You are on page 1of 10

e-J.

Agrotekbis 8 (2) : 387 - 396 , April 2020 ISSN : 2338-3011

KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK


KERUPUK DARI FORMULA TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita
moschata Durchesne ex poir) DENGAN DAUN KELOR (Moringa
oleifera Lam.)

Physical Chemical And Organoleptic Characteristics Of Crackers In Various


Formula Of Pumpkin (Cucurbita Moschata Durchesne Ex Poir) And Moringa Leaf
Powder (Moringa Oleifera Lam.)
Fitriani1), Syahraeni Kadir2, Rahmi2)
1)
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu
Email: Fitrianiagroteknologi@gmail.com
2)
Staf Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu
Email : ksyahraeni@gmail.com, rahmirozali16@gmail.com

ABSTRACT

The aim of this study was to obtain a formula of pumpkin flour and Moringa leaf flour
which provided the physical and chemical characteristics of the best crackers and obtained a
formula of pumpkin flour and Moringa leaf flour which gave the organoleptic characteristics
favored by panelists. The study used a completely randomized design (RAL) for physical and
chemical characteristics and used a randomized block design (RAK) for organoleptic
characteristics. The research uses one factor consisting of five levels of formula, namely P1 = No
Pumpkin Flour and No Moringa Leaf Flour, P2 = 30% Yellow Pumpkin Flour, P3 = 29% Yellow
Pumpkin Flour and 1% Moringa Leaf Flour, P4 = 28 % Yellow Pumpkin Flour and 2% Moringa
Leaf Flour, P5 = 27% Yellow Pumpkin Flour and 3% Moringa Leaf Flour. The results showed that
the physical characteristics of crackers were the best developing power 141.92% (without pumpkin
flour and Moringa leaf flour). The chemical characteristics of crackers produced in the combination
of pumpkin flour and Moringa leaf flour were the best including moisture content of 2.49%
(without pumpkin flour and Moringa leaf flour), fat content of 20.64% (30% pumpkin flour), fiber
content and antioxidant capacity are 1.10% and 59.53% (28% pumpkin flour and 2% Moringa leaf
flour). Organoleptic tests (color, aroma, crispness and taste) showed that the most preferred
crackers by panelists were crackers made from 30% pumpkin flour.

Keywords: Crackers, Flour, Yellow Pumpkin, Moringa leaves

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendapatkan formula tepung labu kuning dan tepung daun kelor
yang memberikan karakteristik fisik dan kimia kerupuk terbaik dan mendapatkan formula tepung
labu kuning dan tepung daun kelor yang memberikan karakteristik organoleptik yang disukai oleh
panelis. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk karakteristik fisik dan
kimiawi dan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk karakteristik organoleptik.
Adapun penelitian menggunakan satu faktor yang terdiri dari lima taraf formula, yaitu P1 = Tanpa
Tepung Labu Kuning dan Tanpa Tepung Daun Kelor, P2 = 30% Tepung Labu Kuning, P3 = 29%
Tepung Labu Kuning dan 1% Tepung Daun Kelor, P4 = 28% Tepung Labu Kuning dan 2% Tepung
Daun Kelor, P5 = 27% Tepung Labu Kuning dan 3% Tepung Daun Kelor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa karakteristik fisik kerupuk yakni daya kembang yang terbaik 141,92% (tanpa
tepung labu kuning dan tepung daun kelor). Karakteristik kimia kerupuk yang dihasilkan pada
kombinasi tepung labu kuning dan tepung daun kelor yang terbaik diantaranya kadar air yakni

387
2,49% (tanpa tepung labu kuning dan tepung daun kelor), kadar lemak yakni 20,64% (30% tepung
labu kuning), kadar serat dan kapasitas antioksidan yakni 1,10% dan 59,53% (28% tepung labu
kuning dan 2% tepung daun kelor). Uji organoleptik (warna, aroma, kerenyahan dan rasa)
menunjukkan bahwa kerupuk yang paling disukai oleh panelis yakni kerupuk yang terbuat dari
30% tepung labu kuning.

Kata kunci : Kerupuk, Tepung, Labu Kuning, Daun Kelor.

PENDAHULUAN Vitamin A yang terkandung dalam labu


kuning berbentuk β-karoten. Kandungan β-
Usaha penganekaragaman pangan karoten yang tinggi yaitu 180 SI sehingga
sangat penting artinya sebagai usaha untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber vitamin
mengatasi masalah ketergantungan pada A alami (Gardjito, 2006).
satu bahan pokok saja, misalnya dengan Salah satu cara pemanfaatan labu
mengolah berbagai bentuk awetan yang kuning agar dapat bertahan lama, yaitu labu
mempunyai rasa khas dan tahan lama diolah menjadi tepung labu kuning, yang
disimpan dan tetap mempunyai nilai gizi selanjutnya disubstitusi dengan tepung
yang tinggi. Hasil bentuk olahan dapat terigu atau sumber pati lainnya dalam
berupa kerupuk, gaplek, tapai dan lainnya. berbagai pembuatan produk pangan
Hal ini sesuai dengan program pemerintah fungsional, misalnya pembuatan produk
khususnya dalam mengatasi masalah kerupuk (chips) menggunakan labu kuning
kebutuhan bahan pangan terutama non- dengan penambahan tepung daun kelor
beras. untuk memperkaya nilai gizinya.
Kerupuk (chips) merupakan produk Tanaman kelor khususnya daun
makanan kering yang populer dan sudah kelor juga telah dikonsumsi secara luas
lama dikenal masyarakat Indonesia, hampir sebagai salah satu produk daun kelor yang
semua lapisan masyarakat menggemari sudah ada dipasaran yaitu cake, es krim,
kerupuk karena harganya terjangkau dan stick dan sebagainya. Tanaman ini memang
mudah diperoleh baik diwarung-warung terlihat sangat sederhana tetapi ternyata
kecil dan supermarket. Konsumsi kerupuk kaya manfaat. Daun kelor bisa menjadi
biasanya bukan sebagai makanan utama sumber zat gizi untuk semua kelompok
melainkan sebagai makanan kecil atau umur. Di beberapa belahan dunia misalnya
sebagai pelengkap hidangan. Komponen Senegal dan Haiti, daun kelor diberikan
terbesar kerupuk adalah pati sehingga untuk mengatasi masalah gizi buruk pada
anak-anak, wanita hamil dan menyusui.
kerupuk mempunyai kandungan gizi yang
Daun kelor sebagai sumber vitamin dan
relatif rendah, sehingga perlu dilakukan
mineral dapat dikonsumsi dengan cara
penganekaragaman makanan (diversifikasi dimasak atau dimakan mentah atau
pangan) yang bertujuan meningkatkan dikeringkan menjadi serbuk daun kelor
kandungan gizi kerupuk. (Luthfiyah, 2012).
Labu kuning merupakan sumber Berdasarkan uraian tersebut, maka
bahan pangan yang sangat potensial karena dilakukan percobaan yang bertujuan untuk
kandungan gizinya yang cukup lengkap dan mendapatkan kombinasi tepung labu kuning
harganya yang terjangkau oleh masyarakat. dan tepung daun kelor yang memberikan
Komposisi utama dari labu kuning adalah pengaruh terbaik terhadap karakteristik
karbohidrat dan air. Karbohidrat dari labu fisik, kimia dan organoleptik kerupuk.
kuning dapat mencapai 70% (Gardjito,
2006). Berdasarkan kandungan karbohidrat METODE PENELITIAN
yang tinggi, maka labu kuning sangat
berpotensi untuk diolah menjadi tepung. Penelitian ini dilaksanakan di
Labu kuning juga mengandung vitamin A. Laboratorium Agroindustri, Fakultas
388
Pertanian, Universitas Tadulako, Palu pada digunakan adalah yang segar yang tidak
bulan Juni hingga Agustus 2018. rusak yang diperoleh dari perumahan warga
Peralatan yang digunakan dalam di desa Sidondo III Kecamatan Sigi
penelitian ini adalah timbangan analitik, Biromaru Kota Palu., kemudian dikupas
sendok makan, ulekan, pisau, baskom, kulitnya lalu dipisahkan daging buahnya
wajan, kompor, blender, ayakan 60 mesh, dari biji dan mencucinya sampai bersih,
oven vakum, cetakan kerupuk, mistar, lidi, setelah itu labu kuning diparut lalu
mangkok, plastik dan alat tulis menulis, ditaruhnya diatas talang kemudian dioven
nampan alumunium, parut, tali pengikat, pada suhu 60ºC selama ± 6 jam. Setelah
lumpang dan alu, alat press, cawan itu daging labu kuning yang sudah kering
porselin, gegep, spatula, rak tabung, labu dihaluskan sampai benar-benar menjadi
ukur 100 ml, desikator, tabung reaksi, labu tepung menggunakan blender kemudian
lemak, waterbath, gelas kimia, tanur diayak menggunakan ayakan 60 mesh
listrik, labu ukur 25 ml, pipet tetes, untuk mendapatkan tepung labu kuning
spektrofotometer T90+ UV/VIS dan rotary yang lebih halus (Hedrasty, 2003).
evaporator buchi vacuum controller V-850. Proses Pembuatan Tepung Daun Kelor.
Bahan yang digunakan dalam Pelaksanaan penelitian diawali dengan
penelitian ini adalah labu kuning (Cucurbita penentuan daun kelor yang digunakan
moschata Durch) dengan kriteria kulit adalah yang segar yang tidak rusak, dan
berwarna kuning dan tidak rusak, daun tidak terlalu tua diperoleh dari perumahan
kelor (Moringa oleifera L. ) yang segar warga di desa Sidondo III Kecamatan Sigi
(kadar air 30-33%) dan warna daun hijau Biromaru.
muda, tepung tapioka, baking soda, garam, Pembuatan tepung daun kelor
gula, bawang putih, penyedap rasa, air diawali yaitu memisahkan daun dari tangkai
mineral, telur dan minyak goreng, kertas kelor sambil mencuci lalu ditiriskan, setelah
saring, aquadest, hexan, H2SO4 0,3 N, itu ditaruhnya diatas talang kemudian baru
NaOH 1,5 N, ethanol, larutan 1000 ppm, dioven dengan suhu 60ºC selama± 4 jam.
200 ppm larutan DPPH 50µM. Daun kelor yang sudah kering dihaluskan
Penelitian menggunakan Rancangan sampai benar-benar menjadi tepung
Acak Lengkap (RAL) untuk karakteristik menggunakan blender, kemudian diayak
fisik dan kimiawi dan Rancangan Acak menggunakan ayakan 60 mesh untuk
Kelompok (RAK) untuk karakteristik mendapatkan tepung daun kelor yang lebih
organoleptik. Adapun penelitian halus (Luthfiyah, 2012).
menggunakan satu faktor yang terdiri dari Proses Pembuatan Kerupuk. Proses
lima taraf formula, yaitu P1 = Tanpa pembuatan kerupuk pertama-tama yang
Tepung Labu Kuning dan Tanpa Tepung dilakukan yaitu dengan menyiapkan tepung
Daun Kelor, P2 = 30% Tepung Labu labu kuning dan daun kelor, tapioka, tepung
Kuning, P3 = 29% Tepung Labu Kuning terigu kemudian ditimbang pada masing–
dan 1% Tepung Daun Kelor, P4 = 28% masing tepung tersebut sesuai perlakuan,
Tepung Labu Kuning dan 2% Tepung Daun lalu dicampurkan dengan telur yang sudah
Kelor, P5 = 27% Tepung Labu Kuning dan dikocok kemudian diaduk sampai benar-
3% Tepung Daun Kelor, yang diulang benar tercampur rata. Disiapkan garam,
sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit gula, soda, penyedap rasa, bawang putih
percobaan yang dilakukan pada kerupuk dan air yang sudah ditimbang sesuai
sebelum dan setelah digoreng. perlakuan dengan mencampurkan semua
bahan tersebut sampai kalis, kemudian
Tahapan Penelitian
dicetak dengan mesin pencetak kemudian
Proses Pembuatan Tepung Labu kuning. mengukurnya dengan menggunakan lidi
Pelaksanaan penelitian diawali dengan dengan ukuran 2x2 cm setalah itu digoreng
penentuan buah labu kuning yang selama ± 3 menit pada api sedang.

389
kerupuk, disebabkan kedua jenis tepung
sayuran tersebut mampu mengikat air dari
kandungan seratnya yang tinggi.
Kadar Air. Rata-rata kadar air kerupuk
pada berbagai formula tepung labu kuning
dan tepung daun kelor dapat dilihat pada
Gambar 2.
Kurva kadar air adonan kerupuk
(Gambar 2) menunjukkan bahwa kerupuk
tepung labu kuning sebanyak 30% tanpa
dikombinasikan tepung daun kelor memiliki
kadar air tertinggi yakni 33,11%. Hasil
tersebut berbeda sangat nyata bila
Gambar 1. Kurva Daya Kembang Kerupuk pada dibandingkan dengan kadar air adonan
Berbagai formula Tepung Labu
kerupuk yang menggunakan tepung terigu
Kuning dan Tepung Daun Kelor.
dan tapioka, yang berarti bahwa penambahan
HASIL DAN PEMBAHASAN tepung labu kuning menyebabkan kadar air
adonan kerupuk meningkat.
Daya Kembang. Rata-rata daya kembang Semakin banyak penambahan
kerupuk pada berbagai formula tepung labu tepung labu kuning maka kadar air pada
kuning dan tepung daun kelor dapat dilihat adonan kerupuk semakin tinggi, hal ini
pada Gambar 1. disebabkan labu kuning mengandung pektin
Kurva daya kembang (Gambar 1) yang mampu mengikat air lebih baik
menunjukkan bahwa kerupuk tanpa tepung daripada pati dalam tepung terigu. Meski
labu kuning dan tepung daun kelor memiliki labu kuning sudah dijadikan tepung namun
daya kembang tertinggi yakni 141,92%. pektin dalam labu kuning tidak rusak
Hasil tersebut berbeda sangat nyata bila bahkan dapat mengikat air dengan baik
dibandingkan dengan daya kembang (Saragih, 2011). Labu kuning memiliki
kerupuk yang menggunakan tepung labu kadar air yang relatif tinggi yakni kurang
kuning dan tepung daun kelor, yang berarti lebih 14,95% (Usha., 2010 dibanding
bahwa penambahan kedua justru tepung tepung kelor 7,5% (Fuglie, 1999).
berbahan sayuran tersebut menyebabkan
daya kembang menurun. Semakin tinggi
penambahan tepung daun kelor mempengaruhi
proses gelatinisasi pati dari tapioka
sehingga proses perpindahan air ke granula
pati yang membentuk gel akan terhambat,
sehingga mempengaruhi pengembangan
kerupuk. Menurut Kusumaningrum (2009),
faktor yang mempengaruhi daya kembang
kerupuk dapat dilihat amilopektin dan
pengadukan.
Menurut (Kusuma dkk, 2013) bahwa
air yang berada digranula dan air bebas di
dalam adonan kerupuk akan menurunkan
volume pengembangan kerupuk. Berdasarkan Gambar 2. Kurva Kadar Air Adonan Kerupuk
pernyataan tersebut, maka penambahan dan Kerupuk pada Berbagai formula
tepung labu kuning dan tepung daun kelor Kombinasi Tepung Labu Kuning
menyebabkan menurunnya daya kembang dan Tepung Daun Kelor.

390
kelor memiliki kadar air tertinggi yakni
5,31%. Hasil tersebut berbeda sangat nyata
bila dibandingkan dengan kadar air
kerupuk dari tepung terigu dan tapioka,
tanpa tepung labu kuning dan tepung daun
kelor yang berarti bahwa penambahan
tepung labu kuning menyebabkan kadar air
kerupuk meningkat.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Anggrahini dan Murdijati (2006), bahwa
karbohidrat tepung labu kuning yang cukup
tinggi sangat berperan dalam pembuatan
Gambar 3. Kurva Kadar Lemak Adonan adonan pati, adonan pati yang dibentuk
Kerupuk dan Kerupuk pada tersebut akan mampu menahan air
Berbagai formula Tepung Labu walaupun air yang tersedia terbatas dan
Kuning dan Tepung Daun Kelor. hanya terjadi gelatinisasi sebahagian.
Kadar Lemak. Rata-rata kadar lemak
kerupuk pada berbagai formula tepung labu
kuning dan tepung daun kelor dapat dilihat
pada Gambar 3.
Kurva kadar lemak adonan kerupuk
(Gambar 3) menunjukkan bahwa kerupuk
tanpa tepung labu kuning dan tepung daun
kelor memiliki kadar lemak tertinggi yakni
1,85%. Hasil tersebut berbeda sangat nyata
bila dibandingkan dengan kadar lemak
kerupuk yang menggunakan tepung labu
kuning dan tepung daun kelor, yang berarti
Gambar 4. Kurva Kadar Serat Adonan Kerupuk bahwa penambahan tepung labu kuning
dan Kerupuk pada formula Tepung menyebabkan kadar lemak kerupuk
Labu Kuning dan Tepung Daun menurun. Perbandingan kandungan gizi
Kelor. pada tepung labu kuning dan tepung terigu
yaitu tepung labu kuning mengandung
Kadar air adalah banyaknya air yang lemak 0,5 g sedangkan tepung terigu adalah
terkandung dalam bahan yang dinyatakan 1,3 g (Gardjito, 2006).
dalam persen. Kadar air juga salah satu Kurva kadar lemak kerupuk
karakteristik yang sangat penting pada menunjukkan bahwa kerupuk tanpa tepung
bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi labu kuning dan tepung daun kelor
penampakan, tekstur,dan cita rasa pada memiliki kadar lemak tertinggi yakni
bahan pangan. Kadar air dalam bahan 25,84%. Hasil tersebut berbeda sangat
pangan ikut menentukan kesegaran dan nyata bila dibandingkan dengan kadar
daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air lemak kerupuk yang menggunakan tepung
yang tinggi mengakibatkan mudahnya labu kuning dan tepung daun kelor yang
bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang berarti bahwa penambahan tepung labu
biak sehingga akan terjadi perubahan pada kuning menyebabkan kadar lemak kerupuk
bahan pangan (Winarno, 2008). berkurang karena berkurangnya jumlah
Kurva kadar air kerupuk menunjukkan tepung terigu yang digunakan dalam
bahwa kerupuk tepung labu kuning sebanyak adonan, dimana tepung terigu memiliki
30% tanpa dikombinasikan tepung daun kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan

391
tepung labu kuning. Kadar lemak tepung
labu kuning hanya berkisar 0,5- 1,62 g
(Usha, 2010; Gardjito, 2006).
Kadar Serat. Rata-rata kadar serat kerupuk
pada berbagai formula tepung labu kuning
dan tepung daun kelor dapat dilihat pada
Gambar 4.
Kurva kadar serat adonan kerupuk
(Gambar 4) menunjukkan bahwa kerupuk
tepung labu kuning dan tepung daun kelor
memiliki kadar serat tertinggi yakni 0,76%.
Hasil tersebut berbeda sangat nyata bila
dibandingkan dengan kadar serat kerupuk
yang menggunakan campuran tepung terigu Gambar 5. Kurva Antioksidan Adonan Kerupuk
dan tapioka yang berarti bahwa dan Kerupuk pada Berbagai formula
penambahan tepung labu kuning dan Tepung Labu Kuning dan Tepung
Daun Kelor.
tepung daun kelor menyebabkan kadar serat
kerupuk meningkat. Hal ini disebabkan Kapasitas Antioksidan. Rata-rata kapasitas
jumlah kandungan serat tepung labu kuning antioksidan kerupuk pada berbagai formula
adonan tepung daun kelor relatif lebih tepung labu kuning dan tepung daun kelor
tinggi dibandingkan kandungan serat pada dapat dilihat pada Gambar 5.
tepung terigu 0,34%. Penambahan tepung Kurva antioksidan adonan kerupuk
daun kelor yang semakin banyak akan (Gambar 5) menunjukkan bahwa adonan
mempengaruhi kadar serat kasar kerupuk kerupuk tepung labu kuning dan tepung
yang dihasilkan (Aina, 2014). daun kelor memiliki antioksidan tertinggi
Kurva kadar serat kerupuk yakni 67,52%. Hasil tersebut berbeda
menunjukkan bahwa kerupuk tepung labu sangat nyata bila dibandingkan dengan
kuning dan tepung daun kelor memiliki antioksidan adonan kerupuk yang
kadar serat tertinggi yakni 1,10%. Hasil menggunakan tepung terigu dan tapioka
tersebut berbeda sangat nyata bila yang berarti bahwa penambahan tepung
dibandingkan dengan kadar serat kerupuk labu kuning dan tepung daun kelor
yang menggunakan tepung terigu dan meningkatkan antioksidan adonan kerupuk
tapioka yang berarti bahwa penambahan meningkat.
tepung labu kuning dan tepung daun kelor Menurut Kusolo (2010) daun kelor
menyebabkan kadar serat kerupuk mengandung berbagai zat kimia yang
meningkat. bermanfaat. Fitokimia dalam kelor adalah
Menurut Hendrasty (2003), Tepung tannin, steroid dan triterpenoid, flavonoid,
labu kuning mengandung Insoluble Dietary saponin dan alkohol dimana semuanya
Fiber (IDF) tinggi yang meliputi selulosa merupakan antioksidan. Antioksidan di
(40,4g/ 100g), hemiselulosa (4,3g/ 100g). dalam daun kelor memepunyai aktivitas
Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat menetralkan radikal bebas sehingga mencegah
diketahui bahwa kandungan serat dalam kerusakan oksidatif pada sebagian besar
tepung labu kuning cukup tinggi, sehingga biomolekul dan menghasilkan proteksi
kerupuk yang dihasilkan juga memiliki terhadap kerusakan oksidatif secara
kandungan serat tinggi pula. Untuk tepung signifikan.
daun kelor mengandung 19,2 g serat yang Kelor terutama daunnya, mengandung
nemiliki kandungan serat yang cukup tinggi antioksidan yang tinggi, beberapa senyawa
dibandingkan daun kelor segar yakni hanya bioaktif utama fenoliknya merupakan grup
7,92 g (Kurniasih, 2013). flavonoid seperti kuersetin, kaempferol dan
392
lain-lain. Kuersetin merupakan antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker.
kuat dengan kekuatan 4-5 kali lebih tinggi Sifat labu yang lunak dan mudah dicerna
dibandingkan vitamin C dan vitamin E yg banyak mengandung karoten (pro vitamin
dikenal sebagai antioksidan potensial A) cukup tinggi, dapat menambah warna
(Sutrisno, 2011). yang menarik dalam olahan pangan lainnya
Pengolahan buah labu kuning (Wiryo, 2002).
menjadi tepung mempunyai beberapa Uji Organoleptik. Rata-rata warna, aroma,
kelebihan dibandingkan buah segarnya, kerenyahan dan rasa kerupuk pada berbagai
yaitu sebagai bahan baku industri formula tepung labu kuning dan tepung
pengolahan lanjutan, daya simpan yang daun kelor dapat dilihat pada Gambar 6.
lama karena kadar air yang rendah dan Kurva warna pada kerupuk
dapat digunakan sebagai sumber pangan (Gambar 6) menunjukkan bahwa kerupuk
fungsional karena mengandung beta karoten labu kuning tanpa kombinasi tepung daun
yang berfungsi sebagai antioksidan kelor memiliki skor warna tertinggi yakni
(Rahmi dkk, 2011). 4,13 (suka mendekati sangat suka). Skor
Kurva antioksidan kerupuk
berbeda sangat nyata bila dibandingkan
menunjukkan bahwa kerupuk tepung labu
dengan warna kerupuk yang menggunakan
kuning dan tepung daun kelor memiliki
tepung daun kelor. Menurut Nurhadi dan
antioksidan tertinggi yakni 59,53%. Hasil
Nurhasana (2010), karakteristik warna
tersebut berbeda sangat nyata bila
bahan pangan sangat berhubungan dengan
dibandingkan dengan antioksidan kerupuk
yang menggunakan tepung terigu dan kualitas bahan tersebut. Perubahan warna
tapioka yang berarti bahwa penambahan yang terjadi pada bahan pangan melibatkan
tepung labu kuning dan tepung daun reaksi-reaksi kimia seperti hidrolisis dan
kelor menyebabkan antioksidan kerupuk oksidasi, warna juga merupakan atribut fisik
meningkat. yang dinilai terlebih dahulu dalam
Menurut (Kurniasih, 2013), Daun penentuan mutu makanan dan terkadang
kelor adalah bagian yang mengandung bisa dijadikan ukuran untuk menentukan
banyak manfaat. Menurut hasil penelitian cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat
daun kelor mengandung mineral, asam mikrobiologis.
amino essensial antioksidan seoerti vitamin
C, vitamin E, flavonoid, tanin dan masih
banyak lainnya. Salah satu antioksidan
dalam kelor juga zeatin. Zeatin merupakan
antioksidan tertinggi dengan sifat
antipenuaan. Zeatin memperlmbat proses
penuaan dengan membantu menggantikan
sel-sel tubuh pada tingkat yang lebih cepat
daripada usianya, sehingga memberikan
penampilan yang lebih muda pada kulit.
Berdasarkan penelitian juga diketahui
bahwazeatin meningkatkan antioksidan
yang bertindak melawan kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas selama
proses penuaan sel dan melindungi sel-sel
jahat dari stress kehidupan sehari-hari.
Labu kuning atau waluh merupakan Gambar 6. Skor Warna, Aroma, Kerenyahan
bahan pangan yang kaya vitamin A, B dan dan Rasa Kerupuk pada Berbagai
C, mineral, serta karbohidrat. Daging formula Tepung Labu Kuning dan
buahnya pun mengandung antioksidan Tepung Daun Kelor.

393
Winarno (1993), mengemukakan tertinggi yakni 4,73 (suka mendekati sangat
bahwa warna merupakan komponen yang suka). Skor tersebut berbeda sangat nyata
sangat penting dalam menentukan kualitas bila dibandingkan dengan kerenyahan
dan derajat penerimaan suatu bahan pangan. kerupuk tepung daun kelor ataupun kerupuk
Suatu bahan pangan yang dinilai enak dan tepung terigu dan tapioka.
teksturnya baik tidak akan dimakan apabila Menurut Haryadi (1990), kerenyahan
memiliki warna yang kurang sedap merupakan sifat penting dalam penerimaan
dipandang atau telah menyimpang dari produk hasil penggorengan seperti
warna yang seharusnya. Penentuan mutu kerupuk. Tekstur kering hasil penggorengan
suatu bahan pangan tergantung dari tergantung pada kemudahan terputusnya
beberapa faktor, tetapi sebelum faktor lain partikel penyusunnya pada saat
diperhatikan secara visual faktor warna pengunyahan dan tergantung pula pada
tampil lebih dulu untuk menentukan mutu ukuran dan kekukuhan granula-granula pati
bahan pangan. yang sudah mengembang. Molekul air
Kurva aroma pada kerupuk yang terperangkap pada jaringan juga
menunjukkan bahwa kerupuk labu kuning mempengaruhi tingkat kerenyahan kerupuk
tanpa kombinasi tepung daun kelor ketika adonan digoreng. Semakin banyak
memiliki skor aroma tertinggi yakni 4,13 air yang tidak teruapkan semakin
(suka mendekati sangat suka). Skor berbeda mengurangi keporousan kerupuk sehingga
sangat nyata pada aroma kerupuk yang kerenyahan kerupuk menurun. Semakin
menggunakan tepung daun kelor. Bau atau banyak air yang tidak teruapkan selama
aroma merupakan sifat sensori yang paling penggorengan menyebabkan tingkat
sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan pengembangan kerupuk menjadi rendah dan
karena ragamnya yang begitu besar. Bau mengakibatkan tingkat kerenyahan kerupuk
dihasilkan dari interaksi zat-zat dengan menurun. Supartono (2000) menambahkan
jutaan rambut getar pada sel epitelium bahwa sifat produk kerupuk adalah
olfaktori yang terletak di langit-langit kemudahan menyerap air (higrokopositas)
rongga hidung. Agar dapat menghasilkan semakin mudah dan cepat menyerap air
bau, zat harus bersifat menguap, sedikit maka produk kerupuk akan semakin mudah
larut dalam air atau sedikit larut dalam “melempem” sehingga tidak renyah.
minyak. Sistem penciuman (olfaktori) Kurva rasa pada kerupuk
manusia sangat sensitif. Namun, sensitivitas menunjukkan bahwa kerupuk labu kuning
terhadap bau tidak bersifat konstan dan tanpa kombinasi tepung daun kelor
akan berkurang jika terpapar secara terus memiliki skor rasa tertinggi yakni 4,53
menerus atau teradaptasi (Setyaningsih, 2010). (suka mendekati sangat suka). Skor berbeda
Sesuai dengan Astawan (2009), sangat nyata bila dibandingkan dengan rasa
mengemukakan bahwa bau sepat dapat kerupuk tepung daun kelor ataupun kerupuk
hilang ketika terkena suhu panas atau proses tepung terigu dan tapioka.
pemasakan dengan suhu tinggi. Perbedaan Rasa lebih banyak melibatkan panca
pendapat akan hal bau atau aroma disebabkan indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat
setiap orang memiliki perbedaan dikenali rasanya. Rasa suatu bahan
penciuman, meskipun dapat membedakan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia,
berbagai aroma seperti harum, asam, tengik suhu, konsentrasi dan interaksi dengan
atau hangus akan tetapi masing-masing komponen rasa yang lain. Setiap orang
orang memiliki kesukaan yang berbeda. mempunyai batas konsentrasi terendah
Kurva kerenyahan pada kerupuk terhadap suatu rasa agar masih bisa
menunjukkan bahwa kerupuk tepung labu dirasakan. Rasa dipengaruhi oleh beberapa
kuning tanpa dikombinasikan tepung daun faktor yaitu faktor kimia, suhu, konsentrasi
kelor memiliki skor kerenyahan kerupuk dan interaksi dengan komponen rasa lain

394
yaitu komponen rasa primer. Akibat yang Miracle Tree: The Multiple Attributes of
Moringa, 172.
ditimbulkan mungkin peningkatan
intensitas rasa atau penurunan intensitas Gardjito, M. 2006. Labu Kuning Sumber
rasa (Winarno, 1993). Karbohidrat Kaya Vitamin A. Tridatu Visi
Komunika, Yogyakarta.
KESIMPULAN DAN SARAN
Haryadi, 1990. Pengaruh Kadar Amilosa Beberapa
Kesimpulan Jenis Pati Terhadap Pengembangan,
Hidroskopisitas dan Sifat Inderawi
Berdasarkan hasil penelitian yang Kerupuk. Lembaga Penelitian Universitas
dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai Gajah Mada, Yogyakarta.
berikut:
1. Karakteristik fisik kerupuk yakni daya Hedrasty, 2003. Tepung Labu Kuning Pembuatan
kembang (141,92%) diperoleh dari dan Pemanfaatannya. Kanisius, Yogyakarta.
formula yang tanpa tepung labu kuning
Kurniasih, 2013. Khasian dan Manfaat Daun Kelor
dan tepung daun kelor. Penambahan Untuk Penyembuhan Berbagai Penyakit.
tepung labu kuning dan tepung daun Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
kelor menurunkan daya kembang
kerupuk. Adapun karakteristik kimia Kusolo, J. N., G, S. Bimeya, 2010. Phytochemicals
khususnya kadar serat dan kapasitas And Uses Of Moringa oleifera Leaves In
antioksidan diperoleh dari formula Ugandan Rural Communities. Journal Of
(28% tepung labu kuning dan 2% Medical Plant Research. Vol.4 (9): 753-757.
tepung daun kelor).
2. Karakteristik organoleptik yakni warna, Kusuma, T. D., Suseno, T. I. P, dan Surjoseputro, S.
2013. Pengaruh Proporsi Tapioka dan Terigu
aroma, kerenyahan dan rasa kerupuk Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik
diperoleh dari formula 30% tepung Kerupuk Berseledri. Jurnal Tekonologi
labu kuning (tanpa tepung daun kelor). Pangan dan Gizi. Vol 12(1): 17-28.
Saran
Kusumaningrum, I., 2009. Analisi Faktor Daya
Berdasarkan hasil penelitian maka Kembang dan Daya Serap Kerupuk Rumput
disarankan melakukan penelitian Laut pada Variasi Proporsi Rumput Laut
pembuatan kerupuk tepung labu kuning dan (Euchcumacottoni). Studi Teknologi
tepung daun kelor yang menggunakan Perikanan Jurusan Budidaya Perikanan
bahan segar agar nilai organoleptik dapat FPIK. Universitas Mulawarman, Samarinda.
ditingkatkan. Luthfiyah, 2012, “Potensi Gizi Daun Kelor (Moringa
oleifera) Nusa Tenggara Barat”. Media Bina
DAFTAR PUSTAKA Ilmiah, Mataram.
Aina Q., 2014. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Nurhadi, B. Dan S. Nurhasana., 2010. Sifat fisik
Kelor (Moringa oleifera) dan Jenis Lemak Bahan Pangan. Widya Padjadjran,
Terhadap Hasil Jadi Rich Biskuit E-Journal Bandung.
Boga, Vol 3(3). 51-61 Surabaya.
Saragih , P., 2011. Penentuan Kadar Air Pada Cake
Anggrahini, S., dan A. Murdijati. 2006. Pengkayaan
Brownies dan Roti Two In One Nenas dan
B-karoten Mi Ubi Kayu dengan Tepung E.x. Skripsi Universitas Sumatera Utara,
Labu Kuning (Cucurbita maxima Medan.
Dutchenes). Majalah Ilmu dan Teknologi
Pertanian, Vol. XXVI, No. 2 : 81 – 82.
Setyaningsih, D., 2010. Analisis Sensori Untuk
Industri Pangan dan Agro. IPB Press,
Astawan, 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan
Bogor.
Biji-Bijian. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahmi, S. L., Indriyani dan Surhaini. 2011.
Fuglie, L.J., 1999. The Miracle Tree: Moringa
oleifera: Natural Nutrition for the Tropics. Penggunaan Buah Labu Kuning sebagai
Church World Service, Dakar. 68 pp.; Sumber Antioksidan dan Pewarna Alami
revised in 2001 and published as The pada Product Mie Basah. Vol 13, No 2: 29-

395
36. ISSN 0852-8349. Fakultas Pertanian Usha, 2010. Nutritional, Sensory and Physical
Universitas Jambi. Jambi. Analysis of Pumpkin Flour Incoporated Into
Weaning Mic. Mal. J.Nutr. 6(3): 379-387.
Supartono, 2000. Pengembangan Produk dan
Standarisasi Kualitas Kerupuk Rambak. Winarno, F.G., 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan
Seminar Nasional Industri Pangan.Fakultas Konsumen. Gramedia Pustaka Utama,
Teknologi. Universitas Gajah Mada, Jakarta.
Yogyakarta.
Winarno, F.G., 2008. Kimia Pangan dan Gizi.
Sutrisno, L., 2011. Efek Pemberian Ekstrak Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Methanol Daun Kelor (Moringa oleifera)
Meningkatkan Apoptosis pada Sel Epitel Wiryo, 2002. Manfaat Buah-Buahan untuk
Kolon Tikus (Rattus Norvegius) Wistar Kesehatan dan Penyembuhan Penyakit.
yang Diinduksi 7,12 Dimetilbenz (alfa) Melalui http://www.manshurin313354.com
Antrasen (DMBA). Skripsi. Universitas (14/01/2018).
Brawijaya, Malang.

396

You might also like