You are on page 1of 7

PENDIDIKAN, PENGETAHUAN DAN PRAKTIK HYGIENE SANITASI PENJAMAH MAKANAN TIDAK

BERHUBUNGAN TERHADAP KEBERADAAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS PADA HIDANGAN HEWANI


DI SALAH SATU CATERING KOTA SEMARANG

EDUCATION, KNOWLEDGE AND HYGIENE PRACTICE OF FOOD NOT RELATIONSHIP HANDLER’S SANITATION
TOWARD THE EXISTENCE OF THE STAPHYLOCOCCUS AUREUS BACTERIA ON ANIMAL DISHES AT ONE OF
CATERING SEMARANG
1* 2 2 2 2
Vivit Nilasari , Yuwono Setiadi , Dyah Nur Subandriani , Meirina Dwi Larasati , Arintina Rahayuni
1
Mahasiswa Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang
2,3
Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

ABSTRACT

Background: the Staphylococcus aureus bacteria is one of the microbes that can causes gastroenteritis. This
bacterium normaly was live as a human. The role of food handlers is very important in the existence of the
Staphylococcus aureus bacteria.

Objective: to find out the relationship between education, knowledge and hygiene practice of food handler’s
sanitation toward the existence of the Staphylococcus aureus bacteria on animal dishes at Shella’s Catering
Semarang.

Methods: this study used descriptive analytic with cross sectional design, the number of samples is 9 samples
of animal dishes with 2 times repetition. Staphylococcus aureus can be identified by conductingan the MSA
test. The data of education, knowledge and practice of food handler’s hygiene sanitation were collected using
questionnaires through interview. The statistical test used Fisher's exact.

Results: the knowledge and practice of food handler’s hygiene sanitation were categorized good (60%). The
results of the bivariate test showed that there was no correlation between education, knowledge and practices
of hygiene sanitation on the existence of the Staphylococcus aureus bacteria in animal dishes (p> 0.05).

Conclusion: there is no relationship between education, knowledge and hygiene practice of food handler’s
sanitation toward the existence of the Staphylococcus aureus bacteria in animal dishes.

Keywords: food handler, hygiene sanitation practice, S. aureus.

ABSTRAK

Latar belakang: bakteri Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroba yang dapat menyebabkan
gastroenteritis. Bakteri ini tersebar luas dan hidup sebagai flora normal manusia. Peran penjamah makanan
sangat penting terhadap keberadaan bakteri Staphylococcus aureus.

Tujuan: mengetahui hubungan antara pendidikan, pengetahuan dan praktik hygiene sanitasi penjamah
makanan terhadap keberadaan bakteri staphylococcus aureus pada hidangan hewani di Shella Catering Kota
Semarang.

Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik dengan rancangan crosssectional, jumlah
sampel sebanyak 9 sampel hidangan hewani dengan pengulangan 2 kali serta 5 penjamah makanan.
Keberadaan bakteri Staphylococcus aureus dapat diketahui dengan melakukan uji MSA. Data pendidikan,
pengetahuan dan praktik hygiene sanitasi penjamah makanan dikumpulkan menggunakan kuesioner dengan
cara wawancara. Uji statistik yang digunakan adalah Fisher’s exact.

Hasil: Pengetahuan dan praktik hygiene sanitasi penjamah makanan termasuk kategori baik (60%). Hasil uji
bivariat, diperoleh tidak ada hubungan variabel pendidikan, pengetahuan dan praktik hygiene sanitasi
terhadap keberadaan bakteri Staphylococcus aureus pada hidangan hewani( p> 0.05).

34
Kesimpulan: tidak terdapat hubungan antara pendidikan, pengetahuan dan praktik hygiene sanitasi penjamah
makanan terhadap keberadaan bakteri staphylococcus aureus pada hidangan hewani.

Kata Kunci : penjamah makanan, praktik hygiene sanitasi, S. aureus

PENDAHULUAN pelaksanaan praktik hygiene saniasi makanan akan


baik. Hal ini, ditunjang dari pendidikan yang
6
Keamanan pangan saat ini menempati ditempuh oleh penjamah .Kontamisani makanan
posisi yang sangat penting bagi aspek kesehatan matang pada jasa boga sebesar 2,4 %, kontaminasi
dan pembangunan. Hal ini dibuktikan adanya pewadahan makanan sebesar 16.9%, dan
7
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor kontaminasi makanan disajikan sebeasar 12,2% .
28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Shella Catering adalah salah satu institusi
Pangan. Selain itu terdapat UU RI Nomor 18 tahun jasa boga di Kota Semarang yang mempunyai
2012 tentang Pangan yang didalamnya memuat banyak konsumen, sehingga keamanan pangan
1
mengenai keamanan pangan . dan praktik hygiene sanitasi penjamah makanan
Badan Pengawas Obat dan Makanan menjadi hal yang harus diperhatikan dengan baik.
(BPOM RI) melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
keracunan pada kelompok pangan tahun 2016 antara pendidikan, pengetahuan dan praktik
sebanyak 60 kasus. Ditinjau dari jenis pangan, hygiene sanitasi penjamah makanan terhadap
penyebab keracunan pangan tahun 2016 pada keberadaan bakteri Staphylococcus aureus pada
jasa boga sebanyak 9 (15,25%) kejadian. Hasil hidangan hewani di salah satu Catering Kota
analisis Badan POM (2016) terdapat 2 penyebab Semarang.
keracunan pangan, yaitu urutan pertama
disebabkan oleh mikroba patogen sebanyak 3,33% METODE
dan penyebab kedua oleh kimia sebanyak 1,67%.
Salah satu mikroba patogen yang menyebabkan Penelitian ini termasuk penelitian yang
keracunan pangan tahun yaitu bakteri bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan
2
Staphylococcus aureus . pendekatan crosssectional karena data pendidikan,
Sekitar 25%-30% manusia membawa pengetahuan dan praktik hygiene sanitasi
bakteri Staphylococcus aureus di dalam rongga penjamah makanan (variabel independen) dan
hidung dan kulitnya. Bakteri ini menghasilkan keberadaan bakteri Staphylococcus aureus
enterotoksin yang dapat menimbulkan (variabel dependen) dilakukan pada waktu yang
gastroenteritis dengan gejala muntah, mual, bersamaan.
kejang perut dan diare. Hampir semua jenis Penelitian ini dilakukan di Shella Catering
makanan dapat terkontaminasi bakteri Kota Semarang selama dua minggu pada bulan
Staphylococcus aureus terutama pada makanan Mei 2018. Sampel yang digunakan pada penelitian
3
yang berprotein tinggi seperti makanan hewani . ini adalah 9 hidangan hewani yang diproduksi pada
Subtrat yang baik untuk pertumbuhan sel dan saat hari penelitian berlangsung baik itu hidangan
produksi enterotoksin adalah subtrat yang nasi box. Karena selama dua minggu penelitian
mengandung protein atau asam-asam amino, berlangsung hanya terdapat 9 hidangan.
garam anorganik, dan vitamin. Arginin merupakan Pengulangan pengambilan sampel dihitung dengan
asam amino yang esensial untuk produksi rumus Gomes and Gomes diperoleh hasil 2 kali
enterotoksin, sedangkan vitamin yang dibutuhkan pengulangan.
4
terutama adalah thiamin dan asam nikotinat . Setelah mendapatkan sampel makanan
Tangan manusia merupakan sumber yang dibungkus menggunakan plastik clip,
cemaran bakteri yang berasal dari luka atau infeksi kemudian sampel makanan dibawa ke
kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari Laboratorium Kesehatan Semarang. Uji
tangan manusia adalah bakteri Staphylococcus keberadaan bakteri Staphylococcus aureus
aureus yang dapat menyebabkan keracunan. dilakukan dengan pengujian koagulase
Dengan perilaku sehat penjamah makanan dapat menggunakan media Manitol Salt Agar (MSA)
mencegah terjadinya keracunan makanan yang dengan satuan koloni/gr. Keberadaan bakteri
2
disebabkan oleh penjamah, yaitu selalu mencuci dikategorikan aman,jika<1x10 koloni/gr dan tidak
2
tangan, menutup luka, menutup mulut jika akan aman,jika>1x10 koloni/gr menurut BPOM.
batuk atau bersin, dan selalu menggunakan Instrument yang digunakan terdiri dari
5
penjepit atau sarung tangan plastik .Praktik ini formulir identitas responden (nama, umur, jenis
didukung oleh pengetahuan yang dimiliki kelamin, pelatihan hygiene sanitasi),
penjamah, semakin luas pengetahuan maka dalam datapendidikan dengan kategori dasar (lulusan SD

35
dan SMP) dan kategori lanjut (lulusan SMA dan Pengetahuan Penjamah Makanan
PT), data pengetahuan dikategorikan baik (skor ≥ Dari hasil penelitian diperoleh skor
nilai mean) dan kurang baik (skor < nilai mean), pengetahuan minimum 65 dan maksimum 90
data praktik hygiene sanitasi dikategorikan baik dengan rata-rata 78.0. Pada gambar 2 menunjukan
(skor ≥ nilai mean) dan kurang baik (skor < nilai bahwa penjamah makanan yang memiliki
mean), dan keberadaan Staphylococcus aureus. pengetahuan baik sebanyak 3 orang (60.0%) dan
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui yang memiliki pengetahuan kurang baik sebanyak
hubugan antara variabel independen, yaitu 2 orang (40.0%). Pengetahuan yang baik ini
pendidikan, pengetahuan penjamah makanan dan didukung dari pendidikan yang dimiliki oleh para
praktik hygiene sanitasi penjamah makanan penjamah.
dengan variabel dependen yaitu keberadaan Pengetahuan yang diperoleh secara
bakteri Staphylococcus aureus, dengan derajat formal maupun non formal akan mempengaruhi
kepercayaan 95%. pengetahuan penjamah makanan tentang hygiene
9
sanitasi .
HASIL PENELITIAN

Identitas Responden

Respoden pada penelitian ini berumur


antara 21 tahun hingga 53 tahun dengan jenis
kelamin perempuan sebanyak 3 orang (60.0%) dan
laki-laki sebanyak 2 orang (40.0%). Responden
penelitian belum pernah mengikuti pelatihan
hygiene sanitasi dan catering tersebut belum
pernah mengadakan pelatihan hygiene sanitasi
untuk para pekerja.
Gambar 2. Diagram Pie Kategori Pengetahuan
Pendidikan Penjamah Makanan
Penjamah Makanan
Gambar 1 menunjukan bahwa penjamah
makanan yang memiliki pendidikan lanjut
Praktik Penjamah Makanan
sebanyak 4 orang (80.0%) dan yang memiliki
Dari hasil penelitian diperoleh nilai
pendidikan dasar sebanyak 1 orang (20.0%).
minimum dari praktik penjamah makanan yaitu 5
Terdapat 1 Penjamah dengan pendidikan dasar
dan nilai maksimum 8 dengan rata-rata 6.0. Praktik
hanya menempuh sekolah formal sampai SMP dan
penjamah makanan dapat dilihat pada gambar 3,
penjamah dengan lanjut , yaitu 2 orang SMK, 1
diketahui bahwa praktik hygiene sanitasi
orang D1 dan 1orang S1. Dengan pendidikan SMP
penjamah makanan yang mempunyai kategori baik
dan SMK tentu sudah bisa, oleh karena itu
berjumlah 3 orang (60.0%) dan kategori kurang
pengetahuan perlu ditambah dengan memberikan
8 baik berjumlah 2 orang (40.0%).
pelatihan hygiene sanitasi bagi para penjamah .
Meskipun praktik hygiene sanitasi
penjamah makanan tergolong baik, namun dalam
kenyataannya semua penjamah tidak memakai
celemek dan penutup kepala. Karena dampak dari
praktik hygiene sanitasi makanan yang kurang
dapat menimbulkan kontaminasi pada makanan
yang akan diporsikan. Pihak Catering telah
menyediakan celemek, penutup kepala, dan
sarung tangan. Alasan celemek tidak digunakan
oleh penjamah makanan diantaranya mengganggu
saat bekerja. Hampir semua penjamah makanan
tidak memakai penutup kepala alasannya kurang
Gambar 1. Diagram Pie Kategori Pendidikan nyaman karena kondisi dapur yang
Penjamah Makanan panas.Penggunakan penutup kepala pada tenaga
penjamah dimaksudkan untuk mencegah jatuhnya
rambut pada makanan dan mencegah kebisaan
5
mengusap atau menggaruk kepala .

36
Gambar 4. Diagram Pie Kategori Keberadaan
Bakteri pada Hidangan Hewani
Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan
Penjamah Makanan.
Hubungan 37endidikan dengan
pengetahuan penjamah makanan dapat dilihat
pada 37endi 1. Terdapat 25.0% penjamah
makanan dengan 37endidikan lanjut, namun
pengetahuan yang dimiliki termasuk kategori
kurang baik. Hal ini dikarenakan penjamah
makanan kurang mendapatkan informasi hygiene
sanitasi penjamah makanan yang harus dilakukan
saat menangani makanan.
Gambar 3. Diagram Pie Kategori Praktik Hasil uji Fisher’s Exact terhadap 37endidik
Penjamah Makanan 37endidikan dengan pengetahuan penjamah
makanan menunjukan nilai p value =0.400 yang
Keberadaan Bakteri Staphylococcus aureus berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara
Berdasarkan gambar 4 menunjukan hasil 37endidikan dengan pengetahuan penjamah
pemerikasaan bakteri Staphylococcus aureus pada makanan, namun demikian terdapat
2 3 kecenderungan adanya hubungan semakin tinggi
hidangan hewani antara <1x10 koloni/ g - 8x10
koloni/g. Dari hasil tersebut didapatkan hidangan tingkat 37endidikan penjamah maka pengetahuan
hewani yang terdapat bakteri Staphylococcus yang dimiliki akan baik pula.
aureus pada jumlah yang aman sebesar 77.8% (< Pendidikan merupakan salah satu 37endid
2 yang dapat mempengaruhi pengetahuan
1x10 koloni/ g), sedangkan hidangan hewani yang
2
tidak aman sebesar 22.2% (≥ 1x10 koloni/ g). seseorang, karena 37endidikan diperlukan untuk
Terdapat 2 hidangan yang tidak aman, yaitu mendapatkan informasi. Semakin tinggi
sambel goreng ati dan kakap goreng yang 37endidikan maka semakin banyak informasi yang
diporsikan oleh penjamah R dan M. didapatkan, sehingga pengetahuan yang diperoleh
Adanya 22.2% hidangan hewani yang semakin luas, namun bukan berarti penjamah
tidak aman disebabkan karena praktik hygiene makanan yang memiliki 37endidikan dasar
sanitasi penjamah makanan yang kurang baik, memiliki pengetahuan kurang sebab peningkatan
seperti tidak memakai celemek, penutup kepala, pengetahuan tidak mutlak dari 37endidikan formal
6, 12
masker dan tidak memakai alat bantu pemorsian saja .
(sarung tangan dan penjepit). Bakteri ini tumbuh Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian
subur pada suhu kamar serta dapat menghasilkan yang dilakukan oleh Nurtika (2014) yaitu, bahwa
toksin pada suhu tersebut .
10 tidak terdapat hubungan antara 37endidikan
Keberadaan bakteri Staphylococcus dengan pengetahuan penjamah makanan (p
13
aureus dapat menghasilkan beberapa toksin, salah value= 0.803) .
satunya yaitu enterotoksin. Enterotoksin ini tahan
o
panas sampai suhu 100 C selama 30 menit dan Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pendidikan dengan
tidak terpengaruh oleh enzim gastrointestinal yang Pengetahuan Penjamah Makanan
dapat menyebabkan keracunan makanan atau
11
gastroenteritis .

Hubungan Pengetahuan dengan Praktik Hygiene


Sanitasi Penjamah Makanan.
Hubungan pengetahuan dengan praktik
hygiene sanitasi penjamah makanan dapat dilihat
pada tabel 2. Terdapat 50% penjamah makanan
dengan pengetahuan kurang baik, namun praktik
yang dimiliki baik. Dikarenakan pada saat
pemorsian penjamah tersebut secara keseluruhan
melakukan praktik dengan benar berdasarkan
checklist, sehingga skor yang didapat termasuk

37
kategori baik. Sedangkan 33.3% penjamah kecenderungan adanya hubungan semakin tinggi
makanan dengan pengetahuan baik, namun pendidikan penjamah maka praktik hygiene
praktik hygiene sanitasi yang dimiliki kurang baik. sanitasi akan baik pula.
Hasil uji Fisher’s Exact terhadap variabel Terdapat penelitian dengan hasil serupa yang
pengetahuan penjamah makanan dengan praktik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan
hygiene sanitasi menunjukan nilai p value =1.000 antara pendidikan dengan praktik penjamah
13
yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna makanan(p value = 0.220) .
antara pengetahuan penjamah makanan dengan
praktik hygine sanitasi, namun demikian terdapat Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pendidikan
kecenderungan adanya hubungan semakin baik Penjamah Makanan dengan Praktik Hygiene
pengetahuan penjamah maka praktik hygiene Sanitasi Penjamah Makanan
sanitasi akan baik pula.
Terdapat penelitian dengan hasil serupa
yang dilakukan Gutomo (2013) yang menunjukan
bahwa tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan praktik hygiene dan sanitasi
penjamah makanan di RSUD Sragen (p value =
9
0.102) . Hubungan Pendidikan Penjamah Makanan
Dalam penelitian ini pengetahuan penjamaham dengan Keberadaan Bakteri Staphylococcus
makanan belum diaplikasikan dalam suatu aureus pada Hidangan Hewan.
tindakan (praktik hygiene sanitasi). Pengetahuan
saja tidak cukup untuk meningkatkan praktik Hubungan pendidikan penjamah makanan dengan
hygiene sanitasi yang positif pada penjamah keberadaan bakteri Staphylococcus aureus pada
makanan harus terdapat sikap yang mendukung, hidangan hewani dapat dilihat pada tabel 4,
meskipun sebagian besar penjamah makanan terdapat 50% penjamah dengan pendidikan dasar,
dapat memberikan jawaban yang benar tetapi namun hidangan yang diporsikan memiliki kategori
mereka tidak mengaplikasikan atau aman. Sedangkan terdapat 14.3% penjamah
10
mempraktikannya saat menangani makanan . dengan pendidikan lanjut, namun hidangan yang
diporsikan memiliki kategori tidak aman.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Hasil uji Fisher,s Exact hubungan antara
Penjamah Makanan dengan Praktik Hygiene pendidikan dengan keberadaan bakteri ditunjukan
Sanitasi nilai p value = 0.417 yang berarti tidak ada
hubungan yang bermakna antara pendidikan
penjamah makanan dengan keberadaan bakteri
Staphylococcus aureus pada hidangan hewani,
namun demikian terdapat kecenderungan adanya
hubungan semakin tinggi tingkat pendidikan
Hubungan Pendidikan Penjamah Makanan penjamah maka hidangan yang diporsikan aman
dengan Praktik Hygiene Sanitasi Penjamah dari keberadaan baketri Staphylococcus aureus.
Makanan. Pendidikan penjamah makanan tidak berhubungan
secara langsung dengan keberadaan bakteri
Hubungan pendidikan penjamah makanan Staphylococcus aureus. Namun, pendidikan
dengan praktik hygiene sanitasi penjamah merupakan penghubung yang penting terhadap
makanan dapat dilihat pada tabel 3. Terdapat pengetahuan seseorang.
25.0% penjamah makanan dengan pendidikan Terdapat penelitian serupa yang dilakukan
lanjut namun memiliki praktik hygiene sanitasi Pratidina (2017) bahwa tidak terdapat hubungan
yang kurang baik, hal tersebut dikarenakan antara pendidikan pedagang kaki lima dengan
pendidikan yang dimiliki oleh penjamah bukan kontaminasi e.coli pada jajanan pedagang kaki lima
pendidikan tentang kesehatan, sehingga dalam 14
(p value = 0.440) .
pelaksanaan praktik hygiene sanitasi penjamah
makanan memiliki skor yang kurang baik. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pendidikan
Hasil uji Fisher’s Exact terhadap variabel Penjamah Makanan dengan Keberadaan Bakteri
pendidikan penjamah makanan dengan praktik Staphylococcus aureus pada Hidangan Hewani
hygiene sanitasi menunjukan nilai p value =0.400
yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara pendidikan penjamah makanan dengan
praktik hygine sanitasi, namun demikian terdapat

38
menggunakan alat bantu pemorsian, tetapi
penjamah tersebut tidak mentaati peraturan
Hubungan Pengetahuan Penjamah Makanan penggunaan APD yang ada. Sehingga praktik
dengan Keberadaan Bakteri Staphylococcus aureus penjamah termasuk kategori kurang baik.
pada Hidangan Hewani. Hasil uji Fisher,s Exact terhadap variabel
Hubungan Pengetahuan Penjamah praktik penjamah makanan dengan keberadaan
Makanan dengan Keberadaan Bakteri bakteri Staphylococcus aureus, menunjukan nilai p
Staphylococcus aureus pada Hidangan Hewani ada value = 0.083 yang berarti tidak ada hubungan
tabel 5 terdapat 66.7% penjamah makanan dengan yang bermakna antara praktik hygiene sanitasi
pengetahuan kurang baik, namun hidangan yang penjamah makanan dengan keberadaan bakteri
diporsikan memiliki kategori aman. Sedangkan Staphylococcus aureus, namun demikian terdapat
16.7% penjamah dengan pendidikan baik, kecenderungan adanya hubungan semakin baik
hidangan yang diporsikan memiliki kategori tidak praktik hygiene sanitasi penjamah makanan maka
aman. Penjamah tersebut hanya sekedar tahu, hidangan yang diporsikan aman pula dari
namun tidak menerapkan pada saat pemorisan keberadaan bakteri Staphylococcus aureus.
sehingga makanan tersebut terkontaminasi oleh Penelitian yang dilakukan Maharani
bakteri Staphylococcus aureus. (2016) juga mengatakan hasil yang sama, yaitu
Hasil uji Fisher,s Exact terhadap variabel tidak terdapat hubungan antara hygiene sanitasi
pengetahuan dengan keberadaan bakteri di penjamah makanan dengan angka kuman
tunjukan nilai p value= 1.000 yang berarti tidak makanan jajanan sekitar SMA Negeri Wonogiri (p
16
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan value =0.295) .
penjamah makanan dengan keberadaan bakteri Bakteri Staphylococcus aureus dapat ditemukan di
Staphylococcus aureus, namun demikian terdapat udara, debu, limbah, air, pangan, peralatan makan,
kecenderungan adanya hubungan pengetahuan lingkungan, manusia dan hewan. Manusia dan
penjamah yang baik maka hidangan yang hewan merupakan tempat pertumbuhan utama.
diporsikan aman pula dari keberadaan baketri Staphylococcus aureus ada dalam saluran hidung
Staphylococcus aureus. Hal ini, dikarenakan dan tenggorokan serta pada kulit dan rambut pada
sebagian besar penjamah makanan sudah memiliki 50 % atau lebih individu yang sehat. Walaupun
pengetahuan dengan kategori baik. Penelitian penjamah makanan merupakan sumber
yang dilakukan Aqmarina (2014) juga menunjukan pencemaran pangan yang utama, namun
tidak ada hubungan antara pengetahuan kebersihan peralatan dan lingkungan dapat juga
17, 18
penjamah makanan terhadap kontaminasi bakteri menjadi sumber pencemaran .
e.coli pada jajanan sekolah di Kelurahan Paledang Tabel 6. Distribusi Frekuensi Praktik Hygiene
15
(p value = 0.364) Sanitasi Penjamah Makanan dengan Keberadaan
Bakteri Staphylococcus aureus pada Hidangan
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Hewani
Penjamah Makanan dengan Keberadaan Bakteri
Staphylococcus aureus pada Hidangan Hewani KESIMPULAN
Tidak terdapat hubungan antara pendidikan,
pengetahuan dan praktik hygiene sanitasi
penjamah makanan terhadap keberadaan bakteri
staphylococcus aureus pada hidangan hewani (p >
0,05)

Hubungan Praktik Hygiene Sanitasi Penjamah SARAN


Makanan dengan Keberadaan Bakteri 1. Pihak Catering perlu mengikut sertakan
Staphylococcus aureus pada Hidangan Hewani. penjamah makanan pada pelatihan hygiene
sanitasi jasa boga .
Hubungan praktik hygiene sanitasi penjamah Pekerja penjamah makanan harus selalu
makanan dengan keberadaan bakteri menggunakan APD lengkap dilingkungan produksi
Staphylococcus aureus pada hidangan hewani, seperti penutup kepala, masker, sarung tangan,
dapat dilihat pada tabel 6 terdapat 33.3% alat bantu pemorsian dan celemek.
penjamah makanan dengan praktik hygiene
sanitasi kurang baik, namun hidangan yang DAFTAR PUSTAKA
diporsikan termasuk kategori aman. Karena, 1. Permenkes. Peraturan Pemerintah Republik
sebelum pemorsian penjamah makanan mencuci Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang
tangan dengan sabun dan air mengalir serta Keamanan, Mutu dan Gizi. 2004;

39
2. Badan POM. Laporan Tahunan 2016. Jakarta; 4th ed. Puspadewi N, Suyono YJ,
2016. Djayasaputra L, editors. Jakarta: EGC; 2013.
3. Soedarto. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: 12. Budiyono, Junaedi H, Isnawati, Wahyuningsih
Sagung Seto; 2015. T. Tingkat Pengetahuan Dan Praktik
4. Puspadewi R. Kontaminasi Staphylococcus Penjamah Makanan Tentang Hygiene Dan
aureus pada Pangan. 2014; Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di
5. Permenkes. Peraturan Menteri Kesehatan Tembalang Kota Semarang Tahun 2008. J
Republik Indonesia Nomor Promosi Kesehat Indones. 2009;4.
1096/Menkes/Per/Vi/2011 Tentang Higiene 13. Nurtika E. Hubungan Karakteristik Individu
Sanitasi Jasaboga. 2011;2008. dengan Perilaku Keamanan Pangan Penjamah
6. Notoatmodjo S. Pendidikan Dan Perilaku Makanan di Kantin Universitas Gadjah Mada.
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003. 2014;
7. Djaja IM. Kontaminasi E.coli Pada Makanan 14. Pratidina A. Hubungan Higiene dan Sanitasi
Dari Tiga Jenis Tempat Pengolahan Makanan Dengan Kontaminasi E.coli pada Jajanan
(TPM) Di Jakarta Selatan 2003. Makara, Pedagang Kaki Lima di Sekolah Dasar
Kesehat [Internet]. 2008;12:36–41. Available Kelurahan Pendrikan Lor, Semarang. J
from: Kesehat Masy [Internet]. 2017;5. Available
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/ from:
e21370fdad8363fcfd6bbca1024cd92e913921 http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm
79.pdf 15. Aqmarina H. Kadar Bakteri E.coli pada
8. Nurlatifah RS. Faktor-Faktor Yang Makanan Jajanan Sekolah di Kelurahan
Berkontribusi Terhadap Perilaku Higiene Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota
Penjamah Makanan Di Rutan Kelas 1 Bogor Tahun 2014. 2014;
Surabaya. e- J Boga. 2017;5, No.1:57–56. 16. Maharani NE. Hubungan Hygiene Sanitasi
9. Gutomo L, Kurnia P, Widiyaningsih EN. Penjamah Makanan Dengan Angka Kuman
Karakteristik Pengetahuan Dan Perilaku Makanan Jajanan Sekitar SMA Negeri
Tentang Higiene Dan Sanitasi Penjamah Wonogiri. J IKESMA. 2016;12.
Makanan Di Rumah Sakit Umum Daerah 17. Badan POM. Kriteria Mikrobiologi Dalam
Sragen. 2013; Pangan Olahan. Jakarta; 2016.
10. Siau MF, Son R, O M, Toh P., Chai L. Food 18. RI BP. Pedoman Kriteria Cemaran Pada
court hygiene assessment and food safety Pangan Siap Saji dan Pangan Industri Rumah
knowledge, attitudes and practices of food Tangga. In Jakarta: Direktorat Standardisasi
handlers in Putrajaya. Int Food Res J 22. Produk Pangan; 2012.
2015;5:1843–54.
11. Elliott T. Mikrobiologi Kedokteran & Infeksi.

40

You might also like