You are on page 1of 9

DUALISME KEBIJAKAN PELAYARAN DAN PERIKANAN

(Studi tentang Implementasi Kepmen. Perhubungan No KM 46 Tahun 1996 tentang


Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan dan Permen Kelautan dan Perikanan No 07
Tahun 2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal Perikanan
di PPP Mayangan, Kota Probolinggo)

Nur Karim, Abdullah Said, Wima Yudho Prasetyo


Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
E-mail: karim.ahmadabbas@gmail.com

Abstract: Dualism of Shipping and Fisheries Policy (Study on Implementation of the Decree of
Transport Ministers No. KM 46 of 1996 on the Worthiness Certification of Fishing Vessels and
Minister of Marine and Fisheries Regulations No. 07 of 2010 on Fishing Vessels Operating Worthy
Letters in Coast Fishery Port Mayangan, Probolinggo City). Worthiness of fishing vessels is a matter
that needs to be considered because it involves the safety and security of shipping, include safety and
security of the ship, fisherman, and maritime environments. Ship was granted permission to sail the
ship that has qualified administrative and technical feasibility of the ship issued by the harbormaster
after fulfilling worthy Letter of Operations. In facts, There are two institutions that have the same
duties and authority of the operational inspection fishing boats in Coast Fishery Port Mayangan
Probolinggo, the Department of Transportation and Department Maritime Affairs and Fisheries. Both
of the institute has the right because they have legitimate legal basis as governed in Act No. 17 of
2008 on the shipping by Department of Transportation, and Act No. 45 of 2009 on Fisheries by the
Department of Marine and Fisheries. The existence of the same authority both of institutions have an
impact on actors in the fisheries, include many of permit makes the costs incurred by business actors
increased, and many of permits also affect to performance of the fishermen fishing.

Keywords: worthiness vessel, sailing permits, operational acceptance letter, duties and authority

Abstrak: Dualisme Kebijakan Pelayaran dan Perikanan (Studi tentang Implementasi Kepmen.
Perhubungan No KM 46 Tahun 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan
dan Permen Kelautan dan Perikanan No 07 Tahun 2010 tentang Surat Laik Operasi Kapal
Perikanan di PPP Mayangan, Kota Probolinggo). Kelaiklautan kapal penangkap ikan merupakan
suatu hal yang perlu diperhatikan karena menyangkut keselamatan dan kemanan pelayaran.
Keselamatan dan keamanan tersebut meliputi keselamatan dan keamanan kapal, nelayan, dan
lingkungan maritim. Kapal yang diberikan izin untuk berlayar adalah kapal yang telah memenuhi
persyaratan administrasi dan kelayakan teknis kapal yang dikeluarkan oleh syahbandar setelah
memenuhi Surat Laik Operasi. Fakta dilapangan, terdapat dua instansi yang mempunyai tugas dan
kewenangan yang sama dalam pemeriksaan operasional kapal perikanan di PPP Mayangan
Probolinggo, yaitu Departemen Perhubungan dan DKP. Kedua lembaga tersebut memiliki hak karena
memiliki landasan hukum yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran oleh Departemen Perhubungan, dan Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang
Perikanan oleh DKP. Adanya kewenangan yang sama dari kedua instansi berdampak kepada pelaku
perikanan, antara lain banyaknya perijinan membuat biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha
meningkat, dan banyaknya perijinan juga berpengaruh terhadap kinerja para nelayan dalam mencari
ikan.

Kata kunci: kelaiklautan kapal, surat izin berlayar, surat laik operasi, tugas dan wewenang

Pendahuluan dugaan potensi perikanan Indonesia sebesar


Indonesia merupakan negara kepulauan 6,10 juta ton per tahun (2010, h.4). Keadaan
terbesar di dunia terdiri dari gugusan pulau- yang demikian menyebabkan Indonesia
pulau sebanyak 17,51 ribu pulau, dengan luas memiliki potensi yang cukup besar di bidang
perairan laut diperkirakan sebesar 5,8 juta perikanan. Bahkan Subsektor ini merupakan
km2 dan panjang garis pantai 81.000 km serta salah satu subsektor pembangunan yang

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1039


memiliki peranan strategis dalam per- kelaikan kapal perikanan bagi kapal yang
ekonomian nasional. Untuk itu Pemerintah hendak berlayar untuk menangkap ikan.
sebagai pemegang kekuasaan dan pembuat Di sini setidaknya ada dua institusi
kebijakan harus mengoptimalkan keadaan ini lembaga pemerintah yang mempunyai tugas
dengan sebaik mungkin. Dalam pembuatan serta kewenangan yang sama dan landasan
kebijakan misalnya, pemerintah harus benar- hukum yang berbeda mengenai penerbitan
benar tahu arah dan tujuan dari suatu surat kalaikan kapal perikanan ini, yakni
kebijakan tersebut. Dimulai dari proses Departemen Perhubungan dan Departemen
formulasi sampai implementasi kebijakan, Kelautan dan Perikanan (DKP). Kedua
dan siapa yang mempunyai tugas dan instansi tersebut memiliki landasan
wewenang harus diatur dengan jelas di hukumnya masing-masing yaitu Undang-
dalamkebijakan tersebut. Undang No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Menurut Freiderich dalam Agustino dan Kepmen Perhubungan No 46 Tahun 1996
(2008, h.7) menyatakan bahwa “Kebijakan tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal
publik adalah suatu tindakan yang diusulkan Penangkap Ikan oleh Departemen
oleh seseorang, kelompok, dan pemerintah Perhubungan. Sedangkan DKP memiliki
dalam suatu lingkungan tertentu, yang landasan Undang-Undang No 45 Tahun 2009
berguna untuk mengatasi suatu masalah dan tentang Perikanan dan Permen Kelautan dan
mencapai tujuan yang diinginkan”. Sejalan Perikanan No 07 Tahun 2010 tentang Surat
dengan pengertian tersebut, Pemerintah Laik Operasi Kapal Perikanan sebagai
dalam meningkatkan kegiatan sektor peraturan pelaksana.
perikanan membuat suatu kebijakan baik itu Dari latar belakang tersebut penulis
berupa kebijakan pembangunan infrastruktur melakukan penelitian dengan maksud ingin
maupun kebijakan lain berupa pelayanan mengetahui lebih jauh bagaimana pelak-
perijinan guna memperlancar kegiatan sanaan dari kedua kebijakan tersebut dan
nelayan untuk menangkap ikan. bagaimana hubungan antar keduanya, serta
Sebelum adanya Pelabuhan Perikanan dampak yang ditimbulkan dari adanya kedua
Pantai (PPP) Mayangan, semua kegiatan kebijakan tersebut khususnya bagi nelyan dan
perikanan dilakukan di Pelabuhan Tanjung pemilik kapal.
Tembaga yang sebenarnya fungsi dari
pelabuhan ini adalah sebagai pelabuhan Tinjauan Pusataka
niaga. Departemen Perhubungan sebagai 1. Kebijakan Publik
pengelola memiliki tugas dan kewenangan Seperti yang diungkapkan Anderson
untuk mengawasi semua jalannya kegiatan dalam Winarno (2002, h.16) mengatakan
pelabuhan ini, mulai dari aktifitas pelayaran bahwa “kebijakan publik merupakan arah
maupun lalu lintas keluar masuknya kapal, tindakan yang mempunyai maksud mengatasi
baik itu kapal niaga ataupun kapal perikanan. suatu masalah atau persoalan tertentu yang
Setelah PPP Mayangan ini dibangun dan ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah
dioperasikan, maka semua kegiatan aktifitas aktor”. Konsep dari kebijakan ini
perikanan dipindahkan dari pelabuhan memusatkan perhatian apa yang sebenarnya
Tanjung Tembaga ke Pelabuhan Perikanan dilakukan dan bukan pada apa yang
Pantai (PPP) Mayangan yang dikelola oleh diusulkan.Dari beberapa pandangan tentang
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). kebijakan publik tersebut dan berdasar pada
Hal ini yang menjadi permasalahannya, paham bahwa kebijakan adalah serangkaian
dimana pembangunan infrastruktur pelabuhan tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan
perikanan yang tujuannya meningkatkan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan,
pembangunan perekonomian nasional dan maka Anderson dalam Islamy (2004, h.20)
masyarakat khususnya nelayan ini tidak menguraikan beberapa elemen penting dalam
didukung dengan kejelasan peraturan kebijakan publik, yaitu:
perundang-undangan yang ada. Salah satu 1) Kebijakan publik itu dalam bentuk
bentuk permasalahan perundang-undangan perdananya berupa penetapan tinda-
ini adalah tentang dualisme kebijakan kan-tindakan pemerintah.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1040


2) Kebijakan publik itu tidak cukup Sedangkan Bardach dalam Parsons (2011,
hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan h.472) dalam bukunya The Implementation
dalam bentuk yang nyata. Game.Implementasi menurutnya adalah
3) Kebijakan publik, baik untuk sebuah permainan “tawar-menawar, persuasi,
melakukan sesuatu ataupun tidak dan manuver di dalam kondisi
melakukan sesuatu itu mempunyai ketidakpastian”.Aktor implementasi bermain
dan dilandasi maksud dan tujuan untuk memegang kontrol sebanyak mungkin,
tertentu. dan berusaha memainkan sistem demi
4) Kebijakan publik itu harus senantiasa mencapai tujuannya sendiri.
ditujukan bagi kepentingan seluruh Pada prinsipnya terdapat dua jenis model
anggota masyarakat. dalam implementasi kebijakan, yaitu model
Kebijakan Publik merupakan sebuah top-down dan model bottom-up. Akan tetapi,
proses kegiatan. Dengan demikian, kebijakan kebanyakan dari model yang dikemukakan
publik dilihat sebagai suatu kesatuan sistem oleh beberapa tokoh menggunakan model
yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain top-down karena implementasi kebijakan
secara sinambung, saling menentukan, saling merupakan keberlanjutan proses dari
membentuk. Oleh karena itu, sangat penting pembuatan kebijakan dan penetapan
menjelaskan tahapan-tahapan dari sebuah kebijakan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh
proses kebijakan publik agar mudah Van Metter dan Van Horn dalam Wahab
dianalisis dan dinilai relevansi antara tahap (2005, h.65) mendefinisikan “implementasi
satu dengan tahap yang lain dalam proses kebijakan merupakan tindakan yang
pembuatan kebijakan. Dunn membagi dilakukan baik oleh individu atau pejabat-
tahapan proses kebijakan publik menjadi 5 pejabat atau kelompok pemerintah atau
tahapan yaitu: penyusunan agenda; formulasi swasta yang diarahkan untuk tercapainya
kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan; dan evaluasi kebijakan ( 2000, kebijakan”. Demi mendukung kinerja imple-
h.22). mentasi kebijakan, maka ditentukan beberapa
Dalam hubungannya, kebijakan publik variable yang mempengaruhi implementasi
sangat erat kaitannya dengan kepentingan kebijakan yaitu: (1) ukuran dan tujuan
publik. Parsons (2011, h.3) menjelaskan ide kebijakan; (2) sumberdaya; (3) karakteristik
Kebijakan publik mengandung anggapan badan/instansi pelaksana; (4) komunikasi
bahwa ada suatu ruangan atau domain dalam antar organisasi terkait; (5) sikap para
kehidupan yang bukan privat atau murni pelaksana; (6) lingkungan ekonomi sosial dan
milik pribadi, melainkan milik bersama atau politik.
milik umum. Dari sini bisa dilihat bahwa 3. Dampak Kebijakan Publik
kebijakan publik mempunyai tujuan untuk Kebijakan publik pada dasarnya dibuat
tercapainya kepentingan publik, maka dari itu dan dilaksanakan guna meraih hasil, manfaat
kepentingan publik sebagai tempat aktivitas dan dampak yang diinginkan, dalam hal ini
manusia dipandang perlu untuk diatur atau adalah untuk memecahkan masalah yang
diintervensi oleh pemerintah. dihadapi oleh masyarakat.Dampak bisa
2. Implementasi Kebijakan Publik dikatakan sebagai suatu perubahan yang
Sebagaimana yang dikatakan oleh terjadi akibat suatu aktivitas. Dunn
Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2000:513) mengutarakan bahwa dampak
(2005, h.65) “Memahami apa yang senya- kebijakan merupakan perubahan nyata pada
tanya terjadi sesudah program dinyatakan tingkah laku atau sikap yang dihasilkan oleh
berlaku atau dirumuskan merupakan fokus keluaran kebijakan tersebut.Sedangkan
perhatian implementasi kebijakan, yaitu Islamy (2004:115) mengatakan dampak
kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul kebijakan adalah akibat-akibat dan
setelah disahkannya pedoman-pedoman konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan
kebijakan negara, yaitu mencakup baik dengan dilaksanakan kebijakan-kebijakan. Di
usaha-usaha untuk mengadministrasikannya sini ada dua kemungkinan dampak yang
maupun menimbulkan akibat/dampak nyata ditimbulkan oleh suatu kebijakan yaitu
pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1041


dampak yang diinginkan (positif) dan riset, training, dan inspeksi sumberdaya
dampak yang tidak diinginkan (negatif). perairan. Sebagaian besar modal
4. Kelaiklautan Kapal Perikanan diinvestasikan untuk kapal perikanan sangat
Di dalam UU No 21 tahun 1992 yang penting dalam memulai suatu usaha
telah direvisi pada UU No 17 tahun 2008 perikanan. Kapal penangkap ikan berbeda
tentang Pelayaran, mendefinisikan Kelaik- dengan jenis kapal yang lain sehingga kapal
lautan kapal adalah Keadaan kapal yang penangkap ikan memiliki beberapa
memenuhi persyaratan keselamatan kapal, keistimewaan yang membedakan dengan
pencegahan pencemaran perairan dari kapal, kapal-kapal jenis lain. (2009, h.5), yaitu:
pengawakan, pemuatan, kesehatan dan 1. Kecepatan kapal, umumnya kapal
kesejahteraan awak kapal, serta penumpang perikanan membutuhkan kecepatan
dan status hukum kapal untuk berlayar yang tinggi untuk mengejar
diperairan tertentu. Bentuk dari pelaksanaan kelompok ikan, dan membawa hasil
kelaikan ini adalah dengan diterbitkannya tangkapan ikan segar dalam waktu
Sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal yang relative singkat.
penangkap ikan oleh kesyahbandaran umum 2. Kemampuan olah gerak kapal,
di bawah Departemen Perhubungan. kapal membutuhkan olah gerak
Adanya kebijakan tentang kelaikan kapal khusus yang baik pada saat peng-
perikanan ini merupakan bentuk tindakan operasiannya, seperti kemampuan
pemerintah untuk memberikan keselamatan steerability yang baik, radius
dan rasa aman nelayan di lautan maritim, dan putaran (turning cycle) yang kecil
mencegah rusakanya ekosistem laut akibat dan daya dorong mesin (propulsion
dari kegiatan pelayaran.oleh karena itu dalam engine) yang dapat dengan mudah
pelaksanaanya diatur secara memaksa, karena bergerak maju dan mundur.
perairan laut adalah ruang publik yang harus 3. Kelaiklautan, laik laut untuk
dilindungi oleh pemerintah demi kepentingan digunakan dalam pengoperasian
bersama. penangkap ikan dan cukup tahan
Menurut Unus dalam Supanji dkk (2008, untuk melawan kekuatan angin,
h.5), syarat-syarat kapal yang memenuhi gelombang dan juga kapal.
kelaikalautan yaitu: 4. Harus memiliki stabilitas yang
1) Keselamatan kapal, yaitu kapal tinggi dan daya apung yang cukup
dapat kembali pulang dengan untuk menjamin keamanan dalam
selamat pelayaran.
2) Pengawakan, ABK memenuhi 5. Lingkup area pelayaran kapal
syarat atau memiliki ketrampilan perikanan luas karena pelayarannya
3) Muatan, tidak melebihi muatan ditentukan oleh pergerakan
yang seharusnya kelompok ikan daerah musim ikan
4) Kesehatan dan kesejahteraan dan migrasi ikan.
ABK 6. Konstruksi badan kapal yang kuat,
5) Status kapal, adanya sertifikat konstruksi harus kuat karena dalam
kebangsaan atau menggunakan operasi penangkapan ikan akan
bendera negara menghadapi kondisi alam yang
6) Pencegahan pencemaran air laut, berubah-ubah. Disamping itu,
tidak mencemari perairan ketika konstruksi kapal perikanan juga
berlayar harus dapat menahan beban getaran
Sementara itu, menurut Nomura dan yang kecil pula.
Yamazaki dalam Rahman (2009, h.4) kapal 7. Daya dorong mesin, kapal peri-
perikanan adalah kapal yang digunakan kanan yang terutama menggunakan
dalam kegiatan perikanan yang meliputi jaring untuk alat tangkapnya
aktifitas penangkapan atau mengumpulkan membutuhkan daya dorong mesin
sumberdaya perairan, pengelolaan usaha yang cukup besar agar cepat
budidaya sumberdaya perairan, serta mengelilingi kelompok ikan yang
penggunaan dalam beberapa aktifitas seperti menjadi target sasaran.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1042


8. Fasilitas penyimpanan dan peng- merupakan suatu keputusan yang ditetapkan
olahan ikan, umumnya kapal oleh pemerintah yang memiliki tujuan yang
perikanan dilengkapi dengan ingin dicapai, yaitu keselamatan dan
fasilitas penyimpanan hasil keamanan nelayan dalam pelayaran. Untuk
tangkapan dalam ruangan tertentu pelaksanaan sertifikasi kelaiklautan kapal
berpendingin, terutama untuk kapal- penangkap ikan diatur dan dilaksanakan
kapal yang memiliki trip yang berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan
cukup lama, terkadang dilengkapi No 46 Tahun 1996 tentang Sertifikasi
pula dengan ruang pembekuan dan Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan.
pengolahan. Berdasarkan keputusan tersebut memberikan
9. Mesin-mesin bantu penangkapan, kewajiban kepada pemerintah negara
pada umumnya kapal perikanan Indonesia, khususnya Departemen Per-
dilengkapi dengan mesin-mesin hubungan dalam hal ini Kantor Kesyah-
bantu seperti: winch. Power block, bandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV
dan line hauler. Desain dan Probolinggo untuk memberikan jaminan
konstruksi kapal perikanan dengan keselamatan dan keamanan bagi kapal yang
ukuran tertentu harus dapat melakukan kegiatan pelayaran.Keselamatan
menyediakan tempat untuk hal dan keamanan pelayaran tersebut meliputi
tersebut. keselamatan dan keamanan kapal, nelayan
dan lingkungan maritim.Jaminan ini
Metode Penelitian dibuktikan dengan melaksanakan
Penelitian ini menggunakan metode pengawasan dan pemeriksaan kelaiklautan
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. kapal penangkap ikan secara berkala setiap 3
Fokus permasalahan penelitian ini adalah (1) bulan dan terus menerus sampai kapal tidak
Pelaksanaan Sertifikasi Kelaiklautan Kapal digunakan lagi.
Penangkap Ikan dan Surat Laik Operasi Selanjutnya untuk pelaksanaan Surat
Kapal Perikanan di PPP Mayangan Kota Laik Operasi (SLO) Kapal Perikanan di
Probolinggo; (2) tumpang tindih (over- Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan
lapping) dalam implementasi kebijakannya; Kota Probolinggo diberikan kepada
(3) dampak dari adanya kedua kebijakan. Departemen Kelautan dan Perikanan, dalam
Lokasi dan situs penelitian adalah Kantor hal ini adalah Satuan Kerja Pengawasan
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (Satker
Kelas IV Probolinggo dan Pelabuhan PSDKP) Probolinggo setiap kapal berlayar
Perikanan Pantai (PPP) Mayangan Kota dan melakukan kegiatan penangkapan ikan.
Probolinggo. Sumber data diperoleh dari data Landasan hukum dalam pelaksanaan Surat
primer dan data sekunder.Pengumpulan data Laik Operasi (SLO) adalah Undang-Undang
dilakukan melalui wawancara, observasi dan No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, dan
dokumentasi.Analisis data menggunakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
interactive model of analysis menurut Miles No 7 tahun 2010 tentang Surat Laik Operasi
dan Hubberman (1994). Analisis model Kapal Perikanan. Tujuan diberlakukannya
interaktif ini melalui 4 tahap yakni pengum- peraturan ini guna memberikan pengawasan
pulan data, reduksi data, penyajian data, dan terhadap segala kegiatan perikanan untuk
penarikan kesimpulan/verifikasi. tetap tertib mematuhi peraturan perundang-
undangan mengenai perikanan agar tetap
Temuan Penelitian terjaga keselarasan, kelestarian dan
1. Pelaksanaan Sertifikasi Kelaiklautan kesejahteraan lingkungan maritim.Sedangkan
Kapal Penangkap Ikan dan Surat Laik untuk keselamatan operasional kapal dan
Operasi Kapal Perikanan nelayan ditunjuk Syahbandar di pelabuhan
Kebijakan Kepmen Perhubungan No 46 perikanan sesuai dengan pasal 42 Undang-
Tahun 1996 Tentang Sertifikasi Kelaiklautan Undang No 45 Tahun 2009 tentang
Kapal Penangkap Ikan dan Permen Kelautan Perikanan.
dan Perikanan No 7 Tahun 2010 Tentang Untuk prosedurperijinan sendiri berdasar
Surat Laik Operasi Kapal Perikanan hasil penelitian, mekanisme yang dilak-

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1043


sanakan oleh Pengawas Perikanan di Satker 2. Tumpang tindih implementasi
PSDKP Probolinggo dalam pengawasan dan kebijakan
pemeriksaan kelaikan kapal perikanan tidak Tugas dan kewenangan yang ada di
sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
menyebabkan kebijakan yang memiliki Pelabuhan Kelas IV Probolinggo mengenai
tujuan baik yang ingin dicapai tidak akan kelaiklautan kapal penangkap ikan
berjalan efektif dan tidak sesuai dengan merupakan bagian dari pengawasan, dan
harapan kebijakan. Adanya kendala dalam penegakan hukum dibidang keselamatan dan
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh keamanan pelayaran. Pelaksanaan peng-
kebijakan tidak terlepas dari faktor keber- awasan dan penegakan hukum dibidang
hasilan implementasi kebijakan. Menurut keselamatan dan keamanan pelayaran
Hogwood dan Gunn dalam Parsons (2011, meliputi keselamatan dan keamanan kapal,
h.467-468) ada sepuluh kondisi agar awak kapal, dan per-lindungan lingkungan
implementasi kebijakan dapat berjalan maritim. Terkait dalam pengawasannya
dengan baik sesuai dengan aturan, salah mengawasi kelaiklautan kapal penangkap
satunya ketersediaan waktu yang cukup dan ikan, Kesyahbdandaran dan Otoritas Pe-
sumberdaya yang memadai. labuhan Kelas IV Probolinggo Bagian
Apabila melihat faktor keberhasilan Hukum dan Sertifikasi Kapal memiliki tugas
implementasi kebijakan mengenai keter- dan kewenangan untuk mengawasi, meme-
sediaan waktu yang cukup dan sumberdaya riksa dan menerbitkan Sertifikasi kelaiklautan
yang memadai, maka bisa di analisis bahwa Kapal Penangkap Ikan sesuai dengan
Pengawas Perikanan dalam melaksanakan Keputusan Menteri No 46 Tahun 1996
pengawasan dan pemeriksaan kelaikan kapal Tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Pe-
perikanan tidak melakukan sesuai dengan nangkap Ikan. Untuk masa berlaku sertifikasi
aturan yang ada karena kurangnya sumber- kelaiklautan kapal penangkap ikan sendiri
daya manusianya, terdaftar jumlah pegawai adalah 3 bulan.
yang ada di Satker PSDKP Probolinggo Untuk tugas dan kewenangan Pengawas
terdapat 8 pegawai yang semuanya memiliki Perikanan Di Satuan Kerja Pengawasan
rangkap jabatan di dalam struktur Sumber daya Kelautan dan Perikanan (Satker
organisasinya. Di tambah dengan intensitas PSDKP) Probolinggo pada intinya adalah
melaut kapal-kapal lokal yang hampir setiap untuk mengawasi dan memeriksa kegiatan
hari dan jumlahnya kurang lebih 400 kapal, perikanan khususnya dari kegiatan
membuat pengawas perikanan dalam mener- penangkapan ikan kapal perikanan agar
bitkan Surat Laik Operasi (SLO) tidak sesuai dalam beroperasi selalu menjaga kelestarian
dengan prosedur yang ada. Dalam ikan dan lingkungannya dengan tidak
prakteknya, Pengawas Perikanan hanya me- mencemari dan merusaknya. Sedangkan
lihat kelengkapan dari dokumen kapal, dan untuk keselamatan angkutan dan awak kapal
untuk mengetahui kondisi kapal hanya merupakan tugas dan kewenangan dari
menanyakan kepada operator kapal pada saat Syahbandar Perikanan yang ada di Kantor
mengurus perijinan.Hal ini berbeda dengan Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan Kota
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pobolinggo.Sebagaimana yang diamanatkan
Pelabuhan Kelas IV Probolinggo dalam oleh Undang-Undang no 45 Tahun 2009
penerbitan Sertifikat Kelaiklautan Kapal Tentang Perikanan Pasal 42 bahwa “Dalam
Penangkap Ikan.Mekanisme penerbitan ser- rangka keselamatan operasional kapal
tifikat yang dilakukan oleh para pegawai perikanan, ditunjuk Syahbandar di pelabuhan
berjalan sesuai dengan prosedur yang ada. Ini perikanan”.Untuk pelaksanaan Surat Laik
dipengaruhi tersedianya Sumber daya Operasi yang diterbitkan oleh Pengawas
Manusia dan jangka waktu yang di miliki Perikanan dan Surat Persetujuan Berlayar
Kantor Kesyahbandaran Probolinggo, serta oleh Syahbandar Perikanan dilakukan setiap
lengkapnya struktur organisasi yang dimiliki kapal hendak beroperasi/berlayar.
membuat mekanisme pelaksanaan Sertifikat Apabila dilihat secara keseluruhan antara
Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan sesuai pelaksanaan instansi Departemen Per-
dengan prosedur. hubungan dan Departemen Kelautan dan

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1044


Perikanan dalam penerbitan surat kelaikan mentasi adalah sebuah permainan “tawar-
kapal perikanan dari segi keselamatan kapal, menawar, persuasi, dan manuver di dalam
awak kapal dan perlindungan lingkungan kondisi ketidakpastian”.Aktor implementasi
maritim, memiliki tugas dan kewenangan bermain untuk memegang kontrol sebanyak
yang sama. Dari pelaksanaan kedua kebijakan mungkin, dan berusaha memainkan sistem
tersebut, peneliti menganalisis bahwa ada dua demi mencapai tujuannya sendiri.Ini terlihat
asumsi teori kebijakan publik dalam dari kesamaan pelaksanaan yang dimiliki
pelaksanaan kelaikan kapal perikanan ini. instansi Departemen Perhubungan dan
Pertama, adanya kedua kebijakan ini Departemen Kelautan dan Perikanan dalam
merupakan sebuah koordinasi dan komu- pelaksanaan kelaikan kapal perikanan.
nikasi antar instansi pemerintah dalam Peneliti menganalisis bahwa Depar-
melakukan pengawasan dan pemeriksaan temen Kelautan dan Perikanan menginginkan
kelaikan kapal perikanan secara ketat. tugas dan kewenangan yang sama seperti
Sebagaimana yang dikatakan oleh Van Departemen Perhubungan tentang kebijakan
Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008, kelaikan kapal, khususnya kelaikan kapal
h.142) bahwa “koordinasi merupakan meka- perikanan mengingat sektor perikanan
nisme yang ampuh dalam implementasi merupakan domain mereka. Sehingga
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi terbentuklah Undang-Undang No 45 Tahun
dan komunikasi diantara pihak-pihak yang 2009 Tentang Perikanan, dan Peraturan
terlibat dalam suatu proses implementasi, Menteri Kelautan dan Perikanan No 7 Tahun
maka asumsi kesalahan-kesalahan akan 2010 Tentang Surat Laik Operasi (SLO)
sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula Kapal Perikanan sebagai pelaksana dari
sebaliknya”. perundang-undangan. Hal ini diperkuat pula
Antara instansi pelaksana kebijakan dengan terbentuknya Syahbandar Perikanan
kelaikan kapal perikanan yaitu Departemen sebagai pejabat pemerintah yang memiliki
Perhubungan dan Departemen Kelautan dan tugas menjaga keselamatan kapal perikanan
Perikanan (DKP) melakukan koordinasi dan dan nelayan pada saat berlayar, berdasarkan
kesepakatan untuk melakukan pengawassan Undang-Undang 45 tahun 2009 Tentang
dan pemeriksaan kelaikan kapal perikanan Perikanan pasal 42 yang mengatakan bahwa
setiap bulan dan setiap harinya. Untuk “Dalam rangka kese-lamatan operasional
pemeriksaan kapal perikanan setiap bulannya, kapal perikanan, di-tunjuk syahbandar di
dilakukan oleh Kesyahbandaran Pelabuhan pelabuhan perikanan”.
Probolinggo di bawah Departemen Menurut peneliti dilihat dari masa
Perhubungan untuk dilakukan pemeriksaan berlakunya, tugas dan kewenangan yang
keseluruhan kondisi kapal, mengingat diberikan kepada Kantor Kesyahbandaran
instansi ini merupakan instansi yang dan Otoritas Pelabuhan Kelas IV Probolinggo
membidangi bidang pelayaran. Sedangkan yang sangat besar dan luas yaitu mengenai
untuk pengawasan dan pemeriksaan setiap semua tentang keselamatan angkutan kapal,
harinya, dilakukan oleh Pengawas Perikanan awak kapal dan perlindungan lingkungan
dan Syahbandar Perikanan di bawah maritim, baik itu angkutan kapal penangkap
Departemen Kelautan dan Perikanan. ikan, barang, dan penumpang, walaupun
Pengawasan dan pemeriksaan dilakukan agar pelaksanaanya bisa dilakukan dan berhasil,
setiap kali kapal perikanan melakukan akan tetapi dalam kasus kapal nelayan dalam
operasi penangkapan ikan sesuai dengan mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
aturan keselamatan dan keamanan dalam kebijakan kurang efektif. Ketidakefektifan ini
pelayaran. disebabkan masa berlaku yang hanya 3 bulan
Kedua, adanya kedua kebijakan ini sekali, sedangkan nelayan dalam melakukan
merupakan sebuah permainan dan kese- operasi penang-kapan ikan dilakukan hampir
pakatan dalam proses pembuatan kebijakan setiap hari.
sampai implementasi kebijakannya. Seperti Berbeda dengan masa berlaku Surat laik
yang dikatakan oleh Bardach dalam Parsons Operasi (SLO) Kapal Perikanan dan Surat
(2011, h.472) dalam bukunya “The Persetujuan Berlayar (SPB) yang menurut
Implementation Game”, menurutnya imple- Undang-Undang No 45 Tahun 2009 Tentang

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1045


Perikanan adalah 2 x 24 jam, walaupun dalam seharusnya gratis, namun prakteknya
pelaksanaanya dilakukan setiap 10 hari masyarakat masih mengeluarkan sejumlah
sekali. Tugas dan kewenangan yang dibagi- uang untuk memperoleh perijinan. Sedangkan
bagi di dalam instansi di bawah Departemen untuk nelayan, masa berlaku SLO yang hanya
Kelautan dan Perikanan, berdasarkan kriteria 2 hari menjadi kendala dalam kinerja
membuat pelaksanaan SLO dan SPB menurut nelayan. Apabila kapal perikanan tidak
pandangan peneliti sangat efektif. Untuk SLO melakukan keberangkatan kapal dalam
Kapal Perikanan, pemeriksaan tentang jangka waktu tersebut, maka SLO tersebut
kelaikan kapal perikanan dilihat dari segi ke- dinyatakan tidak berlaku. Hal ini
siapan kapal dalam beroperasi agar tidak menghambat para nelayan dalam
mencemari dan merusak lingkungan. keberangkatan apabila kapal mengalami
Pemeriksaannya juga sangat detail, bukan kerusakan mendadak pada saat melakukan
hanya dilihat dari kesiapan fisik kapal, akan operasi.
tetapi juga dilihat dari isi muatan kapal, dan Maka dari itu untuk mencegah hal
alat penangkapan yang dipakai. Sedangkan tersebut, pihak Satker PSDKP beserta instansi
SPB, pemeriksaan dilakukan untuk kese- lain yang terkait, yaitu Syahbandar
lamatan kapal dan awak kapal saat beroperasi Perikanan, TNI AL, dan POLAIR, membuat
di laut lepas, mengingat kapal perikanan suatu keputusan bersama bahwa masa berlaku
mempunyai karakteristiknya sendiri yang SLO berlaku hingga 10 hari sekali. Akan
berbeda dengan kapal lainnya. tetapi, kesepakatan tersebut belum mampu
3. Dampak dari adanya kedua kebijakan menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh
Dari hasil penelitian, pelaksanaan nelayan. Nelayan lokal yang ada di
kebijakan sertifikasi kelaiklautan kapal Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan Kota
penangkap ikan dan surat laik operasi kapal Probolinggo memiliki masa keberangkatan
perikanan memiliki dampak kepada para dan kepulangan dalam penangkapan ikan
pemilik kapal dan nelayan, yaitu ber- yang tidak menentu dan berbeda-beda. Ada
tambahnya biaya perijinan dalam meng- yang setiap seharinya berangkat lalu pulang,
operasikan kapal perikanan dan kurangnya ada juga yang tiga atau 4 hari berangkat lalu
hasil tangkapan ikan. pulang, tergantung dari hasil tangkapan yang
Bertambahnya biaya perijinan juga diperoleh. Tidak menentunya hasil ikan yang
dipengaruhi oleh kecenderungan para didapatkan oleh nelayan menyebabkan para
birokrat/aparat sebagai pelaksana kebijakan nelayan enggan untuk berlabuh padahal masa
melakukan permainan harga dalam berlaku Surat Laik Operasi sudah habis masa
pengurusan perijinan. Menurut Edwards berlakunya. Akibatnya nelayan mendapatkan
dalam Winarno (2002, h.142) pelaksana permasalahan dengan aparat yang bertugas
kebijakan merupakan faktor yang mempunyai melakukan operasi dan patroli laut. Inilah
konsekuensi-konsekuensi penting bagi pelak- yang menjadi kendala dan penghambat
sanaan kebijakan yang efektif. Akan tetapi, kinerja nelayan untuk menangkap ikan, dan
pelaksana kebijakan juga memiliki kecen- pada akhirnya mempengaruhi penghasilan
derungan-kecenderungan sikap terhadap para nelayan.
kebijakan yang akan di implementasikan.
Dari hasil penelitian diketahui untuk Kesimpulan
pembiayaan perijinan sertifikasi kelaiklautan 1. Implementasi kebijakan Serifikasi
kapal penangkap ikan disesuaikan dengan Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan dan
ukuran dan jenis kapal. Hal ini sudah diatur Surat Laik Operasi Kapal Perikanan yang
dalam Peraturan Pemerintah No 6 tahun 2009 ada di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Mayangan Kota Probolinggo merupakan
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bentuk sinergi antar kebijakan dan instansi
Berlaku Pada Departemen Perhubungan. yaitu Departemen Perhubungan dan
Akan tetapi kenyataannya, biaya yang Departemen Kelautan dan Perikanan
dikeluarkan oleh pemilik kapal tidak sesuai dalam mengawasi kelaikan kapal
dengan harga yang ada di peraturan tersebut. perikanan. Sertifikasi Kelaiklautan Kapal
Untuk biaya penerbitan surat laik operasi Penangkap Ikan yang dikeluarkan oleh

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1046


Kesyahbandaran Pelabuhan Probolinggo 3. Dalam pelaksanaan pengawasan sertifikasi
di bawah Departemen Perhubungan kelaiklautan kapal penangkap ikan oleh
merupakan salah satu persyaratan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
administrasi dalam penerbitan Surat Laik Pelabuhan Kelas IV Probolinggo dan
Operasi (SLO) oleh pengawas perikanan Surat Laik Operasi Kapal Perikanan oleh
dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) oleh Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya
Syahbandar Perikanan di bawah Kelautan dan Perikanan (Satker PSDKP)
Departemen Kelautan dan Perikanan Probolinggo, sudah memiliki petugas yang
(DKP). Dilihat dari tujuan yang ingin berkualitas dan berkompeten di
dicapai dari kedua kebijakan tersebut bidangnya. Akan tetapi, dari segi kuan-
memiliki kesamaan yaitu agar nelayan titas petugas yang ada di masing-masing
pada saat beroperasi di laut lepas terjamin instansi masih kekurangan personil.
keselamatannya, dan tidak merusak dan 4. Implementasi kebijakan Sertifikasi
mencemari lingkungan maritim. Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan dan
2. Apabila melihat keseluruhan tugas dan Surat Laik Operasi Kapal Perikanan
kewenangan dari Departemen Per- memiliki dampak terhadap para pemilik
hubungan dan Departemen Kelautan dan kapal dan nelayan. Untuk dampak
Perikanan, memang terjadi dualisme terhadap pemilik kapal menyebabkan
kebijakan dalam pelaksanaan kelaikan bertambahnya pengeluaran oleh pemilik
kapal perikanan. Akan tetapi, dalam kapal untuk biaya perijinan kelaikan kapal
tugasnya tidak saling tumpang tindih perikanan, sedangkan untuk nelayan
karena pelaksanaan dari kedua kebijakan kurang maksimalnya hasil tangkapan
tersebut dibedakan waktu pelaksanaan dan karena terkendala oleh masa berlaku surat.
masa berlakunya.

Daftar Pustaka
Agustino, Leo. (2008) Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung, CV. Alfabeta.
Akib, Haedar dan Antonius Tarigan. (2008) Artikulasi Konsep Implementasi Kebijakan: Perspektif,
Model dan Kriteria Pengukurannya, diakses pada tanggal 5 Desember 2012 dari
www.scribd.com/doc/50865843/artikulasi-konsep-implementasi-kebijakan-jurnal-baca-agustus-20081
Dunn, William N. (2000) Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press.
Islamy, Irfan M. (2004) Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta, Bumi Aksara.
Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosda Karya.
Muhammad, Sahri. (2010) Kebijakan Pembangunan Perikanan dan Kelautan: Pendekatan Sistem.
Malang, UB Press.
Parsons, Wayne. (2011) Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta, Kencana
Prenada Media.
Soenarko. (2005) Public Policy: Pengertian Pokok Untuk Memahami dan Analisa Kebijaksanaan
Pemerintah. Surabaya, Airlangga University Press.
Supanji, Ipan Muhammad, dkk. (2008) Program Kreativitas Mahasiswa: Prosedur Sertifikasi Laik Laut
Kapal Ikan Kasus Kapal Ikan di Pelabuhan Ratu. Institut Pertanian Bogor, diakses pada tanggal 1
Desember 2012 dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/32781
Wahab, Solichin Abdul. (2005) Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta, Bumi Aksara.
Winarno, Budi. (2002) Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta, Media Pressindo.

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 5, Hal. 1039-1047 | 1047

You might also like