You are on page 1of 28

LAPORAN TUGAS PERENCANAAN SISTEM PENCEGAHAN

DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN


Emergency Response Plan

Halaman Cover

Oleh :
Atika Sari Khairunnisa’ (0517040011)

1 Halaman Cover

Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Jurusan Teknik Permesinan Kapal
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
2019

i
2 Daftar Isi

Halaman Cover ............................................................................................... i

Daftar Isi ........................................................................................................ ii

Daftar Gambar .............................................................................................. iv

Daftar Tabel ................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. iv

1.1 Latar Belakang ............................................................................. iv

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... v

1.3 Tujuan ............................................................................................ v

1.4 Manfaat .......................................................................................... v

1.5 Ruang Lingkup ............................................................................. vi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. vii

2.1 Gedung ........................................................................................ vii

2.1.1 Deskripsi Gedung ................................................................... viii

2.2 Teori Api ...................................................................................... ix

2.2.1 Teori segitiga api ...................................................................... ix

2.2.2 Teori tetrahedron api ................................................................ ix

2.2.3 Klasifikasi Kebakaran ................................................................ x

2.3 Detektor ........................................ Error! Bookmark not defined.

2.3.1 Jenis-jenis Detektor................... Error! Bookmark not defined.

2.4 IPS-E-SF-260 (Iranian petroleum Standards)Error! Bookmark


not defined.

2.4.1 Jenis–jenis Detektor .................. Error! Bookmark not defined.

2.4.2 Persyaratan Umum Detektor ..... Error! Bookmark not defined.

2.4.3 Pemilihan Detektor ................... Error! Bookmark not defined.

2.4.4 Tata Letak Detektor .................. Error! Bookmark not defined.

ii
2.4.5 Pengaplikasian Detektor ........... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. xix

3.1 Langkah Kerja .......................................................................... xxiii

3.2 Layout Bangunan ...................................................................... xxiv

3.3 Identifikasi Bahaya ................................................................... xxiv

3.4 Proteksi Kebakaran ................................................................... xxiv

3.5 Perhitungan Detektor ................................................................ xxiv

3.6 Perbandingan dengan Standar ................................................... xxv

3.7 Rekomendasi ............................................................................. xxv

3.8 Kesimpulan dan Saran ............................................................... xxv

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Error! Bookmark not defined.

4.1 Spesifikasi Gedung ....................... Error! Bookmark not defined.

4.2 Identifikasi Bahaya ....................... Error! Bookmark not defined.

4.3 Penentuan Jenis dan Jumlah DetektorError! Bookmark not


defined.

4.4 Peletakan Detektor ....................... Error! Bookmark not defined.

4.5 Pembahasan .................................. Error! Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN & SARAN ............. Error! Bookmark not defined.

5.1 Kesimpulan ................................... Error! Bookmark not defined.

5.2 Saran ............................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... xxvi

LAMPIRAN ............................................ Error! Bookmark not defined.

iii
3 Daftar Gambar

Gambar 2.1 Teori segitiga api ...................................................................... ix


Gambar 2.2 Teori tetrahedron api ................................................................. x
Gambar 2.3 Detektor panas .......................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.4 Detektor asap ............................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.5 Detektor nyala api ..................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.6 Detektor gas .............................. Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.7 Jenis detektor ............................ Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.8 Pemilihan detektor .................... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2.9 Batas detektor panas di area terbukaError! Bookmark not
defined.
Gambar 2.10 Batas detektor panas di area tertutupError! Bookmark not
defined.
Gambar 2.11 Batas detektor asap di area tertutupError! Bookmark not
defined.
Gambar 2.12 Pengaplikasian detektor .......... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4.1 Lantai 1 ..................................... Error! Bookmark not defined.

iv
4 Daftar Tabel

Tabel 4.1 Spesifikasi Gedung ....................... Error! Bookmark not defined.


Tabel 4.2 Identifikasi Bahaya ....................... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.3 Jenis dan Jumlah Detektor ............ Error! Bookmark not defined.
Tabel 4.4 Jenis dan Jumlah Detektor ............ Error! Bookmark not defined.

v
1 BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi,
keselamatan dan kesehatan di berbagai tempat menjadi sangat penting. Hal ini
dikarenakan kerugian yang dialami apabila terjadi kecelakaan sangatlah besar.
Salah satu permasalahan kecelakaan terbesar di dunia adalah masalah
kebakaran, karena apabila terjadi kebakaran akan banyak pihak yang dirugikan.
Walaupun perkembangan teknologi semakin pesat, kejadian kebakaran tetap
meningkat dan tidaklah berkurang. Salah satunya kebakaran pada gedung
perkuliahan.
Kebakaran yang terjadi di gedung perkuliahanpun tidak sedikit. Kejadian
kebakaran yang pernah terjadi adalah di Gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Depok Jawa Barat pada tahun 2014.
Penyebab kebakaran tersebut diduga karena AC mengalami korsleting. Tidak
terdapat korban jiwa pada peristiwa tersebut karena kebakaran terjadi pada saat
liburan kuliah. Namun, akibat dari kebakaran tersebut, berbagai dokumen
penting ludes dilahap sijago merah.
Terjadinya kebakaran tidak hanya dapat menghilangkan harta benda
tetapi juga nyawa. Untuk meminimalisir terjadinya kebakaran, maka perlu
penerapan K3 sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Salah satu cara sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran
adalah dengan menyediakan Emergency Response Plan. Emergency Response
Plan adalah suatu rencana yang digunakan untuk keadaan darurat seperti
kebakaran.
Gedung kuliah berlantai 5 memiliki luas lebih dari 1000 m2 yang terdapat
dokumen-dokumen penting dan barang-barang berharga masih belum tersedia
Emergency Response Plan yang memadai, padahal salah satu cara penanganan
pada saat kebakaran yang tepat adalah dengan Emergency Response Plan yang
dapat meminimalisir terjadinya korban jiwa. merencanakan rute dan waktu
maksimal penyelanatan diri dari gedung adalah satu cara yang sangat efektif untuk

iv
mengestimasikan waktu yang diperlukan untuk meneylamatkan diri dengan
mempertimbangkan berbagai aspek sejauh rute yang ditempuh seseorang dari
dalam gedung untuk menyelamatkan diri.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan penugasan SPPK
(Emergency Response Plan) adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara menghitung kebutuhan waktu penyelamatan diri
dalam gedung kuliah jurusan arsitektur ITS menurut SFPE edisi
2015 dan NFPA 101A?
2. Bagaimana menyesuaikan kebutuhan ERP waktu penyelamatan
menggunakan perhitungan dengan standar SFPE edisi 2015 dan
NFPA 101A dan penggambaran jalur evakuasi untuk gedung kuliah
jurusan arsitektur ITS?
3. Bagaimana cara melektakkan tanda jalur evakuasi dalam gedung
kuliah jurusan arsitektur ITS?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam laporan penugasan SPPK (Emergency Response Plan)
adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara menghitung kebutuhan waktu penyelamatan diri
dalam gedung kuliah jurusan arsitektur ITS menurut SFPE edisi
2015 dan NFPA 101A.
2. Mengetahui kebutuhan waktu penyelamatan menggunakan
perhitungan dengan standar SFPE edisi 2015 dan NFPA 101A dan
penggambaran jalur evakuasi untuk gedung kuliah jurusan
arsitektur ITS.
3. Mengetahui cara melektakkan tanda jalur evakuasi dalam gedung
kuliah jurusan arsitektur ITS.
1.4 Manfaat

v
Manfaat dalam laporan penugasan Sistem Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran (Emergency Response Plan) adalah :
1. Mampu menghitung kebutuhan waktu penyelamatan diri dalam
gedung kuliah jurusan arsitektur ITS menurut SFPE edisi 2015 dan
NFPA 101A.
2. Mampu menghitung kebutuhan waktu penyelamatan menggunakan
perhitungan dengan standar SFPE edisi 2015 dan NFPA 101A dan
penggambaran jalur evakuasi untuk gedung kuliah jurusan
arsitektur ITS.
3. Mampu melektakkan tanda jalur evakuasi dalam gedung kuliah
jurusan arsitektur ITS.
1.5 Ruang Lingkup
Pada laporan perancangan Emergency Response Plan, hanya dilakukan
suatu perancangan berdasarkan perhitungan yang mengacu pada aturan standar
yang berlaku. Apabila terjadi perbedaan antara hasil perhitungan dengan denah
gambar yang digunakan tidak dilakukan perubahan gambar pada denah
tersebut. Semua yang dikerjakan pada laporan ini semata-mata adalah untuk
lebih memahami dalam menerapkan ilmu yang telah dipelajari pada
perkuliahan sebelumnya.

vi
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gedung
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tinggal, kegiatan
keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya, maupun kegiatan
khusus [1]. Menurut Peraturan Daerah DKI No. 7 tahun 2010 tentang
Bangunan Gedung memiliki fungsi banguna gedung yaitu :
1. Fungsi hunian
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat tinggal manusia yang
meliputi:
a Rumah tinggal tunggal
b Rumah tinggal deret
c Rumah tinggal susun
d Rumah tinggal sementara.
2. Fungsi keagamaan
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan ibadah yang
meliputi:
a Bangunan masjid termasuk mushola
b Bangunan gereja termasuk kapel
c Bangunan pura
d Bangunan vihara
e Bangunan kelenteng.
3. Fungsi usaha
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan
usaha yang meliputi:
a Bangunan gedung perkantoran
b Bangunan gedung perdagangan
c Bangunan gedung perindustrian

vii
d Bangunan gedung perhotelan
e Bangunan gedung wisata dan rekreasi
f Bangunan gedung terminal
g Bangunan gedung tempat penyimpanan.
4. Fungsi sosial dan budaya
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan
sosial dan budaya yang meliputi bangunan gedung:
a Pelayanan pendidikan
b Pelayanan kesehatan
c Kebudayaan
d Laboratorium
e Pelayanan umum.
5. Fungsi khusus
Mempunyai fungsi utama sebagai tempat melakukan kegiatan yang
mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi tingkat nasional atau yang
penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat di sekitarnya
dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi yang meliputi:
a Bangunan gedung untuk reaktor nuklir
b Instalasi pertahanan dan keamanan.

2.1.1 Deskripsi Gedung


Gedung yang akan dirancang yaitu gedung kuliah jurusan
Arsitektur ITS. Gedung ini memiliki 5 lantai, maka untuk melindungi
gedung tersebut dari bahaya kebakaran akan dibuat sistem pencegahan
dan penanggulangan kebakaran dengan meletakan detektor pada tiap-tiap
lantai pada gedung tersebut. Perlu diketahui bahwa di gedung tersebut
didominasi oleh perabotan yang terbuat dari kayu, plastik, kertas dan
beberapa besi, sehingga bahan-bahan tersebut akan mudah terbakar
secara cepat. Dengan peletakan detektor yang sesuai, kondisi detektor
yang baik dan orang yang mampu mengenali sinyal detektor maka api
dapat dipadamkan dengan mudah dan cepat sebelum api tersebut
membesar.

viii
2.2 Teori Api
2.2.1 Teori segitiga api
Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau reaksi kimia yang
diikuti oleh pengeluaran asap, panas, nyala, dan gas-gas lainnya. Api juga
dapat diartikan sebagai hasil dari reaksi pembakaran yang cepat. Suatu
kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur yaitu bahan bakar (fuel),
oksigen dan sumber panas (ignisi). Panas sangat penting untuk nyala api
tetapi jika api telah timbul dengan sendirinya maka menimbulkan panas
untuk tetap menyala [2].

Gambar 2.1 Teori segitiga api


[3]
2.2.2 Teori tetrahedron api
Teori segitiga api mengalami perkembangan dengan ditemukannya
unsur keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia. Rantai reaksi
kimia terjadi akibat penggabungan dua radikal bebas hidroksil (OH-) yang
menghasilkan H2O dan radikal bebas lainnya, yaitu O (oksigen). Radikal ini
selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai umpan pada proses pembakaran
selanjutnya.

ix
Gambar 2.2 Teori tetrahedron api
[4]

2.2.3 Klasifikasi Kebakaran


1. Kategori Kebakaran
Kategori kebakaran adalah penggolongan kebakaran
berdasarkan jenis bahan yang terbakar. Dengan adanya kategori
tersebut, akan lebih mudah dalam pemilihan media pemadaman yang
dipergunakan untuk memadamkan kebakaran. Kategori Kebakaran
Berdasarkan Per-04/MEN/1980 [5] :
 Kelas A- Kebakaran bahan padat kecuali logam
 Kelas B- Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar
 Kelas C- Kebakaran instalasi listrik bertegangan
 Kelas D- Kebakaran Logam
2. Tingkat Bahaya Kebakaran Menurut Kepmen No.
KEP.186/MEN/1999 [6] :
a. Ringan
Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
rendah, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah
sehingga menjalarnya api lambat
Contoh: Perumahan, perkantoran, perhotelan, penjara, rumah sakit,
museum, sekolah, tempat ibadah.
b. Sedang Kelompok 1

x
Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 2,5 m, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
sedang sehingga menjalar api sedang.
Contoh: Pabrik mobil, pabrik roti, pabrik minuman, pengalengan,
pabrik elektronika.
c. Sedang Kelompok 2
Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 4 m, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
sedang sehingga menjalar api sedang.
Contoh: Pabrik tekstil, pabrik tembakau, penggilingan padi,
gudang pendinginan, gudang perpustakaan, pabrik perakitan
kendaraan bermotor.
d. Sedang Kelompok 3
Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
tinggi, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi,
sehingga api menjalar cepat.
Contoh: Pabrik ban, bengkel mobil dan motor, pabrik makanan
dari bahan tepung, pabrik plastik
e. Berat
Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, serat atau bahan
lain yang apabila terbakar apinya cepat menjadi besar dengan
melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api menjadi cepat.
Contoh: Pabrik cat, pabrik kembang api, penyulingan minyak
bumi, pabrik bahan kimia yang mudah terbakar.

2.3 Emergency Response Plan (ERP)


Menurut Astra Green Company (2002), emergency adalah suatu
keadaan tidak normal atau tidak diinginkan yang terjadi pada suatu tempat

xi
yang cenderung membahayakan bagi manusia, merusak peralatan dan harta
benda dan merusak lingkungan.
Fire emergency response plan merupakan suatu rencana yang
dilakukan untuk mengurangi dampak bencana kebakaran terhadap manusia,
serta sebagai upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana kebakaran.
Tanggap darurat penghuni suatu ruangan dalam gedung adalah panik
dan berusaha menyelamatkan diri sendiri, keluarga, teman, atau barang-
barang yang berharga lainnya. Ada 3 tipe penyelamatan diri yang dapat
digunakan untuk melarikan diri dari bahaya kebakaran, yaitu:
1. Langsung menuju tempat terbuka.
2. Melalui koridor atau gang.
3. Melalui trowongan atau tangga kedap asap/api.

2.3.1 Lamanya Waktu Keluar (Escape)


Dalam mengetahui kecepatan evakuasi pada suatu gedung, perlu
diketahui waktu evakuasi. Menurut SFPE (Handbook of Fire
Protection Engineering) 5th edition 2015, perhitungan waktu evakuasi
diawali dengan menentukan lebar efektif terlebih dahulu.
1. Lebar Efektif (We)
Lebar efektif merupakan lebar jalur yang digunakan dalam
melakukan escape dikurangi dengan halangan yang ditemui
sepanjang jalur tersebut. Pada Tabel 2.1 berikut menampilkan
mengenai beberapa jenis halangan escape route.

Exit Route Elemen Boundary


Layer (BL)
(in) (cm)
Stairways-wall or side of tread 6 15
Railings, handrails 3,5 9
Theater chairs, stadium benches 0 0
Corridor, ramp walls 8 21
Obstacles 4 10

xii
Wide concourses, passageways 18 46
Door, archways 6 15

2. Kecepatan Perpindahan Individual (S)

Faktor kepadatan (density factor) menggambarkan


banyaknya orang yang menempati luas ruangan sebesar 1 m2.
Faktor kepadatan mempengaruhi besaran nilai dari kecepatan
perpindahan individual. Untuk mendapatkan nilai S diperoleh
dengan Persamaan sebagai berikut (SFPE 5th, 2015).

S = 𝑘 – 𝑎𝑘𝐷
Dimana :
S = kecepatan melalui jalur
D = density atau kepadatan dalam orang di setiap unit area
K = konstanta sesuai Tabel 2.2 ; dengan :
K1; a = 2,86 untuk kecepatan dalam ft/min dan density dalam
person/ft2.
K2; a = 0,266 untuk kecepatan dalam ft/min dan density dalam
person/ft2.
Pada Tabel 2.2 di bawah ini, menampilkan konstanta dari
masing- masing jenis halangan.

Exit route elemen K1 K2

Coridor, aisle, ramp, doorway


stairs 275 1.40

Riser (in) Tread (in)

7.5 10 196 1.00

7.0 11 212 1.08

xiii
6.5 12 229 1.16

6.5 13 242 1.23

Density of Person (D) adalah banyaknya jumlah orang dibagi


dengan luas escape route yang tersedia. Nilai density of person (D)
ditunjukkan dengan satuan person/m2. Untuk mendapatkan nilai D
diperoleh dengan Persamaan:
𝑁
𝐷=
𝐴
Dimana :

N = jumlah orang (person)


A = luas escape (m2)

3. Spesific Flow of Person (Fs)

Spesific Flow of Person merupakan banyaknya orang yang


melintasi titik pada exit route per unit waktu per unit lebar efektif
(We). Untuk mendapatlan nilai Fs diperoleh dengan Persamaan:

𝐹𝑠 = 𝑆 𝑥 𝐷

Dimana :
Fs = spesific Flow of Person.
S = kecepatan saat melalui jalur.
D = density atau kepadatan dalam orang di setiap unit area.

Maximum Spesific Flow (Fsm) digunakan jika pada kasus


kebakaran tersebut diasumsikan bahwa penghuni yang ada di
bangunan akan mengalami antrian yang panjang pada saat terjadi
evakuasi darurat akibat terjadinya kebakaran. Pada Tabel 2.3
menampilkan mengenai nilai konstanta untuk kecepatan aliran

xiv
maksimum.
Maximum spesific flow

Person/min/ft Person/min/ft

Exit route elemen

of Effective of Effective

width width
Coridor, aisle, ramp, doorway stairs 24 1.30

Riser (in) Tread (in)

7.5 10 17.1 0.94

7.0 11 18.5 1.01

6.5 12 20 1.09

6.5 13 21.2 1.16

4. Flow of Person (Fc)


Perhitungan flow of person merupakan prediksi jumlah
orang yang melintasi titik pada escape route per unit waktu.
Untuk mendapatkan nilai Fc, diperoleh dengan persamaan sebagai
berikut :
𝐹𝑐 = 𝐹𝑠 𝑥 𝑊𝑒
Dimana :
Fc = calculated flow
Fs = spesific flow
We = lebar efektif

5. Time for Passage (Tp)


Time for passage merupakan total waktu yang dibutuhkan N
orang untuk melintasi titik pada satu pintu exit. Untuk
mendapatkan nilai Tp diperoleh dengan Persamaan:

xv
𝑁
𝑇𝑝 =
𝐹𝑐
Dimana :
Tp = waktu melintas
N = jumlah aktual orang (N)
Fc = calculated flow

2.3.2 Pintu darurat (Exit)


Untuk menghitung jumlah pintu darurat yang dibutuhkan suatu
bangunan, maka diperlukan perhitungan sebagai berikut :
1. Luas Bangunan (LBangunan)

Luas bangunan terdiri dari dua jenis, yaitu bangunan


permanen berupa toilet dan tangga; dan bangunan temporary (LT)
yang selain bangunan permanen (LP). Untuk mendapatkan luas
bangunan (LT-LP) sebenarnya adalah luas bangunan temporary
dikurangi luas bangunan permanen.
2. Banyaknya Penghuni (N)

Berdasarkan NFPA 101A Tahun 2019, kapasitas sarana jalur


keluar untuk setiap lantai atau ruangan yang dihuni harus
disesuaikan dengan beban hunian dari lantai atau ruang yang
dihuni tersebut. Density factor menggambarkan banyaknya orang
yang menempati luas ruangan sebesar 1 m2. Jumlah penghuni yang
menempati suatu bangunan sesuai dengan luas permukaan lantai
dapat ditentukan berdasarkan NFPA 101A Life Tahun 2019.
Beban hunian setiap bangunan gedung atau bagiannya harus tidak
boleh kurang dari jumlah orang yang ditetapkan dengan membagi
luas lantai yang diberikan terhadap penggunaan oleh faktor beban
hunian sesuai pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 menampilkan hasill
dari density factor tiap hunian.

xvi
Use ft2 m2
(per person) (per person)
Asssembly use
Concentrated use, without fixed 7 net 0.65 net
Seating
Less concentrated use, without fixed 15 net 1.4 net
Seating
Bench-type seating 1 person/ 18 1 person/
linear in 45.7 linear
cm
Fixed seating Number of fixed Number of
Seats fixed seats
See 12.1.7.2 See 12.1.7.2
Waiting spaces and 13.1.7.2. and 13.1.7.2.
Kitchens 100 9.3
Library stack areas 100 9.3
Library reading rooms 50 net 4.6 net

Swimming 50 — of water 4.6 — of


Surface water
pools
Surface

Swimming pool decks 30 2.8

Exercise rooms with Equipment 50 4.6


Exercise rooms 15 1.4
without Equipment
Stages 15 net 1.4 net
Lighting and access catwalks, 100 net 9.3 net
galleries, gridirons
Casinos and similar gaming 11 1
areas
Skating rinks 50 4.6
Educational Use
Classrooms 20 net 1.9 net

xvii
Shops, laboratories, 50 net 4.6 net
vocational rooms
Day-Care Use 35 net 3.3 net
Health Care Use
Inpatient treatment Departments 240 22.3
Sleeping departments 120 11.1
Detention and Correctional 120 11.1
Use
Residential Use
200 18.6
Hotels and dormitories
Apartment buildings 200 18.6
Board and care, large 200 18.6
Industrial Use

Berdasarkan Tabel 2.4, dapat dicari banyaknya jumlah


penghuni dalam satu ruangan, yaitu dengan membagi luas
bangunan dengan Density Factor. Untuk menghitung nilai N
diperoleh dengan Persamaan:
𝐷
𝑁=
𝐿. 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛
Dimana : N adalah jumlah orang pada ruangan.
Dengan faktor-faktor diatas, dapat ditentukan banyaknya
pintu darurat yang harus disediakan guna meloloskan diri.
3. Banyaknya lebar tempat keluar (U)

Lebar unit exit yang diperlukan untuk dapat dilalui tiap


satu baris tunggal ditetapkan minimal 21” (525 mm). untuk
mendapatkan nilai U diperoleh dengan Persamaan :

𝑁
𝑈=
40𝑇
Dimana : T = waktu dalam menit

- Resiko kebakaran ringan : 3 menit


- Resiko kebakaran sedang : 2,5 menit

xviii
- Resiko kebakaran tinggi : 2 menit
2.2 Banyaknya tempat keluar (E)
Apabila ingin mendapatkan nilai E, maka diperoleh
dengan Persamaan:
𝑈
𝐸= +1
4
2.3 Dimensi pintu darurat (Exit)
Perhitungan dimensi pintu darurat meliputi perhitungan
Perhitungan dimensi pintu darurat meliputi perhitungan lebar
dan tinggi pintu darurat. Dari perhitungan unit LTK dapat
diketahui lebar tiap unit exit, dengan cara membagi LTK dengan
jumlah exit. Pada Gambar 2.4 menampilkan bagian-bagian
yang terdapat pintu darurat. Ketentuan tiap satuan unit exit
ditetapkan sebagai berikut:

a. Satu unit exit : 21” = 525 mm


b. Dua unit exit : 21” + 21” = 1.050 mm
c. Tiga unit exit : 21” + 21” + 18” = 1.500 mm
d. Empat unit exit : 21” + 21” + 18” + 18” = 1.950 mm
e. Lebar unit exit 21” adalah 525 mm

2.3.3 Tangga darurat


Semua tangga darurat harus dapat melayani semua lantai mulai
dari lantai bawah sampai lantai teratas bangunan. Tangga ini harus
berhubungan langsung dengan jalan, halaman atau tempat terbuka

xix
yang langsung berhubungan dengan jalan umum. Pada Gambar 2.5
merupakan contoh peletakan tangga darurat di area gedung.

2.3.4 Exit sign


Exit sign merupakan bagian penting sarana escape guna
memudahkan pekerja untuk menuju tempat yang aman. Exit sign
diletakkan pada tempat yang telah dipersiapkan sebagai petunjuk
sarana peyelamatan diri ketika terjadi sebuah bencana, seperti pintu
darurat, exit route, tangga darurat, dan assembly point. Berikut tata
cara pemasangan exit sign :
a. Lokasi Pemasangan
1. Arah menuju tempat aman dan di lokasi yang mudah terbaca.
2. Pada setiap pintu menuju tangga yang aman setinggi 15 cm – 20
cm dari dasar tanda ke lantai dengan tulisan “EXIT”.
3. Dipasang pada pintu daryrat jarak 10 cm dari rangka pintu.
4. Tidak ada dekorasi atau perabotan yang menghalangi tanda exit
sign.
b. Ukuran exit sign
1. Tanda “EXIT” diberi warna kontras dengan latar belakang.
2. Tanda “EXIT” ditulis dengan huruf kapital dengan tinggi
minimal 15 cm, tebal minimal 2 cm, lebar minimal 5 cm, dan
jarak minimum antar huruf 1 cm.
Pada Gambar 2.6 merupakan sebuah contoh exit sign
berdasarkan SNI 03-6574-2001.

xx
2.3.5 Prosedur tanggap darurat
Menurut Mahardhini (2010) dalam Putri, Adianto, dan Mades
(2018), Tanggap darurat (emergency response) dalam setiap
organisasi dan institusi merupakan bagian dari salah satu fungsi
manajemen yaitu perencanaan (planning) atau rancangan. Oleh
karenanya, setiap dan institusi harus mempersiapkan
rencana/rancangan untuk menghadapi keadaan darurat berikut
prosedur-prosedurnya, dan semua ini harus disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan organisasi dan institusi secara menyeluruh.

xxi
xxii
3 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Langkah Kerja

Mulai

Data Bangunan :
Mengumpulkan
1. Layout Bangunan
Data
2. Dimensi Bangunan

Identifikasi
Bahaya

Menentukan
Standar

Menghitung
Waktu Evakuasi

Menghitung
Kecepatan
Perpindahan
Individual

Menghitung
Spesific Flow of
Person

Menghitung Lebar
Efektif

TIDAK

Menghitung Flow
of Person

Menghitung Time
of Passage

Apakah Sudah
Sesuai Dengan
Standar
YA

xxiii
A

Melakukan
Rekomendasi

Menentukan
Kesimpulan dan
Saran

Selesai

3.2 Layout Bangunan


Mencari denah bangunan gedung kuliah arsitek ITS dalam bentuk
autocad. Kemudian menentukan panjang dan lebar bangunan yang akan
dianalisa dengan menggunakan fungsi dimension yang ada di autocad
setelah itu di kali dengan skala sehingga ditemukan panjang dan lebar
sesungguhnya. Mendata ruang apa saja yang ada pada bangunan rumah sakit
dari lantai 1 – lantai 5.
3.3 Identifikasi Bahaya
Setelah mendapatkan data ruang, mengidentifikasi kategori bahaya
kebakaran sesuai dengan potensi yang terdapat di ruangan tersebut. Kategori
bahaya kebakaran sesuai dengan klasifikasi berdasarkan
PERMENAKERTRANS No : PER.04/MEN/1980, yaitu Kelas A (bahan
padat non logam), Kelas B (bahan cair dan gas), Kelas C (peralatan listrik)
dan Kelas D (bahan padat logam).
3.4 Proteksi Kebakaran
Dalam laporan ini, membahas proteksi kebakaran menggunakan
Detektor. Dalam menentukan Detektor yang akan digunakan pada bangunan
ini, disesuaikan dengan bahaya apa yang ada pada lantai tersebut. Pemilihan
Detektor yang benar akan menentukan kualitas pemadaman saat terjadi
kebakaran.
3.5 Perhitungan Detektor

xxiv
Menentukan standar yang akan digunakan yaitu Iranian Petroleum
Standards. Selanjutnya, menentukan jenis Detektor disesuaikan dengan
bahaya apa yang ada pada lantai tersebut.
1. Menghitung jumlah Detektor berdasarkan standar Iranian
Petroleum Standards.
2. Menentukan penempatan letak Detektor pada denah berdasarkan
standar Iranian Petroleum Standards.
3. Melakukan rekomendasi kepada pihak pengurus jurusan Arsitek
ITS untuk memasang Detektor sesuai dengan perhitungan yang
telah didapatkan.
4. Menentukan kesimpulan dan saran yang dapat diambil dari analisa.
3.6 Perbandingan dengan Standar
Setelah menghitung jumlah Detektor yang diperlukan maka kami
membandingkan antara data di AutoCAD dengan standar Iranian Petroleum
Standards. Jika belum sesuai, dapat mengulangi ke sub bab 3.5. Jika sudah
sesuai standar, dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu melakukan
rekomendasi.
3.7 Rekomendasi
Memberikan rekomendasi yang tepat sesuai dengan standar Iranian
Petroleum Standards.
3.8 Kesimpulan dan Saran
Langkah terakhir menentukan kesimpulan dan saran. Kesimpulan
untuk menjawab rumusan masalah dan diberikan saran agar penyusunan
laporan kedepannya menjadi lebih baik.

xxv
5 DAFTAR PUSTAKA
[1] P. DKI, “Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
7 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung,” 2010.
[2] Kelvin, P. E. Yuliana, and S. Rahayu, “Pemetaan Lokasi Kebakaran
Berdasarkan Prinsip Segitiga Api Pada Industri Textile,” Semin. Nas.
"Inovasi dalam Desain dan Teknol., vol. 5, pp. 36–43, 2015.
[3] Anonim, “Teori segitiga api dan awal mula api.” .
[4] Anonim, “Teori dasar api.” .
[5] Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, “PER.04/MEN/1980 Syarat-
Syarat Pemasangan Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan,” no. 04,
pp. 1–10, 1980.
[6] KEMENAKER, “keputusan menteri tenaga kerja
No:KEP.186/MEN/1999,” Keputusan Pres. R.I. Nomor Pembentukan Kab.
Reformasi Pembang., vol. 1, no. 4, pp. 1–15, 1999.
[7] “Per.02/men/1983,” pp. 1–25, 1983.
[8] BSN, “SNI 03-3985-2000, Tata cara perencanaan, pemasangan dan
pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung,” pp. 1–83, 2000.
[9] Anonim, “Detektor Panas.” [Online]. Available:
https://www.indotrading.com/product/detektor-panas-horing-p413768.aspx.
[10] Anonim, “Detektor Asap.” [Online]. Available:
https://tokokomputer007.com/alat-pendeteksi-asap-dilengkapi-dengan-
alarm-menjaga-keamanan-rumah-anda/.
[11] Anonim, “Detektor Api.” [Online]. Available:
https://id.aliexpress.com/item/32833742581.html.
[12] Anonim, “Detektor Gas.” [Online]. Available:
https://moedah.com/detektor-gas/.
[13] T. Standard and I. Ministry, “Engineering Standard for Automatic
Detectors and Fire Alarm Systems Original Edition,” vol. 1998, no. 1,
1998.

xxvi

You might also like