You are on page 1of 11

BLOK TROPMED

CASE 1
(Typhoid Fever)
(Sesi Pertama)
Judul kasus: Miss Tini
Miss Tini, a 19-year-old female, went to general practitioner with main complaint of fever at 5th
day.
The fever were accompanied by chills, headache, and constitutional symptoms such as abdominal
pain, anorexia, and nausea. The doctor gave Miss Tini 3 kinds of medicine.
One day later, Miss Tini's fever didn't improve. She also complained vomiting and diarrhea. Miss
Tini and her parents went to the Emergency Unit of a Naval Hospital.

1. Apa masalah pasien?


❖ Seorang perempuan berusia 16 tahun
❖ Keluhan utama: demam pada hari ke-5
❖ Keluhan tambahan: nyeri epigastrik, sakit kepala, anoreksia, mual, muntah, dan letargik

2. Apa hipotesis berdasarkan adanya demam?


❖ Hepatitis
❖ Demam Tifoid
❖ Demam berdarah Dengue (DHF)
❖ Malaria
❖ Pneumonia
❖ Chikungunya
❖ Demam Dengue (DF)
❖ Infeksi saluran kencing (UTI)

Informasi lebih lanjut apa yang Anda butuhkan?


Info mengenai riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik untuk menjelaskan hipotesis

History of disease
Miss Tini had no cough, no difficulties in taking a breath, no yellowish skin or conjunctiva, no
dizziness, no seizure, and no toothache. She had no history of medicine allergies. She had no
history of travelling from a malaria's endemic area. She could urinate regularly with normal
colour urine and had a normal bowel habit.

Physical examination
Vital sign:BP = 120/80 mmHg Pulse = 84 beat/min, regular
T = 38,2°C RR = 24x/min
Rumpel Leede: petechiae (-)
❖ Cor
Inspection: normal ictus cordis, intercostal pulsation (-), epigastrial pulsation (-)
Palpation: ictus cordis did not widen, parasternal pulsation (-), epigastrial pulsation (-),
sternal lift (-), thrill (-)
Percussion: cor configuration within normal limit
Auscultation: cor pulsation 92x/min, regular, gallop (-), murmur (-)
❖ Pulmo
Inspection: symmetric during static and dynamic
Palpation: stem fremitus right = left
Percussion: sonor
Auscultation: vesicular; wheezing (-), rales (-), prolonged expirium (-)
❖ Abdomen
Inspection: distended (-)
Auscultation: peristaltic within normal limit, bowel sound (+) normal
Percussion: liver span 8 cm, mild meteorism (+), dullpain at right back (-)
Palpation: epigastric pain (+), liver impalpable, McBurney's sign (-), Murphy's sign (-),
spleen impalpable.
Other organs and systems were within normal value.

Laboratory finding
❖ Hb = 13,8 mg/dL; Hct (PCV) = 41,2; Leucocyte = 9.500/uL; Thrombocyte = 295.000/uL
❖ Urine: pH = 6,8; colour = yellow; reduction (-); protein (-)
Sediment = erythrocyte (0 - 1), leucocyte (2 - 3)
❖ Widal: titer O (1/160); titer H (1/80); paratyphi A (-); paratyphi B (-)
❖ IgM anti-Salmonella (+)

3. Apa hasil dari pemeriksaan fisik dan temuan lab yang dapat mengeliminasi hipotesis?
a. Demam tifoid: widal (+), IgM anti-Salmonella (+), leukopenia (-)
b. DHF: trombositopenia dan hemokonsentrasi (-)
c. Demam Dengue: trombositopenia dan hemokonsentrasi (-)
d. Hepatitis: icterus (-)
e. Chikungunya: arthralgia berat (-), hemokonsentrasi (-)
f. Malaria: riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (-)

4. Apa diagnosis awal untuk pasien ini?


Demam Tifoid.

5. Apa etiologi dari demam tifoid?


Infeksi Salmonella.
S. typhi = gram-negatif, lonjong, termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, menyebabkan
penyakit tifoid dan menyebabkan makanan jadi beracun.
Contoh bakteri dalam famili Enterobacteriaceae: Salmonella sp., Shigella sp., Proteus sp.,
Klebsiella pneumoniae, dll.

6. Bagaimana karakteristik/morfologi dari bakteri Salmonella typhi?


Salmonella memiliki panjang yang bervariasi. Sebagian besar isolat bersifat motil karena ada
peritrichous flagella. Salmonellae tumbuh cepat pada media sederhana, tapi bakteri ini
hampir tidak pernah memfermentasi laktosa atau sukrosa. Bakteri ini membentuk asam
dan terkadang gas dari glukosa dan manosa. Bakteri ini biasanya menghasilkan H2S.
Salmonellae dapat bertahan hidup dalam air membeku untuk waktu yang lama. Salmonellae
resisten terhadap beberapa zat kimia (misalnya brilliant green, sodium tetrathionate, sodium
deoxycholate) yang menghambat bakteri enterik lainnya; jadi, zat-zat ini berguna jika
ditambahkan dalam media tanam untuk mengisolasi Salmonellae dari feses.
Peritrichous flagella dari S. typhi

Tumbuh dengan mudah pada media sederhana tapi tidak fermentasi laktosa (sehingga asam
yang dihasilkan sedikit, hanya memfermentasi glukosa maka warnanya hijau-kebiruan dengan
media HEA/Hecton Enteric Agar).

7. Bagaimana struktur antigenik S. typhi?


❖ Antigen dinding sel (juga dikenal sebagai antigen somatik atau O) merupakan bagian
polisakarida luar dari lipopolisakarida. Antigen O, tersusun atas oligosakarida berulang
yang mengandung 3 atau 4 gula yang diulangi 15 atau 20 kali, merupakan dasar serotyping
dari banyak batang enterik. Jumlah antigen O yang berbeda sangat banyak (contohnya, ada
sekitar 1500 tipe Salmonella dan 150 tipe E. coli)
❖ Antigen H terdapat pada protein flagella. Hanya organisme berflagel, seperti Escherichia
dan Salmonella, yang memiliki antigen H, sedangkan organisme non-motil, seperti Klebsiella
dan Shigella, tidak memiliki antigen H. Antigen H beberapa spesies Salmonella tidak biasa
karena organisme ini dapat berubah-ubah antara 2 tipe antigen H yang disebut fase 1
dan fase 2 secara reversibel. Organisme ini dapat menggunakan perubahan antigenisitas
ini untuk menghindari respon imun.
❖ Antigen kapsular atau polisakarida K terutama menonjol dalam organisme yang
berkapsul tebal seperti Klebsiella. Antigen K diidentifikasi oleh timbulnya reaksi quellung
(pembengkakan kapsul) ketika ada antisera spesifik dan digunakan untuk serotyping E. coli
dan Salmonella typhi untuk tujuan epidemiologis. Pada S. typhi, penyebab demam tifoid,
antigen ini disebut antigen Vi (atau virulensi).

Di antara ketiga antigen hanya antigen H yang berupa protein, sisanya berupa polisakarida.

8. Bagaimana patogenesis dari infeksi S. typhi?


Organisme ini hampir selalu masuk melalui jalur oral, biasanya dengan makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Dosis infektif rata-rata untuk menghasilkan infeksi klinis
atau subklinis pada manusia adalah 105-108 Salmonellae (tapi mungkin juga dengan dosis
minimal sebesar 103 organisme Salmonella typhi). Beberapa faktor host yang
berkontribusi pada resistensi terhadap infeksi Salmonella adalah keasaman lambung,
flora normal usus, dan imunitas intestinal lokal.
Salmonellae pertama menginvasi mukosa usus dan memperbanyak diri disana. Terkadang
bakteri ini dapat menembus mukosa usus pada sel M untuk memasuki sistem limfatik
dan kardiovaskular, dan dari sana bakteri ini dapat menyebar dan akhirnya memengaruhi
banyak organ. Salmonellae dapat bereplikasi dengan cepat di dalam makrofag.
Salmonellosis memiliki waktu inkubasi sekitar 12 - 36 jam.

Menginfeksi manusia dan sumber infeksi bisa berasal dari manusia.


Sering patogenik pada manusia melalui oral/makanan dan minuman)
Transmisi: hewan/kotoran hewan -> manusia -> enteritis, infeksi sistemik, demam tifoid
Masa inkubasi: 10 - 14 hari (flu-like symptoms: demam, sakit kepala, bradikardia, myalgia,
gangguan BAB)
Reservoir: unggas, babi, tikus, hewan peliharaan, hewan ternak
Dosis infeksi: 105 - 108 S. typhi (min. 103 S. typhi)

9. Bagaimana Imunitas host setelah terinfeksi oleh Salmonella typhi?


Infeksi dengan Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi biasanya memberikan
imunitas/kekebalan tingkat tertentu. Reinfeksi dapat terjadi tapi seringkali lebih ringan
daripada infeksi pertama. Antibodi terhadap antigen O dan Vi yang bersirkulasi berkaitan
dengan resistensi terhadap infeksi dan penyakit. Akan tetapi, relaps dapat terjadi dalam
waktu 2 - 3 minggu setelah penyembuhan walaupun ada antibodi. Antibodi IgA sekretorik
dapat mencegah perlekatan Salmonellae pada epitel usus.
Orang dengan S/S hemoglobin (sickle cell disease) sangat rentan terhadap infeksi Salmonella,
terutama osteomyelitis. Orang dengan A/S hemoglobin (sifat/bakat sickle cell) mungkin lebih
rentan.
(Sesi Kedua)
At 3rd day of hospital care:
The complaint of fever, epigastric pain, headache, anorexia, nausea, vomiting, and diarrhea were
improved.
Physical exams:
Vital signs BP = 110/80 mmHg Pulse = 84 bpm, regular
T = 36,8°C RR = 20x/min
Lab findings: titer O (1/80); titer H (1/160); paratyphi A (-); paratyphi B (-)
IgM anti-Salmonella (-)
Miss Tini went home with permission.

1. Apa definisi dari Demam Tifoid?


❖ Demam tifoid merupakan suatu penyakit sistemik yang ditandai oleh demam dan nyeri
abdomen yang disebabkan oleh diseminasi/penyebaran S. typhi atau S. paratyphi.
❖ Penyakit ini awalnya disebut demam tifoid karena kemiripannya secara klinis dengan tifus
❖ Istilah lainnya: demam enterik/enteric fever (typhus abdominalis)

2. Apa gejala dan tanda dari Demam Tifoid?


➢ Demam (38 - 40,5°C)
➢ Bradikardia relatif
➢ Toksemia (gejala neuropsikiatri = delirium bergumam/coma vigil)
➢ Splenomegali
➢ Roseola (rose spot)
Gejala dan tanda di atas merupakan gejala kardinal (gejala primer).
➢ Diare atau konstipasi
➢ Anoreksia
➢ Sakit kepala
➢ Nyeri otot.

 Gejala non-spesifik: menggigil, sakit kepala, anoreksia, batuk, fatigue, sakit


tenggorokan, pusing, nyeri otot
 Gejala GI bervariasi:
 Diare sering pada penderita AIDS dan anak usia 1 tahun
 Konstipasi jarang terjadi
 Nyeri perut terjadi pada 20 - 40%
3. Apa "gold standard" diagnostic dari Demam Tifoid?
Diagnosis demam tifoid (demam enterik) terutama secara klinis.
Standar kriteria ("gold standard") untuk diagnosis demam tifoid adalah kultur positif untuk
S. typhi.

Selain kultur positif, tidak ada tes lab spesifik yang dapat mendiagnosis demam tifoid.
Suatu diagnosis dapat berdasarkan kultur positif dari sampel darah, feses, urine, sumsum
tulang, rose spot, dan sekret lambung atau usus.
Hasil kultur darah cukup bervariasi: bisa setinggi 90% selama minggu pertama infeksi dan
berkurang menjadi 50% pada minggu ketiga.
Hasil yang rendah (tidak cukup sensitif) berkaitan dengan jumlah Salmonella yang sedikit pada
pasien yang terinfeksi dan/atau karena adanya terapi antibiotik belakangan ini.

4. Apa tes-tes lainnya yang berguna dalam demam tifoid?


a. Tes serologi spesifik
Beberapa tes antibiotik, termasuk tes Widal yang klasik, hemaglutinasi indirek, indirect
fluorescent Vi antibody, dan indirect enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)
untuk antibodi IgM dan IgG terhadap polisakarida S. typhi, tetapi hasil dari tes-tes ini
sebaiknya dikonfirmasi dengan kultur atau bukti DNA.
b. Tersedia pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) dan DNA probe.

5. Apa peran tes Widal dan tes serologis lainnya?


Tes Widal dikembangkan oleh Georges-Fernand-Isidore Widal, seorang dokter dan bakteriologis
Perancis, pada tahun 1896. Tes Widal merupakan suatu tes aglutinasi serologis yang telah
digunakan selama lebih dari satu abad untuk mendiagnosis demam tifoid. Walaupun di masa
lampau di negara berkembang tes Widal berperan penting dalam diagnosis demam tifoid,
sekarang tes Widal tak lagi relevan sebagai suatu alat diagnostik karena prevalensi demam
tifoid yang rendah, ketersediaan air minum yang aman dikonsumsi, fasilitas sistem selokan
yang baik, peningkatan fasilitas lab untuk mengisolasi organisme, dan keakuratan diagnostik
dari tes Widal yang rendah di negara-negara tersebut (negara maju). Akan tetapi, tes ini tetap
menjadi metode diagnostik yang paling umum untuk demam tifoid di banyak negara
berkembang dimana penyakit ini bersifat endemis.

6. Apa itu tes Widal?


Tes Widal merupakan suatu tes aglutinasi yang mengukur titer antibodi spesifik dalam
darah. Tes ini melibatkan deteksi antibodi Salmonella dalam serum pasien dengan
menggunakan suspensi bakteri S. typhi dan S. paratyphi A dan B yang telah diperlakukan
agar hanya tersisa antigen O (somatik) dan H (flagellar). Jadi, tes ini bekerja pada kemungkinan
bahwa pasien dengan demam tifoid memiliki antibodi dalam serumnya yang dapat
mengaglutinasi (menggumpalkan) antigen homolog dalam suspensi bakteri Salmonella
yang sudah mati.
Agglutinin O yang merupakan antibodi IgM muncul pertama dan mencerminkan respon
serologis awal dalam demam enterik akut sedangkan agglutinin H yang merupakan
antibodi IgG biasanya lambat munculnya dan tetap ada untuk waktu yang lebih lama.
Suspensi berwarna dari bakteri yang dimatikan mengandung antigen O dan antigen H S. typhi,
antigen AH S. paratyphi, dan antigen BH S. paratyphi yang rutin digunakan untuk tes.
7. Bagaimana melakukan tes Widal?
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk melakukan tes Widal: tes aglutinasi slide dan
tes aglutinasi tabung/tube. Tes aglutinasi tabung lebih akurat, tapi tes aglutinasi slide
lebih sering digunakan karena lebih mudah dan cepat dilakukan.

8. Jelaskan pitfalls dari tes Widal!


Pitfall dari tes Widal:
Penyebab hasil positif palsu dari tes Widal
1) Vaksinasi untuk Salmonella typhi atau paratyphi
2) Demam enterik sebelumnya
3) Kualitas reagen di bawah standar
4) Reaksi silang dengan infeksi non-Salmonella seperti malaria
5) Reaksi silang dengan antibodi Salmonella non-tifoid
6) Infeksi dengan Enterobacteriaceae lainnya
7) Reaksi anamnestik (reaksi imun sekunder/reaksi booster; produksi antibodi yang sangat
cepat setelah kontak dengan antigen yang sebelumnya sudah pernah dikenali dan telah
terbentuk respon imun primer sehingga paparan selanjutnya akan menimbulkan respon
imun sekunder yang lebih cepat dari respon imun primer)
8) Penyakit kronik non-infeksi seperti RA (rheumatoid arthritis)
9) Kesalahan lab

Penyebab hasil negatif palsu dari tes Widal


1) Pemakaian antibiotik sebelum tes
2) Waktu melakukan tes yang salah, misalnya tes dilakukan sebelum akhir minggu pertama
infeksi
3) Kualitas reagen di bawah standar
4) Kesalahan lab
5) Ada "organisme tersembunyi" dalam tulang dan persendian
6) Strain organisme penginfeksi yang tidak imunogenik

9. Bagaimana cara menginterpretasi tes Widal?


Interpretasi tes Widal
Umumnya dianggap bahwa tes Widal berguna dalam diagnosis demam tifoid di daerah endemis
hanya jika pasien mengalami peningkatan titer agglutinin O atau H serum sebesar 4x lipat
atau lebih dari spesimen serum yang diambil selama periode akut dan penyembuhan dari
infeksi (berjarak 2 - 3 minggu). Hal ini kembali lagi menjadi hambatan besar bagi kegunaan
tes Widal karena terapi antibiotik seringkali perlu dimulai pada tahap awal infeksi untuk
mencegah berkembangnya komplikasi serius seperti perforasi usus dan perdarahan GI pada
pasien. Jadi, tidak ada dokter logis yang mau menunggu 2 - 3 minggu tanpa menerapi pasien
yang dicurigai demam enterik. Sekali lagi, begitu antibiotik mulai diberikan bisa tidak ada
peningkatan titer agglutinin lebih lanjut, bahkan titer dapat berkurang/menurun.

10. Apa tes serologis alternatif untuk tifoid selain tes Widal?
Sebagai akibat dari kelemahan tes Widal, beberapa tes diagnostik cepat (RDT) telah
dikembangkan. Tes-tes ini meliputi indirect hemagglutination assay (IHA), indirect
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk antibodi IgM dan IgG terhadap
polisakarida S. typhi, indirect fluorescence Vi antibody assay, counter
immunoelectrophoresis (CIEP), dan antibodi monoklonal terhadap flagellin S. typhi, dan
lainnya. Beberapa kit RDT untuk tifoid yang ada di pasaran, antara lain: Tubex TF (IDL,
Swedia), Typhidot (Malaysian Biodiagnostic Research, Malaysia), Multi-Test Dip-S-Ticks (Panbio
INDX, Amerika Serikat), Typhidot-M (Malaysian Biodiagnostic Research, Malaysia), SD Bioline
(Standard Diagnostics, Korea), dan Mega Salmonella (Mega Diagnostics, Amerika Serikat), dan
sebagainya. Tubex TF dan Typhidot paling sering digunakan di antara RDT untuk demam
tifoid generasi terbaru.

11. Bagaimana demam tifoid didiagnosis?


Gold standard untuk diagnosis demam enterik tetap isolasi kultur organisme. Kultur ini
dianggap 100% spesifik. Darah, sumsum tulang, feses, urine, rose spot, sekret lambung dan
usus dapat dikultur. Keberhasilan/keefektifan kultur berbeda-beda berdasarkan jenis
spesimennya.

12. Bagaimana patogenesis diare pada infeksi tifoid?


Berbeda dengan demam enterik yang ditandai dengan infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam
mukosa usus halus, gastroenteritis Salmonella non-tifoid ditandai dengan infiltrasi PMN besar-
besaran ke dalam mukosa usus halus dan usus besar. Respon ini tampaknya bergantung pada
induksi interleukin 8 (IL-8), suatu faktor kemotaktik neutrofil yang kuat, yang disekresikan
oleh sel-sel usus. Degranulasi dan pelepasan zat-zat toksik oleh neutrofil dapat berujung pada
kerusakan mukosa usus, menyebabkan diare inflamatorik yang dapat diamati pada
gastroenteritis non-tifoid.

13. Apa komplikasi dari demam tifoid?


Komplikasi lambat (terjadi pada minggu ke-3 dan ke-4 dari infeksi), paling umum terjadi pada
orang dewasa yang tidak diobati dan meliputi perforasi usus dan/atau perdarahan GI.
Komplikasi langka yang insidennya dikurangi dengan terapi antibiotik segera termasuk:
a. Pankreatitis
b. Hepatitis
c. Orchitis
d. Parotitis
e. Endokarditis
f. Meningitis
g. Arthritis
h. Osteomyelitis

14. Apa diagnosis banding dari demam tifoid?


a. Hepatitis
b. Malaria
c. Enteritis bakterial
d. Demam dengue
e. Infeksi rickettsia
f. Leptospirosis, dsb.
(Sesi Ketiga)
Miss Tini was controlled at the Naval Hospital.
Physical exams:
Vital signs BP = 110/80 mmHg Pulse = 84 bpm, regular
T = 36,8°C RR = 20x/min
Lab findings: Widal = titer O (1/160), titer H (1/20); paratyphi A (-); paratyphi B (-)

1. Bagaimana manajemen dari demam tifoid?


Pada tahun 1989, muncul S. typhi yang bersifat MDR (multi drug resistant). Bakteri ini resisten
terhadap Chloramphenicol, Ampicillin, Trimethoprim, Streptomycin, Sulfonamide, dan
Tetrasiklin. Jadi sekarang terapi antibiotik empiris yang direkomendasikan adalah Quinolone
dan Cephalosporin generasi ketiga.
Pilihan Terapi Antibiotik untuk Demam Tifoid

Antibiotik Dosis

Lini Pertama: Ciprofloxacine 500 mg (PO) 2 d.d. selama 10 hari


Ceftriaxone 1 - 2 g (IV atau IM) selama 10 - 14 hari
Alternatif: Azithromycin 1 g (PO) tiap hari selama 5 hari

Tujuan:
a. Optimalisasi pengobatan dan mempercepat kesembuhan
b. Observasi terhadap perjalanan penyakit
c. Minimalisasi komplikasi
d. Isolasi utk menjamin pencegahan terhadap pencemaran dan/atau kontaminasi

❖ Bed rest total -> utk cegah komplikasi


❖ Nutrisi
❖ Antibiotik:
1st line: Ciprofloxacin + Ceftriaxone
2nd line: Azithromycin

2. Jelaskan sifat farmakologis dari kelas antibiotik Quinolone!


Farmakodinamik:
❖ Quinolone menghambat sintesis DNA bakteri dengan cara menghambat topoisomerasi II
(DNA gyrase) dan topoisomerase IV bakteri.
❖ Ciprofloxacin, Enoxacin, Lomefloxacin, Levofloxacin, Ofloxacin, dan Pefloxacin menyusun
kelompok kedua dari agen-agen serupa yang memiliki aktivitas Gram-negatif yang sangat
baik dan aktivitas sedang hingga baik terhadap bakteri Gram-positif.
Farmakokinetik:
❖ Administrasi oral, diabsorpsi dengan baik (bioavailabilitas 80 - 95%), distribusi luas dalam
cairan tubuh dan jaringan.
❖ Waktu paruh serum berkisar dari 3 -10 jam.
❖ Obat dari kelas ini sebaiknya diminum 2 jam sebelum atau 4 jam setelah mengonsumsi
produk apapun yang mengandung kation tertentu.
❖ Eliminasi oleh mekanisme renal, kecuali Moxifloxacin.
Efek samping:
❖ Efek paling umum adalah mual, muntah, dan diare.
❖ Perpanjangan QTc.
❖ Merusak kartilago yang sedang tumbuh dan menyebabkan arthropathy. Jadi, obat-
obatan ini tidak pernah direkomendasikan sebagai agen lini pertama untuk pasien di bawah
usia 18 tahun.
❖ Tendinitis, neuropati perifer.

3. Jelaskan sifat farmakologis dari kelas antibiotik Cephalosporin!


Farmakodinamik:
❖ Obat kelas Cephalosporin mirip dengan obat kelas Penicillin tapi lebih stabil terhadap
banyak β-laktamase bakteri, dan oleh karena itu memiliki spektrum aktivitas yang lebih
luas.
Farmakokinetik
❖ Infus IV 1 g Cephalosporin parenteral akan menghasilkan kadar serum 60 - 140 mcg/mL.
❖ Ceftriaxone (waktu paruh: 7 - 8 jam) dapat diinjeksikan sekali tiap 24 jam pada dosis 15 -
50 mg/kg/hari.
❖ Ekskresi Ceftriaxone terutama melalui traktus biliaris, dan tidak perlu penyesuaian dosis
pada insufisiensi ginjal.
Efek samping:
❖ Seperti obat-obatan Penicillin, obat-obatan Cephalosporin dapat menimbulkan berbagai
reaksi hipersensitivitas, termasuk anafilaksis, demam, ruam kulit, nefritis,
granulositopenia, dan anemia hemolitik.

4. Buatlah resep obat untuk kasus ini!


Nama dokter : dr.
SIP :
Alamat praktek : Jalan Gadung No. 1, Surabaya
Jam praktek : Sore 17.00 - 21.00
Surabaya, 6 September 2019
R/ Tab. Ciprofloxacin 500 mg No. XX
S. 2 d.d. tab. I
____________________________________________ (paraf)

Pro : Nn. Tini


Umur : 19 tahun
Alamat : Surabaya

5. Bagaimana pencegahan infeksi Salmonella typhi?


Infeksi Salmonella dicegah terutama melalui upaya kesehatan masyarakat/publik dan
kebersihan pribadi. Pengerjaan sistem selokan yang tepat, suplai air berklorin yang
dimonitor ada/tidaknya kontaminasi oleh bakteri coliform, kultur sampel feses dari
pedagang makanan untuk mendeteksi karier, cuci tangan sebelum mengolah makanan,
pasteurisasi susu, dan memasak unggas, telur, dan daging dengan tepat, semua ini sangat
penting. Tersedia 2 vaksin, tetapi keduanya memberikan perlindungan terbatas (50 - 80%)
terhadap S. typhi. Satu vaksin mengandung polisakarida kapsular Vi dari S. typhi (diberikan
secara IM), dan lainnya mengandung strain hidup dari S. typhi yang dilemahkan (Ty21a;
diberikan secara PO). Kedua vaksin ini sama-sama efektif. Vaksin direkomendasikan bagi
mereka yang akan bepergian atau tinggal di daerah berisiko tinggi dan bagi mereka yang
pekerjaannya melibatkan kontak dengan organisme penyebab. Suatu vaksin konjugat baru
terhadap demam tifoid mengandung antigen polisakarida kapsular (Vi) yang dipasangkan pada
suatu protein karier yang aman dan imunogenik pada anak usia muda tapi untuk sekarang ini
tidak tersedia di Amerika Serikat.

6. Bagaimana prognosis dari demam tifoid?


Prognosis demam tifoid baik jika diagnosis dini, terapi cepat, dan tanpa komplikasi.
Pada kasus demam tifoid berat (delirium, stupor, koma, syok sepsis), terapi Dexamethasone
menurunkan tingkat mortalitas dari 56% menjadi 10%.

You might also like