You are on page 1of 11

JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018 127

PERILAKU POLIGAMI VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE


Aedes aegypti: KORELASINYA DENGAN FERTILITAS TELUR
SERTA PENYEBARAN VIRUS DENGUE

Devita Febriani Putri1

ABSTRACT
Controlling dengue fever from vector especially Aedes aegypti mosquitoes has
been the one of effective methods in stopping the tranmission and preventing
the expansion of dengue fever endemic area. Technique to eradication vector
DBD through mosquito mating behavior naturally have long been applied and
and the phenomenon of transvenereal transmission (through sexual
behavior), male Ae. aegypti has ability to transmit dengue virus (DENV) to
the non infectious female Ae. aegypti, so information about the mating
behavior of DHF vector is very important to know. This study aims to find out
the potency polygamous behavior in male Ae. aegypti (strain Yogyakarta
Indonesia) in mating female Ae. aegypti semi natural and correlation to fertile
eggs produced by female mosquito. Male Ae. aegypti were placed into cage
30 cm3 contains of non-infectious one-day old female Ae. aegypti to polygamy
mating (semi natural) with ratio male: female 1:3; 1:5; 1:10; 1:20 and 1:30.
The sample is the number of female mosquitoes that are successfully mated
by male mosquitoes and the number of fertile eggs produced. Data analysis
used is bivariate analysis with Pearson Correlation test. The results of the
study is male Ae. aegypti has potency polygamous behaviour in mating
female Ae. aegypti maximum 8 mosquito with total fertile egg produce
maximum 370 eggs. The correlation between female mosquitoes that were
mated by male mosquitoes in polygamy was positively correlated (directly
proportional) to the number of fertilized eggs produced. The polygamous
behavior of male mosquito has a role in spreading and maintaining the
existence of DENV in Ae. aegypti mosquitoes both in parental or F1.

Key word : Polygamous behavior, Aedes aegypti, egg fertility, dengue virus.

ABSTRAK
Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) dari segi vektor khususnya
nyamuk Aedes aegypti masih menjadi salah satu metode efektif dalam
menghentikan penularan dan mencegah perluasan daerah endemis DBD.
Tehnik pemberantasan vektor DBD melalui perilaku kawin nyamuk secara
alami telah lama diterapkan dan fenomena penularan transvenereal (melalui
perilaku seksual), Ae. aegypti jantan mempunyai kemampuan menularkan
virus dengue (DENV) ke Ae. aegypti betina noninfeksius, sehingga informasi
tentang perilaku kawin nyamuk vektor DBD sangat penting diketahui.
Penelitian ini bertujuan mengetahui potensi sifat poligami Ae. aegypti jantan
(strain Yogyakarta, Indonesia) dalam mengawini Ae. aegypti betina secara
semi alami dan korelasinya terhadap telur yang dihasilkan Ae. aegypti betina
tersebut. Ae. aegypti jantan dimasukkan ke kandang nyamuk 30 cm3 dengan
Ae. aegypti betina untuk dikawinkan (semi alami) secara poligami dengan
rasio jantan: betina 1:3; 1:5; 1:10; 1:20 dan 1:30. Sampel adalah jumlah
nyamuk betina yang berhasil dikawini nyamuk jantan dan jumlah telur yang
fertil yang dihasilkan. Analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat
dengan uji Pearson Correlation. Hasil penelitian adalah perilaku poligami Ae.

1. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati


128 JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018

aegypti jantan berpotensi mengawini Ae. aegypti betina maksimal 8 ekor


dengan total telur fertil yang dihasilkan maksimal 370 telur. Korelasi antara
nyamuk betina yang dikawini nyamuk jantan secara poligami berkorelasi
positif (berbanding lurus) dengan jumlah telur fertil yang dihasilkan. Perilaku
poligami nyamuk jantan mempunyai peranan dalam menyebarkan dan
memelihara keberadaan DENV pada nyamuk Ae. aegypti baik pada parental
ataupun F1nya.

Kata kunci: Perilaku poligami, Aedes aegypti, fertilitas telur, virus dengue

PENDAHULUAN menembus kulit manusia. Namun


Demam Berdarah Dengue nyamuk jantan dibutuhkan untuk
(DBD) merupakan salah satu reproduksi nyamuk betina (Klowden,
penyakit tular vektor yang menjadi 1995). Penggunaan nyamuk jantan
masalah kesehatan dunia. Agen yang dimodifikasi secara genetik
penyebab penyakit DBD adalah atau steril telah dilepaskan di
virus dengue (DENV) genus daerah endemis dengue melalui
Flavivirus, dan ditularkan melalui tehnik pemberantasan nyamuk
nyamuk Aedes (Ae) subgenus vektor dengan perilaku kawin secara
Stegomyia, terutama Aedes aegypti alami (Ponlawat dan Harrington,
(Linnaeus) (Kreamer et al., 2015; 2009). Selain itu fenomena
WHO SEARO, 2017). Program penularan transvenereal (melalui
pencegahan dan pemberantasan perilaku seksual), terbukti dapat
DBD di Indonesia telah berlangsung menularkan DENV dari nyamuk Ae.
lebih kurang 43 tahun dan berhasil aegypti jantan infeksius ke nyamuk
menurunkan angka kematian dari Ae. aegypti betina noninfeksius
41,3% pada tahun 1968 menjadi (Putri, 2018). Pada akhirnya
0,87 % pada tahun 2010, tetapi informasi tentang perilaku kawin
belum berhasil menurunkan angka nyamuk Ae. aegypti secara alami
kejadian DBD. Salah satu metode perlu diketahui.
efektif menghentikan penularan Perkawinan nyamuk Ae.
DBD dan mencegah perluasan aegypti secara alami berkaitan erat
daerah endemis DBD melalui segi dengan perilaku poligami nyamuk
vektor khususnya nyamuk Ae. Ae. aegypti jantan. Penelitian
aegypti (Ditjen PPPL, 2016). tentang perilaku poligami nyamuk
Nyamuk Ae. aegypti jantan Ae. aegypti strain Thailand, telah
tidak menghisap darah manusia dilakukan oleh Choochote et al.
karena keterbatasan dari morfologi (2001) yang menyatakan nyamuk
“mouth part” yang tidak bisa Ae. aegypti jantan dapat mengawini
JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018 129

maksimal 14 betina dalam kandang dan selanjutnya dari hari pertama


berukuran 30 cm3 dengan rasio sampai kelima atau sebelum
jantan: betina = 1: 30. Namun menjadi pupa sempurna diberi

penelitian ini belum pernah di pakan hati ayam 1 g. Jika terdapat

lakukan di Indonesia. Berdasarkan sekam pada permukaan air pada


nampan segera dibersihkan sebelum
pemaparan latar belakang, maka
diberi pakan, air diganti 2-3 kali
tujuan penelitian ini adalah
seminggu. Larva dipelihara menjadi
mengetahui potensi sifat poligami
stadium pupa. Ketika stadium pupa,
nyamuk Ae. aegypti jantan (strain
pupa jantan dan pupa betina
Yogyakarta, Indonesia) dalam
dipisahkan dan dimasukkan
mengawini nyamuk Ae. aegypti kekandang terpisah. Ketika proses
betina secara semi alami dan kolonisasi Ae. aegypti menjadi pupa,
korelasinya terhadap telur fertil pupa jantan dan betina dipisahkan.
yang dihasilkan nyamuk Ae. aegypti Cara pemisahannya dengan melihat
betina tersebut. Perilaku poligami ukuran pupa, pupa nyamuk jantan
nyamuk jantan merupakan faktor berukuran lebih kecil dengan
pendukung terjadinya penyebaran nyamuk betina. Setiap 10 ekor pupa

virus dengue secara transvenereal jantan dan pupa betina dimasukkan

pada vektor demam berdarah ke kandang yang berbeda. Pupa lalu


dibiakkan menjadi imago atau
dengue.
nyamuk dewasa. Untuk
mengkonfirmasi apakah benar pupa
METODE PENELITIAN
jantan dan betina, dilihat dari
Nyamuk Aedes aegypti
perkembangan stadium nyamuk
Nyamuk Ae. aegypti (strain
dewasa. Nyamuk jantan memiliki
Yogyakarta, Indonesia) didapatkan
antena berambut lebat (plumose)
dari hasil kolonisasi laboratorium
dan nyamuk betina memiliki antena
yang terbebas dari infeksi penyakit
berambut jarang (pilose) (Arthur et
di Departemen Parasitologi Fakultas
al., 2014). Apabila ada salah satu
Kedokteran Kesehatan Masyarakat
nyamuk dewasa jantan yang
dan Keperawatan Universitas
tercampur pada nyamuk betina dan
Gadjah Mada, Yogyakarta. Telur dari
sebaliknya, maka kandang berisi
laboratorium yang berasal dari
nyamuk tersebut di drop out. Pupa
parental nyamuk non infeksius
jantan dan betina dipelihara hingga
ditetaskan dalam nampan yang
menjadi nyamuk dewasa. Semua
berisi air. Setelah menetas, proses
perlakuan dilakukan diinsektarium
pemeliharaan larva agar tetap
dengan kondisi suhu 27 ± 2oC;
bertahan hidup diberi pakan hati
kelembaban 88 ± 6% dan 12 jam
ayam sebanyak 0,5 g pada hari ke-0
130 JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018

cahaya: 12 jam gelap (Umniyati et dikeringkan lalu disimpan selama 7


al., 2008). hari di suhu ruang.

Perkawinan poligami semi alami Potensi perilaku poligami dan


nyamuk Ae. aegypti Fertilitas Telur.
Nyamuk Ae. aegypti jantan Telur yang disimpan selama
berumur 2 hari dimasukkan ke seminggu ditetaskan dalam nampan
3
kandang nyamuk berukuran 30 cm plastik ukuran 24x36x6 cm yang
dengan nyamuk Ae. aegypti betina berisi air. Pemeliharaan larva untuk
berumur 1 hari untuk dikawinkan bertahan hidup diberi pakan hati
secara poligami dengan rasio ayam kering dan air diganti 2-3 kali
nyamuk jantan: nyamuk betina dalam 1 minggu, dipelihara sampai
adalah 1:3; 1:5; 1:10; 1:20 dan nyamuk dewasa sesuai dengan
1:30 (5 kelompok perlakuan). masa penyimpanannya. Rearing
Perkawinan dilakukan selama 7 hari, telur nyamuk sampai stadium
untuk mempertahankan hidup dewasa dilakukan di Departemen
nyamuk diberikan larutan gula 10 Parasitologi Fakultas Kedokteran
%, diresapkan pada kapas dan Kesehatan Masyarakat dan
diganti setiap hari. Pada hari ke 7, Keperawatan Universitas Gadjah
nyamuk jantan dikoleksi, lalu Mada, Yogyakarta. Semua perlakuan
disimpan di freezer -80˚C, dilakukan diinsektarium dengan
o
sedangkan nyamuk betina diberikan kondisi suhu 27 ± 2 C; kelembaban
blood feeding dengan menggunakan 88 ± 6% dan 12 jam cahaya: 12
darah mencit. Tahap selanjutnya jam gelap (Umniyati et al., 2008).
nyamuk – nyamuk betina tersebut Telur yang menetas sampai stadium
dikurung secara terpisah di paper larva, ditelusuri parental nyamuk
cup (gelas kertas) yang ditutupi betina, sebagai bukti bahwa nyamuk
kassa untuk proses bertelur jantan melakukan perkawinan
(individual rearing), kapas yang poligami dengan nyamuk betina
dibasahi larutan gula 10% secara semi alami dikandang.
diletakkan diatas kassa, diganti Nyamuk betina menghasilkan telur
setiap hari. Paper cup untuk proses yang fertil (telur yang dapat
individual rearing dimasukkan ke menetas dan menghasilkan stadium
dalam kotak stereofoam yang immature) mengindikasikan terjadi
tertutup. Nyamuk betina dipelihara fertilisasi melalui perilaku kawin.
selama 7 hari untuk bertelur dan Perhitungan yang dilakukan adalah
telurnya diberi label. Pada hari ke jumlah nyamuk betina yang berhasil
14 nyamuk betina dikoleksi lalu dikawini nyamuk jantan dan jumlah
disimpan pada freezer -80˚C. Telur telur yang fertil (jumlah telur yang
JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018 131

menetas) dari nyamuk betina adalah analisis bivariate dengan


tersebut perkelompok perlakuan. menggunakan uji Pearson
Correlation. Uji ini bertujuan untuk
Desain Penelitian dan Analisis melihat korelasi antara jumlah
Data nyamuk betina yang berhasil

Desain penelitian ini adalah dikawini dan jumlah telur yang

analisis deskriptif. Analisis data fertil.

yang digunakan dalam penelitian ini

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian (Gambar 1) fertil dari masing – masing nyamuk


mengindikasikan bahwa nyamuk Ae. betina tersebut maksimal 370 telur.
aegypti jantan dapat mengawini Pada perlakuan 5 dengan
nyamuk Ae. aegypti betina rasio nyamuk jantan: betina adalah
maksimal 8 ekor apabila rasio 1: 30 (total 31 ekor nyamuk)
nyamuk jantan: nyamuk betina di ternyata mengalami penurunan
dalam kandang adalah 1:20 jumlah nyamuk betina yang berhasil
(perlakuan 4 dengan total 21 ekor dikawini nyamuk jantan
nyamuk). Hal ini membuktikan dibandingkan perlakuan 4.
perilaku poligami nyamuk Ae. Kemungkinan yang terjadi adalah
aegypti jantan (strain Yogyakarta, kandang nyamuk berukuran 30 cm3
Indonesia) berpotensi mengawini (0.00003 m3) terlalu kecil untuk
nyamuk Ae. aegypti betina nyamuk jantan dan nyamuk betina
maksimal 8 ekor dalam perkawinan (total 31 ekor nyamuk) melakukan
nyamuk semi alami dan total telur perkawinan. Penelitian Polanwat dan
Harrington (2009) menyatakan
132 JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018

perkawinan nyamuk cukup sukses Hasil analisis korelasi


(female insemination rates 81.6- Pearson (Tabel 1) menyatakan ada
98.7%) pada ukuran kandang hubungan positif (0.988) antara
nyamuk 0.009 m3 dengan rasio jumlah nyamuk betina yang berhasil
nyamuk jantan: betina 5:20 (total dikawini dengan jumlah telur yang
25 ekor nyamuk). Faktor lain yang fertil, pada kelompok perlakuan 1
menyebabkan penurunan jumlah dan 5 yang memiliki pengaruh
nyamuk betina yang berhasil bermakna dilihat dari nilai P 0.049
dikawini adalah ukuran tubuh (P<0.05). Hubungan positif (0.091)
nyamuk jantan pada perlakuan 5 juga didapatkan kelompok
kemungkinan lebih kecil perlakuan 3 dan 4 yang memiliki
dibandingkan ukuran tubuh nyamuk pengaruh bermakna dilihat dari nilai
jantan pada perlakuan 4. Ukuran P 0.044 (P<0.05). Interpretasinya
tubuh nyamuk Ae. aegypti jantan adalah semakin banyak nyamuk
merupakan salah satu faktor yang betina yang dikawini oleh nyamuk
berhubungan dengan suksesnya jantan secara poligami berkorelasi
kemampuan nyamuk jantan dalam (berbanding lurus) dengan jumlah
mengawini nyamuk betina telur fertil yang dihasilkan. Untuk
(Polanwat dan Harrington, 2009; hubungan perlakuan yang lain tidak
Helinski dan Harrington, 2011). terdapat hubungan positif
Namun keterbatasan dari penelitian kemungkinan disebabkan perbedaan
ini tidak melakukan pengukuran jumlah nyamuk betina yang akan
tersebut. dikawini nyamuk jantan, antar
perlakuan kurang dari 10 ekor.
JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018 133

Nyamuk Ae. aegypti jantan - 26/1000) yang dikoleksi dari


dianggap kurang berperan dalam Stadium larva dan dewasa di kota
penyebaran DENV, karena tidak Surabaya, Indonesia.
dapat menghisap darah manusia. Nyamuk Ae. aegypti jantan
Namun nyamuk jantan dapat juga telah terbukti dapat
terinfeksi DENV melalui penularan menularkan DENV-3 ke nyamuk Ae.
vertikal yang berasal dari parental aegypti betina non infeksius secara
nyamuk yang terinfeksi transvenereal. Fakta ini
(Themmonzhi et. al. 2000). mengindikasikan, jika satu nyamuk
Beberapa studi membuktikan bahwa jantan infeksius DENV-3 mengawini
DENV diturunkan secara vertikal ke nyamuk betina yang non infeksius
progeni (F1) nyamuk Ae. aegypti dengan jumlah tertentu (karena
jantan di alam. Kow et al. (2001) sifat poligaminya) dan sebagai
kali pertama membuktikan DENV akibatnya nyamuk betina infeksius
terdeteksi pada nyamuk jantan Ae. akan menghasilkan telur yang fertil
aegypti yang ditangkap dari alam di (Putri, 2018). Telur yang fertil
Singapura (VIR/Vertical infection apabila menetas memungkinkan
rate 1.33%). Penelitian Tavara et al. terjadi penularan secara transovarial
(2006), menyatakan nyamuk Ae. DENV-3 dari parental nyamuk betina
aegypti jantan yang dikoleksi dari infeksius DENV-3 ke keturunannya
alam di Thailand bagian Selatan, (F1) nyamuk. Penelitian skala
terdeteksi positif DENV-2, DENV-3, laboratorium dan secara alami telah
DENV-4 dan kombinasi DENV-2&3 banyak membuktikan bahwa DENV
(VIR 15,2 %). Pada negara Tamil dapat ditransmisikan secara
Nadu India, Arucnachalam et al. transovarial dari nyamuk betina
(2007) menyatakan DENV-2 dan yang infeksius DENV ke F1nya
DENV-3 terdeteksi pada nyamuk Ae. (Angel dan Joshi, 2008;
aegypti jantan yang dikoleksi dari Arunachalam et al., 2008; Rohani et
alam MIR tertinggi 28/1000). DENV- al., 2008; Seran, 2010;
3 juga terdeteksi di nyamuk Ae. Thongrungkiat et al., 2011; Goff et
aegypti jantan yang dikoleksi al., 2011; Martins et al., 2012;
menggunakan ovitrap di Minas Espinosa et al., 2014; Martinez et
Gerais, Brazil dengan MIR 10/1000 al., 2014). Hal ini mengasumsikan
(Vilela et al., 2010). Studi Mulyatno perilaku poligami nyamuk jantan
et al. (2012), juga membuktikan mempunyai peranan dalam
penularan transovarial DENV-1 pada menyebarkan dan memelihara
nyamuk jantan Ae. aegypti (MIR 16 keberadaan DENV pada nyamuk Ae.
134 JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018

aegypti baik pada parental ataupun didalam tubuh nyamuk Aedes sp.
F1nya. yang mampu mengintervensi masa
Tehnik pemberantasan hidup nyamuk mengganggu sistem
vektor DBD melalui perilaku kawin reproduksi nyamuk, dan juga
nyamuk secara alami, telah lama mampu menghambat replikasi DENV
diterapkan untuk menurunkan di dalam tubuh nyamuk. Nyamuk
perluasan daerah endemis DBD, laboratorium yang sudah
sehingga informasi tentang perilaku dimodifikasi dengan wolbachia
kawin nyamuk vektor DBD sangat diharapkan dapat bersaing dan
penting diketahui. Negara Indonesia mengawini nyamuk lokal, sehingga
telah menggunakan Teknik keturunan dari perkawinan tersebut
Serangga Mandul (TSM) yang telah akan membawa bakteri wolbachia
lama dikembangkan oleh Badan dan dapat mengurangi transmisi
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). DENV. Demikian seterusnya,
TSM adalah teknik yang digunakan sehingga diharapkan seluruh
untuk memandulkan nyamuk jantan nyamuk Aedes sp. di alam akan
dengan menggunakan radiasi sinar tertular bakteri Wolbachia
gamma, yang bertujuan (Lusiyana, 2014; Bukchori, 2017).
menurunkan jumlah populasi Pengetahuan tentang
nyamuk dengan cara menyebarkan perilaku kawin nyamuk serta faktor
nyamuk jantan pada habitatnya. – faktor yang berhubungan seperti
Meskipun terjadi perkawinan antara fisik optimal dari nyamuk,
nyamuk jantan dengan nyamuk mekanisme fisiologi yang meregulasi
betina, namun dari perkawinan perkawinan nyamuk, perilaku
tersebut tidak akan terjadi poligami nyamuk jantan, kondisi
pembuahan. Dengan demikian, lingkungan yang sesuai dan faktor
jumlah populasi nyamuk semakin lainnya, penting relevansinya dalam
lama akan semakin menurun pengendalian DBD dari segi vektor.
(Nurhayati et al., 2013; Terutama untuk nyamuk yang
Setyaningsih et al., 2014). dimodifikasi genetik atau program
Pelepasan nyamuk berwolbachia steril nyamuk jantan (Polanwat dan
juga merupakan salah satu tehnik Harrington, 2009). Selain itu perlu
penanggulangan perluasan kasus kajian lebih lanjut untuk memahami
DBD melalui perkawinan vektor mekanisme pertahanan DENV
nyamuk Ae. aegypti. Wolbachia secara vertikal di nyamuk melalui
adalah suatu bakteri gram negatif perilaku kawin. Kajian ini
intraseluler yang apabila hidup memberikan informasi penting
JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018 135

dalam pengembangan strategi Rajasthan, India. J. Vector.


Borne. Dis. 48: 56-9.
pengendalian DBD dari segi vektor.
Arthur, B. J., Emr, K.S., Wyttenbach
R.A., Hoy R.R. 2014. Mosquito
KESIMPULAN ( Aedes aegypti ) flight tones:
Frequency, harmonicity,
Kesimpulan dari penelitian ini spherical spreading, and phase
adalah perilaku poligami nyamuk relationships. The Journal of
the Acoustical Society of
Ae. aegypti jantan (strain America, 135(2): 933–41.
Yogyakarta, Indonesia) berpotensi Arunachalam, N., Tewari, S.C.,
Thenmozhi, V., Rajendran, R.,
mengawini nyamuk Ae. aegypti Paramasivan, R., Ayanar, K.,
betina maksimal 8 ekor dalam Tyagi, B.K. 2008. Natural
Vertical Transmission of
perkawinan nyamuk semi alami dan Dengue Viruses by Aedes
total telur fertil dari masing – aegypti in Cennai, Tamil,
India. Indian. J. Med. Res.
masing nyamuk betina tersebut 127: 395-7.
maksimal 370 telur. Korelasi antara Buchori D., Aryati, Hadi U.K., Joseph
H.K. 2017. Kajian Resiko
nyamuk betina yang dikawini Terhadap Pelepasan Nyamuk
nyamuk jantan secara poligami Ber-Wolbachia. Kementrian
Riset Teknologi dan Pendidikan
berkorelasi positif dengan jumlah Tinggi. Jakarta.
telur fertil yang dihasilkan, yang Choochote, W., Tippawangkosol, P.,
Jitpakdi, A., Sukontason, K.L.,
artinya semakin banyak nyamuk Pitasawat, B., Sukantonson,
betina yang dikawini berkorelasi K., Jariyapan, N. 2001.
Polygamy: The Possibly
(berbanding lurus) dengan jumlah Significant Behavior of Aedes
telur fertil yang dihasilkan. Aegypti and Aedes Albopictus
in Relation to Efficient
Penelitian selanjutnya lebih berfokus Transmission of Dengue Virus.
kepada peranan sifat poligami Research Note Southeast
Asian J. Trop. Med. Public
dalam penularan transvenereal Health. 32 (4): 745-48.
DENV, melalui pemeriksaan Espinosa, M., Giamperetti S., Abril
M., Seijo A. 2014. Vertical
individual pada masing – masing transmission of dengue virus
nyamuk Ae. aegypti betina yang in Aedes aegypti collected in
Puerto Iguazu, Misiones,
menghasilkan telur fertil, untuk Argentina. Rev. Inst. Med.
memahami mekanisme terjadinya Trop. Sao Paulo 56: 165–67.
Goff, L. G., Revollo, J., Guerra, M.,
penularan transvenereal DENV. Cruz, M., Simon, B.Z., Roca,
Y., Flores, V.J., Herve, J.P.
2011. Natural vertical
Daftar Pustaka
transmission of Dengue
Angel, B., Joshi, V. 2008. viruses by Aedes aegypti in
Distribution and Seasonality of Bolivia. Parasite 18: 277–80.
Vertical Transmitted Dengue Helinski, M.E.H., Harrington, L.C.
Viruses in Aedes Mosquitoes in 2011. Male Mating History and
Arid and Semi-Arid Areas of Body Size Influence Female
Fecundity and Longevity of the
136 JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018

Dengue Vector Aedes aegypti. Yotopranoto, S., Konishi. E.


J. Med. Entomol. 48(2):202- 2012.Vertical transmission of
11. dengue virus in Aedes aegypti
Kementrian Republik Indonesia, collected in Surabaya,
2016. Direktorat Jendral Indonesia, during 2008–2011.
Pengendalian Penyakit dan J. Infect. Dis. 65: 274–6.
Penyehatan Lingkungan Nurhayati, S., Yunianto, B.,
(Ditjen, PP dan PL). Informasi Ramadhani, T., Ikawati, B.,
Umum Demam Berdarah Santoso, B., Rahayu, A. 2013.
Dengue 2016. Jakarta. Controlling Aedes aegypti
Klowden, M J. 1995. Blood, Sex, and Population as DHF Vector with
the Mosquito. BioScience. Radiation Based-Sterile Insect
45(5): 326–31 Technique in BanjarNegara
Kow, C. Y., L. L. Koon, Yin P. F. Regency, Central Java.
2001. Detection of dengue Indonesian Journal of Nuclear
viruses in field caught male Science and Technology.
Aedes aegypti and Aedes 14(1): 1-10.
albopictus (Diptera: Culicidae) Putri D.F., 2018. Kajian Penularan
in Singapore by type-specific Transvenereal Virus Dengue
PCR. J. Med. Entomol. 38: Serotipe-3 dan Perilaku
475–9. Poligami Nyamuk Ae. aegypti
Kraemer, M.U.G, Sinka, M.E., Duda, L. serta Dampak pada
K.A., Mylne, A.Q.N., Shearer, Progeninya Dalam Kondisi
F.M., et al. 2015. The global Insektarium Disertasi.
distribution of the arbovirus Program Doktor Ilmu
vectors Aedes aegypti and Ae. Kedokteran dan Kesehatan,
albopictus. eLife. 4:1–18. Fakultas Kedokteran,
Lusiyana, N. 2014. Wolbachia Kesehatan dan Keperawatan.
sebagai alternatif Universitas Gadjah Mada,
pengendalian vector nyamuk Yogyakarta.
Aedes sp. JKII. 6(3):1-3. Ponlawat A., Harrington L.C. 2009.
Martınez, N. E., Dzul-manzanilla F., Factors Associated with Male
Gutierrez C., Ibarralopez J., Mating Succes of Dengue
Bibiano-marın W., Lopez- Vector Mosquitos, Aedes
damian L., Martinijaimes A., aegypti. Am. J. Trop. Med.
Huerta H., Che Mendoza A., Hyg. 80(3): 395-400.
Ayora G., et al. 2014. Natural Rohani, A., Zamree, I., Joseph, R.T.,
vertical transmission of Lee H.L. 2008. Persistency of
dengue-1 virus in Aedes Transovarial Dengue Virus in
aegypti populations in Ae. aegypti (LINN). Southeast
Acapulco, Mexico. J. Am. Asian J. Trop. Med. Pub.
Mosq. Control Assoc. 30: 143– Health. 39: 813-16.
146. Seran, M.D. 2010. Uji Laboratorium
Martins, V.E.P., Alencar, C.H., Penularan Tran-Stadial Virus
Kamimura, M.T., De Carvalho Dengue Pada Stadium Telur,
Araujo, F.M., De Simone, S.G., Larva, Pupa dan Imago dari
Dutra, R.F., Guedes, M.I.F. Nyamuk Aedes aegypti
2012. Occurrence of natural (Diptera: Culicidae). Tesis.
Vertical Transmission of Ilmu Kedokteran Tropis.
Dengue-2 and Dengue-3 Fakultas Kedokteran.
Viruses in Aedes aegypti and Universitas Gadjah Mada.
Aedes albopictus in Fortaleza, Yogyakarta.
Ceara, Brazil. PLoS ONE. 7: Setyningsih, R., Agustini, M.,
e41386. Boewono, D.T., Rahayu. A.
Mulyatno, K.C., Yamanaka, A., 2014. Aplikasi Teknik
JURNAL FARMASI MALAHAYATI Vol 1 No 2, Agustus 2018 137

Serangga Mandul (TSM) Prumongkol, S. 2011.


Terhadap Sterilitas Telur dan Prospective Field Study of
Penurunan Populasi Aedes Transovarial Dengue Virus
aegypti di Daerah Urban Kota Transmission by Two Different
Salatiga. Bul. Penelit. Kesehat. Forms of Aedes aegypti in an
42(1): 15-24. Urban Area of Bangkok,
Thavara, U., Siriyasatien, P., Thailand. Jur. of Vec. Ecology.
Tawatsin, A., 36:147-52.
Asavadachanukorn, P., Umniyati S.R., Sutaryo, Wahyono
Anantapreecha, S., D., Artama W.T., Mardihusodo
Wongwanich, R., Mulla., M.S. S.J., Soeyoko, Mulyaningsih
2006. Double infection of B., Utoro T. 2008. Application
heteroserotypes of dengue of monoclonal antibody DSSC7
viruses in field populations of for detecting dengue infection
Aedes aegypti and Aedes in Aedes aegypti based on
albopictus (Diptera: Culcidae) immunocytochemical
and serological featurs of streptavidin biotin peroxidase
dengue viruses found in complex assay (ISBPC).
patients in Southern Thailand. Dengue Bull. 32: 83-98.
Southeast Asian J. Trop. Med. Vilela, A.P.P., Figueiredo, L. B., Dos
Public Health. 37: 468–76. Santos, J. R., Eiras, A. E.,
Thenmozhi, V., Tewari, S.C., Bonjardim, C. A., Ferreira,
Manavalan, R., P.C.P., Kroon, E. G. 2010.
Balasubramanian, A., Dengue virus 3 genotype I in
Gajanana, A. 2000. Natural Aedes aegypti mosquitoes and
Vertical Transmission of eggs, Brazil, 2005–2006.
Dengue Viruses in Aedes Emerg. Infect. Dis. 16 (6):
aegypti in Southern India. 989–92.
Trans. of Roy. Soc. Trop. Med. World Health Organization SEARO.
Hyg. 94:507. 2017. Negleted Tropical
Thongrungkiat, S., Maneekan, P., Diseases. Dengue. New Delhi.
Waspiyamongkol, L., India.

You might also like