat cen-
sedangkan untuk unsur-unsur yang mengan- derung rendah saat rasio N/P mendekati 16
dung N (nitrogen) di laut terbagi menjadi 4 yang dimungkinkan karena ketersediaan sili-
kelompok yaitu molecular nitrogen (N2), kat cukup banyak dan efektif dikonsumsi
inorganik (nitrat, nitrit, dan ammonia), orga- oleh diatom. Masukan nutrien dari daratan
nik nitrogen yang berasosiasi dengan orga- secara tidak langsung akan mempengaruhi
nisme (asam amino dan urea) dan partikulat rasio N/P. Perubahan rasio tersebut dapat
nitrogen (Chester, 1993). Nutrien tersebut mempengaruhi rantai makanan mulai yang
mengalami proses yang sangat kompleks dimulai dari dominasi spesies hingga kelim-
baik pada lapisan tercampur, lapisan termok- pahan plankton (Prayitno dan Suherman, 20-
lin maupun lapisan dalam dan karena sifat- 13). Di daerah pesisir, rendahnya nilai sili-
sifatnya, masing-masing nutrien memiliki kat bisa disebabkan oleh proses eutrofikasi
respon yang berbeda-beda terhadap proses- (Conley et al., 1993).
proses di laut (Hamzah, 2006; Libes, 1992). Teng et al. (2014) mengkaji pengaruh
Hal tersebut juga dapat dicerminkan oleh variabilitas-rasio C/P dan N/P pada biomassa
residence time yang berbeda-beda dari setiap fitoplankton dengan C/P pada bahan organik
nutrien (Chester, 1993). Secara fisik, setiap dimana terjadi pergerakan (export) menuju
nutrien akan mengalami persebaran akibat laut dalam terutama pada lintang tinggi. Pla-
sirkulasi massa air sehingga keberadaannya navsky (2014) meneliti fenomena tersebut di
akan bervariasi secara geografis. Setiap nutri- Southern Ocean dan menemukan perubahan
en maupun unsur yang terkandung didalam- rasio N/P yaitu berubah dari 12:1 menjadi
nya juga akan berinteraksi dengan material 20:1. Hal yang sama juga terjadi di lintang
lain (organik maupun inorganik). Interaksi 45-650N dimana perubahan rasio N/P terjadi
tersebut menunjukan sistem kesetimbangan dari 14:1 menjadi 17:1 dan lintang15-450N
setiap unsur di laut (Libes, 1992). yaitu 15:1 menjadi 37:1 (Martiny et al., 20-
Proses pemanfaatan, regenerasi mau- 13). Adanya perubahan rasio tersebut dise-
pun remineralisasi nutrien terjadi sepanjang babkan oleh strukutr komunitas fitoplankton
kolom perairan sehingga perbandingan antar seperti Cyanobacteria prochlorococcus dan
nutrien seperti nitrat: fosfat (N/P), nitrat: sili- Synechococcus, Picoeukaryotes dan bakteri
kat (N/Si); silikat: nitrat/fosfat (Si:N/P) akan heterotrofik Pelagibacter (Martiny et al., 20-
membentuk sebuah pola sebaran terhadap 13). Sirkulasi termohalin (Great Conveyor
kedalaman (Chester, 1993). Rasio N/P dilaut Belt) yang melintasi perairan Indonesia tentu-
secara tidak langsung dikontrol oleh proses nya akan berpengaruh terhadap parameter
reminerasilisasi biomassa fitoplankton (Mill fisik dan kimia. Teluk Weda yang berhadap-
dan Arrigo, 2010). Selain itu, perubahan ras- an dengan Laut Halmahera merupakan per-
io N/P beragam dan sangat tergantung pada airan dinamis di Timur Indonesia. Laut Hal-
stuktur komunitas fitoplankton dan kan- mahera sendiri merupakan salah jalur Indo-
dungan oksigen terlarut (Planavsky, 2014). nesian Through-flow (ITF) yang membawa

416 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

30% massa air dari Western North Pacific Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi
Ocean (WNPO) selain Selat Makassar (Gor- Maluku Utara. Kegiatan pengambilan sampel
don et al., 2010). Setidaknya adanya massa merupakan rangkaian penelitian oseanografi
air dari WNPO yang masuk ke Teluk Weda di Teluk Weda yang dilakukan oleh Pusat
melalui ITF ini, akan mempengaruhi nutrien Penelitian Laut Dalam, LIPI, Ambon. Sam-
pada perairan Teluk Weda. Perbedaan suhu, pel air diambil dari 17 stasiun (Gambar 1).
salinitas, dan densitas di teluk ini juga diduga Pengambilan sampel dilakukan dengan
akan mempengaruhi konsentrasi nutrien se- menggunakan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya
hingga akan berpengaruh juga terhadap pro- VII.
duktivitas perairan Teluk Weda. Letak geografis Teluk Weda di
Dalam penelitian ini diteliti kondisi sebelah timur berbatasan dengan Pulau Hal-
fisika perairan seperti suhu dan salinitas baik mahera bagian selatan, sebelah timur laut
secara vertikal maupun horizontal pada mu- berbatasan dengan Selat Jailolo, dan sebelah
sim peralihan. Selain itu asal massa air yang selatan berbatasan dengan Laut Halmahera.
melintas di perairan Teluk Weda yang ber- Batimetri Teluk Weda dicirikan oleh keda-
pengaruh terhadap proses geokimiawi nutrien laman yang dangkal ~200 m ( St 3), sedang
juga dianalisa. Hal yang sama juga untuk ~400-600 m (St 1) dan dalam 1500 m pada
nutrien, konsentrasi secara horisontal mau- bagian tengah teluk (St 8, 12, dan 15) (Basit
pun vertikal dari darat menunju laut lepas dan Putri, 2013).
juga dianalisa. Analisa pemanfaatan nutrien
di setiap lapisan digunakan dengan pendekat- 2.2. Metode Pengambilan dan Analisa
an rasio nitrat dan fosfat (N/P), nitrat dan Sampel
silikat (N/Si) serta hubungan silikat dengan Pengambilan sampel air dilakukan
rasio N/P. Proses diatas erat kaitannya dengan menggunakan rossette bottle volume
dengan distribusi elemen dimana sangat ter- 8 L yang terangkai dalam alat CTD (Conduc-
gantung sekali dengan pemanfaatan nutrien, tivity, Temperature, Depth). Saat CTD turun,
remineralisasi dan regenerasi, kandungan maka dapat diketahui profil suhu, salinitas,
oksigen terlarut, reaksi redoks serta kebera- densitas maupun khlorofil-a setiap stasiunnya,
daan bahan organik (scavenging) dan resus- kemudian dilakukan pembagian lapisan ke-
pensi sedimen (Chester 1993). Nantinya dari dalaman berdasarkan keterwakilan 3 lapisan
pola tersebut akan mencirikan karakteristik utama di perairan yaitu lapisan tercampur
pemanfaatan dan sumber dari nutrien dan ter- (mix layer), lapisan termoklin (thermocline
bentuk tipe distribusi mulai dari permukaan layer), dan lapisan dalam (deep layer). Pada
hingga lapisan dalam. Oleh karena itu, proses setiap stasiun, pengambilan sampel air untuk
geokimiawi nitrat, fosfat, silikat, di Teluk analisa nutrien dibagi pada 10 lapisan keda-
Weda sebagai salah satu perairan yang di- laman yaitu 25 m, 50 m, 75 m, 150 m, 200 m,
pengaruhi oleh ITF menjadi sangat penting 250 m, 500 m, 750 m, 1000 m, dan 1500 m.
dalam upaya memperjelas proses geokimiawi Tidak semua stasiun memiliki kedalaman
dan mekanisme keberadaan nutrien di per- yang sama, sehingga sampel air yang diambil
airan Indonesia. Penelitian ini bertujuan un- harus mewakili ketiga lapisan tersebut.
tuk menjelaskan proses geokimiawi nutriaen Suhu dan salinitas diukur dengan
pada musim peralihan di perairan Teluk We- menggunakan Conductivity-Temperature-
da, Maluku Utara. Depth Sea Bird Electronics SBE-911 (CTD-
911) dengan keakuratan untuk sensor suhu
II. METODE PENELITIAN adalah 0,001±0,0002°C, konduktivitas
2.1. Waktu dan Tempat Penelitian 0,0003±0,00004 S/m dan tekanan adalah
Pengambilan sampel dilakukan pada 0,015±0,001%. Pada saat CTD turun, sensor
tanggal 13-23 Maret 2013 di Teluk Weda, suhu dan salinitas akan merekam nilai tiap

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 417
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan posisi stasiun pengambilan contoh.

kedalaman. Suhu dan salinitas diukur mulai 2.3. Analisa Data


kedalaman 1 m. Setelah sampai pada keda- Untuk menjelaskan proses geoki-
laman dasar, maka pengambilan sampel air miawi nutrien pada musim peralihan, maka
siap dilakukan berdasarkan pada lapisan yang perlu diketahui terlebih dahulu kondisi para-
diinginkan. Untuk nutrien (nitrat, fosfat, dan meter fisika perairan Teluk Weda. Untuk itu
silikat), sebelum dianalisa, terlebih dahulu dibuat profil vertikal dan horisontal suhu dan
sampel air disaring dengan menggunakan salinitas. Dikarenakan Teluk Weda berada di
kertas saring Whatmann dengan ukuran pori lintasan jalur ITF, maka perlu diketahui
0,45 µm. Sampel yang telah tersaring, kemu- massa air yang melintas dengan cara mem-
dian dimasukan kedalam botol polietilen dan buat TS diagram. Untuk mengetahui kon-
dimasukan kedalam pendingin pada suhu 4oC sentrasi nutrien, dibuat pola sebaran baik
(Hutagalung et al., 1997). secara horisontal maupun vertikal. Perubahan
Di laboratorium, konsentrasi nutrien konsentrasi nutrien dari daratan menuju laut
diukur dengan menggunakan spektrofotome- lepas juga dibuat dengan cara menarik
ter UV-Vis pada panjang gelombang terten- transek stasiun secara tegak lurus. Analisa
tu untuk mendapatkan nilai absorbansinya. pemanfaatan nutrien di setiap lapisan diguna-
Nitrat diukur pada panjang gelombang 543 kan pendekatan rasio nitrat dan fosfat (N/P),
nm, sedangkan fosfat dan silikat diukur pada rasio nitrat dan silikat (N/Si) hubungan an-
panjang gelombang 880 nm dan 810 nm (Hu- tara konsentrasi silikat dengan rasio N/P.
tagalung et al., 1997). Hal yang sama juga Dari proses diatas, nantinya diketahui profil
dilakukan pada larutan blanko (air suling nutrien di Teluk Weda. Untuk membuat gra-
ganda). Setelah nilai absorbansi ketiga nu- fik tersebut, dibantu dengan menggunakan
trien tersebut didapat, kemudian masukan ke software Ocean Data View versi 4.5.6
dalam kurva kalibrasi bersama larutan blanko (Schlitzer, 2014).
dan kadar nutrien dan blanko dapat dihitung

418 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN lebih rendah dibandingkan di Laut Banda


34,15-34,96 (Hamzah, 2006) dan perairan
3.1. Distribusi Horisontal Suhu dan Sangihe Talaud 34,6-35,1 (Radjawane dan
Salinitas Hadipoetranto, 2014). Distribusi horisontal
Distribusi horizontal salinitas pada suhu kedalaman 1-10 m menunjukan nilai
lapisan permukaan (1-10 m) di Teluk Weda yang lebih rendah di daerah pesisir diban-
pada musim peralihan menunjukan nilai dingkan dengan laut terbuka (kedalaman 1-
salinitas rendah terutama pada stasiun 9 10 m) dengan kisaran 29,25-31oC. Stasiun 1,
(33,69), stasiun 11 (33,68) dan stasiun 17 11, 13, dan 16 memiliki nilai suhu lebih
(33,59). Stasiun lainya menunjukan nilai rendah (<29,50oC) dibandingkan dengan sta-
salinitas lebih besar 33,70. Secara umum, siun lainnya. Suhu tertinggi ditemukan pada
nilai salinitas pada lapisan permukaan di stasiun 15 yaitu 30,87oC. Nilai suhu permu-
Teluk Weda menunjukan nilai yang rendah kaaan di Teluk Weda umumnya lebih tinggi
yaitu berkisar antara 33,55-34,10 (Gambar dibandingkan dengan suhu permukaan di
2A). Untuk stasiun 17, rendahnya nilai Laut Banda 27,28oC (Hamzah, 2006) dan
salinitas pada stasiun ini diduga massa air Perairan Sangihe Talaud 30oC (Radjawane
yang terukur salinitasnya adalah bagian dari dan Hadipoetranto, 2014).
massa air Western North Pacific Ocean
(WNPO) lapisan permukaan yang dicirikan 3.2. Distribusi Vertikal Suhu dan Salinitas
oleh nilai salinitas lebih rendah dari 34 Untuk melihat distribusi vertikal, maka
terutama pada bulan Maret, Mei dan Juni dilakukan transek dari pesisir menuju laut
(Atmadipoera et al., 2004). Atmadipoera et lepas yang terdiri dari stasiun 1, 4, 8, 12 dan
al. (2004) juga mengobservasi nilai salinitas 15 (Gambar 3). Berdasarkan Gambar 3A,
di Western North Pacific Ocean, utara distribusi salinitas dari pesisir menuju laut
perairan Halmahera (2°N, 130°E) dimana lepas mempunyai profil yang sama yaitu
nilai salinitas tersebut sangat rendah. Massa rendah di permukaan (kedalaman 1-50 m)
air WNPO tersebut kemudian bergerak ke kemudian terjadi perubahan salinitas pada
perairan Laut Halmahera dan masuk ke kedalaman 50-130 m. Ada peningkatan nilai
Teluk Weda. Nilai salinitas di Teluk Weda salinitas (>35) pada kedalaman 130-300 m

A B

Gambar 2. Distribusi horisontal salinitas (A) dan suhu (°C) (B) pada lapisan permukaan (1-10
m) di Teluk Weda, Maluku Utara.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 419
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

A B

Gambar 3. Distribusi vertikal salinitas (A) dan suhu (°C) (B) di Teluk Weda, Maluku Utara.

dan diikuti oleh salinitas yang konstan yang melintas dari Samudera Pasifik teru-
hingga lapisan dalam. Hal tersebut juga sama tama Western North Pacific Ocean (WNPO)
yang dilakukan oleh Wyrtki (1961) di (Basit dan Putri, 2013). Massa air tersebut
Western North Pacific Ocean dimana pada dari Laut Halmahera kemudian bergerak
lapisan termoklin terdapat massa air yang menuju Laut Banda dan ke Samudera Hindia
memiliki salinitas lebih besar 35. Pada ke- melalui Selat Lombok, Laut Timor dan Selat
dalaman 130-300 m di stasiun 1, nilai Ombai (Gordon et al., 2010; Basit dan Putri,
salinitas kecil dibandingkan stasiun lainnya 2013). Analisa Mixed Layer Depth (MLD)
(Gambar 3A). Hal ini diduga disebabkan oleh digunakan untuk mengetahui seberapa tebal
pengaruh Southern Subtropical Lower Water lapisan tercampur di suatu perairan (Basit
(SSLW) di Teluk Weda tidak sampai pada dan Putri, 2013). Berdasarkan analisa MLD
stasiun 1. Distribusi vertikal suhu menun- di Teluk Weda, lapisan tercampur mempu-
jukkan nilai yang seragam pada kedalaman nyai ketebalan ~50 m dari permukaan
1-85 m, kemudian terjadi perubahan yang dimana pada lapisan ini diketahui nilai rata-
signifikan pada kedalaman 85-300 m dan rata suhu dan salinitas masing-masing adalah
cenderung seragam serta mengalami peru- 29,2 °C dan 34 (Gambar 4A dan 4B).
bahan yang sangat kecil hingga kedalaman Lapisan termoklin (lapisan dimana terjadi
1500 m (<10°C). perubahan suhu secara drastis terhadap ke-
dalaman) terjadi pada kedalaman 50 m
3.3. Karakteristik Massa Air (29 °C) hingga 300 m (12 °C) (Gambar 4A).
Analisa sumber massa air suatu per- Lapisan termoklin dan kedalaman termoklin
airan bisa diketahui berdasarkan karakte- di Teluk Weda masing-masing mempunyai
ristik suhu dan salinitas (Wyrtki, 1961). ketebalan ~116 m dan ~163 m (Basit dan
Salinitas dan suhu digunakan untuk menge- Putri, 2013). Pada selang kedalaman tersebut
tahui asal dari massa air dan laju pergera- (50-300 m), terdapat pula perubahan nilai
kannya. Selain itu, suhu juga sangat mempe- salinitas yang melebihi nilai 35. Jika dilihat
ngaruhi variasi vertikal densitas dan besarnya pada profil vertikal salinitas pada Gambar 3A
gradien suhu di daerah termoklin bisa digu- (~250 m), nilai salinitas sangat tinggi (35)
nakan untuk mengetahui intensitas stratifi- mulai dari stasiun terluar hingga menuju
kasi densitas (Wyrtki, 1961; Libes, 1992). pesisir teluk (stasiun 15, 12, 8, dan 4).
Teluk Weda yang masuk dalam perairan Laut Namun, pada stasiun 1 nilai salinitas sangat
Halmahera sangat dipengaruhi oleh massa air berkurang (<35). Pengaruh Southern Sub

420 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

Gambar 4. Sebaran vertikal suhu (°C) (A), salinitas (B), dan TS diagram (C) di Teluk Weda
Maluku Utara. Gambar inset A dan B (kedalaman 0-150 m) merupakan lapisan
tercampur dimana suhu dan salinitas berubah mulai kedalaman 50m. Untuk
Gambar C terdapat angka dari 20 s.d 28 (abu-abu) yang menunjukan isopycnal,
dimana pada lapisan tersebut memiliki nilai densitas yang sama.

tropical Lower Water (SSLW) terhadap salinitas, dan sigma-tetha masing-masing


massa air WNPO menyebabkan nilai salinitas adalah 7,8 °C, 34,7 dan 27,1. Massa air yang
menjadi tinggi terutama di daerah termoklin melintas di suatu perairan mampu mempe-
(Wyrtki, 1961; Basit dan Putri, 2013). Nilai ngaruhi sifat kimiawi air seperti kandungan
suhu dan salinitas pada lapisan dalam terlihat oksigen terlarut, nutrien dan mempunyai ciri
konstan pada kedalaman lebih dari 600 m yang khas. Sebagai contoh massa air
hingga kedalaman 1500 m dengan nilai suhu, Southern Sub-tropical Lower Water ditemu-
kan di Teluk Weda memiliki ciri nilai Sali-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 421
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

nitas maksimum, suhu berkisar antara 19- melalui aliran air tawar, air payau dan air laut
27°C, salinitas berkisar antara 35-35,6 dan dari daratan menuju laut dan sebaliknya
kandungan oksigen terlarut berkisar 3,2-3,5 hingga beberapa puluh meter dari permu-
mg/l (Basit dan Putri, 2013; Radjawane dan kaan. Secara umum distribusi horizontal
Hadipoetranto, 2014). Di daerah perairan nitrat, fosfat dan silikat pada kedalaman 25 m
yang mengalami kenaikan massa air dari masing-masing berkisar 0,05-0,5 µg at/l,
dasar (upwelling), akan diikuti oleh kenaikan 0,025-0,30 µg at/l dan 0,05-0,65 µg at/l.
konsentrasi nutrien sehingga daerah tersebut
menjadi subur dan dikenal dengan istilah 3.5. Distribusi Vertikal Nutrien
blooming fitoplankton. Pada setiap lapisan Transek secara vertikal dari pesisir
kedalaman, terjadi interaksi pemanfaatan nut- menunju laut lepas (St 1, 4, 8, 12, dan 15)
rien terutama oleh fitoplankton pada lapisan juga dilakukan untuk mengetahui distribusi
tercampur (Han et al., 2012). Selain terjadi nutrien dari lapisan permukaan hingga lapis-
pemanfaatan nutrien, terdapat pula sumber an dalam. Berdasarkan Gambar 6A, profil
nutrien selain dari daratan sehingga ada ke- vertikal nitrat menunjukan konsentrasi yang
tersedian nutrien pada lokasi jauh dari rendah pada lapisan permukaan dan daerah
daratan seperti laut lepas (Koike et al., 2001). pesisir (St1), kemudian meningkat konsen-
Sebagai contoh di subartik Pasifik, Koike et trasinya menuju laut lepas (St15). Hal yang
al. (2001) menyebutkan bahwa sumber sama juga terlihat pada konsentrasi fosfat
utama nutrien seperti nitrat dan silikat pada pada lapisan permukaan di daerah pesisir,
lapisan eufotik berasal dari lapisan dalam konsentrasinya cenderung rendah (St 1, 4,
(deeper layer) melalui proses percampuran dan 8) kemudian pada lapisan dalam di laut
secara vertikal (vertical mixing). Konsentrasi lepas juga mengalami penurunan kon-
kedua nutrien juga dikontrol oleh kesetim- sentrasi (Gambar 6B). Konsentrasi fosfat
bangan antara suplai dan pemanfaatan oleh tinggi di lapisan dasar (~1000 m) terutama
fitoplankton. terlihat jelas pada stasiun 4 dan 8. Untuk
silikat, konsentrasi dipermukaan rendah ke-
3.4. Distribusi Horisontal Nutrien mudian meningkat konsentrasinya dengan
Untuk nutrien, kedalaman awal pada bertambahnya kedalaman (Gambar 6C).
lapisan tercampur adalah 25 m. Konsentrasi Fitoplankton memanfaatkan nitrat
nitrat pada kedalaman 25 m menunjukan untuk proses fotosintesis (produktivitas pri-
nilai nitrat cenderung tinggi di daerah pesisir mer) pada daerah eufotik/lapisan tercampur.
(St 6= 0,48 µg at/l) dibandingkan dengan laut Proses pemanfaatan fitoplankton oleh zoo-
terbuka (Gambar 5A). Hal yang sama juga plankton juga terjadi di daerah ini (biological
dapat dilihat pada fosfat dan silikat dimana uptake) (Chester,1971; Millero and Sohn,
konsentrasi tertinggi ditemukan di daerah 1992). Pada lapisan termoklin hingga lapisan
pesisir (St 2= 0,28 µg at/l; St 6= 0,48 µg at/l) dalam, konsentrasi nitrat cenderung mening-
walaupun silikat pada laut lepas memiliki kat. Hal ini disebabkan oleh proses scave-
konsentrasi cenderung tinggi (St 17 dan 18= nging menuju daerah yang lebih dalam pada
~0,63 µg at/l) (Gambar 5B dan 5C). kedalaman 500 m sampai 1500 m (Chester,
Pengaruh dari daratan (human anthropo- 1971).
genic) diduga meningkatkan konsentrasi Penurunan konsentrasi fosfat di lapis-
nitrat di pesisir. Selain dari daratan, ada an permukaan diduga berkaitan pemanfaatan
mekanisme lain dimana nutrien di pesisir fosfat untuk proses fotosintesis fitoplankton
seperti nitrat, fosfat dan silikat meningkat dan pembuatan jaringan lunak organisme
yaitu melalui submarine groundwater dis- (Riley and Chester, 1971). Hal itu berbeda
charge (SGD) (Uchiyama et al., 2000; lapisan termoklin dimana konsentrasi fosfat
Zektser et al., 2007). Mekanisme ini terjadi mengalami kenaikan konsentrasi. Tingginya

422 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

A B

Gambar 5. Sebaran horisontal nitrat (µg at/l) (A), fosfat (µg at/l) (B), dan silikat (µg at/l) (C)
pada kedalaman 25 m di Teluk Weda, Maluku Utara.

nilai fosfat di daerah tersebut diduga terjadi berasal dari lapisan termoklin masih terjadi
proses regenerasi fosfat yang berasal dari pada lapisan ini. Tingginya fosfat pada lapis-
fitoplankton dan bakteri yang mati (Millero, an dalam juga diduga karena adanya proses
2006). Organik fosfat dalam jaringan fito- difusi vertikal eddy (Riley and Chester, 1971;
plankton secara langsung dikonversi melalui Law et al., 2003).
katalis fosfatase (phosphatase) yang ada di- Rendahnya konsentrasi silikat pada
dalam yang ada didalam sel (Riley and lapisan permukaan lebih disebabkan oleh
Chester, 1971). Dekomposisi detritus yang pemanfaatan untuk pembuatan cangkang
berasal dari lapisan tercampur juga bisa (skeletal) seperti diatom, radiolaria sponge
meningkatkan konsentrasi fosfat di lapisan dan silico flagellata (Chester, 1993; Nelson
termoklin. Untuk lapisan dalam, nilai fosfat et al., 1995). Di laut sendiri, silikat berada
lebih tinggi dibandingkan lapisan tercampur dalam bentuk terlarut dan partikulat yang
dan termoklin. Proses regenerasi fosfat yang keduanya berasal dari masukan sungai (river

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 423
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

A B

Gambar 6. Sebaran vertikal nitrat (µg at/l) (A), fosfat (µg at/l) (B), dan silikat (µg at/l) (C), di
Teluk Weda, Maluku Utara.

run-off), pelapukan dan deposisi atmosfer. lebih rendah dibandingkan di Laut Banda
Pada lapisan termoklin, nilai silikat cende- (0.98-30 µg at/l) yang dilakukan oleh
rung meningkat hingga ke lapisan dalam. Hal Hamzah (2006) namun lebih tinggi diban-
ini lebih disebabkan oleh adanya penguraian dingkan di Perairan Tambelan dan Serasan
dan deposit cangkang atau jaringan skeletal (fosfat= 0,02-0,12 µg at/l; nitrat= 0,28-0,93
dari diatom dan radiolaria menuju lapisan µg at/l) (Prayitno dan Suherman, 2013).
yang lebih dalam. Deposit cangkang tersebut Untuk silikat, konsentrasinya lebih rendah
umumnya dalam bentuk hidrat silikat-opal dibandingkan di Perairan Tambelan dan
(Riley and Chester, 1971; Millero and Sohn, Serasan (2,03-4,48 µg at/l) Prayitno dan Su-
1992). Setelah sampai ke dasar perairan, herman (2013).
silikat yang ada dalam jaringan diatom dan
radiolaria, akan dikeluarkan dalam bentuk 3.6. Rasio N/P, N/Si, dan N/P:Si
terlarut melalui proses remineralisasi. Proses Untuk melihat produktivitas perairan
pengembalian silikat dari lapisan dalam ke Teluk Weda, maka digunakan pendekatan
lapisan tercampur dibantu oleh proses fisik rasio nitrat dan fosfat (N/P), nitrat dan silikat
seperti upwelling dan angin pada lapisan (N/Si) dan hubungan antara rasio N/P dengan
tercampur. Proses tersebut umumnya menja- konsentrasi silikat. Awalnya rasio Redfield
ga ketersediaan silikat dalam siklus biogeo- hanya memperhatikan perbandingan antara
kimia di laut (Chester,1993). Nitrat yang karbon: nitrogen: fosfor (C:N:P) yaitu 106:
diukur di Teluk Weda masih dalam kondisi 16:1, kemudian Brzezinksi menambahkan
sangat rendah (0,03-4,87 µg at/l). Hal yang silikon dalam perhitungannya sehingga per-
sama juga pada konsentrasi silikat (0,04-1,21 bandingan keempat unsur (C:N:Si:P) ter-
µg at/l) dan fosfat (0,01-0,85 µg at/l). sebut adalah 106:16:15:1 (Brzezinki, 1985).
Konsentrasi nitrat dan fosfat di Teluk Weda Berdasarkan Gambar 7A, dapat dilihat bahwa

424 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

rasio N/P cenderung mendekati garis 16:1 Rasio N/Si diatas garis regresi (>1:1) meng-
walaupun ada beberapa rasio dibawah mau- indikasikan adanya keterbatasan silikat di
pun diatas garis rasio. Nilai rasio diatas garis Teluk Weda, sedangkan rasio dibawah 1 (<1)
16:1 menandakan perairan tersebut memiliki mengindikasikan terbatasnya nitrat di Teluk
konsentrasi nitrat yang tinggi, sedangkan jika Weda. Idealnya suatu perairan memiliki rasio
dibawah garis rasio menandakan konsentrasi N/Si 1:1 (Gilpin et al., 2004). Untuk Teluk
fosfat yang rendah, sehingga bisa dikatakan Weda, ketersedian silikat akan mempenga-
fosfat menjadi faktor pembatas. Rasio N/P di ruhi rasio N/Si. Karena sungai yang ber-
Teluk Weda berkisar antara 3,83-37,99 muara dilokasi penelitian sangat kecil,
dengan nilai rata-rata rasio yaitu 14,3. Nilai sehingga masukan dari atmosfer (deposisi
tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan atmosfer) menjadi faktor utama dalam
rasio N/P di Utara Laut China Selatan menyuplai silikat ke Teluk Weda.
(NSCS) yaitu 14,1 (Han et al., 2012) dan Silikat bisa menjadi faktor pembatas
lebih kecil di Perairan Tambelan dan Serasan bagi pertumbuhan fitoplankton, walaupun
yaitu 11,3-133,7 (Prayitno dan Suherman, peran tersebut masih ditentukan oleh nutrien
2013). Rasio N/P yang mendekati 16:1 akan utama yaitu nitrogen dan fosfor. Semakin
meningkatkan efektivitas fitoplankton ber- mendektai rasio Redfield (16:1), maka kon-
silikat untuk mengkonsumsi silikat, sehingga sentrasi silikat akan semakin kecil (Zhang et
akan mengakibatkan silikat menjadi rendah al., 2006). Jika dilihat Gambar 7C, rasio N/P
(Zhang et al., 2006; Prayitno dan Suherman, cenderung mengumpul pada rasio 16 walau-
2013). pun ada juga rasio yang melebihi N/P >16
Rasio N/Si umumnya hampir sama dan N/P<14,3 (rata-rata N/P di Teluk Weda).
dikarenakan perbandingan keduanya mende- Jika diterapkan asumsi Zhang et al., (2006)
kati 1 (N/Si = 16:15). Berdasarkan Gambar bahwa saat rasio N/P mendekati rasio
7B, rasio N/Si berkisar antara 0,12-10,98. Redfield (N/P= 16) maka konsentrasi silikat
Rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan akan rendah. Hasil perhitungan menunjukan
dengan Koike et al. (2001) di Gulf Alaska bahwa rasio yang paling mendekati rasio
(1.8-2,0). Dari gambar tersebut, N/Si bisa Redfield adalah 16,08 dengan konsentrasi
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu rasio yang silikat 0,25 µg at/l.Saat konsentrasi silikat
rendah (menjauhi garis regresi) dimana rasio rendah (0,27 µg at/l; 0,30 µg at/l; 0,52 µg
ini mendominasi (<1:1), rasio yang mende- at/l), rasio N/P di Teluk Weda hanya 13,95;
kati garis regresi (=1:1) dan ada pula rasio 14,70; 15,15. Bisa dikatakan konsep Zhang et
yang tinggi/menjauhi garis garis (>1:1). al., (2006) ditemukan di Teluk Weda, namun
Rasio N/Si yang mendekati garis regresi tidak selalu pasti tepat nilai N/P=16. Hal
umumnya ditemui pada lapisan bawah ter- yang sama juga ditemukan di Perairan Tam-
moklin (subsurface) dimana terjadi pelaru- belan dan Serasan disaat konsentrasi sili-kat
tan biogenic silica atau regenerasi partikel rendah tidak ditemukan saat rasio N/P=16
yang mengandung Si(OH)4 pada lapisan ini melainkan 13,1. Nilai rasio N/P yang men-
(Koike et al., 2001; Han et al., 2012). Pada dekati rasio redfield hanya 15 (Prayitno dan
daerah tersebut, regenerasi silikat lebih Suherman, 2013). Jika melihat konsen trasi
tinggi/cepat dibandingkan dengan regenerasi silikat di Teluk Weda, bisa dikatakan konsen-
nitrogen (Han et al., 2012). Rasio dibawah trasinya rendah. Sumber utama silikat sendiri
garis regresi menunjukan pemanfaatan silikat berasal dari aktivitas pelapukan batuan (wea-
terutama oleh diatom terutama radiolaria thering) dan menunju pesisir melalui sungai
(biological uptake). Rasio ini akan terlihat (Papush dan Danielsson, 2006). Teluk Weda
jelas pada daerah muara sungai besar (river sendiri tidak memiliki banyak sungai besar
plume) dimana membawa nutrien dari dimana melalui sungai tersebut akan mem-
daratan menuju laut lepas (Han et al., 2012). bawa nutrien. Hal ini mengindikasikan bah-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 425
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

A B

Gambar 7. Rasio nitrat dan fosfat (N/P) (A) nitrat dan silikat (N/Si) (B) dan hubungan antara
konsentrasi silikat dengan rasio N/P (C) di Teluk Weda, Maluku Utara.

wa silikat di Teluk Weda cenderung kecil Profil N/Si terhadap kedalaman mem-
dan diduga konsentrasinya dipengaruhi oleh perlihatkan rendah dipermukaan kemudian
efektivitas fitoplankton dalam mengkonsumsi tinggi pada kedalaman ~200 m dengan rasio
silikat. N/Si maksimum ~6 (6:1). Rasio N/Si di Te-
luk Weda lebih tinggi dibandingkan dengan
3.7. Profil Vertikal N/P dan N/Si hasil eksperimen skala laboratorium oleh
Untuk melihat profil rasio N/Si Gilpin et al. (2004) yaitu 4:1.
terhadap kedalaman maka dilakukan perban- Berdasarkan rasio tersebut dapat
dingan antara konsentrasi nitrat dan silikat dilihat bahwa nitrat masih menjadi nutrien
pada stasiun 7, 8, 10, dan 15 (Gambar 8A). dominan di Teluk Weda dimana konsentrasi

426 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

tinggi pada lapisan termoklin (~200 m), ke- stasiun 4. Umumnya rasio N/P pada keda-
mudian cenderung rendah namun konstan laman lebih dari 300 m cenderung konstan
pada lapisan dalam (deep layer). Pada lapisan dengan rasio lebih kecil dari 16. Secara
tercampur (mixed layer), rasio N/Si cende- umum rasio N/P pada kedalaman 25 m dan
rung rendah dan diduga terjadi pemanfaatan 100-200 m berkisar antara 0,6-3,4 dan 13,3-
untuk aktivitas biologi (biological uptake). 16. Hasil perbandingan rasio ini memper-
Silikat sendiri merupakan nutrien penting lihatkan bahwa pada lapisan permukaan pe-
yang dibutuhkan diatom dalam pertumbuhan- manfaatan nitrat dan fosfat tinggi sehingga
nya (Giplin et al., 2004). rasio yang didapatkan rendah. Hal yang sama
Walaupun rasio N/Si pada kedalaman juga dengan silikat dimana rasio antara nitrat
200 m tinggi, namun silikat masih menjadi dengan silikat juga rendah. Namun pada
faktor pembatas bagi pertumbuhan diatom. kedalaman 200 m konsentrasi nitrat, fosfat,
Perubahan faktor pembatas baik nitrat dan silikat mengalami peningkatan yang
maupun silikat yang menjadi pembatas akan disebabkan oleh adanya regenerasi dan rasio
mempengaruhi jumlah (jumlah sel dan stoikiometri dalam tubuh organisme (Red-
biomassa) dan kualitas (komposisi biomassa) field, 1963; Riley and Chester,1971). Rasio
populasi diatom (Davidson dan Gurney, stoikiometri dalam tubuh organisme tersebut
1999). Selain faktor kimiawi, faktor fisis mengindikasikan bahwa organisme laut
perairan juga mempengaruhi rasio N/Si. mampu mengontrol konsentrasi dan distri-
Sebagai contoh bisa dilihat pada stasiun 8 busi kedua nutrien di laut (Redfield, 1934).
(Gambar 8A). Sebaran vertikal nitrat dan Nilai rasio N/P tinggi saat rasio N/Si juga
silikat pada lapisan permukaan keduanya tinggi (Gambar 8). Hal ini disebabkan oleh
memiliki konsentrasi cenderung rendah. konsumsi silikat oleh diatom sangat efektif
Namun jika dilihat berdasarkan salinitas dan saat rasio N/P mendekati rasio Redfield
karakteristik massa air (Gambar 3A dan 4B), (Zhang et al., 2006). Dengan demikian rasio
maka keduanya cenderung meningkat saat N/P sangat berkontribusi terhadap varia-
salinitas tinggi. Proses regenerasi nitrat dan bilitas konsentrasi silikat di suatu perairan
silikat diduga terjadi pada lapisan ini walau- (Prayitno dan Suherman, 2013).
pun Eneksson (1986) menemukan proses
nitrifikasi di Laut Baltik tinggi dibawah 3.8. Implikasi Proses Fisik dan Kimia
lapisan haloklin. Rasio N/Si juga bisa Terhadap Profil Nutrien
digunakan untuk memprediksi dominasi dia- Beberapa parameter oseanografi se-
tom suatu perairan dimana nilai rasio N/Si perti suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO),
melebihi 25. (Sommer, 1994; Prayitno dan dan nutrien umumnya diukur untuk menge-
Suherman, 2013), namun dalam tulisan ini tahui perannya dalam proses biogeokimia di
tidak dibahas mengenai sebaran vertikal dia- laut. Terjadi perbedaan suhu yang menga-
tom sehingga tidak diketahui spesies diatom kibatkan adanya perbedaan densitas antara
yang dominan di Teluk Weda. lapisan tercampur dengan lapisan dalam.
Untuk melihat biouptake nutrien Pada lapisan tercampur, suhu pada lapisan ini
terhadap kedalaman maka dibuat profil rasio seragam. Hal ini disebabkan oleh pengaruh
N/P pada stasiun 1, 4, 8, dan 9 (Gambar 8B). angin yang berhembus pada lapisan atas
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat (upper ocean) dan tercampur sehingga suhu
bahwa rasio N/P rendah pada permukaan dan salinitas menjadi seragam (Stewart,
(kedalaman ~25m) kemudian tinggi pada 2005). Pada lapisan tercampur, nilai densitas
lapisan kedalaman 100-200 m. Rasio N/P di pada lapisan ini rendah. Pada lapisan dalam,
Teluk Weda yang ideal adalah 16 (Redfield suhu umumnya rendah dan menyebabkan
ratio) ditemukan pada kedalaman ~100 m densitas pada lapisan ini menjadi tinggi.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 427
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

N/Si N/P
0 2 4 6 8 0 5 10 15 20
0 0

200 200

400 400

Kedalaman (m)
Kedalaman (m)

A
600 600 B

800 800
St 8
St 8 St 9
St 15 St 4
1000 1000
St 7 St 1
St 10

1200 1200

Gambar 8. Profil distribusi N/Si (A) dan N/P (B) di Teluk Weda, Maluku Utara.

Perbedaan densitas tersebut akan menyebab- terhadap biomassa menimbulkan regenerasi


kan terjadinya perubahan suhu yang menurun unsur hara, sehingga konsentrasi ketiga nut-
secara tajam atau sering dikenal dengan isti- rien meningkat. Pada lapisan dalam, peman-
lah termoklin (Stewart, 2005). Untuk nutrien, faatan ketiga nutrien cenderung berkurang
efek yang akan terjadi adalah terbentuknya sehingga konsentrasi cenderung tinggi dan
profil vertikal beberapa unsur khususnya stabil. Proses fisik seperti upwelling ataupun
dilapisan termoklin. Beberapa unsur ada vertical mixing akan membawa massa air
yang tinggi konsentrasinya di lapisan ter- dari lapisan dalam menunju ke permukaan,
moklin, adapula yang rendah (Libes, 1992). sehingga akan menjadi sebuah siklus nutrien.
Jika dilihat berdasarkan Gambar 8, Profil nutrien di Teluk Weda adalah rendah
nutrien seperti nitrat, fosfat dan silikat dipermukaan dan akan meningkat di lapisan
mengalami persebaran akibat dari proses termoklin. Profil tersebut umumnya sama
fisik. Proses fisik dilaut dalam umumnya dengan profil di laut dalam lainnya seperti di
akan membentuk 3 lapisan yaitu lapisan per- Atlantik utara dan Pasifik Utara (Chester,
mukaan, lapisan termoklin dan lapisan dalam. 1993), Atlantik dan Pasifik (Millero and
Berbedanya konsentrasi nutrien pada ketiga Sohn, 1992) dan Laut Banda (Hamzah, 2006).
lapisan di kolom air lebih disebabkan oleh
sumber dan pemanfaatan nutrien. Pada lapis- IV. KESIMPULAN
an tercampur, fitoplankton memanfaatkan
ketiga nutrien tersebut, sehingga pada lapisan Perbedaan suhu mengakibatkan ada-
ini nutrien memiliki konsentrasi yang rendah. nya perbedaan densitas antara lapisan ter-
Hal yang berbeda dengan lapisan termoklin campur dengan lapisan dalam menyebabkan
dimana terjadi regerenasi biomassa (sebagian terbentuknya lapisan termoklin. Perbedaan
terurai dan sebagian lagi terendapkan) yang tersebut secara tidak langsung berpengaruh
kemudian banyak terakumulasi di lapisan terhadap proses geokimiawi nutrien di Teluk
termoklin. Proses penguraian atau regenerasi Weda. Massa air ditemukan di Teluk Weda

428 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

adalah WNPO. Selain itu, WNPO di Teluk dan Teknologi Kelautan, 5(2):365-
Weda dipengaruhi oleh SSLW sehingga 376.
menjadikan nilai salinitas tinggi (~35). Mas- Brzezinski, M.A.1985. The Si-C-N ratio of
sa WNPO dapat diketahui keberadaanya di marine diatoms inter specific varia-
Teluk Weda pada kedalaman 130-300 m. bility and the effect of some enviro-
Proses geokimiawi nutrien di Teluk Weda nmental variables. J. Phycol, 21:347-
pada musim peralihan adalah pada lapisan 357.
tercampur, nutrien dimanfaatkan sehingga Chester, R. 1993. Marine geochemistry. Un-
rasio N/P dan N/Si rendah (N/P<5; N/Si<2). win Hyman. London. 698p.
Lain halnya pada lapisan termoklin dimana Conley, D. J., Schelske, C. L. and Stoermer,
proses regenerasi terjadi sehingga konsen- E. F. (1993). Modification of the bio-
trasi nutrien pada lapisan ini meningkat geochemical cycleof silica with eutro-
(rasio N/P=16,08; N/Si=6). Untuk lapisan phication Marine Ecology progress
dalam, terjadi proses remineralisasi sehingga Series, 101:179-192.
menjaga ketersediaan nutrien. Adanya pe- Davidson, K. and W.S.C. Gurney. 1999. An
manfaatan dan regenerasi nutrien di setiap investigation of non steady state algal
lapisan kedalaman, maka terbentuklah pola growth II. Mathematical modelling of
distribusi nutrien seperti nitrat, fosfat, dan co-nutrient limited algal growth. J.
silikat adalah pada lapisan permukaan kon- Plankton Res, 21:839-858.
sentrasinya menurun dan konsentrasinya ber- Eneksson, V. 1986. Nitrification rates in the
tambah seiring dengan bertambahnya keda- Baltic Sea: comparison of three iso-
laman. tope techniques. Appl. Environ Mic-
robiol, 51(2):244-250.
UCAPAN TERIMA KASIH Gilpin, L.C., K. Davidson, and E. Roberts.
2004. The influence of changes in
Penulis mengucapkan terima kasih nitrogen: silicon ratios on diatom
kepada Pusat Penelitian Laut Dalam, LIPI growth dynamics. J. of Sea Research,
Ambon khususnya Bapak Abdul Basit yang 51:21-35.
telah mengizinkan penulis mengikuti kegia- Gordon, A.L., J. Sprintall., H.M. van Aken.,
tan ekspedisi Teluk Weda. Ucapan terima R.D. Susanto., S. Wijffels., R. Mol-
kasih juga ditujukan kepada Bapak Abdul card., A. Ffield. W. Pranowo, and S.
Malik yang telah membantu analisa nutrien Wirasantosa. 2010. The Indonesian
dan seluruh crew kapal riset Baruna Jaya VII through flow during 2004–2006 as
yang telah membantu dalam pengambilan observed by the INSTANT program.
sampel selama di lapangan. Dynamics of Atmospheres and Oce-
ans, 50:115-128.
DAFTAR PUSTAKA Hamzah, F. 2006. Pola sebaran menegak
konsentrasi Cd, Pb, Cu, dan Zn Ter-
Atmadipoera, A., Kuroda, J. I. Pariwono,and larut di Perairan Laut Banda. Skripsi.
A. Purwandani. 2004. Water mass Departemen Ilmu dan Teknologi Ke-
variation in the upperlayer of the lautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Halmahera eddyregion observed Kelautan, Institut Pertanian Bogor,
from a TRITON buoy. MTS/IEEE Bogor. 59hlm.
Techno. Ocean,3:1496-1503. Han. A., M.H., Dai, S.J. Kao., J. Gan., Q. Li.,
Basit, A.dan M. R. Putri. 2013. Water mass L.Wang., W. Zhai, and L. Wang.
characteristics of Weda bay, Halma- 2012. Nutrient dynamics and biolo-
hera Island, North Maluku. J. Ilmu gical consumption in a large a conti-
nental shelf system under the influ-

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 429
Pola Sebaran Vertikal Nutrien pada Musim . . .

ence of both a river and coastal up- Papush, L. and A. Danielsson. 2006. Silicon
welling. Limnol. Oceanogr., 57(2): in the marine environment: dissolved
486-502. silica trends in the Baltic Sea. Es-
Hutagalung, H.P., D. Setiapermana, dan S.H. tuarine, Coastal and Shelf Science,
Riyono. 1997. Metode analisis air laut, 67:53-66.
sedimen dan biota. Buku kedua. P3O- Planavsky, N.J. 2014. The elements of
LIPI, Jakarta. 75-79 hlm. marine life. Nature Geoscience, 7:
Koike, I., H, Ogawa., T, Nagata., R. Fukuda 855-856.
and H. Fukuda. 2001. Silicate to Prayitno, H.B. dan Suherman. 2013. Hubu-
nitrate ratio of upper sub Artic-Pacific ngan antara rasio N/P dan konsentrasi
and the bering seas basin in summer: silikat di Perairan Kepulauan Tambe-
its implication for phytoplankton dyn- lan dan Kepulauan Serasan. J. Segara.
amics. J. of Oceano-graphy, 57:253- 8(1):19-26.
260. Radjawane, I.M. dan P.P. Poetranto. 2014.
Law, C.S., E.R. Abraham, A.J. Watson, and Karakteristik massa air di perca-
M.I. Liddicoat. 2003. Vertical eddy bangan arus lintas Indonesia perairan
diffusion and nutrient supply to the Sangihe Talaud menggunakan data
surface mixed layer of the Antarctic index satal 2010. J. Ilmu dan Teknlogi
Circumpolar Current, J. Geophys. Kelautan Tropis, 6(2): 525-536.
Res., 108(C8), 3272. Riley, J.P. dan R. Chester. 1971. Introduction
Libes, S.M. 1992. An introduction to marine to marine chemistry. Academic Prees.
biogeochemistry. John Wiley and London. 465p.
Sons, Inc.New York. 734p. Redfield, A.C. 1934. On the proportions of
Martiny, A.C., C.T.A. Pham., F.W. Primeau., organic derivatives in sea water and
J.A. Vugt., J.K. Moore., S.A. Levin., their relation to the composition of
and M.W. Lomas. 2013. Strong plankton, In James Johnstone Memo-
latitudinal patterns in the elemental rial Volume. Univ. Liverpool. 176-l
ratios of marine plankton and organic 92pp.
matter. Nature Geoscience, 6:279-283. Redfield, A.C. 1963. The influence of orga-
Millero, F.J. 2006. Chemical oceanography. nisme on the composition of seawater.
Third edition. Taylor and Francis In: Hill, M.N. (ed.), The Sea, Vol. II.
Group. CRC Press. New York.530p. John Wiley, New York, 26-77pp.
Millero, F.J. dan M.L. Sohn. 1992. Chemical Schlitzer, R. 2014. Ocean data view. http:
oceanography. CRC Press Inc. Boca //odv.awi.de. (Retrieved on 30 Juli
Ruton. Ann Arbor. USA.531p. 2014)
Mills, M.M. and K.R. Arrigo. 2010. Magni- Sommer, U. 1994. Are marine diatom favou-
tude of oceanic nitrogen fixation in- red by high Si:N ratios?. Mar. Ecol.
fluenced by the nutrient uptake ratio Prog. Ser., 115:309-315.
of phytoplankton. Nature Geoscience, Stewart, R.H. 2008. Introduction to physical
3:412-416. oceanography. Department of Ocea-
Nelson, D.M., P. Treguer, and B. Queguiner. nography, Texas A and M University
1995. Production and dissolution of 353p.
biogenic silica in the ocean: revised Teng, Y.C., F.W. Primeau, J.K. Moore, M.W.
global estimates, comparison with Lomas, and A.C. Martiniy. 2014.
regional data and relationship to bio- Global-scale variations of the ratios
genic sedimentation. Global Biogeo- of carbon to phosphorus in exported
chem. Cycles, 9:359-372. marine organic matter. Nature Geo-
science,7:895-898.

430 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt72
Hamzah et al.

Uchiyama, Y., K. Nadaoka, P. Rolke, K. Zektser, I.S., L.G. Everett, dan R.G. Dzha-
Adachi, dan H. Yagi. 2000. Subma- malov. 2007. Submarine Discharge.
rine groundwater discharge into the CRC Press. Boca Raton, Florida,
sea and associated nutrient transport USA. 466p.
in a sandy beach. Water Resour. Res., Zhang, J., M.S. Liu, Y. Wu, H.X. Qi, S.G.
36:1467-1479. Zhang, and X.R. Li. 2006. Dissolved
Wyrtki, K. 1961. Physical oceanography of silica in the Changjiang (Yangtze
southeast Asian waters, Naga Report, River) and adjacent coastal waters of
Vol.2. The University of California, the East China Sea. In: Ittekkot, V., D.
Scripps Institution of Oceanography, Unger, C. Humborg, and N.T. An
La Jolla, California. 195pp. (eds.) The Silicon Cycle,. Washington,
Island Press.71-80pp.

Diterima : 4 Juli 2014


Direview : 27 Oktober 2014
Disetujui : 2 Agustus 2015

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 7, No. 2, Desember 2015 431
432

You might also like