You are on page 1of 9

JPT: Jurnal Proteksi Tanaman Vol 1 No.

2 (2017): 79 – 87
(Journal of Plant Protection) Website: http://jpt.faperta.unand.ac.id/index.php/jpt
ISSN : 2580-0604
Online ISSN: 2621-3141

Patogenisitas Cendawan Entomopatogen dari Rizosfir Kacang Tanah


(Arachis hypogaea Linnaeus) terhadap Hama Penggerek Polong
Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae)
Pathogenicity of Entomopathogenic Fungi from Peanut Rhizosphere (Arachis hypogaea
Linnaeus) to Pod Borer Etiella zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae)
Faridwan Amri1), Martinius2) dan Reflinaldon2)*
1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang
2) Program Studi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang
E-mail: donsyukur@gmail.com

ABSTRACT
The objective of this study was to get entomopathogenic fungi isolates of bean plant
rhizosphere derived from Nagari Sawah Tangah, District Pariangan, Tanah Datar Regency
and to determine their pathogenicity on pod borer E. zinckenella. Isolation method was
performed by diluting the soil samples in a serial dilution into 10 -3 and cultured in PDA
media. Furthermore, the purification was based on the shape and color of the fungus
colonies. A total of 16 isolates obtained at the initial stage were selected by testing them
against the fifth instar larvae Tenebrio molitor. Results showed that only 4 isolates (STA 1,
STA 2.2, STA 5, and STB 3.1) could be further tested against E. zinckenella pod borer using
completely randomized design (CRD). The highest pathogenicity isolates was exhibited by
STA 1 belonged to Metarhizium genera.
Keywords: Peanut, Etiella zinckenella, Entomopathogenic fungi

PENDAHULUAN Pasaman Barat, E. zinckenella juga


menyerang tanaman kacang tanah deng-
Etiella zinckenella Treitschke
an tingkat serangan mencapai 70-80%
(Lepidoptera: Pyralidae) adalah salah satu
(Obel, 2012). Hal yang sama juga terjadi di
hama berpengaruh besar terhadap
Kabupaten Tanah Datar (Komunikasi
penurunan produksi kacang tanah. Hama
pribadi, Ketua Balai Penyuluhan
ini dulunya diketahui hanya menyerang
Pertanian, 2014).
tanaman kedelai (Kalshoven, 1981).
Teknologi pengendalian yang
Perubahan kondisi lingkungan menyebab-
sedang dikembangkan dan banyak dila-
kan terjadinya pergeseran tanaman inang
kukan oleh para peneliti adalah dengan
E. zinckenella yang semula adalah kedelai,
memanfaatkan agens hayati seperti ento-
kemudian juga dapat beradaptasi pada
mopatogen. Dua jenis cendawan ento-
kacang tanah (Hamid et al., 2012).
mopatogen yang sudah dilaporkan efektif
E. zinckenella dilaporkan menye-
untuk pengendalian berbagai jenis hama
rang kacang tanah di Bengkulu yang
adalah Beauveria bassiana (Balsamo) dan
menyebabkan gagal panen (Apriyanto et
Metarhizium anisopliae var. anisopliae.
al., 2008). Berdasarkan survei awal yang
Kedua cendawan ini efektif mengen-
dilakukan pada tahun 2010 di Kabupaten

79
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

dalikan Plutella xylostella (Pujiastuti, Tanah sampel dimasukkan ke


2006; Nunihlawati et al. 2012), ulat krop dalam kantong plastik, diberi label dan
kubis Crocidolomia pavonana (Trizelia, disimpan dalam kotak pendingin (box
2005; Nuraida, 2006), ulat grayak cooler). Sampel kemudian dibawa ke
Spodoptera litura (Prayogo et al., 2005), laboratorium dan diisolasi menggunakan
dan hama penggerek buah kakao (PBK) metode pengenceran (Hamid et al., 2012).
Conopomorpha cramerella (Trizelia et al., Isolasi dilakukan secara aseptis di
2013). ruangan lemari asam dengan mengambil
Hasyim et al. (2009) menjelaskan 10 gram dari masing-masing sampel
bahwa cendawan entomopatogen yang tanah, lalu dimasukkan dalam 100 ml
virulen dapat diperoleh dari hama target akuades steril yang telah diberi larutan
atau dari rizosfir pada ekosistem per- agristik dalam gelas erlenmeyer 250 ml
tanaman dimana hama tersebut berada, dan dihomogenkan dengan vortex selama
karena tanah merupakan reservoar alami 2 menit. Suspensi tanah diencerkan (serial
bagi cendawan entomopatogen. Meyling dilution) sampai 10-3 dan 0,1 ml suspensi
dan Eilenberg (2007) melaporkan cen- dimasukkan dalam cawan petri kaca yang
dawan entomopatogen yang berhasil di- telah berisi media PDA dan diinkubasi
isolasi dari tanah antara lain dari genus selama 2-4 hari.
Beauveria, Isaria (Cordycipitaceae) dan Setelah ada cendawan yang tum-
Metarhizium (Clavicipitaceae). Selanjutnya buh, selanjutnya dilakukan pemurnian
Rishi et al. (2013) berhasil mengisolasi 6 berdasarkan bentuk dan warna koloni
jenis cendawan dari larva Galleria yang berbeda dengan cara di potong 1x1
mellonella antara lain: Fusarium cm pada cendawan yang tumbuh lalu
oxysporum, Aspergillus flavus, B. bassiana, dipindahkan pada cawan petri dengan
M. anisopliae, Fusarium sp., dan media PDA hingga didapatkan koloni
Paecilomyces sp. Penelitian ini bertujuan cendawan yang benar-benar murni.
untuk mengetahui keanekaragaman cen- Cendawan lalu diperbanyak dalam
dawan entomopatogen yang terdapat di media PDA dengan cara menumbuhkan
rizosfir kacang tanah yang berpotensi potongan cendawan rizosfir yang ber-
mengendalikan E. zinckenella di lapangan. diameter 0,8 cm dengan menggunakan
cork borer dan diinkubasi pada suhu ruang
METODOLOGI
selama 15 hari.
Penelitian ini telah dilaksanakan
Penyiapan cendawan uji
pada bulan September sampai November
Pengujian menggunakan larva T.
2014 di Laboratorium Pengendalian
Hayati Fakultas Pertanian Universitas molitor instar V dengan cara memasukkan
larva T. molitor sebanyak 40 ekor pada
Andalas.
media PDA yang berisi biakan cendawan
Seleksi cendawan entomopatogen hasil isolasi. Larva dibiarkan pada media
Pengoleksian cendawan menggu- biakan selama 24 jam agar terjadi kontak
nakan metode eksplorasi yaitu dengan antara konidia dengan serangga. Kemu-
mengambil sampel dari tanah perakaran dian 10 ekor larva dipindahkan ke dalam
kacang tanah di sentra produksi kacang petri plastik berdiameter 9 cm dan diberi
tanah di Nagari Sawah Tangah Kabupaten makan berupa pelet ikan. Pengamatan
Tanah Datar. Sekitar 500 g tanah diambil terhadap larva yang terinfeksi cendawan
di sekitar perakaran kacang tanah setelah (sporulasi) dilakukan selama 7 hari setelah
digali sedalam 10 - 15 cm, pada 10 titik aplikasi.
sampel yang terdapat di dua lokasi.

80
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

Larva yang terinfeksi disterilisasi Pengujian


permukaan dengan merendam pada Inokulasi cendawan entomopa-
akuades selama 1 menit, alkohol 70% togen pada larva E. zinckenella instar V
selama 1 menit dan dimasukkan kembali dilakukan dengan cara menyemprotkan
pada akuades selama 1 menit lalu suspensi cendawan menggunakan hand
dikeringanginkan dengan kertas saring sprayer yang berisi suspensi konidia pada
steril. Larva dimasukkan ke dalam cawan konsentrasi 108 konidia/ml secara merata
petri yang telah berisi kertas tisu lembab pada tubuh larva. Jumlah larva yang
steril dan diinkubasi untuk merangsang diperlakukan untuk setiap satuan per-
pertumbuhan cendawan entomopatogen. cobaan adalah 10 ekor larva.
Konidia cendawan yang tumbuh diambil Larva dimasukkan ke dalam kotak
dengan jarum ose dan dipindahkan ke plastic yang telah diberi polong kacang
dalam cawan petri yang telah berisi media giring-giring sebagai pakan. Pakan ini
PDA sampai diperoleh biakan murninya. diganti setiap hari untuk menjaga kadar
Isolat yang telah murni, diisolasi dan air dan kesegarannya. Setelah itu kotak
diperbanyak pada media SDAY sebagai plastik ditutup dengan kain kassa. Untuk
sumber cendawan entomopatogen untuk perlakuan kontrol, larva E. zinckenella
pengujian hama target (larva instar V) E. instar V disemprot dengan akuades steril
zinckenella. yang telah ditambah dengan satu tetes
Konidia cendawan dipanen dengan larutan agristik.
cara menambahkan 5 ml akuades steril Uji patogenisitas cendawan terseleksi
dan larutan agristik sebagai bahan perata
Isolat cendawan yang menun-
ke dalam cawan petri dan konidia dilepas jukkan sporulasi (munculnya miselia cen-
dari media dengan kuas halus. Suspensi dawan) pada tubuh larva kemudian diuji
disaring dan konsentrasi konidia dihitung lanjut patogenisitasnya terhadap larva E.
di bawah mikroskop dengan bantuan zinckenella instar V menggunakan Ran-
haemo-cytometer. cangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
Pemeliharan serangga uji dari perlakuan sebanyak isolat yang telah
Larva E. zinckenella diperoleh dari diseleksi, masing-masing dengan 3
lapangan (kacang giring-giring), dipelihara ulangan.
dalam kotak dan diberi makan polong Pengamatan dan analisis data
kacang giring-giring yang masih muda, Pengamatan meliputi: identifikasi
yang diperoleh di sekitar Limau Manih - cendawan entomopatogen, mortalitas
Padang. Bagian atas kotak plastik ditutup larva, persentase pupa yang terbentuk,
dengan kain kassa. Ketika larva memasuki persen-tase imago yang terbentuk,
masa prapupa, larva dipindahkan ke kotak efektivitas perlakuan, dan laju pertum-
plastik yang berisi serbuk gergaji dan buhan diameter koloni cendawan.
ditutup dengan kain kassa dan dibiarkan Identifikasi dilakukan secara mak-
sampai terbentuk imago. roskopis dan mikroskopis. Pengamatan
Imago dipindahkan ke dalam makroskopis cendawan dilakukan secara
kurungan serangga dan diberi beberapa visual terhadap warna, bentuk dan arah
polong kacang giring-giring sebagai pertumbuhan koloni saat biakan cenda-
tempat peletakan telur bagi imago betina, wan entomopatogen berumur + 15 hari
dan 10 % madu yang diberikan dengan setelah inkubasi dalam media PDA.
kapas dan diletakkan di atas kurungan Pengamatan secara mikroskopis meliputi
kain kasa. Telur yang dihasilkan imago, pengamatan terhadap percabangan koni-
dipelihara sampai instar V. diofor dan bentuk konidia cendawan.

81
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

laju pertumbuhan diameter koloni : C = Jumlah larva yang berhasil menjadi


Rumus yang digunakan adalah: imago
Mortalitas larva: B = Jumlah keseluruhan larva uji (10
𝑎 ekor)
𝑀 = 𝑥 100
𝑏
Persentase penekanan pupa dan imago
Keterangan: terbentuk:
M = Mortalitas larva uji (%) 𝐾−𝑃
𝐸= 𝑥 100
a = Jumlah larva uji yang mati 𝐾
b = Jumlah keseluruhan larva uji (10 ekor)
Keterangan:
Persentase peningkatan mortalitas: E = Efektivitas penekanan (%)
𝑃−𝐾 P = data pengamatan pada perlakuan
𝑃𝑀 = 𝑥 100
𝑃 K = data pengamatan pada kontrol
Keterangan: HASIL
PM = Peningkatan mortalitas (%)
Seleksi isolat cendawan entomopatogen
P = data pengamatan pada perlakuan
Diperoleh 16 isolat cendawan pada
K = data pengamatan pada kontrol
rizosfir kacang di Nagari Sawah Tangah
Persentase pupa terbentuk: Kec.Pariangan Kab.Tanah Datar, yang
𝑐 terdiri dari genus Metarhizium (isolat STA
𝑃 = 𝑥 100
𝑏 1, STA 5 dan STB 3.1) dan genus
Keterangan: Trichoderma isolat STA 2.2. (Gambar 1).
P = Persentase pupa terbentuk (%) Semua isolat diseleksi dengan menguji
C = Jumlah larva yang berhasil menjadi patogenesitasnya terhadap larva Tenebrio
pupa molitor.
b = Jumlah keseluruhan larva uji (10 ekor) Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terjadi mortalitas atau kematian
Persentase imago terbentuk: dari larva T. molitor yang beragam, mulai
𝑑 dari 0% sampai 100%. Mortalitas tertinggi
𝐼 = 𝑥 100
𝑏 terjadi pada larva yang diberi isolat STA 5
Keterangan: dan STB 3.1 (100%). Dua isolat lainnya
I = Persentase imago terbentuk (%) yang menyebabkan mortalitas larva diatas
50 % adalah STA 1 dan STA 2.2 (Tabel 1).

82
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

Gambar 1. Bentuk makroskopis dan mikroskopis isolat Metarhizium dan Trichoderma.


A1(STA 1), A2 (STA 5), A3 (STA 3.1), A4 (STA 2.2); makroskopis cendawan secara
utuh, B. Mikroskopis konidiofor dan C. Mikroskopis konidia.
Tabel 1. Mortalitas dan sporulasi larva T. molitor setelah inokulasi cendawan rizosfir
No. Perlakuan Isolat Mortalitas larva (%) Sporulasi
1 Kontrol 10,0 -
2 STA 1 87,5 +
3 STA 2.1 20,0 -
4 STA 2.2 50,0 +
5 STA 3 0 -
6 STA 4.1 25,0 -
7 STA 4.2 15,0 -
8 STA 5 100,0 +
9 STB 1 0 -
10 STB 2.1 27,5 -
11 STB 2.2 0 -
12 STB 3.1 100,0 +
13 STB 3.2 17,5 -
14 STB 3.3 25,0 -
15 STB 4.1 12,5 -
16 STB 4.2 0 -
17 STB 5 0 -
Keterangan : Angka yang ditebalkan adalah isolat dengan mortalitas tinggi dan mampu bersporulasi pada
tubuh larva. + = ada, - = tidak ada.

Uji patogenisitas peningkatan mortalitas sebesar 150,04 -


Mortalitas larva 275,09%. Tidak ada pengaruh perbedaan
Inokulasi isolat cendawan antar isolat terhadap mortalitas larva
entomopatogen meningkatkan mor-talitas (Tabel 2).
larva E. zinckenella dengan persentase

83
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

Tabel 2. Mortalitas larva E. zinckenella (5 hari setelah perlakuan)


Isolat cendawan Mortalitas larva (%) Peningkatan mortalitas (%)
STB 3.1 (E) 50,00 a 275,09
STA 1 (B) 46,67 a 250,11
STA 5 (D) 40,00 a 200,07
STA 2.2 (C) 33,33 a 150,04
Kontrol (A) 13,33 b -
KK = 29,88%
Angka pada lajur yang sama diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut uji lanjut LSD
taraf 5%
STA 5 6,71
Berdasarkan nilai LT50 isolat STA 1
STA 2.2 8,80
memiliki waktu yang paling cepat dalam
mematikan larva yaitu 5,58 hari. Hal ini Persentase pupa terbentuk
berarti bahwa isolat STA 1 mampu Inokulasi isolat cendawan
mematikan larva E. zinckenella sebesar cenderung menurunkan persentase pupa
50% dalam waktu 5,58 hari (Tabel 3). terbentuk dengan persentase penekanan
Tabel 3. Nilai LT50 isolat cendawan sebesar 24-44%. Penurunan pupa
entomopatogen terbentuk secara nyata terlihat pada
inokulasi isolat STA 1 dan STB 3.1 (Tabel
Kode Isolat LT50 (Hari)
4).
STA 1 5,58
STB 3.1 5,76
Tabel 4. Persentase pupa E. zinckenella yang terbentuk setelah inokulasi isolat cendawan
entomopatogen.
Isolat Cendawan Pupa Terbentuk (%) Penekanan (%)
Kontrol (A) 83,33 a -
STA 2.2 (C) 63,33 a b 24,00
STA 5 (D) 60,00 a b 28,00
STB 3.1 (E) 50,00 b 40,00
STA 1 (B) 46,67 b 44,00
KK = 22,11%
Angka pada lajur yang sama diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut uji lanjut LSD
taraf 5%.
Persentase imago terbentuk – 66,66%. Penurunan persentase imago
Inokulasi isolat cendawan terbentuk yang paling tinggi terjadi pada
menurunkan persentase imago terbentuk inokulasi isolat STA 5, STB 3.1, STA 1
dengan persentase penekanan sebesar 25 (Tabel 5).

Tabel 5.Persentase imago E. zinckenella yang terbentuk setelah inokulasi isolat cendawan
entomopatogen.
Isolat Cendawan Imago Terbentuk (%) Penekanan (%)
Kontrol (A) 80,00 a -
STA 2.2 (C) 60,00 b 25,00
STA 1 (B) 33,33 c 58,34

84
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

STB 3.1 (E) 30,00 c 62,50


STA 5 (D) 26,67 c 66,66
KK = 18,62%
Angka pada lajur yang sama diikuti huruf kecil yang sama adalah berbeda tidak nyata menurut uji lanjut LSD
taraf 5%.

Laju pertumbuhan koloni cendawan cendawan telah memenuhi cawan petri


Dari 4 isolat yang diuji, isolat STA yaitu 9 cm. Sedangkan pada isolat STA 3.1,
2.2 merupakan isolat yang paling cepat STA 1 dan STA 5 pertumbuhan koloni
pertumbuhan koloninya dibandingkan hampir sama. Dengan pertumbuhan
lainnya. Sejak mulai hari ke-1 maksimal pada hari ke-7 baru mencapai 4
pertumbuhan koloninya telah mencapai cm untuk ketiga isolat tersebut (Gambar
1,5 cm dan terus bertambah dengan 2).
cepat. Pada hari ke-5 pertumbuhan koloni
9
diameter koloni cendawan

8
7
6
5 STA 2.2 Trichoderma
(cm)

4 STB 3.1 Metarhizium


3
STA 1 Metarhizium
2
STA 5 Metarhizium
1
0
1 2 3 4 5 6 7
pengamatan hari ke-

Gambar 2. Grafik rata – rata diameter koloni isolat cendawan entomopatogen setelah 1-7
hari masa inkubasi.
PEMBAHASAN diduga dipengaruhi oleh virulensi isolat
cendawan. Semakin virulen suatu isolat
Hasil koleksi cendawan dari rizosfir
kacang tanah diperoleh 16 isolat cendawan maka semakin tinggi pula
kematian larva. Neves dan Alves (2004)
cendawan dengan karakter morfologi
menjelaskan bahwa kematian serangga
yang beragam. Keragaman tersebut
berkaitan erat dengan kondisi tanah sangat dipengaruhi oleh virulensi dari
cendawan tersebut. Isolat cendawan yang
seperti kandungan air tanah, bahan
menunjukkan patogen terhadap larva
organik tanah dan lain-lain. Hal ini sesuai
biasanya akan menyebabkan mortalitas
dengan pernyataan Ekesi et al., (2003)
tinggi dan ditandai adanya sporulasi pada
yang menjelaskan bahwa keragaman
tubuh larva. Hasil penelitian Anwar
cendawan rizosfir dipengaruhi oleh
(2008), larva Phragmataecia castanae
kandungan air tanah, tingginya bahan
yang di-aplikasi dengan cendawan
organik tanah dan suhu rendah.
entomo-patogen memiliki mortalitas
Setiap isolat dapat meningkatkan
sebesar 80% dan ditandai munculnya
mortalitas larva dibandingkan kontrol,
miselia cendawan (sporulasi) pada
namun tidak ada pengaruh perbedaan
permuka-an tubuh serangga. Mortalitas
antar isolat terhadap mortalitas larva
larva E. zinckenella menurut Thungrabeab
(Tabel 2). Kematian larva yang beragam

85
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

et al. (2006) cit Budi et al. (2013) dapat merusak secara langsung fungsi
termasuk kategori patogenisitas sedang. tubuh terutama dalam pembentukan hor-
Berdasarkan LT 50, maka isolat STA 1 mon, yaitu hormon pergantian dan pem-
tergolong yang terbaik (Tabel 3). Hasil bentukan kulit (Samsinokova, 1968 cit
pengamatan ini berbeda dengan yang Kurnia, 1998).
dilaporkan oleh Nunihlawati et al. (2012) Laju pertumbuhan koloni menun-
yang mendapatkan nilai LT50 terendah jukkan isolat STA 2.2 (Trichoderma) mer-
yaitu 2,26 hari dan tertinggi 3,86 hari pada upakan isolat yang paling cepat partum-
beberapa isolat Metarhizium. Salah satu buhan koloninya dibandingkan dengan
factor yang menyebabkan perbedaan isolat yang lainnya. Hal ini sesuai dengan
tersebut adalah penggunaan stadia larva. karakteristik cendawan Trichoderma yang
Trizelia (2005) menyatakan bahwa stadia memiliki pertumbuhan dan daya koloni-
perkembangan serangga juga mempeng- sasi yang cepat dan juga karena
aruhi keberhasilan penggunaan cendawan kandungan nutrisi yang ada pada media
entomopatogen. SDAY sesuai untuk pertumbuhan koloni.
Isolat yang berhasil menurunkan Pada isolat Metarhizium (STA 1, STA 5 dan
pupa terbentuk secara nyata adalah STA 1 STB 3.1) pertumbuhan koloninya relatif
dan SB 3.1 (Tabel 4). Sementara itu, isolat lambat. Penelitian yang dilakukan oleh
yang berhasil menurunkan imago terben- Nuraida dan Hasyim (2009) menunjukkan
tuk paling tinggi adalah STA 5, STB 3.1 dan bahwa diameter koloni cendawan
STA 1 (Tabel 5). Metarhizium baru mencapai 3,21 cm
Rendahnya persentase pupa ter- setelah 7 hari pengamatan pada media
bentuk pada isolat STA 1 (Metarhizium) SDAY.
karena cendawan memiliki toksin yang Mortalitas yang tinggi oleh isolat STB
menghambat pembentukan pupa. 3.1 (Metarhizium) disebabkan karena
Tanada & Kaya (1993) mengemukakan, cendawan Metarhizium memproduksi
Metarhizium spp. menghasilkan toksin toksin dan senyawa enzim yang dapat
yaitu destruksin yang bisa membunuh mematikan larva. Saat terjadi kontak
serangga inang dengan merangsang atau antara propagul cendawan dengan tubuh
memacu terjadinya kerusakan jaringan serangga cendawan M. anisopliae
serangga, kehilangan keutuhan struktural menghasilkan senyawa mukopolisakarida
membran dan kemudian terjadi dehidrasi. (Feron, 1985). Senyawa enzim yang
Di samping itu, kegagalan larva mem- dikeluarkan oleh M. anisopliae yaitu
bentuk pupa juga mempengaruhi pem- lipase, kitinase, amilase, proteinase,
bentukan pupa. Pupa yang terbentuk pospatase, dan esterase saat proses invasi
dengan kondisi abnormal memiliki ukuran dan penetrasi berlangsung (Lee dan Hou
lebih kecil, per-mukaannya lebih keriput 1989; Freimoser et al. 2003 cit Prayogo et
dan gelap, lembek jika ditekan dan akan al. 2005). M. anisopliae juga menghasilkan
muncul hifa atau miselia jika terinfeksi racun cylopeptida, destruxin, dan
cendawan setelah beberapa hari pupa desmethyldestruxin yang memiliki aktifitas
terbentuk. larvasidal terhadap larva (Mittler, 1994 cit
Kurnia (1998) menjelaskan bahwa Widiyanti dan Muyadihardja, 2004).
larva yang terinfeksi pada tahap awal KESIMPULAN
mempunyai peluang untuk lolos menjadi
pupa, tetapi pada tahap selanjutnya dapat Ditemukan 4 isolat cendawan yang
menimbulkan kematian. Cendawan ento- bersifat entomopatogen dari rizosfir
mopatogen menghasilkan toksin yang kacang tanah di Kecamatan Pariangan

86
Amri F. Et al. Patogenisitas Cendawan Entomopatogen

yaitu isolat STA 1, STA 2.2, STA 5 dan STB Fakultas Pertanian. Universitas
3.1. Isolat STA 1 (Metarhizium) tergolong Andalas. Padang.
isolat terbaik berdasarkan nilai pening- Prayogo Y, Tengkano dan Marwoto, W.
katan mortalitas larva, LT50, persentase 2005. Prospek cendawan
pupa dan imago terbentuk. entomopatogen M. anisopliae untuk
mengendalikan ulat grayak
DAFTAR PUSTAKA Spodoptera litura pada kedelai.
Apriyanto D, Sriwidodo dan Priyatiningsih. Jurnal Litbang Pertanian 24 (1): 19-
2008. Incidence of soybean pod 26.
borer on groundnut (Arachis Rishi RR, RK Borah, R Kumar dan S Pandey.
hypogea L.). Jurnal Akta Agrosia 2013. Isolation, identification and
11(1): 41-46. mass production of soil microbes
Hamid H, Reflinaldon dan Trizelia. 2012. and their utility for biocontrol.
Teknologi pengendalian hama International Journal of Advanced
penggerek polong kacang tanah Life Sciences 6(3): 168-173.
berbasis varietas tahan dan Trizelia, Nurbailis dan D Ernawati. 2013.
penggunaan agens hayati. [Laporan Virulensi berbagai isolat jamur
Akhir Penelitian Unggulan entomopatogen Metarhizium spp.
Perguruan Tinggi]. Fakultas terhadap hama penggerek buah
Pertanian. Universitas Andalas. kakao Conopomorpha cramerella
Padang. snell. (Lepidoptera: Gracil-lariidae).
Hasyim A, Nuraida dan Trizelia. 2009. Jurnal HPT Tropika 13 (2): 151–158.
Patogenisitas jamur entomo- Trizelia. 2005. Cendawan Entomo-patogen
patogen terhadap stadia telur dan B.bassiana, keragam-an genetik,
larva hama kubis Crocidolomia karakter fisiologi dan virulensi
pavonana Fabricius. Jurnal terhadap Croccidolomia pavonana.
Hortikultura 19(3): 334-343. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. The pest of crops in Bogor.
Indonesia. Revisi oleh P.A Van der
Laan. Jakarta PT. Ichtiar Baru-Van
Hoeve. Terjemahan De Plagen van
de Cultuurgewassen in Indonesie.
Meyling N dan J Eilenberg. 2007. Ecology
of the entomo-pathogenic fungi
Beauveria bassiana and
Metarhizium anisopliae in
temperate agro-ecosystems:
Potential for Conservation Biological
Con-trol. Biological Control 43: 145-
155.
Obel. 2012. Tingkat Ketahanan beberapa
varietas kacang tanah (Arachis
hypogaea L.) terhadap hama
penggerek polong Etiella zincknella
Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) di
Kabupaten Pasaman Barat. [Skripsi].

87

You might also like