You are on page 1of 14

J.

Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018


J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

PENGARUH FERMENTASI DENGAN MIKROBA YANG BERBEDA DAN HEAT MOISTURE


TREATMENT (Hmt) TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG SAGU
The Effect of Fermentation with Different Microbe and Heat-Moisture Treatment (Hmt) on The Sago Flour
Characteristics
Ruslan B1)*, Tamrin1)La Rianda1)
1Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Halu Oleo, Kendari
*Email: Ruslankid979@gmail.com (Telp: +6282296935767)
Diterima tanggal 1 Agustus 2018
Disetujui tanggal 3 Oktober 2018

ABSTRACT
The study aimed to analyze the effect of fermentation with various types of starters and a Heat-Moisture
Treatment (HMT) on the physical and organoleptic characteristics of sago flour. The variables observed were the
sensory analysis which included organoleptic observations consisting of colors, aroma, and texture. Physical and
chemical properties analysis included the examination of nutritional content consisting of protein, fat, moisture, fiber,
starch, and ash contents as well as analysis of physical properties in flour that consisted of viscosity analysis, pH
analysis, and yield calculations. The research used a completely randomized design with 2 factors and 3 replications.
The first factor was fermentation with yeast (R), yogurt (Y) and yeast-yogurt combination (RY). Meanwhile, the second
factor was HMT heating temperature with 3 levels namely 110 oC (110), 120oC (120), and 130oC (130). There were 27
experimental units observed in this study. The products most preferred by panelists was the RY120 treatment (yeast-
yogurt combination with 120 oC heat-moisture treatment with favorite rating scores of color, aroma, and texture, reached
3.60 (white), 3.37 (odorless), and 3.47 (slightly smooth), respectively. The selected product had 9.05 viscosity, 66.79
yields, 6.32 PH, 5.88% moisture, 4.17% protein, 0.12% ash, 0.55% fat, 1% fiber, and 88.28% carbohydrate. The
selected product met all the national standards, except for the fiber content.

Keywords: sago, Fermentation, Heat Moisture Treatment (HMT)

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari pengaruh metode fermentasi dengan berbagai jenis starters
kombinasi Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap karakterisrik fisik dan organoleptik tepung sagu. Variabel yang
diamati yaitu analisis sensoris yang meliputi pengamatan organoleptik yang terdiri dari pengamatan warna, aromah, dan
teksture. Analisis sifat fisik dan kimia meliputi pemeriksaan kandungan nutrisi yang terdiri dari kandungan protein, kadar
lemak, kadar air, kadar serat, kadar pati, dan kadar abu serta analisis sifat fisik pada tepung yang terdiri dari analisis
viskositas, analisis pH, dan perhitungan rendemen. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak
Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor-faktor tersebut adalah fermentasi dengan ragi tape (R),
yoghurt (Y) dan ragi tape kombinasi yoghurt (RY) sebagai faktor Ke-I, Suhu pemanasan HMT dengan 3 taraf yaitu
110oC (110), 120oC (120), dan 130oC (130) sebagai faktor ke-II, sehingga dikombinasikan menjadi 27 unit percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan Modifikasi Tepung sagu menggunakan metode fermentasi yang dikombinasikan dengan
Head moisture treatment menghasilkan perlakuan terpilih penurut penilaian panelis yaitu RY120 (fermentasi Ragi tape
Kombinasi yoghurt dengan suhu pemanasan HMT 120oC), dari segi karakteristik fisikokimia viskositas 9,05, rendemen
66,79, ph 6,32, kadar air 5,88%, kadar protein 4,17%, kadar abu 0,12%, kadar lemak 0,55%, kadar serat 1% dan kadar
karbohidrat 88,28%. Penilaian organoleptik pada perlakuan terpilih RY120 warna 3,60 (putih), aroma 3,37 (Berbau),
tekstur 3,47 (agak halus). Modifikasi tepung sagu fermentasi ragi tape kombinasi heat moisture treatment suhu 120 oC
menghasilkan tepung sagu yang sesuai dengan standar SNI kecuali kandungan serat yang masih lebih tinggi.

Kata kunci: sagu,Fermentasi, Heat Moisture Treatment (HMT)

1783 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

PENDAHULUAN

Indonesia adalah pemilik areal sagu terbesar, dengan luas areal sekitar 1.128 juta Ha atau 51.3% dari
2.201 juta Ha areal sagu dunia, dengan potensi produktivitasnya cukup tinggi sebesar ± 30 ton/ha/tahun,
jauh melebihi sumber pangan lainnya seperti padi 10 sampai 16 ton/ha/tahun dan jagung 8 sampai 10
ton/ha/tahun (Alfons dan Rivaie, 2011). Indonesia mempunyai banyak daerah yang berpotensi ditanami sagu.
Tercatat, sekitar 183 kabupaten yang tersebar di 27 provinsi dinilai potensial untuk pengembangan tanaman
sagu. Total pati sagu yang dapat dihasilkan seluruh Indonesia potensinya dapat mencapai 6.84 juta ton/tahun
(Syakir dan Elna, 2013). Kandungan terbesar dalam sagu ialah karbohidrat, dalam 100 g sagu kering terdapat
94 sampai 96 g karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan beras 80.4 g, jagung 71.7 g, maupun kentang
16.3 g (Ni’mah et al., 2013).
Sagu merupakan pangan sumber karbohidrat yang banyak dijadikan sebagai makanan pokok di
beberapa daerah di Indonesia. Pengolahan sagu oleh masyarakat masih dengan cara tradisional sehingga
kurang higenis jika ditinjau dari sanitasinya dan kadar air yang tinggi menyebabkan masa simpannya relatif
singkat. Pengolahan sagu menjadi tepung sagu merupakan salah satu alternatif olahan setengah jadi yang
bertujuan untuk memperpanjang masa simpan serta mengurangi penggunaan air bersih dalam proses
pengolahannya. Penggunaan tepung sagu sebagai bahan utama atau campuran untuk pembuatan kue atau
berbagai jenis olahan masih sangat terbatas karna kualitas dan karakteristik tepung sagu masih rendah.
Tepung sagu dihasilkan dengan tahapan produksi pengeringan, penggilingan, dan penyaringan namun seiring
berkembangnaya ilmu pengetahuan kini telah banyak dilakukan modifikasi tepung sagu untuk memperbaiki
kualitas fisik dari tepung sagu maupun organoleptiknya. Modifikasi tepung sagu dapat dilakukan dengan
metode fermentasi dan Heat Moisture treatment (HMT)yang melibatkan kerja mikroba.
Pengolahan sagu menjadi tepung sagu merupakan alternatif yang dapat di tempuh sebagaimana yang
dilaporkan oleh Majid (2015), Proses produksi tepung sagu semi kering yang dikombinasikan dengan
fermentasi menggunakan starter Bimo CF dan ragi tape. Tepung sagu yang dihasilkan mempunyai kadar serat
yang berkisar antara 1 % sampai dengan 2 %. Sebagai syarat sagu untuk industri sebesar 1 % (MS468,
1976), granula pati sesuai standar SNI 01-3729-1995, memiliki pH yang memenuhi standar untuk pangan
SIRIM MS 470:1992 sebesar 4.5 sampai 6.5 dan rendemen tertinggi pada waktu perendaman 2 hari sebesar
26.40 % dan waktu perendaman 3 hari sebesar 26.50 % pada penggunaan starter Bimo CF dan rendemen
tertinggi untuk penggunaan stater ragi tape sebesar 24.75 % pada waktu perendaman 1 hari. Berdasarkan
latar belakang tersebut maka dilaporkan penelitian pembuatan tepung sagu yang dilakukan dengan
menggunakan metode fermentasi menggunakan starter yang berbeda dikombinasikan dengan Heat Moisture
Treatment (HMT) untuk memperbaiki karakteristik organoleptik dan fisikokimia tepung sagu.

1784 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi, air bersih, pati sagu basah dari
pengolahan sagu di daerah Pomala Kolaka, starter ragi tape komersil dan yoghurt komersial yang diperoleh
dari pasar swalayan, toge, dan gula pasir. Bahan analisis meliputi reagen biuret, NaOH(teknis), aquades,
H2SO4(teknis), dan n-Hexan.

Tahapan Penelitian
Persiapan bahan baku (Basir, 2012)
Bahan baku sagu yang masih berupa gelondongan sebesar 50 sampai 60 cm dilakukan karakterisasi
dengan analisis kandungan proksimat yang bertujuan untuk mengetahui kandungan proksimat atau komponen
kimia bahan sagu yang digunakan, selain itu juga analisis kandungan proksimat dilakukan terhadap bahan
baku yang ditepung secarang langsung tanpa fermentasi menggunakan blender sebagai pembanding dengan
kehalusan 100 mesh . Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air bahan, kadar abu, kandungan
protein , kadar lemak, kadar serat, kadar pati dan derajat putih. Setelah bahan baku dikarakterisasi kemudian
dilakukan pengecilan ukuran dengan cara pemarutan
Fermentasi (Majid, 2015)
Tahapan proses produksi tepung sagu meliputi fermentasi bahan yang sudah diolah dalam bentuk pati
sagu basah, pengeringan dan penepungan. Kemudian dilakukan uji mutu terhadap tepung sagu yang
dihasilkan. Proses fermentasi menggunakan stater ragi tape, yoghurt dan ragi tape kombinasi yoghurt pada
suhu ruang (30oC) selama 12 jam dengan rasio padatan terhadap cairan 1 : 2 atau terendam sempurna. 5 g
ragi tape, 20 g gula pasir, dan 15 ml sari toge dilarutkan dalam 2 l akuades cukup untuk bahan pati sagu 1 kg,.
Dosis Yoghurt adalah 10 ml, 20 g gula pasir, dan 15 ml sari toge untuk 2 l akuades untuk merendam 1 kg pati
sagu. Perlakuan ketiga ragi tape 5 g, Yoghurt 10 ml, 20 g gula pasir, dan 15 ml sari toge untuk 2 l akuades
untuk merendam 1 kg pati sagu. Pengadukan pada bahan fermentasi dilakuakn setiap 3 jam agar kerja starter
merata. Setelah proses fermentasi air fermentasi diganti dengan akuades yang baru dan diendapkan kembali
untuk menghilangkan sisa air fermentasi. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dengan sinar
matahari selama 12 jam, kemudian ditepung menggunakan blender dan diayak dengan siever 100 mesh.
Tepung sagu yang dihasilkan diukur kandungan proksimatnya untuk mengetahui komposisi kimia dalam
tepung sagu.

1785 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

Heat Moisture Treatment (HMT) (Adebowale et al., 2005)

Sebanyak 200 g Tepung sagu yang diatur kadar airnya sampai 28% dengan cara menyemprotkan
akuades. Untuk jumlah air yang ditambahkan untuk mencapai kadar air pati 28%,maka digunakan rumus
sebagai berikut:
(100% - KA1) × Bp1 = (100% - KA2) × Bp2 dan Jumlah aquades = BP2-BP1

KA1: Kadar air pati kondisi awal, KA2 :Kadar air pati yang diinginkan, BP1 : Bobot pati padakondisi awal, BP1 :
Bobot pati setelah mencapai KA2

Pati yang telah diatur kadar air 28% selanjutnya ditempatkan di dalam Cawan petri kemudian diaduk
dan ditutup. Pati didiamkan dalam refrigerator selama satu malam untuk penyeragaman kadar air. Loyang
berisi pati basah dipanaskan dalam oven dengan waktu pemanasan selama 3 jam paada suhu 110 oC, 120oC,
dan 130oC.. Pati diaduk setiap satu jam untuk menyeragamkan distribusi panas. Setelah didinginkan, pati
termodifikasi dikeringkan selama 4 jam pada suhu 50oC.

UJi Organoleptik
Variabel pengamatan untuk analisis uji organoleptik meliputi tekstur, aroma, warna, dan rasa terhadap
tepung sagu masing-masing perlakuan, untuk menentukan yang paling disukai oleh panelis,pengujian ini
berdasarkan pada pemberian skor panelis terhadap warna, tekstur, dan aroma. Pengujian menggunakan 15
orang panelis tidak terlatih. Penilaian yang diberikan berdasarkan kriteria sensorik.

Analisis Fisikokimia
Analisis fisikokimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis fisik (viskositas) menggunakan
metode Ostwald (Sutiah et al., 2008). Analisis kimia meliputi perhitungan rendemen (Ramadhan, 2011), kadar
air metode thermogravimetri (AOAC, 2005), kadar protein metode Biuret (AOAC, 2005), kadar lemak metode
ekstraksi soxhlet (AOAC, 2005), kadar abu metode thermogravimetri (AOAC, 2005), kadar serat metode
refluks (AOAC,2005) dan kadar karbohidrat metode by difference (AOAC, 2005), pH (AOAC, 2005 ).

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2
faktor dan 3 ulangan. Faktor-faktor tersebut adalah fermentasi dengan ragi tape, yoghurt dan ragi tape
kombinasi yoghurt sebagai faktor Ke-I, Suhu pemanasan HMT dengan 3 taraf yaitu 110oC, 120oC, dan 130oC
sebagai faktor ke-II, sehingga dikombinasikan menjadi 27 unit percobaan. Rancangan ini erdasarkan
penelitian pendahuluan.

1786 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

Analisis Data

. Analisis data dalam penelitian ini diperoleh dari variabel organoleptik, derajat keasaman (pH), derajat
putih, analisis kadar air, analisis kadar protein, analisis kadar lemak, dan analisis kadar abu, analisis kadar
serat. Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Varian), Hasil yang berpengaruh nyata
terhadap variabel pengamatan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
kepercayaan 95% (α=0,05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Organoleptik

Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam (ANOVA) produk tepung sagu termodifikasi dengan metode
Heat Moensture Treatmen (HMT) Kombinasi fermentasi dengan mikroba yang berbeda terhadap penilaian
organoleptik yang meliputi warna, aroma, dan tekstur seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi analisis ragam tepung sagu termodifikasi dengan metode Heat Moensture Treatment
(HMT) Kombinasi fermentasi dengan mikroba yang berbeda terhadap penilaian organoleptik
(warna, aroma, dan tekstur), viskositas, rendemen, dan pH
Analisis ragam
No Variabel Pengamatan
Fermentasi HMT Fermentasi dan HMT
1 Organoleptik warna tn ** tn
2 Organoleptik aroma * tn *
3 Organoleptik tekstur * tn tn
4 Viskositas ** tn tn
5 Rendemen tn tn tn
6 pH ** tn tn
Keterangan: **= Berpengaruh sangat nyata, tn=berpengaruh tidak nyata * = Berpengaruh nyata, HMT= Heat
Moisture Treatment

Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penilain organoleptik variabel warna
berpengaruh sangat nyata terhadap perlakuan HMT, pada variabel aroma berpengaruh nyata pada perlakuan
fermentasi dan fermentasi kombinasi HMT, sedangkan pada variabel tekstur hanya berpengaruh nyata
terhadap perlakuan fermentasi. Analisis sidik ragam viskositas dan pH masing-masing berpengaruh sangat
nyata pada perlakuan fermentasi namun tidak berpengaruh nyata pada perlakuan HMT dan fermentasi
kombinasi HMT, sedangkan rendemen tidak berpengaruh nyata di semua perlakuan.

Warna

Berdasarkan hasil penilaian uji organoleptik pada Tepung sagu modifkasi dengan metode heat
meanstre treatment yang di kombinasikan dengan fermentasi mikroba yang berbeda diketahaui bahwa
perlakuan variasi suhu pemanasan HMT menunjukan hasil berpengaruh sangat nyata terhadap penilaian

1787 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

organoleptik warna pada perlakuan fermentasi dan HMT. Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik
warna tepung sagu modifkasi dengan metode heat moisture treatment yang di kombinasikan dengan
fermentasi mikroba yang berbeda serta hasil uji DMRT disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik warna Tepung sagu modifikasi Fermentasi
kombinasi HMT.

Perlakuan Rerata Kualitas


RY110 3,60a±0,17 Putih
R110 3,50ab±0 Putih
RY120 3,50ab±0 Putih
Y110 3,43ab±0,12 Agak Putih
R120 3,37bc±0,23 Agak Putih
Y120 3,37bc±0,23 Agak Putih
R130 3,30ab±0 Agak Putih
RY130 3,30bc±0 Agak Putih
Y130 3,10c±0,17 Agak Putih
Keterangan: Angka-angka yang di ikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji
DMRT 0,05 pada taraf kepercayaan 95 %. Kode perlakuan : R (ragi tape), Y (yoghurt), RY(ragi tape
kombinasi yoghurt), 110 (suhu 110oC), 120 (suhu 120oC) dan 130 (suhu 130oC).

Berdasarkan data di atas diperoleh informasi bahwa pada perlakuan perbedaan jenis mikroba
berpengaru nyata terhadap warna atau derajat putih tepung sagu. Variasi suhu pemanasan pada tepung sagu
yang telah di fermentasi pada penilaian organoleptik tertinggi yaitu RY120 yaitu dengan fermentasi
menggunakan ragi tape dan yoghurt dan pemanasan HMT dengan suhu 120 oC sebesar 3,60 dan penilaian
oganoleptik terendah yaitu perlakuan Y130 yaitu dengan fermentasi menggunakan yoghurt dengan suhu
pemanasan HMT 130oC sebesar 3,10. Penurunan kesukaan panelis terhadap parameter warna atau derajat
putih pada tepung sagu yang telah di fermentasi dan dilakukan pemanasan suhu HMT terjadi pada semua
variasi perlakuan. Berkurangnya derajat putih tepung sagu yang telah di modifikasi terjadi akibat pemanasan
suhu yang tinggi pada Modifikasi HMT. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (La
Ega dan Lopulalan., 2015), Derajat putih merupakan salah satu sifat fisik yang mengalami perubahan pada
proses modifikasi, hasil pengamatan yang dilakukan menunjukan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan
yang dilakukan maka derajat putih pada bahan pangan akan menurun. Terlihat bahwa pemanasan pati sagu
HMT dengan suhu100oC memberikan nilai derajat putih yang lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu
pemanasan 90oC.

Aroma

Hasil penilaian organoleptik aroma Tepung sagu yang di modifikasi dengan metode fermentasi
kombinasi HMT berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan jenis starter yang berbeda
pada proses fermentasi tepung sagu menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap penilaian organoleptik

1788 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

aroma pada setiap perlakuan. Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik aroma produk tepu ng
sagu yang telah di modifikasi melalui metode fermentasi yang di kombinasikan dengan metode HMT disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik aroma Tepung sagu modifikasi Fermentasi
kombinasi HMT.
Perlakuan Rerata Kualitas
RY130 3,50a±0 Agak berbau
R110 3,43 ±0,21
ab Berbau
RY110 3,40ab±0,17 Berbau
RY120 3,37 ±0,06
ab Berbau
Y110 3,37ab±0,06 Berbau
Y130 3,33 ±0,06
ab Berbau
R120 3,30bc±0,10 Berbau
Y120 3,23 ±0,15
bc Berbau
R130 3,10c±0 Berbau
Keterangan: Angka-angka yang di ikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji
DMRT 0,05 pada taraf kepercayaan 95 %. Kode perlakuan : R (ragi tape), Y (yoghurt), RY(ragi tape
kombinasi yoghurt), 110 (suhu 110oC), 120 (suhu 120oC) dan 130 (suhu 130oC).

Berdasarkan data pada Tabel 3, diperoleh informasi bahwa variasi jenis mikroba pada fermentasi dan
suhu HMT pada tepung sagu termodifikasi menunjukkan hasil berbeda nyata pada perlakuan fermentasi dan
fermentasi kombinasi HMT. Perlakuan perbedaan jenis mikroba dan suhu pemanasan HMT pada produk
tepung sagu terhadap penilaian organoleptik aroma diperoleh penilaian panelis tertinggi pada perlakuan
RY130 yaitu dengan fermentasi menggunakan ragi tape dan yoghurt pemanasan HMT dengan suhu 130 oC
sebesar 3,50 agak berbau, yang terendah pada perlakuan R130 yaitu dengan fermentasi menggunakan ragi
tape dan pemanasan HMT dengan suhu 130oC sebesar 3,10. Terjadinya perubahan aroma khas dari tepung
sagu diduga akibat proses pencucian yang dilakukan beberapa kali dan reaksi metbolisme oleh mikroba
fermentasi, pernyataan ini sesuai dengan pendapat Tuahta et al, (2014) Penyebab hilangnya bau khas
dipengaruhi oleh lama fermentasi pada pati sagu dimana bakteri asam laktat menghidrolisis granula pati
menghasilkan monosakarida sebagai bahan baku penghasil asam asam organik, terutama asam laktat yang
akan terimbisi dalam bahan yang menyebabkan perubahan bau pada MOSAS.
Tekstur

Hasil penilaian organoleptik pada parameter tekstur yang dihasilkan dari beberapa fermentasi dengan
jenis mikroba yang berbeda dan variasi suhu HMT berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan fermentasi menunjukkan hasil berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan HMT dan fermentasi
kombinasi HMT menunjukkan hasil tidak berbeda nyata perbedaan jenis mikroba dan variasi suhu pemanasan
HMT pada produk tepung sagu termodifikasi menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap penilaian

1789 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

organoleptik tekstur pada setiap perlakuan. Rerata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik tekstur
tepung sagu yang telah di modifikasi menggunakan metode fermentasi yang di kombinasikan dengan metode
HMT disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata hasil penilaian panelis terhadap organoleptik tekstur Tepung sagu modifikasi Fermentasi
kombinasi HMT.
Perlakuan Rerata Kualitas
RY110 3,63a±0,06 Halus
Y120 3,50ab±0,10 Halus
RY130 3,47ab±0,25 Agak halus
RY120 3,47ab±0,21 Agak halus
Y130 3,43ab±0,23 Agak halus
Y110 3,40ab±0,10 Agak halus
R130 3,30b±0,20 Agak halus
R110 3,30b±0,10 Agak halus
R120 3,20b±0,10 Agak halus
Keterangan: Angka-angka yang di ikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji
DMRT 0,05 pada taraf kepercayaan 95 %. Kode perlakuan : R (ragi tape), Y (yoghurt), RY(ragi tape
kombinasi yoghurt), 110 (suhu 110oC), 120 (suhu 120oC) dan 130 (suhu 130oC).

Berdasarkan data pada Tabel 4, diperoleh informasi bahwa pada perlakuan perbedaan jenis mikroba
dan variasi suhu HMT pada produk tepung sagu termodifikasi terhadap penilaian organoleptik tekstur
diperoleh hasil berbeda nyata pada perlakuan fermentasi namun tidak berpengaruh nyata pada perlakuan
HMT dan fermentasi kombinasi HMT. Penilaian panelis tertinggi pada perlakuan RY110 yaitu dengan
fermentasi menggunakan ragi tape dan dan yoghurt dengan pemanasan HMT pada suhu 110 oC sebesar 3,63
yang terendah pada perlakuan R120 yaitu dengan fermentasi menggunakan ragi tape dan pemanasan HMT
dengan suhu 120oC sebesar 3,20.
Tepung sagu yang telah dilakukan modifikasi metode fermentasi yang di kombinasikan dengan HMT
menghasilkan nilai rata-rata oleh panelis terhadap penilaian organoleptik pada parameter tekstur yaitu masih
dikisaran angka 3, hal ini menunjukkan bahwa tekstur dari tepung sagu pada semua perlakuan disukai oleh
panelis atau diniali memiki tingkat kehalusan yang baik. Tekstur dari tepung sagu pada semua perlakuan
menghasilkan nilai rata-rata tidak berbeda jauh, hal ini diduga karna proses pengayakan yang dilakukan
seragam pada semua perlakuan yaitu 80 mesh.

Analisis Viskositas

Hasil analisis viskositas tepung sagu pada analisis viskositas yang dihasilkan dari fermentasi dengan
beberapa jenis mikroba yang berbeda dan variasi suhu HMT berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui
bahwa perlakuan perbedaan jenis mikroba dan variasi suhu pemanasan HMT pada produk tepung sagu
termodifikasi menunjukkan hasil berpengaruh sangat nyata terhadap nilai viskositas pada setiap perlakuan.

1790 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

Rerata nilai viskositas pada produk tepung sagu yang di modifikasi dengan jenis mikroba yang berbeda
dengan kombinasi suhu HMT serta hasil uji lanjut DMRT disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata hasil nilai viskositas setiap perlakuan pada Tepung sagu modifikasi Fermentasi kombinasi
HMT.
Perlakuan Rerata
R120 16,49a±2,33
R110 14,86ab±2,53
R130 14,17ab±2,15
Y110 13,97ab±2,46
Y120 13,73ab±1,97
Y130 12,12bc±1,56
RY120 9,05cd±1,82
RY110 9,00cd±1,20
RY130 6,14d±1,26
Keterangan: Angka-angka yang di ikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji
DMRT 0,05 pada taraf kepercayaan 95 %. Kode perlakuan : R (ragi tape), Y (yoghurt), RY(ragi tape
kombinasi yoghurt), 110 (suhu 110oC), 120 (suhu 120oC) dan 130 (suhu 130oC).

Berdasarkan data pada Tabel 5, diperoleh informasi bahwa rerata viskositas tepung sagu perlakuan
terbaik sebesar 6,137 cP sedangkan kontrol sebesar 17,84 cP. Hal ini menunjukkan bahwa viskositas tepung
sagu pada setiap perlakuan berbeda sangat nyata dengan viskositas tepung sagu kontrol. dengan melihat
data yang telah dilakukan maka didapatkan hasil berpengaruh sangat nyata. Variasi suhu HMT berpengaruh
terhadap nilai viskositas tepung sagu dimana nilai viskositas terendah diperoleh pada perlakuan dengan suhu
130oC pada semua kombinasi jenis starter pada modifikasi fermentasi. Pada perlakuan pemanasan dengan
suhu 110oC dan 120oC menghasilkan nilai viskositas yang tidak sama atau berbeda pada setiap perlakuan
yang dikombinasikan dengan metode fermentasi berbagai jenis starter. pada penelitian ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi suhu pemanasan HMT maka semakin rendah nilai viskositas tepung sagu yang di
hasilkan, pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (La Ega et al., 2015) bahwa
semakin tinggi suhu pemanasan yang dilakukan maka semakin cepat pati sagu mengalami kekentalan dan
semakin rendah pula ketahanannya terhadap aliran (viskositasnya), begitu pula sebaliknya semakin rendah
suhu pemanasan maka semakin lama pati sagu mengalami kekentalan artinya semakin tinggi tingkat
alirannya (viskositas).

Rendemen

Hasil analisis jumlah rendemen tepung sagu yang dihasilkan dari beberapa fermentasi dengan jenis
mikroba yang berbeda dan variasi suhu HMT berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa
perlakuan perbedaan jenis mikroba dan variasi suhu pemanasan HMT pada produk tepung sagu termodifikasi
menunjukkan hasil berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah rendemen pada setiap perlakuan. Rerata jumlah

1791 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

rendemen pada tepung sagu yang telah di modifikasi melalui metode fermentasi yang di kombinasikan
dengan metode HMT yang difermentasi dengan jenis starter yang berbeda disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6.Rata-rata jumlah rendemen Tepung sagu modifikasi Fermentasi kombinasi HMT.
Perlakuan Rerata (%)
RY110 66,79±0,02
RY120 66,79±0,03
Y120 66,78±0,05
Y130 66,79±0,03
RY130 66,78±0,03
Y110 66,77±0,07
R130 66,77±0,06
R120 66,76±0,07
R110 66,75±0,03
Keterangan: Angka-angka yang di ikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji
DMRT 0,05 pada taraf kepercayaan 95 %. Kode perlakuan : R (ragi tape), Y (yoghurt), RY(ragi tape
kombinasi yoghurt), 110 (suhu 110oC), 120 (suhu 120oC) dan 130 (suhu 130oC).

Berdasarkan data pada Tabel 6, diperoleh informasi bahwa rerata jumlah rendemen tertinggi pada
perlakuan RY 110 sebesar 66,80%, sedangkan kontrol sebesar 58,94%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
rendemen tertinggi pada perlakuan RY110 berbeda nyata dengan jumlah rendemen kontrol namun tidak
berbeda nyata terhadap setip perlakuan. Penurunan nilai rendemen pada semua perlakuan diduga karna
proses penambahan akuades untuk meningkatkan kadara air tepung sagu mencapai 28% pada proses
modifikasi HMT. Pada proses ini diduga akuades yang ditambahkan tidak merata pada beberapa perlakuan
dan proses inkubasi dalam refrigerator yang belum dapat menyeragamkan kadar air pada sampel sehingga
pada proses pengovenanan pada suhu HMT yaitu 110 oC, 120oC, dan 130oC beberapa terdapat tepung yang
tergelatinisasi dan pecah granula patinya. Granula pati yang pecah menyebabkan tepung menjadi lengket dan
pada saat kering tepung menjadi keras dan susah dihaluskan.

Tepung sagu yang telah dilakukan modifikasi dengan cara fermentasi menggunakan ragi tape dan
yoghurt yang dikombinasikan pemanasan suhu HMT akan mengalami peningkatan Harga jual. Adanya
pengolahan yang membutuhkan biaya dan tambahan waktu pengolahan sehingga harga tepung sagu
modifikasi akan lebih mahal jika dibandingkan dengan tepung sagu alami. Ditinjau dari harga jual yang lebih
mahal diharapkan konsumen akan tetap tertarik menggunakan tepung sagu modifikasi karna karakteristik
tepung modifikasi yang lebih baik dari sagu alami dalam penggunaannya terhadap produk-produk pangan
tertentu seperti, brownies, mie, donat, dan sebagainya. Tepung sagu yang telah dimodifikasi pada penelitian
ini setelah diolah menjadi beberapa produk pangan seperti brownies panggang dan brownies kukus. Brownies
menggunakan tepung sagu modifikasi menghasilkan produk olahan yang lebih baik jika dibandingkan dengan
menggunakan sagu alami.

1792 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

Analisis pH

Hasil analisis pH tepung sagu yang dihasilkan dari beberapa fermentasi dengan jenis mikroba yang
berbeda dan variasi suhu HMT berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan perbedaan
jenis mikroba dan variasi suhu pemanasan HMT pada produk tepung sagu termodifikasi menunjukkan hasil
berpengaruh sangat nyata terhadap nilai pH pada setiap perlakuan. Rerata nilai pH pada tepung sagu yang
telah di modifikasi melalui metode fermentasi yang di kombinasikan dengan metode HMT yang difermentasi
dengan jenis mikroba yang berbeda disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata hasil analisis pH Tepung sagu modifikasi Fermentasi kombinasi HMT.
Perlakuan Rerata
R110 7,51a±0,05
Y130 7,50a±0,04
R120 7,47ab±0,06
R130 7,46ab±0.06
Y120 7,43ab±0,03
Y110 7,33b±0,08
RY120 6,32c±0,18
RY110 6,28c±0,07
RY130 5,83d±0,07
Keterangan: Angka-angka yang di ikuti oleh notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata berdasarkan uji
DMRT 0,05 pada taraf kepercayaan 95 %. Kode perlakuan : R (ragi tape), Y (yoghurt), RY(ragi tape
kombinasi yoghurt), 110 (suhu 110oC), 120 (suhu 120oC) dan 130 (suhu 130oC).

Berdasarkan data pada Tabel 7, diperoleh informasi bahwa rerata pH tepung sagu perlakuan terbaik
sebesar 7,51, sedangkan kontrol sebesar 6,35. Hal ini menunjukkan bahwa pH tepung sagu perlakuan terbaik
berbeda sangat nyata dengan pH kontrol, dengan melihat data yang telah dilakukan maka didapatkan hasil
berpengaruh sangat nyata. Hasil penelitian oleh Majid (2015), menunjukkan bahwa Dengan meningkatnya
jumlah asam yang diekskresikan oleh BAL karena proses akumulasi asam dalam substrat maka akan
meningkatkan keasaman subtrat dan peningkatan akumulasi asam dalam substrat ini dapat diketahui dengan
penurunan pH subtrat (Widowati dan Migiyarta 2003).

Analisis Kimia Perlakuan Terbaik

Tepung sagu modifikasi fermentasi kombinasi HMT perlakuan terbaik dan kontrol dilakukan
berdasarkan analisis kimia yaitu kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar serat, dan kadar
karbohidrat. Perlakuan terbaik yang digunakan pada penilitian ini adalah tepung sagu modifikasi
fermentasiragi tape kombunasi yoghurt dengan pemanasan suhu HMT 120 oC, sedangkan kontrol yang
digunakan adalah tepung sagu tanpa perlakuan modifikasi.

1793 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

Rekapitulasi hasil analisis kandumgan kimia produk Tepung sagu modifikasi perlakuan terbaik dan
kontrol terhadap sifat kimia meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar serat, dan kadar
karbohidrat, seperti yang terlihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi kimia tepung sagu modifikasi fermentasi kombinasi HMT.
Jumlah (%)
No Komposisi
Kontrol RY120 SNI
1 Kadar air 9.57 5.88 Max.13
2 Kadar protein 4.75 4.17 -
3 Kadar abu 0.09 0.12 Max.0,5
4 Kadar lemak 0.9 0.55 -
5 Kadar serat 1.5 1 0,1
6 Kadar pati 83.1 88.28 -
Keterangan : RY120 (Fermentasi ragi tape kombinasi yoghurt suhu HMT 120 oC).

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 8, menunjukkan bahwa kadar air perlakuan terpilih jauh
lebih rendah dibandingkan dengan tepung sagu kontrol, penyebab utama terjadinya penurunan kadar air yang
signifikan disebabkan oleh pem anasan suhu HMT yang dilakuakan yang menggunakan suhu tinggia yaitu
120oC selama 3 jam dan dilanjutkan dengan pengeringan selama 5 jam. Penurunan kadar protein terjadi
dalam proses HMT hal ini disebabkan adanya protein yang rusak saat pemanasan yang tinggi namun
penurunan kadar protein tidak terlalu signifikan disebab proses fermentasi yang dilakuakan sebelumya
menggunakan ragi tape dan yoghurt diduga dapat meningkatkan nilai kandungan proteinnya.
Kadar lemak yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kontrol juga di duga disebabkan
oleh suhu yang tinggi sehingga lemak pada tepung sagu mengalami oksidasi, sedangkan penurunan kadar
abu dan kadar serat diduga karna proses fermentasi yang dilakukan, Menurut Gandjar (2003) ragi tape terdiri
dari kapang (Rhizopus oryzae, Mucor), khamir (Sacharomyces cerevisiae, Sacharomyces verdomanni,
Candida utilis) dan bakteri (Pediococcus sp. dan Bacillus sp.). dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu
dan Ikhsan (2010) bahwa Bacillus sp. Efektif guna menurunkan kandungan serat kasar dengan lama waktu
inkubasi 2 hari. Hal ini senada dengan hasil penelitian ini penurunan kadar serat terbesar hingga 1.69 %
dengan waktu perendaman 2 hari. Dan setelah 3 hari kadar seratnya naik karena perkembangan kapang yang
secara konsisten meningkat selama masa fermentasi dapat menyumbang serat kasar melalui dinding selnya.
Dan menurut Wahyu dan Ikhsan (2010) waktu generatif kapang 3 sampai 6 hari.

KESIMPULAN

Tepung sagu yang telah di modifikasi dengan cara fermentasi menggunakan starter ragi tape kombinasi
yoghurt dan variasi suhu pemanasan HMT yaitu 110oC, 120oC dan 130oC mengahasilkan perubahan karakter
fisik maupun kimia dari tepung sagu. Modifikasi fermentasi kombinasi pemanasan HMT menurunkan suhu

1794 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

viskositas tepung, mengurangi aroma tengik dan dapat mempertahankan warna tepung sagu. semakin tinggi
suhu pemanasan HMT maka semakin rendah nilai viskositas dan semakin putih tepung sagu yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, Y. A., Adeyemi dan Oshodi. 2005. Functional and physicochemical Properties of Flour of Six
Mucuna Species. African Journal of Biotechnology. 4:1461-1468

AOAC, 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical Chemist AOAC. Washinton DC
USA.

Bahtiar, Wanurgayah dan Irawati A., 2014 Studi Kebiasaan Makanan Kerang Pokea (Batissa violacea var
celebensis, von Martens 1897) Saat Penambangan Pasir di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Jurnal
Biologi Tropis. 14(2): 1411-9587.

Basir A., 2012. Pengaruh dimensi Mata Pemarut Terhadap Pengolahan Empelur Batang Sagu Menjadi Bahan
Dasar Tepung. Jurnal Polimedia 1(15) : 33-35

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wotto N. 1987. Ilmu Pangan. Ed ke-2. : UI Press Jakarta

Dewi A.I dan Santoso,I., 2007. Aplikasi metode AHP analytical hierarchy process dalam menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi mutu b akso ikan.Jurnal Teknologi Pangan. 8(1):19-25

Komariah, Ulupi, N. Dan Fatriani, Y. 2004. Pengaruh penambahan tepung tapioka dan esbatu pada berbagai
tingkat yang berbedah terhadap kualitas fisik bakso. Buletin Peternakan , 28 (2): 80-86

La Ega dan Lopulalan C.G.C, 2015. Modifikasi Pati Sagu Dengan Metode Heat Moisture Treatment.
Universitas Pertanian Pattimura. Ambon

Lisa. M. 2008. Penggunaan campuran tepung tapioka dengan tepung sagu dan natrium nitrat dalam
pembuatan bakso daging sapi. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Sumatera Utara (USU). Medan.
Maharaja, L.M., 2008. Penggunaan campuran tepung tapioka dan tepung sagu dan natrium nitrat dalam
pembuatan bakso daging sapi. Skripsi Department Teknologi Pertanian.

Majid, A. 2015. Proses Produksi Tepung Sagu Menggunakan Proses Semi Kering Dengan Kombinasi
Fermentasi: Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Melda A., 2011. penambahan tepung sagu dengan konsentrasi Yang berbeda terhadap mutu bakso Daging
kelinci. Skripsi sarjana. Fakultas pertanian dan peternakan Universitas islam negeri sultan syarif kasim
riau Pekanbaru

Marliyati dan Anna, S., 2002. Pengolahan pangan tingkat rumah tangga. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gisi Institute
pertanian Bogor. Bogor Journal of Nutrition College. 1(1):389

1795 | P a g e
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP) ISSN : 2527-6271 2018
J. Sains dan Teknologi Pangan
Vol. 3, No.6, P. 1783-1796, Th 2018

Prastikawati, E. 2014. pengaruh penambahan filler tepung sagu (Metroxylon sago Rottbh.) yang berbeda
terhadap kualitas fisik, kimia dan organoleptik bakso itik. Skripsi Surakarta Fakultas Pertanian.

Rahayu, S. M. 2012. Pengaruh Konsentrasi Garam Dalam Proses Perebusan Ikan Teri Nasi (Stolephorus sp)
Setengah Kering Dan Pendugaan Umur Simpannya Dengan Metode Akselerasi.
.
Tuahta B., Restuhadi F dan Pato U. 2014. Studi Fermentasi Untuk Modifikasi Pati Sagu Oleh Bakteri Asam
Laktat Dengan Metode Perendaman. Universitas Riau.
Widya, N. dan Murtini E.S. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana.
Surabaya.

Winarno, F.G., 2004. Kimia pangan dan gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Widowati, S., dan Misgiyarta. 2003, Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam Pembuatan Produk
Fermentasi Berbasis Protein/Susu Nabati. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman.

Yenni, Tati N., Nurjanah dan Fitje L. 2011. Kandungan mineral, proksimat dan penanganan kerang pokea
(Batissa violacea celebensis Marten 1897) dari Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Prosiding Seminar
Nasional Dan Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-3 MPHPI 2011. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

1796 | P a g e

You might also like