You are on page 1of 10

Jurnal HPT Volume 2 Nomor 1

Pebruari 2014
ISSN : 2338 - 4336

KEANEKARAGAMAN JAMUR ENDOFIT AKAR KANGKUNG DARAT


(Ipomoea reptans Poir.) PADA LAHAN PERTANIAN ORGANIK DAN
KONVENSIONAL

Rezyta Tri Yuli Hapsari, Syamsuddin Djauhari, dan Abdul Cholil

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya,


Jl. Veteran, Malang 65145.

ABSTRACT

The research aimed to know diversity of endophytic fungi on kale root (Ipomoea
reptans Poir.) in organic and conventional farming system. The research was conducted
from February to August 2013. Sampling kale root was organic and conventional field
in Cemorokandang village, Kedungkandang sub district, Malang. The isolation
endophytic fungi of kale root in Laboratory of Phytopathology part Micology,
Department of Plant Pest and Disease, Faculty of Agriculture Brawijaya University,
Malang. The research was carried out by using exploration and compared between
organic and conventional field. The result showed that the endophytic fungi on kale root
from organic (45 isolates) level more than conventional field (41 isolates). Endophytic
fungi from organic and conventional field consist of 18 genus i.e. Acremonium sp.,
Aspergillus sp., Botryotrichum sp., Botrytis sp., Cephalosporium sp., Colletotrichum
sp., Curvularia sp., Cylindrocephalum sp., Fusarium sp., Helicosporium sp.,
Hyalodendron sp., Mastigosporium sp., Mycotypha sp., Nigrospora sp., Paecilomyces
sp., Passalora sp., Torula sp., Trichoderma sp. Diversity index of endophytic fungi on
kale root from organic (3,807) and conventional field (3,122) were grouped to high
diversity. Uniformmity index of endophytic fungi from organic and conventional field
were grouped to high uniformmity (1,089 and 0,947) showed that stability of
community was good. Domination index of endophytic fungi from organic and
conventional field were grouped to low domination (0,044 and 0,055). Fusarium sp. and
Cephalosporium sp. were found in both of farming system.

Keywords: Diversity, endophytic fungi, root, kale, organic farming system

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keanekaragaman jamur endofit


akar kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) yang dibudidayakan dengan sistem
pertanian organik dan konvensional. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-
Agustus 2013. Pengambilan contoh akar kangkung darat pada lahan pertanian organik
dan konvensional di Kelurahan Cemorokandang, Kecamatan Kedungkandang, Malang.
Isolasi jamur endofit akar kangkung darat dilaksanakan di Laboratorium Penyakit
Tanaman bagian Mikologi, Jurusan HPT FP-UB, Malang. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini yakni metode eksplorasi dan komparasi antara lahan pertanian
organik dengan konvensional. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa jamur endofit
yang ditemukan pada akar kangkung darat dari lahan pertanian organik (45 isolat) lebih
banyak daripada lahan konvensional (41 isolat). Jamur endofit yang diperoleh dari lahan
pertanian organik dan konvensional sebanyak 18 genus antara lain Acremonium sp.,
Aspergillus sp., Bo-tryotrichum sp., Botrytis sp., Cephalosporium sp., Colletotrichum

1
Hapsari et al, Keanekaragaman Jamur Endofit Kangkung…

sp., Curvularia sp., Cylindrocephalum sp., Fusarium sp., Helicosporium sp.,


Hyalodendron sp., Mastigosporium sp., Mycotypha sp., Nigrospora sp., Paecilomyces
sp., Passalora sp., Torula sp., Trichoderma sp. Nilai indeks keanekaragaman jamur
endofit akar kangkung darat pada lahan pertanian organik (3,807) dan konvensional
(3,122) yang termasuk dalam kriteria keanekaragaman tinggi. Indeks keseragaman
jamur endofit akar pada lahan pertanian organik (1,089) dan konvensional (0,947)
termasuk dalam keseragaman tinggi. Nilai indeks dominansi jamur endofit akar pada
lahan pertanian organik dan konvensional < 0,5 sebesar 0,044 dan 0,055 termasuk
dalam kriteria rendah. Genus jamur endofit dominan yang terletak pada lahan pertanian
organik dan lahan konvensional yaitu genus Fusarium sp. dan Cephalosporium sp.

Kata kunci: Keanekaragaman, jamur endofit, akar, kangkung darat, pertanian organik

PENDAHULUAN meningkatkan kesehatan tanah dan


produktivitas tanaman. Keanekaragaman
Kangkung darat (Ipomoea reptans mikroorganisme sangat penting untuk
Poir.) termasuk jenis sayuran yang umum dikaji lebih dalam, salah satunya keaneka-
dibudidayakan oleh masyarakat secara ragaman jamur endofit pada akar tanaman
komersial. Di Indonesia kangkung dapat kangkung darat. Menurut Prihatiningtias
dibudidayakan dengan sistem pertanian et al. (2006) jamur endofit merupakan
organik maupun konvensional. Menurut mikroorganisme yang tumbuh dalam
Purwantisari et al. (2009) pertanian jaringan tanaman. Jamur endofit memiliki
organik merupakan sistem manajemen hubungan simbiosis mutualisme antara
produksi terpadu yang menghindari jamur endofit dengan tanaman inang.
penggunaan pupuk buatan, pestisida dan Jamur endofit dapat melindungi tanaman
hasil rekayasa genetik yang dapat inang dari serangan pathogen dengan
menekan pencemaran tanah, air dan udara senyawa yang dikeluarkan oleh jamur
yang dapat membahayakan bagi makhluk endofit. Senyawa yang dikeluarkan berupa
hidup. Sedangkan ciri pertanian senyawa metabolit sekunder yang
konvensional menurut Wijayanti (2009) merupakan senyawa bioaktif dan dapat
yaitu dengan menambahkan bahan berfungsi untuk membunuh pathogen.
anorganik dalam proses budidaya, Sedangkan tanaman inang menyediakan
sehingga dampak terhadap pencemaran nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur
lingkungan semakin besar. Terjadinya endofit untuk melengkapi siklus hidupnya.
kerusakan dan pencemaran lingkungan Menurut Prihatiningtias et al. (2006)
menyebabkan tanaman rentan akan jamur endofit terdapat pada bagian akar.
penyakit. Pada morfologi tanaman, akar merupakan
Penggunaan sistem pertanian organik organ penting tanaman yang memiliki
dan konvensional akan berpengaruh pada kemampuan dalam menopang tubuh
komponen ekosistem, misalnya tanaman agar tetap kokoh. Apabila akar
keberadaan jamur yang terdapat di tanaman mengalami gangguan maka akan
jaringan perakaran tanaman (jamur mempengaruhi kondisi bagian tubuh
endofit) (Hartanto, 2008). Berkurangnya tanaman yang lain sehingga tanaman tidak
keragaman organisme akan berdampak tumbuh secara normal. Oleh karena itu,
pada ketidakseimbangan dalam ekosistem. untuk mengetahui keane-karagaman jamur
Menurut Norris et al. (2003) keragaman endofit pada akar kangkung darat di lahan
organisme dalam ekosistem bermanfaat pertanian organik dan konvensional perlu
dalam menentukan stabilitas ekosistem, dilakukan penelitian. Sehingga dapat

2
Jurnal HPT Volume 2 Nomor 1 Pebruari 2014

memberikan informasi mengenai per- Isolasi Jamur Endofit


bedaan keanekaragaman jamur endofit Kontaminasi dari jamur luar
yang terdapat di akar tanaman kang-kung diharapkan tidak terjadi pada saat isolasi.
darat di lahan pertanian organik dan Hal ini dikarenakan isolasi jamur endofit
konvensional. merupakan isolasi jamur yang berasal dari
dalam sistem jaringan tumbuhan (Septia,
BAHAN DAN METODE 2012). Metode yang digunakan yaitu
metode pencucian, mencuci bagian
Waktu dan Tempat permukaan sampel akar tanaman
Waktu pelaksanaan penelitian pada kangkung darat agar steril, sehingga
bulan Februari sampai Agustus 2013. diharapkan jamur yang tumbuh
Penelitian dilaksanakan di Laborato-rium merupakan jamur yang hanya berasal dari
Penyakit Tanaman bagian Mikologi, dalam jaringan akar.
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Tahap isolasi dilakukan di laminar
Fakultas Pertanian UB, Malang. Tempat air flow cabinet. Tahapan awal isolasi
pengambilan sampel akar kangkung darat yaitu menyiapkan sampel akar tanaman
dilakukan di Kel. Cemorokandang, kangkung darat yang sehat dan di lakukan
Kec.Kedungkandang, Kota Malang. pencucian dengan air mengalir hingga
bersih dari tanah, kemudian di keringkan
Metode Penelitian diatas tissue. Setiap sampel tanaman sehat
Penelitian menggunakan metode dilakukan pengambilan sampel akar
eksplorasi dan komparasi. Eksplorasi dengan memotong akar pada pangkal
jamur endofit diambil dari akar kangkung batang menggunakan gunting (Gambar 2).
darat sehat pada lahan sistem pertanian Kemudian potong an akar pada pangkal
organik dan konvensional. Hasil batang diambil dengan pinset yang sudah
eksplorasi dibandingkan dengan disterilkan menggunakan bunsen dan
menggunakan metode komparasi untuk dilakukan perendaman kedalam larutan
mengetahui perbedaan keanekaragaman NaOCL 5% (1 menit), alkohol 70% (1
jamur endofit akar kangkung darat dengan menit). Setelah itu dibilas 2 kali dengan
sistem pertanian organik dan aquadest steril (1 menit) lalu akar
konvensional. dikeringkan diatas tissue steril.
Setiap akar tanaman dipotong ± 1 cm
Eksplorasi Jamur Endofit dengan kondisi aseptis, kemudian hasil
Pengambilan sampel akar kangkung potongan diambil secara acak dan ditanam
Pengambilan sampel akar sehat pada cawan petri berisi media PDA (d=9
dilakukan 2 minggu sekali (14, 28, 42 hst) cm). Selanjutnya dibungkus dengan
pada lahan dengan sistem pertanian plastik wrapping dan dilakukan
organik dan konvensional menggunakan pengamatan selama 7 hari. Kemudian
metode sistematis (Systematic sampling), pada aquadest bilasan terakhir di ambil 1
yaitu pada garis diagonal tanaman, ml dan diisolasikan pada media PDA baru
sehingga diperoleh 5 tanaman sampel lainnya, perlakuan ini digunakan sebagai
(Gambar 1). kontrol. Kontrol digunakan sebagai
penentu dan memastikan jamur yang
tumbuh dari sampel akar yang telah dicuci
berasal dari jamur endofit atau bukan,
sehingga hasil yang dicapai mendekati
Gambar 1. Ilustrasi petak pengambilan contoh kebenaran.
tanaman; : tempat pengambilan
contoh.

3
Hapsari et al, Keanekaragaman Jamur Endofit Kangkung…

Indeks keanekaragaman dihitung


dengan kriteria menurut Brower dan Zar
(1977) sebagai berikut (Tabel 1):

Tabel 1. Kriteria indeks keanekaragaman


Gambar 2. Pemotongan akar pada Shannon
pangkal batang (Sumber: Nilai
Kriteria
dokumentasi peneliti) Indeks
keanekaragaman rendah,
Pengamatan dan Identifikasi <1 penyebaran jumlah individu
Pengamatan dilakukan secara tiap jenis rendah
makroskopis dan mikroskopis terhadap keanekaragaman sedang,
isolat jamur endofit yang telah dipuri- 1-3 penyebaran jumlah individu
fikasi atau pemurnian kemudian hasilnya tiap jenis sedang
digunakan untuk identifikasi. Pengamatan keanekaragaman tinggi,
makroskopis meliputi warna, bentuk, >3 penyebaran jumlah individu
pertumbuhan dan tekstur koloni (cm/hari). tiap jenis tinggi
Pengamatan makroskopis dilakukan
selama 7 hari. Sedangkan pengamatan Indeks Keseragaman (E) (Ludwig and
mikroskopis dilakukan pada pengamatan Reynold, 1988)
akhir (5-7 hari) menggunakan mikroskop Indeks keseragaman digunakan untuk
meliputi hifa bersekat atau tidak, warna mengukur keseimbangan komu-nitas. Hal
dan pertumbuhan hifa, ada tidaknya ini didasarkan pada ukuran kesamaan
konidia, warna dan bentuk konidia. jumlah individu antar spesies dalam suatu
Kemudian hasil pengamatan di iden- komunitas. Rumus indeks keseragaman
tifikasi berdasarkan ciri makroskopis sebagai berikut:
(bentuk, warna, perkembangan koloni)
dan mikroskopis (konidiofor, bentuk
misselium, bentuk spora). Identifikasi Ket.: E = indeks keseragaman, H’ = indeks
dilakukan menggunakan buku identi- keanekaragaman Shannon, s = jumlah
fikasi yaitu Ilustrated Genera of Imperfect genus/spesies
Fungi (Barnett and Hunter, 1960).
Nilai indeks keseragaman berkisar
Analisa Data antara 0-1 dengan kriteria menurut
Indeks Keanekaragaman (H’) Shannon Brower dan Zar (1977) sebagai berikut
(Odum, 1993) (Tabel 2):
Indeks keanekaragaman digunakan
Tabel 2. Kriteria Indeks Keseragaman
untuk menghitung keanekaragaman jamur
endofit akar kangkung darat pada lahan Nilai indeks Kondisi Komunitas
pertanian organik dan konvensional. 0,00<E< 0,50 keseragaman kecil,
Rumus indeks keaneka-ragaman sebagai komunitas tertekan
berikut: 0,50<E< 0,75 keseragaman sedang,
komunitas labil
0,75<E< 1,00 keseragaman tinggi,
Ket.: H’= indeks keanekaragaman, S= jumlah komunitas stabil
spesies, ni = jumlah individu jenis ke i, N = Indeks dominansi (C) (Odum, 1993)
jumlah total individu Indeks dominasi jenis digunakan
untuk mengetahui adanya dominasi jenis

4
Jurnal HPT Volume 2 Nomor 1 Pebruari 2014

jamur endofit pada suatu komunitas. diperoleh tingkat keane-karagaman


Indeks dominasi dihitung dengan organik yang berbeda dengan total
menggunakan rumus sebagai berikut: keseluruhan 86 isolat. Keanekaragaman
jamur endofit akar kangkung darat pada
lahan pertanian organik lebih tinggi
daripada lahan konvensional (Tabel 4).
Ket.: C = indeks dominasi Simpson, ni = jumlah
individu jenis ke i, N = jumlah total Analisis Data
individu Untuk mengetahui perbandingan
perbedaan keanekaragaman jamur endofit
Nilai indeks keseragaman berkisar akar kangkung darat pada lahan pertanian
antara 0-1 dengan kriteria menurut organik dan konvensional yakni
Hamsiah (2006) sebagai berikut (Tabel 3): menggunakan metode perhitung-an
Tabel 3. Kriteria Indeks Dominansi keanekaragaman, keseragaman dan
Nilai indeks Kriteria dominasi.
0,00 < C ≤ 0,50 rendah Penggunaan cara pengelolaan lahan
0,50 < C ≤ 0,75 sedang yang berbeda akan mem-pengaruhi tingkat
0,75 < C ≤ 1,00 tinggi keanekaragaman jamur endofit. Suganda
et al. (2007) menyebutkan bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN keberadaan jamur endofit serta variasi
jenis isolatnya dipengaruhi oleh jenis
Keanekaragaman Jamur Endofit Akar tanaman inang, bagian tanaman dan
Kangkung Darat pada Lahan Pertanian lokasi. Ber-dasarkan hasil isolasi dan
Organik dan Konven-sional identifikasi diperoleh data perhitungan
Berdasarkan hasil isolasi dan dengan menggunakan indeks
identifikasi jamur endofit pada akar keanekaragaman (H’) Shannon,
kangkung darat (Ipomoea reptans Poir.) di keseragaman (E), dan dominasi (D). Hasil
lahan pertanian organik dan konvensional perhitungan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Keanekaragaman Jamur Endofit Akar Kangkung Darat pada Lahan Pertanian
Organik dan Konvensional
∑ Spesies ∑ Spesies
No. Genus No. Genus
K O K O
1 Acremonium sp. 1 2 11 Hyalodendron sp. 0 1
2 Aspergillus sp. 1 2 12 Mastigosporium sp. 1 0
3 Botryotrichum sp. 1 0 13 Mycotypha sp. 2 0
4 Botrytis sp. 1 0 14 Nigrospora sp. 2 1
5 Cephalosporium sp. 6 5 15 Paecilomyces sp. 1 0
6 Colletotrichum sp. 2 1 16 Passalora sp. 1 0
7 Curvularia sp. 0 1 17 Torula sp. 0 2
8 Cylindrocephalum sp. 0 1 18 Trichoderma sp. 1 0
9 Fusarium sp. 3 12 19 Tidak teridentifikasi 4 4
10 Helicosporium sp. 0 1
∑ Koloni 27 33
∑ Genus 14 12
Keterangan: K = konvensional, O = organik (Sumber: hasil penelitian)
Tabel 5. Analisis Data Jamur Endofit Akar Kangkung Darat

5
Hapsari et al, Keanekaragaman Jamur Endofit Kangkung…

Nilai Indeks ∑ ∑ ∑
No. Lahan
H' E C Genus Spesies Koloni
Pertanian
1 3.807 1.089 0.044 12 33 45
Organik
2 Konvensional 3.122 0.947 0.055 14 27 41
Total 6.929 2.036 0.099 26 60 86
Rerata 3.465 1.018 0.050 13 30 43
Ket.: H' = indeks keanekaragaman E = indeks keseragaman, C = indeks dominansi (Sumber:
hasil penelitian)
Indeks Keanekaragaman (H’) Jamur terhadap kebe-radaan jamur endofit antara
Endofit Akar Kangkung Darat pada lahan pertanian organik dan konvensional.
Lahan Pertanian Organik dan Kon- Tingkat keanekaragaman jamur endofit
vensional dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Hasil perhitungan indeks keaneka- Suganda et al. (2007) menyebutkan bahwa
ragaman jamur endofit akar kangkung jenis tanaman inang, lokasi dan bagian
darat pada lahan pertanian organik dan tanaman dapat mempengaruhi keberadaan
konvensional dapat di lihat pada Tabel 5. jamur endofit.
Berdasarkan hasil perhitungan indeks Salah satu faktor yang dapat
keanekaragaman jamur endofit akar mempengaruhi keberadaan jamur endofit
kangkung pada lahan pertanian organik yakni aspek budidaya yang merupakan
dan konvensional dapat diketahui bahwa proses dalam meningkatkan produksi
tingkat keaneka-ragaman jamur endofit suatu tanaman misalnya penggunaan
lebih besar pada lahan pertanian organik pupuk dan pestisida. Pada lahan
dibandingkan dengan lahan konvensional. konvensional penerapan pupuk dan
Nilai indeks keanekaragaman jamur penyemprotan pestisida sintetis sebagai
endofit akar kangkung pada lahan pengendalian organisme pengganggu
pertanian organik (3,807) dan tanaman lebih intensif dibandingkan pada
konvensional (3,122) termasuk dalam lahan pertanian organik. Pada saat
kriteria keane-karagaman tinggi dengan pengolahan lahan di lahan pertanian
penyebaran jumlah individu tiap jenis organik dan konven-sional menggunakan
tinggi. Hal ini sesuai dengan Brower dan pupuk kandang, namun untuk pemupukan
Zar (1977) yang menyebutkan bahwa nilai selanjutnya berbeda. Pada lahan pertanian
indeks < 1 termasuk dalam kriteria ke- organik pemupukan (pupuk kandang)
anekaragaman rendah dengan penye-baran diberikan pada saat pengolahan lahan saja
jumlah individu tiap jenis rendah. Nilai kemudian 2 minggu setelah tanam
indeks 1-3 termasuk dalam kriteria menggunakan pupuk hayati, sedangkan
keanekaragaman sedang de-ngan pada lahan konvensional pemupukan
penyebaran jumlah individu tiap jenis mengguna-kan pupuk urea dilakukan 3
sedang. Nilai indeks > 3 termasuk dalam kali yakni pada saat umur 7, 21 dan 35 hst
kriteria keanekaragaman tinggi dengan (hari setelah tanam). Pemupukan dan
penyebaran jumlah individu tiap jenis penyemprotan pestisida merupakan usaha
tinggi. yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
Tingkat keanekaragaman jamur tanaman dan keberadaan jamur endofit
endofit akar kangkung darat pada lahan pada tanaman. Irmawan (2007)
pertanian organik lebih besar daripada menyebutkan bahwa ber-dasarkan hasil
lahan konvensional, hal ini diduga karena survei petani yang tidak melakukan
pengaruh penerapan aspek budidaya yang penyemprotan pestisida ternyata
berbeda sehingga menimbulkan pengaruh keragaman dan kelimpahan cendawan

6
Jurnal HPT Volume 2 Nomor 1 Pebruari 2014

endofit sangat tinggi. Kandungan zat


kimia pada pupuk maupun pestisida
berpengaruh terhadap metabolisme
tanaman. Irmawan (2007) menyebutkan
bahwa jamur endofit merupakan jamur
yang hidup dalam jaringan tanaman,
sehingga tidak terlepas dari pengaruh
metabolisme inang tanaman. Hal ini dapat
terlihat jelas pada histogram (Gambar 3).
Gambar 4. Indeks Keseragaman Jamur
Endofit Akar Kangkung Darat
(Sumber: hasil penelitian)

Berdasarkan histogram pada Gambar


4, penerapan budidaya kang-kung darat
dengan sistem pertanian organik (1,089)
dan konvensional (0,947) termasuk dalam
kriteria keseragaman tinggi dengan
komunitas stabil. Hal ini sesuai dengan
Gambar 3. Indeks Keanekaragaman Brower dan Zar (1977) yang menyebutkan
Jamur Endofit Akar Kangkung bahwa apabila nilai indeks keseraga-man
Darat (Sumber: hasil penelitian) berkisar antara 0,00-0,50 termasuk dalam
kriteria keseragaman rendah dengan
Indeks Keseragaman (E) Jamur komunitas tertekan. Nilai indeks
Endofit Akar Kangkung Darat pada keseragaman diantara 0,50-0,75 termasuk
Lahan Pertanian Organik dan dalam kriteria keseragaman sedang
Konvensional dengan komunitas labil. Nilai indeks
Hasil perhitungan indeks kesera- keseragaman diantara 0,75-1,00 termasuk
gaman jamur endofit akar kangkung darat dalam kriteia keseragaman tinggi dengan
pada lahan pertanian organik dan komunitas stabil.
konvensional dapat di lihat pada Tabel 5.
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel Indeks Dominansi (C) Jamur Endofit
5, menunjukkan bahwa tingkat Akar Kangkung Darat pada Lahan
keseragaman jamur endofit pada lahan Pertanian Organik danKonvensional
pertanian organik lebih tinggi diban- Hasil perhitungan indeks dominasi
dingkan dengan konvensional. Hal ini jamur endofit akar kangkung darat pada
berdasarkan perhitungan diperoleh total lahan pertanian organik dan konvensional
indeks keseragaman jamur endofit pada dapat di lihat pada Tabel 5. Berdasarkan
lahan pertanian organik sebesar 1,089, Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat
sedangkan indeks keseragaman jamur dominansi jamur endofit pada lahan
endofit pada lahan konvensional diperoleh pertanian konvensional lebih besar dari
sebesar 0,947. Hal ini dapat terlihat jelas pada tingkat dominansi jamur endofit
pada histogram (Gambar 4). pada lahan pertanian organik. Hasil
perhitungan indeks dominansi didapatkan
pada lahan pertanian organik (0,044) dan
konvensional (0,055). Hal ini dapat
terlihat jelas pada histogram (Gambar 5).

7
Hapsari et al, Keanekaragaman Jamur Endofit Kangkung…

dominan. Berdasarkan Gambar 6 terlihat


bahwa jamur endofit akar kangkung darat
yang dominan yakni genus Fusarium sp.
dan Cephalosporium sp. Jamur endofit
tersebut diduga memiliki kemampuan
dalam beradaptasi dengan kondisi
tanaman inangnya (Larran et al, 2002).
Bills (1996) menyebutkan bahwa genus
Gambar 5. Indeks Dominansi Jamur Fusarium merupakan jamur endofit yang
Endofit Akar Kangkung Darat memiliki kemampuan dalam tumbuh cepat
(Sumber: hasil penelitian) maupun menyebar secara sistemik dalam
suatu jaringan tanaman.
Nilai indeks dominasi pada lahan Istikorini (2005) menyebutkan bahwa
pertanian organik dan konvensional dapat jamur mampu menjadi agens antagonis
dimasukkan kedalam kriteria dominasi yang baik untuk pengendalian hayati
rendah karena nilai indeks dominasi jamur apabila jamur tersebut memiliki
endofit akar kangkung darat < 0,5 kemampuan dalam mengkolonisasi
(Hamsiah, 2006). Hal ini sesuai dengan jaringan tanaman dan berkompetisi
Hamsiah (2006) yang menyebutkan dengan mikroorganisme lain. Irmawan
bahwa apabila nilai indeks dominansi (2007) menyebutkan bahwa jamur
diantara 0,00-0,50 termasuk dalam kriteria Cephalosporium menghasilkan antibiotik
rendah, diantara 0,50-0,75 termasuk sefalosporium yang dapat menghambat
dalam kriteria sedang, dan diantara 0,75- pertumbuhan mikro-organisme dengan
1,00 termasuk dalam kriteria tinggi. Hal cara menghambat sintesis dinding sel.
ini dapat dilihat pada Gambar 6. Sehingga genus Fusarium sp. dan
Hasil isolasi dan identifikasi jamur Cephalosporium sp. yang dominan pada
endoft akar kangkung darat yang lahan pertanian organik diduga mampu
ditemukan pada lahan pertanian organik berperan dalam penekanan penyakit.
dan konvensional diperoleh genus yang

Gambar 6. Indeks Dominansi Genus Jamur Endofit Akar Kangkung Darat


(Sumber: hasil penelitian)

8
Jurnal HPT Volume 2 Nomor 1 Pebruari 2014

KESIMPULAN lahan konvensional yaitu genus


Fusarium sp. dan Cephalosporium sp.
1. Keanekaragaman jamur endofit akar
kangkung darat pada lahan pertanian DAFTAR PUSTAKA
organik lebih tinggi daripada lahan
konvensional. Jamur endofit akar Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi
kangkung yang ditemukan pada lahan Sayuran di Indonesia.
pertanian organik dan konvensional http://www.bps.go.id/tab_
se-banyak 18 genus antara lain sub/view.php. Di-akses tanggal 6
Acremonium sp., Aspergillus sp., Februari 2013.
Botryotrichum sp., Botrytis sp.,
Bills, G. F. 1996. Isolation and Analysis
Cephalosporium sp., Colletotri-chum
of Endhophitic Fungal Communies
sp., Curvularia sp., Cylin-
from Woody Plants. Di dalam: Reslin
drocephalum sp., Fusarium sp.,
SC, Carris LM (eds.). Endophytic
Helicosporium sp., Hyalodendron
Fungi in Grasses and Woody Plant:
sp.,Mastigosporium sp.,Mycotypha
Systematic, ecology and Evolution.
sp., Nigrospora sp., Paecilomyces sp.,
APS Press. p: 31-66
Passalora sp., Torula sp., dan
Trichoderma sp. Brower, J. E., and J. H. Zar. 1977. Field
2. Jamur endofit akar kangkung yang and Laboratory Methods for General
hanya ditemukan pada lahan Ecology. WM. J. Brown Company
pertanian organik sebanyak 5 genus Publisher. Dubuque. Iowa. p: 94.
antara lain Curvularia sp., Hamsiah, 2006. Potensi Jenis Kekerangan
Cylindrocephalum sp., Helicos- Yang Berasosiasi Dengan Padang
porium sp., Hyalodendron sp., Torula Lamun di Pulau Pannikiang
sp. Sedangkan jamur endofit yang Kabupaten Barru. Fakultas Perikanan
hanya ditemukan pada lahan dan Ilmu Kelautan UMI. Jurnal
konvensional sebanyak 7 genus antara Protein. Makasar. Vol.13 No.2
lain Botryotrichum sp., Botrytis sp.,
Mastigosporium sp., Mycotypha sp., Hartanto, E. 2008. Keragaman Jamur
Paecilomyces sp., Passalora sp., Endofit Jaringan Akar Tanaman Apel
Trichoderma sp. (Malas sylvestris Mill.) pada lahan
3. Nilai indeks keanekaragaman ja-mur budidaya secara PHT dan
endofit akar kangkung darat pada konvensional Di Poncokususmo,
lahan pertanian organik (3,807) dan Malang. Fakultas Pertanian UB.
konvensional (3,122) yang termasuk Malang.
dalam kriteria keanekaragaman Irmawan, D. E. 2007. Kelimpahan
tinggi. Indeks keseragaman jamur Keragaman Cendawan Endofit Pada
endofit akar pada lahan pertanian Beberapa Varietas Padi Di Kuningan,
organik dan konvensional termasuk Tasikmalaya dan Subang, Jawa Barat.
dalam keseragaman tinggi yakni Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
1,089 dan 0,947.
4. Nilai indeks dominansi jamur endofit Istikorini, Y. 2005. Eksplorasi Cendawan
akar pada lahan pertanian organik Endofit dari Tanaman Cabai
(0,044) dan konvensional (0,055) (Capsicum annum L.) dan Teki
termasuk kriteria rendah. Genus (Cyperus rotundus). IPB. Bogor
jamur endofit dominan yang terletak Larran S, Rollan C, Angeles HB, Alippi
pada lahan pertanian organik dan HE, and Urrutia MI. 2002. Nota

9
Hapsari et al, Keanekaragaman Jamur Endofit Kangkung…

Corta: Endophytic fungi in healty Septia, E. D. 2012. Potensi Antagonis


soybean leaves. Prod. Prot. Veg 17. Jamur Endofit dalam Jaringan Akar,
p: 173-178 Batang, dan Buah pada Dua Varietas
Ludwig, J. A., and J. F. Reynolds. 1988. Tanaman Managga terhadap Jamur
Statistical Ecology: A Primer on Patogen Colletotricum
Methods and Computing. John wiley gleosporioides. Fakultas Pertanian
and sons. Inc. Canada UB. Malang.

Norris, R., C.E Caswell and M. Kogan. Suganda, Tarkus, N. Istifadah dan
2003. Concept in integrated pest Hersanti. 2007. Jamur Endofit:
management. Prentice Hall. New Keanekaragaman, Kolonisasi dan
Jersey. p: 586 Peranannya terhadap Berbagai
Tanaman Sayuran dan Pangan.
Odum, P. E. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Laporan Penelitian. Fakultas
Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Pertanian Universitas Padjajaran.
Press. Yogyakarta. p: 179.
Tjitrosoepomo, G. 2007. Morfologi
Prihatiningtias, W. dan M. S. H. Tumbuhan. Gadjah Mada University
Wahyuningsih. 2006. Prospek Press. Yogyakarta.
Mikroba Endofit Sebagai Sumber
Wijayanti, R. 2009. Strategi
Senyawa Bioaktif. Fakultas Farmasi
Pengembangan Usaha Sayuran
UGM, Yogyakarta. Fakultas
Organik (Studi Kasus: Kelompok
Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Tani Putera Alam Desa Sukagalih,
Purwantisari, S. dan R. B. Hastuti. 2009. Kecamatan Megamendung,
Isolasi dan Identifikasi Jamur Kabupaten Bogor). Skripsi.
Indigenous Rhizozfer Tanamam Departemen Agribisnis, Fakultas
Kentang dari Lahan Pertanian Ekonomi dan Manajemen, IPB.
Kentang Organik di Desa Pakis, Bogor.
Magelang. BIOMA. Vol. 11 No. 2 p:
45-53.

10

You might also like