You are on page 1of 13

Konsep Regionalisme Pada Perancangan Arsitektur Masjid

Nusantara
Ahmad Ubaidillah Alfarochi1
Program Studi Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, Indonesia
1
Email : ubedodol@gmail.com

Faruq Ibnul Haqi2


Program Studi Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, Indonesia
2
Email : faruq.alhaqi@yahoo.com.au

Abstract: Along with the changes and the development of the times, especially in the field of technology
have an impact on the development of architecture in Indonesia. The potential possessed by each
region is less reflected in architecture in Indonesia due to the large number of universal architectural
works. One of the forms of mosque building typology currently adopts many domes as roofs, a
minimalist form, and overrides potential values and philosophical meanings causing a loss of diversity
which is the identity and characteristic of archipelago architecture. In this paper, the qualitative
descriptive method is carried out by analyzing library research or gathering various information from
various media in explaining and describing the concept of regionalism in the design of archipelago
mosque architecture. In this paper, 3 (three) buildings are appointed as case studies that are selected
based on consideration of equality of context and represent the principles of regionalism in different
regions. This paper will discuss the concept of regionalism which is reflected in the form of architectural
design of mosques in the archipelago by looking at various physical and philosophical aspects. The
concept of regionalism in mosque architecture can be recognized by the incorporation of modern
elements, traditional elements and the application of Islamic values in its design. Case studies based
on literacy studies examined in this paper are the Raya Sumatera Barat mosque or commonly called
the Mahligai Minang mosque by architect Rizal Muslimin, Jami'e Darussalam Tanah Abang mosque
and Kopeng Merapi mosque by architect Ridwan Kamil. The findings are that the concept of regionalism
from the three mosques can be seen from the philosophy of building typology, the material used, and
the application of Islamic values contained in it.
Key Words : Regionalism Concept, Design, Archipelago Mosque Architecture

Abstrak: Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman khususnya dalam bidang teknologi
berdampak dalam perkembangan arsitektur di Indonesia. Potensi yang dimiliki setiap daerah kurang
tercermin dalam arsitektur di Indonesia akibat banyaknya karya-karya arsitektur yang bersifat universal.
Salah satunya bentuk tipologi bangunan masjid yang ada saat ini banyak menadopsi kubah sebagai
atap, bentuk yang minimalis, serta mengesampingkan potensi nilai dan makna filosofis menyebabkan
hilangnya keberagaman yang merupakan identitas dan ciri khas dari arsitektur nusantara. Dalam paper
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan menganalisa penelitian
kepustakaan atau mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai media dalam menjelaskan dan
memaparkan konsep regionalisme pada perancangan arsitektur masjid nusantara. Dalam paper ini
mengangkat 3 (tiga) bangunan sebagai studi kasus yang dipilih berdasarkan pertimbangan persamaan
konteks dan mewakili prinsip-prinsip regionalisme di daerah yang berbeda. Paper ini akan membahas
tentang konsep regionalisme yang tercermin dalam bentuk perancangan arsitektur masjid yang ada di
nusantara dengan melihat dari berbagai aspek fisik maupun filosofis. Konsep regionalisme dalam
arsitektur masjid dapat dikenali dari penggabungan unsur modern, unsur tradisional dan penerapan
nilai-nilai keislaman dalam rancangannya. Studi kasus berdasarkan studi literasi yang dikaji dalam
paper ini yaitu Masjid Raya Sumatera Barat atau biasa disebut Masjid Mahligai Minang karya arsitek
Rizal Muslimin, Masjid Jami’e Darussalam Tanah Abang dan masjid Kopeng Merapi karya arsitek
Ridwan Kamil. Hasil temuannya adalah bahwa konsep regionalisme dari ketiga masjid tersebut dapat
diketahui dari filosofi tipologi bentukan bangunan, material yang digunakan, serta penerapan nilai-nilai
keislaman yang terkandung di dalamnya.
Kata Kunci : Konsep Regionalisme, Perancangan, Arsitektur Masjid Nusantara

1
1. Pendahuluan dan teknologi bagi kesejahteraan manusia,
serta tidak lagi dapat memberikan
Seiring dengan perubahan dan
sumbangan positif bagi lingkungannya,
perkembangan zaman khususnya dalam
bahkan cenderung mengeksploitasi alam.
bidang teknologi menjadikan kebutuhan
manusia menjadi semakin kompleks. Bentuk atap rumah tradisional memiliki
Kondisi tersebut juga berdampak pada peran yang dominan dalam beradaptasi
perkembangan dalam berasitektur, dapat dengan iklim (baik yang terletak di dataran
dilihat dari kurang tercerminnya hal yang tinggi maupun di dataran rendah), dengan
khusus dalam konteks berarsitektur akibat membentuk kemiringan yang curam dan
gejala berkembangnya karya-karya melandai pada sisi-sisi bangunan
arsitektur yang bersifat universal. Salah (membentuk volume ruang dalam
satunya arsitektur bangunan masjid, yang bangunan sekaligus mengalirkan air hujan).
merupakan bangunan umat muslim sebagai Dinding pada rumah tradisional
sarana ibadah serta sarana penunjang memberikan ekspresi “bernafas”, yaitu tidak
kegiatan keagamaan yang sudah tersebar tertutup rapat atau bercelah sehingga
di berbagai wilayah. Bangunan masjid saat memungkinkan aliran udara dan cahaya
ini pada umumnya banyak mengadopsi alami dapat masuk ke dalam ruangan.
bentukan kubah sebagai penutup atap yang Adaptasi iklim pada dinding rumah
bukan ciri khas dari arsitektur nusantara. tradisional dibentuk melalui komposisi
Mengesampingkan potensi nilai dan makna proporsi, irama serta ornamentasi. Dan
filosofis dalam tipologi bentuk arsitektur karakteristik material organik (material lokal)
masjid di Indonesia dengan bentuk yang memberikan ekspresi klimatik yang kuat
minimalis dan universal, menyebabkan karena memiliki tekstur dan warna yang
hilangnya keberagaman yang merupakan natural (Prasetyo & Astuti, 2017).
identitas dan ciri khas dari arsitektur
nusantara. Keinginan dalam mengangkat kembali
lokalitas yang ada mengalami banyak
Menurut Kenneth Frampton, seorang hambatan dari faktor sosial budaya yang
professor sejarah dan kritik arsitektur semakin universal, sensibilitas estetika dan
berkewarganegaraan Inggris, berpendapat selera visual masyarakat, serta ekonomi
bahwa arsitektur modern telah menjelma pasar bebas dan suasana politik yang
menjadi paham tunggal arsitektur tengah berkembang. Namun usaha
internasional akibat dari penggunaan memunculkan kembali identitas lokal
teknologi modern dalam berarsitektur yang maupun regional mulai banyak dilakukan,
berlebihan, hal tersebut dapat diketahui dari dengan menunjukkan jati diri dan unsur-
bentuk bangunan-bangunan serupa yang unsur bersifat khusus yang kemudian
dapat ditemui di berbagai belahan dunia disebut sebagai regionalisme. Arsitektur
sehingga tidak terlihat lagi konteks identitas nusantara dapat menjadi peluang sebagai
lokalnya, serta arsitektur seakan-akan salah satu dasar terbentuknya arsitektur
hanya menjadi sculpture teknologi layaknya regionalisme di Indonesia (Hidayatun, et al.,
permainan lego dan arsitek hanya sebagai 2014), khususnya dalam perancangan
kreator bangunan yang bertugas menyusun arsitektur masjid, serta menggabungkan
bahan-bahan bangunan fabrikasi unsur-unsur keislaman dalam
(Wihardyanto, n.d.). Perkembangan rancangannya.
arsitektur menurut Frampton telah
menyimpang dari prinsip arsitektur modern Arsitektur Regionalisme
yang mengedepankan fungsionalisme
dalam pendekatan desainnya, hilangnya Peran arsitektur dalam proses perwujudan
karakter tersebut dapat memicu hilangnya kembali budaya membangun menjadi suatu
budaya dalam membangun seperti, sistem pertanyaan terbuka tanpa jawaban yang
struktur, material, dan teknologi pasti, apalagi jika dikaitkan dengan
membangun karena arsitektur tidak lagi dinamika transformasi dan perubahan cepat
dianggap sebagai produk budaya kompleks akibat globalisasi dan perkembangan
yang responsif terhadap stimulus teknologi media atau informasi. Salah satu
lingkungan, tidak lagi sejalan dengan dampak dari globalisasi yang tidak dapat
semangat Renaissance yang mencita- dihindari adalah masuknya pemahaman
citakan pengembangan ilmu pengetahuan dan konsep-konsep pembangunan yang
2
belum tentu dengan kondisi sosial, budaya terbentuknya arsitektur regionalisme
masyarakat, dan tidak berakar pada konteks (Hidayatun, et al., 2013).
lokal (Martokusumo, n.d.). Bermula dari
munculnya arsitektur modern yang Dalam pandangan arsitektur di wilayah
berusaha menigggalkan masa lampaunya, tropis, hal penting yang harus dilakukan
meninggalkan ciri serta sifat-sifat adalah menghindari hegemoni dari
regionalnya, menimbulkan lahirnya aliran- pengaruh globalisasi serta menjaga
aliran yang berusaha mempertautkan kekayaan tradisi lokal (regional). Selain itu,
antara yang lama dan yang baru akibat tradisi dan budaya diinterpretasikan kembali
adanya krisis identitas pada arsitektur, dengan menggunakan idiom kontemporer,
aliran-aliran tersebut antara lain adalah dimana arsitektur tradisional tidak dibuang
tradisionalisme, regionalisme, dan post- begitu saja, tapi ditransformasikan melalui
modernisme (Dharma, n.d.). penyegaran kembali ke dalam desain yang
lebih menarik (Ramadhani & Faqih, 2016).
Arsitektur regionalisme merupakan salah
satu konsep arsitektur yang berdasar pada Regionalisme dalam arsitektur merupakan
kekayaan, potensi dan pengetahuan suatu gerakan dalam arsitektur yang timbul
tentang arsitektur setempat / regional yang sebagai reaksi terhadap tidak adanya
dapat menjawab tantangan masa kini, dan kesinambungan antara yang lama dan yang
menekankan pada pengungkapan baru dalam arsitektur masa kini yang
karakteristik suatu daerah atau tempat menghadirkan bentuk yang universal
dalam arsitektur terkini / kontemporer dengan memberikan kesatuan (unity)
(Hidayatun, et al., 2014). Dalam KBBI arti antara pola budaya dan teknologi modern
identitas /iden·ti·tas/ /idéntitas/ n ciri-ciri dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi
atau keadaan khusus seseorang; jati diri. yang masih dianut oleh masyarakat
Sedangkan arti regionalisme sendiri bukan setempat. Regionalisme dalam arsitektur
suatu wujud paham dari sikap kedaerahan sendiri dapat digolongkan sebagai meta-
namun muncul sebagai akibat dari koreksi teori, dengan definisi dan aplikasi yang
terhadap maraknya penyeragaman di terbatas pada lingkup lokal dan praktek
seluruh dunia sehingga kita tidak lagi yang seingkali menimbulkan polemik
mengenal lagi mana budaya kita dan mana karena teorisasinya masih bersifat
budaya tetangga kita (Mohamad & Setijanti, perspektif (Rohmawati, et al., n.d.). Salah
2018). satu perdebatan yang timbul mengenai
regionalisme dalam arsitektur di antaranya
Menyikapi terhadap perkembangan budaya, terkait tentang fokus dari karakteristik lokal
iklim, material dan teknologi, aspek-aspek yang semestinya diwujudkan dalam
filosofi, serta perpaduan antara yang lama berarsitektur, baik melalui pembentukan
dan yang baru maupun yang tradisional dan asosiasi terhadap nilai-nilai budaya dan
yang modern dalam suatu daerah tertentu historis setempat dalam teori regionalisme
(regional) merupakan faktor penting dalam modern, maupun fokus pada permasalahan
arsitektur regionalisme, sehingga kontemporer yang terlepas dari aspek
menghasilkan suatu karya arsitektural yang nostalgia dalam teori regionalisme kritis.
lestari dan harmoni antara unsur arsitektur
tradisional maupun arsitektur modern Ciri-ciri umum arsitektur regionalisme
(Rahmatika & Susetarto, 2018). Arsitektur (Soedigdo, 2010) adalah sebagai berikut :
tradisional memiliki ruang lingkup regional 1. Regionalisme bukan sebuah gaya,
sedangkan arsitektur modern memiliki melainkan sebuah aliran pemikiran
ruang lingkup yang universal, sehingga tentang arsitektur.
yang menjadi ciri utama regionalisme 2. Tanggap dalam mengatasi pada kondisi
adalah menyatunya antara arsitektur iklim setempat.
tradisional dan arsitektur modern 3. Mengacu pada tradisi, warisan sejarah
(Senasaputro, 2017). Konteks arsitektur serta makna ruang dan tempat ke dalam
berkelanjutan yang merupakan salah satu bentuk yang lebih kreatif (menekankan
fokus dari perkembangan arsitektur abad pada aspek estetika).
XXI dalam memperhatikan potensi 4. Bernuansa tradisional, namun
lingkungan dan memperlihatkan identitas rancangannya bagian dari teknologi
lokal sebagai salah satu keharusan dalam terkini.
3
5. Sesuai untuk segala zaman (arsitektur di antaranya faktor lingkungan, faktor
berkelanjutan). budaya, dan faktor teknologi. Faktor
lingkungan mencakup kondisi alamiah yang
Dalam perkembangannya, regionalisme terjadi di setiap daerah, seperti keadaan
arsitektur memposisikan dirinya sebagai geografis, geologis, iklim dan suhu. Dalam
alat kritik yang kreatif terhadap faktor budaya meliputi aspek filosofis,
universalisasi yang terjadi akibat persepsi, norma, sosial serta ekonomi.
globalisasi. Tema yang diangkat untuk Sedangkan faktor teknologi meliputi aspek
mengkritik universalitas adalah kekayaan pengelolaan sumber daya dan keterampilan
lokalitas yang diwujudkan dalam desain teknis membangun.
arsitektur (Wihardyanto, n.d.). Dan adanya
perwujudan kesatuan (unity) antara Di Indonesia, atap masjid tradisional atau
arsitektur masa lampau (AML) dan vernakular pada umumnya disusun oeh
arsitektur masa kini (AMK) secara visual atap berjenjang atau atap berbentuk
dalam bentuk, warna, tekstur, komposisi tumpukan dari beberapa limasan. Bentukan
material, irama maupun proporsi tersebut merupakan bentuk umum pada
(Rahmatika & Susetarto, 2018). atap masjid di sebagian pulau Jawa dan
Sumatera dan menjadi salah satu tipologi
Arsitektur Masjid arsitektur masjid vernakular di Indonesia.
Masjid merupakan simbol yang Masjid Jawa umumnya memiliki dua hingga
menunjukkan ekspansi kultural lima atap bertumpuk. Lima tingkat atap
perkembangan peradaban Islam yang berjenjang memiliki makna yang dapat
tersebar di seluruh dunia, khususnya di diartikan sebagai berikut: level bawah
nusantara. Masjid dapat dianggap sebagai adalah atap terbesar yang mewakili semua
ikon atau ciri utama sebuah situs Kerajaan muslim (islam), tingkat kedua setia
Islam, karena dalam tradisi Islam sejak (mukminin), tingkat ketiga mewakili
masa Nabi Muhammad SAW pendirian dermawan (muhsinin), yang keempat
kerajaan Islam senantiasa didahului dengan mewakili tulus (Muhlisin) dan atap kelima
pembangunan masjid yang dianggap mewakili yang berhati-hati (muttaqin). Dan
sebagai pusat kegiatan dalam segala aspek masjid di pulau Jawa yang paling umum
kehidupan umat (Handoko, 2013). adalah atap piramidal bertumpuk dengan
Keberadaan masjid sangat penting dalam tiga limasan, yang merupakan filosofi dari
kehidupan masyarakat muslim secara luas trilogi risalah islam, yaitu iman, berserah diri
karena masjid merupakan karya arsitektur atau islam, dan perbuatan baik atau ihsan
sebagai suatu hasil proses dan budaya (Jamaludin & Salura, 2018).
yang hidup, tumbuh dan berkembang Masjid merupakan bangunan yang bersifat
secara dinamis seiring dengan tumbuh dan terbuka bagi siapapun yang ingin
berkembangnya masyarakat itu sendiri menggunakannya, namun demikian banyak
(Barliana, 2008). Selain digunakan sebagai masjid yang dapat diidentifikasi
tempat ibadah (sholat), masjid juga berdasarkan basis masyarakat pendukung
digunakan sebagai ruang komunitas dalam yang memiliki orientasi faham keislaman
memakmurkan keberadaan masjid dan tertentu, seperti kalangan Nahdlatul Ulama
melahirkan generasi umat yang religius. (NU) dan Muhammadiyah misalnya. Masjid
Dalam beberapa aspek, arsitektur masjid berbasis masyarakat NU umumnya memiliki
menunjukkan arsitekur asli atau vernakular bentuk dasar denah ‘tradisional Jawa’
yang tumbuh dan berkembang dari lubuk persegi empat (dalam arti fisik maupun
tradisi komunitas masyarakat lokal (etnik), simbolik), gaya atau langgam arsitektur
yang mengakomodasi nilai ekonomi dan masjid mengikuti langgam tradisional
tantanan sosial budaya masyarakat yang seperti bentuk atap tajug atau pemakaian
bersangkutan, serta pembentukan atap kubah berlanggam Timur Tengah
arsitektur masjid lebih banyak dideterminasi berdasarkan persepsi massa umat Islam
oleh faktor-faktor globalisasi penyebaran tentang ciri khas dari arsitektur masjid, serta
Islam, geografi dan iklim setempat, serta bentuk masjid yang tumbuh dan
budaya lokal (Handoko, 2013). Dalam berkembang tanpa skenario dalam
aspek tipologi, bentuk arsitektur masjid penataan bentuk dan fungsi ruang. Dengan
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor demikian tipologi arsitektur masjid berbasis
masyarakat Islam NU umumnya
4
menampilkan ciri khas dari arsitektur yang digunakan dalam menjelaskan dan
tradisional. Sedangkan masjid berbasis memaparkan narasi tentang arsitektur
masyarakat Muhammadiyah memiliki regionalisme dalam perancangan arsitektur
tipologi arsitektur masjid yang tidak terikat masjid nusantara diperoleh menggunakan
pada satu gaya atau langgam tipikal, tetapi teknik etnografi. Etnografi merupakan teknik
mencari tipologi yang sesuai dengan pengumpulan data dengan analisis
konsep dan program perancangan masjid, kualitatif, proses berpikir mendalam, serta
atau bahkan tidak terikat dengan suatu interpretasi atas fakta berdasarkan konsep
tipologi tertentu karena pendekatan ide dan yang digunakan, mengembangkan konsep
rasionalitas dalam mengolah bentukan, tersebut dengan pemahaman yang dalam
pengolahan bentuk denah, orientasi fungsi serta mengutamakan nilai-nilai yang diteliti
dan efisiensi (bukan simbolik atau mistik), (Anon., 2017). Sumber pengumpulan data
penggunaan material alam atau tradisional diperoleh dari berbagai karya ilmiah yang
yang diolah secara modern baik dari segi telah tersaji dalam berbagai media
teknik maupun estetik. Dengan demikian informasi, serta foto atau ilustrasi yang telah
tipologi arsitektur masjid berbasis terpublikasi dan terdokumentasikan.
masyarakat Islam Muhammadiyah
umumnya menampilkan ciri khas dari Pada paper ini mengkaji penerapan konsep
arsitektur modern. Dapat disimpulkan arsitektur regionalisme melalui
bahwa memang terdapat perbedaan yang pembahasan pada beberapa karya
khas dari tipologi arsitektur masjid berbasis arsitektur di nusantara. Terdapat 3 (tiga)
masyarakat Islam tradisionalis dengan bangunan masjid yang diangkat sebagai
tipologi arsitektur masjid besbasis studi kasus yang dipilih berdasarkan
masyarakat Islam modernis, yang masing- pertimbangan persamaan konteks dan
masing dipengaruhi oleh karakteristik mewakili prinsip-prinsip regionalisme di
orientasi faham keislaman masyarakat daerah yang berbeda.
pendukungnya.
3. Pembahasan
Kecenderungan sikap rasionalis terhadap Indonesia yang memiliki ragam budaya
ketentuan agama dalam kalangan modernis memberikan dampak pada perubahan
maupun sebaliknya (sikap menerima bentuk arsitektural dalam suatu daerah
apapun dalam kalangan tradisionalis) tertentu (regional). Faktor lingkungan,
berimplikasi terhadap cara berfikir dalam budaya, dan teknologi merupakan faktor
mengatasi masalah suatu persoalan dalam yang mempengaruhi bentuk tipologi
kehidupan salah satunya dalam arsitektural bangunan dalam suatu wilayah.
berarsitektur. Seperti yang dikemukakan Perkembangan Islam di nusantara dapat
oleh Rapoport bahwa arsitektur dapat diketahui dari mayoritas masyarakat di
menyediakan tempat bagi kegiatan- Indonesia yang sebagian besar terdiri dari
kegiatan tertentu, mengingatkan tentang kaum muslim serta sarana ibadah berupa
suatu kegiatan apa yang akan dilakukan, masjid yang tersebar di berbagai wilayah.
menyatakan kekuasaan, status, privasi, Bentuk tipologi masjid yang ada di
menyatakan dan mendukung kepercayaan nusantara saat ini masih bersifat universal
kosmologis, menyampaikan informasi, sehingga menyebabkan hilangnya
membantu dalam menetapkan identitas keberagaman yang merupakan identitas
pribadi maupun kelompok, mengkiaskan dan ciri khas dari arsitektur nusantara.
sistem nilai, memisahkan wilayah dan
membedakan antara yang di sini dan di Namun dalam perkembangan arsitektur
sana, pria dan wanita, depan dan belakang, masa kini, usaha memunculkan kembali
pribadi dan umum, yang dapat dan tidak identitas lokal maupun regional yang
dapat didiami, dan sebagainya (Iskandar, bersifat khusus banyak dilakukan,
2004). khususnya dalam perancangan arsitektur
masjid. Masjid Raya Sumatera Barat, Masjid
2. Metode Jami’e Darussalam Tanah Abang dan
Penelitian ini merupakan penelitian Masjid Kopeng Merapi merupakan
kepustakaan dengan menganalisa sumber beberapa di antara masjid nusantara yang
data penelitian yang menggunakan metode menerapkan konsep regionalisme dalam
deskriptif kualitatif, sehingga sumber data rancangannya.
5
a. Masjid Raya Sumatera Barat disampaikan oleh alam. Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu hingga
Sumatera Barat merupakan salah satu
Lampung memiliki gaya arsitektur yang
provinsi di Indonesia yang sedang
berbeda-beda, namun masih memiliki
mengembangkan potensi daerah dalam
keterikatan pada beberapa ciri yang
bidang pariwisata (Farel, et al., 2017),
sama. Salah satu rumah adat yang ada
salah satu objek pariwisata tersebut
di pulau Sumatera yang diadopsi sebagai
adalah Masjid Raya Sumatera Barat.
salah satu ide bentukan pada Masjid
Masjid Raya Sumatera Barat atau
Raya Sumatera Barat adalah rumah
dikenal dengan Masjid Mahligai Minang
Gadang yang berbentuk gonjong atau
merupakan ikon kota Padang serta salah
seperti trapesium terbalik yang
satu masjid terbesar dan termegah yang
melengkung, besar di bagian atas namun
berdiri di Sumatera Barat. Masjid tiga
mengecil di bagian bawah. Dengan
lantai ini dibangun pada tahun 2007 dan
memperkecil bagian bawah dan
selesai pada tahun 2019, terletak
melengkungkan bagian atas seperti
menghadap Jalan Khatib Sulaiman,
kapal, maka berat rumah Gadang akan
Kecamatan Padang Utara, Kota Padang.
diteruskan ke tanah karena mengecilkan
Luas bangunan mencapai 18.000 m 2 dan
bagian bawah secara otomatis akan
dapat menampung sekitar 20.000
memperbesar tekanan ke tanah. Dan
jama’ah yang dibangun di atas area
karena bagian atas yang meruncing
seluas sekitar 40.343 m 2. Arsitektur
maka rumah Gadang akan menahan
Masjid Raya Sumatera Barat merupakan
angin serta membelokkan energi dan
hasil rancangan yang dibuat oleh arsitek
daya dorongnya ke tanah sehingga
Rizal Muslimin, pemenang sayembara
bangunan tidak mudah roboh. Bentuk
desain arsitektur yang diikuti oleh 323
atap yang runcing tidak hanya
arsitek dari berbagai negara (Anon.,
merupakan sebuah estetika belaka,
n.d.). Desain masjid terinspirasi dari tiga
melainkan juga bertujuan untuk
simbol, yaitu sumber mata air, bulan
meringankan beban serta membelokkan
sabit, dan rumah gadang. Tak serupa
aliran air pada saat hujan deras (Fiandi,
masjid pada umumnya, masjid ini
2017).
menampilkan arsitektur modern yang tak
identik dengan kubah. Tipologi bentukan
masjid mengadopsi dari desain rumah
Gadang yang merupakan rumah adat
budaya Minangkabau, bentuk atap
dengan empat sudut lancip serta
bangunan berbentuk gonjong yang
merupakan ciri khas dari rumah Gadang.

Gambar 2 : Masjid Raya Sumatera Barat


(Sumber : www.id.wikipedia.org, 2019)

Desain masjid Raya Sumatera Barat


menggunakan konsep regionalisme yang
mencoba menggabungkan unsur sejarah
Gambar 1 : Rumah Gadang, rumah adat Islam dengan tradisi kota Padang, yakni
khas Minangkabau “adat basandi syarak, syarak basandi
(Sumber : www.arsitag.com, 2019) kitabullah” atau adat bersendikan kepada
agama, dan agama bersendikan
Arsitektur rumah adat biasanya murni kitabullah (al-Qur’an). Unsur sejarah
tanpa pengaruh dari gaya arsitektur Islam pada masjid ini dapat diketahui dari
modern. Gaya arsitektur rumah adat filosofi atap bangunan yang
kaya akan keberagaman yang mampu menggambarkan bentuk bentangan kain
menangkap pesan-pesan dan ilmu yang yang digunakan dalam mengusung batu
6
Hajar Aswad. Ketika empat kabilah suku masjid ini dihiasi dengan ukiran tempat
Quraisy di Mekkah berselisih pendapat al-Qur’an (rekal) dengan empat sudut
mengenai siapa yang berhak yang memiliki filosofi yang berasal dari
memindahkan batu Hajar Aswad ke adat budaya Minangkabau yakni “tau di
tempat semula setelah renovasi Kakbah, nan ampek” atau empat wahyu dari Allah
maka Nabi Muhammad SAW (al-Qur’an, Injil, Zabur dan Taurat).
memutuskan meletakkan batu Hajar Selain ukiran tempat al-Qur’an, masjid ini
Aswad di atas selembar kain sehingga memiliki ukiran segitiga dengan enam
dapat diusung bersama oleh perwakilan sudut di dalamnya yang bermakna “tiga
dari setiap kabilah dengan memegang tungku sajarangan, tiga tali sapilin
masing-masing sudut kain (Anon., 2018). (Ulama, Ninik Mamak, Cadiak Pandai)”.
Mereka merupakan para tokoh yang
harus selalu memegang teguh enam
rukun iman sebagai pengikat dan
pemersatu elemen yang ada di tengah
masyarakat.

Gambar 3 : Bentuk atap Masjid Raya


Suamtera Barat dengan empat sudut lancip
(Sumber : www.pekanbaru.tribunnews.com,
2019)

Pada dasarnya motif hias tradisional


Minangkabau mengacu pada alam dan
lingkungan sekitarnya seperti flora, Gambar 4 : Interior masjid Raya Sumatera
fauna, benda dan manusia. Hal tersebut Barat
sesuai dengan dasar filosofi adatnya (Sumber : www.ganaislamika.com, 2018)
yaitu “alam takambang jadi guru” atau
Konstruksi masjid Raya Sumatera Barat
alam berkembang menjadi guru. Salah
dirancang menyikapi keadaan geografis
satu motif hias tradisional Minangkabau
Sumatera Barat yang beberapa kali
pada Masjid Raya Sumatera Barat
dilanda dengan bencana alam, salah
adalah sirih gadang. Yang dimaksud sirih
satunya guncangan gempa yang
di sini adalah tumbuhan sirih (piper betle)
berkekuatan besar (Ratnasari & Novianti,
dan sirih sangat lekat dalam kehidupan
2018). Masjid ini dirancang khusus untuk
sehari-hari masyarakat Minangkabau.
tahan terhadap gempa bumi yang
Motif sirih gadang ini biasanya
berkekuatan hingga 10 magnitudo atau
dikombinasikan dengan motif-motif lain
10 SR (Skala Ritcher). Sehingga, selain
yang umum pada rumah Gadang. Motif
digunakan sebagai sarana ibadah,
sirih gadang menyiratkan makna akan
masjid ini juga dapat digunakan sebagai
kegembiraan dan persatuan antar
shelter atau lokasi evakuasi bila suatu
seluruh masyarakat Minangkabau, dan
waktu terjadi bencana alam, khususnya
motif sirih gadang ini biasanya terletak
bencana gempa bumi dan tsunami,
pada bagian yang terbuka dan mudah
karena pulau Sumatera merupakan
dilihat oleh siapa saja, hal tersebut
pulau yang berada pada pertemuan dua
menunjukkan bahwa masyarakat
lempeng raksasa dunia. Konstruksi
Minangkabau adalah masyarakat yang
rangka atap pada masjid menggunakan
terbuka kepada siapa saja serta lambang
pipa baja. Gaya vertikal beban atap
dari keramahtamahan (Christyawati,
didistribusikan oleh empat kolom beton
2011).
miring setinggi 47 meter dan dua balok
Mihrab pada bagian interior masjid Raya beton lengkung yang mempertemukan
Sumatera Barat menggambarkan bentuk kolom beton miring secara diagonal.
dari Hajar Aswad dan dihiasi oleh ukiran Setiap kolom miring ditancapkan ke
Asma’ul Husna. Pada bagian dinding dalam tanah dengan kedalaman 21
7
meter, memiliki pondasi tiang bor menciptakan interior prisma sama kaki
sebanyak 24 titik dengan diameter 80 merupakan interpretasi adaptasi simbolik
centimeter. Pekerjaan kolom miring dari budaya lokal ke dalam arsitektur
melewati 13 tahap pengecoran selama masjid kontemporer. Bentuk segitiga
108 hari dengan memperhatikan titik sama kaki juga merupakan simbol dari
koordinat yang tepat. kesadaran manusia dan simbol dari
suatu prinsip keseimbangan (Imam,
b. Masjid Jami’e Darussalam Tanah 2018). Prinsip keseimbangan manusia
Abang yaitu apa yang dilakukan semata-mata
Masjid Jami’e Darussalam terletak di tidak hanya untuk urusan duniawi, tetapi
Jalan Kotabumi Ujung, Kebon Melati, juga untuk kehidupan lain setelah
Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang kematian nanti dan semua yang
berada di tengah area permukiman yang dilakukan manusia atas dasar kesadaran
padat penduduk serta ramai dilalui untuk berbuat kebaikan, seperti yang
kendaraan bermotor. Masjid dua lantai ini diperintahkan dalam ajaran agama
dapat menampung hingga 1500 jama’ah. Islam.
Lantai dasar digunakan sebagai ruang
manajemen dan ruang komersial, dan
pada lantai 2 digunakan sebagai ruang
utama masjid (ruang ibadah). Masjid
yang berdiri di atas tanah wakaf ini
merupakan hasil rancangan dari arsitek
Ridwan Kamil bersama tim Urbane
Indonesia (biro arsitektur di Bandung)
(Pryanka, 2016).

Gambar 6: Interior (mihrab dan ruang sholat)


masjid Jami’e Darussalam
(Sumber : www.harnas.co, 2016)

Gambar 5 : Masjid Jami’e Darussalam


(Sumber : www.urbane.co.id, 2019)

Masjid tanpa kubah ini juga dikenal


dengan masjid segitiga karena atapnya
berbentuk geometri segitiga sama sisi
yang menonjol dan menjadi ciri khas dari Gambar 7 : Kaligrafi kalimat tauhid pada
masjid Jami’e Darussalam. Nuansa interior masjid Jami’e Darussalam
modern terasa dari penggunaan material (Sumber : www.plongsite.wordpress.com,
kaca (80% menggunakan kaca riben 2016)
sebagai bahan penutup atap) dan
konstruksi baja berbingkai-A serta motif- Arsitektur bergaya modern pada masjid
motif geometris dan motif kaligrafi gaya Jami’e Darussalam mengadopsi dari dua
kufik yang memenuhi dinding dan langit- bentukan geometri, yakni kubus dan
langit pada masjid. Konstruksi segitiga sama sisi. Tipologi bentukan
berbingkai-A pada bangunan masjid segitiga pada masjid ini mengadopsi dari
Jami’e Darussalam yang kemudian bentukan atap rumah tinggal yang ada di
Indonesia yang kebanyakan berbentuk
8
segitiga. Menurut sang arsitek, bentukan berbentuk limasan yang memiliki arah
kubah identik dengan Timur Tengah orientasi ke atas (langit). Gunung
yang dapat menampung hawa panas berperan penting dalam perjalanan
disekitar bangunan. Sedangkan atap sejarah Sunda, bahwa gunung dianggap
rumah di Jakarta kebanyakan sebagai jembatan dunia atas dan dunia
menggunakan bentukan segitiga yang bawah. Maksudnya adalah perbatasan
dapat beradaptasi di kawasan beriklim antara hunian manusia dan wilayah
tropis, sedangkan atap berkubah kurang asing atau tempat kehidupan manusia
cocok dalam beradaptasi di kawasan berakhir dan kehidupan lain dimulai.
beriklim tropis. Bentuk segitiga dapat Bentuk segi empat bujur sangkar
diterima sebagai bentuk dalam arsitektur terdapat dalam ungkapan “Hirup Kudu
masjid, karena makna bentuk segitiga Masagi” yang arinya hidup harus serba
dalam budaya Sunda memiliki hubungan bisa. Kata masagi berasal dari kata
dengan makna simbolis pada arsitektur pasagi (persegi) yang artinya
masjid vernakular di Indonesia menyerupai (bentuk) persegi. Ciri khas
(Kurniawan, 2018). Bentuk segitiga yang bujur sangkar adalah keempat sisinya
umumnya dapat diketahui pada atap berukuran sama. Kesamaan ukuran
rumah Sunda. Dalam konsep kosmologi empat sisi tersebut diibaratkan sebagai
pada imah sunda (rumah Sunda) bagian aspek dalam bentuk tindakan atau
segitiga pada atap disebut sebagai perbuatan di dalam kehidupan yang
“Ambu Luhur” yang memiliki makna harus sama dalam kualitas dan
hubungan manusia dengan Gustina atau kuantitasnya. Ungkapan tersebut
hubungan vertikal antara manusia dipahami sebagai perlambang untuk
dengan Tuhannya, contohnya acara hidup serba bisa sehingga tercipta
ritual adat, sesajen, seren taun, dll. kesempurnaan perbuatan atau perilaku
Sedangkan pada bagian badan dalam hidup. Pengertian serba bisa
bangunan dalam rumah Sunda disebut memiliki arti pada dua aspek kehidupan
sebagai “Ambu Tengah” yang memiliki manusia, yaitu kehidupan duniawi
makna kehirupan atau kehidupan, (bekerja, hubungan manusia dengan
contohnya makan, minum, berkeluarga, manusia, hubungan manusia dengan
dll. Pada bagian bawah atau kaki alam) serta kehidupan di akhirat nanti
bangunan (pondasi) dalam rumah Sunda (hubungan manusia dengan Tuhannya).
disebut sebagai “Ambu Handap” yang Bentuk segi empat bujur sangkar secara
memiliki makna kebinasaan atau absolut tidak terdapat di alam, dengan
kematian (Gravatar, 2016). kata lain bentuk ini merupakan imajinasi
ciotaan manusia hasil abstraksi dari rupa
yang ada di alam. Dari pembahasan
mengenai makna masing-masing bentuk
dasar (geometri) dalam khasanah
estetika dalam budaya Sunda yang
digunakan sebagai lambing yang
memiliki makna sama yaitu
kesempurnaan dan saling melengkapi
Gambar 8 : Bentuk segitiga pada atap satu sama lain. Bentuk yang berbeda
rumah tradisional Betawi menunjukkan pada kesempurnaan suatu
(Sumber : www.maknawi.net, 2018) wilayah yang berbeda (Selaras, 2011).
Selain itu bentuk geometri menurut orang
Sunda merupakan suatu simbol. Bentuk
segitiga terdapat dalam ungkapan “Bale
Nyungcun” dan “Buana Nyungcung”
yang merupakan sebutan lain untuk
tempat atau bangunan suci, yang dalam
islam adalah masjid. Model atap masjid
jaman dahulu yang mengacu pada alam
menggunakan “model gunungan” atau
Gambar 9 : Bentuk segitiga pada atap
“meru” bertumpuk tiga dengan puncak masjid Jami’e Darussalam
9
(Sumber : www.idntimes.com, 2018)

Awalnya, keberadaan masjid segitiga ini


sempat ditolak oleh warga sekitar,
karena desain masjid yang berbentuk
segitiga dinilai lebih menyerupai
bangunan gereja dibandingkan dengan
bangunan masjid (Amanaturrosyidah, et
al., 2018). Kaligrafi kalimat tauhid yang
menghiasi dinding, jendela dan langit-
langit pada ruang utama masjid, serta Gambar 10 : Gunung Merapi
minaret yang pada puncaknya terdapat (Sumber : www.ganaislamika.com, 2019)
kaligrafi berlafadz Allah, membuat warga
Pada awalnya sang arsitek mengusung
yang awalnya menolak akhirnya
konsep modern pada desain awal masjid
menerima keberadaan bangunan
Merapi, namun karena pihak
tersebut sebagai sebuah masjid
penyandang dana menghendaki adanya
(Wahyudi, 2018). Pendekatan estetika
konsep tradisional pada desain masjid,
pada bentuk segitiga pada masjid ini
maka rancangan pada desain masjid
tidak diturunkan dari bentuk gereja,
Merapi menggunakan penggabungan
melainkan sebagai kontruksi berbingkai-
antara konsep modern dan tradisional.
A yang biasa ditemukan dalam arsitektur
Artikulasi konsep tradisional pada Masjid
vernakular dan gaya atap rumah yang
Merapi adalah dengan mewujudkan
umum di wilayah tropis.
penggunaan atap susun tradisional Jawa
c. Masjid Kopeng Merapi sebagai pengganti atap modern, dan
selain itu, masjid ini menunjukkan visual
Masjid Baiturrahman terletak di Dusun
bangunan dalam mengartikulasikan
Kopeng, Merapi, Sleman, Yogyakarta
konsep modernnya. Bentukan segitiga
yang sering dikenal dengan masjid
pada atap masjid, merupakan simbolik
Kopeng Merapi atau masjid Merapi.
dari perwujudan bentuk dasar gunung,
Masjid Merapi merupakan hasil
yaitu segitiga. Gunung memainkan peran
rancangan dari arsitek Ridwan Kamil
penting dalam sejarah etnis di Indonesia,
bersama tim Urbane Indonesia (biro
karena berbagai situs megalitik dan
arsitektur di Bandung) dan sebagai salah
makam suci yang banyak ditemukan di
satu proyek CSR (Corporate Social
daerah pegunungan, dan pegunungan
Responsibility) Baitul Maal Muamalat.
juga merupakan batas wilayah antara
Arsitektur masjid empat lantai ini bersifat
suatu permukiman (Pitoko, 2019).
fungsional, memiliki luas bangunan
Gunung juga merupakan simbolik
sekitar 250 m 2 dan selesai dibangun
sebagai tempat suci yang memiliki peran
pada bulan Oktober 2011. Selain
penting dalam kehidupan manusia dan
digunakan sebagai sarana beribadah,
memiliki makna sebagai ruang antara.
masjid Merapi juga dimanfaatkan
Ruang antara yang dimaksud adalah
sebagai sarana pendidikan Islam untuk
ruang antara dunia dan langit atau ruang
anak-anak yang berada di daerah
antara kehidupan nyata di dunia dan
setempat. Sejarah pembangunan masjid
kehidupan lain setelah kematian (dunia
ini dimulai setelah gunung Merapi di
Tuhan yang diyakini berada di langit
Jawa Tengah mengalami erupsi pada 27
sebagai surga) (Jamaludin & Salura,
Oktober 2010. Erupsi tersebut tidak
2018). Surga diyakini sebagai tempat
hanya meluluh-lantahkan hunian dan
Yang Maha Kuasa, itulah sebabnya
perkebunan, melainkan juga
ketika berdoa orang-orang mengangkat
menghancurkan beberapa fasilitas
tangan dengan jari terbuka dan
masjid di kawasan tersebut. Setelah
menghadap ke atas. Implementasi
keadaan mulai kondusif, Corporate
filosofi bentuk dasar segitiga pada
Social Responsibility (CSR) Baitul Maal
gunung memiliki persamaan dengan
Muamalat bekerja sama dengan Urbane
fungsi utama masjid yaitu sebagai
Indonesia dalam membangun masjid
tempat penghubung (berkomunikasi,
tersebut.
berdoa) antara Tuhan dengan
makhluknya (manusia).
10
Gambar 11 : Masjid Baiturrahman atau
masjid Merapi
(Sumber : www.urbane.co.id, 2019)
Gambar 12 : Interior masjid Merapi
Lokasi masjid yang berada di kaki (Sumber : www.media.rooang.com, 2019)
Gunung Merapi, membuat temperatur Gunung Merapi merupakan gunung yang
rata-rata di dalamnya sekitar 16 OC - 17 paling aktif meletus sehingga memakan
O
C sehingga terasa dingin. Oleh sebab banyak korban jiwa dan diselimuti oleh
itu desain arsitektur pada masjid ini misteri atau mitos. Letusan gunung
dirancang untuk dapat menjaga Merapi yang terus membahayakan
temperatur di dalam ruangan agar tidak kehidupan ternyata juga memberikan
bertambah dingin. Memberikan banyak manfaat yang besar sebagai sumber
bukaan agar mendapatkan pencahayaan penhidupan yang berkelanjutan,
alami dan ditutup dengan kaca yang tidak khususnya bagi masyarakat di sekitar
terlalu menyerap panas matahari agar lereng gunung Merapi (Sumadi, 2004).
dapat menghangatkan temperatur di Material dominan pada masjid Merapi
dalam ruangan. Selain sisi geometris, adalah batako abu vulkanik yang
aspek penting dalam arsitektur Islam kemudian dikonvensi menjadi batako
adalah cahaya dan warna. Cahaya yang merupakan material batu lokal di
dalam karya arsitektur Islam sangat daerah tersebut. Abu vulkanik yang
penting terutama jika dikaitkan dengan semula hasil muntahan erupsi yang telah
ayat-ayat al-Quran yang berbicara menghancurkan beberapa kawasan di
tentang cahaya (nur), selain itu cahaya daerah tersebut, ternyata dapat diubah
merupakan aspek penting sebagai menjadi bahan bangunan yang kuat dan
bentuk penerang dalam aktivitas sehari- unik. Melalui karya ini, sang arsitek
hari, sekaligus berperan penting dalam Ridwan Kamil berpesan bahwa dengan
jiwa manusia yang melihat Tuhan imajinasi suatu musibah bisa berubah
sebagai sumber cahaya, seperti yang menjadi berkah dan maka dari itu
telah digambarkan dalam al-Quran dan janganlah pernah berhenti berimajinasi
tertuang dalam pemikiran para filosof dengan sesuatu yang ada. Susunan batu
bahwa “Allah adalah cahaya langit dan batako tersebut memberikan bukaan-
bumi”. Cahaya menjadi simbol kesatuan bukaan kecil pada dinding dan atap
dan aspek absolut Ilahi, seperti yang masjid yang menyebabkan permainan
tertera dalam al-Quran bahwa dengan cahaya dan bayangan di dalam interior
cahaya maka semua hal yang tak tampak masjid. Bukaan masjid dibuat
akan menjadi tampak, dan dengan menggunakan susunan bata yang
cahaya Allah maka segala sesuatu membentuk kaligrafi berlafadz Allah.
menjadi tampak nyata dan bermakna Struktur bangunan masjid Merapi
(Imam, 2018). Seperti pentingnya diperkuat dengan menggunakan
pencahayaan pada masjid khususnya kerangka beton untuk mengantisipasi
dalam memanfaatkan cahaya matahari terjadinya goncangan, sebab masjid ini
sebagai sumber pencahayaan alami. berdiri di atas daerah rawan bencana,
tepat di lereng Gunung Merapi
(Kurniawan, 2019).

11
DAFTAR PUSTAKA

Amanaturrosyidah, O., Panjaitan, R., &


Romadoni, A. (2018). kumparan.
Retrieved May 1, 2019, from
https://kumparan.com/@kumparannew
(a) (b) s/masjid-segitiga-tanah-abang-karya-
Gambar 13 : Material batu vulkanik pada emil-yang-pernah-ditolak-warga
eksterior (a) dan interior (b) masjid Merapi Barliana, M. S. (2008). PERKEMBANGAN
(Sumber : www.urbane.co.id, 2019) ARSITEKTUR MASJID: SUATU
TRANSFORMASI BENTUK DAN
4. Kesimpulan RUANG. Jurnal Pendidikan Sejarah,
Konsep regionalisme pada masjid Raya IX(2), 45-60.
Sumatera Barat dapat diketahui dari filosofi Christyawati, E. (2011). MAKNA MOTIF HIAS
tipologi bentukan bangunan yang berasal SIRIH GADANG PADA UKIRAN
dari penggabungan unsur tradisi adat BANGUNAN TRADISIONAL
budaya Minangkabau dan filosofi dari unsur MINANGKABAU. Balai Arkeologi
sejarah Islam. Tipologi bentukan segitiga medan, XIV(2), 227-239.
yang mengadopsi dari bentukan atap rumah Dharma, A. (n.d.). APLIKASI DESAIN
tinggal yang ada di Indonesia yang mampu REGIONALISME DALAM DESAIN
beradaptasi di wilayah beriklim tropis ARSIEKTUR. 1-5.
menjadi penerapan konsep regionalisme Farel, R. R., Suroto, W., & Hardiana, A. (2017).
pada masjid Jami’e Darussalam Tanah APLIKASI ARSITEKTUR
Abang. Serta penggunaan material lokal REGIONALISME PADA
dan bentuk atap yang berasal dari tipologi PERANCANGAN HOTEL RESORT DI
bentuk gunung menjadi dasar penerapan KAWASAN WISATA MANDEH,
konsep regionalisme pada masjid Kopeng SUMATERA BARAT. Arsitektura,
Merapi. XV(2), 439-446.
Fiandi, C. O. (2017). Keajaiban Arsitektur
Konsep regionalisme dari ketiga masjid Rumah Gadang. In A. Purba (Ed.),
tersebut dapat diketahui dari filosofi tipologi Keajaiban Arsitektur Rumah Gadang
bentukan bangunan, material yang (pp. 1-62). Jakarta: Badan
digunakan, serta penerapan nilai-nilai Pengembangan dan Pembinaan
keislaman seperti kebutuhan fungsi ruang Bahasa.
yang dapat digunakan selain ruang ibadah
Gana Islamika. (2018). Retrieved May 1, 2019,
dan motif-motif yang terdapat pada masjid. from https://ganaislamika.com/masjid-
Penggunaan atap tanpa kubah sebagai raya-sumatera-barat/
tanda bahwa bangunan tersebut dapat
beradaptasi di wilayah beriklim tropis, Gravatar. (2016). Diary Arsitek. Retrieved June
4, 2019, from
filosofi tipologi bentukan bangunan yang
https://dearchitectblog.wordpress.com/
berasal dari penggabungan unsur modern 2016/12/21/arsitektur-sunda/
dan budaya setempat (regional), serta
unsur-unsur keislaman yang terkandung di Handoko, W. (2013). KARAKTERISTIK
dalamnya dapat mengembalikan identitas ARSITEKTUR MASJID KUNO DAN
PERKEMBANGAN ISLAM DI MALUKU.
dan ciri khas dari arsitektur nusantara dalam
Jurnal Penelitian dan Pengembangan
perancangan arsitektur masjid di Indonesia. Arkeologi, XXXI(1), 39-52.
Kajian ini masih sebatas dilakukan dengan Hidayatun, M. I., Prijotomo, J., & Rachmawati,
menganalisis data dan informasi dari M. (2013). NILAI-NILAI
berbagai media tentang pemahaman KESETEMPATAN DAN
penerapan konsep regionalisme dalam KESEMESTAAN DALAM
arsitektur masjid di Indonesia. Perlunya REGIONALISME ARSITEKTUR DI
konsep regionalisme diterapkan dalam INDONESIA. 208=214.
suatu perancangan agar ciri khas dalam Hidayatun, M. I., Prijotomo, J., & Rachmawati,
suatu budaya setempat dapat telestarikan M. (2014). ARSITEKTUR NUSANTARA
dalam suatu rancangan bangunan, serta SEBAGAI DASAR PEMBENTUK
memperkaya keberagaman dalam REGIONALISME ARSITEKTUR
berarsitektur.
12
INDONESIA. Seminar Rumah Ramadhani, A. N., & Faqih, M. (2016).
Tradisional, 1-9. Pendekatan Vernakular Kontemporer
dalam Desain Pasar WIsata Apung
Imam, K. (2018). Gana Islamika. Retrieved June
Surabaya di Area Mangrove Wonorejo.
7, 2019, from
Jurnal Sains dan Seni ITS, V(2), G.71-
https://ganaislamika.com/simbolisme-
G.74.
dalam-arsitektur-islam-3/
Ratnasari, B. C., & Novianti, A. (2018).
Iskandar, M. B. (2004). TRADISIONALITAS
kumparan. Retrieved May 1, 2019, from
DAN MODERNITAS TIPOLOGI
https://kumparan.com/@kumparantrave
ARSITEKTUR MASJID. DIMENSI
l/masjid-raya-sumatera-barat-masjid-
TEKNIK ARSITEKTUR, XXXII(2), 110-
cantik-yang-dirancang-tahan-gempa-
118.
1539562258347250808
Jamaludin, J., & Salura, P. (2018).
Rohmawati, A. S., Roychansyah, M. S., &
Understanding the Meaning of
Hatmoko, A. U. (n.d.). IDENTIFIKASI
Triangular Shape in Mosque.
PENDEKATAN REGIONALISME
International Journal of Engineering &
DALAM ARSITEKTUR HOTEL
Technology, VII(4), 458-462.
KONTEMPORER DI YOGYAKARTA.
Kurniawan, M. D. (2018). Gana Islamika. Seminar Naasional Kearifan Lokal
Retrieved May 1, 2019, from dalam Keberagaman untuk
https://ganaislamika.com/muhammad- Pembangunan Indonesia", 43-50.
ridwan-kamil-3-masjid-jamie-
Selaras. (2011). Selaras. Retrieved June 5,
darussalam/
2019, from http://selaras-
Kurniawan, M. D. (2019, Msy 3). Gana Islamika. sakti.blogspot.com/2011/12/penyembeli
Retrieved from han-sapi-dengan-di-awali_09.html
https://ganaislamika.com/muhammad-
Senasaputro, B. B. (2017). KAJIAN
ridwan-kamil-1-masjid-merapi/
ARSITEKTUR REGIONALISME;
Martokusumo, W. (n.d.). Arsitketur Kontemporer SEBAGAI WACANA MENUJU
Indonesia, Perjalanan Menuju ARSITEKTUR TANGGAP
Pencerahan 1. 1-8. LINGKUNGAN BERKELANJUTAN.
X(2), 73-84.
Mohamad, F., & Setijanti, P. (2018). Arsitektur
Regionalisme: Jelajah Nusantara Soedigdo, D. (2010). ARSITEKTUR
Melalui Desain Bandar Udara. Jurnal REGIONALISME (TRADISIONAL
Sains dan Seni ITS, VII(2), G284-G289. MODERN). V(1), 26-32.
Pitoko, R. A. (2019, May 3). Kompas. Retrieved Sumadi. (2004). GUNUNG MERAPI DALAM
from BUDAYA JAWA. Seni Rupa STSI
https://properti.kompas.com/read/2016/ Surakarta, I(2), 43-56.
06/13/150000021/tak.berkubah.masjid.
Wahyudi, S. (2018). IDN TIMES. Retrieved May
kopeng.merapi.ini.tetap.indah
1, 2019, from
Prasetyo, Y. H., & Astuti, S. (2017). EKSPRESI https://www.idntimes.com/news/indone
BENTUK KLIMATIK TROPIS sia/teatrika/menengok-masjid-karya-
ARSITEKTUR TRADISIONAL ridwan-kamil-di-tengah-kota-jakarta/full
NUSANTARA DALAM
Wihardyanto, S. D. (n.d.). PERKEMBANGAN
REGIONALISME. Jurnal Permukiman,
KONSEP REGIONALISME KRITIS
XII(2), 80-93.
KENNETH FRAMPTON (1985-2005).
Pryanka, A. (2016). Harian Nasional. Retrieved II(1), 23-36.
May 1, 2019, from
Wikipedia. (n.d.). Retrieved May 1, 2019, from
http://www.harnas.co/2016/06/29/masji
https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Ray
d-segitiga-buah-karya-ridwan-kamil
a_Sumatra_Barat
Rahmatika, A., & Susetarto, M. B. (2018). ISU-
Wikipedia. (2017). Retrieved May 29, 2019, from
ISI PENTING ARSITEKTUR
https://id.wikipedia.org/wiki/Etnografi
REGIONALISME PADA BANGUNAN
SINGKAWANG CULTURAL CENTER.
Seminar Nasional Cendekiawan(4),
129-131.

13

You might also like