Soren an oda fie
Governance dan Pendekatan Institusional'
Governance dan Sudut Pandang Institusional
alah satu pendekatan terbaru dalam memahami penerapan governance dalam organisasi
Sas suatu institusi adalah menggunakan pendekatan institutional (institutional
approach}?. Pendekatan intitusional dimaksud merupakan New Institutional Economics
(NIE) analysis” yang telah terbukti bermanfaat positif dalam memfasilitasi pelaksanaan
penelitian sosial yang bersifat lintas negara (cross-national social science research)
(Milhaupt dan West, 2004, p. 14). Pendekatan NIE menggunakan organisasi sebagai dasar
unit analisis di dalam ‘meneliti bagaimana berbagai institusi dibentuk, berinteraksi dan
berjalan’ dan didasarkan pada premis tersebut dengan konsep bahwa *keberadaan institusi
secara formal maupun informal merupakan batasan dari perilaku manusia” (p.14). Dengan
demikian keberadaan hukum (law) dianggap sebagai svatu institusi, ketika hukum akan
berinteraksi dengan institusi lain yang kurang formal, seperti; mekanisme pasar, code
of best practices, norma sosial, dan kepercayaan yang tumbuh di masyarakat (shared
beliefs) tentang bagaimana segala sesuatu menyangkut kehidupan ini berjalan. Dengan
dasar demikian maka pendekatan secara institusi ini akan bermanfaat dalam melakukan
perbandingan praktik governance antamegara.
Fokus pembahasan governance menggunakan pendekatan institusional tentunya menjadi
terfokus kepada aturan formal (/aw and regulations) serta aturan informal (norms?,
practices and shared beliefs). Interaksi antara kedua aturan tersebut akan menentukan
dan memberi warna dari praktik CG, regulasi keuangan serta mekanisme pasar‘. Dalam
kaitan ini pola interaksi dan perkembangan antara kedua aturan perlu mendapat perhatian,
karena mempunyai karakteristik dan pola perkembangan yang relatif berbeda. Menurut
Mithaupt dan West (2004), aturan formal mengalami perubahan secara cepat dan tidak
terduga (furious) yang akan diwujudkan dalam bentuk aturan hukum yang baru (new
laws), struktur regulasi baru (new regulatory structures) dan berbagai tambahan atau
amandemen terhadap aturan perundang-undangan yang telah ada. Sementara aturan yang
bersifat informal juga mengalami perubahan, namun bersifat lebih lambat dan cenderung,
incremental bila dibandingkan dengan aturan formal, seperti sulitnya perubahan pola pikir
(mind-sets) serta norma yang berlaku.
Peranan aturan informal (informal rules) sering diabaikan di dalam implementasi
‘governance, karena penekanan yang diberikan di dalam praktik dan penilaian (assessment)
terhadap implementasi governance cenderung menggunakan aturan formal yang memang
tertulis dan baku. Namun demikian, Milhaupt dan West (2004) berpendapat bahwa norma
109 -‘CORPORATE GOVERNANCE
eougi Panguatan Konsoptual & ingles Indonesia
merupakan aturan informal yang sangat penting di dalam membatasi perilaku manusia,
sehingga pada beberapa kasus menjadi lebih penting dan efektif dibandingkan dengan
keberadaan aturan formal berupa hukum dan perundang-undangan. Namun demikian,
kepatuhan terhadap norma (norms) tersebut lebih banyak ditemukan pada kelompok
kecil masyarakat, serta dapat mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu.
Kondisi demikian berpengaruh terhadap efektivitas implementasi aturan formal, jika tidak
lukung oleh seperangkat norma yang sesuai yang ada di masyarakat.
Governance dan Peranan Institusi
‘World Bank mengeluarkan pernyataan berkaitan dengan pentingnya penguatan atas peran
negara melalui pengembangan kebijakan komunitas (the development policy community)
yang dinyatakan dalam diktum; institutions matter (World Bank, 1997). Dalam kaitan
ini Fukuyama (2004, p. 28) menyatakan bahwa penguatan fungsi negara diantaranya
dinyatakan dalam berbagai bentuk penamaan yang beragam seperti ‘governance’, ‘state
capacity’ atau ‘institutional quality’ di dalam kerangka pembangunan ekonomi suatu
negara. Berdasarkan sudut pandang ini, Fukuyama (2004) berpendapat bahwa good
governance dan demokrasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. ka didefinisikan
lebih lanjut, hal ini berarti bahwa a good state institution bercirikan lembaga yang mampu
mefayani kebutuhan pelanggannya yang terdiri dari warga negara berdasarkan pada prinsip
transparansi dengan cara yang paling efisien.
Dalam menjelaskan konsep tersebut, berikut digunakan contoh aplikasi pada institusi Bank
Indonesia (lihat Pohan dkk., 2008). Konsepsi a good state institution jika dikaitkan dengan
institusi Bank Indonesia (selanjutnya disingkat B1) berhubungan dengan peranan lembaga
dimaksud dalam penetapan kebijakan moneter di Indonesia, sesuai dengan peranan bank
sentral, Menurut Fukuyama (2004) sebuah bank sentral harus dibangun dan diposisikan
dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak dipengaruhi oleh tekanan ‘demokratis’
politik jangka pendek. Konsepsi demikian sejalan dengan prinsip independensi sebagai
pilar penyangga untuk diterapkannya governance pada bank sentral secara baik dan sehat.
Dalam kaitan ini, Fukuyama (2004) kembali mengingatkan bahwa demokrasi sebagai nilai
yang dapat diterima secara umum (legitimating value) mempunyai peranan yang bersifat
fungsional di dalam kerangka governance secara uum.
Konsepsi tersebut menegaskan bahwa hal paling utama di dalam menjamin terlaksananya
good governance untuk bank sentral* (dalam hal ini Bank Indonesia) adalah melalui
pemenuhan aspek independensi di dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya.
‘Amtenbrink (2004, p.3) menegaskan bahwa independensi* sebuah bank sentral harus
tergambar di dalam struktur institusi dimaksud dalam hubungannya dengan struktur
organisasi pemerintahan. Secarasubstantif, kerangka ini diperlukan dengan tujuan menjamin
terlaksananya kebijakan moneter yang efektif (the purpose of ensuring the effective
conduct of monetary policy). Dalam kaitan ini, berbagai studi yang berhubungan dengan
aspek ekonomi dan legal tentang peranan bank sentral secara institusional, lebih terarah
pada kajian terhadap hubungan bank sentral dengan pihak eksekutif maupun legislatif
-110-‘CORPORATE GOVERNANCE
Meru Penguatan Kossoptul & implants Indonesia
merupakan aturan informal yang sangat penting di dalam membatasi perilaku manusia,
sehingga pada beberapa kasus menjadi lebih penting dan efektif dibandingkan dengan
keberadaan aturan formal berupa hukum dan perundang-undangan. Namun demikian,
kepatuhan terhadap norma (norms) tersebut lebih banyak ditemukan pada kelompok
kecil masyarakat, serta dapat mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu.
Kondisi demikian berpengaruh terhadap efektivitas implementasi aturan formal, jika tidak
didukung oleh seperangkat norma yang sesuai yang ada di masyarakat.
Governance dan Peranan Institusi
World Bank mengeluarkan pemyataan berkaitan dengan pentingnya penguatan atas peran
negara melalui pengembangan kebijakan komunitas (the development policy community)
yang dinyatakan dalam diktum; institutions matter (World Bank, 1997). Dalam kaitan
ini Fukuyama (2004, p. 28) menyatakan bahwa penguatan fungsi negara diantaranya
inyatakan dalam berbagai bentuk penamaan yang beragam seperti ‘governance’, ‘state
capacity’ atau ‘institutional quality’ di dalam kerangka pembangunan ekonomi suatu
negara. Berdasarkan sudut pandang ini, Fukuyama (2004) berpendapat bahwa good
governance dan demokrasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. jika didefinisikan
lebih lanjut, hal ini berarti bahwa a good state institution bercirikan lembaga yang mampu
melayani kebutuhan pelanggannya yang terdiri dari warga negara berdasarkan pada prinsip
transparansi dengan cara yang paling efisien.
Dalam menjelaskan konsep tersebut, berikut digunakan contoh aplikasi pada institusi Bank
Indonesia (lihat Pohan dkk., 2008). Konsepsi a good state institution jika dikaitkan dengan
institusi Bank Indonesia (selanjutnya disingkat B)) berhubungan dengan peranan lembaga
dimaksud dalam penetapan kebijakan moneter di Indonesia, sesuai dengan peranan bank
sentral. Menurut Fukuyama (2004) sebuah bank sentral harus dibangun dan diposisikan
dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak dipengaruhi oleh tekanan ‘demokratis’
politik jangka pendek. Konsepsi demikian sejalan dengan prinsip independensi sebagai
pilar penyangga untuk diterapkannya governance pada bank sentral secara baik dan sehat.
Dalam kaitan ini, Fukuyama (2004) kembali mengingatkan bahwa demokrasi sebagai nilai
yang dapat diterima secara umum (legitimating value) mempunyai peranan yang bersifat
fungsional di dalam kerangka governance secara uum.
Konsepsi tersebut menegaskan bahwa hal paling utama di dalam menjamin terlaksananya
good governance untuk bank sentral? (dalam hal ini Bank Indonesia) adalah melalui
pemenuhan aspek independensi di dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya.
‘Amtenbrink (2004, p.3) menegaskan bahwa independensi* sebuah bank sentral harus
tergambar di dalam struktur institusi dimaksud dalam hubungannya dengan struktur
organisasi pemerintahan. Secara substantif, kerangka ini diperlukan| dengan tujuan menjamin:
terlaksananya Kebijakan moneter yang efektif (the purpose of ensuring the effective
conduct of monetary policy). Dalam kaitan ini, berbagai studi yang berhubungan dengan
aspek ekonomi dan legal tentang peranan bank sentral secara institusional, lebih terarah
pada kajian terhadap hubungan bank sentral dengan pihak eksekutif maupun legislatif
-110-
iGoverane an edt ahi
di dalam suatu negara (lihat Amtenbrink, 2004)’. Dengan terjaminnya independensi Bt
sebagai bank sentral diharapkan aspek akuntabilitas atas kinerja Bl sebagai sebuah institusi
dapat dievaluasi secara lebih objektif.
Penerapan Governance pada Institusi_ Bank Indonesia
Sebagai suatu organisasi, dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawab untuk mencapai
tujuannya, BI telah menerapkan konsep perencanaan strategis melalui model SPAMK*.
Operasionalisasi dan implementasi konsep ini dilakukan melalui perangkat Balanced
Scorecard (BSC) yang dirancang sesuai dengan karakteristik organisasi Bl. Keberadaan
‘Sistem Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja (SPAMK) di dalam sistem organisasi
BI secara keseluruhan akan memberikan dampak optimal jika sistem dimaksud kompatibel
dan sesuai dengan perangkat sistem lainnya yang terdapat di dalam organisasi Bl
SPAMK merupakan bahagian dari reformasi organisasi BI melalui program transformasi
melalui inisiasi kelembagaan pada tahun 2001. Sebagai suatu sistem yang terintegrasi
SPAMK diharapkan dapat mendukung tercapainya aspek transparansi dan akuntabilitas
melalui penguatan kerangka governance di institusi BI (lihat Simanjuntak, 2004, p. 12).
Secara umum terdapat paling tidak empat manfaat yang diharapkan dapat dicapai melalui
proses dimaksud; (a) to enhance stakeholder’s orientation, (b) to increase transparency
and accountability toward better governance, (c) to create strategy focused organization,
dan (d) to build performance based culture (Simanjuntak, 2004).
Untuk mencapai tujuan strategis yang telah ditetapkan, Bank Indonesia telah menyusun
strategy map yang merupakan derivasi dari visi, misi dan nilai-nilai organisasi mencakup
delapan strategic objectives", Dari kerangka strategy map tersebut tergambar bahwa
upaya untuk meningkatkan efektivitas implementasi governance pada Bank Indonesia
merupakan isu sentral yang menjadi dasar bagi terlaksananya implementasi strategi yang,
telah disusun secara menyeluruh. Kondisi demikian mengisyaratkan bahwa sebagai bagian
dati isu strategis yang telah berkembang secara global, governance telah diadopsi dalam
kerangka strategis BI dan diwujudkan dalam bentuk ‘semangat’ dan ‘jiwa’ (the soul) yang,
terkandung di dalam strategic objectives Bank Indonesia".
Governance di Bank Indonesia
Suatu institusi yang sukses adalah organisasi yang mampu mengadopsi style untuk
mendorong terjadinya dialog melalui cara komunikasi yang terbuka (open communications)
serta proses pembelajaran (learning process) pada setiap elemen subsistem berdasarkan
model governance"? yang dianut oleh organisasi dimaksud (Shaw, 2003). Cara berdialog
dengan komunikasi terbuka melalui management style merupakan bagian karakteristik
tingkah laku (behavioral characteristics) dari suatu kerangka governance. Berdasarkan
sudut pandang demikian, governance model di dalam suatu organisasi akan berfungsi
sebagai suatu kerangka (framework) dan proses tetapi tidak mempunyai kemampuan
-1t-CORPORATE GOVERNANCE,
MenwjuPenguatanKonsoptal& implementas indonesia
operasionalisasi tanpa didukung oleh keberadaan sistem governance (governance system)"*
yang sehat.
Perangkat sistem governance, yang didukung oleh struktur dan mekanisme governance,
mensyaratkan keterlibatan aktif dari para pelaku (individu) dalam sebuah organisasi melalui
perangkat organisasi, khususnya board dengan fungsi supervisi serta top-management
team yang menjalankan fungsi stratejik-operasional. Secara bersama-sama dengan
subsystem lainnya di dalam organisasi, perangkat ini akan berinteraksi secara dinamis
dan berkelanjutan di dalam model governance. Dalam kaitan ini, sistem governance akan
berfungsi secara simultan dengan governance model yang bertujuan agar organisasi dapat
beroperasi secara lebih optimal di dalam mencapai tujuannya. Dalam kaitan ini, Shaw
(2003) berpendapat bahwa sistem governance akan mendefinisikan bagaimana sumber
daya manusia di dalam organisasi dapat bekerja sama untuk mengantisipasi, memahami,
serta mengambil tindakan yang berhubungan dengan konsekuensi pi
yang dipilih,
Berdasarkan pemahaman bahwa governance model merupakan kerangka dan alat serta
metode di dalam mencapai tujuannya, secara organisasi model governance yang di
oleh BI telah diatur oleh undang-undang (UU Nomor 23 Tahun 1999; UU Nomor 3
Tahun 2004). Menurut undang-undang dimaksud, struktur organisasi BI terdiri dari
dewan gubemur (board of governors) yang ‘diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat’ (BI, 2004, p. 3)'*. Dengan demikian peranan dewan
gubernur di dalam hal ini adalah sebagai tim manajemen puncak (top management team)
yang akan melaksanakan aktivitas BI di dalam mencapai tujuan yang ditetapkan'®. Dalam
melaksanakan tugasnya, Dewan Gubernur dibantu oleh perangkat organisasi lainnya,
bertanggung jawab di dalam menyusun dan menetapkan sasaran strategis organisasi sejalan
dengan visi dan misi BI. Penjelasan tersebut mempertegas bahwa model governance yang
dimiliki BI dibentuk dan ditentukan berdasarkan undang-undang tentang keberadaan BI
sebagai institusi publik.
Konsekuensi dari penerapan governance di dalam suatu organisasi adalah diadopsinya
mekanisme open system di dalam penyelenggaraan aktivitas organisasi sebagai konsekuensi
dari organisasi sebagai ‘organisme’. Dengan pola demikian, organisasi harus senantiasa
mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Dalam
kaitan ini, BI telah memosisikan diri sebagai organisasi dengan citi open system. Hal
ini tergambar melalui pilihan strategic objectives, organisasi BI yang berkaitan dengan
tujuannya untuk menjaga stabilitas nilai rupiah (UU Nomor 23 Tahun 1999). Berdasarkan
konsepsi open system, melalui kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan dalam kerangka model governance yang ada, diharapkan tujuan Bl
dapat dicapai secara lebih optimal.
Bank Indonesia; Governance dan Manajemen Kinerja
Menurut Walsh, Luis, dan Lok (2004) keberadaan SPAMK di dalam organisasi BI
merupakan bahagian dari reformasi sistem perencanaan, penganggaran, dan manajemen
-112-Goren an edt ei
kinerja. Walsh dan kawan-kawan (2004) mengkiaim bahwa reformasi dimaksud mendapat
dukungan penuh dari Gubernur BI sebagai bahagian dari manajemen puncak organisasi
pada medio Juli 2002. Pernyataan ini merupakan penegasan perlunya dukungan dan
komitmen manajemen puncak di dalam melakukan perubahan atau reformasi organisasi.
Secara lebih spesifik, Gubemur BI menyatakan bahwa SPAMK merupakan upaya untuk
meijadikan BI sebagai institusi yang mempunyai kinerja baik (sound) dan akuntabel di
dalam kerangka untuk mencapai good governance. Pemyataan ini'* memberikan indikasi
bahwa SPAMK merupakan bahagian dari upaya Bl menegakkan sound governance di
dalam organisasi Bank Sentral tersebut.
Peningkatan transparansi dan akuntabilitas organisasi 1 di dalam upaya untuk mencapai
governance yang lebih baik merupakan satu tema pokok di dalam agenda reformasi
SPAM (lihat Simanjuntak, 2004). Dalam kaitan ini, peningkatan kinerja organisasi mutlak
diperlukan dengan dukungan sepenuhnya dari sistem informasi pelaporan kinerja yang
akurat dan tepat waktu. Berdasarkan konsepsi ini, BI melakukan reformasi di dalam sistem
perencanaan, penganggaran dan pengukuran kinerja organisasi yang diharapkan mampu
untuk mengakomodasi kebutuhan strategis organisasi. Untuk itu, BI mengadopsi model
Balanced Scorecard (BSC)” sebagai sistem manajemen untuk menjalankan SPAMK secara
terintegrasi (Walsh, Luis, dan Lok, 2004). Bagian berikut akan membahas setiap elemen
perspektif BSC yang digunakan BI dari sudut pandang governance.
Secara umum perdebatan terkini tentang isu governance, terutama yang berkaitan
dengan isu korporasi atau corporate governance, adalah terdapatnya dua par:
yang berlawanan antara shareholding dan stakeholding. Perbedaan mendasar atas dua
erspektif tersebut disebabkan dari sudut pandang tujuan keberadaan dari suatu organis
serta struktur governance yang dianut dalam mencapai tujuan dimaksud. Perspektif
shareholding dianggap sebagai pandangan tradisional dengan mengasumsikan organi
sebagai instrumen legal pemilik dalam memaksimalkan keuntungan melalui pencapaian
tujuan organisasi. Sementara perspektf stakeholding, yang berkembang pesat pada paruh
akhir bad ke-20, memandang organisasi secara berlawanan dengan perspektif sebelumnya,
dengan asumsi bahwa sebuah organisasi merupakan sebagai jaringan relasional antara
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara lebih luas.
Jika dihubungkan dengan organisasi BI, terutama dalam kaitannya sebagai bagian dari
sistem NKRI, organisasi ini menganut pola stakeholding-governarice. Hal ini sejalan
dengan tujuan keberadaan BI sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang, serta
konsepsi lingkup tugas dan tanggung jawab Bi di dalam NKRI. Secara eksplisit hal i
telah dinyatakan di dalam manfaat pertama dengan diadopsinya SPAMK (i.e. to enhance
stakeholder’s orientation) sebagai paradigma terpenting dari keberadaan BI sebagai bank
sentral dan institusi publik. Misalnya, di dalam strategy map B1 tahun 2005—2008, sebagai
bagian dari outcomes kepada pihak external stakeholders yang tergambar melalui strategic
objectives yang pertama (i.e. maintaining monetary stability). Secara tegas pentingnya
keberadaan BI di dalam sistem NKRI terlihat melalui penempatan external stakeholder
sebagai salah satu perspektif pengukuran kinerja yang diadopsi BI melalui BSC.
-113-CORPORATE GOVERNANCE
‘Mang PengustanKonseptul& implementas indonesia
Perspektif internal financial berkaitan dan mengacu kepada kemampuan internal BI di
dalam mengelola sumber daya organisasi, terutama sumber daya keuangan. Dari sudut
pandang governance, setiap pilihan keputusan yang berhubungan dengan alokasi sumber
daya yang dimiliki organisasi secara dominan akan menentukan outcomes, baik berupa
risks ataupun rewards, dari sebuah organisasi (lihat Shaw, 2003). Untuk itu, kemampuan
dalam mengimplementasikan sound governance practices dari perspektif ini akan sangat
menentukan keandalan Bi mengelola sumber daya keuangan secara tranparan dan
akuntabel di dalam kerangka CG untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Perspektif business process yang diadopsi di dalam BSC-B! menunjukkan proses di dalam
organisasi BI yang berhubungan dengan ruang lingkup tugas BI (Pasal 8 UU Nomor 23
‘Tahun 1999). Pelaksanaan proses ini di dalam kerangka governance mode!’ berhubungan
dengan proses stratejik di dalam organisasi. Secara konsepsional, proses stratejik dimaksud
harus mampu dijabarkan ke dalam 4 (empat) level governance di dalam organisasi (Shaw,
2003, pp. 82-84). Level pertama, berhubungan dengan strategi yang berhubungan dengan
‘outcomes with the future. Pada level kedua,-berhubungan dengan strategy execution
melalui outcomes that are, or should be, knowable, sementara pada level ketiga dalam
bentuk operasionalisasi strategi-(operations) yang merupakan outcomes associated with
the present. Pada level terakhir atau keempat proses stratejik dalam kerangka govemance
bberhubungan dengan organization, process, and information.
Keempat tingkatan (level di dalam strategic process dari sebuah institusi yang berorientasi
pada well-governed organization, harus terlaksana secara sistematik dalam kerangka
sistem governance yang dimiliki. Dalam kaitan ini, setiap tingkatan akan berfungsi sebagai
interrelated subsystems dalam upaya untuk mengidentifikasi berbagai konsekuensi yang
ditimbulkan akibat dari berbagai keputusan strategis yang diambil pada setiap tingkatan
subsystem. Mekanisme pengendalian strategis (strategic control) di dalam kerangka
governance dilakukan sesuai dengan struktur (governance structure) yang dianut oleh
organisasi. Implementasinya di dalam organisasi BI, misalnya, adalah melalui berjalannya
mekanisme pengendalian untuk setiap level organisasi; badan supervisi, dewan gubernur,
direktorat, dan setingkatnya, hingga elemen atau unit organisasi yang berada di bawahnya,
Secara umum, konsepsi dasar berjalannya strategic control di dalam kerangka governance
berpedoman pada aspek pengendalian melalui prinsip; ‘who control whom within the
organization’.
Perspektif people and change management berhubungan dengan kerangka pertumbuhan
governance, hal ini berkaitan dengan aspek longterm thinking sebagai salah satu
behavioral characteristic dari sistem governance. Perspektif ini berhubungan dengan
tiga perspektif lainnya, terutama di dalam kaitannya dengan upaya untuk peningkatan
governance, transparansi dan akuntabilitas untuk jangka panjang yang teridentifikasi pada
tiga perspektif lainnya. Lebih jauh, perspektif ini berkaitan dengan fenomena ‘bertumbuh’
(growth) dan ‘bertahan’ (survival) yang harus diakomodasi di dalam kerangka strategis
organisasi. Menurut Shaw (2003), kesuksesan pencapaian indikator perspektif ini di setiap
-114-jan 7
Soronarc en Pansat aa
organisasi sangat ditentukan oleh kompatibilitas antara sistem dan model governance yang
dianut oleh organisasi secara menyeluruh. Sebagai faktor pendukung, komunikasi internal
‘maupun dengan pihak eksternal organisasi diperlukan untuk memperoleh masukan dengan
tujuan perbaikan organisasi dalam jangka panjang.
Perspektif terakhir (people and change management) yang diadopsi BI, sebagai label dari
learning and growth perspective di dalam model generik Kaplan dan Norton, merupakan
esensi utama yang membedakan konsep’ BSC dengan alat ukur kinerja lainnya. Dalam
kaitan ini perubahan yang diharapkan memberikan dampak positif di dalam governance
onganisasi Bl jangka panjang adalah terjadinya perubahan pola pikir untuk mengarahkan Bl
sebagai organisasi pembelajaran (learning organization). Sesuai dengan konsepsi dinamisme
governance dalam kerangka open system, hal ini mengisyaratkan perlunya perubahan dan
peningkatan (improvements) di dalam govemance organisasi secara kerkesinambungan
berdasarkan feedback dari implementasi strategi yang telah dilaksanakan.
Komentar Penutup
BSC yang diadopsi oleh BI dioperasionalisasikan melalui penggunaan seperangkat Key
Performance Indicators (KPI). Secara eksternal, KP! yang digunakan diharapkan mampu
berfungsi sebagai media untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi BI sebagai
institusi publik. Dari sudut pandang intenal, KPI yang ada juga diharapkan berfungsi
sebagai pemicu dan pengerak kinerja individu serta organisasi BI. Secara bersama-sama,
baik dari perspektif internal mapun eksternal, KPI diharapkan mampu menjadi ‘sarana
komunikasi’ untuk mendukung prinsip transparansi dan akuntabilitas BI dari sudut
pandang governance. Pada akhimya, aspek intemal dan eksternal dari KPI ini diharapkan
dapat memenuhi outcomes dari penerapan governance (OECD, 1998); meredam konflik
kepentingan di dalam organisasi serta mampu meningkatkan kinerja organisasi. Dalam
kaitan ini, konsep SPAMK melalui penerapan BSC diharapkan dapat digunakan tidak
hanya sebagai alat ukur kinerja (outcome measures), tetapi secara prinsipil lebih berperan
sebagai performance driver bagi organisasi BI secara keseluruhan.
Akhirnya sebagai institusi publik BI dituntut untuk mampu melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang. Dalam kaitan ini,
model governance yang diadopsi oleh BI sesuai dengan tujuan keberadaan organisasi ini
serta struktur governance sebagaimana diatur dalam undang-undang. Sementara, sister
governance yang dianut dijalankan sesuai dengan governance model yang ada serta setiap
elemen subsystem lainnya di dalam BI harus bebas dari konflik melalui desain sistem
organisasi yang menyeluruh dan compact.
‘sebagai bagian dari sistem organisasi 81 secara keseluruhan, SPAMK diharapkan kompatible
dengan berbagai elemen sistem lainnya, terutama sistem governance yang dianut oleh BI.
Melalui sistem governance yang sesuai, model governance yang dianut BI merupakan
kerangka logis di dalam pengambilan keputusan organisasi untuk dapat berfungsi secara
optimal. Empat perspektif BSC yang digunakan oleh Bl sebagai sistem perencanaan,
penganggaran dan pengukuran kinerja telah memuat secara memadai berbagai prinsip
-115-‘
a
dlasar governance. Namun, karena fenomena governance merupakan konsep yang dinamis,
berbagai ukuran KPI di dalam BSC juga dituntut untuk selalu disesusikar, ‘dengan perubahan
lingkungan organisasi, terutama berkaitan dengan konsepsi earning organization yang
tercakup dalam perspektif people and change management.
-116-
win ninco aise
ig
ee