You are on page 1of 11

ALCHEMY, Vol. 2 No.

1 Oktober 2012, hal 34-45

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS EKSTRAK KASAR ENZIM SELULASE


BAKTERI SELULOLITIK HASIL ISOLASI DARI BEKATUL

Dyah Ayu Saropah, Akyunul Jannah, Anik Maunatin

Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

ABSTRACT

Bran rice is a by-product of rice into rice milling process, the cellulose content of 40-60%, so the
potential as a carbon source for the growth of microorganisms such as bacteria to produce enzymes particularly
cellulolytic bacteria. The purpose of the study was to determine the diversity of the characters from the
cellulolytic bacterial isolates and optimum conditions enzyme (cellulase enzymes rough) so that they can
hydrolyze the cellulose to glucose with either rice bran. The characterization includes the determination of pH,
temperature and time of optimum crude extract of bacterial cellulolytic enzyme cellulase, determination of Vmax
and Km and molecular mass determination of cellulase.
Research methods include making media, regeneration of isolates, bacterial growth curve
manufacturing, production of cellulase enzymes from bacterial cellulolytic rough at the optimum conditions, the
kinetics of enzymatic reaction: substrate concentration factor of the reaction rate (with variation of the
concentration of 0.50%, 0.75%, 1 , 00%, 1.25% and 1.50% (w / v)) followed by calculating the Vmax and Km.
The results showed that the enzyme cellulase of cellulolytic bacteria isolated from rice bran result that
has optimum conditions at pH 7.5, temperature 50 ° C, 40 min incubat ion time to produce Vmax 0.0086 units /
mL and Km 1.694%.

Key words : kinetics of enzymatic reaction, selullase enzyme and rice bran

ABSTRAK

Bekatul merupakan hasil samping dari proses penggilingan padi menjadi beras, dengan kandungan
selulosa 40-60% sehingga berpotensi sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri
yang dapat menghasilkan enzim khususnya bakteri selulolitik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
keragaman karakter dari isolat-isolat bakteri selulolitik dan kondisi optimum enzim (enzim selulase kasar)
tersebut sehingga dapat menghidrolisis selulosa dalam bekatul menjadi glukosa dengan baik. Kinetika reaksi
enzimatis dengan mengukur Vmaks dan Km.
Metode penelitian meliputi pembuatan media, peremajaan isolat, pembuatan kurva pertumbuhan
bakteri, produksi enzim selulase kasar dari bakteri selulolitik pada kondisi optimum, kinetika reaksi enzimatis :
faktor konsentrasi substrat terhadap laju reaksi (dengan variasi konsentrasi 0,50 %; 0,75 %; 1,00 %; 1,25 % dan
1,50 % (b/v)) dilanjutkan dengan menghitung Vmaks dan Km.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim selulase dari bakteri selulolitik hasil isolasi dari bekatul
yang mempunyai kondisi optimum pada pH 7,5 , suhu 50 °C , waktu inkubasi 40 menit dengan menghasilkan
Vmax 0,0086 Unit/mL serta Km 1,694 %.

Kata kunci : kinetika reaksi enzimatis, enzim selulase dan bekatul

I. PENDAHULUAN bahwa konsumsi beras masyarakat


Limbah pertanian berupa selulosa Indonesia masih tergolong tinggi yaitu
dan hemiselulosa merupakan masalah 139.15 Kg per kapita per tahun.
penting di Indonesia, ha1 ini disebabkan Peningkatan produksi dan konsumsi padi
kandungan material selulosa yang ini berimbas pula pada peningkatan produk
melimpah namun sulit didegradasi. Salah samping penggilingan padi, salah satunya
satu dari limbah tersebut adalah bekatul. adalah bekatul. Sampai saat ini
Bekatul merupakan hasil samping dari pemanfaatan bekatul masih sangat terbatas,
proses penggilingan padi menjadi beras. yaitu hanya sebagai pakan
Departemen Pertanian (2007) menyebutkan
35
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 34-45

ternak. Sehingga, perlu adanya protein enzim, terutama perubahan pada


pemanfaatan limbah padi (Bekatul). ikatan ionik dan ikatan hidrogennya
Irawadi (1990), menyatakan bahwa sehingga menyebabkan terjadinya
limbah pertanian seperti bekatul dan penurunan kecepatan reaksi yang dikatalisis
tongkol jagung mengandung selulosa oleh enzim tersebut.
(40−60 %), hemiselulosa (20−30 %), dan Ekstrak kasar enzim selulase dari
lignin (15−30 %). Selain itu juga menurut isolat bakteri selulolitik diduga memiliki
Ardiansyah (2010), bekatul mengandung potensi dalam mendegradasi bekatul yang
14,9 % protein; 12,5 % lemak; 32,8 % merupakan hasil samping dalam
selulosa; 42,8 % hemiselulosa; 24,4 % penggilingan padi menjadi glukosa
lignin; 2,1 % abu; dan 3,6 % air, sehingga sehingga dapat digunakan sebagai bahan
dapat digunakan sebagai bahan pakan baku yang potensial untuk dijadikan pangan
ternak, sumber energi, sebagai sumber fungsional. Oleh karena itu, Diperlukan
karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme enzim selulase dengan aktivitas tinggi yang
seperti bakteri yang dapat menghasilkan dapat diambil dari bakteri selulolitik untuk
enzim khususnya bakteri selulolitik. mendegradasi limbah tersebut.
Enzim dapat diproduksi oleh Aktivitas enzim selulase sangat
mikroorganisme seperti fungi dan bakteri. berhubungan dengan kinetika enzim. Ngili
Salah satu jenis enzim yang banyak (2010) menyatakan kinetika enzim
dihasilkan oleh mikroorganisme adalah berkaitan dengan pengukuran laju reaksi
enzim selulase. Mikroorganisme penghasil enzimatik serta dengan faktor-faktor yang
selulase dari kelompok bakteri memiliki mempengaruhi laju tersebut. Faktor-faktor
tingkat pertumbuhan yang cepat sehingga penting yang mempengaruhi laju reaksi
waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi enzimatik adalah konsentrasi substrat dan
selulase menjadi lebih pendek (Alam et al., enzim, pH, suhu dan adanya kofaktor sera
2004). Cendawan diketahui paling baik ion logam. Penting untuk memepelajari
dalam mendegradasi selulosa, tetapi bakteri mengenai faktor-faktor ini.
menjadi pilihan utama, ha1 ini dikarenakan Pada pembahasan ini akan
bakteri memiliki ukuran molekul selulase mempelajari kinetika enzim selulase dari
yang lebih kecil dibandingkan dengan isolat bakteri selulolitik hasil isolasi dari
cendawan sehingga lebih mudah untuk bekatul yang memiliki potensi dalam
berdifusi kejaringan tumbuhan yang hidrolisis selulosa dalam bekatul menjadi
mengandung selulosa (Li & Gao 1997). glukosa (Jannah dan Maunatin, 2011)
Enzim selulase yang dihasilkan oleh sehingga dapat digunakan sebagai bahan
mikroorganisme mempunyai karakteristik baku yang potensial untuk dijadikan pangan
yang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh fungsional. Kinetika enzim selulase ditinjau
faktor lingkungan seperti, suhu, pH dari pengaruh konsentrasi substrat terhadap
lingkungan tempat enzim bekerja, laju reaksi enzimatis. Analisis kuantitatif
konsentrasi substrat tertentu dan waktu kinetika reaksi enzim dilakukan dengan
inkubasi. Semua enzim bekerja dalam asas pendekatan yaitu asas keseimbangan
rentang suhu tertentu pada tiap jenis menurut Michaelis-Menten.
mikroorganisme. Sebagian besar enzim
memiliki aktivitas optimum pada suhu Bekatul
20−50 °C termasuk dalam golongan Di Indonesia, proses penyosohan
mesozim (Volk dan Wheeler, 1984). beras umumnya dilakukan hanya dalam
Peningkatan suhu eksternal secara umum satu tahap saja. Dengan demikian, hasil
akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia samping dari sosohan tersebut, yaitu dedak
enzim, tetapi kenaikan suhu yang terlalu dan bekatul, bercampur menjadi satu,
tinggi akan menyebabkan terjadinya sehingga limbah penggilingan padi yang
denaturasi enzim yaitu berubahnya struktur berupa dedak berarti pula bekatul.
36
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 34-45

komposisi kimia bekatul cukup tinggi: Mekanisme Kerja Enzim Selulase


14,9% protein; 12,5% lemak ; 32,8% Hidrolisis selulosa terdiri dari dua
selulosa; 42,8% hemiselulosa; 24,4% tahap, yaitu degradasi selulosa menjadi
lignin; 2,1% abu; 3,6% air selobiosa oleh endo-1,4-glukanase dan
(Ardiansyah,2010). ekso-1,4 glukanase kemudian dilanjutkan
dengan pemecahan selobiosa oleh β-1,4
Enzim Selulase glukosidase(Juhasz dkk., 2003).
Enzim selulase merupakan enzim
yang memegang peranan penting dalam
proses biokonversi limbah-limbah organik
berselulosa menjadi glukosa (Chalal, 1983).
Enzim selulase dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti tanaman, insekta
dan mikroorganisme (Maranatha. 2007).
Bakteri selulotik ditemukan di berbagai
ekosistem. Contoh bakteri selulotik adalah
Cellumonas sp, celvibrio sp., Microbispora
bispora, Thermomonospora sp.,
Acentivibrio cellulolyticus, Bacteriodes
cellulosolvent, Bacteriodes succinogenes,
Ruminococcus albus, Ruminococcus
flavefaciens dan Clostridium termocellum .
Enzim selulosa dapat dihasilkan oleh Gambar 1. Mekanisme kerja enzim selulase.
berbagai bakteri dan fungi, aerob dan
anerob, mesofil dan termofil. (Bhat and Mekanisme di atas merupakan
Bhat, 1997). proses hidrolisis selulosa oleh bakteri yang
Enzim selulase kasar yang dilakukan dengan bantuan enzim
digunakan merupakan hasil isolasi dari ekstraselular yaitu Endo β-1,4-glukanase,
bekatul dengan menggunakan media umum Ekso β-1,4-glukanase dan β-glukosidase.
nutrien agar. Berdasarkan hasil isolasi Enzim Endo β-1,4-glukanase
bakteri yang telah dilakukan maka menghidrolisis polimer secara acak dan
diperoleh 8 isolat dan didapatkan satu isolat menghasilkan molekul sellulosa sederhana.
terbaik dengan rasio zona bening sebesar Sedangkan Ekso β-1,4-glukanase
1,6 (BK 7). Hasil pengamatan morfologi menghidrolisis dua subunit glukosa pada
koloni secara makroskopis bakteri pada bagian ujung sehingga menghasilkan
media umum tampak semua koloni bakteri selobiosa disakarida. Enzim β-glukosidase
mempunyai warna kekuningan, putih susu, menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa.
krem dan transparan, sedangkan bentuk Enzim memiliki kekhasan dalam mengenali
morfologi pada semua koloni bakteri dan mengikat substrat, karena enzim
mempunyai ciri-ciri bentuk koloni bulat, memiliki sisi aktif yang digunakan untuk
elevasinya berbentuk cembung (convex) mengikat substrat, sisi aktif yang dimiliki
dan bertepi rata (entire). Hasil pengujian enzim sangat spesifik. Enzim selulase
pewarnaan gram menunjukkan gram memiliki gugus aktif –COOH yang
negatif. Hasil uji katalase menunjukkan merupakan gugus aktif dari asam amino
hasil positif (adanya gelembung O 2 ). jenis asam aspartat (Whithers, 1995 dalam
pewarnaan endospora menunjukkan Andamari, 2003).
endospora positif (warna merah pada sel
vegetatif. Kinetika Reaksi Enzimatis
Enzim merupakan protein yang
mengkatalis reaksi biokimia yang secara
37
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 34-45

kolektif membentuk metabolisme akan meningkat seiring dengan


perantara. Laju awal (Vo) dari reaksi yang meningkatnya konsentrasi substrat.
dikatalisis enzim meningkat dengan Kecepatan reaksi akan terus meningkat
bertambahnya konsentrasi substrat hingga dengan nilai yang semakin kecil hingga
dicapai keadaan dimana penambahan mencapai titik batas dimana enzim jenuh
substrat tidak lagi meningkatkan laju awal dengan substrat (Poedjiadi, 2007). Titik
reaksi dan bila semua enzim dalam keadaan batas ini disebut kecepatan maksimum
ES (jenuh oleh substrat) maka laju reaksi (Vmax ) (Lehninger, 1997).
akan mencapai nilai maksimum (Vmaks).
Laju reaksi bergantung pada kondisi
larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-
kondisi yang menyebabkan denaturasi
protein seperti temperatur tinggi,
konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan Gambar 2 Pengaruh konsentrasi substrat pada
peningkatan konsentrasi substrat cenderung laju aktivitas enzim (Poedjiadi, 2007)
meningkatkan aktivitasnya. Untuk
menentukan kelajuan maksimum suatu Menurut Leonor Michaelis dan
reaksi enzimatik, konsentrasi substrat Maud Menten, penggabungan enzim (E)
ditingkatkan sampai laju pembentukan dengan substrat (S) merupakan reaksi yang
produk yang terpantau menjadi konstan dapat balik dan berlangsung relatif cepat
(Radzicka dan Wolfenden, 1995). membentuk kompleks enzim-substrat (ES).
Pada kelajuan yang maksimum Selanjutnya terurai dan membentuk produk
(Vmax ), semua tapak aktif enzim akan reaksi (P) dan enzim bebas (E) (Palmer,
berikatan dengan substrat, dan jumlah 1985).
kompleks ES adalah sama dengan jumlah k1 k2
total enzim yang ada. Namun, Vmax E+S ES E+P
hanyalah salah satu konstanta kinetika k-1
enzim. Jumlah substrat yang diperlukan
untuk mencapai nilai kelajuan reaksi Laju reaksi persamaan di atas dapat
didefinisikan dalam persamaan:
tertentu jugalah penting. Hal ini
diekspresikan oleh konstanta Michaelis- V = k2 [ES]
Menten (Km), yang merupakan konsentrasi [ES] biasanya merupakan besaran
substrat yang diperlukan oleh suatu enzim
yang tidak dapat diukur. Besaran yang
untuk mencapai setengah kelajuan
dapat diukur adalah konsentrasi substrat
maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai dan konsentrasi enzim total, yaitu jumlah
Km yang berbeda-beda untuk suatu subtrat,
enzim bebas dan enzim dalam kompleks
dan ini dapat menunjukkan seberapa ES:
kuatnya pengikatan substrat ke enzim
(Radzicka dan Wolfenden, 1995). [E]t = [E] + [ES]
Hasil eksperimen menunjukkan Pada keadaan steady state, laju
bahwa dengan konsentrasi enzim yang pembentukan dan penguraian kompleks ES
tetap, maka pertambahan konsentrasi sama:
substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. k1 [E][S] = k-1 [ES] + k2 [ES]
Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu,
tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi
[ES] = [E][S]
walaupun konsentrasi substrat diperbesar.
Hal ini berdasar hukum Michaelis-Menten
yang menyatakan bahwa kecepatan reaksi
38
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 34-45

Kemudian konstanta laju reaksi


digabungkan menjadi satu konstanta, yaitu
K M:

K M=
Sehingga dapat ditulis:
K M [ES] = [E][S]
K M [ES] = [E]t [S] – [ES][S]
[ES](K M + [S]) = [E]t [S]

Gambar 3 Grafik hubungan antara 1/V dengan


[ES] = 1/[S]
Selanjutnya:

Data untuk menghitung harga Vmax


V=
dan K M adalah dengan membuat grafik
Saat laju reaksi mencapai kecepatan
maksimum (Vmax ), nilai K M >> [S] hubungan antara vs sehingga
Maka: diperoleh persamaan linear, y = ax + b,
Vmax = k2 [E]t
dimana y = dan x = . Intersep garis
Akan didapat persamaan Michaelis- (b) yang didapat dari persamaan linear
Menten:
adalah dan slope (a) merupakan

V= (Suharto, 1995).
Persamaan Michaelis-Menten yaitu
hubungan kuantitatif antara laju reaksi II. METODE PENELITIAN
enzim dan konsentrasi substrat, bila Vmax 1. Pembuatan Media
dan K M diketahui. Karena sangat sulit untuk
mencari harga Vmax dan K M secara 1.a. Pembuatan Media CMC Agar
langsung, maka persamaan tersebut harus Media yang digunakan adalah media
ditransformasikan dengan metode CMC agar yang terdiri dari 1 gr CMC; 0,04
Lineweaver-Burk yang merupakan bentuk g MgSO 4 .7H2 0; 0,15 g KNO 3; 0,1 g
penyederhanaan terhadap rumus Michaelis K2 HP04; 0,004 g CaCl2 . 2H2 0; 0,4 g yeast
(Murray, et al., 1999): extract; dan 3,4 agar. Semua bahan
dimasukkan dalam beaker gelas 250 ml dan
dicampur dengan aquades sebanyak 100
mL, dipanaskan sampai mendidih sambil
diaduk hingga larut, kemudian media
tersebut dimasukkan ke dalam enlenmeyer
dan ditutup kapas, kemudian disterilisasi
dalam autoklaf menggunakan suhu 121 °C
dan tekanan 1 atm selama 15 menit.
1b. Pembuatan Media CMC Cair
Media yang digunakan adalah media
CMC yang terdiri dari 1 gr CMC; 0,04 g
39
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 34-45

MgSO4 .7H2 0; 0,15 g KNO 3; 0,1 g K 2 HP04; 3.5.1.2), dan diinkubasi pada shaker
0,004 g CaCl2 . 2H2 0; dan 0,4 g yeast incubator pada suhu ruang hingga
extract. Semua bahan dimasukkan dalam mencapai fase eksponensial (prosedur
beaker gelas 250 ml dan dicampur dengan 3.5.3). Ekstrak kasar enzim diperoleh
aquades sebanyak 100 mL, dipanaskan dengan mensentrifugasi kultur pada
sampai mendidih sambil diaduk hingga kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit pada
larut, kemudian media tersebut dimasukkan suhu 4 °C (Heck et al., 2002), supernatan
ke dalam enlenmeyer dan ditutup kapas, yang diperolah adalah ekstrak kasar enzim
kemudian disterilisasi dalam autoklaf selulase, dan digunakan untuk pengujian
menggunakan suhu 121 °C dan tekanan 1 karakterisasi enzim selulase.
atm selama 15 menit.
2. Peremajaan Isolat 5. Kinetika Reaksi Enzimatis :
Peremajaan bakteri dilakukan Penentuan Vmax dan Km Ekstrak Kasar
dengan mengambil 1 ose bakteri selulolitik Selulase
hasil isolasi dari bekatul kemudian Penentuan Vmax dan K m ditentukan
digoreskan pada media CMC agar miring 1 dengan cara menguji aktivitas selulase pada
% (prosedur 3.5.1.1) dan diinkubasi selama konsentrasi substrat dengan variasi
24 jam pada suhu ruang (Nurhamida, konsentrasi 0,50 %; 0,75 %; 1,00 %; 1,25
2008). Hasil peremajaan digunakan untuk % dan 1,50 % (b/v) dan dilakukan pada
penentuan kurva tumbuh dan kurva suhu 50 °C, pH 7,5, dan waktu inkubasi
aktivitas selulase. selama 40 menit.
Sebanyak 1 mL substrat CMC 0,50
3. Pembuatan Kurva Pertumbuhan
%; 0,75 %; 1,00 %; 1,25 % dan 1,50 %
Bakteri dan Aktivitas Selulase (b/v) yang sudah dilarutkan dalam larutan
Pembuatan kurva pertumbuhan buffer dengan pH 7,5 dimasukkan dalam 5
dilakukan dengan cara menginokulasikan tabung reaksi yang berbeda, kemudian
sebanyak 2 ose isolat hasil peremajaan ke ditambah 1 mL ekstrak kasar selulase pada
dalam 200 mL medium CMC broth 1 % masing-masing tabung reaksi (Khabbah,
(prosedur 3.5.1.2) kemudian diinkubasi 2007).
pada shaker incubator dengan kecepatan Masing-masing sampel kemudian
125 rpm pada suhu ruang selama 18 jam, diinkubasi pada suhu 50 °C dengan waktu
diambil sebanyak 25 mL dan dipindahkan inkubasi 40 menit. Setelah itu dididihkan
dalam 250 mL medium CMC broth 1 %, selama 15 menit untuk menginaktivasi
kemudian diambil 4 mL tiap 4 jam sekali enzim tersebut kemudian didinginkan pada
dan diukur densitas optik (OD) dan suhu ruang. Aktivitas enzim pada variasi
aktivitas selulasenya hingga mencapai fase konsentrasi substrat tersebut dianalisis
awal kematian. Densitas optik (OD) diukur dengan menggunakan metode Nelson-
menggunakan spektrofotometer Uv-vis Somogyi.
pada panjang gelombang 600 nm. Kurva
pertumbuhan ditentukan dengan membuat 6. Pengukuran Aktivitas Enzim
plot antara waktu dan densitas optiknya. Selulase
Sedangkan aktivitas selulase ditentukan
dengan mengukur kadar gula reduksi 5a. Penentuan panjang Gelombang
dengan metode Nelson-Somogyi. Optimum Larutan Glukosa dengan
Metode Nelson-Somogyi
4. Produksi Enzim Selulase Kasar dari Larutan stok glukosa standart 100
Bakteri Selulolitik ppm (10 mg glukosa anhidrat/ 100 mL
Isolat bakteri selulolitik aquades) kemudian dipipet 1 mL, lalu
diinokulasikan sebanyak 2 ose dalam 200 dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
mL media CMC broth 1 % (prosedur
40
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 34-45

ditambahkan 1 mL reagen Nelson 20 menit. Langkah selanjutnya sampel


(Lampiran 2), lalu tabung tersebut ditutup. didinginkan hingga mencapai suhu 25 ○C
Tabung reaksi yang berisi sampel lalu ditambahkan 1 mL reagen
tersebut dididihkan selama 20 menit, arsenomolibdat (Lampiran 2) dan dikocok
kemudian didinginkan hingga mencapai sehingga endapan Cu2 O larut sempurna.
suhu 25 ○C. Langkah selanjutnya adalah Kemudian ditambahkan 6 mL aquades lalu
menambahkan 1 mL reagen arsenomolibdat dikocok hingga homogen kemudian diukur
(Lampiran 2), kemudian dihomogenkan. absorbansinya dengan panjang gelombang
Sampel kemudian diencerkan dengan 751 nm. Blanko dibuat sama tetapi tidak
aquades 7 mL, setelah itu diukur menggunakan enzim (Apriyantono, dkk,
absorbansinya pada panjang gelombang 1989).
200–800 nm. Blanko dibuat sama kecuali
sampel diganti dengan air. Lalu dibuat III. HASIL DAN PEMBAHASAN
kurva antara panjang gelombang pada Penentuan kondisi optimum ekstrak
sumbu X dengan absorbansi pada sumbu Y. kasar selulase bakteri selulolitik hasil
isolasi dari bekatul dilakukan melalui
5b.Pembuatan Kurva Baku Glukosa beberapa tahap, yakni: peremajaan isolat,
dengan Metode Nelson-Somogyi pembuatan kurva pertumbuhan dan
(Apriyantono, dkk., 1989) produktivitas gula reduksi untuk
Larutan stok glukosa standart 100 mengetahui fase pertumbuhan bakteri
ppm (10 mg glukosa anhidrat/ 100 mL dengan produksi gula reduksi tertinggi yang
aquades) diencerkan hingga didapatkan kemudian digunakan sebagai waktu panen
larutan glukosa standart dengan konsentrasi atau produksi enzim selulase kasar, serta
5, 20, 35, 50, dan 65 ppm. Sampel yang penentuan kondisi optimum enzim yang
telah diencerkan tersebut dipipet 1 mL, lalu meliputi pH, suhu, waktu inkubasi serta
dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian konsentrasi substrat. Aktivitas selulase
ditambahkan 1 mL reagen Nelson diukur berdasarkan kadar gula reduksi yang
(Lampiran 2), lalu tabung tersebut ditutup. dihasilkan menggunakan metode Nelson-
Tabung reaksi yang berisi sampel Somogyi.
tersebut dididihkan selama 20 menit,
kemudian didinginkan hingga mencapai 1. Peremajaan Bakteri Selulolitik
suhu 25 ○C. Langkah selanjutnya adalah Peremajaan bakteri selulolitik
menambahkan 1 mL reagen arsenomolibdat dilakukan pada media NA (Nutrient Agar)
(Lampiran 2), kemudian dihomogenkan miring sebagai media pertumbuhannya.
hingga semua endapan Cu2 O terlarut Media ini mengandung nutrisi yang
sempurna. Campuran selanjutnya ditambah dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri,
dengan 7 mL aquades dan dikocok, dimana semua unsur ini dalam bentuk
kemudian diukur absorbansinya pada persenyawaan (Irianto, 2007).
panjang gelombang 751 nm. Kurva baku Peremajaan isolat bertujuan untuk
dibuat dengan menghubungkan antara meregenerasi atau memperbarui sel bakteri,
konsentrasi larutan baku glukosa dengan menjaga ketersediaan nutrisi dan untuk
absorbansinya. menghindari adanya perubahan
karakteristik dari kultur murni yang
5c. Analisis Kadar Glukosa dengan ditanam. Peremajaan dilakukan secara
Metode Nelson-Somogyi aseptis untuk menghindari adanya
Sampel yang akan dianalisis kontaminan yang dapat mempengaruhi
dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian pertumbuhan bakteri yaitu dengan cara
ditambahkan 1 mL reagen Nelson memijarkan jarum ose di atas api segera
(Lampiran 2), lalu tabung tersebut ditutup sebelum dan sesudah melakukan
rapat. Sampel kemudian dididihkan selama pemindahan bakteri serta melewatkan mulut
41
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 34-45

tabung tempat biakan di atas api segera dengan mengukur kadar gula reduksi
sebelum dan sesudah memasukkan jarum menggunakan metode Nelson-Somogyi.
dan mengambilnya serta segera mungkin Kurva pertumbuhan dan
menutup tabung (Sutedjo, 1996). produktivitas gula reduksi yang diperoleh
Peremajaan isolat dilakukan dengan disajikan pada Gambar 4.
cara mengambil sebanyak 1 ose bakteri
selulolitik dan digoreskan secara aseptis
pada media NA miring kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu ruang.
Inkubasi dilakukan selama 24 jam karena
pada selang waktu tersebut diasumsikan
bakteri telah mengalami fase logaritmik
atau eksponensial yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah sel sehingga bakteri
siap dipanen (Dwijoseputro, 1994).

2. Kurva Pertumbuhan dan


Produktivitas Gula Reduksi Gambar 4. Kurva pertumbuhan dan
produktivitas gula reduksi
Kurva pertumbuhan dan
produktivitas gula reduksi digunakan untuk
mengetahui waktu panen enzim selulase. Pertumbuhan bakteri selulolitik
(Gambar 4) ditandai dengan meningkatnya
Waktu panen enzim ditentukan berdasarkan
kadar gula reduksi tertinggi yang dihasilkan nilai densitas (kekeruhan) medium sejalan
dengan meningkatnya lama waktu inkubasi.
oleh kultur bakteri selulolitik pada fase
pertumbuhannya. Tahapan fase yang terjadi pada
Kurva pertumbuhan dan pertumbuhan bakteri selulolitik dalam
medium CMC meliputi fase lambat (Lag
produktivitas gula reduksi pada penelitian
ini diperoleh dengan membuat plot antara Phase) terjadi pada jam ke-0 sampai jam
ke-4 karena fase ini populasi bakteri belum
waktu inkubasi dan densitas optiknya.
Mula-mula dibuat inokulum dengan cara mengalami perkembangbiakan, dikarenakan
mengambil bakteri selulolitik hasil sel mengalami adaptasi dengan medium
yang baru (Hamdiyati, 2001). Fase ini sel
peremajaan sebanyak 2 ose secara aseptis
dan diinokulasikan ke dalam 200 mL media bakteri mulai membesar, tetapi belum
membelah sehingga tidak ada pertambahan
CMC (Carboxy Methyl Cellulose) broth 1
populasi (Hidayat, dkk., 2006), dan telah
% untuk memperpendek fase adaptasi dari
bakteri. Inokulum kemudian diinkubasi mempersiapkan diri untuk mensintesis
berbagai jenis enzim hidrolase ekstraseluler
dalam shaker inkubator pada suhu ruang
dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam (Brock, et al., 1986).
Fase logaritmik (Exponential Phase)
untuk mengatur aerasi serta memperlancar
terjadi pada jam ke-4 hingga jam ke-20
transfer nutrisi ke dalam sel. Langkah
selanjutnya, diambil inokulum sebanyak 25 yang ditandai dengan bertambahnya jumlah
sel dalam populasi. Hal ini karena bakteri
mL dan diinokulasikan ke dalam 250 mL
media serupa untuk media produksi, setelah sudah beradaptasi dengan media dan dapat
melakukan reproduksi dengan pembelahan
itu inokulum diambil sebanyak 4 mL tiap 4
sel (Astuti dan Rahmawati, 2010).
jam sekali dan diukur densitas optiknya
serta produktivitas gula reduksinya. Bertambahnya jumlah sel bakteri akan
meningkatkan sintesis enzim selulase untuk
Densitas optik diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang proses metabolisme dalam sel. Akan tetapi,
setelah selulosa dalam media tumbuhnya
gelombang 600 nm sedangkan
mendekati habis maka bakteri akan
produktivitas gula reduksi ditentukan
42
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 34-45

memanfaatkan glukosa yang telah diuraikan pertumbuhan dan produktivitas gula reduksi
oleh enzim selulase sebagai sumber energi bakteri selulolitik yang terlampir pada
dalam selnya (White, 2000), yang ditandai Lampiran 3.2.
dengan menurunnya kadar gula reduksi Substrat CMC dalam produksi
yang dihasilkan. enzim digunakan sebagai sumber karbon
Fase stasioner (Stationer Phase), bagi bakteri untuk mencukupi kebutuhan
terjadi dari jam ke-20 hingga jam ke-48. energi sel dan produksi enzim (Ray, 2007).
Pada fase ini mikroorganisme tidak lagi Dengan kata lain semakin banyak sumber
melakukan pembelahan sehingga jumlah sel karbon dalam media pertumbuhan maka
cenderung tetap karena persediaan nutrisi selulase yang dihasilkan semakin
terbatas (Mangunwidjaja, 1994). Pada jam meningkat. Akan tetapi kelebihan sumber
ke-48 kadar gula reduksi yang dihasilkan karbon dapat menghambat pertumbuhan sel
meningkat, hal ini diduga enzim selulase karena akan mengurangi jumlah oksigen
telah mencapai waktu inkubasi yang dalam media sehingga menurunkan
optimal sehingga dapat menghasilkan gula produksi selulase. Oleh karena itu, pada
reduksi yang tinggi (Gal, et.al., 1997). penelitian ini menggunakan CMC 1 %
Setelah melewati jam ke-48 absorbansi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
menurun yang mungkin disebabkan oleh Arifin, et al., (2006) dalam
banyaknya kematian sel dalam media, memproduksi selulase dari Bacillus pumilus
sehingga kadar gula reduksi yang EB3.
dihasilkan juga mengalami penurunan Ekstrak kasar selulase diperoleh
(Dees, et.al., 1995). Berdasarkan kurva dengan mensentrifugasi kultur bakteri
pertumbuhan dan produktivitas gula reduksi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
pada Gambar 4.1 waktu panen enzim menit pada suhu 4 °C untuk memisahkan
adalah pada jam ke-48 dengan kadar gula sel-sel mikroorganisme yang mengendap
reduksi tertinggi yaitu 58,62 ppm. dan supernatan yang merupakan cairan
yang berisi enzim. Dalam teknik
3. Produksi Enzim Selulase Kasar sentrifugasi pemilihan kecepatan dan gaya
Enzim selulase dari bakteri berat harus diperhatikan untuk memisahkan
selulolitik termasuk enzim ekstraseluler supernatan dari selnya (Rahayu, 1990).
sehingga dapat diekstrak melalui dinding Supernatan yang dihasilkan dari 250 mL
sel dengan cara sentrifugasi. Fungsi utama inokulum adalah sebanyak 220 mL ekstrak
enzim ekstraseluler ini adalah mengubah kasar selulase yang kemudian digunakan
nutrien disekitar sel dan membawanya untuk penentuan kinetika enzim selulase
masuk ke dalam sel sebagai energi untuk dari isolat bakteri selulolitik.
pertumbuhan sel (Aulanni’am, 2005).
Produksi enzim selulase dilakukan 4. Parameter Kinetika Ekstrak Kasar
dengan cara mengambil sebanyak 2 ose Selulase : Penentuan Vmax dan Km
bakteri hasil peremajaan secara aseptis dan
diinokulasikan ke dalam 200 mL media Penentuan laju reaksi maksimum
CMC broth 1 % dan dishaker dengan (Vmax ) dan konstanta Michaelis-Menten
kecepatan 150 rpm pada suhu ruang selama (Km) merupakan hal penting yang harus
24 jam untuk memperpendek fase adaptasi. dilakukan untuk mengetahui karakteristik
Inokulum kemudian diambil sebanyak 25 enzim. Nilai Vmax menunjukkan tingkat
mL dan diinokulasikan ke dalam 250 mL kejenuhan enzim oleh substrat sedangkan
media CMC broth 1 % dan diinkubasi pada Km menunjukkan efisiensi katalis dari
suhu ruang selama 48 jam. Inkubasi enzim yang didefinisikan sebagai
dilakukan selama 48 jam yang merupakan konsentrasi substrat tertentu pada saat
fase stasioner dengan kadar gula reduksi kecepatan katalitik enzim mencapai
tertinggi yaitu 58,62 ppm dari kurva setengah kecepatan maksimumnya
43
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 34-45

(Gultom, 2001). Nilai Vmax dan Km


ditentukan dengan cara mengukur diperoleh nilai intersep = , slope =
kecepatan awal dan aktivitas selulase pada
kondisi optimumnya (pH 7,5, suhu 50 °C, ,y= , dan x =
dan waktu inkubasi 40 menit) pada variasi
konsentrasi substrat 0,50 %; 0,75 %; 1,00
%; 1,25 %; dan 1,50 %.
Berdasarkan persamaan Michaelis-
Menten, hubungan antara konsentrasi
substrat dengan aktivitas selulase dapat
disajikan pada Gambar 5.

1/Vmax

Gambar 6. Grafik hubungan 1/V dengan 1/[S]


berdasarkan persamaan Lineweaver-Burk

Berdasarkan Grafik 4.7 diperoleh


Gambar 5. Hubungan konsentrasi substrat persamaan linear y = 197,01x + 115,78,
dengan aktivitas enzim sehingga nilai Vmax sebesar 0,0086
ppm/menit dan Km sebesar 1,694 %. Nilai
Berdasarkan teori kinetika, semakin Vmax sebesar 0,0086 ppm/menit
tinggi konsentrasi substrat maka semakin menunjukkan kecepatan maksimum enzim
tinggi pula energi dan frekuensi benturan selulase dalam mengubah substrat selulosa
antar molekul sehingga semakin banyak menjadi glukosa sebesar 0,0086 ppm per
enzim selulase yang dapat mengikat menitnya, sedangkan konstanta Michaelis-
selulosa untuk membentuk kompleks Menten ketika enzim selulase mencapai
enzim-glikosil yang selanjutnya akan setengah dari kecepatan maksimumnya
membentuk produk berupa glukosa adalah sebesar 1,694 %, dengan kata lain
(Gultom, 2001). Hal ini dapat ditunjukkan nilai K m berfungsi sebagai ukuran konstanta
pada Gambar 4.6 bahwa dengan disosiasi (Kd) suatu enzim. Kompleks
meningkatnya konsentrasi substrat maka enzim-substrat nilai Kd ini berbanding
meningkat pula aktivitas enzim yang terbalik dengan afinitas enzim terhadap
dihasilkan. Meskipun demikian, substratnya (Sadikin, 2002). Semakin kecil
peningkatan aktivitas enzim akan berhenti kecenderungan substrat dan enzim
ketika enzim sudah jenuh dengan substrat berdisosiasi maka semakin besar afinitas
karena jumlah molar substrat sudah enzim terhadap substrat, maka kompleks ES
melampaui jumlah molar enzim setelah titik sangat mantap, sehingga kesetimbangan
batas maksimum (Vmax ) dari reaksi reaksi kearah kompleks ES sehingga produk
enzimatis. yang diperoleh mepunyai yield yang tinggi.
Nilai Vmax dan Km dapat ditentukan Apabila nilai Km besar berarti enzim
dengan mentransformasikan persamaan mempunyai afinitas rendah terhadap substrat,
Michaelis-Menten ke dalam persamaan sehingga kesetimbangan reaksi kearah E
Lineweaver-Burk: + S.

44
ALCHEMY, Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal 34-45

IV. KESIMPULAN Circulans. J Appl Environ Microbiol


Kinetika reaksi enzim selulase dari 61: 959965.
bakteri selulolitik hasil isolasi dari bekatul Lehninger, A. L. 1997. Biochemistry. New
yang mempunyai kondisi optimum pada pH York: Worth Publisher Inc.
7,5 , suhu 50 °C , waktu inkubasi 40 menit Indahsari, M. N. 2012. Isolasi Bakteri
menghasilkan Vmax 0,0086 Unit/mL serta Selulolitik dari Bekatul dan Uji
K m 1,694 %. Aktivitas Enzim Selulase pada
Media dengan Berbagai Sumber
Nitrogen. Skripsi. Tidak diterbitkan.
V. DAFTAR PUSTAKA
Kimia. UIN Maliki Malang.
Alam, M. Z., Manchulur, M. A., dan Palmer, T. 1985. Understanding Enzyme
Anwar, M. N. 2004. Isolation 3rd. New York: Ellishorwood
Purification, Characterization of Publisher.
Cellulolytic Enzyme Produced by Pelczar, M. J., dan Chan, E. C. S. 2008.
the Isolate Streptomyces omiyaensis. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1.
Pakist J Biol Sci 7(10):16471653. Jakarta: UI Press.
Ardiansyah. 2004. Sehat dengan Perez, J., Munos, D. J., Rubia, T., Martinez,
Mengkonsumsi Bekatul. Suara J. 2002. Biodegradation and
Pembaruan 23 Agustus. Biological Treatments of Cellulose,
Beguin, P dan Aubert, J. P. 1992. Cellulose. Hemicellulose and Lignin. J Int
Encyclopedia Microbiology. 467– Microbiol 5: 53–63.
408. Rahayu, K. 1990. Isolasi dan Pengujian
Budiman, A dan Sigit, S. 2008. Pengaruh Aktivitas Enzim. PAU Pangan dan
Konsentrasi Substrat, Lama Gizi. Yogyakarta: UGM Press.
Inkubasi dan pH dalam Proses Rahman, A. 1992. Teknologi Fermentasi.
Isolasi Enzim Xylanase dengan Bogor: Kerja Sama Penerbit Arcan
menggunakan Media Jerami Padi. dengan Pusat Antar Universitas
Karya Ilmiah. Semarang : Teknik Pangan dan Gizi IPB.
Kimia Undip. Somogyi, M. 1952. Notes on Sugar
Chaplin, M. 2002. Glucose from Cellulose. Determination. Journal of
Diakses tanggal 23 Juni 2012. Biological Chemistry vol. 200, No.
Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar 1, 19-23.
Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Vogel, A. I. 1994. A Text Book of Macro
Furnier, F. 1995. Current Protocols in Food and Semimicro Qualitative
Analitical Chemistry Colorimetric Inorganic Analysis. 4th Ed.
Quantification Of Carbohidrates. Longmans: Green and Co Ltd.
Arberta Kanada: University Of Whither, S.G. dan R. Aebersold. 1995.
Alberta. Approaches to Labelling and
Girindra, A. 1993. Biokimia 1. Jakarta: PT Identification of Active Site
Gramedia. Residues in Glucosidases. Jurnal of
Gultom, T. 2001. Biokimia Struktur dan Protein Science 4: 361-372
Fungsi. Yogyakarta: UNY Press. Wong, D.W.S. 1995. Food Enzymes:
Irawadi, T. T. 1990. Selulase. Bogor: IPB Structur and Mechanism. New
PAU Bioteknologi. York: Chapman & Hall. 104-106.
Kim, H. 1995. Characterization and Radzicka A, Wolfenden R. (1995). "A
Substrate Specivicity of an proficient enzyme". Science 6 (267):
EndoBetha-1,4-D-glukanase 90–931.
(Avicelase I) from An Extracelluler doi:10.1126/science.7809611
Multienzyme Complex of Bacillus

45

You might also like