Professional Documents
Culture Documents
Penyembuhan Luka Decubitus Pada Tikus Pu E0cbee46 PDF
Penyembuhan Luka Decubitus Pada Tikus Pu E0cbee46 PDF
Abstract
Chronic wounds are still problem is one of the most frequent among the community.
Pressure ulcers (decubitus) are examples of types of chronic wounds in which the maintenance
costs of the injury fairly expensive. The use of plants is an appropriate alternative for the
treatment of decubitus chronic wounds. One among the many plants that are known efficacious
drugs for the health of Aloe vera. With the various components contained therein, aloe vera is
known to affect the decubitus chronic wound healing.
This study is purely experimental posttest-only design approach. The sample uses a
white rats strain wistar female, weight 150-250 gr and 2,5 to 3 months of age. The variable is
the concentration of the extract of Aloe vera and scores healing pressure ulcers (decubitus)
degree II in white rats. The data obtained using observation, then analyzed with the assumption
test (Lilliefors test and the Barlett test), one way Anova test and different test real distance of
Duncan with significansy values of 0,05.
The results indicate that there is the influence of various concentrations of leaf extract
of Aloe vera to diameter decubitus chronic wound healing in rats and the concentration of leaf
extract of Aloe vera 100% to give a good effect on the diameter of decubitus chronic wound
healing on white rats (á 0.05).
Abstrak
Luka kronis saat ini masih merupakan salah satu masalah sering terjadi di kalangan
masyrakat. Luka tekan (decubitus) merupakan contoh jenis luka kronis dimana biaya
penyembuhan terhadap luka tersebut terbilang mahal. Penggunaan tumbuhan merupakan cara
alternatif yang tepat untuk pengobatan terhadap luka kronis decubitus. Salah satu diantara
berbagai tumbuhan obat yang diketahui berkhasiat bagi kesehtan yaitu lidah buaya (Aloe vera).
Dengan berbagai komponen yang terkandung didalamnya, lidah buaya diketahui dapat
mempengaruhi penyembuhan luka kronis decubitus.
Penelitian ini adalah eksperimental murni dengan pendekatan posttest only design.
Sampel menggunakan tikus putih strain wistar berjenis kelamin betina, berat 150-250 gr dan
usia 2,5-3 bulan. Variabel penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dan
diameter penyembuhan luka tekan (decubitus) derajat II pada tikus putih. Data didapatkan
dengan menggunakan observasi, kemudian dianalisa dengan uji asumsi (uji Lilliefors dan uji
Barlett), uji one way Anova dan uji beda jarak nyata Duncan taraf signifikansi 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan efek dari berbagai konsentrasi
ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera) terhadap diameter penyembuhan luka kronis decubitus
pada tikus putih dan konsentrasi ekstrak daun lidah buaya (Aloe vera) 100% dapat memberikan
pengaruh yang paling baik terhadap diameter penyembuhan luka kronis decubitus pada tikus
putih (á= 0,05)
Kata Kunci: Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera), Diameter Penyembuhan, Decubitus
Dari table 2 dapat dinyatakan luka, sekresi luka, bau luka serta granulasi
bahwa nilai F hitung (12,6) > F table (3,10), luka (Saryono, 2010, Rohmawati, 2008).
sehingga H0 ditolak dan Hi diterima yang Pada pengamatan secara
berarti ada perbedaan pengaruh yang sangat makr oskopis terhadap luka tekan
nyata ekstrak lidah buaya (Aloe vera) (decubitus) yang ada pada 2/3 punggung
terhadap diameter penyembuhan luka de- tikus saat observasi awal tampak adanya
cubitus pada tikus putih. Perbedaan perubahan warna pigmen kulit, terdapat
pengaruh ini menunjukkann adanya efek jaringan nekrose yang mulai terangkat, dan
ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terhadap tampak ulkus dangkal sebatas daerah
diameter penyembuhan luka decubitus pada jaringan lemak subkutan yang semakin
tikus. mengecil luasnya. Hal ini terlihat mulai dari
Dari Tabel 3 dapat dinyatakan hari pertama hingga hari ke-10 observasi
bahwa perlakuan D (perawatan luka dengan yang menunjukkan bahwa luka berangsur
pemberian/diolesi ekstrak lidah buaya sembuh serta tampak ada perbedaan yang
dengan konsentrasi 100% tiga kali sehari ) terjadi antara kelompok perlakuan A
merupakan yang terbaik dan berbeda nyata (kontrol0, perlakuan B, perlakuan C, dan
dengan perlakuan lainnya. perlakuan D. Pada kelompok kontrol,
Perawatan luka dan observasi kelompok perlakuan B dan C terlihat luas
penelitian ini dilakukan selama 10 hari luka setiap harinya berangsur mengecil,
karena berdasarkan literatur menyebutkan sekresi luka terjaga kekeringannya, bau luka
bahwa hari ke-10 setelah luka terjadi terjaga serta rata-rata granulasi luka pada
merupakan titik puncak fase proliferasi pada kelompok ini menjadi sempurna pada hari
penyembuhan luka dimana fibroblast, ke-8. Sedangkan pada kelompok perlakuan
sintesa kolagen dan pembentukan jaringan D terlihat luas luka berangsur mengecil
granulosa ter jadi (Ayunda, 2010). setiap harinya dan rata-rata hampir menutup
Pengamatan atau observasi pada penelitian pada hari ke-7, sekresi luka tetap kering, bau
ini hanya dilakukan secara makroskopis dan luka terjaga serta granulasi luka mulai penuh
dilakukan 1 kali setiap hari selama 10 hari pada hari ke-6 selama perawatan luka.
selama masa perawatan luka. Indikator Penampakan diameter luka tekan pada tikus
pemeriksaan makroskopis (observasi) yang percobaan pada hari ke-1 adalah sebagai
dilakukan terdiri dari item pengamatan luas berikut.
Penampakan diameter luka tekan perlakuan C dan perlakuan D. Pada uji one
pada tikus percobaan pada hari ke-10 way Anova á 0,05 menghasilkan nilai F
adalah sebagai berikut. hitung = 12,6 sedangkan F tabel = 3,10. Ini
Berdasarkan uji statistika uji one berarti Nilai F hitung > F tabel sehingga H0
way Anova untuk mengetahui bahwa ada ditolak dan Hi diterima yang berarti ada
perbedaan yang bermakna antara kelompok perbedaan pengaruh yang nyata minimal
perlakuan A (kontr ol), perlakuan B, pada satu pasangan perlakuan. Dalam
upaya mengetahui kelompok perlakuan yang kadar gradien diikuti bergeraknya molekul
terbaik pengaruhnya terhadap diameter (Ayunda, 2010). Menurut Hidayati (2006),
penyembuhan luka decubitus derajat II pada difusi obat dipengaruhi oleh beberapa faktor
tikus putih (Ratus novergicus strain wistar) yang diantaranya adalah (1) Konsentrasi
dengan cara dilakukan uji beda rerata (uji obat: semakin besar konsentrasi zat aktif,
beda jarak nyata Duncan’s) á = 0,05 dan difusi obat akan semakin baik; (2) Koefisien
hasilnya menyebutkan bahwa pengaruh partisi: perbandingan konsentrasi dalam 2
pemberian ekstrak lidah buaya terbaik fase dimana semakin besar koefisien partisi
diperoleh pada ekstrak lidah buaya dengan dan semakin cepat difusi obat; (3) Koefisien
konsentrasi 100% 3x/hari (perlakuan D), difusi: semakin luas membran, koefisien
karena pengaruh ekstrak lidah buaya dengan difusi semakin besar, difusi obat semakin
konsentrasi ini berbeda nyata dan atau meningkat; (4) Viskositas: semakin besar
sangat nyata dengan pengaruh kontrol dan viskositas suatu zat, koefisien difusi semakin
semua konsentrasi ekstrak lidah buaya besar dan difusi akan semakin lambat; (5)
lainnya. Ini sesuai dengan pernyataan Ketebalan membran: semakin tebal
menurut Hidayati (2006), yang membran, difusi akan semakin lambat.
menyebutkan bahwa semakin besar Dari berbagai variasi konsentrasi
konsentrasi zat aktif maka difusi obat akan yang digunakan pada setiap kelompok
semakin baik. Difusi obat yang baik akan perlakuan menjadikan senyawa-senyawa
mempercepat daya absorbsi kulit terhadap aktif yang terkandung dalam setiap volume
obat agar segera bekerja sesuai dengan ekstrak lidah buaya yang dipakai bervariatif
fungsi senyawa obat yang terkandung juga. Komponen yang terkandung dalam
didalamnya. Hasil penelitian ini juga lidah buaya sebagian besar adalah air
didukung berdasarkan hasil penelitian mencapai 99,5% dengan total padatan
sebelumnya yang menyatakan bahwa lidah terlarut hanya 0,49%, lemak 0,067%,
buaya terbukti lebih cepat dalam karbohidrat 0,043%, protein 0,038%,
menyembuhkan luka sayat dengan nilai p vitamin A 4,594 IU, dan Vitamin C 3,476
menunjukkan 0,000 (p < 0,05) (Ayunda, mg (Furnawanthi, 2002), serta beberapa
2010), luka borok dan luka operasi komponen atau senyawa aktif lainnya yang
(Furnawanthi, 2002). mempunyai fungsi pengobatan khususnya
Dari hasil penelitian pada kelompok terhadap luka. Aloin, Asam amino, Asam
perlakuan A (kontr ol), perlakuan B, krisophanat, Glukomannan, Protease, dan
perlakuan C, dan kelompok perlakuan D, Vit. C merupakan beberapa komponen lain
diketahui bahwa terdapat perbedaan dari lidah buaya yang diketahui dapat
pengaruh terhadap diameter penyembuhan mempercepat penyembuhan luka dengan
luka kronis (decubitus) antar masing-masing berbagai fungsi masing-masing senyawa
kelompok perlakuan. Perbedaan konsentrasi aktif tersebut pada tiap-tiap fase
ekstrak lidah buaya (Aloe vera) yang penyembuhan luka. Enzim protease yang
digunakan menjadi alasan utama timbulnya terdapat dalam lidah buaya dapat
perbedaan antara kelompok perlakuan, mengaktivasi sel T dan makrofag serta
disamping itu juga pada kelompok kontrol meningkatkan pencernaan jaringan nekrotik
hanya mendapat perlakuan (perawatan luka) (Furnawanthi, 2002).
tanpa diolesi ekstrak lidah buaya dan hanya Aktivasi seluler dengan dimulainya
dirawat dengan larutan NS (Normal Saline) pergerakan menembus dinding pembuluh
saja. Prinsip absorbsi obat melalui kulit darah menuju luka karena daya kemotaksis.
adalah difusi pasif yaitu proses di mana Leukosit mengeluarkan enzim proteolitik
suatu substansi bergerak dari daerah suatu (protease), permukaan luka yang lembab
sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan mengaktivasi enzim protease ini untuk
membantu meningkatkan pencernaan bakteri penyembuhan luka semakin meningkat.
dan kotoran luka (Tarigan, 2007). Kemudian Dalam sebuah literatur juga disebutkan
terjadi aktivasi limfosit T dan makrofag yang bahwa luka yang dijaga kelembabannya,
kemudian muncul, ikut menghancurkan dan resiko terkena infeksi bakteri pathogen lebih
memakan kotoran luka dan bakteri kecil daripada luka yang terlalu basah
(fagositosis) yang akan membantu (Hidayati, 2006). Peningkatan faktor
memperkecil resiko infeksi pada luka. pertumbuhan membuat proliferasi epitel
Disamping itu juga, enzim tersebut meningkat dan menggantikan epitel yang
(protease) mampu memecah bradykinin telah bermigrasi, sampai semua permukaan
yang merupakan senyawa dalam tubuh luka tertutup epitel, proses proliferase pun
penyebab rasa nyeri yang terbentuk di luka. usai dan dilanjutkan dengan fase maturasi
Sementara itu, asam amino berfungsi untuk memperkuat regangan hingga 80%
menyusun protein pengganti sel yang rusak kekuatan regangan semula (Tarigan dan
dan asam krisofan yang mendorong proses Pemila, 2007).
penyembuhan kulit yang mengalami Alasan lain timbulnya perbedaan
kerusakan (Morison, 2003, Furnawanthi, pengaruh pemberian ekstrak lidah buaya
2002). (Aloe vera) dalam penelitian ini yaitu
Pencernaan jaringan nekrotik dan ketebalan membran pada setiap tikus. Hal
bakteri yang meningkat membantu cepat ini sesuai dengan pernyataan menurut Philip
berlangsungnya proliferasi, dimana luka (2004), yang menyebutkan bahwa semakin
yang lembab membantu meningkatkan tebal membran maka difusi suatu zat akan
produksi faktor pertumbuhan khususnya semakin lambat dimana daya absorbsi per-
glukomannan dan asam krisophanat yang kutan suatu obat pada umumnya disebabkan
terkandung dalam lidah buaya sehingga oleh penetrasi obat melalui stratum korneum.
proliferasi fibroblast, angiogenesis (AGF) Stratum korneum terdiri dari kurang lebih
dan proliferasi epitelpun meningkat (Tarigan 40% protein (pada umumnya keratin) dan
dan Pemila, 2007). Fibroblast menghasilkan 40% air dengan lemak yang dapat dilihat
mukopolisakarida, asam aminoglisin dan atau diukur melalui berat badan (Hidayati,
prolin yang merupakan bahan dasar serat 2006), sedangkan kriteria tikus yang
kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. dijadikan sampel pada penelitian ini
Fibr oblast bermigr asi kedalam luka, memiliki berat badan yang sifatnya interval
menempatkan kolagen serta diikuti proses (150-250 gr) sehingga kondisi inilah yang
deposisi matriks dan angiogenesis yang membuat ketebalan membrannya bervariatif
meningkat membentuk jaringan granulasi atau berbeda dan memberikan pengaruh
(Ismail, 2010, Pusponegoro, 2005, Klein yang berbeda pula meskipun diberi
2007). perawatan luka dengan konsentrasi ekstrak
Lidah buaya (Aloe vera) lidah buaya (Aloe vera) yang lebih besar
berkemampuan menembus dan meresap namun absorbsi obat oleh kulit tidak
serta berdifusi secara baik sehingga mampu optimal.
menahan hilangnya cairan tubuh dari Dari berbagai fakta yang telah
permukaan kulit sehingga ter jaga ditemukan pada penelitian ini dan melalui
kelembabannya (Wijayakusuma, 2007; kajian teoritik yang telah diuraikan diatas,
Furnawanthi, 2002). Permukaan yang maka dapat diketahui bahwa kelompok
lembab membuat epitel dari tepi luka lebih perlakuan D merupakan perlakuan yang
mudah migrasi ketempat luka sehingga terbaik dalam pengaruhnya ter hadap
proses migrasi epitel meningkat bersamaan diameter penyembuhan luka kr onis
dengan kontraksi miofibroblast yang akan decubitus pada tikus putih (Ratus
menutup luka sehingga kecepatan novergicus strain wistar). Ini dapat dilihat
berdasarkan hasil observasi dan beberapa Hanafiah, Kemas Ali. 2010. Rancangan
tinjauan teori yang telah dipaparkan diatas percobaan teori dan aplikasi.
yang terlihat bahwa pada kelompok Jakarta: PT Rajagrafindo
perlakuan D ini r ata-rata diameter Persada.
penyembuhan lukanya lebih cepat serta Hariana, H. Arief. 2009. Tumbuhan obat
pengaruh yang dihasilkanpun lebih cepat dan khasiatnya. Seri 2.
tampak atau terlihat khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hidayati, Herlina. 2006. Efek pemberian
KESIMPULAN gel daun lidah buaya (aloe
Berdasarkan hasil penelitian, maka vera) terhadap penguarangan
dapat disimpulkan ha-hal sebagai berikut. luas lesi (perdarahan) pada
1. Ada perbedaan efek berbagai lambung tikus (ratus
konsentrasi ekstrak lidah buaya (Aloe novergicus strain wistar) yang
vera) terhadap diameter penyembuhan diinduksi dengan indometasin.
luka decubitus pada tikus putih. Malang: FK. UMM.
Konsentrasi ekstrak lidah buaya (Aloe vera) Irianto, Agus. 2009. Statistik-konsep
100% tiga kali setiap hari merupakan dasar dan aplikasinya. Jakarta:
konsentrasi yang paling efektif Kencana.
pengaruhnya terhadap diameter Ismail, 2010, Luka dan Perawatannya,
penyembuhan luka kronis decubitus http://
pada tikus. images.mailmkes.multiply.multiplycontent.com/
attachment/0/R-
Dd@AoKCEMAADk5LMI1/
DAFTAR PUSTAKA Merawat%20luka.pdf?nmid=88915450,
Ayunda, Dicha. 2010, Pengaruh Getah diperoleh tanggal 6 April,
Lidah Buaya (Aloe Vera) 2010.
Terhadap Penyembuhan Luka Klein MB. 2007. Thermal, chemical, and
Sayat Buatan Pada Marmut, electrical injuries. In: Thorne
http://www.unissula.ac.id / CH. Grab and Smith‘s plastic
perpustakaan/index.php, surgery. Edisi 6. USA:
diperoleh tanggal 1 April, Lippincott Williams and Wilkins,
2010. a Wollter Kluwer Business.
Departemen Kesehatan. 2005. Kesehatan Notoatmodjo S. 2005. Metodologi
dalam Angka. Jakarta: penelitian kesehatan. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Rineka Cipta.
Dep. Kes & Kesejahteraan Sosial RI. Morison, Moya.J. 2003. Manajemen luka.
2000. Inventaris tanaman obat Jakarta: EGC.
Indonesia. Jakarta: Philip, Richard.B. 2004. Herbal drug
Departemen Kesehatan RI. interaction and adverse effects.
Farmasiku. 2010. Betadine Povidone United States of Amer ica:
Iodine, http:// McGraw-Hill Companies.
www.farmasiku.com, diperoleh Rohmawati, Nina. 2008. Efek penyembuhan
tanggal 10 April, 2010. luka bakar dalam sediaan gel
Furnawanthi, Irni. 2002. Khasiat dan ekstrak etanol 70% daun lidah
manfaat lidah buaya si buaya (aloe vera l.) pada kulit
tanaman ajaib. Jakarta: Agro punggung kelinci new zealand.
Media Pustaka. Surakarta: Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Saputra, Elvin. 2002. Tanaman-tanaman
obat yang manjur. Tangerang:
Interaksara.
Saryono. 2010. Kumpulan instrumen
penelitian kesehatan. Bantul:
Nulia Medika.
Schwartz, Seymour. 2000. Intisari prinsip-
prinsip ilmu bedah. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
Tarigan R, Pemila U. 2007. Perawatan luka-
moist wound healing. Jakarta:
UI.
Wijayakusuma, Hembing. 2007.
Penyembuhan dengan lidah
buaya. Jakarta: Sarana Pustaka
Prima.
Wiryowidagdo, Sumali. 2007. Kimia dan
farmakologi bahan alam. Edisi
2. Jakarta: EGC.