Professional Documents
Culture Documents
Nusantara
Ahmad Ubaidillah Alfarochi1
Program Studi Arsitektur, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, Indonesia
1
Email : ubedodol@gmail.com
Abstract: Along with the changes and the development of the times, especially in the field of technology
have an impact on the development of architecture in Indonesia. The potential possessed by each
region is less reflected in architecture in Indonesia due to the large number of universal architectural
works. One of the forms of mosque building typology currently adopts many domes as roofs, a
minimalist form, and overrides potential values and philosophical meanings causing a loss of diversity
which is the identity and characteristic of archipelago architecture. In this paper, the qualitative
descriptive method is carried out by analyzing library research or gathering various information from
various media in explaining and describing the concept of regionalism in the design of archipelago
mosque architecture. In this paper, 3 (three) buildings are appointed as case studies that are selected
based on consideration of equality of context and represent the principles of regionalism in different
regions. This paper will discuss the concept of regionalism which is reflected in the form of architectural
design of mosques in the archipelago by looking at various physical and philosophical aspects. The
concept of regionalism in mosque architecture can be recognized by the incorporation of modern
elements, traditional elements and the application of Islamic values in its design. Case studies based
on literacy studies examined in this paper are the Raya Sumatera Barat mosque or commonly called
the Mahligai Minang mosque by architect Rizal Muslimin, Jami'e Darussalam Tanah Abang mosque
and Kopeng Merapi mosque by architect Ridwan Kamil. The findings are that the concept of regionalism
from the three mosques can be seen from the philosophy of building typology, the material used, and
the application of Islamic values contained in it.
Key Words : Regionalism Concept, Design, Archipelago Mosque Architecture
Abstrak: Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman khususnya dalam bidang teknologi
berdampak dalam perkembangan arsitektur di Indonesia. Potensi yang dimiliki setiap daerah kurang
tercermin dalam arsitektur di Indonesia akibat banyaknya karya-karya arsitektur yang bersifat universal.
Salah satunya bentuk tipologi bangunan masjid yang ada saat ini banyak menadopsi kubah sebagai
atap, bentuk yang minimalis, serta mengesampingkan potensi nilai dan makna filosofis menyebabkan
hilangnya keberagaman yang merupakan identitas dan ciri khas dari arsitektur nusantara. Dalam paper
ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang dilakukan dengan menganalisa penelitian
kepustakaan atau mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai media dalam menjelaskan dan
memaparkan konsep regionalisme pada perancangan arsitektur masjid nusantara. Dalam paper ini
mengangkat 3 (tiga) bangunan sebagai studi kasus yang dipilih berdasarkan pertimbangan persamaan
konteks dan mewakili prinsip-prinsip regionalisme di daerah yang berbeda. Paper ini akan membahas
tentang konsep regionalisme yang tercermin dalam bentuk perancangan arsitektur masjid yang ada di
nusantara dengan melihat dari berbagai aspek fisik maupun filosofis. Konsep regionalisme dalam
arsitektur masjid dapat dikenali dari penggabungan unsur modern, unsur tradisional dan penerapan
nilai-nilai keislaman dalam rancangannya. Studi kasus berdasarkan studi literasi yang dikaji dalam
paper ini yaitu Masjid Raya Sumatera Barat atau biasa disebut Masjid Mahligai Minang karya arsitek
Rizal Muslimin, Masjid Jami’e Darussalam Tanah Abang dan masjid Kopeng Merapi karya arsitek
Ridwan Kamil. Hasil temuannya adalah bahwa konsep regionalisme dari ketiga masjid tersebut dapat
diketahui dari filosofi tipologi bentukan bangunan, material yang digunakan, serta penerapan nilai-nilai
keislaman yang terkandung di dalamnya.
Kata Kunci : Konsep Regionalisme, Perancangan, Arsitektur Masjid Nusantara
1
1. Pendahuluan dan teknologi bagi kesejahteraan manusia,
serta tidak lagi dapat memberikan
Seiring dengan perubahan dan
sumbangan positif bagi lingkungannya,
perkembangan zaman khususnya dalam
bahkan cenderung mengeksploitasi alam.
bidang teknologi menjadikan kebutuhan
manusia menjadi semakin kompleks. Bentuk atap rumah tradisional memiliki
Kondisi tersebut juga berdampak pada peran yang dominan dalam beradaptasi
perkembangan dalam berasitektur, dapat dengan iklim (baik yang terletak di dataran
dilihat dari kurang tercerminnya hal yang tinggi maupun di dataran rendah), dengan
khusus dalam konteks berarsitektur akibat membentuk kemiringan yang curam dan
gejala berkembangnya karya-karya melandai pada sisi-sisi bangunan
arsitektur yang bersifat universal. Salah (membentuk volume ruang dalam
satunya arsitektur bangunan masjid, yang bangunan sekaligus mengalirkan air hujan).
merupakan bangunan umat muslim sebagai Dinding pada rumah tradisional
sarana ibadah serta sarana penunjang memberikan ekspresi “bernafas”, yaitu tidak
kegiatan keagamaan yang sudah tersebar tertutup rapat atau bercelah sehingga
di berbagai wilayah. Bangunan masjid saat memungkinkan aliran udara dan cahaya
ini pada umumnya banyak mengadopsi alami dapat masuk ke dalam ruangan.
bentukan kubah sebagai penutup atap yang Adaptasi iklim pada dinding rumah
bukan ciri khas dari arsitektur nusantara. tradisional dibentuk melalui komposisi
Mengesampingkan potensi nilai dan makna proporsi, irama serta ornamentasi. Dan
filosofis dalam tipologi bentuk arsitektur karakteristik material organik (material lokal)
masjid di Indonesia dengan bentuk yang memberikan ekspresi klimatik yang kuat
minimalis dan universal, menyebabkan karena memiliki tekstur dan warna yang
hilangnya keberagaman yang merupakan natural (Prasetyo & Astuti, 2017).
identitas dan ciri khas dari arsitektur
nusantara. Keinginan dalam mengangkat kembali
lokalitas yang ada mengalami banyak
Menurut Kenneth Frampton, seorang hambatan dari faktor sosial budaya yang
professor sejarah dan kritik arsitektur semakin universal, sensibilitas estetika dan
berkewarganegaraan Inggris, berpendapat selera visual masyarakat, serta ekonomi
bahwa arsitektur modern telah menjelma pasar bebas dan suasana politik yang
menjadi paham tunggal arsitektur tengah berkembang. Namun usaha
internasional akibat dari penggunaan memunculkan kembali identitas lokal
teknologi modern dalam berarsitektur yang maupun regional mulai banyak dilakukan,
berlebihan, hal tersebut dapat diketahui dari dengan menunjukkan jati diri dan unsur-
bentuk bangunan-bangunan serupa yang unsur bersifat khusus yang kemudian
dapat ditemui di berbagai belahan dunia disebut sebagai regionalisme. Arsitektur
sehingga tidak terlihat lagi konteks identitas nusantara dapat menjadi peluang sebagai
lokalnya, serta arsitektur seakan-akan salah satu dasar terbentuknya arsitektur
hanya menjadi sculpture teknologi layaknya regionalisme di Indonesia (Hidayatun, et al.,
permainan lego dan arsitek hanya sebagai 2014), khususnya dalam perancangan
kreator bangunan yang bertugas menyusun arsitektur masjid, serta menggabungkan
bahan-bahan bangunan fabrikasi unsur-unsur keislaman dalam
(Wihardyanto, n.d.). Perkembangan rancangannya.
arsitektur menurut Frampton telah
menyimpang dari prinsip arsitektur modern Arsitektur Regionalisme
yang mengedepankan fungsionalisme
dalam pendekatan desainnya, hilangnya Peran arsitektur dalam proses perwujudan
karakter tersebut dapat memicu hilangnya kembali budaya membangun menjadi suatu
budaya dalam membangun seperti, sistem pertanyaan terbuka tanpa jawaban yang
struktur, material, dan teknologi pasti, apalagi jika dikaitkan dengan
membangun karena arsitektur tidak lagi dinamika transformasi dan perubahan cepat
dianggap sebagai produk budaya kompleks akibat globalisasi dan perkembangan
yang responsif terhadap stimulus teknologi media atau informasi. Salah satu
lingkungan, tidak lagi sejalan dengan dampak dari globalisasi yang tidak dapat
semangat Renaissance yang mencita- dihindari adalah masuknya pemahaman
citakan pengembangan ilmu pengetahuan dan konsep-konsep pembangunan yang
2
belum tentu dengan kondisi sosial, budaya terbentuknya arsitektur regionalisme
masyarakat, dan tidak berakar pada konteks (Hidayatun, et al., 2013).
lokal (Martokusumo, n.d.). Bermula dari
munculnya arsitektur modern yang Dalam pandangan arsitektur di wilayah
berusaha menigggalkan masa lampaunya, tropis, hal penting yang harus dilakukan
meninggalkan ciri serta sifat-sifat adalah menghindari hegemoni dari
regionalnya, menimbulkan lahirnya aliran- pengaruh globalisasi serta menjaga
aliran yang berusaha mempertautkan kekayaan tradisi lokal (regional). Selain itu,
antara yang lama dan yang baru akibat tradisi dan budaya diinterpretasikan kembali
adanya krisis identitas pada arsitektur, dengan menggunakan idiom kontemporer,
aliran-aliran tersebut antara lain adalah dimana arsitektur tradisional tidak dibuang
tradisionalisme, regionalisme, dan post- begitu saja, tapi ditransformasikan melalui
modernisme (Dharma, n.d.). penyegaran kembali ke dalam desain yang
lebih menarik (Ramadhani & Faqih, 2016).
Arsitektur regionalisme merupakan salah
satu konsep arsitektur yang berdasar pada Regionalisme dalam arsitektur merupakan
kekayaan, potensi dan pengetahuan suatu gerakan dalam arsitektur yang timbul
tentang arsitektur setempat / regional yang sebagai reaksi terhadap tidak adanya
dapat menjawab tantangan masa kini, dan kesinambungan antara yang lama dan yang
menekankan pada pengungkapan baru dalam arsitektur masa kini yang
karakteristik suatu daerah atau tempat menghadirkan bentuk yang universal
dalam arsitektur terkini / kontemporer dengan memberikan kesatuan (unity)
(Hidayatun, et al., 2014). Dalam KBBI arti antara pola budaya dan teknologi modern
identitas /iden·ti·tas/ /idéntitas/ n ciri-ciri dengan akar, tata nilai dan nuansa tradisi
atau keadaan khusus seseorang; jati diri. yang masih dianut oleh masyarakat
Sedangkan arti regionalisme sendiri bukan setempat. Regionalisme dalam arsitektur
suatu wujud paham dari sikap kedaerahan sendiri dapat digolongkan sebagai meta-
namun muncul sebagai akibat dari koreksi teori, dengan definisi dan aplikasi yang
terhadap maraknya penyeragaman di terbatas pada lingkup lokal dan praktek
seluruh dunia sehingga kita tidak lagi yang seingkali menimbulkan polemik
mengenal lagi mana budaya kita dan mana karena teorisasinya masih bersifat
budaya tetangga kita (Mohamad & Setijanti, perspektif (Rohmawati, et al., n.d.). Salah
2018). satu perdebatan yang timbul mengenai
regionalisme dalam arsitektur di antaranya
Menyikapi terhadap perkembangan budaya, terkait tentang fokus dari karakteristik lokal
iklim, material dan teknologi, aspek-aspek yang semestinya diwujudkan dalam
filosofi, serta perpaduan antara yang lama berarsitektur, baik melalui pembentukan
dan yang baru maupun yang tradisional dan asosiasi terhadap nilai-nilai budaya dan
yang modern dalam suatu daerah tertentu historis setempat dalam teori regionalisme
(regional) merupakan faktor penting dalam modern, maupun fokus pada permasalahan
arsitektur regionalisme, sehingga kontemporer yang terlepas dari aspek
menghasilkan suatu karya arsitektural yang nostalgia dalam teori regionalisme kritis.
lestari dan harmoni antara unsur arsitektur
tradisional maupun arsitektur modern Ciri-ciri umum arsitektur regionalisme
(Rahmatika & Susetarto, 2018). Arsitektur (Soedigdo, 2010) adalah sebagai berikut :
tradisional memiliki ruang lingkup regional 1. Regionalisme bukan sebuah gaya,
sedangkan arsitektur modern memiliki melainkan sebuah aliran pemikiran
ruang lingkup yang universal, sehingga tentang arsitektur.
yang menjadi ciri utama regionalisme 2. Tanggap dalam mengatasi pada kondisi
adalah menyatunya antara arsitektur iklim setempat.
tradisional dan arsitektur modern 3. Mengacu pada tradisi, warisan sejarah
(Senasaputro, 2017). Konteks arsitektur serta makna ruang dan tempat ke dalam
berkelanjutan yang merupakan salah satu bentuk yang lebih kreatif (menekankan
fokus dari perkembangan arsitektur abad pada aspek estetika).
XXI dalam memperhatikan potensi 4. Bernuansa tradisional, namun
lingkungan dan memperlihatkan identitas rancangannya bagian dari teknologi
lokal sebagai salah satu keharusan dalam terkini.
3
5. Sesuai untuk segala zaman (arsitektur di antaranya faktor lingkungan, faktor
berkelanjutan). budaya, dan faktor teknologi. Faktor
lingkungan mencakup kondisi alamiah yang
Dalam perkembangannya, regionalisme terjadi di setiap daerah, seperti keadaan
arsitektur memposisikan dirinya sebagai geografis, geologis, iklim dan suhu. Dalam
alat kritik yang kreatif terhadap faktor budaya meliputi aspek filosofis,
universalisasi yang terjadi akibat persepsi, norma, sosial serta ekonomi.
globalisasi. Tema yang diangkat untuk Sedangkan faktor teknologi meliputi aspek
mengkritik universalitas adalah kekayaan pengelolaan sumber daya dan keterampilan
lokalitas yang diwujudkan dalam desain teknis membangun.
arsitektur (Wihardyanto, n.d.). Dan adanya
perwujudan kesatuan (unity) antara Di Indonesia, atap masjid tradisional atau
arsitektur masa lampau (AML) dan vernakular pada umumnya disusun oeh
arsitektur masa kini (AMK) secara visual atap berjenjang atau atap berbentuk
dalam bentuk, warna, tekstur, komposisi tumpukan dari beberapa limasan. Bentukan
material, irama maupun proporsi tersebut merupakan bentuk umum pada
(Rahmatika & Susetarto, 2018). atap masjid di sebagian pulau Jawa dan
Sumatera dan menjadi salah satu tipologi
Arsitektur Masjid arsitektur masjid vernakular di Indonesia.
Masjid merupakan simbol yang Masjid Jawa umumnya memiliki dua hingga
menunjukkan ekspansi kultural lima atap bertumpuk. Lima tingkat atap
perkembangan peradaban Islam yang berjenjang memiliki makna yang dapat
tersebar di seluruh dunia, khususnya di diartikan sebagai berikut: level bawah
nusantara. Masjid dapat dianggap sebagai adalah atap terbesar yang mewakili semua
ikon atau ciri utama sebuah situs Kerajaan muslim (islam), tingkat kedua setia
Islam, karena dalam tradisi Islam sejak (mukminin), tingkat ketiga mewakili
masa Nabi Muhammad SAW pendirian dermawan (muhsinin), yang keempat
kerajaan Islam senantiasa didahului dengan mewakili tulus (Muhlisin) dan atap kelima
pembangunan masjid yang dianggap mewakili yang berhati-hati (muttaqin). Dan
sebagai pusat kegiatan dalam segala aspek masjid di pulau Jawa yang paling umum
kehidupan umat (Handoko, 2013). adalah atap piramidal bertumpuk dengan
Keberadaan masjid sangat penting dalam tiga limasan, yang merupakan filosofi dari
kehidupan masyarakat muslim secara luas trilogi risalah islam, yaitu iman, berserah diri
karena masjid merupakan karya arsitektur atau islam, dan perbuatan baik atau ihsan
sebagai suatu hasil proses dan budaya (Jamaludin & Salura, 2018).
yang hidup, tumbuh dan berkembang Masjid merupakan bangunan yang bersifat
secara dinamis seiring dengan tumbuh dan terbuka bagi siapapun yang ingin
berkembangnya masyarakat itu sendiri menggunakannya, namun demikian banyak
(Barliana, 2008). Selain digunakan sebagai masjid yang dapat diidentifikasi
tempat ibadah (sholat), masjid juga berdasarkan basis masyarakat pendukung
digunakan sebagai ruang komunitas dalam yang memiliki orientasi faham keislaman
memakmurkan keberadaan masjid dan tertentu, seperti kalangan Nahdlatul Ulama
melahirkan generasi umat yang religius. (NU) dan Muhammadiyah misalnya. Masjid
Dalam beberapa aspek, arsitektur masjid berbasis masyarakat NU umumnya memiliki
menunjukkan arsitekur asli atau vernakular bentuk dasar denah ‘tradisional Jawa’
yang tumbuh dan berkembang dari lubuk persegi empat (dalam arti fisik maupun
tradisi komunitas masyarakat lokal (etnik), simbolik), gaya atau langgam arsitektur
yang mengakomodasi nilai ekonomi dan masjid mengikuti langgam tradisional
tantanan sosial budaya masyarakat yang seperti bentuk atap tajug atau pemakaian
bersangkutan, serta pembentukan atap kubah berlanggam Timur Tengah
arsitektur masjid lebih banyak dideterminasi berdasarkan persepsi massa umat Islam
oleh faktor-faktor globalisasi penyebaran tentang ciri khas dari arsitektur masjid, serta
Islam, geografi dan iklim setempat, serta bentuk masjid yang tumbuh dan
budaya lokal (Handoko, 2013). Dalam berkembang tanpa skenario dalam
aspek tipologi, bentuk arsitektur masjid penataan bentuk dan fungsi ruang. Dengan
umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor demikian tipologi arsitektur masjid berbasis
masyarakat Islam NU umumnya
4
menampilkan ciri khas dari arsitektur yang digunakan dalam menjelaskan dan
tradisional. Sedangkan masjid berbasis memaparkan narasi tentang arsitektur
masyarakat Muhammadiyah memiliki regionalisme dalam perancangan arsitektur
tipologi arsitektur masjid yang tidak terikat masjid nusantara diperoleh menggunakan
pada satu gaya atau langgam tipikal, tetapi teknik etnografi. Etnografi merupakan teknik
mencari tipologi yang sesuai dengan pengumpulan data dengan analisis
konsep dan program perancangan masjid, kualitatif, proses berpikir mendalam, serta
atau bahkan tidak terikat dengan suatu interpretasi atas fakta berdasarkan konsep
tipologi tertentu karena pendekatan ide dan yang digunakan, mengembangkan konsep
rasionalitas dalam mengolah bentukan, tersebut dengan pemahaman yang dalam
pengolahan bentuk denah, orientasi fungsi serta mengutamakan nilai-nilai yang diteliti
dan efisiensi (bukan simbolik atau mistik), (Anon., 2017). Sumber pengumpulan data
penggunaan material alam atau tradisional diperoleh dari berbagai karya ilmiah yang
yang diolah secara modern baik dari segi telah tersaji dalam berbagai media
teknik maupun estetik. Dengan demikian informasi, serta foto atau ilustrasi yang telah
tipologi arsitektur masjid berbasis terpublikasi dan terdokumentasikan.
masyarakat Islam Muhammadiyah
umumnya menampilkan ciri khas dari Pada paper ini mengkaji penerapan konsep
arsitektur modern. Dapat disimpulkan arsitektur regionalisme melalui
bahwa memang terdapat perbedaan yang pembahasan pada beberapa karya
khas dari tipologi arsitektur masjid berbasis arsitektur di nusantara. Terdapat 3 (tiga)
masyarakat Islam tradisionalis dengan bangunan masjid yang diangkat sebagai
tipologi arsitektur masjid besbasis studi kasus yang dipilih berdasarkan
masyarakat Islam modernis, yang masing- pertimbangan persamaan konteks dan
masing dipengaruhi oleh karakteristik mewakili prinsip-prinsip regionalisme di
orientasi faham keislaman masyarakat daerah yang berbeda.
pendukungnya.
3. Pembahasan
Kecenderungan sikap rasionalis terhadap Indonesia yang memiliki ragam budaya
ketentuan agama dalam kalangan modernis memberikan dampak pada perubahan
maupun sebaliknya (sikap menerima bentuk arsitektural dalam suatu daerah
apapun dalam kalangan tradisionalis) tertentu (regional). Faktor lingkungan,
berimplikasi terhadap cara berfikir dalam budaya, dan teknologi merupakan faktor
mengatasi masalah suatu persoalan dalam yang mempengaruhi bentuk tipologi
kehidupan salah satunya dalam arsitektural bangunan dalam suatu wilayah.
berarsitektur. Seperti yang dikemukakan Perkembangan Islam di nusantara dapat
oleh Rapoport bahwa arsitektur dapat diketahui dari mayoritas masyarakat di
menyediakan tempat bagi kegiatan- Indonesia yang sebagian besar terdiri dari
kegiatan tertentu, mengingatkan tentang kaum muslim serta sarana ibadah berupa
suatu kegiatan apa yang akan dilakukan, masjid yang tersebar di berbagai wilayah.
menyatakan kekuasaan, status, privasi, Bentuk tipologi masjid yang ada di
menyatakan dan mendukung kepercayaan nusantara saat ini masih bersifat universal
kosmologis, menyampaikan informasi, sehingga menyebabkan hilangnya
membantu dalam menetapkan identitas keberagaman yang merupakan identitas
pribadi maupun kelompok, mengkiaskan dan ciri khas dari arsitektur nusantara.
sistem nilai, memisahkan wilayah dan
membedakan antara yang di sini dan di Namun dalam perkembangan arsitektur
sana, pria dan wanita, depan dan belakang, masa kini, usaha memunculkan kembali
pribadi dan umum, yang dapat dan tidak identitas lokal maupun regional yang
dapat didiami, dan sebagainya (Iskandar, bersifat khusus banyak dilakukan,
2004). khususnya dalam perancangan arsitektur
masjid. Masjid Raya Sumatera Barat, Masjid
2. Metode Jami’e Darussalam Tanah Abang dan
Penelitian ini merupakan penelitian Masjid Kopeng Merapi merupakan
kepustakaan dengan menganalisa sumber beberapa di antara masjid nusantara yang
data penelitian yang menggunakan metode menerapkan konsep regionalisme dalam
deskriptif kualitatif, sehingga sumber data rancangannya.
5
a. Masjid Raya Sumatera Barat disampaikan oleh alam. Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu hingga
Sumatera Barat merupakan salah satu
Lampung memiliki gaya arsitektur yang
provinsi di Indonesia yang sedang
berbeda-beda, namun masih memiliki
mengembangkan potensi daerah dalam
keterikatan pada beberapa ciri yang
bidang pariwisata (Farel, et al., 2017),
sama. Salah satu rumah adat yang ada
salah satu objek pariwisata tersebut
di pulau Sumatera yang diadopsi sebagai
adalah Masjid Raya Sumatera Barat.
salah satu ide bentukan pada Masjid
Masjid Raya Sumatera Barat atau
Raya Sumatera Barat adalah rumah
dikenal dengan Masjid Mahligai Minang
Gadang yang berbentuk gonjong atau
merupakan ikon kota Padang serta salah
seperti trapesium terbalik yang
satu masjid terbesar dan termegah yang
melengkung, besar di bagian atas namun
berdiri di Sumatera Barat. Masjid tiga
mengecil di bagian bawah. Dengan
lantai ini dibangun pada tahun 2007 dan
memperkecil bagian bawah dan
selesai pada tahun 2019, terletak
melengkungkan bagian atas seperti
menghadap Jalan Khatib Sulaiman,
kapal, maka berat rumah Gadang akan
Kecamatan Padang Utara, Kota Padang.
diteruskan ke tanah karena mengecilkan
Luas bangunan mencapai 18.000 m 2 dan
bagian bawah secara otomatis akan
dapat menampung sekitar 20.000
memperbesar tekanan ke tanah. Dan
jama’ah yang dibangun di atas area
karena bagian atas yang meruncing
seluas sekitar 40.343 m 2. Arsitektur
maka rumah Gadang akan menahan
Masjid Raya Sumatera Barat merupakan
angin serta membelokkan energi dan
hasil rancangan yang dibuat oleh arsitek
daya dorongnya ke tanah sehingga
Rizal Muslimin, pemenang sayembara
bangunan tidak mudah roboh. Bentuk
desain arsitektur yang diikuti oleh 323
atap yang runcing tidak hanya
arsitek dari berbagai negara (Anon.,
merupakan sebuah estetika belaka,
n.d.). Desain masjid terinspirasi dari tiga
melainkan juga bertujuan untuk
simbol, yaitu sumber mata air, bulan
meringankan beban serta membelokkan
sabit, dan rumah gadang. Tak serupa
aliran air pada saat hujan deras (Fiandi,
masjid pada umumnya, masjid ini
2017).
menampilkan arsitektur modern yang tak
identik dengan kubah. Tipologi bentukan
masjid mengadopsi dari desain rumah
Gadang yang merupakan rumah adat
budaya Minangkabau, bentuk atap
dengan empat sudut lancip serta
bangunan berbentuk gonjong yang
merupakan ciri khas dari rumah Gadang.
11
DAFTAR PUSTAKA
13