Professional Documents
Culture Documents
*desywulan1995@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menentukan profil protein dan lemak selama proses fermentasi
tepung ubi jalar dengan biakan angkak. Tepung ubi jalar diperoleh melalui fermentasi
menggunakan angkak dengan konsetrasi 5%, selama 0, 1, 2, 3, 4 hari. Kadar protein
terlarut ditentukan menggunakan metode Biuret, sedangkan kadar lemak ditentukan
menggunakan metode soxhlet dengan pelarut heksan. Hasil data rata-rata kadar protein
terlarut selama fermentasi (hari ke-0, ke-1, ke-2, ke-3 dan ke-4) adalah 4,81%; 9,93%;
7,39%; 11,89%; dan 6,27%. Hasil rata-rata kadar lemak selama fermentasi adalah 0,99%;
1,21%; 1,59%; 2,08%; dan 2,49%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi
dapat menghasilkan profil protein dan lemak yang semakin meningkat pada tepung ubi jalar
terfermentasi dengan angkak. Profil protein tertinggi didapat pada lama fermentasi hari ke-3
dengan kadar 11,89% dan profil lemak tertinggi didapat pada lama fermentasi hari ke-4
dengan kadar 2,49%.
Abstract
This aims of this study was to determine soluble protein and fat profile of fermented sweet
potato flour with red yeast rice during fermentation. Sweet potato flour was prepared through
fermentation with addition 5% of red yeast rice and fermented for 0, 1, 2, 3, 4 days. The
soluble protein content was determined using Biuret method, while the fat content was
determined using soxhlet method with hexane solvent. The result showed the average
value of soluble protein content during fermentation (day 0, 1st, 2nd, 3rd and 4th) were
4.81%; 9.93%; 7.39%; 11.89%; and 6.27%, successively. Average fat content during
fermentation were 0.99%; 1.21%; 1.59%; 2.08%; and 2.49%, successively. The results
showed that length of fermentation can affect the protein and fat profiles that increase in
fermented sweet potato flour by red yeast rice. The highest protein profile was obtained at
the 3rd day fermentation with 11.89% and the highest fat profile was obtained at the 4th day
fermentation with 2.49%.
PENDAHULUAN
126
Perkembangan tepung ubi jalar di Indonesia saat ini sudah mencapai modifikasi
tepung, substitusi tepung, fermentasi, dan lain – lain. Tepung ubi jalar merupakan ubi jalar
yang dihancurkan dan dikeringkan hingga sebagian kadar airnya hilang. Pengolahan ubi
jalar menjadi tepung mempunyai beberapa keuntungan, antara lain dapat mengurangi
jumlah ubi jalar yang rusak (busuk), meningkatkan daya simpan, menghemat ruang
penyimpanan, tersedia sepanjang waktu, mempermudah pendistribusian, meningkatkan
daya guna, dan meningkatkan citra ubi itu sendiri pada akhirnya (Suprapti, 2003).
Teukak atau tepung ubi angkak sebagai salah satu produk baru diharapkan bisa
diterima dikalangan masyarakat dilihat dari profil protein dan lemak pada proses
fermentasi. Teukak merupakan tepung ubi jalar yang difermentasi menggunakan angkak.
Angkak sendiri merupakan produk yang terbuat dari beras yang difermentasi
menggunakan kapang Monascus sp dan menghasilkan beras warna merah yang
merupakan warna pigmen dari kapang tersebut. Negara-negara Taiwan, Jepang, Korea,
dan Hongkong memproduksi angkak untuk keperluan sebagai pewarna alami makanan
(Pattanagul et al., 2008 dalam Wahyuni dkk., 2012). Menurut Indrawati et al., 2010 dalam
Wahyuni dkk., 2012 angkak berfungsi sebagai pewarna, pembangkit rasa dan pengawet
pada makanan karena mengandung oligopeptida dan senyawa monascidin A. Angkak
sangat aman digunakan karena selain tidak mengganggu kesehatan, angkak juga mudah
diproduksi, harga relatif murah dan terjangkau (Fabre et al., 2003).
Rasa merupakan salah satu hal terpenting dalam penerimaan pangan pada kalangan
masyarakat. Salah satu faktor pembangkit rasa adalah protein dan lemak beserta
turunannya (Winarno, 1997 dalam Rizkiansyah, 2010). Warris (2000) juga menyatakan
bahwa lemak dalam bahan pangan berfungsi untuk memperbaiki penampilan dan struktur
fisik bahan pangan, meningkatkan nilai gizi dan kalori serta memberikan cita rasa yang
gurih pada bahan pangan. Fermentasi dapat meningkatkan nilai gizi bahan mentah,
memperpanjang umur simpan dan meningkatkan cita rasa produk olahannya. Melalui
fermentasi sejumlah karbohidrat, lemak dan protein terdegradasi menjadi fraksi yang
lebih kecil dan mudah dicerna. Proses fermentasi ini terjadi karena peran
mikroorganisme, baik kapang, kamir dan bakteri (Fardiaz.1992). Perubahan protein
dan lemak selama proses fermentasi dapat mempengaruhi rasa dan aroma dalam produk
fermentasi sehingga perlu dilakukan penelitian tentang dinamika perubahan kadar protein
dan lemak selama proses fermentasi.
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah menentukan profil
protein dan lemak selama fermentasi teukak (tepung ubi angkak).
METODE PENELITIAN
Alat
Piranti yang digunakan untuk penelitian ini adalah peralatan gelas, neraca (Ohaus
TAJ602, USA. Ohaus Scount Pro SPS602F, USA) dengan ketelitian 0,01 g, neraca
(Ohaus pioneer, PA21) dengan ketelitian 0,0001 g, spektrofotometer (Optizen UV 2120),
centrifuge (EBA 21 Hettich Zentrifugen), drying cabinet, ayakan mesh 61,
grinder,waterbath, dan kertas saring.
127
Metode
Penentuan Kadar Protein Terlarut dengan Metode Biuret (AOAC, 1995 dalam
Martono dkk., 2016)
Pembuatan kurva standar Protein. Reagen Biuret dibuat dengan melarutkan 0,15 g
CuSO4•5H2O + 0,6 g NaKTartat dalam labu ukur 50 mL. Kemudian larutan dimasukkan
dalam labu ukur 100 mL, selanjutnya ditambah 30 mL NaOH 10% dan digenapkan
dengan akuades. Larutan protein (BSA) dengan konsentrasi 16 mg/ml disiapkan untuk
pembuatan kurva standar. Larutan protein tersebut divarisi konsentrasinya menjadi 1,6;
3,2; 4,8; 6,4; 8; 9,6; 11,2; 12,8; 14,4; 16 mg/mL. Sebanyak 0,5 mL larutan standar
dimasukkan dalam tabung reaksi. Kemudian masing – masing larutan ditambahkan 2 mL
reagen Biuret dan dihomogenisasi. Larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar.
Masing – masing absorban larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
Pengukuran sampel. 0,1 gram sampel ditambah 5 mL akuades dan 1 mL NaOH 1
M, kemudian dipanaskan di dalam water bath dengan suhu 90oC selama 10 menit.
Setelah itu larutan dipusingkan selama 10 menit. Setengah mililiter larutan supernatan
diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Dua mililiter reagen Biuret ditambahkan
ke dalam tabung reaksi tersebut. Setelah itu diinkubasi selama 30 menit pada suhu
kamar. Kemudian absorbansi sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
Keterangan:
X = bobot lemak hasil ekstraksi dan labu lemak (g)
Y = bobot labu lemak kosong (g)
W = bobot sampel (g)
128
HASIL DAN PEMBAHASAN
0 1 2 3 4
(%)±SE 4,81 ± 0,12 9,93 ± 0,07 7,39 ± 0,08 11,89 ± 0,22 6,27 ± 0,24
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada fermentasi hari ke-1 terjadi peningkatan kadar
protein dari hari ke-0. Kemudian menurun pada hari ke-2 dan meningkat lagi pada hari ke-
3. Inokulum Monascus purpureus mempunyai aktivitas sakarifikasi dan proteolitik, oleh
karena itu dapat tumbuh baik pada medium yang mengandung pati dan protein. Danuri
(2008) mengemukakan bahwa enzim amilase yang dihasilkan Monascus purpureus
memiliki kemampuan untuk menguraikan pati menjadi glukosa dan enzim protease yang
mampu menguraikan protein menjadi asam amino, sehingga pembebasan asam amino ini
dapat meningkatkan kandungan protein. Enzim-enzim lain yang ditemukan dalam angkak
diantaranya adalah enzim maltase, invertase, lipase, oksidase, dan ribonuklease (Kasim
dkk., 2005). Menurut Tseng dkk., (2000) enzim protease yang dihasilkan Monascus
purpureus tumbuh efektif pada media sukrosa dengan kadar protease sebesar 189,28
units.
Tumbuhnya kapang Monascus akan meningkatkan kandungan protein dalam tepung.
Selain itu, peningkatan biomasa mikroba selama proses fermentasi seiring dengan
sekresi beberapa enzim ekstraseluler (protein terlarut) dan protein sel tunggal sehingga
kandungan protein terlarut menjadi meningkat (Oboh dan Elusiyan, 2007).
Penambahan jumlah angkak yang optimum dan lama waktu fermentasi yang tepat
akan memicu pertumbuhan sel yang lebih banyak sehingga akhirnya akan menghasilkan
kandungan protein yang lebih maksimum. Hal ini terlihat pada tabel 1, lama fermentasi
hari ke-3 pada tepung ubi jalar memberikan presentase protein paling tinggi yaitu 11,89%.
Fraizier dan Westhoff (1988) menambahkan bahwa produk suatu fermentasi sangat
tergantung pada jumlah starter, lama fermentasi, substrat, enzim, suhu, dan pH yang
digunakan. Hal ini selaras dengan penelitian Martono dkk (2016) yang menyatakan
bahwa kadar protein tepung gaplek terfortifikasi dan difermentasi menggunakan ragi
terjadi peningkatan seiring dengan lama waktu fermentasi.
(%)±SE 0,99 ± 0,08 1,21 ± 0,21 1,59 ± 0,17 2,08 ± 0,17 2,50 ± 0,27
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan kadar lemak dari tepung ubi jalar
selama proses fermentasi menggunakan angkak. Lama fermentasi pada hari ke-4
129
memberikan presentase kadar lemak paling tinggi yaitu 2,50%. Kenaikkan kadar lemak
selama fermentasi disebabkan karena mikroorganisme dapat memproduksi minyak
mikroba selama proses fermentasi (Akindumila dan Glatz, 1998). Mikroorganisme, seperti
setiap sistem sel hidup lainnya, menghasilkan lipid atau lemak. Inilah yang disebut
dengan spesies berminyak. Enzim lipase memecahkan lemak menjadi asam lemak dan
gliserol, kemudian asam lemak dan gliserol digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan
(Kurniawan dkk., 2016). Susetyo dkk., (2016) mengatakan bahwa kandungan lemak yang
meningkat seiring penambahan inokulum angkak karena di dalam inokulum angkak sudah
memiliki kandungan lemak tertentu. Hal tersebut selaras dengan penelitian Hidayat dkk.,
(2013) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi meningkatkan
kandungan lemak pada dedak padi.
KESIMPULAN
Lama fermentasi dapat menghasilkan profil protein dan lemak yang semakin
meningkat pada tepung ubi jalar terfermentasi dengan angkak. Profil protein tertinggi
didapat pada lama fermentasi hari ke-3 dengan kadar 11,89% dan profil lemak tertinggi
didapat pada lama fermentasi hari ke-4 dengan kadar 2,49%.
130
DAFTAR PUSTAKA
Akindumila, F., dan Glatz, B. A. 1998. Growth and Oil Production of Apiotricum Curvatum
in Tomato Juice. Journal of Food Protection. 61(11), 1515-1517.
Danuri, H. 2008. Optimizing Angkak Pigments and Lovastatin Production by Monascus
purpureus. Hayati Journal of Biosciences. 2(15): 61-66.
Fabre, C.E., G. Goma and P.J. Blanc. 2003. Production and food applications of the red
pigments of Monascus ruber. Journal Food Science. 58 (5), 1099-1102.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Dasar 1. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Frazier, C. W.& D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. 4th ed. McGraw-Hill, Inc. New
York.
Hidayat, M. N., Hifizah, A., Kiramang, K. dan Astati. Tanpa Tahun. Rekayasa Komposisi
Kimia Dedak Padi dan Aplikasinya sebagai Ransum Ayam Buras. Makassar:
Universitas Islam Negri Alaudin.
Kasim, E., Astuti, S., dan Nurhidayat, N. 2005. Krakterisasi Pigmen dan Kadar Lovastatin
Beberapa Isolat Monascus purpureus. Biodiversitas. (6)4: 245-247.
Khomsan, A. 2006. “Solusi Makanan Sehat”. Jakarta : PT Raja Grafindo.
Kurniawan, H., Utomo, R., dan Yusiati, L. M. 2016. Kualitas Nutrisi Ampas Kelapa (Cocos
nucifera L.) Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger. Buletin Peternakan, 40(1), 26-
33.
Kurniawati, B. A. 2015. Uji Kadar Protein, Pati dan Antosianin Tepung Ubi Jalar Ungu
Yang Dimodifikasi Dengan Penambahan Sari Buah Nanas dan Lama Fermentasi.
Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Lubis, A. R. 2009. Profil Asam Lemak Dan Trigliserida Biji – Bijian. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Martono, Y., Dandriani, L. D., dan Hartini, S. 2016. Pengaruh Fermentasi Terhadap
Kandungan Protein dan Asam Amino pada Tepung Gaplek yang Difortifikasi Tepung
Kedelai (Gycine max (L). Argitech. Vol. 36, No. 1, 56-63.
Oboh, G. dan Elusiyan, C. A. 2007. Changes in the Nutrient dan Anti Nutrient Content of
Micro-fungi Fermented Cassava Flour Produced from Low- and Medium- Cyanide
Vruety of Cassava Tubers. African Journal of Biotechnology. 6:2150-2157.
Rizkiansyah, Y. R. 2010. Formulasi Dan Optimasi Proses Pembentukan Flavor Analog
Ayam Dari Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Hasil Fermentasi. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Suprapti, L. 2003. Tepung Ubi Jalar Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius,
Yogyakarta.
Susetyo, Y. A., Hartini, S., dan Cahyanti, M. N., 2016.Optimasi Kandungan Gizi Tepung
Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Terfermentasi Ditinjau dari Dosis Penambahan
Inokulum Angkak serta Aplikasinya dalam Pembuatan Mie Basah. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Vol. 5, No. 2, 56-63.
Tseng, Y. Y., Chen, M. T., dan Lin, C. F. 2000. Growth, Pigment Production and Protease
Activity of Monascus purpureus as Affected by Salt, Sodium Nitrite, Polyphosphate and
Various Sugar. Journal of Applied Microbiology. Vol 88 (1), 31-37.
Warris, D. D. 2000. Meat Science. CABI Publishing, Welling dan Ford.
Wahyuni, D., Setiyono, dan Supadino. 2012. Pengaruh Penambahan Angkak dan
Kombinasi Filler Tepung Terigu dan Tepung Ketela Rambat Terhadap Kualitas Sosis
Sapi. Buletin Peternakan. Vol. 36 (3), 181-192.
131