You are on page 1of 3

The Ligitan and Sipadan dispute [2002] ICJ 3 was a territorial dispute between Indonesia and

Malaysia over two islands in the Celebes Sea, namely Ligitan and Sipadan. The dispute began in 1969
and was largely resolved by the International Court of Justice(ICJ) in 2002, which opined that both of
the islands belonged to Malaysia.[1]

Background[edit]

Ligitan and Sipadan are two small islands located in the Celebes Sea off the southeastern coast of
the Malaysian state of Sabah. Sovereignty over the islands has been disputed by Indonesia and
Malaysia since 1969 and intensified in 1991 when Indonesia discovered that Malaysia had built some
tourist facilities on Sipadan island.[2][3] Indonesia claimed that it had made a verbal agreement with
Malaysia in 1969 to discuss the question of sovereignty over the islands. Malaysia however denied
the allegation of an agreement between them, maintaining that the islands have always been part of
the territory of its state of Sabah.[2] Both countries have not delimited their maritime zones in the
area and the court was not asked to rule on this further matter.[3] On 2 November 1998, both
countries agreed to bring the matter to the International Court of Justice (ICJ).[4]

Government of the Philippines request for intervention[edit]

The Philippines had applied during the proceedings to intervene over the case on the basis of
their claim to northern Borneo.[5]According to the Philippine side, the heirs of the Sultan of Sulu has
ceded their rights over North Borneo (present-day Sabah) to the Philippines in 1962.[6] However, a
majority of people in the territory chose to become part of Malaysia in 1963 rather than the
Philippines as been seen under a plebiscite organised by the United Nations.[3][7] The Philippines
motive to intervene was questioned by the court, as to whether the Philippines had a "sufficiently
strong legal interest" with both Indonesia and Malaysia. The court strongly rejected the Philippines'
attempt of intervention and in doing so cited that the request made by the Philippines did not relate
to the subject matter of the case. The Philippines query was totally dismissed in June 2001 when
after oral hearings the court voted it down by a count of fourteen votes to one.[3]

Court decision[edit]

Both of the islands were originally considered as terra nullius. But as Malaysia's predecessor, Great
Britain, significantly developed the islands compared to Indonesia's predecessor, the Netherlands,
especially after Malaysia's formation as a nation the court using this as the main reason decided to
award the islands to Malaysia based on their "effective occupation".[1][8] In addition, it is also
acknowledged both of the islands were much closer to Malaysia than Indonesia as well with an
earliest documentation from Malaysia over the British 1878 Agreement with the Sultanate of Sulu
during which time they acquired the Sultanate area as part of the British Borneo, while the
Indonesian claim is mostly based on an 1891 Boundary Treaty between Great Britain and the
Netherlands.[3]

Andi Ahmad Yani PhD,


Dosen Fisipol Unhas/Ketua Masika ICMI Sulsel 2011-2014,
Melaporkan dari Den Haag

TRIBUN-TIMUR.COM-Sangat beruntung saya bisa masuk dalam Gedung ICJ di Den Haag, Belanda
(Jumat, 13/2 pagi wita atau Kamis, 11/2 waktu Belanda).
ICJ adalah International Court of Justice atau Mahkamah Internasional. Di gedung inilah,
Pulau Sipadan dan Ligitan diputuskan menjadi milik Malaysia.

Untuk masuk gedung ini harus mengajukan surat permohonan. Kami mengurusnya sejak dua bulan
lalu.

Setiap calon pengunjuk diseleksi. Harus kirim pasport, CV, dan membuat motivation letter (alasan
mengapa tertarik masuk ke peace palace).

ICJ adalah satu-satunya lembaga PBB, dari enam komponennya, yang berkantor di luar New York,
Amerika Serikat.

Saat ini ada 15 hakim yang dipilih menurut wilayah (Western, Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan
Eropa Timur).

Masa tugas hakim sembilan tahun dan bisa dipilih lagi.


Sayangnya, belum pernah ada hakim dari Indonesia yang bertuigas di ICJ. Selama ini Asia diwakili
hakim dari Jepang dan China.

Tak Bertuan
Dari ICJ, saya ke mengikuti diskusi di KBRI bersama Plt Dubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda.
Lepasnya Pulau Sepadan dan Ligitan dari Indonesia menjadi materi diskusi.
Pak Dubes adalah anggota tim saat kasus tersebut diajukan di Mahkamah Internasional, 2002 silam.

Saya baru paham permasalahan sebenarnya yang menyebabkan dua pulau itu dinyatakan
milik Malaysia. Selama ini, saya hanya tahu dari media dengan informasi yang sangat terbatas.

Malaysia juga memperlihaykan bukti bahwa Inggris pernah melakukan penarikan pajak ke peternak
penyu di pulah itu pada tahun 1930.Ada juga mercusuar dengan tulisan "dibangun oleh Inggris".

Dalam diskusi terungkap, dua pulau mulai dipersoalkan tahun 1989, zaman Presiden Soeharto. Tapi
pembahasannya vakum dan baru mengemuka lagi tahun2000-an.

Dalam dokumen pemetaan, Indonesia dan Malaysia sama-sama tidak menyebut pulau ini masuk
dalam wilayah masing-masing. Jadi kedua pulau itu tak bertuan.

Awalnya dibahas secara bilateral dan di ASEAN. Tapi Malaysia tidak mau membahas di tingkat Asean
karena juga sedang memiliki kasus perbatasan dengan dua negara anggota Asean
sehingga Malaysia sudah menduga akan kalah jika kasus dua pulau itu dibahas di Asean.

Akhirnya Indonesia dan Malaysia sepakat menyelesaikan kasus dua pulau itu secara hukum, bukan
politik (Asean) setelah sebelumnya dilakukan lobi antarkedua negara.
Pemerintah Indonesia bahkan membentuk tim khusus mulai dari pakar sejarah, hukum
internasional, dan intansi lain yang terkait (kemenlu, TNI, Kementerian kelauitan dan perikanan,
serta ESDM)

Kasus yang diajukan ke ICJ biasanya sifatnya voluntary dan kedua pihak harus sepakat menerima
apapun hasilnya. Keputusan ICJ bersifat final tanpa banding, seperi MK di Indonesia.

Diajukanlah kasus dua pulau itu ke ICJ dengan kesadaran dua pihak (Indonesia dan Malaysia) untuk
menyelesaikannya karena berpotensi menganggu hubungan bilateral antarbangsa.
Prosesnya cukup lama, sekitar dua tahun. Indonesia menyewa pengacara khusus untuk kasus itu
karena di Indonesia belum ada pengacara dan pakar hukum internasional yang berpengalaman
berperkara di ICJ.

Indonesia didampingi pengacara dari Belanda, Perancis, dan Amerika Serikat untuk menghadapi
pengacara dari Inggris yang mendampingi Malaysia dalam sidang ICJ.
Indonesia mengajukan bukti bahwa pulau ini bagian dari NKRI berdasrkan perjanjian Juanda
demham menarik garis dari lintang tanpa batasan.

Indonesia juga memperlihtkan bukti kapal induk Belanda pernah berpatroli ke sekitar dua pulau itu,
dengan asumsi kalau Belanda pernah ke daerah ini, maka berarti milik Indonesia.

Malaysia mengajukan bukti bahwa kedua pulau ini bagian dari Malaysia dengan dasar perjanjian
Sultan Sulu dengan Inggris yang selanjutnya menjadi wilayah Malaysia setelah merdeka dari Inggris.

Hakim ICJ menolak bukti Indonesia karena perjanjian Juanda hanya mengatur pembagian darat,
bukan.laut.

Hakim juga menolak bukti Malaysia soal perjanjian Sultan Sulu dengan Inggris.

Tapi hakim ICJ menyatakan kedua pulau ini menjadi milik Malaysia dengan dasar efektifity dimana
ada asas kedaulatan yamg pernah dilakukan di pulau ini sebelum perjanjian Juanda, khususnya
penarikan pajak oleh Inggris sejak 1930-an.

Dari 17 hakim ICJ, 16 mendukung putusan dan hanya satu dissenting opinion.

Dengan kata lain, pulau ini adalah milik Malaysia karena dulu Inggris pernah melakukan kegiatan
secara hukum (penarikan pajak) di pulau ini.

Penarikan pajak itulah penyebab Pulau Sipadan dan Ligitan keluar dari Indonesia dan resmi menjadi
milik Malaysia.

Meski demikian, efek dari keputusan ini bukan berarti jumlah pulau di Indonesia berkurang karena
memang sebelmnya pulau itu tidak pernah diidentifikasi sebagai bagian Indonesia. Bahkan nanti
ketahuan bahwa ada dua pulau seperti pada tahun 1989 ketika saat Indonesia
dan Malaysia membuat pendataan perbatasan.

Kedua, kasus kedua pulau itu unik dan setelah didata, tidak ada lagi pulau yang menjadi sengketa
dengan negara tetangga.

Peserta diskusi memastikan bahwa kasus dua pulau itu kasus pertama dan terakhir.

You might also like