You are on page 1of 12

PENATAAN ULANG PENEMPATAN MENARA TELEKOMUNIKASI

BERSAMA MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO


DI WILAYAH SURABAYA
Nur Adi Siswandari1), Okkie Puspitorini1), dan Andri Krisdianto1)
1
Teknik Telekomunikasi, Dep. Teknik Elektro, Politeknik Elektronika
Negeri Surabaya, Jalan Raya ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Tel: (031) 594 7280; Fax: (031) 594 6114, e-mail : nuradi@pens.ac.id
Abstract
Increased cell phone users in Surabaya followed by many additional number of
telecommunications towers to place of BTS (Base Transceiver Station). But the addition of
telecommunication towers are not well ordered, so there is an overlap among a coverage
areas. To anticipate these problems, the minister of Communication and Information has
issued a regulation with number : 02/per/M.KOMINFO/3/2008 which contains about the
guidelines for the construction and use of the coordinated tower. Therefore, in this paper
presented about rearrangement of telecommunication towers in Surabaya based on the use of
the coordinated tower using the Monte Carlo method. Rearrangement is done by selecting a
combination of BTS in order to coverage area as optimally as possible and the number of
existing towers as efficiently as possible. The results showed that the Monte Carlo method
has been successful in increasing the coverage area of 4.89%, 9.41%, 7.99%, 6.11% and
8.29% of the coverage existing in the area of West Surabaya, Center of Surabaya, North
Surabaya, East Surabaya and South Surabaya. Cumulatively, this rearrangement can also
reduce the number of BTS towers existing in Surabaya from 31 become 22, it is proved that
the use of the coordinated tower very effective to reduce the number of telecommunication
towers.
Keywords: BTS, Monte Carlo, Coverage Area, Coordinated Tower
Abstrak
Meningkatnya pengguna layanan telepon seluler di Surabaya diikuti dengan banyaknya
penambahan jumlah menara telekomunikasi untuk penempatan BTS (Base Transceiver
Station). Namun penambahan tersebut tidak tertata dengan baik sehingga cakupan area antar
BTS saling tumpang tindih. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, pemerintah telah
mengeluarkan peraturan melalui menteri KomInfo dengan nomor: 02/per/m.kominfo/3/2008
yang berisi tentang pedoman pembangunan dan penggunaan menara bersama. Oleh karena
itu pada paper ini disajikan tentang perencanaan tata ulang penempatan BTS di Surabaya
dengan berpedoman pada penggunaan menara bersama dengan metode monte Carlo.
Penataan ulang dilakukan dengan memilih kombinasi BTS agar dapat meng-cover daerah
seoptimal mungkin dengan jumlah menara existing seefisien mungkin. Hasil penelitian
menunjukan bahwa metode monte carlo telah berhasil meningkatkan cakupan area 4,89% di
Surabaya Barat, 9,41% di Surabaya Pusat, 7,99% di Surabaya Utara, 6,11% di Surabaya
Timur dan 8,29% di Surabaya Selatan dari coverage existing. Secara kumulatif, penataan
ulang ini juga dapat mengurangi jumlah menara telekomunikasi existing di Surabaya dari 31
menjadi 22 buah, hal ini membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik menara bersama,
dapat mengurangi jumlah menara telekomunikasi secara signifikan.
Kata Kunci: BTS, Monte Carlo, Coverage Area, Menara Bersama

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 107
PENDAHULUAN
Teknologi seluler di Indonesia berkembang begitu pesat, baik dengan jaringan
GSM (Global System for Mobile Communication) maupun CDMA (Code Division
Multiple Access). Tidak hanya teknologinya yang berkembang luar biasa tetapi
contentnya pun menawarkan berbagai fitur yang menggiurkan, sehingga pengguna
semakin dimanjakan dengan layanan seluler tersebut. Dengan kemudahan access dan
aplikasinya, maka tidak mengherankan jika jumlah pengguna telepon seluler bertambah
secara exponensial (Rizky&Agus, 2014). "Setiap hari kita semakin dekat dengan saat
ketika jumlah ponsel yang digunakan sama dengan jumlah populasi di bumi", kata
Brahima Sanou, direktur Biro Pembangunan Telekomunikasi ITU.
Dengan bertambahnya pengguna layanan ini, sudah tentu diikuti oleh
bertambahnya jumlah operator/provider yang ingin mengembangkan usahanya dengan
cara memperbanyak pembangunan BTS (Base Transceiver Station), hal ini tentunya
diikuti dengan penambahan pembangunan tower di seluruh pelosok tanah air. Karena
itulah timbul permasalahan baru yaitu tiap operator menggunakan menaranya sendiri-
sendiri sehingga menyebabkan coverage area tiap BTS saling tumpang tindih dan jumlah
menara yang ada tidak efisien. Untuk menghindari terjadinya hujan menara BTS di
seluruh pelosok tanah air, maka telah dikeluarkan keputusan menteri komunikasi dan
informatika nomor: 02/per/m.kominfo/3/2008 yang berisi mengenai pedoman
pembangunan dan penggunaan menara bersama. Sedangkan khusus Surabaya telah di
buat sebuah peraturan daerah kota Surabaya, Nomor 5 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Menara Telekomunikasi Bersama. Dengan adanya Perda tersebut
berarti bahwa permasalahan pembangunan dan penggunaan menara BTS bisa diatasi.
Oleh karena itu pada paper ini telah diteliti tentang penataan ulang penggunaan
menara BTS bersama menggunakan metode monte carlo. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat digunakan untuk melakukan penataan ulang, pemilihan dan penempatan BTS pada
menara existing yang akan digunakan sebagai menara BTS bersama di Surabaya. Proses
pemilihan menggunakan metode monte carlo didasarkan pada coverage area BTS yang
dipasang pada menara existing. Coverage area didefinisikan sebagai luas daerah yang
dapat menerima sinyal dengan kualitas yang cukup untuk melakukan komunikasi
(Sharma&Singh, 2012). Coverage area dipengaruhi oleh pathloss berdasarkan
karakteristik wilayah dimana menara tersebut berada. Tipe wilayah Surabaya dapat

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 108
dikelompokan sebagai daerah urban, suburban dan rural. Nilai pathloss dapat dihitung
menggunakan Okumura-Hatta dengan pathloss eksponen (n) sesuai dengan tipe
wilayahnya (Isabona Joseph & Konyeha, 2013). Untuk memperoleh data pathloss
dilakukan pengukuran pada kondisi yang sebenarnya dengan cara DT (Drive Test),
kemudian data DT diolah untuk mendapatkan nilai pathloss dan coverage area. Proses
penataan ulang meliputi pemilihan kombinasi beberapa BTS pada menara bersama yang
mampu mencakup daerah secara optimal, kemudian mengeliminasi beberapa menara
BTS yang tidak diperlukan, jika perlu dapat juga dilakukan pemindahan beberapa lokasi
(latitude dan longitude) dari menara yang diinginkan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa metode monte carlo dapat digunakan untuk memilih dan menentukan penggunaan
menara BTS bersama, sehingga dapat meningkatkan daerah cakupan dan mengurangi
terjadinya daerah cakupan yang overlapping. Selanjutnya penulisan paper ini dilengkapi
dengan : Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, serta Simpulan.

METODE PENELITIAN
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara pengukuran dengan metode Drive Test
menggunakan software Tems Investigation 8.0.3. Data hasil pengukuran yang diperoleh
berupa logfile (*.log) kemudian dikonversikan menjadi file Map Info (*.map). Dari data
file *.map ini kemudian diseleksi sesuai jarak yang berkisar dari 100 meter sampai 2 km
dengan step 100 meter dari BTS. Data yang telah diseleksi akan disimpan dalam
Microsoft Excell untuk mendapatkan data hasil pengukuran yang akan diproses. Lokasi
pengukuran dilakukan pada 31 BTS di seluruh wilayah Surabaya, sedangkan set-up
pengukuran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Set-Up Pengukuran

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 109
Skenario Pengambilan Data
Pengukuran dilakukan dengan mengukur level daya yang diterima Mobile Station
(MS) yang bergerak mengelilingi, mendekati dan menjauhi BTS dari jarak 100 meter
sampai dengan 2000 meter dengan jarak antar titik sejauh 100 meter. Jarak pengukuran
diperoleh berdasarkan posisi lintang dan bujur dari GPS sedangkan sampel data diambil
berdasarkan pada arah pancaran masing-masing antena sektoral BTS. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Skenario Pengambilan Data

Data Hasil Pengukuran


Data hasil pengukuran yang diperoleh dari drive test, ditampilkan menggunakan
software TEMs dalam bentuk log-file dan dibuka dengan Map-info. Sebagai contoh data
hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 3(a) dan 3(b).

(a) (b)
Gambar 3. Data dari Software TEMs dan Map-info
Data nilai level daya terima pada Gambar 3, dikonversi ke dalam bentuk angka kemudian
dicari nilai level daya terima rata-rata fungsi jarak pada masing-masing daerah sesuai
kecamatan dimana menara BTS tersebut berada.

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 110
Methode Analisis

Methode analisis yang digunakan untuk pengolahan data adalah persamaan regresi
polynomial orde 1, seperti pada persamaan (1 dan 2).
                      (1)
(2)

dengan : Y = ,a= 0 10 0 dan bx =10 n log(d)


n = nilai pathloss exponent
Langkah pengolahan data dimulai dari perhitungan nilai regresi dari level daya terima
pada masing-masing daerah, sebagai contoh daya terima rata-rata dan regresinya
ditampilkan pada Gambar 4.
Daya Terima Rata-Rata Daya Terima Rata-Rata
-55 -55
Tegal sari Gubeng
-60 Simokerto -60 Gunung Anyar
Genteng Sukolilo
-65
Bubutan -65
-70
-70
-75
daya(dBm)

daya(dBm)

-75
-80
-80
-85
-85
-90

-95 -90

-100 -95

-105 -100
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
jarak (meter) jarak (meter)

Daya Terima Rata-Rata Daya Terima Rata-Rata


-55 -40
Gayungan Bulak
-60 Jambangan Kenjeran
-50
Sawahan Semampir
-65
Dukuh Pakis Pabean Cantikan
-60
Krembangan
-70
-70
-75
daya(dBm)
daya(dBm)

-80 -80

-85
-90

-90
-100
-95
-110
-100

-105 -120
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
jarak (meter) jarak (meter)

Gambar 4. Regresi dari rata-rata level daya terima di beberapa daerah

Berdasarkan Gambar 4, kemudian dihitung pathlos rata-rata menggunakan model


pathloss Okumura-Hatta, dengan persamaan (3-5) (Isabona & Konyeha, 2013).

Daerah Urban : L . (3)


Daerah Suburban : L . (4)

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 111
Daerah Rural : L . (5)
dengan :
A 69,55 26,16 . 13,82 .
44,9 6,55 .

2. log 5,4

4,78. 18,33. 40,94


3,2 11,75 – 4,97
fc = frekuensi carrier (MHz)

Hasil perhitungan pathloss untuk beberapa daerah pada Gambar 4, dapat dilihat pada
Gambar 5.
Pathloss Pengukuran Pathloss Pengukuran
155 155
Tegal Sari Gunung Anyar
150 Simokerto 150 Gubeng
Genteng Sukolilo
145 Bubutan 145

140 140
daya(dBm)
daya(dBm)

135 135

130 130

125 125

120 120

115 115

110 110
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
jarak (meter) jarak (meter)

Pathloss Pengukuran Pathloss Pengukuran


155 180
Wonocolo Bulak
150 Wonokromo Kenjeran
170
Wiyung Semampir
145 Karang Pilang Pabean Cantikan
160 Krembangan
140
150
daya(dBm)

daya(dBm)

135
140
130
130
125

120
120

115 110

110 100
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
jarak (meter) jarak (meter)

Gambar 5. Regresi pathloss rata-rata di beberapa daerah

Pada Gambar 5, dapat dianalisa bahwa pertambahan pathloss fungsi jarak pada
masing-masing daerah terlihat tidak mengikuti trend yang sama, hal ini disebabkan
karena setiap daerah mempunyai nilai pathloss exponent (n) yang berbeda. Nilai pathloss
exponent inilah yang digunakan untuk menentukan karakteristik daerah, apakah termasuk
daerah urban, sub urban atau rural. Secara komulatif, kenaikan pathloss pada semua
daerah rata-rata mencapai 147 dB pada jarak 2000 meter dari BTS. Berdasarkan pathloss

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 112
rata-rata tiap-tiap daerah dari Gambar 5 tersebut, maka nilai pathloss exponent (n) dapat
dihitung berdasarkan persamaan (2). Untuk menghitung nilai pathloss exponent, maka
analisa dibagi dalam 5 wilayah yaitu Surabaya Barat, Utara, Selatan, Timur dan Tengah,
dimana hasil perhitungan nilai pathloss exponent (n) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1
Nilai Pathloss Exponent (n) di Wilayah Surabaya
Nilai Pathloss Exponent
Wilayah
(n)
Surabaya Barat 2,8
Surabaya Selatan 2,9
Surabaya Utara 2,9
Surabaya Pusat 2,8
Surabaya Timur 3,1
Sumber : Data primer yang diolah, Pengukuran Th 2013

Berdasarkan nilai n pada Tabel 1, dapat diperoleh prediksi level daya terima di
seluruh daerah Surabaya yang tidak terukur. Proses prediksi ini sangat penting karena
akan digunakan untuk menentukan coverage area dari BTS yang telah dipasang pada
seluruh menara existing, sehingga dapat diketahui dengan pasti coverage riil dari BTS
yang terdapat di wilayah Surabaya. Perhitungan coverage area ditentukan berdasarkan
jarak terjauh yang masih bisa dijangkau oleh layanan BTS. Sedangkan jarak terjauh yang
bisa dicapai, dihitung menggunakan rumus break point dengan “Two Ray Model” seperti
pada Gambar 6 (Jie, Liu, Alex, Chan & Marco, 2010).

Gambar 6. Two Ray Model

Nilai breakpoint didapat dari perpotongan grafik daya terima, regresi linear dan free space
loss. Untuk menghitung daya terima terjauh dari Two Ray Model dapat digunakan
persamaan seperti persamaan (6).

Pr Г exp (6)

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 113
dengan,
λ = panjang gelombang
r1 = jarak pancaran langsung dari Tx ke Rx
r2 = jarak pancaran dari Tx ke titik pantul pada tanah
k = faktor kelengkungan (4/3)
Г = koefisien refleksi yang tergantung dari sudut datang
 = sudut datang
Salah satu contoh grafik breakpoint yang diperoleh berdasarkan data di daerah
Surabaya Timur dan Pusat, seperti Gambar 7.
Grafik Breakpoint Grafik Breakpoint
-20 -20
daya terima daya terima
regresi linier regresi linier
-40 free space loss -40 free space loss
Level Daya Terima (dBm)

Level Daya Terima (dBm)

-60 -60

-80 -80

X: 2288 X: 1931
Y: -101.1 Y: -100.2
-100 -100

-120 -120

-140 -140
0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Skala Logaritmik Jarak (meter) Skala Logaritmik Jarak (meter)

(a) (b)
Gambar 7. Grafik Break point (a) Surabaya Timur dan (b) Surabaya Pusat

Dari Gambar 7, diperoleh nilai break point di Surabaya Timur pada jarak sebesar 2387
meter dan di Surabaya Pusat sebesar 1931 meter, perhitungan ini menggunakan threshold
sebesar -110 dBm ( sesuai sensitivitas mobile seluler pada umumnya). Terlihat jelas
bahwa coverage masing-msing BTS tidak sama tergantung dari karakteristik daerahnya.
Metode Monte Carlo
Metode ini yang akan digunakan untuk memilih, menentukan dan mengeliminasi menara
yang jarak antara satu dengan yang lain menyebabkan terjadinya overlapping coverage
dari BTS yang dipasang pada manara tersebut. Jika terdapat overlapping coverage lebih
dari 30% (Harpreet Kaur & Amrit Kaur, 2014), maka berarti jarak antar menara tidak
effektif. Oleh karena itu digunakan metode monte carlo ini untuk menentukan menara
yang benar berjarak effektif antara satu dengan lainnya, sehingga bisa digunakan sebagai
menara bersama. Flowchart algoritma monte carlo dapat dilihat pada Gambar 8.

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 114
Gambar 8. Flowchart Algoritma Monte Carlo

Untuk menata ulang menara BTS dengan metode Monte Carlo, dilakukan pada
lima daerah di Surabaya yaitu Timur, Barat, Selatan, Utara dan Surabaya Pusat. Proses
ini diawali dengan memilih kombinasi menara BTS existing yang digunakan untuk
meletakan BTS dengan Overlapping Coverage (CoE) melebihi 30%. Dilanjutkan dengan
merubah kombinasi untuk mendapatkan coverage optimal, sehingga mampu
mendapatkan coverage baru (CoP). Jika CoP < CoE maka dilakukan iterasi lagi sampai
diperoleh CoP > CoE. Demikian seterusnya sampai diperoleh overlapping kurang dari
30% dan CoP > CoE. Menara yang terpilih bisa digunakan sebagai menara bersama dan
yang tidak terpilih sebaiknya di iliminasi, agar tidak mempengaruhi estetika kota
Surabaya. Overlapping Coverage diperoleh dari perhitungan berdasarkan ilustrasi seperti
Gambar 9.

Gambar 9. Ilustrasi Overlapping Coverage BTS

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 115
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menghasilkan jumlah optimal menara yang dapat digunakan sebagai
menara bersama, iterasi monte carlo berhasil mendapatkan 6 dari 7 menara BTS dengan
posisi yang mampu memenuhi syarat sebagai menara bersama di wilayah Surabaya Barat.
Di Surabaya Timur menara berhasil dikurangi dari 7 menjadi 5 Menara, di Surabaya
Selatan terdapat 4 dari 8 menara existing, di Surabaya Utara dari 5 dioptimalkan menjadi
4 menara dan di Surabaya Pusat berhasil dengan mengurangi dari 7 menjadi 6 menara.
Hasil penataan ulang menara bersama berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 10 s/d
Gambar 14.

(a) (b)
Gambar 10. Hasil Pemilihan Menara Bersama Dengan Monte Carlo di
Surabaya Barat (a) Sebelum (b) Sesudah Penataan Ulang

(a) (b)

Gambar 11. Hasil Pemilihan Menara Bersama Dengan Monte Carlo di


Surabaya Timur (a) Sebelum (b) Sesudah Penataan Ulang

(a) (b)
Gambar 12. Hasil Pemilihan Menara Bersama Dengan Monte Carlo di
Surabaya Selatan (a) Sebelum (b) Sesudah Penataan Ulang

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 116
(a) (b)

Gambar 13. Hasil Pemilihan Menara Bersama Dengan Monte Carlo di


Surabaya Utara (a) Sebelum (b) Sesudah Penataan Ulang

(a) (b)
Gambar 13. Hasil Pemilihan Menara Bersama Dengan Monte Carlo di
Surabaya Pusat (a) Sebelum (b) Sesudah Penataan Ulang

SIMPULAN
Simpulan
Dalam rangka penataan ulang menara bersama, dilakukan terlebih dahulu dengan
menghitung coverage area dari masing-masing BTS yang ada pada menara existing,
kemudian dilakukan pemilihan dan pemindahan BTS pada menara existing agar diperoleh
coverage area yang optimal. Metode Monte Carlo mampu melakukan hal tersebut dengan
baik, sehingga metode monte carlo cocok jika digunakan untuk melakukan optimasi
jumlah menara dalam rangka mengimplementasikan penggunaan menara bersama di
wilayah Surabaya. Hal ini bisa dibuktikan bahwa penataan ulang berhasil meningkatkan
cakupan area 4,89% di Surabaya Barat, 9,41% di Surabaya Pusat, 7,99% di Surabaya

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 117
Utara, 6,11% di Surabaya Timur dan 8,29% di Surabaya Selatan dari coverage
existingnya. Secara kumulatif, penataan ulang menara BTS ini mampu mengurangi dari
31 menara BTS existing di Surabaya menjadi 22 menara BTS di seluruh wilayah
Surabaya, ini juga membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik menara bersama,
dapat mengurangi jumlah menara BTS secara signifikan.
Saran
Dalam proses optimasi penggunaan menara bersama, sebaiknya ditambahkan parameter
kapasitas trafik untuk mendapatkan jumlah BTS yang efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Harpreet Kaur & Amrit Kaur. (2014, July). Various Handover Management Techniques
In GSM Celluler System. International Journal For Technological Research In
Engineering Volume 1, Issue 1.
Isabona Joseph & Konyeha. C.C. (2013). Urban Area Path loss Propagation Prediction
and Optimisation Using Hata Model at 800MHz. IOSR Journal of Applied Physics
(IOSR-JAP), Volume 3, Issue 4, PP 08-18.
Jalal Jamal Hamad-Ameen. (2008, May). Cell Planning in GSM Mobile. WSEAS
TRANSACTIONS on COMMUNICATIONS, Volume 7, Issue 5.
Jie Yang, Alexander Varshavsky, Hongbo Liu, Yingying Chen & Marco Gruteser. (2010,
Sept). Accuracy Characterization of Cell Tower Localization. Ubicomp.
Copenhagen, Denmark.
Kasmad Ariansyah. (2014). Proyeksi Jumlah Pelanggan Telepon Bergerak Seluler di
Indonesia. Buletin Pos dan Telekomunikasi, Vol.12, No. 2, 151-166.
Nur Adi S, Okkie P & Ari W. (2014). Analysis of Area Environmental Conditions In
Surabaya to Support The Communication System of ITS. The Third Indonesian-
Japanese Conference on Knowledge Creation and Intelligent Computing (KCIC).
Purnima K. Sharma & R. K. Singh. (2012, March). Cell Coverage Area and Link Budget
Calculations in GSM System. International Journal of Modern Engineering
Research (IJMER), Vol.2, Issue.2, pp-170-176.
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5. (2013). Penyelenggaraan Menara
Telekomunikasi Bersama. Surabaya, Sekretaris Daerah Kota Surabaya.
Rizky Sekar A. & Agus TH. (2014, 13 Juni). Pengguna ponsel di Indonesia lebih besar
dari pada jumlah penduduk. Retrieved from
http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/512467.

PROSIDING SENTRINOV Vol. 001, Tahun 2015 | ISSN: 2477 – 2097 118

You might also like