You are on page 1of 31

Volume 11, Nomor 3, Juni 2015

Halaman 73–78
DOI: 10.14692/jfi.11.3.73
ISSN: 0215-7950

Eksplorasi Bakteri Endofit dari Akar Tanaman Adam Hawa dan


Potensinya sebagai Agens Hayati dan Pemacu Pertumbuhan
Tanaman Padi

Exploration of Endophytic Bacteria from Root of Adam Hawa Plant


and Their Potency as a Biocontrol Agents and Plant Growth
Promoting Agents on Rice

Ankardiansyah Pandu Pradana, Diana Putri, Abdul Munif*


Institut Pertanian Bogor, Darmaga 16680

ABSTRAK

Adam Hawa (Rhoeo discolor) merupakan tanaman yang memiliki tingkat adaptasi yang baik pada
berbagai kondisi lingkungan. Kemampuan tersebut diduga karena adanya asosiasi mutualistik dengan
bakteri endofit. Penelitian ini bertujuan mengisolasi bakteri endofit dari akar tanaman Adam Hawa dan
menguji potensinya sebagai agens hayati dan pemacu pertumbuhan tanaman. Isolasi bakteri endofit
dilakukan dengan tahapan metode sterilisasi permukaan sampel akar, penggerusan, pengenceran, dan
penanaman pada medium tryptone soya agar (TSA). Sebanyak 21 isolat bakteri endofit berhasil diisolasi
dari akar tanaman Adam Hawa. Berdasarkan uji hipersensitif pada daun tanaman tembakau, sebanyak
19 isolat menunjukkan reaksi negatif (tidak terbentuk gejala nekrosis) dan hanya 2 isolat menunjukkan
reaksi positif (terdapat gejala nekrosis). Hasil uji terhadap aktivitas biokontrol dan pemacu pertumbuhan
tanaman padi menunjukkan 7 isolat bakteri endofit mampu menghambat pertumbuhan Fusarium
oxysporum secara in vitro dan 12 isolat mampu meningkatkan pertumbuhan bibit padi.
Kata kunci: aktivitas biokontrol, Fusarium oxysporum, uji hipersensitif

ABSTRACT

Rhoeo discolor has been known to have a good adaptation to various environmental conditions.
This character might be due to mutualistic association with endophytic bacteria. The objective of this
study was to isolate endophytic bacteria from roots of R. discolor and to evaluate their potency as
biocontrol agents and plant growth promoters. The methods to isolate endophytic bacteria involved
the following methods, sterilization of root surface, grinding of root tissues, dilution, and plating in
the medium tryptone soya agar (TSA). A total of 21 isolates of endophytic bacteria were isolated from
the roots of R. discolor. Based on hypersensitivity test on tobacco leaves, 19 isolates showed negative
reaction (no necrosis symptom) and only 2 isolates showed positive reaction (necrosis was developed).
The results on biocontrol and growth promoters assay showed that 7 isolates were able to inhibit the
growth of Fusarium oxysporum under in vitro test and 12 isolates were able to increase the growth of
rice seedlings.
Key words: biocontrol activity, Fusarium oxysporum, hypersensitivity test

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680.
Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: munif73@gmail.com

73
J Fitopatol Indones Pradana et al.

PENDAHULUAN dari lingkungan yang kurang subur, kurang


mendapat air, namun pertumbuhan tanaman
Tanaman Adam Hawa (Rhoeo discolor) tetap baik. Sebanyak 5 tanaman R. discolor
merupakan tanaman yang telah lama digunakan diambil dari lingkungan pekarangan di
sebagai obat kanker dan penyakit degeneratif Darmaga, Bogor. Akarnya dicuci, kemudian
lainnya seperti penyakit parkinson. Tanaman dikeringanginkan. Sebanyak 1 g akar dari
ini mengandung senyawa antioksidan dan setiap tanaman disterilkan menggunakan
antimutagen yang berpotensi sebagai agens alkohol 70% selama 1 menit, kemudian
phytomedicine. Selain itu ekstrak etanol yang direndam dalam larutan NaOCl 3% yang
terkandung dalam tanaman juga digunakan telah diberi Tween 20 0.05% selama 1 menit,
dalam penelitian genetika (Frolich dan Nagl lalu dibilas menggunakan akuades steril
1979). sebanyak 3 kali. Akar yang sudah disterilkan
Bakteri endofit dilaporkan mempunyai ditempelkan pada medium tryptone soya
pengaruh positif terhadap pertumbuhan agar (TSA) untuk memastikan bahwa tidak
tanaman karena mampu mengendalikan ada kontaminan yang terbawa. Jika dalam
penyakit dan memacu pertumbuhan tanaman. waktu 48 jam terdapat mikrob yang tumbuh
Bakteri ini hidup dalam jaringan tanaman pada TSA (kontrol) maka akar tersebut tidak
tanpa menimbulkan gejala penyakit pada digunakan dalam proses selanjutnya.
tanaman. Setelah diketahui tidak ada mikrob yang
Bakteri endofit yang diisolasi dari tumbuh, sampel akar tersebut digerus dan
tanaman nilam, Achromobacter xylosoxidans, ditambah 10 mL akuades steril, kemudian
Alcaligenes faecalis, Bacillus cereus, B. diencerkan bertahap sampai dengan pe-
subtilis, dan Pseudomonas putida, dapat ngenceran 10-2. Sebanyak 100 µL suspensi
menekan populasi Pratylenchus brachyurus ditumbuhkan pada medium TSA 20%
hingga 82% dan meningkatkan pertumbuhan (6 g TSB dan 3 g agar-agar bakto untuk
nilam sebesar 87% (Harni et al. 2007). 1000 mL akuades) dan diinkubasi selama
Munif dan Harni (2011) melaporkan bahwa 48 jam. Bakteri yang memiliki bentuk
bakteri endofit dapat menekan puru pada morfologi yang berbeda dimurnikan pada
akar bibit lada 70–90% serta meningkatkan medium TSA 100% (30 g TSB dan 15 g agar-
pertumbuhan tanaman. Secara langsung, agar bakto untuk 1000 mL akuades). Koloni
bakteri endofit dapat menyediakan nutrisi tunggal yang tumbuh diamati bentuk koloni,
bagi tanaman, seperti nitrogen, fosfat; dan bentuk tepi bakteri, dan pewarnaan Gram.
menghasilkan hormon pertumbuhan seperti Selanjutnya bakteri disimpan dalam biakan
etilen, auksin dan sitokinin (Hallmann et al. murni untuk uji lanjut.
1997). Secara tidak langsung bakteri endofit
mampu menekan pertumbuhan patogen Uji Hipersensitif
melalui mekanisme resistensi terinduksi. Uji hipersensitif bertujuan menentukan
Penelitian bertujuan mengisolasi bakteri
isolat bakteri endofit yang berpotensi sebagai
endofit dari akar tanaman R. discolor bakteri patogen. Pengujian dilakukan dengan
dan menguji potensinya untuk menekan menumbuhkan 1 koloni tunggal bakteri ke
pertumbuhan Fusarium oxysporum secara in
dalam 10 mL medium TSB 100% kemudian
vitro serta potensinya untuk meningkatkan
dikocok selama 48 jam. Sebanyak 3 mL
pertumbuhan bibit padi. suspensi bakteri dalam medium TSB (108 sel
mL-1) diinjeksi pada daun tanaman tembakau.
BAHAN DAN METODE Setelah 48 jam diamati gejala yang muncul,
apabila terjadi nekrosis maka bakteri tersebut
Isolasi Bakteri Endofit berpotensi sebagai patogen pada tanaman dan
Tanaman R. discolor yang digunakan tidak digunakan pada uji lanjut.
sebagai sumber bakteri endofit diambil

74
J Fitopatol Indones Pradana et al.

Uji Kemampuan Bakteri Endofit dalam terdiri atas 10 tanaman. Peubah yang diamati
Menghambat Pertumbuhan F. oxysporum ialah tinggi tanaman, panjang akar, dan jumlah
Uji ini bertujuan mendapatkan bakteri daun. Analisis data dilakukan menggunakan
endofit yang berpotensi sebagai agens SAS versi 9.1.
pengendali hayati terhadap F. oxysporum.
Isolat F. oxysporum berasal dari koleksi HASIL
Laboratorium Mikologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Institut Bakteri Endofit dari Akar R. discolor
Pertanian Bogor. F. oxysporum ditumbuhkan Sebanyak 21 isolat bakteri endofit berhasil
bersamaan dengan bakteri endofit pada diisolasi dari R. discolor (Tabel 1). Berdasarkan
medium agar-agar dektrosa kentang (ADK). bentuk, sudut, dan tepi koloni, bakteri endofit
Bakteri endofit ditumbuhkan pada bagian dapat dikelompokkan menjadi 9 morfospesies.
tengah cawan petri, kemudian F. oxysporum Bentuk koloni bakteri hasil isolasi sebagian
ditumbuhkan pada ¼ bagian dari cawan besar (13 isolat) berbentuk bulat, sisanya
petri. Uji ini diulang 2 kali. Pertumbuhan F. berbentuk tidak beraturan. Sebanyak 15 isolat
oxysporum yang menuju ke arah bakteri dan merupakan bakteri Gram positif dan 6 isolat
berlawanan arah dengan bakteri diukur pada Gram negatif. Pada uji hipersensitif diperoleh
hari ke-5 dengan rumus: 2 isolat (BE10 dan BE17) yang menimbulkan
R1 - R2 nekrosis pada tanaman tembakau, sedangkan
P= R1 × 100%, dengan 19 isolat lainnya tidak menimbulkan nekrosis.
P, persentase penghambatan pertumbuhan
(%); R1, jarak jari-jari miselium hingga tepi Kemampuan Bakteri Endofit dalam
cawan petri (cm); R2, jarak jari-jari miselium Menghambat Pertumbuhan F. oxysporum
hingga tepi zona hambat (cm). Uji in vitro pada 19 isolat bakteri
endofit dalam menghambat pertumbuhan F.
Uji Bakteri Endofit terhadap Pertumbuhan oxysforum menunjukkan bahwa sebanyak
Bibit Padi 8 isolat mempunyai kemampuan menghambat
Uji ini bertujuan menentukan kemampuan pertumbuhan F. oxysporum dengan persentase
bakteri endofit dalam meningkatkan per- penghambatan sebesar 25–87% (Tabel 1). Hal
tumbuhan tanaman padi. Sebanyak 1 koloni ini berarti bahwa 42% isolat bakteri endofit
tunggal bakteri ditambahkan pada 10 mL yang diisolasi dari akar tanaman R. discolor
medium TSB 100% (30 g TSB dalam bersifat antagonis terhadap F. oxysporum. Isolat
1000 mL akuades), kemudian dikocok selama yang terbaik dalam menghambat F. oxysporum
48 jam dengan kecepatan 100 rpm pada suhu secara in vitro ialah isolat BE6 dan BE8.
27 °C. Sebanyak 30 biji padi disterilkan
permukaannya menggunakan alkohol 70% Kemampuan Bakteri Endofit dalam
yang diberi Tween 20 0.05% selama 40 Meningakatkan Pertumbuhan Bibit Padi
detik dan dibilas dengan akuades sebanyak 3 Hasil pengamatan pertumbuhan tinggi
kali. Selanjutnya benih padi dimasukkan ke dan panjang akar bibit padi menunjukkan
dalam suspensi bakteri dengan konsentrasi hasil yang beragam. Sementara pada panjang
108–109 sel mL-1. Perendaman biji padi dalam akar, persentase bakteri endofit memberikan
suspensi bakteri dilakukan selama 24 jam, pengaruh pertambahan panjang akar lebih baik
kemudian benih ditumbuhkan pada medium dari kontrol sebesar 42.11%, dan juga memberi
tanam campuran tanah dan kompos dengan pengaruh pada jumlah daun. Pertambahan
perbandingan 1:1 (v/v) yang telah disterilkan tinggi bibit dan panjang akar mengindikasikan
hingga tanaman berumur 4 minggu (Munif et adanya potensi bakteri endofit dalam memacu
al. 2012b). pertumbuhan tanaman (Tabel 2). Isolat terbaik
Uji ini disusun dalam rancangan acak yang mampu memacu pertumbuhan bibit padi
kelompok dengan 3 ulangan. Setiap perlakuan ialah isolat BE 4 dan BE 18.

75
J Fitopatol Indones Pradana et al.

Tabel 1 Ciri bakteri endofit asal akar tanaman Rhoeo discolor dan kemampuannya menghambat
pertumbuhan Fusarium oxysporum
Isolat Gram Reaksi Morfologi koloni Persentase penghambatan
bakteri hipersensitif terhadap F. oxysporum (%)
BE1 Positif - Irregular flat lobate 0.0
BE2 Negatif - Circular raise entire 25.0
BE3 Positif - Circular flat entire 25.0
BE4 Positif - Irregular flat lobate 0.0
BE5 Positif - Circular umbonate entire 0.0
BE6 Positif - Irregular flat undulate 87.5
BE7 Positif - Circular convex entire 25.0
BE8 Positif - Circular raise entire 87.5
BE9 Positif - Circular raise entire 0.0
BE10 Positif + Circular umbonate entire 25.0
BE1 Negatif - Irregular raise unridulate 50.0
BE12 Positif - Circular raised entire 0.0
BE13 Positif - Irregular flat undulate 0.0
BE14 Positif - Irregular flat entire 0.0
BE15 Negatif - Circular riase entire 0.0
BE16 Negatif - Circural raise entire 0.0
BE17 Positif + Circural raise entire 0.0
BE18 Negatif - Circural raise entire 0.0
BE19 Positif - Circural raise entire 0.0
BE20 Negatif - Circural conv entire 0.0
BE21 Positif - Irregular flat lobate 0.0

Tabel 2 Pertumbuhan bibit padi varietas Ciherang pada 4 minggu setelah tanam setelah benih
diberi perlakuan bakteri endofit

Isolat bakteri endofit Jumlah daun Panjang akar (cm) Tinggi bibit (cm)
BE1 3.04 abc 8.53 ab 16.84 a
BE2 3.24 abc 9.62 ab 16.42 a
BE3 3.21 abc 10.13 ab 18.00 a
BE4 3.28 ab 10.21 ab 17.48 a
BE5 2.86 c 9.48 ab 17.12 a
BE6 3.31 a 13.50 a 18.40 a
BE7 3.00 abc 9.82 ab 17.64 a
BE8 3.15 abc 8.70 ab 17.70 a
BE9 3.07 abc 6.38 b 18.21 a
BE10 3.03 abc 7.20 b 16.98 a
BE1 3.04 abc 8.40 ab 18.05 a
BE12 3.03 abc 7.35 b 17.65 a
BE13 2.94 abc 8.90 ab 18.49 a
BE14 3.00 abc 8.60 ab 16.23 a
BE15 3.16 abc 10.16 ab 17.11 a
BE16 3.04 abc 9.56 ab 16.87 a
BE17 3.05 abc 6.83 b 16.52 a
BE18 3.08 abc 8.30 ab 18.40 a
BE19 3.03 abc 7.66 b 17.72 a
BE20 2.89 bc 7.03 b 17.24 a
BE21 3.25 abc 7.50 ab 18.26 a
Kontrol 3.24 abc 9.01 ab 16.49 a
Angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

76
J Fitopatol Indones Pradana et al.

PEMBAHASAN Mekanisme kerja bakteri endofit sebagai agens


hayati ialah menghasilkan senyawa antimikrob
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk melawan patogen, menghasilkan zat
beberapa isolat bakteri endofit hasil eksplorasi pengatur tumbuh, memfiksasi nitrogen, dan
dari akar tanaman R. discolor mampu memobilisasi fosfat yang berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan bibit padi. memacu dan memperkuat pertumbuhan
Pertumbuhan bibit tanaman padi yang diberi ketahanan tanaman (Ikeda et al. 2010).
perlakuan dengan bakteri endofit memiliki Bakteri endofit juga diketahui mampu
pertumbuhan yang baik meskipun tidak menekan patogen penyebab penyakit seperti
memberikan hasil nyata. Beberapa penelitian yang dilaporkan Munif et al. (2012a) bahwa
sebelumnya juga menunjukkan bahwa bakteri bakteri endofit asal akar tomat dapat menekan
endofit memiliki kemampuan sebagai pemacu patogen F. oysporum f. sp. radicus-lyocopersici
pertumbuhan tanaman. Bakteri endofit dan F. oysporum f. sp. lyocopersici.
diketahui mampu menghasilkan berbagai zat Penelitian ini memberikan informasi baru
pengatur tumbuh dan hormon yang penting bahwa bakteri endofit yang diisolasi dari akar
bagi pertumbuhan tanaman (Munif et al. tanaman R. discolor mampu berperan sebagai
2012a; 2012b). agens hayati dengan menekan pertumbuhan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa F. oxysorum secara in vitro dan meningkatkan
52% isolat bakteri endofit meningkatkan pertumbuhan tanaman padi.
pertumbuhan bibit padi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol, 18% isolat DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan pertumbuhan sama dengan
kontrol, dan 27.27% isolat menunjukkan Frolich E, Nagl W. 1979. Transitory increase
pertumbuhan yang lebih rendah daripada in chromosomal DNA (Feulgen) during
kontrol. Adanya bakteri endofit yang floral differentiation in Rhoeo discolor.
berasosiasi dengan tanaman padi telah Cellular Differentiation. 8:11–18.
dilaporkan dapat meningkatkan tinggi DOI: http://dx.doi.org/10.1016/0045-
tajuk 33% dan panjang akar 48% bibit padi 6039(79)90013-7.
dibandingkan dengan kontrol (Vasudevan Hallmann J, Hallmann AQ, Mahaffee WF,
et al. 2002). Hasil penelitian lainnya juga Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes
melaporkan bakteri endofit dapat berasosiasi in agricultural crops. Can J Microbiol.
dan memacu pertumbuhan beberapa jenis 43:895–914. DOI: http://dx.doi.
tanaman, termasuk kentang (Sturz dan org/10.1139/m97-131.
Nowak 2000), mentimun (Hallmann et al. Harni R, Munif A, Supramana, Mustika I.
1997), tomat (Munif et al. 2000) dan cabai 2007. Pemanfaatan bakteri endofit untuk
(Sundaramoorthye et al. 2012). Penelitian mengendalikan nematoda peluka akar
yang dilakukan Wibowo (2013) menunjukkan (Pratylenchus brachyurus) pada tanaman
bahwa bakteri endofit yang berasal dari nilam. HAYATI J Biosci. 14(1):7–12.
tanaman kehutanan mampu berperan Ikeda S, Okubo T, Anda M, Nakashita H,
sebagai pemacu pertumbuhan tanaman Yasuda M, Sato S, Kaneko T, Tabata S,
tomat. Mekanisme bakteri endofit dalam Eda S, Momiyama A, Terasawa K, Mitsui
meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah H, Minamisawa K. 2010. Community- and
dengan memproduksi IAA yang berperan genome-based views of plant-associated
penting bagi pertumbuhan tanaman (Miliūtė bacteria: plant-bacterial interactions in
et al. 2011). Beberapa bakteri endofit juga soybean and rice. Plant Cell Physiol.
dilaporkan menghambat perkecambahan 51(9):1398–1410. DOI: http://dx.doi.
tanaman, namun mampu meningkatkan org/10.1093/pcp/pcq119.
kecepatan tumbuh tanaman pada saat masa Miliūtė I, Odeta B. 2011. IAA production
generatif tanaman (Munif et al. 2000). and other plant growth promoting traits

77
J Fitopatol Indones Pradana et al.

of endophytic bacteria from apple tree. plant growth rhizobacteria against wilt
Biologija. 57(2):98–102. disease of Capsicum annum L. caused by
Munif A, Hallmann J, Sikora RA. 2000. Fusarium solani. Biol Control. 60:59–67.
Evaluation of the biocontrol activity DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.
of endophytic bacteria from tomato biocontrol.2011.10.002.
againts Meloidogyne incognita. Med Fac Sturz AV, Nowak J. 2000. Endophytic
Landbouww. 65(2b):471–480. communities of rhizobacteria and the
Munif A, Hallmann J, Sikora RA. 2012a. strategies required to create yield enhancing
Isolation of endophytic bacteria from tomato associations with crops. Appl Soil Ecol.
and their biocontrol activities against fungal 15(2000):183–190. DOI: http://dx.doi.
disease. Microbiol Indones. 6(4):148–156. org/10.1016/S0929-1393(00)00094-9.
DOI: http://dx.doi.org/10.5454/mi.6.4.2. Vasudevan P, Reddy MS, Kavitha S, Velusamy
Munif A, Harni R. 2011. Keefektifan bakteri P, Paulraj RSD. 2002. Role of biological
endofit untuk mengendalikan nematoda preparations in enhancement of rice
parasit Meloidogyne incognita pada seedling growth and grain yield. Curr Sci.
tanaman lada. Bull Ristri. 2(3):377–382. 83:1140–1143.
Munif A, Wiyono S, Suwarno. 2012b. Wibowo AR. 2013. Isolasi bakteri endofit
Isolasi bakteri endofit asal padi gogo dan dari tanaman kehutanan dan potensinya
potensinya sebagai agens biokontrol dan untuk pengendalian Meloidogyne spp.
pemacu pertumbuhan. J Fitopatol Indones. pada tanaman tomat. [skripsi]. Bogor (ID):
8(3):57–64. Institut Pertanian Bogor.
Sundaramoorthye S, Raguchander T,
Ragupathi N, Samiyappan R. 2012.
Combinatorial effect of endophytic and

78
Volume 11, Nomor 3, Juni 2015
Halaman 79–84
DOI: 10.14692/jfi.11.3.79
ISSN: 0215-7950

Deteksi Bakteri Penyebab CVPD pada Jeruk Menggunakan


DNA Asal Tulang Daun

Detection of Bacteria Causing CVPD on Citrus Using


DNA Extracted from Leaf Midrib
Ummu Salamah Rustiani1*, Ariningsih Salji Endah2,
Nurjanah2, Andi Prasetiawan2, Nurmaida2
1
Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian, Bekasi 17520
2
Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian, Jakarta 13220

ABSTRAK

Uji terhadap bakteri Candidatus liberibacter asiaticus, penyebab citrus vein phloem degeneration
(CVPD), secara PCR telah rutin dilakukan dari tulang daun jeruk, namun metode deteksi ini hingga kini
belum divalidasi. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan memvalidasi metode identifikasi
terhadap bakteri penyebab penyakit CVPD sebagai konfirmasi bahwa metode yang digunakan telah
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Contoh tanaman uji bergejala klorosis daun diambil dari Bogor
dan Bekasi. Contoh uji dipisahkan terlebih dulu antara lamina daun dan tulang daun. Validasi metode
meliputi beberapa tahap, yaitu homogenitas contoh uji, ketersalinan (reprodusibilitas), dan keterulangan
(repetabilitas) metode uji. Hasil uji validasi dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya sebagai
metode standar. Hasil validasi menunjukkan bahwa tulang daun jeruk lebih baik digunakan untuk deteksi
dan identifikasi bakteri penyebab penyakit CVPD dibandingkan dengan bagian lamina daun. Metode ini
direkomendasikan sebagai metode rutin untuk deteksi bakteri CVPD.
Kata kunci: Candidatus liberibacter asiaticus, karantina, metode deteksi CPVD

ABSTRACT

A method for identification of the causal bacteria of citrus vein phloem degeneration (CVPD) based
on polymerase chain reaction (PCR) technique using template DNA extracted from leaf midrib of
citrus has been implemented routinely. The method has not been validated, therefore it is necessary to
validate the method to confirm that the method fit for its intended use. Leaf samples showing chlorotic
symptom was obtained from Bogor and Bekasi, West Java and used for test samples. These samples was
differentiated into 2 groups, i.e. leaf midrib and leaf mesophyll. Validation test involved homogenicity,
and reproducibility test; each test was replicated 2 times. The test showed that using leaf midrib gave
better result for detection of bacteria causing CVPD disease than using leaf mesophyll. Therefore, this
method is recommended as routine detection method for bacteria causing CVPD disease.
Key words: Candidatus liberibacter asiaticus, karantina, metode deteksi CPVD

*Alamat penulis korespondensi: Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian, Jalan Raya Setu Km. 06,
Cikarang Barat, Bekasi 17520
Tel: 021-82618923, Faks: 021-82618923, Surel: ummurustiani@gmail.com

79
J Fitopatol Indones Rustiani et al.

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

Citrus vein phloem degeneration (CVPD) Pengambilan Contoh Daun


merupakan salah satu penyebab penurunan Daun tanaman dengan gejala spesifik
produksi jeruk di beberapa negara. Kehilangan CVPD, yaitu klorosis, diambil dari beberapa
hasil akibat penyakit ini bervariasi bergantung lokasi pertanaman jeruk di Bogor dan Bekasi.
lokasi dan kultivar yang ditanam, dilaporkan Daun tersebut disimpan dalam botol yang telah
mencapai 100% di Afrika Selatan, Cina, diisi gel silika yang di atasnya dilapisi kertas
dan Thailand. Sekitar 3 juta pohon jeruk tisu. Contoh daun dibawa ke laboratorium,
di Indonesia mengalami kerusakan berat masing-masing contoh daun dipisahkan antara
selama tahun 1960–1970 (Gottwald 2007). tulang daun (T) dan lamina daun (L), kemudian
Penyakit CVPD atau dikenal juga dengan disimpan di dalam botol terpisah. Contoh daun
nama citrus greening atau huanglongbing, tersebut disimpan pada suhu 4 °C sampai siap
pada awalnya diduga disebabkan oleh virus digunakan pada tahapan selanjutnya.
atau mycoplasma-like organism (MLO). Pada
tahun 1984 penyebabnya telah dikonfirmasi Ekstraksi DNA Total
sebagai bakteri yang tidak bisa dibiakkan pada Esktraksi DNA total dari tulang daun dan
medium buatan, yaitu Candidatus liberibacter lamina daun jeruk diproses mengikuti metode
asiaticus di Asia dan C. liberibacter africanus ekstraksi Dneasy Plant Mini Kit (Qiagen).
di Afrika (Bovė 2006). Ekstraksi DNA total untuk masing-masing
Deteksi dan identifikasi bakteri penyebab contoh dari lokasi yang berbeda diulang
CVPD menggunakan teknik polymerase 3 kali. Setelah diperoleh DNA total hasil
chain reaction (PCR) berkembang sejak awal ekstraksi, masing-masing DNA contoh uji
tahun 1990-an. Jagoueix et al. (1996) pertama dibagi menjadi 3 bagian untuk 3 keperluan,
kali mengembangkan primer spesifik OI1/ yaitu untuk uji pendahuluan (P), uji validasi
OI2c, selanjutnya primer spesifik tersebut (V), dan arsip contoh (A). Enam jenis contoh
telah banyak digunakan untuk mendeteksi ekstrak DNA ialah lamina daun untuk uji
bakteri penyebab CVPD termasuk di pendahuluan (LP), lamina daun untuk uji
Indonesia. Taufik et al. (2010) dan Meitayani validasi (LV), lamina daun untuk arsip contoh
et al. (2014) menggunakan primer tersebut (LA), tulang daun untuk uji pendahuluan
untuk mendeteksi sampel jeruk dari Sulawesi (TP), tulang daun untuk uji validasi (TV), dan
Tenggara dan Bali. Status distribusi CVPD di tulang daun untuk arsip contoh (TA). Ekstrak
Indonesia perlu diawasi dengan ketat karena DNA arsip contoh disimpan pada suhu 4 °C
bakteri penyebab CVPD termasuk salah satu sampai siap untuk digunakan.
organisme pengganggu tanaman karantina Kualitas ekstrak DNA diukur menggunakan
(OPTK) golongan A2 yang penyebarannya spektrofotometer (NanoDrop 2000 Thermo
masih terbatas di Jawa, Sumatra, dan Scientific) pada panjang gelombang 260/280.
Kalimantan (BKP 2009). Diperlukan teknik Nilai densitas optik pada kisaran 1.7–2.0 di-
deteksi yang akurat dan cepat untuk mencegah kategorikan sebagai DNA dengan kemurnian
penyebaran penyakit ini ke daerah pertanaman tinggi (Sambrook dan Russle 1989). Ekstrak
jeruk yang masih bebas CVPD. DNA uji pendahuluan dan validasi disimpan
Teknik PCR untuk identifikasi bakteri pada suhu -20 °C sampai siap untuk tahap
penyebab CVPD sudah digunakan sebagai amplifikasi.
metode rutin di laboratorium karantina
tumbuhan. Penelitian dilakukan untuk mem- Amplifikasi DNA Bakteri dengan PCR
validasi metode deteksi C. liberibacter Tahap amplifikasi DNA dilakukan sebagai
asiaticus pada tanaman jeruk sehingga metode uji pendahuluan, yaitu menggunakan semua
tersebut dapat diadopsi oleh semua unit contoh berlabel LP dan TP. Contoh uji dengan
laboratorium karantina tumbuhan di Indonesia. hasil positif pada uji pendahuluan selanjutnya
digunakan untuk tahap validasi, yaitu uji

80
J Fitopatol Indones Rustiani et al.

ketersalinan dan keterulangan. Contoh uji


untuk tahap validasi menggunakan contoh
berlabel LV dan TV.
Proses amplifikasi dilakukan menggunakan
sepasang primer spesifik untuk deteksi C.
liberibacter asiaticus, yaitu primer OI1 (5’-
GCG CGT ATG CAA TAC GAG CGG C-3’)
dan OI2c (5’-GCC TCG CGA CTT CGC AAC
CCA T-3’) dengan target produk berukuran
1160 pb (Gopal et al. 2007). Reaksi amplifikasi
menggunakan ready-to go-PCR bead (GE
Healthcare) dengan siklus amplifikasi, yaitu
denaturasi awal pada suhu 92 °C selama
30 detik, dilanjutkan 40 siklus dengan
tahapan denaturasi pada suhu 92 °C selama
60 detik, tahapan aneling pada suhu 60 °C Gambar 1 Gejala CVPD berupa klorosis pada
selama 30 detik, dan sintesis pada suhu 72 °C daun di salah satu lokasi di Bogor.
selama 90 detik. Siklus terakhir merupakan
tahap penyempurnaan sintesis DNA pada separuh bagian tanaman jeruk yang diamati.
suhu 72 °C selama 90 detik. Sebagai kontrol Walaupun contoh daun dari semua lokasi di
positif digunakan DNA asal tanaman jeruk Bogor dan Bekasi menunjukkan gejala klorosis,
dari Jawa Timur koleksi BBUSKP, sedangkan namun tidak semua contoh daun tersebut me-
sebagai kontrol negatif digunakan air bebas nunjukkan hasil deteksi yang positif (Tabel 1).
nuklease sebagai DNA templet. Visualisasi Contoh daun LP dan TP dari Dramaga, Bogor
fragmen DNA hasil amplifikasi dilakukan menunjukkan hasil deteksi yang negatif
melalui elektroforesis pada gel agarosa 1.5% sehingga contoh daun tersebut tidak digunakan
dengan bufer TAE yang mengandung 40 mM lebih lanjut pada tahap uji validasi.
natrium EDTA. Elektroforesis menggunakan
Biorad powerpack 300, dilaksanakan pada Konsentrasi DNA pada Uji Validasi
75 volt selama 45 menit. Pengukuran kualitas DNA total hasil
ekstraksi masing-masing contoh uji me-
Uji Ketersalinan (Reproducibility) dan nunjukkan tingkat kemurnian yang bervariasi.
Keterulangan (Repeatibility) Contoh daun asal Bekasi dan 4 contoh asal
Pengujian ketersalinan dilakukan untuk Bogor dari lamina daun mempunyai nilai
tahap amplifikasi dengan 5 kali ulangan, kurang dari 1.7 sehingga tidak digunakan
yaitu masing-masing dilakukan oleh 5 orang untuk tahap amplifikasi. Konsentrasi DNA
analis laboratorium pada waktu yang sama. contoh daun dengan kemurnian yang tinggi
Pengujian keterulangan juga dilakukan untuk berkisar antara 14.5 ng µL-1 dan 52.8 ng µL-1.
tahap amplifikasi dengan 5 kali ulangan, Konsentrasi DNA contoh asal tulang daun
yaitu masing-masing dilakukan oleh 5 orang mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan
analis laboratorium pada waktu yang berbeda. dengan lamina daun, kecuali untuk contoh
Pengulangan dilakukan 2 kali untuk masing- asal Cibeureum Bogor (Tabel 2).
masing analis pada setiap tahap ketersalinan Pita DNA berukuran 1160 pb berhasil
dan keterulangan. diamplifikasi dari contoh DNA asal tulang
daun jeruk dari lokasi Bekasi, Situgede1,
HASIL Situgede2, dan Cibeureum1 (Gambar 2).
Hasil uji ketersalinan yang dilakukan 5 analis
Gejala Penyakit menunjukkan bahwa ekstrak DNA asal tulang
Gejala CVPD di lapangan berupa daun daun lebih konsisten menunjukkan hasil
klorosis (Gambar 1), terjadi hampir lebih dari positif dibandingkan dengan asal lamina

81
J Fitopatol Indones Rustiani et al.

Tabel 1 Hasil uji pendahuluan contoh daun jeruk bergejala CPVD dari Bekasi dan Bogor
dengan metode polymerase chain reaction
Hasil uji pada 2 jenis contoh daun
Asal contoh daun
Lamina daun Tulang daun
Bekasi negatif positif
Bogor, Dramaga negatif negatif
Bogor, Situgede 1 negatif positif
Bogor, Situgede 2 negatif positif
Bogor, Gunung Bunder positif positif
Bogor, Cibeureum 1 negatif positif
Bogor, Cibeureum 2 positif positif

Tabel 2 Konsentrasi dan kemurnian DNA total hasil ekstraksi dari contoh daun jeruk bergejala
CVPD untuk persiapan uji validasi
Konsentrasi DNA (ng µL-1) Kemurnian DNA (λ260/λ280)
Asal contoh
Lamina daun Tulang daun Lamina daun Tulang daun
Bekasi 3.8 40.2 1.6 1.7
Bogor, Situgede 1 14.5 15.9 1.8 1.8
Bogor, Situgede 2 25.7 29.4 1.8 1.8
Bogor, Gunung Bunder 32.2 42.3 1.8 1.8
Bogor, Cibeureum 1 24.5 32.0 1.5 1.8
Bogor, Cibeureum 2 52.8 46.6 1.8 1.8
Pengukuran dilakukan menggunakan NanoDrop 2000 (Thermo Scientific) pada panjang gelombang 260 dan 280 nm

KA 1 2 3 4 5 M 6 7 8 9 K1 K2 M

1160 pb

Gambar 2 Visualisasi DNA Candidatus liberibacter asiaticus pada beberapa contoh daun jeruk
bergejala klorosis pada uji ketersalinan dan keterulangan yang dilakukan oleh analis ke-1. KA,
kontrol negatif; 1, Bekasi LV; 2, Situgede1 LV; 3, Bekasi TV; 4, Situgede1 TV; 5, Situgede2 LV;
6, Gunung Bunder TV; 7, Cibeureum1 TV; 8, Cibeureum2 TV; 9, Cibeureum1 LV; K1, kontrol
positif 1; K2, kontrol positif 2; M, Penanda 1 Kpb (Fermentas).

daun. Demikian pula pada uji keterulangan PEMBAHASAN


menunjukkan bahwa DNA asal tulang daun
lebih efektif digunakan untuk deteksi C. Gejala klorosis yang disebabkan oleh
liberibacter asiaticus dibandingkan dengan penyakit CVPD tidak bersifat spesifik, karena
DNA asal lamina daun. Hasil visualisasi DNA gejala yang serupa juga dapat disebabkan
contoh tulang daun dari 5 lokasi menunjukkan oleh infeksi patogen lain, yaitu Spiroplasma
tidak berbeda dengan pita DNA yang citri, Citrus tristeza virus, dan Phythophthora
ditunjukkan oleh kontrol positif (Gambar 3). sp., atau disebabkan oleh defisiensi atau

82
J Fitopatol Indones Rustiani et al.

2
Nilai amplifikasi DNA

0
Bekasi L Situgede L Gunung Cibeureum Bekasi T Situgede T Gunung Cibeureum T
bunder L L bunder T

Gambar 3 Konsistensi uji ketersalinan semua analis terhadap contoh homogen daun jeruk dari
tulang daun. Nilai 1 menunjukkan hasil amplifikasi DNA negatif; Nilai 2 menunjukkan hasil
amplifikasi DNA positif. , analisi ke-1; , analis ke- 2; , analis ke- 3, , analis ke- 4;
, analis ke- 5.

keracunan unsur hara Fe dan Zn (Bovė 2006). jeruk yang terinfeksi sering kali tidak dapat
Gejala klorosis yang disebabkan oleh infeksi dikenali. Oleh karena itu, metode deteksi
C. liberibacter asiaticus menunjukkan adanya yang akurat dan sensitif diperlukan untuk
gangguan fisiologi pada tanaman. Gangguan memastikan bibit jeruk bebas penyakit.
fisiologi terjadi karena massa bakteri Deteksi dengan metode PCR meng-
menyebabkan penghambatan transportasi gunakan primer untuk target gen 16S rRNA
nutrisi dari dan ke jaringan floem. Susanti et telah digunakan untuk mengidentifikasi
al. (2014) mengemukakan bahwa jaringan C. liberibacter asiaticus yang tersebar di
floem pada daun dan petiol akan mengalami kawasan Asia termasuk Indonesia. Metode
abnormalitas sel akibat infeksi CVPD. Jaringan yang sama juga digunakan untuk diagnosis
floem terinfeksi CVPD tertutupi oleh massa penyakit CVPD di Afrika Selatan, dan berhasil
bakteri dan akan menyebabkan degenerasi mengidentifikasi C. liberibacter africanus
sel-sel floem sehingga terjadi hambatan (Garnier et al. 2000; Razi et al. 2014). Hasil
nutrisi dari daun ke seluruh jaringan tanaman uji validasi yang dilakukan menunjukkan
lainnya. Selain massa bakteri, aktivitas bahwa metode ekstraksi DNA dari ibu tulang
floem juga mengalami gangguan oleh kalosa daun jeruk merupakan metode yang paling
dan protein yang terbentuk sebagai respons efektif. Lebih lanjut, hasil uji ketersalinan dan
adanya abnormalitas sel jaringan. Tanaka et keterulangan menunjukkan bahwa templat
al. (2006) mengonfirmasi melalui pengamatan DNA yang berasal dari ekstraksi tulang daun
menggunakan mikroskop elektron bahwa mempunyai tingkat konsistensi yang memadai.
bakteri penyebab citrus greening ditemukan Das (2004) dan Gopal et al. (2007) meng-
pada jaringan pembuluh floem daun bergejala, ekstraksi DNA dari ibu tulang daun dan batang
namun tidak dijumpai pada daun yang tidak tanaman jeruk asal India dan mengamplifikasi
bergejala. Pengumpulan massa bakteri di DNA C. liberibacter africanus dengan primer
jaringan floem menyebabkan konsentrasi OI1/OI2c. Amplifikasi mendapatkan hasil
DNA asal tulang daun di sebagian besar lokasi yang sama, yaitu target DNA berukuran
pengambilan contoh lebih tinggi dibandingkan 1160 pb. Hasil validasi metode deteksi bakteri
dengan lamina daun. Bakteri C. liberibacter secara PCR menggunakan tulang daun telah
asiaticus yang terakumulasi di dalam floem memadai sebagai uji rutin pada laboratorium
akan ditranslokasikan ke bagian tanaman. penyakit tanaman.
Pergerakan bakteri ke bagian lain berlangsung Penyebaran penyakit CVPD dapat terjadi
lambat sehingga gejala baru terlihat 4–6 bulan melalui penanaman bibit terinfeksi sehingga
setelah tanaman terinfeksi. Akibatnya bibit diperlukan penguatan sistem karantina

83
J Fitopatol Indones Rustiani et al.

domestik dalam mencegah penyebaran Progress. DOI: http://dx.doi.org/10.1094/


penyakit CVPD dari daerah endemik ke daerah PHP-2007-0906-01-RV.
bebas. Salah satu penguatan sistem tersebut Jagoueix S, Bovė JM, Garnier M. 1996. PCR
ialah melalui pengujian di laboratorium detection of two ‘candidatus’ liberobacter
penyakit tanaman lingkup Badan Karantina species associated with greening
Pertanian di Indonesia guna menjamin bibit disease of citrus. Mol Cell Probes. (10):43–
bebas CVPD di tempat-tempat pengeluaran. 50. DOI: http://dx.doi.org/10.1006/
mcpr.1996.0006.
UCAPAN TERIMA KASIH Meitayani NPS, Adiartayasa W, Wijaya IN.
2014. Deteksi penyakit citrus vein phloem
Terima kasih diucapkan kepada BBUSKP degeneration (CVPD) dengan teknik
yang telah memberi dana kegiatan validasi polymerase chain reaction (PCR) pada
metode ini pada tahun anggaran 2010. tanaman jeruk di Bali. J Agroeko Trop.
3(2):70–79.
DAFTAR PUSTAKA Razi MF, Manjunath L, Keremane, Ramadugu
C, Roose M, Khan IA, Lee RF. 2014.
[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2009. Detection of citrus, huanglongbing-
Himpunan Peraturan Karantina associated Candidatus liberibacter
Tumbuhan. Jakarta (ID): BKP. asiaticus in citrus and Diaphorina citri
Bovė JM. 2006. Huanglongbing: a destructive, in Pakistan, seasonal variability, and
newly-emerging, century-old disease of implications for disease management.
citrus. J Plant Pathol. 88(1):7–37. Phytopathol. 104(3):257–268. DOI:
Das AK. 2004. Rapid detection of Candidatus http://dx.doi.org/10.1094/PHYTO-08-13-
liberibacter asiaticus, the bacterium 0224-R.
associated with citrus huanglongbing Sambrook J, Russle DW. 1989. Molecular
(greening) using PCR. Cur Sci. 87(9):122– Cloning: A Laboratory Manual. Ed Ke-
134. 2. New York (US): Cold-Spring Harbor
Garnier M, Bové JM, Jagoueix-Eveillard S, Laboratory Pr.
Cronje PR, Sanders GM, Korsten L, Roux Saptowo JP. 2009. Materi Inhouse Training:
HFL. 2000. Presence of “Candidatus Validasi Metode Uji PCR Di Laboratorium
liberibacter africanus” in the western Terakreditasi ISO/EIC 17025. Jakarta
cape province of South Africa. Di dalam: (ID): BBUSKP.
Graça JV, Lee RF, Yokomi RK, editor. Susanti H. Mukarlina, Linda R. 2014.
Proceedings of the Fourteenth Conference Anatomi daun dan ranting Citrus nobilis
of the International Organization of Citrus L. var. microcarpa yang terserang citrus
Virologists; 1998 Sep 13–18; Campinas- vein phloem degeneration. Protobiont.
São Paulo State (BR): International 3(3):51–55.
Organization of Citrus Virologists. hlm Tanaka FAO, Kitajima EW, Jesus JWC,
369–372. Ayres AJ, Nelson GF, Bové J. 2006.
Gopal K, Gopi V, Palanivel S, Sreenivasulu Y. First report of the electron micrograph of
2007. Molecular detection of greening “Candidatus Liberibacter” particles on
disease in citrus by PCR: tissue source citrus in Brazil. Fitopatol Bras. 31(1):99.
and time of detection molecular diagnosis DOI: http://dx.doi.org/10.1590/S0100-
laboratory, AICRP on tropical fruits (citrus) 41582006000100018.
Citrus Research Station (ANGRAU), Taufik M, Khaeruni A, Pakki T, Giyanto. 2010.
Tirupati, India. Cur Sci. 87(9):1183–1185. Deteksi keberadaan citrus vein phloem
Gottwald TR, da Graça JV, Bassanezi RB. degeneration (CVPD) dengan teknik PCR
2007. Citrus huanglongbing: the pathogen (Polymerase Chain Reaction) di Sulawesi
and its impact. Online. Plant Health Tenggara. J HPT Trop. 10(1):73–79.

84
Volume 11, Nomor 3, Juni 2015
Halaman 85–90
DOI: 10.14692/jfi.11.3.85
ISSN: 0215-7950

Identifikasi Nematoda Parasit pada Tanaman Wortel


di Dataran Tinggi Malino, Sulawesi Selatan
Berdasarkan pada Ciri Morfologi dan Morfometrik

Identification of Plant-Parasitic Nematodes on Carrot


in Malino Highland, South Sulawesi Based on
Morphological and Morphometric Characters
Hishar Mirsam, Supramana*, Gede Suastika
Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Nematoda parasit tumbuhan merupakan organisme pengganggu tanaman penting pada pertanaman
wortel (Daucus carota) di dataran tinggi Malino. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi nematoda
parasit pada tanaman wortel. Identifikasi dilakukan berdasarkan pada ciri morfologi dan morfometrik
nematoda dari sampel tanah. Ektraksi nematoda dilakukan dengan teknik flotasi-sentrifugasi. Pengukuran
tubuh nematoda dilakukan pada stadium juvenil 2 meliputi panjang tubuh total, panjang stilet, panjang
esofagus dari pangkal stilet sampai perbatasan esofagus dengan usus, panjang ekor dari ujung posterior
sampai anus, diameter tubuh anterior, diameter tubuh maksimum, dan diameter tubuh posterior. Tiga
genus nematoda parasit diidentifikasi sebagai Meloidogyne, Rotylenchulus, dan Pratylenchus.
Kata kunci: juvenil stadium 2, Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus

ABSTRACT

Plant-parasitic nematodes are important pests on carrot (Daucus carota) in Malino Highland. This
research aimed to identify plant-parasitic nematodes on carrot. The identification was carried out based
on the morphological and morphometric characters of second-stage juveniles that were extracted from
soil samples. Nematodes were extracted using the flotation-centrifugation technique. Morphometric
measurement included body length, stylet length, esophagus length from the basal knob to the esophagus
end, tail length from the posterior end to the anus, anterior diameter, maximum body diameter, and
posterior diameter. Three genera of plant-parasitic nematodes were identified as Meloidogyne,
Rotylenchulus, and Pratylenchus.
Key words: Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus, second-stage juveniles

PENDAHULUAN Pratylenchus merupakan nematoda parasit


penting pada tanaman wortel (Daucus carota).
Fitonematoda atau nematoda parasit Nematoda parasit tersebut sudah ditemukan
tumbuhan merupakan salah satu organisme pada area pertanaman hortikultura di daerah
pengganggu tanaman (OPT) penting yang tropik. Saat ini, nematoda parasit tumbuhan
menyerang berbagai jenis tanaman budi yang berasosiasi dengan tanaman wortel
daya. Meloidogyne, Rotylenchulus, dan sudah menyebar di Provinsi Jawa Barat,
*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680
Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: supramana@ipb.ac.id

85
J Fitopatol Indones Mirsam et al.

Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi gumpalan dan kotoran. Tanah yang halus
Selatan (Hikmia et al. 2012; Taher et al. 2012; diambil sebanyak 100 mL menggunakan
Halimah et al. 2013; Mirsam et al. 2015). gelas ukur dan dicampurkan dengan 800 mL
Di Indonesia kerusakan tanaman karena air dalam ember A, lalu diendapkan selama
nematoda parasit, kurang disadari oleh para 1 menit. Air dari ember A disaring ke dalam
petani maupun para petugas yang bekerja di ember B menggunakan saringan kasar untuk
bidang pertanian. Kehilangan hasil tanaman memisahkan partikel tanah yang halus
wortel akibat infeksi nematoda puru akar dan kasar. Air dalam ember B disaring di
mencapai 15–95% (Kurniawan 2010). atas saringan nematoda bertumpuk dengan
Pertumbuhan tanaman wortel di Malino kemiringan 30°, yaitu berturut-turut saringan
tidak merata, tanaman kerdil, daun menguning 20 mesh dan 400 mesh. Substrat tanah dan
dan tanaman yang bergejala mudah tercabut. nematoda yang tertinggal di saringan 400 mesh
Umbi wortel yang terinfeksi memperlihatkan dituang ke dalam tabung sentrifus. Substrat
gejala umbi bercabang, bintil-bintil berukuran disentrifugasi selama ± 5 menit dengan
kecil hingga bentuk distorsi yang besar, dan kecepatan 1500 rpm, kemudian supernatan
luka pada umbi dan akar. Penyebab umbi dibuang. Endapan ditambahi larutan gula
bercabang di Sulawesi Selatan dilaporkan 40% dan diaduk sampai merata, selanjutnya
oleh Mirsam et al. (2015) masih terbatas disentrifugasi selama ± 1 menit dengan ke-
pada Meloidogyne spp. Oleh karena itu, perlu cepatan 1700 rpm. Supernatan yang terbentuk
dilakukan studi identifikasi untuk melihat disaring dengan saringan 500 mesh dan dibilas
keragaman nematoda parasit yang berpotensi dengan air yang mengalir sehingga diperoleh
menginfestasi pertanaman wortel di Dataran suspensi nematoda, lalu dimasukkan dalam
Tinggi Malino. botol koleksi untuk diamati dan diidentifikasi.

BAHAN DAN METODE Inkubasi Nematoda


Nematoda dibilas menggunakan air steril
Pengambilan sampel dilakukan pada pada saringan 500 mesh dan dimasukkan ke
pertanaman wortel di Kelurahan Pattapang, dalam botol kaca. Nematoda diinkubasi selama
Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, 48 jam pada suhu ruangan dan diberi udara
Sulawesi Selatan. Lokasi penelitian berada menggunakan aerator. Inkubasi dilakukan
pada ketinggian 1750 m di atas permukaan agar sistem pencernaan tubuh nematoda bebas
laut. Pengambilan sampel dilakukan secara dari sisa-sisa makanan untuk memudahkan
purposif dengan memilih sampel berdasarkan pengamatan ciri morfologi dan pengukuran
pada kriteria gejala penyakit spesifik. Sampel bagian tubuh nematoda.
yang diambil berupa tanah di sekitar tanaman
yang menunjukkan gejala penykit. Sampel Pembuatan Preparat Semipermanen
disimpan dalam kantong plastik secara terpisah Preparat semipermanen dibuat meng-
dan dibungkus dengan pelepah pisang agar ikuti metode Goodey (1973) yang telah
kelembapannya terjaga sehingga nematoda dimodifikasi yaitu tanpa menggunakan glass
dapat bertahan hidup, kemudian disimpan woll. Lingkaran parafin dibuat di atas gelas
dalam kontak pendingin. obyek menggunakan bor gabus dengan
ketebalan yang sama, kemudian diteteskan
Ektraksi Nematoda dengan Teknik Flotasi- laktofenol pada bagian tengah lingkaran
Sentrifugasi parafin. Sebanyak 3–5 ekor nematoda juvenil 2
Ekstrasi nematoda dari contoh tanah diletakkan pada larutan laktofenol dengan
dilakukan dengan teknik flotasi-sentrifugasi posisi yang sama sejajar, selanjutnya ditutup
(Caveness dan Jensen 1955) yang telah dengan kaca penutup. Preparat kemudian
dimodifikasi waktu dan kecepatan dipanasi sampai cincin parafin meleleh
sentrifugasi. Sampel tanah dipisahkan dari kembali dan kaca penutup merekat bersama

86
J Fitopatol Indones Mirsam et al.

parafin. Bagian tepi kaca penutup direkatkan datar, stilet pendek, tebal dan mempunyai basal
dengan kuteks transparan. knob (stomato stylet), kelenjar esofagusnya
tumpang tindih dengan usus pada bagian
Pengukuran Nematoda ventral, mempunyai anulasi yang relatif
Identifikasi nematoda berdasarkan formula halus, serta ekornya panjang dan agak tumpul
pada de Man dengan mengukur dimensi (Gambar 3).
nematoda secara proporsional (Zuckerman Pengamatan morfologi dikonfirmasi
et al. 1985). Sebanyak 10 preparat nematoda dengan pengukuran morfometrik dimensi
juvenil 2 digunakan untuk pengukuran tubuh nematoda juvenil 2 yang meliputi
morfometrik. Pengukuran tubuh nematoda panjang tubuh total (PT), panjang stilet (PS),
juvenil 2 dilakukan menggunakan mikroskop panjang esofagus dari pangkal stilet sampai
binokuler (Dino-eye AM4234) yang telah perbatasan esophagus dengan usus (PEs),
dikalibrasi dalam ukuran mikrometer (µm) panjang ekor dari ujung posterior sampai anus
dengan pembesaran 2000× dan 4000×. (PEk), diameter tubuh anterior (DA), diameter
Parameter yang digunakan untuk identifikasi tubuh maksimum (DM), dan diameter tubuh
terhadap juvenil stadium 2 ialah panjang posterior (DP). Ukuran dimensi tubuh
tubuh total, panjang stilet, panjang esofagus nematoda juvenile 2 menunjukkan karakter
dari pangkal stilet sampai perbatasan esofagus morfometrik khas pada setiap jenis nematoda
dengan usus, panjang ekor dari ujung posterior sehingga menguatkan hasil pengamatan
sampai anus, diameter tubuh anterior, karakter morfologi (Tabel 1).
diameter tubuh maksimum, dan diameter
tubuh posterior. Identifikasi dilakukan dengan PEMBAHASAN
mengacu pada buku Pictorial Key to Genera
of Plant Parasitic Nematodes (May dan Lyon Ciri morfologi dan kisaran ukuran tubuh
1996) dan mencocokkan beberapa gambar nematoda diidentifikasi sebagai Meloidogyne,
pada beberapa sumber pustaka. Rotylenchulus, dan Pratylenchus. Meloidogyne
juvenil 2 memiliki kenampakan khas pada
HASIL bagian ekor, yaitu ujung ekor terlihat bergerigi
dengan kisaran panjang tubuh total 247.99–
Sebanyak 3 genus nematoda parasit 397.72 µm. Nilai tersebut berada pada kisaran
ditemukan pada pertanaman wortel di ukuran yang dilaporkan oleh Hunt et al.
Malino, yaitu Meloidogyne, Rotylenchulus, (2005) bahwa Meloidogyne juvenil 2 memiliki
dan Pratylenchus. Tubuh Meloidogyne panjang tubuh total berkisar antara 300–700
bervariasi bergantung pada spesies. μm, stilet relatif panjang, dan bentuk ekor
Fase istirahat Meloidogyne juvenil 2 yang khas. Nematoda ini termasuk endoparasit
memperlihatkan bentuk tubuh yang relatif menetap yang dapat menyebabkan bengkak
lurus, tipe bibir tidak set-off atau tidak memiliki pada akar yang disebut puru akar.
lengkungan bibir dan dilengkapi stilet yang Rotylenchulus juvenil 2 ditandai dengan
relatif panjang dengan tipe stomato stylet, ukuran tubuh gemuk dan fase istirahat
anulasi halus, dan ujung ekor terlihat bergerigi berbentuk huruf G dengan kisaran panjang
(Gambar 1). Ciri morfologi Rotylenchulus tubuh total 234.4–305.25 µm. Rotylenchulus
juvenil 2 ialah fase istirahat berbentuk huruf G, yang dilaporankan oleh CABI (2007) memiliki
bibir tidak set-off, stilet relatif pendek dengan panjang tubuh berkisar antara 230 μm dan
tipe stomato stylet, anulasi relatif halus, ekor 400 μm. Tubuh Rotylenchulus juvenil 2
tampak agak runcing dan tumpul tergantung pada fase istirahat bersifat semi-endoparasit
jenisnya, dan ukuran tubuhnya agak gemuk menetap. Sepertiga tubuh bagian anterior
(Gambar 2). Bentuk tubuh Pratylenchus masuk ke dalam akar inang, sedangkan dua
juvenil 2 pada fase istirahat berbentuk huruf C pertiga tubuh bagian posterior berada di luar
dan agak ramping, daerah kepala rendah, bibir akar.

87
J Fitopatol Indones Mirsam et al.

stilet ekor
anulasi

bibir
esofagus
anus

a b c d
Gambar 1 Morfologi Meloidogyne juvenil 2. a, penampakkan seluruh tubuh; b, anulasi;
c, bagian tubuh anterior; dan d, bagian tubuh posterior. Gambar a, pembesaran 2000×; Gambar
b, c, d, pembesaran 4000×.
stilet
ekor
bibir

esofagus anus

anulasi

a b c d
Gambar 2 Morfologi Rotylenchulus juvenil 2. a, penampakkan seluruh tubuh; b, anulasi;
c, bagian tubuh anterior; dan d, bagian tubuh posterior. Gambar a, pembesaran 2000×; Gambar
b, c, d, pembesaran 4000×.

stilet
anulasi
bibir ekor
anus

esofagus

a b c d
Gambar 3 Morfologi Pratylenchus juvenil 2. a, penampakkan seluruh tubuh; b, anulasi;
c, bagian tubuh anterior; dan d, bagian tubuh posterior. Gambar a, pembesaran 2000×; Gambar
b, c, d, pembesaran 4000×.

Tabel 1 Pengukuran morfometrik nematoda parasit wortel juvenil 2 isolat Malino berdasarkan
formula de Man
Ukuran Nematoda (µm)
Parameter Meloidogyne Rotylenchulus Pratylenchus
Rerata ± Sd Kisaran Rerata±Sd Kisaran Rerata±Sd Kisaran
PT 305.87±12.22 247.99-397.72 269.72±6.22 234.4-305.25 302.63±9.15 270.17-356.14
PS 9.53±0.13 8.99-10.09 7.33±0.35 5.47-8.63 9.97±0.22 9.11-11.00
Pes 43.83±1.15 39.09-50.39 45.47±1.59 36.64-53.35 39.54±0.63 36.77-42.31
PEk 14.27±0.64 11.41-17.90 19.73±0.55 17.06-21.73 18.32±0.45 16.92-19.89
DA 6.76±0.14 6.11-7.46 7.64±0.31 5.97-8.94 7.11±0.34 5.99-8.84
DM 10.67±0.36 8.73-12.18 12.43±0.15 11.41-13.16 10.50±0.30 9.14-11.45
DP 3.30±0.13 2.52-3.99 6.93±0.10 6.45-7.56 5.74±0.45 4.59-7.99
Sd, standar deviasi; PT, panjang tubuh total; PS, panjang stilet; PEs, panjang esofagus; PEk, panjang ekor; DA, diameter ante-
rior; DM, diameter maksimum; dan DP, diameter posterior.

88
J Fitopatol Indones Mirsam et al.

Ciri morfologi dan morfometrik parasit tanaman, khususnya Meloidogyne,


Pratylenchus yang diperoleh menunjukkan Rotylenchulus, dan Pratylenchus. Suhu
kisaran ukuran dan ciri yang mirip dengan telah dilaporkan lebih berpengaruh pada
yang dilaporkan oleh Zeng et. al (2012), ketiga nematoda ini daripada faktor lainnya.
memiliki panjang tubuh antara 350–510 μm, Meloidogyne sp. dan Rotylenchulus sp. dapat
ujung bibir datar, anulasi halus, dan fase berkembang pada suhu antara 15–25 oC,
istirahat berbentuk C. Pratylenchus termasuk sedangkan Pratylenchus sp. hidup pada suhu
nematoda endoparasit berpindah di dalam optimum 20–30 oC (Brodie 1998).
jaringan inang atau antara tanah dan Serangan nematoda dapat menghambat
menyerang jaringan korteks akar serabut pertumbuhan tanaman, mengurangi kuantitas
terutama korteks yang aktif menyerap unsur dan kualitas produksi. Hasil penelitian ini
hara dan air. dapat dijadikan data primer untuk menentukan
Keberadaan nematoda parasit di daerah strategi pengendaliaan nematoda parasit yang
Dataran Tinggi Malino berkaitan erat dengan berasosiasi dengan tanaman wortel di Dataran
beberapa faktor, antara lain sistem budi Tinggi Malino.
daya, cara olah tanah, pH tanah, suhu, dan
kelembapan. Dataran Tinggi Malino memiliki DAFTAR PUSTAKA
jenis tanah latosol dengan kandungan bahan
organik rendah, mineral primer dan unsur Brodie BB. 1998. Potato. Di dalam: Barker
hara rendah, pH 4.5–5.5, terjadi akumulasi KA, Pederson GA, Windham GL, editor.
seskuioksida, serta tanah berwarna merah, Plant and Nematodes Interactions.
cokelat kemerahan hingga cokelat kekuningan Madison (USA): American Society of
atau kuning. Tanah latosol memiliki lapisan Agronomy, Crop Science Society of
top soil bertekstur halus dan subsoil bertekstur America, Soil Science Society of America.
lempung berliat. Jenis tanah ini merupakan Hlm 567–564.
habitat dari beberapa genus nematoda parasit [CABI] Central for Agriculture and Bioscience
tanaman. Menurut Melakeberhan et al. (1987) International. 2007. Crop Protection
daya dukung habitat tersebut memudahkan Compendium. Wallingford (US): CAB
nematoda menginfeksi akar tanaman sehingga International.
dapat mempengaruhi proses fotosintesis, Caveness FE, Jensen HJ. 1955. Modification of
transpirasi, dan status hara tanaman. the centrifugal-flotation technique for the
Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, isolation and concentration of nematodes
warna daun kuning klorosis dan akhirnya and their eggs from soil and plant tissue.
tanaman mati. Selain itu, serangan nematoda Proc Helminthol Soc Wash. 25:87–89.
dapat menyebabkan tanaman lebih mudah Goodey T. 1973. Two methods for staining
terserang patogen lain seperti cendawan, nematodes in plant tissue. J Helminthol. 15:
bakteri, dan virus. Serangan nematoda dapat 137–144. DOI: http://dx.doi.org/10.1017/
berakibat pertumbuhan tanaman terhambat dan S0022149X00030790.
produktivitas serta kualitas produksi berkurang. Halimah, Supramana, Suastika G. 2013.
Perkembangan nematoda parasit juga Identifikasi spesies Meloidogyne pada
berhubungan dengan curah hujan dan suhu. wortel berdasarkan sikuen nukleotida. J
Curah hujan dan suhu dapat mempengaruhi Fitopatol Indones. 9(1):1–6. DOI: http://
siklus hidup dan tingkat perkembangan dari dx.doi.org/10.14692/jfi.9.1.1.
individu dan populasi nematoda parasit. Rata- Hikmia Z, Supramana, Suastika G. 2012.
rata curah hujan dan suhu udara tahunan di Identifikasi spesies Meloidogyne spp.
Dataran Tinggi Malino berturut-turut ialah penyebab umbi bercabang pada tanaman
2420 mm (1500–3000 mm tahun-1) dan wortel di Jawa Timur. J Fitopatol
17–20 °C. Kisaran suhu tersebut merupakan Indones. 8(3):73–78. DOI: http://dx.doi.
suhu optimum beberapa nematoda org/10.14692/jfi.8.3.73.

89
J Fitopatol Indones Mirsam et al.

Hunt DJ, Luc M, Manzanilla-López RH. Meloidogyne pada tanaman wortel dari
2005. Identification, morphology, and Dataran Tinggi Malino, Gowa, Sulawesi
biology of plant parasitic nematodes. Di Selatan. J Fitopatol Indones. 11(1):1–8.
dalam: Luc M, Sikora RA, Bridge J, editor. DOI: http://dx.doi.org/10.14692/jfi.11.1.1.
Plant Parasitic Nematodes in Subtropical Taher M, Supramana, Suastika G. 2012.
and Tropical Agriculture 2nd Edition. Identifikasi Meloidogyne penyebab
Wallingford (US): 301 CABI. hlm 11–52. penyakit umbi bercabang pada wortel
Kurniawan W. 2010. Identifikasi penyakit di Dataran Tinggi Dieng. J Fitopatol
umbi bercabang pada wortel, Daucus Indones. 8(1):16–21. DOI: http://dx.doi.
carota (L.) di Indonesia [tesis]. Bogor org/10.14692/jfi.8.1.16.
(ID): Institut Pertanian Bogor. Zeng Y, Ye W, Tredway L, Martin S, Martin
May WF, Lyon HH. 1996. Pictorial Key to M. 2012. Taxonomy and morphology of
Genera of Plant Parasitic Nematodes. plant-parasitic nematodes associated with
New York (US): Cornel Univ. turfgrasses in North and South Carolina,
Melakeberhan H, Webster JW, Brook RC, USA. J Zootaxa. 3452:1–46.
D’Auria JM, Cacckette M. 1987. Effect of Zuckerman BM, Mai WF, Harrison MB. 1985.
Meloidogyne incognita on plant nutrient Plant Nematology, Laboratory Manual.
concentration and its influence on plant Massachusetts (US): The University of
physiology of bean. J. Nematol. 19: Massachusetts Agricultural Experiment
324−330. Station Amherst.
Mirsam H, Supramana, Suastika G.
2015. Deteksi dan identifikasi spesies

90
Volume 11, Nomor 3, Juni 2015
Halaman 91–96
DOI: 10.14692/jfi.11.3.91
ISSN: 0215-7950

Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Pascapanen pada


Beberapa Buah di Yogyakarta

Identification of Fungus Causing Postharvest Disease on


Several Fruits in Yogyakarta
Ani Widiastuti*, Ovianne Hapsari Ningtyas, Achmadi Priyatmojo
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281

ABSTRAK

Di Indonesia kehilangan hasil yang besar akibat penyakit pascapanen sering sulit terukur karena
belum banyak dilakukan penelitian yang berkelanjutan mengenai hal tersebut. Penelitian ini bertujuan
menentukan genus cendawan penyebab busuk pada buah pascapanen, yang dapat digunakan untuk
mengetahui patogen penting pada komoditas pascapanen saat ini dan dasar pengelolaan sebagai
langkah lanjutan. Metode yang digunakan ialah pengambilan sampel, isolasi spora tunggal, pengamatan
morfologi, dan inokulasi. Hasil isolasi yang dilakukan pada buah pepaya diperoleh Colletotrichum.
Pada buah alpokat dan belimbing diperoleh cendawan Pestalotia. Pada buah mangga terdapat cendawan
Lasiodiplodia, sedangkan pada buah sawo dan pisang diperoleh Pestalotia dan Lasiodiplodia. Pada
buah pir dan apel terdapat cendawan Alternaria. Pada buah anggur terdapat cendawan Aspergillus,
sedangkan pada buah nanas diperoleh cendawan Fusarium sp.
Kata kunci: Alternaria, Aspergillus, Colletotrichum, Lasiodiplodia, Pestalotia

ABSTRACT

In Indonesia, high yield losses due to post-harvest diseases are often difficult to measure because
research focusing on such matter are still limited. This study aimed to determine the genera of fungi
that cause rot on postharvest fruit, which can be used as a basis to determine the important pathogens
in the current post-harvest commodities and for further disease management. The method used is
sample collection, single spore isolation, microscopic observation and identification of fungal genera.
Colletotrichum sp. was sucessfuly isolated from antrachnose of papaya. Pestalotia sp. was found in
the fruit rot of avocado and star fruit. Lasiodiplodia sp. was found in mango, while Pestalotia sp. and
Lasiodiplodia sp. was found in both sapodilla and banana. Alternaria sp. was found in the fruit rot of
pears and apples. Aspergillus sp. was found in grapes, and Fusarium sp. was isolated from pineapple
fruit rot.
Key words: Alternaria, Aspergillus, Colletotrichum, Lasiodiplodia, Pestalotia

*Alamat penulis korespondensi: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Jalan Flora No. 1. Bulaksumur, Yogyakarta, 55281
Tel: 0274-523926, Faks: 0274-523926, surel: aniwidiastuti@ugm.ac.id

91
J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

PENDAHULUAN Mei 2014. Setiap sampel buah busuk yang


ditemukan kemudian dibawa ke Laboratorium
Produk pascapanen merupakan produk Ilmu Penyakit Tumbuhan Klinik, Fakultas
yang mudah rusak. Kehilangan pascapanen Pertanian UGM. Buah yang bergejala penyakit
pada buah dan sayuran cukup tinggi, sekitar diisolasi pada medium agar-agar dekstrosa
10–40%, bergantung pada komoditas dan kentang (ADK) dan dibuat biakan murni dari
teknologi yang digunakan untuk pengemasan. spora tunggalnya.
Pembusukan buah dan sayuran yang dipanen
di negara maju akibat penanganan pascapanen Identifikasi Cendawan dan Inokulasi
diperkirakan mencapai 20–25%. Kerugian Identifikasi cendawan dilakukan ber-
pascapanen di negara-negara berkembang dasarkan pada morfologinya mengikuti Ellis
sering kali tinggi karena penyimpanan dan (1971); Barnett dan Hunter (2006); Leslie
fasilitas transportasi yang kurang memadai. dan Summerell (2006). Konfirmasi hasil
Pengemasan yang kurang baik dapat identifikasi dilakukan dengan inokulasi
menimbulkan kontaminasi. kembali pada buah asal isolat didapatkan.
Kebanyakan patogen yang menyerang Buah dilukai dengan jarum preparat sebanyak
hasil pertanian dalam simpanan menginfeksi 5 tusukan, 2 titik inokulasi setiap buah dan
di lapangan pada fase prapanen. Komoditas 3 buah sebagai ulangan. Keping biakan
pascapanen membawa banyak spora pada isolat berukuran 5 mm diletak-kan pada
waktu dipanen. Pemanenan menyebabkan setiap tusukan. Inkubasi dilakukan dengan
terjadinya luka pada buah atau sayuran meletakkan buah tersebut pada baki,
sehingga spora cendawan dapat dengan dilembapkan dengan kapas yang dibasahi
mudah masuk dan berkembang di dalamnya dan diletakkan di ujung baki, serta ditutup
selama penyimpanan. Kerugian terbesar pada dengan plastik pembungkus yang dilubangi.
sayuran dan buah-buahan yang disimpan Pengamatan dilakukan sampai timbulnya
ialah serangan mikrob yang mengakibatkan gejala.
pembusukan.
Beberapa patogen penyebab busuk pada HASIL
buah di antaranya ialah Botrytis cinerea (Elad
et al. 1996), Lasiodiplodia spp. (Alvindia et al. Cendawan penyebab busuk buah yang
2006), dan Colletotrichum spp. (Alvindia dan berhasil diidentifikasi didapatkan dari buah
Natsuaki 2007). Kajian patogen pascapanen alpokat, anggur, apel, belimbing, mangga,
masih terbatas di Indonesia. nanas, pepaya, pir, pisang, dan sawo (Tabel 1).
Yogyakarta merupakan salah satu kota Hasil inokulasi menunjukkan bahwa
besar di Indonesia sebagai lokasi sentra pasar cendawan-cendawan tersebut menghasilkan
buah lokal sehingga dipilih menjadi lokasi gejala yang serupa dengan gejala awal.
penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk Terdapat 10 jenis buah yang diamati memiliki
menentukan genus cendawan penyebab busuk gejala busuk (Gambar 1) dan ditemukan
pada buah pascapanen, untuk diwaspadi 6 genus cendawan penyebab busuk kering
keberadaannya. buah pascapanen, yaitu Pestalotia sp.,
Aspergillus sp., Alternaria sp., Lasiodiplodia
BAHAN DAN METODE sp., Fusarium sp., dan Colletotrichum sp.
Pada buah alpokat dan belimbing ditemukan
Pengambilan Sampel dan Isolasi gejala bercak dengan warna kemerahan pada
Sampel berupa buah bergejala busuk kering pinggir bercaknya. Berdasarkan pengamatan
atau bercak diambil dari pasar tradisional di mikroskopi, cendawan mempunyai konidium
Giwangan dan Kranggan, juga beberapa toko bersel 5, dengan 3 sel yang di tengah berwarna
buah di Yogyakarta. Pengambilan sampel gelap dan berdinding tebal, sedangkan
dilakukan secara acak pada bulan Maret– 2 sel pangkal dengan ujung hialin dan

92
J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

Tabel 1 Hasil identifikasi cendawan penyebab busuk kering dan bercak pada beberapa buah
pascapanen di Yogyakarta

Buah Gejala Penyebab


Alpokat Bercak nekrotik dengan warna kemerahan pada tepi Pestalotia sp.
Anggur Busuk kering dan tampak cekung Aspergillus sp.
Apel Busuk kering Alternaria sp.
Belimbing Bercak nekrotik dengan warna kemerahan pada tepi Pestalotia sp.
Mangga Busuk pangkal buah Lasiodiplodia sp.
Nanas Busuk kering Fusarium sp.
Pepaya Busuk kering dengan alur konsentris Colletotrichum sp.
Pir Busuk kering dengan alur konsentris Alternaria sp.
Pisang Bercak nekrotik hitam dengan tepi kemerahan Lasiodiplodia sp.
Pestalotia sp.
Sawo Bercak nekrotik hitam dengan tepi kemerahan Lasiodiplodia sp.
Pestalotia sp.

a b c d

e f g h i
Gambar 1 Gejala busuk buah yang ditemukan di lapangan pada buah: a, Alpokat; b, Anggur;
c, Belimbing; d, Mangga; e, Nanas; f, Pepaya; g, Pisang; h, Pir; i, Sawo.

berdinding tipis. Sel ujung mempunyai 2–3 postulat koch menunjukkan gejala yang sama.
seta yang panjang. Cendawan ini diidentifikasi Patogen penyebabnya ialah Aspergillus sp.
sebagai Pestalotia. Buah apel yang diamati menunjukkan
Cendawan dari buah anggur yang bergejala gejala busuk kering. Dari bagian sakit buah
busuk dan tampak cekung berhasil diisolasi, berhasil diisolasi isolat Alternaria yang
massa konidiumnya membentuk koloni berasosiasi dengan cendawan lain yang belum
berwarna hitam pada ADK. Tekstur koloni dapat diidentifikasi.
seperti bulu susunan, konidium radial pada Sampel buah mangga yang diamati
fialid yang memenuhi seluruh permukaan bergejala awal berupa bercak kehitaman
vesikel, vesikel bulat besar, konidiofor halus, pada sekitar pangkal buah yang meluas
berdinding tebal, dan berwarna cokelat. Hasil dan akhirnya menyebabkan buah busuk.
93
J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

Pada medium ADK, miselium awalnya Pestalotia dan Lasiodiplodia sering


berwarna putih dengan pertumbuhan aerial, ditemukan bersama-sama.
namun pada hari ketiga miselium menjadi
kehitaman. Konidium muda berwarna hialin, PEMBAHASAN
dindingnya terdiri atas 2 lapisan, berbentuk
granular dan tidak bersekat. Konidium matang Beberapa patogen penting yang ditemukan
berwarna cokelat, ovoid dan ellipsoid, hanya pada komoditas buah pascapanen ialah
memiliki 1 lapis dinding sel dan memiliki 1 Alternaria, Aspergillus, Colletotrichum,
sekat sehingga membentuk 2 sel. Cendawan Fusarium, Lasiodiplodia dan Pestalotia.
tersebut diidentifikasi sebagai Lasiodiplodia. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pada buah nanas yang bergejala busuk patogen Pestalotia dan Lasiodiplodia mampu
kering, hasil isolasi menunjukkan bahwa membentuk kompleks gejala penyakit pada
patogen penyebabnya ialah Fusarium. Ber- komoditas pascapanen (Bautista-Baños et al.
dasarkan pengamatan mikroskop, cendawan 2002; Adeniyi et al.2011). Kedua cendawan
ini membentuk mikrokonidium yang ber- tersebut ditemukan bersama-sama pada buah
limpah dengan beberapa makrokonidium sawo dan pisang.
pada satu bidang pandang. Setelah dilakukan Antraknosa merupakan penyakit
prosedur postulat koch, muncul gejala yang pascapanen yang mudah ditemui pada berbagai
mirip dengan gejala awal. buah-buahan tropik maupun subtropik.
Pada buah pepaya ditemukan gejala Infeksi Colletotrichum sp. pada komoditas
khas antraknosa, yaitu busuk kering pascapanen telah banyak dilaporkan, namun
dengan lingkaran konsentris. Pertumbuhan kasus antraknosa pada pepaya akhir-akhir ini
miselium pada medium ADK membentuk baru dilaporkan di Brazil (Vieira et al. 2013)
alur konsentris melingkar dan menyebar dan Mesir (Haggag dan Singer 2013).
ke segala arah. Miselium yang berwarna Patogen Lasiodiplodia yang ditemukan
putih berubah menjadi kelabu setelah koloni pada penelitian ini, sejalan dengan penelitian
berumur 5 hari. Berdasarkan pada pengamatan Widiastuti (2013) yang mengemukakan bahwa
mikroskop, morfologi massa konidium dan Lasiodiplodia merupakan penyebab busuk
aservulus, cendawan diidentifikasi sebagai pangkal buah manggis, alpokat, mangga, pir,
Colletotrichum. dan kakao. Pada buah pisang, Lasiodiplodia
Pada buah pir ditemukan gejala busuk juga termasuk cendawan patogen dominan.
buah yang ditumbuhi miselium dengan alur Lasiodiplodia ditemukan pada buah pisang
konsentris. Pada awalnya isolat yang tumbuh dengan gejala crown rot, finger stalk rot,
berwarna kekuningan, kemudian berubah finger rot dan finger end rot (Alvindia et al.
menjadi ungu. Berdasarkan pengamatan 2000). Cendawan ini merupakan patogen aktif
mikroskopi, konidium menyerupai gada, yang menyebabkan pembusukan secara cepat
berwarna gelap, berdinding tebal, multisel, ketika diinokulasikan pada buah pisang luka,
mempunyai sekat melintang serta membujur namun juga mampu menyebabkan bercak
dan diidentifikasi sebagai Alternaria. pada buah yang tidak dilukai (Alvindia et
Buah sawo dan pisang yang diamati al. 2002). Lasiodiplodia juga dilaporkan
tampak gejala bercak-bercak bulat hitam merupakan patogen penyebab busuk kering
cokelat dengan tepi berwarna kemerahan. pada komoditas pascapanen. Buah alpokat,
Ada 2 yang berhasil diisolasi, yaitu Pestalotia jeruk, kakao, mangga, manggis, pepaya dan
dan Lasiodiplodia. pir merupakan inang cendawan ini (Widiastuti
Pestalotia sp. paling banyak ditemukan 2013).
pada sampel buah alpokat, belimbing, sawo Alternaria dikenal sebagai cendawan yang
dan pisang. Selanjutnya Lasiodiplodia banyak menginfeksi komoditas pascapanen,
ditemukan pada sampel buah mangga, sawo namun cendawan ini juga menginfeksi tanaman
dan pisang. Berdasarkan pada pengamatan, pada fase pertumbuhan. Widiastuti et al.

94
J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

(2007) melaporkan sebanyak 5 varietas tomat DAFTAR PUSTAKA


terinfeksi Alternaria sp. pada usia tanaman
6–7 minggu. Selain itu cendawan ini juga Abarca ML, Accensi F, Cano J, Cabaňes FJ.
dapat menginfeksi pada suhu dingin, yaitu 2004. Taxonomy and significance of black
A. alternata yang menginfeksi buah apel di aspergilli. Antonie van Leeuwenhoek.
Pennsylvania (Jurick II et al. 2014). 86(1):33–49. DOI: http://dx.doi.org/10.1023/
Aspergillus spp. dikenal sebagai B:ANTO.0000024907.85688.05.
cendawan penting pada serealia dan kacang- Adeniyi DO, Orisajo SB, Fademi OA, Adenuga
kacangan yang menghasilkan mikotoksin. OO, Dongo LN. 2011. Physiological
Namun demikian, cendawan ini juga mampu studies of fungi complexes associated with
menginfeksi komoditas segar pascapanen cashew diseases. J Agric Biol Sci. 6:34–38.
(Thomidis dan Exadaktylou 2012; Sharma Alvindia DG, Kobayashi T, Natsuaki
dan Verma 2013). Berdasarkan pengamatan KT. 2006. The aerial and fruit surface
morfologi koloni isolat dan spora cendawan population of fungi in nonchemical banana
yang berwarna hitam, cendawan ini diduga production in the Philippines. J Gen Plant
A. section nigri (Abarca et al. 2004). Pathol. 72:257–260. DOI: http://dx.doi.
Pembuktian dugaan ini memerlukan uji lanjut org/10.1007/s10327-006-0281-0.
secara melokul. Alvindia DG, Kobayashi T, Yaguchi Y,
Fusarium spp. adalah cendawan yang Natsuaki KT. 2000. Symptoms and the
mempunyai keragaman spesies sangat besar associated fungi of postharvest diseases on
dan kisaran inang sangat luas. Beberapa nonchemical bananas imported from the
Fusarium spp. ditemukan menginfeksi Philippines. Jpn J Trop Agr. 44(2):87–93.
komoditas pascapanen pada fase penyimpanan Alvindia DG, Kobayashi T, Yaguchi Y,
(Zhang et al. 2012; Wang et al. 2013). Natsuaki K T. 2002. Pathogenicity of fungi
Cendawan ini termasuk jenis cendawan yang isolated from “Non-Chemical Bananas”.
penting untuk diwaspadai pada komoditas Jpn J Trop Agr. 46(4):215–233.
pascapanen karena kemampuannya untuk Alvindia DG, Natsuaki KT. 2007. Evaluation
menghasilkan mikotoksin (D’Mello et al. of bacterial epiphytes isolated from
1999). banana fruit surface for biocontrol of
Penelitian ini menunjukkan bahwa crown rot causing pathogens of banana. Di
penanganan komoditas pascapanen di dalam: Proceeding of 3rd Asian Conference
Indonesia penting untuk mengatasi infeksi on Plant Pathology; 2007 20–24 Agu;
patogen pada periode penyimpanan. Hasil Yogyakarta. Indonesia. (ID): Universitas
penelitian memperlihatkan beberapa patogen Gadjah Mada. hlm 265–266.
memiliki status yang penting karena dominan Barnett HL, Hunter BB. 2006. Illustrated
ditemukan pada beberapa komoditas, Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4.
seperti Pestalotia dan Lasiodiplodia. Minnesota (USA): APS.
Selanjutnya, hasil ini diharapkan dapat Bautista-Baños S, Díaz-Perez JC, Barrera-
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam Nencha LL. 2002. Postharvest fungal
pengelolaan penyakit pasca panen. rots of sapote mamey Pouteria sapota
H. E. Moore & Stearn. Postharvest Biol
UCAPAN TERIMA KASIH Tech. 24: 197–200. DOI: http://dx.doi.
org/10.1016/S0925-5214(01)00138-7.
Penulis menyampaikan penghargaan dan D’Mello JPF, Placinta CM, Macdonald AMC.
terima kasih kepada Fakultas Pertanian UGM 1999. Fusarium mycotoxins: a review
yang mendanai terlaksananya penelitian of global implications for animal health,
ini melalui Hibah Penelitian Fakultas tahun welfare and productivity. Animal Feed Sci
2014. Tech. 80(3–4):183–205. DOI: http://dx.doi.
org/10.1016/S0377-8401(99)00059-0.

95
J Fitopatol Indones Widiastuti et al.

Elad Y, Malathrakist NE, Dik AJ. 1996. rot caused by Fusarium concentricum in
Biological control of botrytis-incited China. Plant Dis. 97(12):1657. DOI: http://
diseases and powdery mildews in dx.doi.org/10.1094/PDIS-03-13-0325-
greenhouse crops. Crop Prot. 1:224–240 PDN.
Ellis MB. 1971. Dematiaceous Hyphomycetes. Widiastuti A. 2013. Fruit rot disease caused by
Wallingford (UK): CMI. Lasiodiplodia spp. on several postharvest
Haggag WM, Singer S. 2013. First report of fruits in Indonesia. Di dalam: Proceeding
Colletotrichum capsici causing pre and of the 1st International Conference on
postharvest anthracnose on papaya in Horticultural Crops; 2013 2–4 Okt;
Egypt. IJEIT. 3(6):151. Yogyakarta (ID): Ministry of Agriculture.
Jurick II WM, Kou LP, Gaskins VL, Luo YG. hlm 209.
2014. First report of Alternaria alternata Widiastuti A, Budiarti WP, Pustaka AB,
causing postharvest decay on apple fruit Purwanto ME, Sholihah C. 2007. Critical
during cold storage in Pennsylvania. period of fruits of some tomato varieties
Plant Dis. 98(5):690.  DOI: http://dx.doi. toward Alternaria solani. Di dalam:
org/10.1094/PDIS-08-13-0817-PDN. Proceeding The 3rd Asian Conference
Leslie JF, Summerell BA. 2006. The Fusarium on Plant Pathology; 2007 20–24 Agu;
Laboratory Manual. Ed ke-1. Oxford Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah
(UK): Blackwell. DOI: http://dx.doi. Mada. hlm 313–314.
org/10.1002/9780470278376. Vieira WAS, Nascimento RJ, Michereff SJ,
Sharma P, Verma OP. 2013. First report of soft Hyde KD, Câmara MPS, 2013. First
rot, a post harvest disease of sweet orange report of papaya fruit anthracnose caused
from India. J New Biol Reports. 2(1):28–29 by Colletotrichum brevisporum in Brazil.
Thomidis T, Exadaktylou E. 2012. First report Plant Dis. 97(12):1659. DOI: http://dx.doi.
of Aspergillus niger causing postharvest org/10.1094/PDIS-05-13-0520-PDN.
fruit rot of cherry in the prefectures of Zhang M, Wang Y, Wen CY, Wu HY. 2012.
Imathia and Pella, Northern Greece. First report of Fusarium proliferatum
Plant Dis. 96(3):458. DOI: http://dx.doi. causing fruit rot of Winter Jujube (Zizyphus
org/10.1094/PDIS-07-11-0620. jujuba) in storage in China. Plant Dis.
Wang JH, Feng ZH, Han Z, Song SQ, Lin SH, 96(6):13.  DOI: http://dx.doi.org/10.1094/
Wu AB. 2013. First report of pepper fruit PDIS-12-11-1035-PDN.

96
Volume 11, Nomor 3, Juni 2015
Halaman 97–103
DOI: 10.14692/jfi.11.3.97
ISSN: 0215-7950

Deteksi dan Identifikasi Cendawan Terbawa Benih Brassicaceae

Detection and Identification of Brassicaceae Seedborne Fungi

Anthoni Sulthan Harahap, Titiek Siti Yuliani, Widodo*


Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680

ABSTRAK

Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan produksi pertanian
karena mampu meningkatkan produksi dan mengurangi adanya permasalahan penyakit di lapang.
Masuknya benih ke suatu negara melalui kegiatan impor berpotensi menjadi sarana masuknya patogen
baru, sehingga perlu dilakukan deteksi dan identifikasi terhadap benih tersebut. Penelitian ini bertujuan
mendeteksi dan mengidentifikasi cendawan terbawa benih Brassicaceae dari Amerika Serikat dan
Malaysia. Benih, baik yang diberi perlakuan sterilisasi permukaan maupun tidak, diinkubasikan pada
5 lembar kertas hisap lembap pada suhu 27–30 °C selama 14 hari. Cendawan yang tumbuh pada
benih diisolasi menggunakan medium agar-agar dekstrosa kentang dan agar-agar ekstrak malt untuk
diidentifikasi secara morfologi. Tiga cendawan yang paling banyak ditemukan, baik pada benih yang
permukaannya disterilkan maupun tidak ialah Aspergillus flavus, Curvularia lunata, dan A. niger. Semua
cendawan tersebut berpotensi sebagai patogen pada benih dan kecambah Brassicaceae. Selain itu juga
ditemukan dalam jumlah yang kecil Phoma lingam pada benih pak choy putih yang merupakan patogen
penting pada tanaman Brassicaceae.
Kata kunci: karakter koloni, karakter morfologi, metode blotter test, uji patogenisitas

ABSTRACT

Seed quality is very critical in agricultural production, especially to gain high yield and reduce
disease problems in the field. New diseases or pathogens is potentially entering a country through
seed movement by import activity. This study aimed to detect and identify seed-borne fungi from
Brassicaceae seeds imported from the United States and Malaysia. Seeds were incubated on 5 sheets
of wet blotting paper at a temperature of 27–30 °C for 14 days following surface sterilization. Each
fungus that grows on the seed was isolated on potato dextrose agar and malt extract agar for further
morphological identification. The three fungi most commonly found either on the seed with or without
surface-sterilization were Aspergillus flavus, Curvularia lunata and A. niger. All of the fungi were a
potential pathogen in the family Brassicaceae seeds and seedlings. Important pathogen in Brassicaceae
crops, i.e. Phoma lingam was also found in small amounts and only on white pak choy seeds.
Key words: blotter test, colony characteristics, morphological charateristics, pathogenicity test

*Alamat penulis korespondensi: Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Jalan Kamper, Kampus Darmaga IPB, Bogor 16680
Tel: 0251-8629364, Faks: 0251-8629362, Surel: widodo@ipb.ac.id

97
J Fitopatol Indones Harahap et al.

PENDAHULUAN Metode Blotter Test


Benih disterilisasi permukaan meng-
Benih merupakan salah satu komponen gunakan NaOCl 1% selama 3 menit, lalu
penting dalam keberhasilan peningkatan dibilas air steril 3 kali dan sebagai kontrol
produksi pertanian. Penggunaan benih digunakan benih yang tidak disterilkan. Setiap
bermutu mampu meningkatkan produksi uji menggunakan 100 benih (25 benih/cawan).
pertanian dan mengurangi serangan hama dan Benih diinkubasikan selama 14 hari pada suhu
penyakit di lapangan. Patogen terbawa benih ruang. Pengamatan dilakukan terhadap daya
dapat menyebabkan penurunan viabilitas kecambah dan persentase infeksi dengan
benih, peningkatan kematian bibit, penurunan rumus:
hasil, peningkatan perkembangan penyakit, ∑ benih berkecambah
Daya
perubahan komponen kimia benih, dan = ∑ benih diinkubasi × 100%
kecambah
ledakan penyakit pada suatu daerah (Agarwal
dan Sinclair 1996). Persentase ∑ benih terinfeksi
= × 100%
Indonesia masih mengimpor beberapa infeksi ∑ benih diinkubasi
benih untuk memenuhi kebutuhan benih
nasional, di antaranya ialah Brassicaceae. Isolasi dan Identifikasi
Selama tahun 2013, Indonesia mengimpor Cendawan yang tumbuh pada benih diisolasi
7075 kg benih Brassicaceae yang berasal dari pada medium agar-agar dekstrosa kentang
China, Jepang, Malaysia, Perancis, Thailand, (ADK) dan agar-agar ekstrak malt (AEM)
Korea Selatan, dan New Zealand (Barantan dan diinkubasi pada suhu ruang. Cendawan
2014). Import benih merupakan salah satu yang tumbuh dimurnikan dan disimpan dalam
cara patogen dapat menyebar dari tempat agar-agar miring ADK pada suhu 18 °C untuk
asalnya menuju tempat baru. Patogen jenis uji lanjut. Identifikasi cendawan berdasarkan
cendawan dapat menyebar melalui miselium pada karakter koloni dan morfologi cendawan
dorman yang menetap pada setiap bagian mengikuti buku kunci identifikasi Boerema et
benih seperti kulit biji atau pada kulit buah. al. (2004), Domsch et al. (1980), Ellis (1971),
Hal tersebut menimbulkan risiko masuknya Sutton (1980), dan Watanabe (2002).
cendawan terbawa benih ke dalam suatu Identifikasi terhadap karakter morfologi
negara. Menurut Cram dan Fraedrich (2009) cendawan dilakukan dengan menumbuhkan
risiko penyebaran cendawan terbawa benih ke isolat cendawan pada agar-agar blok ADK
suatu negara dapat dicegah melalui pengujian atau AEM sesuai dengan genus cendawan
kesehatan benih. Oleh karena itu, penelitian (modifikasi metode Riddle), diinkubasi selama
ini bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi 4 hari, lalu diamati dengan mikroskop. Isolat
cendawan terbawa benih Brassicaceae serta cendawan ditumbuhkan pada medium
menentukan patogenisitas cendawan tersebut. AEM, agar-agar czapek dox ekstrak khamir
(ACDEK), agar-agar czapek dox ekstrak
BAHAN DAN METODE khamir sukrosa 20 % (ACDEKS 20%),
dan agar-agar czapek dox (ACD) untuk
Benih yang digunakan ialah benih kubis pengamatan karakter koloni.
bunga (Brassica oleracea var. italica) asal
Amerika Serikat yang diperoleh dari koleksi Uji Patogenisitas Cendawan
Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Permukaan benih disterilkan menggunakan
Priok dan benih sawi hijau (B. rapa var. NaOCl 1% selama 3 menit, lalu dibilas air
parachinensis), kubis cina (B. rapa f. annua), steril 3 kali. Benih ditanam di atas koloni
pak choy putih (B. rapa subsp. chinensis) biakan murni cendawan berumur 7 hari.
dan pak choy (B. rapa subsp. chinensis) asal Sebanyak 40–80 benih diujikan pada setiap
Malaysia yang diperoleh dari toko pertanian di isolat (20 benih/cawan petri) bergantung
Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. pada ketersediaan benih. Sebagai kontrol

98
J Fitopatol Indones Harahap et al.

benih ditanam pada ADK tanpa cendawan. atau biakan, berwarna cokelat, memiliki satu
Benih diinkubasi selama 14 hari, pengamatan atau beberapa leher papila.
dilakukan terhadap persentase infeksi dengan
rumus: Infeksi Benih pada Uji Patogenisitas
Gejala yang diamati pada uji patogenisitas
Persentase A + B
= C × 100%, dengan menggambarkan hampir tidak ada benih
infeksi
berkecambah sehat. Persentase infeksi
A, jumlah benih tidak berkecambah; B, jumlah Aspergillus, Curvularia, dan Phoma men-
kecambah nekrosis atau mati; dan C, Jumlah capai 100%, sedangkan persentase infeksi
benih yang diinkubasi, Chaetomium mencapai 94%. Gejala infeksi
Aspergillus dan Phoma pada benih paling
HASIL banyak ialah berupa benih mati tidak
berkecambah (49–100% dan 87%) (Tabel 2).
Cendawan Terbawa Benih Brassicaceae Gejala infeksi Curvularia pada benih
Permukaan benih kubis bunga asal Amerika paling banyak ialah berupa benih berkecambah
Serikat dan benih sawi hijau asal Malaysia dan mengalami nekrosis, diikuti benih
yang tidak disterilisasi bebas dari cendawan, berkecambah lalu mati dan benih mati tidak
sedangkan pada benih kubis cina, pak choy berkecambah. Gejala infeksi Chaetomium
putih dan pak choy yang permukaannya paling banyak ialah benih berkecambah dan
disterilisasi terdapat Aspergillus niger, A. mengalami nekrosis, diikuti benih mati tidak
flavus, dan Curvularia lunata (Tabel 1). berkecambah serta benih berkecambah lalu
Cendawan yang ditemukan pada benih mati (Tabel 2).
pak choy putih yang tidak disterilisasi adalah Pada gejala benih mati tidak berkecambah,
A. flavus, A. niger, C. lunata (karakter sama benih ditutupi oleh massa miselium cendawan
dengan cendawan yang ditemukan pada benih dan jika dibuka lalu ditekan benih akan hancur
sebelumnya) dan Phoma lingam. Karakter karena telah membusuk. Benih yang tumbuh
koloni P. lingam yang ditemukan ialah menjadi kecambah juga dapat mengalami
miselium aerial, berwarna krem atau kuning nekrosis akibat serangan cendawan sehingga
kecokelatan dan berubah menjadi cokelat plumula, radikula atau daun kecambah
kehitaman dengan bertambahnya umur menguning. Gejala nekrosis lanjut dapat
cendawan, ditemukan piknidium pada benih menyebabkan kecambah menjadi mati.
Tabel 1 Cendawan pada benih Brassicaceae berdasarkan hasil blotter test

Daya Insidensi infeksi (%)


Benih kecambah Aspergilus Aspergilus Curvularia Phoma Chaetomium
(%) niger flavus lunata lingam globosum
Kubis bungaa T 97 0 0 0 0 0
S 97 0 1 1 0 0
Sawi hijaub T 88 0 0 0 0 0
S 89 0 4 0 0 0
Kubis cinab T 90 8 0 2 0 0
S 88 1 2 1 0 0
Pak choy putihb T 9 3 5 4 2 0
S 14 1 3 0 0 0
Pak choyb T 90 1 0 0 0 1
S 91 1 4 0 0 0
Asal Amerika Serikat, bAsal Malaysia; T, Tanpa sterilisasi permukaan, S, Sterilisasi permukaan
a

99
J Fitopatol Indones Harahap et al.

Tabel 2 Uji patogenisitas cendawan pada benih Brassicaceae

Jumlah benih (%) dengan Insidensi


Jumlah benih uji kondisi gejala penyakit penyakit
Benih/cendawan
(biji) (%)
BS TB BN BM
Kubis bunga
Aspergillus flavus 60 0 49 28 23 100
Curvularia lunata 40 0 0 88 12 100
Sawi hijau
Aspergillus flavus 60 0 98 0 2 100
Kubis china  
Aspergillus niger 80 0 96 1 3 100
Aspergillus flavus 60 0 98 0 2 100
Curvularia lunata 80 3 37 4 56 98
Pak choy putih
Curvularia lunata 60 0 7 40 53 100
Aspergillus flavus 60 0 95 3 2 100
Phoma lingam 60 0 87 7 6 100
Aspergillus niger 60 0 98 0 2 100
Pak choy
Chaetomium globosum 80 6 32 39 23 94
Aspergillus niger 40 0 100 0 0 100
Aspergillus flavus 80 4 96 0 0 96
BS, benih berkecambah sehat; TB, benih mati tidak berkecambah; BN, benih berkecambah dan
mengalami nekrosis; BM, benih berkecambah lalu mati.

PEMBAHASAN benih. Duan et al. (2007) menyatakan


cendawan terbawa benih dapat menyebabkan
Melalui blotter test ditemukan 5 spesies benih berkerut atau berubah warna. A. flavus
cendawan yang dikelompokkan sebagai dan A. niger bersifat toksik dan cepat merusak
cendawan lapangan, yaitu P. lingam dan C. benih, serta mampu menyebabkan busuk
lunata; cendawan penyimpanan, yaitu A. benih Brassicaceae (Khan et al. 2006).
flavus dan A. niger; dan cendawan pada bahan Cendawan yang berpotensi sebagai
rusak, yaitu C. globosum. patogen mampu menyebabkan benih busuk
Cendawan yang dideteksi pada benih tidak berkecambah, nekrosis pada kecambah,
Brassicaceae ini juga dilaporkan berasosiasi hambatan pertumbuhan kecambah, atau
pada benih padi, gandum, Cucurbitaceae, kematian kecambah. Hal tersebut diduga
wortel, seledri, terung, kakao, mahoni, dan karena infeksi cendawan pada benih meng-
kusum (Duan et al. 2007; Ora et al. 2011; hasilkan metabolit sekunder yang bersifat
Ismail et al. 2012; Baharuddin et al. 2013; toksik bagi benih maupun kecambah sehingga
Abdelwehab et al. 2014; Hossain et al. 2014; menyebabkan pembusukan benih dan
Srivastava 2014). kematian kecambah (Ora et al. 2011). Howlett
Beberapa kerusakan pada benih yang (2006) melaporkan bahwa toksin cendawan
diamati dengan menggunakan metode tular benih berperan dalam penghambatan
blotter test ialah benih mati (tidak pertumbuhan kecambah, perubahan warna,
berkecambah) dalam keadaan keras ataupun pelapukan, dan pembusukan benih.
busuk, perubahan warna benih, hambatan A. niger dan A. flavus dikenal sebagai
pertumbuhan kecambah, dan nekrosis yang saprob obligat yang sering diisolasi dari
dapat disebabkan oleh cendawan terbawa benih (Kakde et al. 2012). Cendawan

100
J Fitopatol Indones Harahap et al.

ini menghasilkan toksin yang mengubah agens pengendali (Syed et al. 2009; Mol et
kandungan kimia, menurunkan nilai nutrisi al. 2014). C. globosum dilaporkan efektif
dan viabilitas, serta menyebabkan kematian untuk mengurangi busuk benih dan rebah
benih atau kecambah beberapa tanaman (Duan kecambah yang disebabkan patogen tular
et al. 2007; Hussain et al. 2013). A. niger benih dan tular tanah seperti Pythium
terbukti patogen terhadap perkecambahan ultimum, Alternaria raphani, A. brassica,
benih jagung di Pakistan (Hussain et al. Fusarium spp. Antagonisme bervariasi
2013) dan juga dilaporkan oleh Pawar et al. mikoparasitisme, antibiosis, kompetisi, induksi
(2008) sebagai penyebab penyakit bercak ketahanan pada tanaman dan hifa interferens.
daun pada jahe di India. Aspergillus spp. dan C. globosum menghasilkan chaetoglobosin-c
C. geniculata bersifat patogen terhadap benih yang dapat menghambat beberapa patogen
kakao yang menyebabkan perubahan warna tanaman (Sibounnavong et al. 2011).
pada benih kakao dari cokelat mengkilat Pada penelitian ini diketahui bahwa
menjadi cokelat putih sehingga menurunkan C. globosum berpotensi sebagai patogen
viabilitas dan vigor benih (Baharuddin 2013). terhadap benih dan kecambah Brassicaceae.
P. lingam merupakan patogen pada tanaman Sementara ini belum ditemukan publikasi
Brassicaceae yang dapat menyebabkan benih yang mendukung hal tersebut meski cendawan
berkerut dan berkurang ukurannya serta ini banyak berasosiasi pada berbagai benih
mampu menyebabkan busuk benih. Patogen tanaman. Hal ini diduga karena pada uji
tersebut merupakan penyebab penyakit kaki patogenisitas kecambah yang ditumbuhkan
hitam penting pada Brassicaceae di Australia, pada medium ADK dalam keadaan lemah
Kanada dan Eropa yang dapat menyebabkan atau akan mati sehingga bisa dikolonisasi
kehilangan hasil sampai 95% (Hammoudi et oleh C. globosum yang merupakan kelompok
al. 2012). P. lingam tergolong organisme cendawan yang secara normal tidak
penggangu tumbuhan karantina golongan A2 menginfeksi benih yang masih utuh, akan
yang penyebarannya masih terbatas di wilayah tetapi infeksi mudah terjadi pada benih yang
Indonesia (Permentan No. 93 Tahun 2011) dan mengalami kerusakan dan membutuhkan
belum terdapat laporan terbaru mengenai P. kelembapan yang tinggi (Atanda et al. 2013).
lingam di Indonesia. Syed et al. (2009) menyatakan Chaetomium
P. lingam dapat ditemukan di dalam endofit diduga memproduksi enzim yang
benih Brassicaceae berupa miselium dorman dapat merusak dinding sel tanaman selama
di dalam kulit biji atau di dalam embrio proses kolonisasi tanaman inang dan mampu
(West et al. 2001). P. lingam terbawa benih memanfaatkan berbagai bahan yang berasal
kurang berperan dalam menyebabkan infeksi dari dinding tanaman inang.
pada tanaman, tetapi lebih berperan dalam Benih kubis bunga asal Amerika Serikat
penyebaran dan perkembangan penyakit dan benih sawi hijau, kubis cina, pak coy
pada daerah baru. Leptosphaeria maculans putih dan pak coy asal Malaysia dideteksi
(anamorf: P. lingam) menghasilkan metabolit mengandung cendawan saprob A. niger
sekunder sirodesmin PL yang merupakan dengan total persentase infeksi (1.5%),
toksin yang menyebabkan klorosis pada daun A. flavus (1.9%), C. globosum (0.1%) dan
tanaman dan belum diketahui perannya dalam cendawan parasit C. lunata (0.8%), P. lingam
penyakit kaki hitam (Gardiner et al. 2004) (0.2%) yang berpotensi sebagai patogen pada
C. globosum merupakan spesies yang benih ataupun kecambah Brassicaceae.
umum dan kosmopolitan, hidup secara saprob
pada rizosfer, filosfer, pengoloni utama tanah UCAPAN TERIMA KASIH
dan bahan yang mengandung selulosa seperti
sisa tanaman, benih, kompos, kotoran hewan, Penelitian ini dibiayai oleh Badan
kertas, dan bahan lainnya yang mengandung Karantina Pertanian, Kementrian Pertanian
selulosa, serta dilapokan berpotensi sebagai Republik Indonesia.

101
J Fitopatol Indones Harahap et al.

DAFTAR PUSTAKA Hammoudi O, Salman M, Abuamsha R, Ehlers


R. 2012. Effectiveness of bacterial and
Abdelwehab SA, El-Nagerabi SAF, Elshafie fungal isolates to control Phoma lingam
AE. 2014. Mycobiota associated with on oilseed rape Brassica napus. Americ J
imported seeds of vegetables crops in Plant Sci. 3:773–770. DOI: http://dx.doi.
Sudan. Open Mycology J. 8:156–173. org/10.4236/ajps.2012.36093.
DOI: http://dx.doi.org/10.2174/18744370 Hussain N, Hussain A, Ishtiaq M, Azam S,
01408010156. Hussain T. 2013. Pathogenicity of two
Atanda SA, Pessu PO, Aina JA, Agoda S, seed-borne fungi commonly involved
Adekalu OA, Ihionu GC. 2013. Mycotoxin in maize seeds of eight district of Azad
management in agriculture. Green J Agric Jammu and Kashmir, Pakistan. Afric J
Sci. 3(2):176–184. Biotechnol. 12(12):1363–1370.
Agarwal VK, Sinclair JB. 1996. Principles of Hossain I, Dey P, Dilruba K. 2014. Quality
Seed Pathology. New York (US): Lewis of vegetable seeds collected from
Publishers. mymensingh region in Bangladesh. Int J
Baharuddin, Purwantara A, Ilyas S, Suhartanto Appl Sci Biotechnol. 2(1):103–108. DOI:
MR. 2013. Pathogenicity of several seed- http://dx.doi.org/10.3126/ijasbt.v2i1.9926.
borne fungi isolates on hybrid cocoa seeds. Howlett. 2006. Secondary metabolite
J Litri. 19(1):1–7. toxins and nutrition of plant pathogenic
[Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2014. fungi. Curr Opin Plant Biol. 9(4):371–
Laporan Tahunan TA. 2011–2013. Jakarta 375. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.
(ID): Badan Karantina Pertanian. pbi.2006.05.004.
Boerema GH, de gruyter J, Noordeloos ME, Ismail M, Anwar SA, ul-Haque MI, Iqbal
Hamers MEC. Phoma Identification Azar, Ahmad N, Arain MA. 2012. Seed-
Manual: Differentiation of Specific and borne fungi associated with cauliflower
Infraspecifik Taxa in Culture. London seeds and their role in seed germination.
(UK): CABI. Pak J Phytopathol. 24(1):26–31.
Cram MM, Fraedrich SW. 2009. Seed diseases Kakde RB, Badar KV, Pawar SM, Chavan
and seedborne pathogens of North AM. 2012. Storage mycoflora of oilseed: a
America. Tree Planters’ Note. 53(2):35–44. review. Int Multidiscip Res J. 2(3):39–42.
Domsch KH, Gams W, Heidi T. 1980. Khan T, Mustafa G, Zaher-ud-Din. 2006.
Compendium of Soil Fungi. London (UK): In-vitro chemical control of Aspergillus
Academic Pr. flavus causing seed rot of crops of family
Duan C, Wang X, Zhu Z, Wu X. 2007. Testing Brassicaceae [abstract]. Pak J Sci Ind Res.
of seed borne fungi in wheat germplasm 49(6):431–433.
conserved in the national crop genebank Mol B, Ramarethinam S, Murugesan NV.
of China. Agric Sci Chin. 6(6):682–687. 2014. Compatibility study if Chaetomium
DOI: http://dx.doi.org/10.1016/S1671- globosum with the fungicides (ridomil,
2927(07)60100-X. blue copper and score). Int J Chem Tech
Ellis MB. 1971. Dematiceous Hyphomycete. Res. 6(5):3019–3024.
London (UK): CAB Commonealth Neergaard P. 1969. Seed-borne disease:
Mycological Institute. inspection for quarantine in Africa.
Gardiner DM, Cozijnsen AJ, Wilson LM, Handbook for Phytosanitary Inspectors in
Pedras MSC, Howlett BJ. 2004. The Africa. 380–393.
sirodesmin biosythetic gene cluster of the Ora N, Faruq AN, Islam MT, Akhtar N, Rahman
plant pathogenic fungus Leptosphaeria MM. 2011. Detection and identification of
maculans. Mol Microbiol. 53(5):1307– seed borne pathogen from some cultivated
1318. DOI: http://dx.doi.org/10.1111/ hybrid rice varieties in Bangladesh. Mid J
j.1365-2958.2004.04215.x. Sci Res. 10 (4):482–488.

102
J Fitopatol Indones Harahap et al.

Pawar NV, Patil VB, Kamble SS, Dixit GB. Sutton BC. 1980. The Coelomycetes: Fungi
2008. First report of Aspergillus niger as a Imperfecti with Pycnidia, Acervuli
plant pathogen on Zingiber officinale from and Stromata. Kew (UK): CAB
India. Plant Dis. 92(9):1368. DOI: http:// Commonwealth Mycological Institute.
dx.doi.org/10.1094/PDIS-92-9-1368C. Syed NA, Midgley DJ, Ly PKC, Saleeba JA,
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian McGee PA. 2009. Do plant endophytic and
No. 93 Tahun 2011. Jenis Organisme free-living Chaetomium species differ?.
Pengganggu Tumbuhan Karantina. Jakarta Aus Mycol. 28:51–55.
(ID): Kementrian Pertanian. Watanabe T. 2002. Pictorial Atlas of Soil and
Sibounnavong P, Soytong K, Makhonpas Seed Fungi: Morphologies of Cultured
C, Adthajadee A. 2011. Evaluation of Fungi and Key to Species. Ed ke-2. Florida
Chaetomium­-mycophyt to promote (US): CRC Press LLC.
the growth of kale. J Agric Technol. West JS, Kharbanda PD, Barbetti MJ, Fitt
7(5):1427–1433. BDL. 2001. Review article: epidemiology
Srivastava AK. 2014. Seed mycoflora of kusum and management of Leptosphaeria
(Schleichera oleosa (Lour) Oken, famili maculans (phoma stem canker) on oilseed
Sapindaceae) and their frequency variation rape in Australia. Plant Pathol. 50:10–27.
during one year of fungal infestation. DOI: http://dx.doi.org/10.1046/j.1365-
Online Int Interdis Res J. 4(3I):139–142. 3059.2001.00546.x.

103

You might also like