You are on page 1of 12

Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia

http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

HUBUNGAN JENIS KELAMIN, USIA DAN PEKERJAAN DENGAN


KEJADIAN ASFIKSIA GANTUNG DIRI DI RSUD DR SOETOMO
TAHUN 2013-2016

Siti Ermawati,a Bendrong Moediarso,b Soedarsonoc


a)
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
b)
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga, Surabaya
c)
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRACT

Background: Suicide is a serious problem, always increase and still


cannot be clearly understood the causes. One of suicide method is hanging.
Hanging is form of asphyxia means absence of pulsation, an interference with
uptake of oxygen (hypoxia), with failure to eliminate carbon dioxide
(hypercapnia) caused by a ligature which encircles the neck. The constricting
force from weight of the body. Objective: This study aims to prove whether sex,
age and occupation are risk factors for hanging in Dr. Soetomo hospital 2013-
2016. Methods: This is analytic study using cross sectional design by obtaining
patients data from registration book in the Forensic & Medicolegal Installation of
Dr. Soetomo Hospital Surabaya 2013-2016. The variables were gender, age and
occupation in asphyxia patients and data was analyzed using cross tabulation, chi-
square test with level of significance of 95% (p<0.05) and contingency
coefficient. Result: 108 patients were identified, involve 45 data hanging and 63
data non hanging. Results showed that there was relation between age with
hanging, value of (p=0,036) and contingency coefficient value 0.221. It means a
weak relation. But, there was no relation between sex with hanging, value of
(p=1).There was no relation between occupation with hanging, value of
(p=0,264). Conclusion: there was relation between ages with hanging. However,
there was no relation between the sex and occupation with hanging. Therefore,
need socialization about risk factors to reduce the number of hanging. Moreover,
it is also needed to conduct further research using other variables to know the risk
factors of hanging certainty.

Keywords: age, asphyxia hanging, occupation, sex, suicide

Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono


Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

1. PENDAHULUAN gangguan depresi mayor ini. Studi


Isu bunuh diri merupakan epidemiologis menunjukkan bahwa
fenomena yang terus meningkat dan kejadian depresi mayor pada wanita
hingga kini belum dapat dipahami dua kali lebih banyak daripada pria
secara pasti penyebab dari munculnya (masing-masing 21.3% dan 12.7%).
tindakan bunuh diri oleh seseorang Hasil ini didapatkan dari penelitian di
individu. Bunuh diri merupakan beberapa negara dan melibatkan
penyebab kedua tertinggi kematian berbagai grup etnik. Data
pada individu berusia 15 tahun menunjukkan bahwa perbedaan
hingga 29 tahun di seluruh dunia[1]. prevalensi pada masing-masing jenis
Bunuh diri di Amerika Serikat kelamin mulai muncul di usia 10
merupakan salah satu penyebab tahun dan terus berlanjut hingga usia
kematian pada usia 24 tahun hingga pertengahan. Oleh karena itu, wanita
44 tahun dan diperkirakan sebanyak lebih rentan mengalami depresi
30.000 kasus bunuh diri terjadi dalam daripada laki-laki, sehingga dapat
setahun [2]. Kasus percobaan bunuh diperkirakan bahwa jumlah korban
diri di dunia mencapai 800.000 kasus bunuh diri perempuan lebih banyak
per tahunnya serta menyebabkan satu daripada laki-laki, tetapi kondisi di
orang meninggal hampir setiap 40 lapangan justru yang terjadi adalah
detik sekali, sehingga dapat sebaliknya, korban bunuh diri sering
disimpulkan jumlah individu yang terjadi adalah laki-laki daripada
meninggal setiap tahun akibat bunuh perempuan.
diri melebihi jumlah kematian akibat Menurut data Emory University
pembunuhan [1]. Dalam beberapa (2015) bunuh diri sangat rentan sekali
tahun terakhir, fenomena bunuh diri terjadi pada usia pra produktif yaitu
di Indonesia semakin usia dengan rentang 18-24 tahun
mengkhawatirkan. Indonesia sebagai yaitu suatu keadaan ekonomi, mental
negara yang menganut budaya dan sosial masih labil [4]. Selain itu
kolektivitas, juga memiliki angka ditemukan bahwa suicide-related
kasus bunuh diri cukup tinggi. WHO ideation, communication and
memperkirakan tahun 2020 angka behavior ditemukan lebih tinggi pada
bunuh diri di Indonesia dapat rentang usia 18–25 tahun
mencapai 2,4 persen dari 100.000 dibandingkan usia 26 tahun ke atas,
jiwa apabila tidak mendapat perhatian namun yang terjadi pada masyarakat
serius dari berbagai pihak [1]. Di justru sebaliknya, korban bunuh diri
Indonesia jumlah penduduk paling sering terjadi pada seseorang
perempuan lebih besar daripada laki- dengan usia produktif yang notabene
laki. Gangguan depresi lebih sering ekonomi, kondisi mental dan
terjadi pada wanita dibandingkan sosialnya sudah mencapai titik stabil.
pada pria [3]. Pendapat-pendapat Maka dari itu, dibutuhkan suatu
yang berkembang mengatakan bahwa penelitian untuk mengetahui
perbedaan dari kadar hormonal penyebab lain yang mengakibatkan
wanita dan pria, perbedaan faktor seseorang terdorong untuk melakukan
psikososial berperan penting dalam bunuh diri.
Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

Bunuh diri dan percobaan bunuh diri terhalang memasuki saluran


merupakan salah satu bentuk pernapasan oleh berbagai kekerasan
tindakan menyakiti diri sendiri yang (yang bersifat mekanik), misalnya
muncul akibat adanya berbagai penutupan lubang saluran pernapasan
konflik intrapsikis yang dimiliki oleh bagian atas, seperti pembekapan
individu tersebut. Menurut data (smothering) dan penyumbatan
mengenai bunuh diri berdasarkan (gagging dan choking), penekanan
jumlah mayat yang diperiksa di dinding saluran pernapasan, seperti
Bagian Kedokteran Forensik penjeratan (strangulation),
FKUI/RSUP Cipto Mangunkusumo, pencekikan (manual strangulation,
sepanjang periode 1995-2004, angka throttling) dan gantung (hanging)
bunuh diri di Jakarta mencapai 5,8%. serta penekanan dinding dada dari
Dari 1.119 korban bunuh diri, 41% di luar (asfiksia traumatik) [7]. Mati
antaranya asfiksia gantung diri gantung (hanging) merupakan suatu
(hanging), 23% bunuh diri dengan bentuk kematian akibat pencekikan
minum obat serangga, dan sisanya dengan alat jerat, di mana gaya yang
356 orang tewas karena overdosis bekerja pada leher berasal dari
obat-obatan terlarang [5]. Penelitian hambatan gravitasi dari berat tubuh
Reddy dan Kumar (2012) di India atau bagian tubuh [8].
dengan total 438 kematian sebab Berdasarkan latar belakang
asfiksia menunjukkan hasil bahwa tersebut, penelitian ini bertujuan
kematian asfiksia paling sering terjadi untuk mengetahui apakah ada
adalah hanging 61.19% sebanyak 268 hubungan jenis kelamin, usia dan
kasus, lalu disusul oleh tenggelam pekerjaan dengan terjadinya asfiksia
31.96% sebanyak 140 kasus, gantung diri di Instalasi Kedokteran
penjeratan ligature strangulation Forensik dan Medikolegal RSUD Dr
4.34% yaitu sebanyak 19 kasus, Soetomo tahun 2013-2016. Besar
smothering 2.51% yaitu 11 kasus dan harapan dari penelitian ini, fakta
traumatic asfiksia 0% [6]. Sehingga adanya hubungan antara variabel-
dapat dikatakan bahwa gantung diri variabel tersebut dapat digunakan
merupakan cara kematian yang sebagai bahan sosialisasi kepada
tersering terjadi. masyarakat luas sehingga dapat
Asfiksia adalah suatu keadaan berguna sebagai upaya untuk
yang ditandai dengan terjadinya meningkatkan kewaspadaan
gangguan pertukaran udara masyarakat akan terjadinya asfiksia
pernapasan, mengakibatkan oksigen gantung diri.
darah berkurang (hipoksia) disertai
dengan peningkatan karbon dioksida 2. METODE
(hiperkapnea). Dengan demikian Penelitian ini menggunakan jenis
organ tubuh mengalami kekurangan penelitian analitik observasional
oksigen (hipoksia hipoksik) dan dengan rancangan cross sectional.
terjadi kematian [7]. Asfiksia Populasi yang diteliti dalam
mekanik adalah mati lemas yang penelitian ini adalah semua orang
terjadi bila udara pernapasan yang meninggal karena asfiksia di
Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

Instalasi Kedokteran Forensik &


Medikolegal RSUD Dr Soetomo pada
tahun 2013-2016. Besar sampel 54
dalam penelitian ini adalah setiap 39
korban meninggal karena asfiksia di
6 9
Instalasi Kedokteran Forensik &
Medikolegal RSUD Dr Soetomo pada HANGING NON
tahun 2013-2016 yang memenuhi HANGING
kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik Perempuan Laki-laki n = 108
pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah dengan cara total sampling. Diagram 1. Gambaran Jenis Kelamin
Analisis data yang digunakan adalah Korban Asfiksia di Instalasi
chi square dan contingency Kedokteran Forensik & Medikolegal
coefficient. RSUD Dr Soetomo tahun 2013-2016.

3. HASIL PENELITIAN Jumlah korban laki-laki meninggal


3.1 Jenis Kelamin dengan Kejadian karena asfiksia di Instalasi
Asfiksia Gantung Diri Kedokteran Forensik & Medikolegal
Jenis kelamin adalah tanda fisik RSUD Dr Soetomo pada tahun 2013-
yang teridentifikasi pada seseorang 2016 lebih banyak daripada korban
dan dibawa sejak ia dilahirkan, perempuan, 86% yaitu 93 korban
merupakan istilah bagi kondisi laki-laki dan perempuan sebanyak
biologis seseorang yaitu laki-laki dan 14% yaitu 15 korban. Pada diagram
perempuan.9 diatas menunjukkan bahwa jumlah
Skala data jenis kelamin adalah korban laki-laki meninggal karena
nominal. Dari 108 data korban asfiksia gantung diri (hanging) di
asfiksia, didapatkan 39 data laki-laki Instalasi Kedokteran Forensik &
dan 6 data perempuan dengan asfiksia Medikolegal RSUD Dr Soetomo pada
gantung diri (hanging). Sedangkan tahun 2013-2016 lebih banyak
asfiksia tidak gantung diri terdiri dari daripada korban perempuan yaitu 39
54 laki-laki dan 9 perempuan. laki-laki dan 6 korban perempuan.
Komposisi jenis kelamin pada korban Sedangkan jumlah korban yang
meninggal karena asfiksia di Instalasi meninggal karena asfiksia tidak
Kedokteran Forensik & Medikolegal gantung diri (non hanging) juga yang
RSUD Dr Soetomo pada tahun 2013- terbanyak adalah laki-laki sejumlah
2016 dapat dilihat pada diagram 54 orang dan perempuan sejumlah 9
berikut ini. korban.
Setelah data dianalisis dengan uji
Chi-square, didapatkan nilai p=1. Hal
ini berarti p lebih besar nilainya
dibandingkan dengan taraf
signifikansi (α = 0,05) sehingga H0
diterima dan H1 ditolak yang berarti

Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono


Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

tidak ada hubungan antara jenis


kelamin dengan terjadinya asfiksia
gantung diri.
48
42
3.2 Usia dengan Kejadian Asfiksia
Gantung Diri
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) usia adalah masa
hidup pasien yang dihitung sejak ia 0 10 5
3
lahir sampai dengan meninggal [10].
HANGING NON
Skala datanya adalah nominal. Pada HANGING
penelitian ini, usia dibedakan Tidak Produktif (<15 tahun)
berdasarkan usia produktif dan tidak Produktif (15-64 tahun)
produktif. Menurut Undang-Undang Tidak Produktif (>64 tahun)
n=108
Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003,
usia produktif merupakan seseorang
Diagram 2. Gambaran usia korban
dengan usia 15-64 tahun. Sedangkan,
meninggal karena asfiksia di Instalasi
usia tidak produktif yaitu mereka
Kedokteran Forensik & Medikolegal
yang berusia di bawah 15 tahun dan
RSUD Dr Soetomo pada tahun 2013-
berusia di atas 64 tahun [11]. Contoh
2016.
kelompok ini adalah para pensiunan,
para lansia (lanjut usia) dan anak-
Usia korban meninggal karena
anak. Pengelompokan usia korban
asfiksia di Instalasi Kedokteran
meninggal karena asfiksia di Instalasi
Forensik & Medikolegal RSUD Dr.
Kedokteran Forensik & Medikolegal
Soetomo pada tahun 2013-2016
RSUD Dr Soetomo pada tahun 2013-
paling banyak terjadi pada usia
2016 dapat dilihat di diagram berikut
produktif (15-64 tahun) yaitu
ini.
sebanyak 90 orang dengan presentase
97,2 %. Sedangkan jumlah korban
asfiksia usia tidak produktif < 15
tahun adalah 12 orang dengan
presentase 11,1 % dan usia > 64
tahun adalah 6 orang dengan
presentase 5,5%. Pada diagram di
atas menunjukkan bahwa jumlah
korban usia meninggal karena
asfiksia gantung diri (hanging) di
Instalasi Kedokteran Forensik &
Medikolegal RSUD Dr Soetomo pada
tahun 2013-2016 lebih banyak korban
usia produktif yaitu 42 korban
daripada korban tidak produktif yaitu
3 korban. Menurut Depkes RI (2009)
Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

usia dibagi menjadi 9 kategori yaitu Soetomo pada tahun 2013-2016 dapat
kelompok balita (0-5 tahun), kanak- dilihat pada diagram berikut ini.
kanak (5-11 tahun), remaja awal (12-
16 tahun), remaja akhir (17-25
37
tahun), dewasa awal (26-35 tahun), 32
dewasa akhir (36-45 tahun), lansia 26
awal (46-55), lansia akhir (56-65
13
tahun), manula (>65 tahun) [12].
Pada data usia korban meninggal HANGING NON
asfiksia gantung diri adalah paling HANGING
banyak terjadi pada usia dewasa
tidak kerja kerja n=108
akhir yaitu usia 36-45 tahun sebanyak
12 korban. Sedangkan jumlah korban Diagram 3. Gambaran pekerjaan
yang meninggal asfiksia tidak korban meninggal karena asfiksia di
gantung diri (non hanging) juga yang Instalasi Kedokteran Forensik &
terbanyak adalah usia produktif Medikolegal RSUD Dr Soetomo pada
sejumlah 48 orang dan usia tidak tahun 2013-2016.
produktif sejumlah 15 korban. Kelompok bekerja korban asfiksia
Setelah data dianalisis dengan uji di Instalasi Kedokteran Forensik &
Chi-square, didapatkan nilai p=0,036. Medikolegal RSUD Dr Soetomo pada
Hal ini berarti p lebih kecil nilainya tahun 2013-2016 lebih banyak
dibandingkan dengan taraf dibanding kelompok tidak bekerja,
signifikansi (α = 0,05) sehingga H0 yaitu 69 orang dengan presentase
ditolak dan H1 diterima yang berarti 64%. Sedangkan jumlah korban
ada hubungan antara usia dengan asfiksia yang tidak bekerja adalah 39
terjadinya asfiksia gantung diri. orang dengan presentase 36%. Pada
Selanjutnya, dianalisis untuk dengan diagram 5.3 menunjukkan bahwa
contingency coefficient untuk jumlah korban bekerja meninggal
mengetahui kekuatan hubungannya, karena asfiksia gantung diri
didapatkan hasil 0,221 yang berarti (hanging) di Instalasi Kedokteran
hubungannya berkekuatan lemah. Forensik & Medikolegal RSUD Dr
Soetomo pada tahun 2013-2016 lebih
3.3 Pekerjaan dengan Kejadian banyak yaitu 32 korban dengan
Asfiksia Gantung Diri rincian pekerjaan swasta paling
Pekerjaan adalah suatu kegiatan banyak yaitu 20 korban. Sedangkan
yang dilakukan oleh seseorang untuk korban tidak bekerja asfiksia gantung
mendapatkan penghasilan [13]. Skala diri lebih sedikit yaitu 13 korban.
datanya adalah nominal. Pekerjaan ini Sedangkan jumlah korban yang
akan dikelompokan menjadi bekerja meninggal asfiksia tidak gantung diri
dan tidak bekerja. Gambaran (non hanging) juga yang terbanyak
pengelompokan pekerjaan korban adalah kelompok bekerja yaitu 37
asfiksia di Instalasi Kedokteran orang dan tidak bekerja sejumlah 26
Forensik & Medikolegal RSUD Dr korban.

Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono


Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

Setelah data dianalisis dengan uji menyebutkan bahwa di Istambul, 537


Chi-square, didapatkan nilai p=0,264. (70,56%) dari semua kasus gantung
Hal ini berarti p lebih besar nilainya diri adalah laki-laki [21],[22].
dibandingkan dengan taraf Namun, penelitian Ponnudurai (1980)
signifikansi (α = 0,05) sehingga H0 [23] dan Bastia (2009) [24]
diterima dan H1 ditolak yang berarti menunjukkan sebaliknya, yaitu
tidak ada hubungan antara pekerjaan proporsi jumlah perempuan gantung
dengan terjadinya asfiksia gantung diri lebih tinggi daripada laki-laki.
diri. Uji chi square antara jenis
kelamin dengan kejadian asfiksia
4 PEMBAHASAN gantung diri menunjukkan tidak ada
4.1 Hubungan jenis kelamin korelasi yang signifikan dimana nilai
dengan terjadinya asfiksia p = 1 yang mana p>0,05 yang artinya
gantung diri tidak ada hubungan antara jenis
Hasil penelitian dari 108 data kelamin dengan kejadian asfiksia
korban asfiksia dikelompokkan gantung diri. Hasil penelitian ini
menjadi 45 data korban asfiksia sejalan dengan penelitian yang
gantung diri dan 63 data korban dilakukan oleh Mohanty (2007) [25]
asfiksia tidak gantung diri serta laki- menunjukkan bahwa tidak ada
laki dan perempuan. perbedaan signifikan antara laki-laki
Dilihat dari gambaran jenis dan perempuan dengan terjadinya
kelamin korban asfiksia, korban asfiksia gantung diri.
asfiksia lebih banyak terjadi pada Pikiran bunuh diri paling sering
laki-laki. Pada gambaran jenis diasosiasikan dengan gangguan
kelamin korban asfiksia gantung diri, depresi [26]. Menurut Lestarianita
paling banyak juga terjadi pada laki- dan Fakhrurrozi (2007) tidak ada
laki. Hasil ini sejalan dengan perbedaan coping stress antara laki-
penelitian yang dilakukan oleh laki dan perempuan [27]. Penelitian
Sharma (1978) [14], Hedge (1980) menunjukkan bahwa membicarakan
[15], Bhatia (2000) [16], Sharma masalah atau kejadian yang
(2004) [17], Prasad (2006) [18], dan membuatnya stres dapat membantu
Chavan (2008) [19] menunjukkan dalam melepaskan kecemasan dan
bahwa proporsi jumlah laki-laki menenangkan diri [28]. Sehingga
gantung diri lebih tinggi daripada penelitian-penelitian tersebut
perempuan. Penelitian Nurina (2010) mendukung bahwa tidak ada
juga menunjukkan bahwa angka perbedaan yang signifikan antara
bunuh diri paling banyak terdapat laki-laki dan perempuan dengan
pada laki-laki (70,4 %) [20], terjadinya asfiksia gantung diri.
penelitian yang dilakukan Hariadi
(2011) di RSUP Dr. Sardjito 4.2 Hubungan usia dengan
Yogyakarta yang menyatakan bahwa terjadinya asfiksia gantung diri
kejadian bunuh diri banyak terjadi Hasil penelitian dari 108 data
pada laki-laki dibandingkan korban asfiksia dikelompokkan
perempuan dan Ernoehazy (2011) menjadi 45 data korban asfiksia
Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

gantung diri dan 63 data korban terdapat perbedaan rentang usia, yaitu
asfiksia tidak gantung diri serta usia yang terbanyak pada usia 19-45 tahun
produktif dan tidak produktif. yang dalam pengolompokan
Pada gambaran usia korban penelitian ini termasuk kelompok
asfiksia, usia paling banyak terjadi usia produktif [31]. Menurut WHO
pada usia produktif. Pada gambaran dan CDC (2015) hal ini disebabkan
usia korban asfiksia gantung diri, karena pada masa muda tingkat
paling banyak juga terjadi pada usia ketergantungan dengan individu lain
produktif yaitu usia di antara 15-64 meningkat membuat individu bunuh
tahun. Hasil ini sejalan dengan diri dengan ciri karakter egoistik,
penelitian yang dilakukan oleh yang memiliki ciri rusaknya
Nasution et al., (2014) bahwa hubungan personal atau dalam hal ini,
kelompok umur yang terbanyak sesuatu yang mereka andalkan,
melakukan gantung diri yang menghilang [31].
diperiksa di Departemen Forensik
RSUP Dr. Muhammad Hoesin 4.3 Hubungan pekerjaan dengan
Palembang tahun 2011-2012 adalah terjadinya asfiksia gantung diri
yang berumur 24-49 tahun, dan Hasil penelitian dari 108 data
paling sedikit terdapat pada umur korban asfiksia dikelompokkan
diatas 50 tahun [29]. Penelitian oleh menjadi 45 data korban asfiksia
Nurina (2010), juga mengungkapkan gantung diri dan 63 data korban
bahwa bahwa kelompok umur yang asfiksia tidak gantung diri serta
terbanyak melakukan gantung diri bekerja dan tidak bekerja.
adalah pada rentang usia 24-49 tahun, Pada gambaran korban asfiksia,
sedangkan paling sedikit terdapat paling banyak terjadi pada kelompok
pada umur > 50 tahun.20 Penelitian bekerja. Pada gambaran korban
Alvarado et al. (2016) di Mexico juga asfiksia gantung diri, paling banyak
mengungkapkan bahwa pada juga terjadi pada kelompok bekerja.
penelitiaanya usia 15-24 tahun Faktor-faktor menyebabkan depresi
merupakan korban gantung diri antara lain berhubungan dengan
terbanyak [30]. ekonomi [32]. Stress akibat kerja di
Uji chi square antara usia dengan usia produktif dapat memicu
kejadian asfiksia gantung diri seseorang untuk melakukan bunuh
menunjukkan ada korelasi yang diri [33].
signifikan dimana nilai p = 0,036 Uji chi square antara pekerjaan
yaitu p lebih kecil nilainya dengan kejadian asfiksia gantung diri
dibandingkan dengan taraf menunjukkan tidak ada korelasi yang
signifikansi (α = 0,05). Nilai signifikan dimana nilai p = 0,264
contingency coefficient sebesar 0,221 yang mana p>0,05 yang artinya tidak
yang berarti hubungan antara usia dan ada hubungan antara pekerjaan
terjadinya asfiksia gantung diri dengan kejadian asfiksia gantung diri.
berkekuatan lemah. Hasil penelitian Hasil penelitian ini sejalan dengan
ini sejalan dengan penelitian yang hasil systematic review yang
dilakukan oleh Hariadi (2011) dilakukan oleh Rane dan Nadkarni
Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

(2014) bahwa hubungan antara Medikolegal RSUD Dr Soetomo


pekerjaan terhadap asfiksia gantung tahun 2013-2016.
diri tidak menentu karena penelitian -
penelitian statistik sebelumnya 6 SARAN
memberikan hasil yang bervariasi Sebaiknya perlu dilakukan
dengan tingkat presentasi yang penelitian lebih lanjut dengan
berbeda-beda [34]. variabel lain dan skala yang lebih
luas, yang menggabungkan data dari
5 SIMPULAN beberapa rumah sakit berbagai daerah
Berdasarkan hasil penelitian yang yang berbeda kultur untuk
telah dilakukan, maka dapat memperoleh kesimpulan yang lebih
disimpulkan bahwa asfiksia gantung jelas. Hasil penelitian ini dapat
diri (hanging) adalah suatu bentuk memberikan informasi kepada
kematian akibat pencekikan dengan masyarakat tentang tingginya
alat jerat, yang mana gaya yang kejadian asfiksia gantung diri dan
bekerja pada leher berasal dari faktor risiko yang menyebabkannya
hambatan gravitasi dari berat tubuh sehingga diperlukan upaya untuk
atau bagian tubuh. Ditandai dengan mengurangi angka tersebut melalui
terjadinya gangguan pertukaran udara sosialisasi kepada masyarakat
pernapasan, mengakibatkan oksigen sehingga kewaspadaan masyarakat
darah berkurang (hipoksia) disertai terhadap tindakan asfiksia gantung
dengan peningkatan karbon dioksida diri meningkat dan asfiksia gantung
(hiperkapnea), dengan demikian diri dapat dicegah. Melihat masih
organ tubuh mengalami kekurangan tingginya angka kejadian bunuh diri,
oksigen (hipoksia hipoksik) lalu maka dibutuhkan peran tenaga medis
terjadi kematian. Ciri khas/ tanda dalam memberikan konseling,
yang sering ditemukan pada jenazah edukasi, penyuluhan tentang masalah
asfiksia gantung diri adalah tardieu’s asfiksia gantung diri.
spot (petechial hemorrages),
kongesti, edema, dan sianosis. Tidak UCAPAN TERIMAKASIH
ada hubungan antara jenis kelamin Terimakasih kepada Instalasi
dengan kejadian asfiksia gantung diri Kedokteran Forensik dan
di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD Dr. Soetomo
Medikolegal RSUD Dr Soetomo yang telah memberikan izin untuk
tahun 2013-2016. Ada hubungan usia melakukan penelitian. Kepada orang
dengan kejadian asfiksia gantung diri tua peneliti yang senantiasa
di Instalasi Kedokteran Forensik dan memberikan dukungan sehingga
Medikolegal RSUD Dr Soetomo penelitian ini terselesaikan serta
tahun 2013-2016 dengan kekuatan semua pihak yang telah membantu
hubungan lemah. Tidak ada atau terlibat baik langsung maupun
hubungan antara pekerjaan dengan tidak langsung dalam penelitian ini.
kejadian asfiksia gantung diri di
Instalasi Kedokteran Forensik dan DAFTAR PUSTAKA

Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono


Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

[1]. Ratih, AA Sagung Weni Kumala University Press, Inc, 347351.


& Tobing, D. H. Konsep Diri 1996. Diakses di:
Pada Pelaku Percobaan Bunuh https://www.inventati.org/sabotag
Diri Pria Usia Dewasa Muda Di e/images/6/6e/7856e6154d66b52c
Bali. Jurnal Psikologi Udayana. c0886ea3b75767d3.pdf
Program Studi Psikologi, [9]. Stevenson, Michael. R. Gender
Fakultas Psikologi, Universitas Roles through the Life Span. A
Udayana. 2016, Vol. 3, No. 3, Multidisciplinary Perspective.
430-444. Ball State University, Muncle.
[2]. Hawari, H. D. Psikopatologi 1994.
Bunuh Diri. Jakarta: Balai [10]. Anonim. Kamus Besar Bahasa
Penerbit FKUI. 2010. Indonesia Online. Kbbi.web.id.
[3]. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., and 2017. Diakses pada tanggal 16
Grebb, J.A.,. Sinopsis Psikiatri : Oktober 2017. Surabaya.
Ilmu Pengetahuan Perilaku [11]. Undang-Undang RI Nomor 13
Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Tahun 2003 tentang
Editor: Dr. I. Made Wiguna S. Ketenagakerjaan.
Jakarta: Bina Rupa Aksara: 113- [12]. Depkes RI. Sistem Kesehatan
129, 149-183. 2010. Nasional. Jakarta. 2009.
[4]. Emory University (n.d.). Suicide [13]. Notoatmodjo, S. Metodologi
statistics. Retrieved from Penelitian Kesehatan. Jakarta:
http://www.emorycaresforyou.e Rineka Cipta. 2010.
mory.edu/resources/suicidestatist [14]. Sharma SD, Gopalakrishna R.
ics.html Suicide-a retrospective study in a
[5]. H, Tasmono. Distribusi Kasus culturally distinct community in
Kematian Akibat Asfiksia Di India. Int J Soc Psychiatry 24.
Malang Raya Yang Diperiksa Di 1978 p: 13-18. doi:
Instalasi Kedokteran Forensik http://dx.doi.org/10.1177/002076
RSSA Tahun 2006-2007. Malang. 407802400103.
Fakultas Kedokteran Universitas [15]. Hedge RS. Suicide in rural
Brawijaya. 2012. community. Indian J Psychiatry.
[6]. Reddy, P. S., & Kumar, R. R. 1980. P: 22:368-70.
Asphyxial deaths at District [16]. Bhatia MS, Aggarwal NK,
Hospital, Tumkur A retrospective Aggarwal BBL. Psychosocial
study. India. 2012. Available on: profile of suicide ideators,
http://imsear.hellis.org/handle/12 attempters and completers in
3456789/143484 Journal of India. Int J Soc Psychiatry .2000.
Indian Academy of Forensic 46: 155-163. doi: http://dx.doi.
Medicine org/10.1177/00207640000460030
[7]. Forensik, Bagian Kedokteran. 1.
Ilmu Kedokteran Forensik. [17]. Sharma BR, Singh VP, Sharma
Jakarta. FKUI.1997. R, Sumedha. Unnatural deaths In
[8]. Knight, B., Forensic Pathology. northern India: a profile. Journal
2nd ed. New York: Oxford
Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

of Indian Academy of Forensic [23]. Ponnudurai R, Jeyakar J.


Medicine. 2004. 26: 140-146 Suicide in Madras. Indian J
[18]. Prasad J, Abraham VJ, Minz S, Psychiatry. 1980; 22: 203-205.
Abraham S, Joseph A, Muliyil JP [24]. Bastia BK, Kar N. A
et al. Rates and factors associated Psychological Autopsy Study Of
with suicide in Kaniyambadi Suicidal Hanging From Cuttack,
Block, Tamil Nadu, South India, India: Focus On Stressful Life
2000-2002. Int J Soc Psychiatry Situations. Arch Suicide Res 13.
.2006; 52: 65-71. doi: 2009: 100-104. doi:
http://dx.doi.org/10.1177/002076 http://dx.doi.org/10.1080/138111
4006061253. 10802572221.
[19]. Chavan B, Singh G, Kaur J, [25]. Mohanty S, Sahu G, Mohanty
Kochar R. Psychological Autopsy MK, Patnaik M. Suicide in India:
of 101 Suicide Cases from A Four Year Retrospective Study.
Northwest Region of India. Indian J Forensic Leg Med. 2007; 14:
J Psychiatry. 2008; 50: 34-38. 185-189.
doi: doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.jcf
http://dx.doi.org/10.4103/0019- m.2006.05.007.
5545.39757. [26]. Maris,R.W, Berman, A.L,
[20]. Nurina. Tanda Kardinal Silverman,M.M. Comprehensive
Asfiksia Pada Kasus Gantung Textbook of Suicidology. New
Diri Yang Diperiksa Di York: the Guilford Press. 2000.
Departemen Forensik FK USU [27]. Lestarianita & Fakhrurrozi.
RSUP H. Adam Malik/ RSUD Pengatasan Stres pada Perawat
Pirngadi Medan Pada Bulan Pria dan Wanita. Jurnal Psikologi
Januari 2007- Desember 2009. Volume 1, No. 1, Desember 2007.
Medan: Fakultas Kedokteran Depok: Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara. Universitas Gunadarma. 2007.
2010. [28]. Weiten, W., and Llyod, M.A.
[21]. Hariadi MB. Karakteristik Psychology Applied to Modern
Gantung Diri yang diperiksa di Life: Adjustment in the 90s.
Instalasi Kedokteran Forensik Brooks/Cole Publishing Company
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta New York. 1997.
Periode 1 November 2006 – 31 [29]. Nasution et al., Gambaran
November 2009. Yogyakarta. Tanda Kardinal Asfiksia Pada
2011. Kasus Kematian Gantung Diri di
[22]. Ernoehazy W. Hanging injuries Departemen Forensik RSU Dr.
and Strangulation. 2011. Muhammad Hoesin Palembang
Available Periode Tahun 2011-2012. Syifa’
at:(http://emedicine.medscape.co Medika, Vol. 5 (No.1), September
m/article/826704- 2014. Palembang: Fakultas
overview#showall. Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2014.
Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono
Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2018; 1 : 12 -30 Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
http://ojs.unud.ac.id/index.php/ijlfs

[30]. Alvarado et al., Increase in


Suicide Rates by Hanging in the
Population of Tabasco, Mexico
between 2003 and 2012.
International Journal of
Environmental Research and
Public Health 13. 2016, 552; doi:
103390/ijerph13060552.
Available at:
www.mdpi.com/journal/ijerph.
[31]. CDC. Suicide risk and
protective factors. [online]. 2015.
Availablefrom:
http://www.cdc.gov/violenceprev
enti
on/suicide/riskprotectivefactors.ht
ml.
[32]. Feltham, C., & Horton, I.
Counseling and psychotherapy.
The Sage Handbook. 2nd edition
British: Sage Publication, Ltd.
2006.
[33]. Milner et al.,. Low Control and
High Demands at Work as Risk
Factors for Suicide: An
Australian National Population-
Level Case-Control Study.
Psychosomatic Medicine: April
2017 - Volume 79 - Issue 3 - p
358–364 doi:
10.1097/PSY.0000000000000389
. Available at:
http://journals.lww.com/psychoso
maticmedicine/Abstract/2017/040
00/Low_Control_and_High_Dem
ands_at_Work_as_Risk.13.aspx
[34]. Rane & Nadkarni. Suicide in
India: a systematic review.
Shanghai Archives of Psychiatry,
2014, Vol. 26, No. 2. doi:
http://dx.doi.org/10.3969/j.issn.10
02-0829.2014.02.003.

Siti Ermawati, Bendrong Moediarso, Soedarsono


Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Airlangga, Surabaya

You might also like