You are on page 1of 15

KAJIAN KARAKTERISTIK SENSORIS FISIK DAN KIMIA KERUPUK

FORTIFIKASI DAGING LIDAH BUAYA (Aloe vera) DENGAN METODE


PEMANGGANGAN MENGGUNAKAN MICROWAVE

STUDY OF SENSORY CHARACTERISTICS, PHYSICAL, AND CHEMICAL


PROPERTIES OF FORTIFIED CRACKERS WITH Aloe vera USING MICROWAVE
ROASTING METHODS

Nurwachidah Rosiani1, Basito1, Esti Widowati.1


1
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan
Email: nurwachidahrosiani@ymail.com
ABSTRACT
The purpose of the study of the sensory, physical, and chemical characteristics of crackers fortified meat
aloe (Aloe vera) by using microwave roasting method is to determine the formulation of crackers with the
addition of aloe vera preferred meat and know the characteristics of sensory, physical, and chemical crackers
with the addition of aloe vera meat. This study uses the pattern completely randomized design (CRD) with a
concentration factor of the aloe vera meat. Concentration of aloe vera meat used 0%-39.9%. Be repeated
sample three times and two times repetition analysis. Data obtained on sensory testing, physical, and chemical
analyzed using one-
Multiple Range Test Test (DM The results showed that the addition of aloe vera meat
significantly affect the sensory characteristics which include attributes of color, smell, flavor, texture, and
overall. Formulations with the addition of meat crackers aloe vera is the most preferred meat at a concentration
of 13.3% aloe vera. The addition of aloe vera meat significantly affect the physical characteristics which
includes flower power, texture, and hygroscopicity and chemical characteristics which include moisture content,
ash content, total protein, fat, and carbohydrates. From the results of chemical analysis, the concentration of the
addition of aloe vera meat 13.3 % have physical characteristics such as flower power by 186.73%;
hygroscopicity amounted to 0.2653 g and texture of 32.7349 N and chemical characteristics of the water content
in the form of % 3.78%; ash content of 5.75%; total protein of 3.35%; 0.29% fat and carbohydrate by 86.82% .
Keywords: Crackers, Meat of Aloe Vera, and a Microwave
ABSTRAK
Tujuan dari kajian karakteristik sensoris fisik dan kimia kerupuk fortifikasi daging lidah buaya (Aloe
vera) dengan metode pemanggangan menggunakan microwave adalah untuk mengetahui formulasi kerupuk
dengan penambahan daging lidah buaya yang disukai dan mengetahui karakteristik sensoris, fisik dan kimia
kerupuk dengan penambahan daging lidah buaya. Penelitian ini menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan satu faktor yaitu konsentrasi daging lidah buaya. Konsentrasi daging lidah buaya yang digunakan
0%-39,9%. Dilakukan pengulangan sampel sebanyak tiga kali dan dua kali pengulangan analisa. Data yang
diperoleh pada pengujian sensori, fisik dan kimia dianalisis menggunakan one way ANOVA pada tingkat

0,05. Penambahan daging lidah buaya berpengaruh nyata terhadap karateristik sensori yang meliputi atribut
warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan. Formulasi kerupuk dengan penambahan daging lidah buaya yang
paling disukai adalah pada konsentrasi daging lidah buaya sebesar 13,3%. Penambahan daging lidah buaya
berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik yang meliputi daya kembang, tekstur dan higrokopositas serta
karakteristik kimia yang meliputi kadar air, kadar abu, protein total, lemak, dan karbohidrat. Dari hasil analisis
kimia, konsentrasi penambahan daging lidah buaya 13,3% memiliki karakteristik fisik berupa % daya kembang
sebesar 186,73; higrokopositas sebesar 0,2653 gr dan tekstur sebesar 32,7349 N serta karakteristik kimia berupa
% kadar air sebesar 3,78%; kadar abu sebesar 5,75%; protein total sebesar 3,35%; lemak 0,29% dan karbohidrat
sebesar 86,82%.
Kata Kunci : Kerupuk, Daging Lidah Buaya, dan Microwave

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 84


PENDAHULUAN yang biasa digunakan (paling tinggi 50%)
(Alinkolis, 1989).
Menurut Siaw et al., (1985), kerupuk Menurut Muliawan (1991), proses
merupakan salah satu makanan kecil yang pembuatan kerupuk meliputi pencampuran
bila digoreng mengalami pengembangan bahan baku, pembuatan adonan, pencetakan,
volume dan membentuk porus serta memiliki pengukusan, pendinginan, pengirisan,
densitas yang rendah selama proses pengeringan, dan pemasakan. Pada umumnya
penggorengan.Konsumsi kerupuk biasanya proses pembuatan kerupuk masih secara
bukan sebagai makanan utama melainkan konvensional, begitu pula dengan
sebagai makanan ringan atau sebagai pengolahannya. Berdasarkan karakteristik
pelengkap hidangan yang dikonsumsi dalam mutu, secara umum kerupuk memiliki tekstur
jumlah yang kecil dan digemari para yang renyah dan memiliki volume yang
penikmatnya.Kerupuk yang beredar di mengembang.
pasaran terbuat dari pati dan diberi bumbu- Umumnya untuk mendapatkan
bumbu dan digoreng (Wiriono, 1984). Jenis- kerupuk matang, dilakukan sistem
jenis kerupuk yang beredar di pasaran antara pemasakan menggunakan media minyak
lain kerupuk beras, kerupuk tapioka, kerupuk goreng yang disebut penggorengan. Menurut
kedelai, kerupuk udang, dan lain sebagainya. Siswantoro (2008), ditinjau dari segi waktu
Menurut Koswara (2009), sumber gizi yang proses pemasakan, penggorengan adalah
terbesar dari kerupuk berasal dari pati yang salah satu cara pemasakan produk pangan
banyak mengandung karbohidrat. Agar yang dilakukan secara cepat, dan cara ini
kerupuk memiliki nilai gizi yang lebih, maka dianggap paling efisien proses transfer
perlu dilakukan inovasi dengan penambahan panasnya ke produk pangan yang dimasak.
daging lidah buaya guna meningkatkan Pada saat proses penggorengan minyak
kandungan nutrisi mineral pada kerupuk. terserap ke dalam bahan, sehingga dapat
Berdasarkan data dari Badan Pusat mengurangi tingkat penerimaan konsumen
Statistik pertumbuhan lidah buaya di dan mutu kerupuk menurun karena lebih
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 4309 ton. cepat mengalami ketengikan. Dilihat dari segi
Dalam industri, lidah buaya dimanfaatkan kesehatan, konsumsi makanan yang
sebagai bahan baku obat, bahan kosmetik, mengandung minyak yang banyak akan
dan bahan baku produk olahan makanan. cenderung mengakibatkan kolesterol dan
Berdasarkan data dari Aloevera Center jantung koroner. Secara aspek sosial,
(2004) diketahui bahwa lidah buaya sekarang ini masyarakat lebih memilih
mengadung kadar air 95,5%, lemak 0,067%, makanan yang mengandung rendah lemak
karbohidrat 0,043%, protein 0,038%, vitamin dengan tujuan untuk diet guna menghindari
A 4,59 IU dan vitamin C 3,47 Mg. Selain itu kelebihan berat badan serta menjaga
menurut Henry (1979), unsur utama dari kesehatan.
cairan lidah buaya adalah aloin, emodin, Pemasakan juga dapat dilakukan
resin, gum, dan unsur lainnya seperti minyak tanpa menggunakan media minyak goreng
atsiri. Dari segi kandungan nutrisi, gel atau atau disebut dengan teknik pemasakan secara
lendir daging lidah buaya mengandung kering.Pemasakan kerupuk tanpa media
beberapa mineral seperti Zn, K, Fe, dan minyak goreng dapat dilakukan
vitamin. Adanya penambahan daging lidah menggunakan media pasir atau disebut
buaya dalam proses pembuatan kerupuk penyangraian.Namun pada penyangraian
diharapkan dapat membentuk adonan yang kerupuk sering meninggalkan cemaran fisik,
tipis pada saat proses pencetakan, karena yaitu masih menempelnya sisa pasir pada
kandungan gum yang terdapat pada lidah permukaan kerupuk, sehingga perlu
buaya dapat digunakan untuk pengikatan dilakukan alternatif pemasakan. Dalam
flavor, bahan pengental, pemantap emulsi, penelitian ini dilakukan alternatif pemasakan
dan pembentuk lapisan tipis. Gum akan menggunakan microwave sebagai media
membentuk larutan yang tidak begitu kental pemasakan tanpa minyak goreng.
dan tidak membentuk gel pada kepekatan

85 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015


Microwaveoven merupakan salah satu permukaan tidak mulus, dan tampak
alat pengolahan pangan.Kingston (1997), berminyak.
menjelaskan prinsip kerja dari microwave, Dalam penelitian Rosiani (2011)
yaitu radiasi gelombang mikro dilewatkan tentang proses produksi pembuatan kerupuk
pada molekul air, lemak, maupun gula yang denganfortifikasi daging lidah buaya (Aloe
sering terdapat pada bahan makanan. vera)kaya antioksidan, dijelaskan bahwa
Molekul-molekul ini akan menyerap energi pembuatan kerupuk dengan proses
elektromagnetik tersebut. Gelombang mikro pematangannya menggunakan cara
merupakan hasil radiasi yang dapat penggorengan dapat dilakukan inovasi
ditransmisikan, dipantulkan atau diserap terhadap komponen penyusunnya, yaitu
tergantung dari bahan yang berinteraksi dilakukan fortifikasi pembuatan kerupuk
dengannya.Microwave memanfaatkan 3 sifat menggunakan daging lidah buaya.
dari gelombang mikro tersebut dalam proses Berdasarkan penelitian tersebut, perlu
memasak. Gelombang mikro dihasilkan oleh dilakukan adanya penelitian lebih lanjut
magnetron, gelombang tersebut mengenai pengkajian karakteristik sensoris
ditransmisikan ke dalam waveguide, lalu dan fisikokimia kerupuk dengan penambahan
gelombang tersebut dipantulkan ke dalam fan daging lidah buaya (Aloe vera).
stirrer dan dinding dari ruangan didalam Disadari bahwa penambahan daging
oven, dan kemudian gelombang tersebut lidah buaya dan teknik pemasakan kerupuk
diserap oleh makanan. Beberapa keuntungan menggunakan microwaveoven merupakan
kerupuk bila digoreng tanpa menggunakan inovasi baru, sehingga perlu dikaji mengenai
media minyak terhadap mutu produk yaitu formulasi penambahan daging lidah buaya,
produk tidak mengandung minyak sehingga sifat sensori, sifat fisik, dan kimia, sehingga
tidak mudah tengik dan apabila mengalami dapat mengetahui nilai gizi serta tingkat
penurunan mutu (melempem) dapat penerimaan konsumen terhadap produk yang
dilakukan rekondisi, yaitu dengan cara dihasilkan.
dijemur atau dilakukan pemanasan pada suhu
35-45°C (Siswantoro, 2008). METODE PENELITIAN

kerupuk menggunakan microwave oven dapat Bahan dan Alat


menggantikan penggorengan konvensional
Bahan yang digunakan dalam
dengan minyak goreng serta dapat
pembuatan kerupuk fortifikasi daging lidah
mengendalikan jumlah minyak dalam
buayaantara lain lidah buaya "Aloe barbandis
kerupuk goreng. Pada pemasakan
Miller dengan panjang pelepah 30 cm dan
menggunakan microwave oven, dimulai pada
lebar 10 cm" dari supermarket Superindo
saat gelombang mikro yang mengenai
Surakarta, tepung tapioka (Rose Brand),
kerupuk berinteraksi dengan air yang
tepung terigu (Cakra Kembar),
terkandung di dalam kerupuk dan
bakingpowder; garam dapur (Refina), gula
mengakibatkan timbulnya
(Gulaku) (C12H22O11), dan bawang cutting,
panas.Pengembangan volume dimulai dengan
diperoleh dari Pasar Gede, Surakarta. Selain
pengembangan kerupuk di bagian tengah
bahan untuk pengolahan kerupuk, juga
yang diikuti bagian pinggir kerupuk.Kerupuk
digunakan bahan kimia pro analysis yang
hasil pemasakan menggunakan microwave
umumnya digunakan di laboratorium guna
oven, memiliki sifat organoleptik yang
analisis kimia.Bahan-bahan kimia yang
berbeda dengan kerupuk goreng
digunakan untuk analisis protein meliputi
konvensional.Kerupuk hasil pemasakan
asam sulfat pekat (H2SO4) (Merck), air raksa
menggunakan microwave oven berwarna
oksida (HgO), kalium sulfat (K2SO4)
putih kusam dengan permukaan mulus dan
(Merck), larutan natrium hidroksida-natrium
tidak berminyak, struktur bagian dalam
tiosulfat (NaOH-NaS2O2.5H2O) (Merck),
berongga dengan ukuran yang relatif
larutan asam borat jenuh (H2BO3) (Merck),
seragam.Sedangkan kerupuk goreng
larutan asam klorida (HCl) (Merck), aquadest
konvensional berwarna agak kekuningan,
(H2O), pereaksi metil merah

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 86


(C14H14N3NaO3S), alkohol (C2H5OH), dan Pengukusan
methylen blue (C16H18N3SCl), serta bahan Pengukusan dilakukan pada suhu
untuk analisis kadar lemak adalah benzena 100°C selama 15 menit. Dalam proses
(C6H6) (Merck). pengukusan ini terjadi gelatinisasi pati yang
berkaitan erat dengan proses pengembangan
Alat yang digunakan dalam pembuatan
kerupuk saat digoreng.
kerupuk fortifikasi daging lidah buaya
meliputi : pisau, blender (Philips), panci Pendinginan
Pendinginan ini bertujuan supaya
pengukus, mangkok, sendok, kompor
tekstur lebih keras dan tidak lembek dan
(Quantum), microwave oven (SHARP R-
proses pengeringan lebih cepat.
200J), loyang pencetak 12x12x2 cm, kompor
listrik (Maspion), nampan kawat, dan cabinet Pemotongan
Pemotongan ini bertujuan untuk
driyer.
menyeragamkan ukuran. Dalam proses
pemotongan ini adonan kerupuk yang telah
Tahapan Penelitian dikukus dan didinginkan kemudian dipotong
dengan ukuran 1,5 x 2,5cm.
Kerupuk Pengeringan
Tahap awal pada penelitian ini adalah Pengeringan ini bertujuan untuk
pembuatan kerupuk fortifikasi daging lidah mengurangi kadar air pada kerupuk supaya
buaya mengadopsi dari penelitian Rosiani dalam proses pemanggangan kerupuk dapat
(2011). Untuk metode pemanggangan mengembang sempurna. Pengeringan ini
kerupuk mengadopsi dari penelitian Sya'bani dilakukan menggunakan cabinet driyer
(1996). Berikut ini tahapan proses dalam selama 5-6 jam dengan suhu 60°C sampai
pembuatan kerupuk fortifikasi daging lidah kadar air sekitar 12%.
buaya yang digoreng menggunakan Pemanggangan
microwave oven. Pemanggangan merupakan tahap akhir
dalam proses pembuatan kerupuk. Pada
Persiapan Bahan umumnya kerupuk digoreng menggunakan
Pada awal proses bahan yang disiapkan minyak, namun dalam penelitian ini, untuk
meliputi lidah buaya dikupas sehingga mendapatkan kerupuk kerupuk matang
mendapatkan daging lidah buaya, daging dilakukan pemanggangan menggunakan
lidah buaya yang sudah dikupas dicuci microwave dengan suhu high (1250C) selama
hingga bersih, setelah dicuci bersih kemudian 2 menit.
dilakukan proses blanching dengan suhu
100°C selama 3 menit, kemudian dihaluskan Analisis Sensori, Fisik dan Kimia
menggunakan blender. Setelah didapat bubur Setelah produk selesai dibuat,
lidah buaya kemudian dicampur dengan kemudian dilakukan penelitian pendahuluan
tepung tapioka, tepung terigu, gula, garam, yaitu penelitian sensori pada sampel. Uji
bawang putih, dan baking powder. sensori yang digunakan adalah uji kesukaan
Pembuatan Adonan skoring. Pemilihan uji skoring guna
Tahap pembuatan adonan merupakan mengetahui tingkat kesukaan atau
tahap awal yang sangat penting. Dalam penerimaan panelis terhadap karakteristik
proses pembuatan adonan bahan-bahan yang sensori kerupuk. Karakteristik sensori yang
telah disiapkan dimasukkan ke dalam suatu diuji meliputi tekstur, rasa, warna, aroma, dan
wadah kemudian diaduk hingga homogen. keseluruhan. Hasil dari uji sensori ditujukan
Pencetakan untuk mengetahui satu atau beberapa sampel
Setelah terbentuk adonan kemudian yang disukai oleh panelis. Pada penilaian uji
dilakukan pencetakan. Alat yang digunakan sensori menggunakan metode uji skoring
dalam pencetakan kerupuk ini adalah loyang menggunakan skala numerik. Ada lima skala
berbentuk persegi dengan ukuran penilaian dalam uji skoring ini yaitu (1) suka,
12x12x1cm. Pencetakan ini bertujuan untuk (2) agak suka, (3) netral, (4) agak tidak suka,
menyeragamkan bentuk dari kerupuk. dan (5) tidak suka.

87 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015


Setelah dilakukan pengujian sensori, keseluruhan. Hasil uji sensori dapat dilihat
dilanjutkan pengujian fisik dan kimia pada Tabel 2.
kerupuk. Sampel diulang sebanyak 3 kali dan Berdasarkan hasil uji sensori pada
dianalisa dengan dua kali pengulangan Tabel 2., dapat diketahui bahwa pada tabel
analisis. Sampel diuji karakteristik fisiknya tesebut terdapat angka yang berbeda-beda,
baik tekstur, daya pengembangan, dan serta diikuti adanya tambahan huruf pada
higroskopositas, sedangkan karakteristik masing-masing nilai. Dapat kita ketahui
kimianya yaitu air, abu, protein, lemak, dan bahwa semakin tinggi nilai sensori, maka
karbohidrat. Analisis fisik ditujukan untuk semakin rendah tingkat penerimaan panelis
mengetahui tingkat kekerasan kerupuk, terhadap produk yang diuji. Huruf yang
tingkat pengembangan kerupuk lidah buaya mengikuti nilai menunjukkan bahwa apabila
ketika dipanggang menggunakan microwave, huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat
dan kemampuan kerupuk dalam penyerapan beda nyata namun jika huruf berbeda
air. Analisis kimia ditujukan untuk menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada
mengetahui banyaknya kandungan air, abu, kolom. Dilihat dari masing-masing atribut
protein, lemak, dan karbohidrat pada masing- pada Tabel 2. dapat diketahui ada tidaknya
masing kerupuk fortifikasi daging lidah pengaruh penambahan daging lidah buaya
buaya. terhadap kerupuk. Berikut penjelasan
masing-masing atribut sensori yang meliputi
Rancangan Percobaan dan Analisis Data warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan.
Rancangan Percobaan yang digunakan
pada penelitian ini adalah Rancangan Acak 1.1. Warna
Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu Faktor warna sangat menentukan
jumlah penambahan daging lidah buaya. penilaian bahan pangan sebelum faktor-faktor
Analisis data sensori menggunakan software lain dipertimbangkan secara visual.
SPSS versi 17. Data yang diperoleh dari Penerimaan warna suatu bahan
sensori dianalisis menggunakan One Way berbeda-beda tergantung dari faktor alam,
ANOVA pada tingkat kepercayaan 95 % atau geografis, dan aspek sosial masyarakat
penerima. Warna juga dapat digunakan
perbedaan atau pengaruh pada tiap formula. sebagai indikator kesegaran atau kematangan
Jika terdapat perbedaan nyata, maka (Winarno, 1992). Hasil uji sensori untuk
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple atribut warna dapat dilihat pada Tabel 2..
Range Test (DMRT) Berdasarkan Tabel 2.dapat diketahui
Penilaian formula terbaik berdasarkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada
penilaian pada tiap aspek sensori dan kerupuk fortifikasi daging lidah buayadengan
penilaian terbaik secara keseluruhan. konsentrasi 26,6% dan 39,9%. Namun pada
konsetrasi 13,3% tidak berpengaruh nyata
HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap tingkat penerimaan kontrol. Maka
dapat kita ketahui bahwa semakin tinggi
1. Karakteristik Sensori Kerupuk penambahan daging lidah buaya maka
Evaluasi sensori dapat digunakan untuk semakin berkurang tingkat kesukaan panelis
menilai adanya perubahan yang dikehendaki terhadap warna kerupuk. Hal ini disebabkan
atau tidak dikehendaki dalam suatu produk. karena semakin tinggi penambahan daging
Dalam penelitian ini dilakukan analisis lidah buaya tingkat kecerahan warna setelah
sensori guna mengetahui tingkat penerimaan digoreng semakin turun.
sensori panelis terhadap kerupuk dengan Menurut Winarno (1997), warna dalam
penambahan daging lidah buaya. Uji sensori bahan dapat berasal dari pigmen alami bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi
uji skoring dengan jumlah 35 panelis. Atribut Maillard, reaksi senyawa organik dengan
yang diujikan pada analisis sensori ini udara, dan penambahan zat warna baik alami
meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan maupun sintetik.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 88


Tabel 2. Karakteristik Sensori Kerupuk Dengan Penambahan Daging LidahBuaya

Warna kerupuk semakin coklat dengan kosentarsi penambahan lidah buaya 26,6%
bertambahnya persentase penambahan daging dan 39,9%. Namun pada konsentrasi
lidah buaya, hal ini dipengaruhi oleh adanya penambahan 13,3% tidak mengalami
reaksi Maillard. Perubahan warna kerupuk perbedaan nyata dengan kontrol.
yang diakibatkan adanya reaksi pencoklatan Semakin tinggi konsentrasi peanambahan
non enzimatis dapat terjadi dikarenakan daging lidah buaya mengakibatkan
kandungan gizi kerupuk yang banyak penurunan tingkat penerimaan panelis
mengandung karbohidrat dan sedikit protein, terhadap aroma kerupuk. Hal ini disebabkan
sehingga gula pereduksi akan bereaksi aroma langu yang terdapat pada kerupuk.
dengan gugus amina primer dari protein yang Aroma langu tersebut dikarenakan lidah
menghasilkan pigmen melanoidin yang dapat buaya memiliki senyawa volatil berupa
mengakibatkan warna coklat pada kerupuk minyak atsiri (Jatinka, 2009).
(Ketaren, 1986). Menurut Martins (2001),
reaksi Maillard terkait dengan aroma, rasa 1.3. Rasa
dan warna terutama dalam makanan seperti Menurut deMan (1997), pada
proses pemanggangan biji kopi, roti, sereal umumnya rasa yang telah disepakati ada
dan pemasakan daging. Terjadinya reaksi empat rasa yaitu manis, pahit, asam, dan asin.
Maillard dalam penelitian ini yaitu ketika Kepekaan tehadap rasa terdapat pada kuncup
kerupuk mengalami proses pengukusan dan rasa pada lidah. Hubungan antara struktur
pemangangan. kimia suatu senyawa lebih mudah ditentukan
dengan rasanya. Hasil uji sensori untuk
1.2. Aroma atribut rasa dapat dilihat pada Tabel 2.. Dari
Uji sensori dengan atribut aroma hasil uji sensori yang telah dilakuakan dapat
ditunjukkan untuk mengetahui tingkat diketahu bahwa penambahan daging lidah
kesukaan panelis terhadap aroma kerupuk buaya dengan konsentrasai 26,6% dan 39,9%
dengan penambahan lidah buaya. Hasil uji memiliki hasil yang berbeda nyata dengan
sensori untuk atribut aroma dapat dilihat pada kontrol namun pada penambahan daging
Tabel 2.. Pada atribut aroma ini dapat lidah buaya dengan konsentrasi 13,3%
diketahui adanya perbedaan nyata terhadap memiliki hasil yang tidak berbeda nyata
penerimaan panelis terhadap kerupuk dengan dengan kontrol.

89 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015


Dari hasil analisis sensori pada Tabel 2. penambahan daging lidah buaya. Tekstur
bahwa tingkat penerimaan tertinggi panelis yang diuji disini adalah penerimaan panelis
pada kerupuk fortifikasi daging lidah terhadap teksur kerupuk saat digigit ataupun
buayapada konsentrasi 13,3%. Konsentrasi dikunyah. Hasil uji sensori kerupuk dengan
penambahan lidah buaya terlalu banyak penambahan lidah buaya untuk atribut tekstur
mengakibatkan tingkat penerimaan panelis dapat dilihat pada Tabel 2.
yang rendah dimungkinkan karena rasa pahit Dari hasil analisis sensori pada parameter
yang ditimbulkan terlalu kuat. Rasa pahit tekstur dapat kita ketahui bahwa semakin
yang terdapat pada kerupuk lidah buaya tinggi penambahan daging lidah buaya pada
disebabkan karena pada daging lidah buaya kerupuk, maka semakin turun tingkat
memiliki senyawa flavonoid dan terpenoid kesukaan konsumen.
(Nurdiani, 2012). Selain itu, reaksi Maillard Pada kerupuk fortifikasi daging lidah
juga dapat mempengaruhi rasa pada kerupuk. buayadengan konsentrasi 13,3% berbeda
Hasil reaksi pencoklatan non-enzimatis nyata dengan kerupuk pada konsentrasi
menghasilkan bahan berwarna colkat yang 26,6% dan 39,9%. Kerupuk dengan
sering dikehendaki terutama untuk konsentrasi 13,3% masih disukai oleh panelis
memperoleh flavor, warna dan rasa yang dikarenakan kerupuk yang dihasilkan
khas pada makanan yang mengalami proses memiliki tekstur yang renyah dibanding
pemanggangan, terkadang menjadi suatu kerupuk fortifikasi daging lidah buayapada
pertanda penurunan mutu karena terjadi konsentrasi 26,6% dan 39,9% sehingga
perubahan flavor, warna dan nilai gizi dari kerupuk cenderung keras. Hal ini
bahan pangan tersebut (Winarno, 1994). dikarenakan semakin tinggi penambahan
Rasa yang ditimbulkan pada kerupuk daging lidah buaya, maka semakin rendah
dipengaruhi oleh komposisi bumbu yang jumlah penambahan tepung tapioka dan
dicampurkan pada saat pengolahan kerupuk. terigu, sehingga kandungan pati pada
Rasa yang dihasilkan pada kerupuk fortifikasi kerupuk semakin rendah.
daging lidah buaya ini adalah agak asin. Pada dasarnya komponen utama yang
Menurut Hudayan dan Darajat (1980), dalam mendominasi dalam pembuatan kerupuk
industri pangan, fungsi utama dari garam adalah pati. Pati mempunyai dua komponen
adalah sebagai pemberi rasa. Garam biasanya utama yaitu amilosa (fraksi larut) dan
dapat dikenali dengan baik dengan natrium amilopektin (fraksi tidak larut). Amilopektin
klorida. Natrium klorida memperkuat rasa merupakan salah satu komponen pati yang
pada mulut, kemanisan, keseimbangan, dan mempengaruhi daya kembang kerupuk.
juga menutupi atau mengurangi ciri yang Menurut Zulfani (1992), amilopektin
menyimpang. berfungsi sebagai pemberi sifat renyah pada
kerupuk. Kerupuk dengan kandungan
1.4. Tekstur amilopektin tinggi memiliki daya kembang
Tekstur merupakan antribut yang yang tinggi dan sifat keerenyahan yang tinggi
penting dalam makanan renyah seperti pula. Hali ini dikarenakan dalam proses
kerupuk. Setiap makanan memiliki tekstur pemanasan akan terjadi prosses gelatinisasi
serta tingkat kesukaan panelis yang beragam. pati dan akan terbentuk struktur yang elastis
Sehingga dilakukan uji sensori guna yang dimungkinkan untuk dapat
mengetahui tingkat kesukaan panelis mengembangkan volume krupuk pada proses
terhadap tekstur dari kerupuk dengan pemanggangan atau pemangangan sehingga
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 90
memiliki kerenyahan yang tinggi pula. Selain 2.1. Daya Kembang
pengaruh jumlah pati, faktor lain yang Salah satu penentu mutu kerupuk yang
mempengaruhi tekstur dari kerupuk adalah baik adalah daya kembang karena
jumlah air yang teruapkan pada saat menentukan penerimaan konsumen. Menurut
pemanggangan atau pemasakan. Semakin Susanti (2007), pengembangan dapat terjadi
banyak kadar air yang tidak teruapkan, maka karena disebabkan oleh terbentuknya rongga-
semakin mengurangi keporosan kerupuk rongga udara yang dipengaruhi oleh suhu,
sehingga kerenyahan menurun. Menurut sehingga menyebabkan air yang terikat dalam
Susanto (1995), semakin banyak air yang gel menjadi uap. Daya kembang kerupuk
teruapkan selama proses pemanggangan atau sangat berkaitan dengan pati yang ada dalam
pemanggangan, maka volume pengembangan produk. Pada dasarnya fenomena
kerupuk akan semakin kecil dan tingkat pengembangan kerupuk disebabkan oleh
kerenyahan kerupuk juga menurun. tekanan uap yang terbentuk dari pemanasan,
sehingga kandungan air pada bahan
1.5. Keseluruhan mendesak struktur bahan yang menyebabkan
Secara keseluruhan tingkat kesukaan produk mengembang (Qinah, 2009).
panelis terhadap kerupuk fortifikasi daging Dari Tabel 3. dapat kita ketahui volume
lidah buayadengan kosentrasi 39,9% berbeda pengembangan kerupuk berkisar antara
nyata pada tingkat kepecayaan 95% dengan 198,47-153,72%. Semakin tinggi
kerupuk dengan konsentrasi 26,6% dan penambahan daging lidah buaya pada
13,3%. Semakin tinggi penambahan daging kerupuk mengakibatkan semakin rendah daya
lidah buaya, maka semakin menurun tingkat kembang kerupuk. Karena semakin tinggi
kesukaan panelis terhadap kerupuk. Hal ini penambahan daging lidah buaya
sesuai dengan keempat atribut lainnya yaitu mempengaruhi proses gelatinisasi pati dari
warna, aroma, rasa, dan tekstur, karena tapioka sehingga proses perpindahan air ke
keempat parameter tersebut mengalami granula pati yang membentuk gel akan
penurunan tingkat kesukaan. terharmbat, sehingga mempengaruhi
pengembangan kerupuk. Menurut
2. Karateristik Fisik Kusumaningrum (2009), faktor yang
Karakteristik fisik merupakan hal yang mempengaruhi faktor yang mempengarui
penting dan perlu diamati dalam makanan. daya kembang kerupuk dapat dilihat dari
Salah satu karakteristik fisik pada makanan amilopektin, dan pengadukan.
yang paling penting adalah tekstur. Tekstur Salah satu faktor yang mempengaruhi
merupakan segi penting untuk menentukan daya kembang kerupuk adalah amilopektin.
mutu dari makanan, bahan terkadang lebih Gelatinisasi merupakan proses
penting dibanding dengan warna (deMan, pembengkakan granula pati, sehingga pada
1997). Hal itu menunjukkan karakteristik peristiwa ini granula tidak dapat kembali ke
fisik pada makanan tidak boleh kondisi semula. Pada peristiwa gelatinisasi
dikesampingkan. Untuk karakteristik fisik pati ini, molekul air akan masuk ke bagian-
yang diuji dalam penelitian ini meliputi daya bagian pati yang akan membentuk ikatan-
kembang, tekstur, dan higrokopositas. Hasil ikatan gel pati. Untuk mendapatkan
analisis fisik kerupuk fortifikasi daging lidah pengambangan volume kerupuk yang
buayadapat dilihat pada Tabel 3. Masing- maksimum, kadar air yang terikat harus
masing karakteristik fisik makanan baik daya menyebar merata. Hal ini dapat dilakukan
kembang, tekstur, dan higrokopositas dengan menghomogenkan adonan sehingga
memberikan peran yang berbeda-beda pada proses gelatinisasi terjadi secara sempurna
kerupuk dengan penambahan daging lidah dan kandungan air tersebar secara merata
buaya. Berikut ini penjelasan dari masing- (Koswara, 2009).
masing karakteristik kerupuk dengan
penambahan daging lidah buaya. 2.2. Higrokopositas
Higrokopositas merupakan kemampuan
suatu produk dalam menyerap air. Nilai

91 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015


higrokopositas dapat dihitung bedasarkan mengubah rasa dan bau yang timbul karena
selisih antara berat awal dan berat akhir dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya
ketika sampel sudah melempem. Kerupuk rangsangan terhadap sel olfaktori dan
dengan atau tanpa penambahan lidah buaya kelenjar air liur (Winarno, 2002).
dibiarkan selama 12 jam pada suhu 28-370C Pengukuran tekstur dalam penelitian
dan kelembaban berkisar antara 54-64%. ini dilakukan menggunakan alat Llyod
Pengukuran berat produk, suhu, dan RH Universal Machine.Instrumen ini digunakan
dilakukan secara aktual 3 jam sekali selama untuk mengetahui profil tekstur pada
12 jam. Untuk hasil uji hogrokopositas dapat makanan seperti kekerasan atau kerapuhan.
dilihat pada Tabel 3. Prinsip dari dariLlyod Universal Machine ini
Kerupuk merupakan bahan pangan adalah menekan produk hingga retak atau
yang memiliki kadar air yang rendah. Tingkat patah pada produk, kemudian output
penyerapan air kerupuk tergantung tehadap diterjemahkan ke komputer dalam bentuk
kondisi lingkungan disekitar. Lingkungan satuan Newton. Hasil pengujian tekstur dapat
yang memiliki RH tinggi mengakibatkan dilihat pada Tabel 3.. Pada masing-masing
kerupuk cepat menyerap air dari lingkungan konsentrasi penambahan daging lidah buaya
sebagai reaksi untuk menuju kondisi menunjukkan hasil berkisar antara 34,5257-
keseimbangan yang akan menyebabkan 22,4369 N. Semakin tinggi penambahan
kerupuk menjadi melempem. Dapat kita daging lidah buaya, menunjukkan semakin
ketahui bahwa nilai higrokopositas kerupuk kecil gaya penekan. Semakin tinggi angka
fortifikasi daging lidah buayaberkisar antara penekanan, maka semakin tinggi pula tingkat
0,2477-0,3337 gr. Semakin tinggi kekerasan. Menurut Winarno (1997),
penambahan daging lidah buaya, semakin kerenyahan pada kerupuk timbul akibat
tinggi pula nilai higrokopositas kerupuk. Hal terbentuknnya rongga-rongga udara pada
ini disebabkan air pada bahan pangan yang proses pengembangan pada saat proses
melarutkan dan melunakkan matriks pati dan pemanggangan atau pemanggangan.
protein pada sebagian bahan pangan Faktor lain yang dapat mempengaruhi
mengakibatkan perubahan kekuatan mekanik tekstur pada kerupuk adalah kadar air. Kadar
termasuk kerenyahan kerupuk (Katz dan air yang tinggi akan membentuk tekstur
Labuza, 1981). bahan pangan menjadi lebih lunak (Pradipta,
Faktor lain yang mempengaruhi 2011). Semakin berkurang kadar air, maka
higrokopositas adalah volume tekstur bahan pangan akan semakin keras.
pengembangan. Dalam penelitian Setyowati Selain itu, volume pengembangan juga dapat
(2010) disebutkan bahwa daya kembang mempengaruhi tekstur.
kerupuk berpengaruh terhadap Semakin tinggi penambahan daging
higrokopositas. Volume pengembangan lidah buaya kerupuk yang dihasilkan semakin
berbading lurus dengan higrokopositasnya. dan maka kadungan air pada kerupuk
Volume pengembangan tinggi menyebabkan semakin tinggi. Tipisnya kerupuk
rongga udara semakin banyak sehingga dipengaruhi oleh kandungan gum pada gel
jumlah air yang diserap semakin tinggi. lidah buaya.
Mekanisme gum dalam pembuatan
2.3. Tekstur adonan kerupuk yaitu gel lidah buaya
Menurut deMan (1997), tekstur mempunyai mekanisme pembentukan
merupakan bagian penting dari mutu sebagai berikut, apabila senyawa polimer /
makanan, kadang-kadang tekstur tersebut makromolekul (struktur kompleks) yang
lebih penting dari pada warna, bau, dan rasa. bersifat hidrofil / hidrokoloid didispersikan
Tekstur mempengaruhi citra makanan. ke dalam air, maka akan mengembang.
Tekstur sangat penting pada makanan lunak
dan makanan rangup atau renyah.
Teksturakan mempengaruhi cita rasa yang
ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan
tekstur dan konsistensi bahan dapat

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 92


Keterangan : Angka yang diikuti huruf superscript yamg berbeda pada tiap kolom menunjukkan adanya

Kemudian terjadi proses hidrasi molekul air lebih.Adanya air juga mempengaruhi
melalui pembentukan ikatan hidrogen, kemerosotan mutu makanan secara kimia dan
dimana molekul-molekul air akan terjebak di mikrobiologi. Begitu pula penghilangan air
dalam struktur molekul kompleks tersebut (pengeringan) atau pembekuan air sangatlah
dan akan terbentuk masa gel yang penting pada beberapa metode pengawetan
kaku/kenyal. makanan (de Man, 1997).
Berdasarkan pentingnya peranan air dalam
3. Karakteristik Kimia bahan pangan menunjukkan bahwa air
Menurut Legowo (2004), komponen sangatlah vital bagi makanan dari segi
bahan pangan merupakan senyawa kimia kenampakan, tekstur, cita rasa, maupun
yang memiliki karakteristik tertentu. keawetannya. Sehingga dalam penelitian ini
Komponen bahan pangan terdiri dari air, perlu dilakukan analisis kadar air guna
protein, karbohdrat, vitamin dan lemak, dan mengetahui banyaknya air yang terkadung
beberapa senyawa minor lain. Untuk pada kerupuk dengan penambahan daging
karakteristik kimia yang diuji dari penelitian lidah buaya. Hasil analisis kadar air dapat
ini meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan dilihat pada Tabel 4.
karbohidrat. Hasil analisis kimia kerupuk Dari hasil analisis kimia kadar air dapat
fortifikasi daging lidah buayadapat dilihat diketahui bahwa setiap penambahan daging
pada Tabel 4. Dari hasil analisis kimia, lidah buaya 13,3% mengakibatkan kenaikan
diperoleh hasil bahwa semakin tinggi kadar air kerupuk. Hal ini disebabkan karena
penambahan daging lidah buaya, maka lidah buaya memiliki kandungan air yang
semakin tinggi kadar air, kadar abu, protein, besar yaitu sebesar 95% (Jatnika, 2009).
dan lemak pada kerupuk, namun kandungan Kenaikan kadar air pada kerupuk ini
karbohidrat mengalami penurunan. berpengaruh terhadap tekstur dan daya
Kandungan kimia yang diinginkan pada kembang kerupuk saat digoreng atau
kerupuk fortifikasi daging lidah buaya dipanggang. Kadar air yang tinggi pada
diharapkan masih dalam batas wajar pada kerupuk akan mengakibatkan kerupuk mudah
SNI 01-2713-1999 mengenai kerupuk. melempem. Terlihat pada Tabel 4. bahwa
Beberapa standar yang dipersyaratkan pada semakin tinggi penambahan daging lidah
SNI 01-2713-1999 antara lain kadar air buaya terlihat adanya penurunan daya
maksimal 11%, kadar abu maksimal 0,2%, penekanan pada kerupuk. Menurut Pradipta
protein minimal 6%, dan lemak 0,5%. (2011), bahwa peningkatan kadar air pada
bahan berbanding terbalik dengan gaya
3.1. Kadar Air penekanan dan daya kembang (Muliawan,
Air merupakan karakteristik yang 1991).
sangat penting pada bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, 3.2. Kadar Abu
dan rasa bahan pangan. Kadar air dalam Menurut Sudarmaji, dkk (1997), abu
bahan pangan ikut menentukan kesegaran merupakan zat anorganik sisa hasil
dan daya awet bahan pangan tersebut pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu
(Winarno, 2002). Pentingnya air dalam bahan ada hubungannya dengan mineral suatu
pangan perlu adanya pemahaman yang bahan. Penentuan kadar abu dilakukan

93 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015


dengan cara mengoksidasikan bahan pada Berdasarkan hasil analisis protein
suhu yang tinggi yaitu sekitar 500-600oC dan bahwa dari masing-masing kosentrasi
kemudian melakukan penimbangan zat yang penambahan daging lidah buaya 0% dan
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut 13,3% menunjukkan hasil yang tidak berbeda
(Sudarmadji dkk., 1997). Sisa pembakaran nyata, namun berbeda nyata konsentrasi
yang berupa zat organik memiliki komponen penambahan lidah buaya 26,6% dan 39,9%.
yang meliputi kalsium, kalium, natrium, besi, Semakin tinggi penambahan daging lidah
mangan, magnesium, dan iodium. Unsur- buaya semakin rendah kadar protein pada
unsur mineral tersebut di dalam tubuh kerupuk. Hasil analisis protein pada kerupuk
berfungsi sebagai zat pembangun dan fortifikasi daging lidah buaya berkisar antara
pengatur (Winarno, 1997). 3,52-2,78%. Hal ini dikarenakan lidah buaya
Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa memiliki kandungan protein yang relatif
semakin tinggi penambahan daging lidah rendah yaitu 0,038% (Furnawati, 2003).
buaya semakin tinggi pula kadar abu dari
kerupuk dan memiliki hasil yang berbeda 3.4. Lemak
nyata pada masing-masing konsentrasi Pada pemasakan konvensional untuk
penambahan daging lidah buaya. Hasil mendapatkan kerupuk matang dilakukan
analisis kadar abu berkisar antara 5,42- penggorengan menggunakan media minyak,
7,22%. Kadar abu berkaitan erat dengan namun dalam proses ini minyak akan terserap
kandungan mineral dalam bahan. Mineral dalam bahan yang dapat menimbulkan
dalam bahan pangan biasanya ditentukan ketengikan dan meningkatkan kandungan
dengan pembakaran, kemudian hasil lemak pada kerupuk. Seiring berjalanya
pembakaran merusak senyawa organik dan waktu dengan adanya kemajuan teknologi
meninggalkan mineral (deMan, 1997). pemanggangan dapat dilakukan
Mineral yang terkadung dalam kerupuk menggunakan media pasir, oven dan oven
dipengaruhi oleh adanya penambahan lidah dengan glombang micro atau yang lebih
buaya. Mineral yang terkandung dalam lidah dikenal dengan microwave sehingga produk
buaya yaitu kalsium, fosfor, besi, memiliki kadungan lemak yang rendah
magnesium, mangan, kalium, natrium dan (Siswantoro, 2008). Mekanisme
tembaga (Furnawati, 2003). pemanggangan kerupuk menggunakan
moicrowave. Menurut Carrol (1998),
3.3. Protein gelombang mikro berubah menjadi panas jika
Protein merupakan salah satu berinteraksi dengan bahan makanan. Hal ini
komponen kimia yang penting bagi tubuh dan disebabkan adanya gaya tarik menarik atau
memiliki peran yang sangat vital. Sumber tolak menolak antara partikel atau ion yang
protein terdapat pada produk hewan maupun dapat menimbulkan panas. Panas yang
produk tumbuhan (deMan, 1997). Menurut dihasilkan langsung terjadi pada bahan
Sudarmadji dkk., (1997), protein merupakan sehingga peningkatan suhu lebih cepat terjadi
salah satu kelompok bahan makronutrien. jika dibanding dengan pemanasan secara
Protein memiliki struktur yang mengandung konvensional sehingga kerupuk cepat
N, disamping C, H, O (seperti juga mengalami proses pengembangan saat
karbohidrat dan lemak), S dan kadang- dipanggang.
kadang P, Fe, dan Cu (sebagai senyawa Lemak didefinisikan sebagai senyawa
komplek sebagai protein). Seperti senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak
polimer lain (misalnya selulosa, pati) atau larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut
senyawa-senyawa hasil kondensasi beberapa organik non polar seperti suatu hidrokarbon
unit molekul (misalnya trigliserida) maka atau dietil eter. Berbagai kelas lipid
protein juga dapat dihidrolisis atau diuraikan dihubungkan satu sama lain berdasarkan
menjadi komponen unit-unitnya oleh molekul kemiripan sifat fisisnya tetapi hubungan
air. Hidrolisis pada protein akan melepas kimia, fungsional, dan struktur mereka
asam-asam amino penyusunnya. maupun fungsi-fungsi biologis mereka
beraneka ragam (Sherman, 1955). Menurut

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 94


Winarno (2004), lemak merupakan zat ini hanya menggunakan cara perhitungan
penting untuk menjaga kesehatan tubuh kasar (proximate analysis). Apabila rata-rata
manusia dan merupakan sumber energi yang kandungan gizi air, abu, protein, dan lemak
lebih efektif dibanding dengan karbohidrat meningkat, maka akan mengakibatkan nilai
dan protein. Menurut Marsetyo dan karbohidrat menurun.
Kartasaputra (1990), lemak memiliki fungsi
dalam tubuh kita antara lain sebagai 4. Hasil Keseluruhan
penghasil energi, penghemat protein, Dari uji masing-masing karakteristik
penghilang panas tubuh, penghasil asam yang meliputi karakteristik sensori, fisik dan
lemak esensial, dan sebagai pelarut vitamin kimia yang telah dilakukan dapat
seperti vitamin A,D,E, dan K sehingga dapat direkomendasikan yaitu pada konsentrasi
dipergunakan oleh tubuh. Kelebihan penamahan daging lidah buaya 13,3%.
konsumsi makanan berlemak berdampak
tidak baik bagi tubuh. Untuk hasil analisis KESIMPULAN
lemak dapat dilihat pada Tabel 4.
Dari hasil analisis dapat diketahui Penambahan daging lidah buaya
bahwa semakin tinggi penambahan daging berpengaruh nyata terhadap karateristik
lidah buaya semakin tinggi kandungan lemak sensori yang meliputi atribut warna, aroma,
pada kerupuk. Hasil analisis kerupuk rasa, tekstur dan keseluruhan. Formulasi
fortifikasi daging lidah buayabekisar antara kerupuk fortifikasi daging lidah buaya yang
0,25-0,44%. Menurut Susanti (2007), paling disukai adalah pada konsentrasi
kenaikan lemak pada kerupuk dipengaruhi penambahan daging lidah buaya sebesar
oleh kenaikan kadar air pada kerupuk. Pada 13,3%. Penambahan daging lidah buaya
penelitian ini kadar lemak pada kerupuk berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisik
dengan penambahan lidah buaya sudah sesuai yang meliputi daya kembang, tekstur dan
dengan SNI. Nilai kadar lemak yang rendah higrokopositas serta terhadap karakteristik
pada kerupuk dikarenakan proses pemasakan kimia yang meliputi kadar air, kadar abu,
kerupuk lidah buaya ini tanpa menggunakan protein total, lemak, dan karbohidrat.
minyak melainkan menggunakan microwave. Kerupuk fortifikasi daging lidah buaya 13,3%
memiliki karakteristik fisik berupa % daya
3.5. Karbohidrat kembang sebesar 186,73; higrokopositas
Menurut Winarno (2002), karbohidrat sebesar 0,2653 gr dan tekstur sebesar 32,7349
merupakan sumber kalori utama bagi tubuh N serta karakteristik kimia berupa % kadar
kita. Karbohidrat juga berperan penting air sebesar 3,78%; kadar abu sebesar 5,75%;
dalam menentukan karakteristik bahan protein total sebesar 3,35%; lemak 0,29% dan
makanan. Dalam penelitian ini analisis karbohidrat sebesar 86,82%.
karbohidrat dilakukan menggunakan metode
by difference yaitu hasil pengurangan dari DAFTAR PUSTAKA
100% dengan kadar air, kadar abu, kadar
protein, dan kadar lemak, sehingga kadar
Alinkolis, J. J. 1989. Candy Technology. The
karbohidrat dipengaruhi penggurangannya.
AVI Publishing Co. Westport-
Dari Tabel 4. dapat kita ketahui bahwa
Connecticut
semakin tinggi konsentrasi penambahan
daging lidah buaya, maka semakin kecil Ariyani, N. 2010.Formulasi Tepung
kadar karbohidrat pada kerupuk. Terjadinya Campuran Siap Pakai Berbahan Dasar
penurunan karbohidrat dalam kerupuk ini Tapioka-Mocaf dengan Penambahan
dikarenakan berkurangnya jumlah pati dalam Maltodekstrin Serta Aplikasinya Sebagai
pembuatan kerupuk selain itu faktor lain yang Tepung Pelapis Keripik
mempengaruhi penurunan kadar karbohidrat Bayam.Skripsi.Jurusan Pengelolaan
yaitu metode analisis yang digunakan. Hasil Pertanian.
Menurut Jayanti (2009), penurunan
karbohidrat ini diduga karena pada analisis

95 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015


Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet.,M. Hutchings, J.B. 1999. Food Color and
Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Apperance 2nd. Aspen Publishers, Inc.,
Universitas Indonesia Press, Jakarta. Gaithersburg, Maryland.
Buffler, C.R. 1993. Microwave Cooking and Jatnika. 2009. Meraup Laba Dari Lidah
Processing. The AVI Publ. Co., New Buaya. Agromedia Pustaka. Jakarta.
York.
Jayanti, A.E. 2009.Pemanfaatan Flavour
Carrol, L.E. 1989. Hydrocolloid Function to Kepala Udang Windu (Penaeusmodon)
Improve Stability of Microwaveble Field. dalam Kerupuk Berkalsium dari
Baker's Dog 41:52. Cangkang Rajungan (Portunussp).
Program Studi Teknologi Hasil
Decareau, R.V. 1985. Microwave Energy in
Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Food Processing. Encyclopedia of Food
Kelautan. Bogor
Science. Vol. 3. M.S. Peterson and A. H.
Johnson (Ed). The AVI Publishing Kartika, B., Hastuti, P.,Supartono, W. 2002.
Company. Inc. Wesport, Connecticut. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
DeMan. 1997. Kimia Makanan Edisi Kedua.
UGM.Yogyakarta.
ITB Bandung. Bandung.
Katz, E., Labuza, T.p. 1981. Effect of water
Djumali, Z., I. Nasution, Sailah., M. S.
Activity on The Sensori Crispiness and
Ma´arif. 1982. Teknologi Kerupuk. Buku
Mechanical Dhefonation of Food
Pegangan Petugas Lapang
Product.J. food Science.Vol 49 (403-
Penyebarluasan Teknologi Sistem Padat
408).
Karya.Fatemateta-IPB. Bogor.
Koswara, S. 2009. Pengolahan Aneka
Estiasih, T.,Ahmadi, 1998.Teknologi
Kerupuk. Ebookpangan.com.
Pengolahan Pangan. Bumi Aksara,
Jakarta. Kusumaningrum, I. 2009. Analisis Faktor
Daya Kembang dan Daya Serap
Fumiko, O., K. Yasuko. 2000. A study of
Kerupuk Rumput Laut pada Variasi
kerupuk in Indonesia. Kagoshima
Proporsi Rumput Laut
Prefectural Jr. College, Natural Science.
(Eucheumacottoni).Studi Teknologi
47: 17 (Abstr.).
Perikanan Jurusan Budidaya Perikaan
Furnawanthi. 2003.Khasiat dan Manfaat FPIK Universitas
Tanaman Lidah Buaya Si Tanaman Mulawarman.Samarinda
Ajaib. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Lavlinesia.1995. Kajian Beberapa Faktor
Giese, J. 1992. Advances in Microwave Pengembangan Volumetrik dan
Processing. Food Tech. Sep: 118 Kerenyahan Kerupuk Ikan.Tesis. Pasca
Goldblith, S.A. 1967. Basic Principle of Sarjana, InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Microwave and Recent Legowo, A. M.,Nurwantoro. 2004.
Developments.Advaces Food Res 1:227. DiklatKuliahAnalisisPangan. Program
Haryadi. 1990. Pengaruh Kadar Amilosa Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Beberapa Jenis Pati terhadap Peternakan, Universitas Diponegoro.
Pengembangan Higrokopositas Dan Martins, S.I., Jongen, W.M.,Boekel, M.A.
Sifat Inderawi Kerupuk. Lembaga 2001.A Review of Maillard Reaction in
penelitian universitas Gadjah Mada, Food and Implication to Kinetic
Yogyakarta. Modelling.Product Design and Quality
Hudayan, S.,Siti S.D. 1990. Dasar-Dasar Managemen Grup, Departmen of
Pengawetan I. Departemen Pendidikan Agrotechnology and Food Science,
dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Wageningen University.Netherland.
Menengah Kejuruan. Jakarta.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 96


Matz,.S.A. 1984. Snack Food Tecnology.The Qinah, E. 2009. Pengaruh Konsetrasi Gula
Avi Publishing.Co. Westport Pasir dan Tepung Ketan tehadap Sifat
Connecticut. Kimia, Organoleptik serta Daya Simpan
Dodol Ubi Jalar Ungu . Skripsi. Fakultas
Medikasari. 2000. Bahan Tambahan
Kesehatan Masyarakat. Universitas
Makanan :Fungsi dan Penggunaanya
Sumatra Utara. Medan.
Dalam Makanan. Institut Pertanian
Bogor.Bogor dalam Surtika Wanti. 2008. Robetson, C.J., 1967. The Practic of Deef Fat
Pengaruh Berbagai Jenis Beras Frying. J. Food Tech. 21. (1) : 34-36.
Terhadap Aktivitas Antioksidan pada
Rockwell, W.C.,E. Lowe, C.C. Huxsol., A.I.
Angkak oleh Monascuspurpureus.
Morgan Jr. 1967. Apparatus for
Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian.
Experimental Microwafe Processing. J.
FakultasPertanianUniversitasSebelasMar
Food Tech. vol21 :93-116.
et Surakarta.
Rosida.2009. Evaluasi Nilai Gizi Pati
Morsy EM. 1991. The Final Technical
Resisten Pada Produkdari Empat Jenis
Report on: Aloe Vera Stabilization and
Pati. Jurusan Teknologi danI ndustri
Processing for The Cosmetic, Bevearage
Pangan, Vol XX No. 1 Th. 2009.UPN
and Food Industries (5rded). United
Veteran. Jawa Timur. Suarman, W.
States of America: CITA International.
1996. Kajian Pembuatan Kerupuk
Muchtadi, T. R.,Sugiyono. 1988. Ilmu Secara Mekanis. Skripsi. Fakultas
Pengetahuan Bahan Pangan. Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Departemen Pendidikan dan Bogor. Bogor.
Kebudayaan. Direktorat Jendral
Rusmono, M. 1983. Mempelajari Pengaruh
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Derajat Kehalusan Pulp dan Jumlah Air
Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Pengekstrak Terhadap Mutu Tepung
Bogor.
Tapioka. Skripsi. Fakultas Teknologi
Muliawan, D. 1991. Pengaruh Berbagai Pertanian. InstitutPertanian Bogor.
Tingkat Kadar Air Terhadap Bogor.
Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng.
Setiawan, H. 1988. Mempelajari
SkripsiJur. TPG, Fak. Tekn.Pertanian,
Karakteristik Fisiko Kimia Kerupukdari
IPB, Bogor. Dalam Jurnal Teknologi dan
Berbagai Taraf Formulasi Tapioka,
Industri PanganVol XX No.1 Tahun
Tepung Kentang dan Tepung Jagung.
2009.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Nurdiani, D. 2012. Minuman Segar dan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Menyehatkan dari Lidah Buaya (Aloe-
Setyowati, A. 2010.Penambaha Natrium
vera). Universitas Pasundan. Bandung.
Tripolifosfat dan CMC (Carboxxy
Pangkulun, R., A. Budhiarti. 1992. Bawang Methyl Selulose) pada Pembuatan
Putih Dataran Rendah. Penebar Karak. Jurnal Agri SainsVol (1): 40-49.
Swadaya, Jakarta. Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Agroindustri,
PP Dep Kes RI Nomor
Universitas Mercu Buana. Yogyakarta.
492/Menkes/Per/IV/2010.2010.
Persyaratan Mutu Air Minum. Menteri Siswantoro, B. Raharjo, N. Bintoro.,P.
Kesehatan Republik Indonesia. Hastuti. 2008. Model Matematik
Transfer Panas Pada Penggorengan
Pradipta, I. 2011. Karateristik Fisikokimia
Menggunakan Pasir. Prosiding Seminar
dan Sensori Sack Bar dengan
Nasional Teknik Pertanian 2008
Penambahan Salak Pondoh Kering.
Yogyakarta 18-19 November 2008.
Skripsi. Fakultas Petranian Universitas
Sebelas Maret. Surakarta. SK BPOM RI No.HK. 00.05.5/1639.2003.
Pedoman Cara Produksi Pangan yang

97 Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015


Baik untuk Industri Rumah Tahir, S. 1985. Mempelajari Pembuatan dan
Tangga.(CPPB-IRT). Karakteristik Kerupukdari Tepung Sagu
(Metroxylonsagu R.). SkripsiJurusan
Standar Nasional Indonesia. 1999. Kerupuk
Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Udang SNI 01-2713-1999. Badan
Universitas Hasanudin, Ujung Pandang.
Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.
Tofan. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik
StandarNasional Indonesia. 2000. Garam
Kerupuk yang Diberi Penambahan
Beryodium SNI 01-3556-2000. Badan
Tepung Daging Sapi Selama
Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta.
Penyimpanan.Skripsi. Program Studi
Suarman, W. 1996. Kajian Pembuatan dan Teknologi Hasil Ternak. Fakultas
Kerupuk Secara Mekanis. Skripsi. Perternakan, Institut Pertanian. Bogor
Fakultas Teknologi Pertanian,
Utami, I. S. 1999. UjiInderawi. THP UGM.
InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Yogyakarta. Hal 87-88.
Sugito, J. 1992. Bawang Putih Dataran
Wagiyono. 2003. Menguji Kesukaan Secara
Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Organoleptik. Depdiknas.
Supartono, W. 2000. Pengembangan Produk
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan
dan Standarisasi Kualitas Kerupuk
Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Rambak. Seminar Nasional Industri
Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan
UGM..Yogyakarta. Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Susanti, M.R. 2007. Difersifikasi Produk Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangandan
Opakdengan Penambahan Daging Ikan Gizi.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Layur (Trichiuruasp). Skripsi Program
Wiriano, H. 1984. Mekanisme Teknoloi
Studi Hasil Perikanan, Fakultas
Pembuatan Kerupuk .Balai
Teknologi Industri, Institut Sains
Pengembangan Makanan Phytokimia.
danTeknologi AKPRIND.Yogyakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Susanto, T. 1995. Kemungkinan Tulang Industri, Departemen Perindustrian,
Ternak Sebagai Bahan Baku Gelatin. Jakarta.
Prosiding Seminar Sehari Aspek-aspek
Zulfani, R. 1992. Pengaruh Berbagai Tingkat
Agribisnis Peternakan. Surabaya.
Suhu Penggorengan Terhadap Pola
Kajian Pengembangan Kerupuk Sagu Goreng.
Jurusan Teknologi Pangandan Gizi,
Mentah dengan Pemanasan Oven Institut Pertanian Bogor.
Gelombang Mikro. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, Vol. VIII, No. 2, Agustus 2015 98

You might also like