You are on page 1of 12

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK MIE DARI TEPUNG TALAS

(Colocasia esculenta) DAN TERIGU DENGAN PENAMBAHAN SARI BAYAM


MERAH
(Amaranthus blitum)
Physical and Organoleptic Properties of Noodle Made from Taro Root (Colocasia
Esculenta) and Wheat Flour with the Addition of Red Spinach Juice (Amaranthus
Blitum)
Meiheski R. Rara1)*, Teltje Koapaha2 dan Dekie Rawung2)

1)
Mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan
2)
Dosen Program Studi Teknologi Pangan

Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sam Ratulangi


Manado Jl. Kampus UNSRAT Manado, 95115.
*e-mail: r2meiheski@gmail.com

ABSTRACT
This study aims to evaluate the proportion of taro flour to produce
the best noodles based on the physical characteristics and preferences by
panelists. This study uses a completely randomized design with 4 treatments
A (100% wheat flour) as a control, B (80% taro flour: 20% wheat flour), C
(70% taro flour: 30% wheat flour), D (60% taro flour: 40% wheat flour).
The parameters analyzed were water absorption, elasticity, cooking time,
cooking loss, moisture content, antioxidant activity and acceptance level of
the panelists. From the results of the research on testing the physical
properties of taro noodles with water absorbency an average value of
90.40%, elasticity obtained an average value of 15.87%, cooking time
obtained an average value of 210.67 seconds, cooking loss obtained value
on average 21.37% and water content obtained an average value of 24.83%.
Meanwhile, the antioxidant activity of taro noodles is classified as weak,
namely the IC50 value is 225.82 µg / ml. For organoleptic tests, the average
panelist gave likes value for color and neutral for smell, but they did not like
the taste and texture of wet noodles made from taro flour with the addition
of red spinach juice.

Keywords: Taro, red spinach, wet noodles

PENDAHULUAN
Mie merupakan salah satu produk orang dewasa. Menurut Murniyati, dkk.,
pangan yang banyak diminati masyarakat (2010), konsumsi mie di Indonesia tercatat
Indonesia, mulai dari anak-anak sampai terbesar kedua di dunia setelah RRC.
1
Sifat Fisik dan Organoleptik Mie……..Meiheski R. Rara, dkk.

Volume impor gandum atau terigu sebagai menurunnya fungsi ginjal, aterosklerosis,
bahan baku pembuatan mie terus osteoporosis dan lain-lain. Selain itu,
meningkat. Berdasarkan data Asosiasi penambahan bayam merah pada produk
Tepung Terigu Indonesia (APTINDO) pangan akan memberikan warna yang
volume impor gandum Indonesia pada menarik.
2017 naik sekitar 9% menjadi 11,48 juta Berdasarkan latar belakang tersebut,
ton dari tahun sebelumnya dengan nilai maka dilakukan penelitian mengenai
US$ 2,65 miliar pengembangan produk mie basah dari
Upaya untuk mengurangi impor tepung talas untuk mengurangi
terigu dapat dilakukan dengan ketergatungan terhadap tepung terigu dan
memberdayakan pangan lokal termasuk potensi mie sebagai pangan fungsional
talas. Talas (Colocasia esculenta) dengan parameter uji karakteristik fisik,
termasuk sumber penghasil karbohidrat aktivitas antioksidan dan uji organoleptik.
non beras dari golongan umbi-umbian,
dengan kandungan karbohidrat yang METODE PENELITIAN
tinggi, terutama pati yaitu 80%
(Rahmawati, dkk., 2012). Dengan Tempat dan Waktu Penelitian
kandungan pati yang tinggi, maka talas Penelitian ini dilakukan di
dapat dimanfaatkan sebagai pengganti Laboratorium Ilmu Pangan, Laboratorium
sebagian dari fungsi terigu dalam Paska Panen Jurusan Teknologi Pertanian,
pembuatan produk pangan. Untuk Fakultas Pertanian dan Laboratorium
mempermudah penggunaan dan Analisis Ilmu Farmasi Universitas Sam
memperpanjang umur simpan, umbi talas Ratulangi sejak bulan Oktober 2018
diolah menjadi tepung talas. Tepung talas sampai dengan bulan April 2019.
yang tergolong halus dan mudah dicerna,
berguna untuk pembuatan kue kering, kue Bahan dan Alat
basah, roti dan mie (Suhaeni, 2007). Bahan yang digunakan dalam
Beberapa penelitian telah dilakukan penelitian ini adalah umbi talas yang
menggunakan tepung talas seperti mie diolah menjadi tepung talas menggunakan
basah, mie instan, roti (Permatasari, metode penggilingan kering, sari bayam
dkk.,2009; Gumilang, dkk., 2015; Pratiwi, merah yang diperoleh dari Sulawesi utara
dkk.,2017). Namun, tepung talas tidak dan tepung terigu.
mengandung gluten yang membuat mie Alat yang digunakan pada
elastis, sehingga pada pembuatan produk penelitian ini terdiri dari cabinet dryer,
seperti mie, perlu adanya penambahan oven listrik, timbangan, blender, slicer,
bahan yang mengandung gluten seperti kompor, roll press.
tepung terigu.
Bayam merah manado (Amaranthus Rancangan Penelitian
blitum) dapat dimanfaatkan sebagai Penelitian ini dilakukan dengan
produk pangan fungsional karena menggunakan Rancangan Acak Lengkap
memiliki kandungan antioksidan yaitu (RAL) dengan masing-masing perlakuan
betalain, karotenoid, vitamin C, flavonoid ditambahkan sari bayam merah sebanyak
dan polifenol (Wiyasihati dan Kristanti, 40 ml yang terdiri dari 4 perlakuan dengan
2016). Antioksidan merupakan senyawa proporsi tepung talas dan terigu yang
yang berfungsi mengikat pembentukan berbeda berbeda:
radikal bebas. Radikal bebas dalam tubuh
dapat menyebabkan penyakit degeneratif A: 100% Tepung Terigu (kontrol)
seperti serangan jantung, kanker, katarak, B: 80% Tepung Talas + 20% Tepung
Terigu
2
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10, Nomor 2, Juni
2019

C: 70% Tepung Talas + 30% Tepung


Terigu %𝐷𝑆𝐴 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑒 𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑒 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 (𝑔)
D: 60% Tepung Talas + 40% Tepung 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑖𝑒 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟 (𝑔)
Terigu × 100%

Masing-masing perlakuan diulang Elastisitas (Ramlah, 1997)


sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh Sampel yang telah dimasak diambil
diolah dengan Analisis Sidik Ragam seuntai lalu ditempatkan di atas penggaris
(ANOVA). dan diukur panjangnya sebagai panjang
awal (PI), kemudian ditarik hingga putus
Prosedur penelitian dan diukur panjangnya sebagai panjang
Bahan baku umbi talas dicuci dan akhir (P2). Elastisitas dihitung dengan
dikupas, lalu diiris dan direndam dalam persamaan:
larutan NaCl selama 1 jam, lalu dicuci 𝑃2 − 𝑃1
kembali dengan air, kemudian 𝐷𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑢𝑡𝑢𝑠 = × 100%
𝑃1
dikeringkan menggunakan oven bersuhu +
70 dengan cabinet drying selama 9 jam, Cooking Time (Chillo dkk., 2008)
selanjutnya diayak dengan pengayakan 80 Pengukuran cooking time dilakukan
mesh untuk menghasilkan tepung yang dengan cara memasak mie pada air
halus. mendidih kemudian dilakuakn pengujian
Pembuatan sari bayam merah dengan cara setiap 30 detik mie diambil
dilakukan dengan cara daun bayam dicuci seuntai lalu diletakkan diantara 2 kaca
bersih, lalu diblancing selama 2 menit, transparan dan ditekan. Hal ini dilakukan
kemudian ditiriskan dan di blender, lalu berulang sampai titik putih ditengahnya
disaring untuk diambil sarinya. menghilang yang menandakan mie sudah
Pembutan mie talas dilakukan masak sempurna.
dengan cara mencampur tepung talas dan
terigu sesuai perlakuan sebanyak 100 Cooking loss Metode AACC 66-507
gram, lalu campurkan telur 20 gram, (Kang, dkk., 2017)
garam 2 gram, CMC 2 gram. Tambahkan Didihkan air sebanyak 150 ml,
sari bayam merah 40 ml pada masing- kemudian masukkan mie sebanyak 10
masing perlakuan. Campurkan semua gram dan rebus selama 10 menit, lalu
bahan sampai homogen dan aduk sampai angkat dan ditiriskan selama 5 menit. sisa
adonan kalis. Adonan dibagi menjadi air perebusan dan air hasil penirisan
beberapa bagian kemudian bentuk dikumpulkan lalu dioven sampai berat
lembaran menggunakan alat penipis konstan. Cooking loss dihitung dengan
adonan dengan ketebalan 2 mm, kemudian rumus :
digiling/dicetak menggunakan gilingan
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟)
mie. Selanjutnya mie direbus pada suhu % 𝐾𝑃𝐴𝑃 =
(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑤𝑎𝑙)
100oC selama 30 detik. Diangkat lalu × 100%
ditiriskan.
Kadar Air (Metode Thermografimetri)
Daya Serap Air Metode AACC 66-507,
(Sudarmaji, dkk., 1989)
(Kang, dkk., 2017)
Sampel ditimbang sebanyak 2 gram
Sampel ditimbang sebanyak 10 g
dalam wadah yang telah diketahui
kemudian direbus dalam air mendidih
beratnya, lalu sampel dikeringkan dalam
sebanyak 150 ml selama 5 menit. Setelah
oven dengan suhu 105℃ selama 3-5 jam.
itu sampel diangkat dan ditiriskan. Daya
Lalu sampel didinginkan dalam desikator
serap air dihitung dengan persamaan:
104
Sifat Fisik dan Organoleptik Mie……..Meiheski R. Rara, dkk.

selama 5 menit. Sampel dipanaskan aroma dan tekstur dengan skala penilaian
kembali dalam oven selama 30 menit, (1) Sangat tidak suka; (2) Tidak suka; (3)
didinginkan dalam eksikator dan Netral; (4) Suka; (5) Sangat suka.
ditimbang (diulangi sampai berat sampel
konstan). HASIL DAN PEMBAHASAN
𝑊𝑜 − 𝑊1 Daya Serap Air (DSA)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 % = × 100% Daya serap air mie basah dari
𝑊𝑜
Keterangan : tepung komposit talas dan terigu dengan
Wo = Berat awal sampel (g) penambahan sari bayam merah berkisar
W1 = Berat kering sampel antara 90,40% – 114,88% dapat dilihat
(g) pada Gambar 1

Daya Serap Air (%)


140
120
Aktivitas Antioksidan Metode DPPH 100 114.88%
(Andri dan Hersoelistyorini, 2013) 80 (c)
99.77%
Uji aktivitas antioksidan dilakukan 60 (b) 90.4%
(bc)
dengan menimbang DPPH sebanyak 0,15 40 81.2…
20
g dilarutkan dalam 100 ml etanol sehingga 0
diperoleh konsentrasi 0,4 mM. Larutan
dikocok hingga homogen dan diukur
absorbansinya dengan spektrofotometer
untuk memperoleh panjang gelombang A B C D
maksimum. Panjang gelombang Perlakuan
BNT 1% = 17,58 (*) Notasi yang berbeda menunjukkan
maksimum untuk larutan DPPH adalah adanya perbedaan nyata
520 nm. Larutan DPPH 0,4 nM diambil
sebanyak 0,5 ml dimasukkan kedalam Gambar 1. Nilai rata-rata daya serap air mie
tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml talas
sampel, lalu dihomogenkan menggunkan Hasil uji sidik ragam menunjukkan
vortex hingga homogen hingga homogen bahwa perlakuan tepung komposit talas
lalu didiamkan sampai 30 menit pada suhu dan terigu terhadap mie basah
ruang dan diukur menggunakan memberikan pengaruh yang berbeda
spektrofotometer. Perhitungannya sebagai sangat nyata terhadap daya serap air. Daya
berikut: serap air tertinggi diperoleh pada
perlakuan B (80% tepung talas : 20%
𝑎𝑏𝑠 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
% 𝐻𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 = × 100%
𝑎𝑏𝑠 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 tepung terigu), diikuti perlakuan C (70%
Uji Organoleptik Tingkat Kesukaan Parameter yang di uji yaitu, rasa, warna,
(Bambang, dkk., 1988)
Uji organoleptik dilakukan
menggunakan metode hedonik (tingkat
kesukaan). Uji ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap mie talas. Jumlah panelis yang
digunakan dalam pengujian ini adalah 25
orang, dimana setiap panelis diminta
untuk memberikan penilaian secara
pribadi terhadap sampel yang disajikan.
105
Sifat Fisik dan Organoleptik Mie……..Meiheski R. Rara, dkk.

tepung talas : 30% tepung terigu) dan


perlakuan D (60% tepung talas : 40 %
tepung terigu). Daya serap air terendah
terdapat pada perlakuan A (kontrol 100%
tepung terigu). Daya serap air mie basah
meningkat seiring dengan meningkatnya
penambahan tepung talas. Hal ini diduga
karena komponen karbohidrat utama
dalam tepung talas adalah pati. Pati
mempunyai kemampuan menyerap air.
Selain itu, semakin banyak penambahan
tepung talas akan membuat adonan mie
basah lebih mudah dan lebih cepat

106
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10, Nomor 2, Juni
2019

dihomogenkan, sehingga daya serap hal tersebut, proses pemasakan juga akan
airnya semakin tinggi. Hal tersebut sesuai berpengaruh terhadap gelatinisasi dan
dengan pendapat Tam, dkk (2004), bahwa koagulasi protein yang dapat membentuk
jika suatu bahan mudah dan cepat sifat elastisitas mie basah.
dihomogenkan, maka akan cenderung
memiliki kadar air yang tinggi. Cooking Time
Cooking time mie basah dari tepung
Elastisitas komposit talas dan terigu dengan
Elastisitas mie basah dari tepung penambahan sari bayam merah berkisar
komposit talas dan terigu dengan antara 124,33 detik – 210,67 detik dapat
penambahan sari bayam merah berkisar dilihat pada Gambar 3.
Rata-rata Elastisitas(%)

antara 7,66% – 15,87% dapat dilihat pada

Cooking Time (detik)


Gambar 2. 500.00

450.00 450.33
35 (d)
30 400.00
32,22
25
20 (c) 350.00
15
10 300.00
210.67
5 15,87
189.00 (c)
(b)
0 250.00

7,66 10,72 (b) 124.33


(a)
(a) (ab) 200.00

150.00
ABCD
A PBerlakuaCn D
Perlakuan BNT100.00
1% = 6,84 (*) Notasi yang berbeda menunjukkan
BNT 1% = 5,77 (*) Notasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata
50.00
adanya perbedaan yang nyata
Gambar0.00 3. Nilai Rata-rata Cooking Time
Gambar 2. Nilai Rata-rata Elastisitas (%) (detik) Mie Talas
Mie Talas

Hasil uji sidik ragam menunjukkan Hasil uji sidik ragam menunjukkan
bahwa perlakuan tepung komposit talas adanya perbedaan sangat nyata dari
dan terigu terhadap mie basah perlakuan tepung komposit talas dan
memberikan pengaruh yang berbeda terigu terhadap cooking time mie basah.
sangat nyata terhadap elastisitas. Cooking time paling cepat terdapat pada
Elastisitas terendah terdapat pada perlakuan B (80% tepung talas : 20%
perlakuan B (80% tepung talas : 20% tepung terigu) dan terlama terdapat pada
tepung terigu) dan tertinggi terdapat pada perlakuan D (60% tepung talas : 40%
perlakuan D (60% tepung talas : 40% tepung terigu), diikuti perlakuan C (70%
tepung terigu) diikuti perlakuan C (70% tepung talas : 30% tepung terigu).
tepung talas : 20% tepung terigu). Semakin banyak jumlah tepung talas,
Semakin sedikit penambahan tepung cooking time mie basah semakin cepat.
terigu semakin rendah elastisitas mie Hal ini sesuai dengan daya serap air mie
basah. Semakin banyak penambahan basah yang semakin meningkat dengan
tepung talas pada mie basah, semakin meningkatnya penambahan tepung talas.
rendah elastisitasnya. Hal ini karena Air yang tinggi masuk kedalam mie basah
kandungan gluten semakin menurun saat pemasakan menyebabkan cooking
menyebabkan mie mudah patah. Selain time akan semakin cepat.

107
Sifat Fisik dan Organoleptik Mie……..Meiheski R. Rara, dkk.

Cooking Loss penambahan sari bayam merah berkisar


Cooking loss mie basah dari antara 24,83– 25,43 dapat dilihat pada
tepung komposit talas dan terigu dengan Gambar 5.
penambahan sari bayam merah berkisar
antara 21,37 – 23,50 dapat dilihat pada
30
Gambar 4.

Kadar Air(%)
25
Cooking Loss (%)

25.43 25,17 24,83


25 24.01
20
23,50
22.06
20 (b) 21.37
(b) 15
(b)
15 16.30 10
(a)
10
5

5
0 A B C D
Perlakuan
0
Gambar 5. Nilai rata-rata kadar air (%) mie
A B C D talas
Perlakuan
BNT 1% = 2,59 (*) Notasi yang berbeda
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata Hasil uji sidik ragam menunjukkan
tidak adanya perbedaan nyata perlakuan
Gambar 4. Nilai rata-rata Cooking Loss (%) terhadap kadar air mie basah. Kadar air
mie talas tertinggi terdapat pada perlakuan B (80%
tepung talas : 20% tepung terigu) dan
Hasil uji sidik ragam menunjukkan terendah terdapat pada perlakuan D
adanya perbedaan nyata dari perlakuan (24,83). Tingginya kadar air pada mie
tepung komposit talas dan terigu terhadap basah diduga karena adanya kandungan
cooking loss mie basah. Cooking loss serat dari sari bayam merah dimana serat
tertinggi terdapat pada perlakuan B(80% mempunyai sifat yang hidrokoloid yang
tepung talas : 20% tepung terigu) dan mampu mengikat air. Selain itu, pati yang
terendah terdapat pada perlakuan D(60% terdapat pada bahan cenderung suka air
tepung talas : 40% tepung terigu), diikuti (hidrofil), karena jumlah gugus hidrofil
perlakuan C(70% tepung talas : 30% dalam molekul pati sangat besar sehingga
tepung terigu). Tingginya cooking loss kemampuan dalam menyerap air juga
dipengaruhi oleh kurangnya kandungan besar yang menyebabkan air berada dalam
protein pada mie basah, karena protein butir-butir pati dan tidak dapat bergerak
berfungsi membentuk viskositas dan bebas (Winarno, 2002).
mengikat bahan sehingga tidak mudah
larut dalam air. Kurangnya gluten akan Aktivitas Antioksidan
membuat jaringan dalam mie basah Gambar 6 menunjukkan bahwa
melemah, sehingga sebagian padatannya aktivitas antioksidan mie dari tepung
mudah larut dalam air saat pemasakan. komposit talas dan terigu dengan
Mie yang baik memiliki cooking loss yang penambahan sari bayam merah tergolong
rendah (Engelen, 2015). lemah dilihat dari nilai IC50 yg lebih besar
dari 200 µg/ml. IC50 didapat dari
Kadar Air
penyelesaian persamaan regresi Y
Kadar air mie basah dari tepung
=0,0151X + 46,69 dimana Y adalah
komposit talas dan terigu dengan
persentasi penghambatan 50% (0,5) dan X

108
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10, Nomor 2, Juni
2019

konsentrasi aktivitas antioksidan. sama, sehingga warna yang dihasilkan


Molyneux (2004) dalam Tristantini, dkk pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata.
(2016), mengatakan bahwa semakin Warna pada perlakuan mie basah cukup
rendah nilai IC50 maka semakin kuat disukai panelis karena warna yang
aktivitas antioksidannya.Jenis antioksidan dihasilkan merah keunguan yang berasal
pada mie basah yang diperoleh dari sari dari warna sari bayam yang ditambahkan
bayam merah adalah betakaroten dan pada mie basah. Warna tersebut dihasilkan
flavonoid. oleh pigmen antosianin yang terdapat
pada bayam merah. Antosianin pada
100
bayam merah berperan sebagai
90 antioksidan yang berfungsi untuk
80 mencegah pembentukan radikal bebas
% HAMBATAN

70 (Lingga, 2010).
60
y = 0.0151x + 46.59
50 R² = 0.9679
40 4
30 3.5
20 3 3.56
10
Warna 3.48 3.44 3.40
2.5
0 2
1.5
1
0.5
0100 200 300 400
0
KONSENTRASI
Gambar 6. Grafik hubungan antara
konsentrasi aktivitas antioksidan dengan
persen penghambatan untuk mendapat nilai A D
PBerlakuaCn
IC50.
Gambar 8. Tingkat kesukaan terhadap warna
Tingkat kesukaan
Warna Aroma
Tingkat kesukaan terhadap warna Tingkat kesukaan terhadap warna
mie basah berbahan baku tepung talas dan mie basah berbahan baku tepung talas dan
tepung terigu dengan penambahan sari tepung terigu dengan penambahan sari
bayam merah berkisar antara 3,40% – bayam merah berkisar antara 2,28% –
3,56% dengan tingkat penilaian dari 2,96% dengan tingkat penilaian dari
sangat tidak suka sampai sangat suka. sangat tidak suka sampai sangat suka.
Hasil dari uji organoleptik terhadap Hasil dari uji organoleptik terhadap warna
warna dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil dapat dilihat pada Gambar 9.
uji sidik ragam menunjukkan tidak adanya Hasil uji sidik ragam menunjukkan
pengaruh dari tingkat kesukaan panelis tidak adanya pengaruh tingkat kesukaan
terhadap warna mie basah yang panelis dari perlakuan (tepung talas dan
dihasilkan. Nilai rata-rata warna mie tepung terigu) terhadap aroma mie basah.
basah yang disukai tertinggi terdapat pada Tingkat kesukaan terhadap aroma
perlakuan B (80% tepung talas : 20% terendah terdapat pada perlakuan C (70%
tepung terigu) dan terendah pada tepung talas : 30% tepung terigu) nilai
perlakuan D (60% tepung talas :40% 2,80 dan diikuti perlakuan B dan C de
tepung terigu). Tidak adanya pengaruh ngan nilai 24,83. Panelis cenderung
terhadap organoleptik warna mie basah kurang menyukai aroma mie basah yang
disebabkan jumlah penambahan sari besar proporsi tepung talasnya karena
bayam pada masing-masing perlakuan aroma talas yang tajam. Hal ini juga
109
Sifat Fisik dan Organoleptik Mie……..Meiheski R. Rara, dkk.

disebabkan panelis lebih terbiasa tepung terigu) dengan nilai 25,50%. Hal
mengonsumsi mie basah dengan bahan ini diduga karena kebiasaan mengonsumsi
baku tepung terigu. mie dari tepung terigu pada umumnya
sehingga rasa mie basah dengan
penambahan tepung talas kurang disukai.
3.5
3 3.32 Tekstur
2.96 2.96
2.5 Hasil uji organoleptik tekstur mie
Aroma

2.80
2
1.5
basah dari tepung talas dan tepung terigu
1 dengan penambahan sari bayam merah
0.5 berkisar antara 2,96 – 3,36 dengan tingkat
0 penilaian dari sangat tidak suka sampai
sangat suka. Hasil dari uji organoleptik
A BCD tingkat kesukaan terhadap tekstur dapat
Gambar 9. TingkatPerlakuan
kesukaan terhadap aroma dilihat pada Gambar 11.
4
Rasa 3.5 3.64
Hasil uji organoleptik rasa mie 3 3.36
basah dari tepung talas dan tepung terigu 3.16
2.96
dengan penambahan sari bayam merah 2.5
berkisar antara 2,96 – 2,24 dengan tingkat 2
Tekstur

penilaian dari suka sampai sangat suka 1.5


1
sampai netral. Nilai tingkat kesukaan 0.5
terhadap aroma dapat dilihat pada Gambar 0
10.

4 A B C D
3.5
3 Perlakuan
3.40
3,20 3.24
BNT 5% = 0,49 (*) Notasi yang berbeda menunjukkan
2.5 adanya perbedaan yang nyata
Rasa

2.64
2
1.5 Gambar 11. Tingkat kesukaan terhadap
1 tekstur
0.5
0 Hasil uji sidik ragam menunjukkan
adanya pengaruh tingkat kesukaan panelis
dari perlakuan tepung talas dan tepung
A B C D
terigu terhadap tekstur mie basah. Tekstur
Perlakuan
yang paling banyak disukai terdapat pada
BNT 1% = 0,47 (*) Notasi yang berbeda menunjukkan
adanya perbedaan yang nyata perlakuan D (60% tepung talas : 40%
tepung terigu) dengan nilai 3,36. Tekstur
Gambar 10. Tingkat kesukaan terhadap rasa mie basah dengan proporsi tepung talas
yang besar cenderung kurang kenyal dan
Hasil uji organoleptik menunjukkan lunak/mudah patah, sehingga panelis
adanya perbedaan tingkat kesukaan cenderung kurang menyukai. Hal ini
terhadap rasa pada perlakuan mie basah. disebabkan tepung talas tidak
Rasa yang paling banyak disukai terdapat mengandung gluten.
pada sampel D(80% tepung talas : 20%

110
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10, Nomor 2, Juni
2019

Secara keseluruhan, tingkat pada table 1.


kesukaan terhadap mie talas dapat dilihat
Tabel 1. Rata-rata keseluruhan tingkat kesukaan terhadap mie talas
Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Rata-rata
A 3,48 3,32 3,40 3,64 3,46
B 3,56 2,96 2,64 2,96 3,03
C 3,44 2,80 3,20 3,16 3,15
D 3,40 2,96 3,24 3,36 3,24

Berdasarkan uji organoleptik rendah pada perlakuan B dan semakin


tingkat kesukaan, perlakuan yang paling tinggi untuk perlakuan A. Tingkat
disukai adalah perlakuan pada gambar 12 penerimaan panelis terhadap rasa dan
yang garisnya berada paling luar. Garis tekstur mie talas menurun seiring dengan
paling luar adalah perlakuan A (100% semakin besarnya proporsi tepung talas
tepung terigu) yaitu kontrol, lalu diikuti dengan taraf penerimaan netral. Namun
sampel D (60% tepung talas : 40% tepung secara keseluruhan aspek organoleptik
terigu). yang diuji tidak jauh berbeda dengan mie
basah dari tepung terigu. Sedangkan
a b c d aktivitas antioksidannya tergolong lemah,
rasa
yaitu dengan nilai IC50 225,82µg/ml. Mie
4.00
3.50
talas dengan hasil kadar air yaitu dibawah
3.00
2.50
35%, kadar abu dibawah 3% yaitu
2.00 (1,85%) dan kadar protein (5,02%)
1.50
1.00 maksimum 8% memenuhi stardar
berdasarkan syarat mutu mie basah dalam
0.50
0.00
aroma warn SNI 2046-90.
a

DAFTAR PUSTAKA
Andri, D. dan Hersoelistyorini, W. 2013.
Aktivitas Antioksidan dan Sifat
tekstur Organoleptik dari Daun Sirsak
(Anoma muricate Linn). Jurusan
Teknologi Pangan Fakultas
Gambar 7. Tingkat Penerimaan Panelis Pertanian Universitas
Secara Keseluruhan Muhammadiyah Semarang. Jurnal
Pangan dan Gizi Vol. 4 No. 7.
KESIMPULAN
Bambang, Kartika, Pudji, H., Wahyu, S.
Semakin besar proporsi tepung
1988. Pedoman Uji Indrawi Bahan
talas, makin besar daya serap air dan
Pangan. Yogyakarta: Universitas
cooking loss mie talas. Nilai tertinggi
Gajah Mada.
untuk daya serap air dan cooking loss
Chillo, S., J. Laverse, PM Falcone, A.
terdapat pada perlakuan B(80% tepung
Protopapa dan MA Del Nobile.
talas : 20% tepung terigu) dan terendah
2008. Pengaruh dari penambahan
terdapat pada perlakuan A (kontrol 100%
tepung soba dan gandum durum
tepung terigu). Namun sebaliknya untuk
dedak pada kualitas spageti. Jurnal
elastisitas dan cooking time semakin
Cereal Sci. 47 (2): 144–152.
111
Sifat Fisik dan Organoleptik Mie……..Meiheski R. Rara, dkk.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Daftar dan Nilai Gizi Roti Manis. Jurnal
Komposisi Bahan Makanan. Sains dan Teknologi Pangan
Jakarta : Bhratara Karya Asara. (JSTP) Vol. 2 No. 4: 749-758.
Engelen, A. 2015 Optimasi Proses da Ramlah. 1997. Sifat Fisik Adonan Mie
Formula pada Karakteristik dan Beberapa Jenis Gandum
Kelengketan Mi Sagu, Jtech. dengan Penambahan Kansui,
01:40-47. Telur, dan Ubi Kayu. Yogyakarta:
Gumilang, R., S. Bambang, Y. Rini. Universitas Gajah Mada.
2015. Uji Karakteristik Mie Instan Rahmawati, W. A. K. Yovita, A. Nita.
Berbahan Baku Tepung Terigu 2012. Karakterisasi Pati Talas
dengan Substitusi Tepung Talas (Colocasia esculenta (L.) Schoot)
(Colocasia Esculenta (L.) Schott). sebagai Alternatif Sumber Pati
Jurnal Bioproses Komoditas Industri Indonesia. Jurnal
Tropis Vol. 3 No. 2. Teknologi Kimia dan Industri,
Goldberg. 1994. Introduction, in Vol. 1 No. 1, Tahun 2012,
Functional Foods; Designer Halaman 347-351.
Foods, Pharmafoods, Rufaizah, U. 2011. Pemanfaatan Tepung
Nutraceuticals, Chapman and Sorgum (Sorghum bocolor L.
Hall, London. Moench) pada Pembuatan Snack
Kang, J., Jung, L., Moonkyeung, C., Bar Tinggi Serat Pangan dan
Yongik, J., Dongchil, C., Yoon, Sumber Zat Besi untuk Remaja
H.C., Misook, K., Yoonhwa, J., Putri. Departemen Gizi
dan Youngseung, L. 2017. Masyarakat. Fakultas Ekologi
Physicochemical and Textura Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Properties of Noodles Prepared Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan
from Different Potato Varieties. Makanan dan Pertanian. Penerbit
Lingga, L. 2010. Cerdas Memilih Liberty: Yogyakarta.
Sayuran, PT. Agro Media Pustaka, Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat
Jakarta. Bergizi dan Bebas Pengawet.
Murniyati, Subaryono, H. Irma. 2010. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pengolahan Mie yang Difortifikasi Suhaeni, N., 2007. Petunjuk Praktis
dengan Ikan dan Rumput Laut Menanam Talas. Jembar
sebagai Sumber Protein, Serat Publishing: Bandung.
Kasar, dan Iodium. Jurnal Setyarini, E. 2013. Pengaruh
Pascapanen dan Bioteknologi Perbandingan Tepung Terigu
Kelautan dan Perikanan Vol. 5 Dengan Tepung Pisang Ambon
No. 1. Terhadap Elastisitas dan Daya
Permatasari, S., Sry, W., Suciyati. 2009. Terima Mie Basah. Tidak
Pengaruh Rasio Tepung Talas dan Diterbitkan. Fakultas Ilmu
Tepung Terigu Terhadap Sifat Kesehatan Universitas
Kimia dan Organoleptik Mie Muhammadyah: Surakarta.
Basah. Prosiding Seminar Tam L. M., H. Corke, W.T. Tan, J. Li,
Nasional Fakultas Teknologi dan L. S. Collado. 2004.
Pertanian Universitas Udayana. Production of Bihon-Type
Pratiwi, A., Ansharullah, Abdu, R.B. Noodles from Maize Starch
2017. Pengaruh Substitusi Tepung Differing in Amylosa Content. J
Talas (Colocasia esculenta L. Cereal Chem. 81(4):475-480.
Schoott) Terhadap Nilai Sensorik

112
Jurnal Teknologi Pertanian Volume 10, Nomor 2, Juni
2019

Tristantini, D., I. Alifah, T. P.


Bhayangkara, G. Jason. 2016.
Pengujian Aktivitas Antioksidan
Menggunakan Metode DPPH pada
Daun Tanjung (Mimusops elengi
L). Prosiding Seminar Nasional
Program Studi Teknik Kimia,
Universitas Indonesia Depok Jawa
Barat, ISSN 1693-4393.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Widyaningsih, T.W. dan Murtini, E.S.
2006. Alternatif Pengganti
Formalin pada Produk Pangan.
Trubus Agirasana, Surabaya.
Wiyasihati, S.I, W. W. Kristanti. 2016.
Potensi Bayam Merah
(Amaranthus tricolor L.) sebagai
Antioksidan pada Toksisitas
Timbal yang Diinduksi pada
Mencit. Departemen Ilmu Faal
Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya, MKB, Vol.
48 No. 2.

113

You might also like