Professional Documents
Culture Documents
189
Dalimunthe, Sembiring, Andriyanto, Siregar, Darwis, dan Barus
akar dan daun bangun-bangun untuk (fungisida nabati) yang berpotensi sebagai
mengetahui metabolit sekunder yang antimikroba belum banyak diterapkan di
dihasilkan bangun-bangun melalui perkebunan karet. Sementara itu, pengujian
identifikasi fitokimia kemudian diekstraksi aktivitas anticendawan berbagai tanaman
dengan berbagai pelarut untuk diuji telah banyak dilakukan untuk menekan
terhadap Jamur Akar Putih (Rigidoporus perkembangan patogen penyebab penyakit,
microporus). Parameter yang diamati yaitu termasuk patogen penyebab penyakit
luas pertumbuhan jamur dan persentase tanaman karet. Optimalisasi pemanfaatan
penghambatan JAP. Hasil identifikasi beberapa tanaman yang berpotensi untuk
fitokimia menunjukkan bahwa akar dan mengendalikan penyakit tanaman karet
daun bangun-bangun mengandung tersebut, diharapkan menjadi alternatif
senyawa flavonoid, glikosida dan saponin. pengendalian penyakit yang mudah dan
Senyawa ini tergolong dalam kategori murah karena berbasis pada sumber-
senyawa polar dan semipolar sehingga akan sumber nabati yang melimpah
mudah diekstraksi dengan menggunakan ketersediaannya, sehingga akan tercapai
pelarut polar (aseton). Uji pendahuluan suatu pengendalian yang efektif, efisien,
ekstraksi akar dengan berbagai macam ekonomis, dan ramah lingkungan. Sumber-
pelarut dan dosis menunjukkan interaksi sumber nabati sebagai fungisida nabati di
yang berpengaruh nyata. Persentase alam ketersediaannya masih melimpah dan
penghambatan tertinggi terdapat pada membutuhkan eksplorasi lebih lanjut.
ekstrak akar dengan menggunakan pelarut Beberapa sumber nabati yang dapat
aseton sebesar 98,46% pada dosis 10%. Uji dijadikan penghambat penyakit jamur akar
lanjutan hasil fraksinasi dengan putih adalah kunyit, laos, lidah mertua dan
menggunakan kertas cakram menunjukkan cocor bebek. Tanaman tersebut merupakan
daya hambat terkuat terdapat pada fraksi n- tanaman antagonis yang bagian akarnya
heksana (14-18,5 cm), fraksi etil asetat dapat membebaskan eksudat antibiotik dan
(13,5-15,5 cm), dan ekstrak etanol (7-10,5 mengakibatkan perubahan kondisi bio-
cm). kimia-fisik tanah yang terserang jamur akar
putih (Situmorang, Suryaningtyas, &
Kata kunci : Hevea brasiliensis; bangun- Febbiyanti, 2006).
bangun; metabolit sekunder;
uji antagonis; penyakit jamur Bangun-Bangun, bebangun, pokok
akar putih ubat batuk, raja bangun, hati-hati hijau
atau sedingin ataupun nama ilmiahnya
Plectranthus amboinicus/Coleus amboinicus
PENDAHULUAN merupakan sejenis herba wangi dan dapat
dimakan. Tanaman bangun-bangun
Penyakit jamur akar putih (JAP) yang mengandung senyawa bioaktif sebagai
disebabkan oleh jamur Rigidoporus antioksidan (Patel et al., 2010), antibakteri
microporus merupakan penyakit utama pada dan antifungi (Manjamalai, Narala, Haridas,
tanaman karet yang dapat mengakibatkan & Grace, 2011). Pertahanan biokimia berupa
kematian pada tanaman. Penyakit ini senyawa yang dihasilkan yaitu senyawa
menimbulkan kerusakan pada akar hasil metabolisme sekunder (flavanoid,
tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat alkaloid, glycocid), senyawa yang
kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dikeluarkan sebagai eksudat, senyawa yang
dalam kemudian daun gugur diikuti ujung menghambat, tidak menghasilkan senyawa
ranting menjadi mati. Adakalanya terbentuk yang diinginkan patogen. Di India tanaman
daun muda, atau bunga dan buah lebih bangun-bangun ini dipercaya dapat
awal. menyembuhkan berbagai penyakit seperti
demam malaria, hepatopati, batu ginjal dan
Pada perakaran tanaman sakit kandung kemih, cegukan, bronkitis,
tampak benang-benang jamur berwarna cacingan, kolik dan kejang, batuk, bahkan
putih dan agak tebal (rizomorf) (Fairuzah, hingga penyakit asma kronik. Hal ini karena
Dalimunthe, Karyudi, Suryaman & daun bangun-bangun mengandung
Widhayati, 2014). berbagai jenis flavonoid, seperti quercetin,
apigenin, luteolin, salvigenin, dan
Pengendalian penyakit dengan genkwanin.
memanfaatkan sumber-sumber nabati
190
Identifikasi dan Uji Metabolit Sekunder Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) Terhadap Penyakit
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) di Laboratorium
191
Dalimunthe, Sembiring, Andriyanto, Siregar, Darwis, dan Barus
3. Fraksinasi Ekstrak Akar Bangun- Kedua pelarut yang tidak saling bercampur
Bangun tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah
Fraksinasi adalah suatu metode kemudian dikocok dan didiamkan. Solut
pemisahan senyawa organik berdasarkan atau senyawa organik akan terdistribusi ke
kelarutan senyawa-senyawa tersebut dalam dalam fasenya masing-masing bergantung
dua pelarut yang tidak saling bercampur, kepada kelarutannya terhadap fase tersebut
biasanya antara pelarut air dan pelarut dan kemudian akan terbentuk dua lapisan,
organik (Soebagio, Rusdiana, & Kairudin, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang
2007). Teknik pemisahan ekstraksi cairan dapat dipisahkan dengan membuka kunci
ini biasanya dilakukan dengan pipa corong pisah (Odugbemi, 2008).
menggunakan corong pisah (Gambar 1).
a b
Gambar 1. Fraksinasi ekstrak etanol akar dengan pelarut n-heksana (a) dan etil asetat (b)
Figure 1. Fractionation of root ethanol extract with n-hexane solvent (a) and ethyl acetate (b)
4. Isolasi dan Pemurnian Jamur Akar Putih metabolit sekunder diinokulasikan pada
(JAP) kertas cakram kosong (blank disc). Cakram
Isolasi jamur patogen dari akar tanaman tersebut diinokulasikan pada kedua sisi
dilakukan dengan akar karet yang terserang jamur dengan jarak tanam 3,5 cm. Biakan
penyakit JAP dipotong sepanjang ± 1 cm, diinkubasi pada suhu ruang. Aktivitas
kemudian ditanam di media Potato Dextrose antagonis jamur ditunjukkan dengan
Agar (PDA). Inkubasi dilakukan pada suhu adanya penghambatan terhadap
ruang selama ± 3 hari dan selanjutnya pertumbuhan jamur yang ditandai dengan
dilakukan pemurnian pada jamur akar terbentuknya zona hambat. Pengamatan
putih. Isolat JAP dijadikan bahan untuk dimulai dari hari kedua sampai hari keenam
diuji dengan metabolit sekunder bangun- (Suryanto & Munir, 2006).
bangun.
Parameter yang diamati pada
5. Uji Fraksinasi Ekstrak Bangun-bangun penelitian ini adalah identifikasi fitokimia
terhadap penyakit Jamur Akar Putih dari simplisia dan ekstrak akar atau daun
Kemampuan metabolit sekunder dalam bangun-bangun meliputi pemeriksaan
menghambat pertumbuhan jamur akar golongan alkaloida, flavanoida, saponin,
putih dilakukan secara in vitro. Suspensi tanin, glikosida, antrakinon dan steroida
dari setiap fraksi metabolit sekunder atau triterpenoida. Pengamatan luas
dipersiapkan untuk diuji antagonis dengan pertumbuhan koloni JAP dilakukan pada 2,
jamur patogen. Bagian hifa terluar dari 4 dan 6 hsi (hari setelah inokulasi) dengan
jamur patogen dicetak dengan cork borer dan menggunakan alat planimeter kemudian
diinokulasikan pada bagian tengah media dihitung tingkat efikasi (persentase
PDA untuk jamur dan diinkubasi selama ± penghambatan) dengan menggunakan
24 jam pada suhu ruang (±28-30°C). rumus 1 sebagai berikut:
Selanjutnya, sebanyak 0,01 ml suspensi
192
Identifikasi dan Uji Metabolit Sekunder Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) Terhadap Penyakit
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) di Laboratorium
Tabel 1. Hasil identifikasi fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak pada akar tanaman bangun-
bangun
Table 1. The results of phytochemical identification and powder simplisia extract on roots of
bangun-bangun plant
Akar bangun-bangun
No Identifikasi fitokimia Root of bangun-bangun plant
Phytochemical identification Simplisia Ekstrak
Simplicia Extract
1 Alkaloid - -
2 Flavonoid + +
3 Glikosida + +
4 Saponin + +
5 Tanin - -
6 Terpenoid/steroid - -
Keterangan : (+) = mengandung golongan senyawa, (-) = tidak mengandung golongan senyawa
Notes : (+) = containing the compound, (-) = doesn't contain the compound.
Tabel 2. Hasil identifikasi fitokimia simplisia dan ekstrak pada daun tanaman bangun-
bangun
Table 2. The results of phytochemical identification and powder simplicia extract on leaf of
bangun-bangun plant
Daun bangun-bangun
Identifikasi fitokimia Leaf of bangun-bangun plant
No
Phytochemical identification Simplisia Ekstrak
Simplicia Extract
1 Alkaloid - -
2 Flavonoid + +
3 Glikosida + +
4 Saponin + +
5 Tanin - -
6 Terpenoid/steroid + -
Keterangan : (+) = mengandung golongan senyawa, (-) = tidak mengandung golongan senyawa
Notes : (+) = containing the compound, (-) = doesn't contain the compound.
193
Dalimunthe, Sembiring, Andriyanto, Siregar, Darwis, dan Barus
Secara umum hasil identifikasi fitokimia dari suatu tanaman yang melimpah di
pada simplisia dan ekstrak akar bangun- Indonesia. Hasil identifikasi fitokimia ini
bangun menunjukan hasil positif pada dapat menjadi informasi untuk menentukan
senyawa flavonoid, glikosida dan saponin aktivitasnya dalam mengendalikan
(Tabel 1). Saponin digunakan sebagai penyakit.
antimikroba pada beberapa tahun terakhir.
Mekanisme kerja saponin sebagai Hasil Uji Pendahuluan Ekstrak Akar
antimikroba adalah menurunkan tegangan Bangun-Bangun dari Berbagai Macam
permukaan sehingga mengakibatkan Dosis dan Pelarut (Aseton, Etanol dan N-
naiknya permeabilitas atau kebocoran sel Heksana) terhadap Jamur Akar Putih
dan mengakibatkan senyawa interseluler
akan keluar (Bilalis et al., 2012). Bangun- Hasil uji pendahuluan menunjukkan
bangun mengandung senyawa metabolit adanya perbedaan yang nyata antar setiap
sekunder meliputi polifenol, saponin, perlakuan dosis dan pelarut terhadap luas
glikosida falvonol dan minyak atsiri pertumbuhan jamur akar putih (Tabel 3).
(Rasineni, Siddavattam, & Reddy, 2008). Pengamatan 2 hsi menunjukkan bahwa
ekstrak akar bangun-bangun dengan dosis
Hasil skrining fitokimia pada 2,5% menunjukkan luas pertumbuhan
simplisia dan ekstrak daun bangun-bangun jamur terkecil pada pelarut n-heksana
menunjukkan hasil positif pada senyawa yakni sebesar 1,83 cm, berbeda nyata
flavanoid, glikosida, saponin dan dengan pelarut lainnya. Hal yang sama juga
triterpenoid/steroid, sedangkan pada terdapat pada dosis 5% dengan luas
ekstrak daun bangun-bangun terdapat pertumbuhan jamur sebesar 1,50 cm,
senyawa yang sama terkecuali berbeda nyata dengan pelarut aseton. Dosis
triterpenoid/steroid (Tabel 2). Terpenoid 7,5% menunjukkan luas pertumbuhan
adalah kelompok senyawa yang memberikan jamur terkecil pada pelarut metanol yakni
rasa, bau, dan warna pada tumbuhan, 1,10 cm, tidak berbeda nyata dengan pelarut
biasanya terdapat pada daun dan buah. n-heksana, namun berbeda nyata dengan
Terpenoid yang ditemukan di alam sebagian pelarut aseton. Dosis 10% menunjukkan
besar merupakan komponen minyak atsiri. luas pertumbuhan jamur terkecil terdapat
Bahan-bahan nabati yang digunakan pada pelarut aseton sebesar 0,63%, tidak
sebagai fungisida umumnya berasal dari berbeda nyata dengan pelarut lainnya.
bagian daun, bunga dan atau rimpang (akar)
Tabel 3. Pengaruh interaksi dosis dan pelarut terhadap luas pertumbuhan jamur pada
pengamatan 2 hsi
Table 3. The influence of interaction of dosage and solvent on growth area of fungi in
observation at 2 days after inoculation
Pelarut
Dosis Solvent
Dosage Aseton n-heksana Metanol
Acetone n-hexane Methanol
6,18 a 4,73 a 4,72 a
Kontrol
A B B
5,28 b 1,83 b 2,53 b
2,5%
A C B
4,45 c 1,50 b 1,73 c
5%
A B B
4,25 c 1,45 b 1,10 d
7,5%
A B C
0,63 d 0,93 c 0,95 d
10%
A A A
Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom dan huruf besar yang sama pada baris
yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
Figures in the same column followed by the same small letter and number followed by the same capital in
the same row are not significantly different at Duncan Multi Range Test P0.05
194
Identifikasi dan Uji Metabolit Sekunder Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) Terhadap Penyakit
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) di Laboratorium
Interaksi dosis dan pelarut terhadap senyawa aktif yang dikandung simplisia
luas pertumbuhan jamur akar putih dapat diketahui. Hasil skrining menunjukkan
dilihat pada Tabel 4. Pada pengamatan 4 hsi bahwa akar dan daun bangun-bangun
menunjukkan bahwa luas pertumbuhan positif mengandung senyawa polar dan semi
jamur terkecil masih terdapat pada dosis polar yakni flavanoid, glikosida dan saponin.
10% di setiap pelarut yaitu sebesar 0,68 Senyawa ini larut dalam pelarut aseton dan
(aseton); 2,35 (n-heksana) dan 1,33 cm metanol. Sementara pelarut n-heksana
(metanol) (Tabel 4). Pada dosis 2,5% sampai (C6H14) yang merupakan golongan alkana
dengan dosis 7,5% luas pertumbuhan jamur dan termasuk ke dalam pelarut nonpolar
tidak berbeda nyata pada pelarut n-heksana mengandung senyawa nonpolar yakni
dan metanol, sedangkan terhadap pelarut terpenoid/streoid.
aseton terdapat perbedaan yang nyata.
Pengaruh interaksi dosis dan pelarut
Pada pengamatan 6 hsi pertumbuhan terhadap persentase penghambatan JAP
JAP pada kontrol (0%) sudah memenuhi pada pengamatan 2 hsi menunjukkan
cawan petri dengan luasan sebesar 46,05- pengaruh yang nyata dengan kisaran
56,20% (Tabel 5). Hal ini berbeda nyata persentase penghambatan berkisar antara
dengan perlakuan lainnya yang 13,77-89,77% (Tabel 6). Ekstrak akar
menunjukkan adanya interaksi yang bangun-bangun dengan menggunakan
berpengaruh nyata antara dosis dan pelarut pelarut aseton dapat menghambat
seperti yang dibahas pada pengamatan 2 pertumbuhan JAP sebesar 89,77% pada
dan 4 hsi yang menyatakan dosis 10% dosis 10%. Sementara dengan
memiliki luas pertumbuhan jamur terkecil menggunakan pelarut n-heksana dan
pada setiap pelarut. Pemilihan pelarut pada metanol dapat menghambat sebesar 80,35%
ekstraksi yang tepat akan lebih mudah bila dan 79,85% pada dosis yang sama.
Tabel 4. Pengaruh interaksi dosis dan pelarut terhadap luas pertumbuhan jamur pada
pengamatan 4 hsi
Table 4. The influence of interaction of dosage and solvent on growth area of fungi in
observation at 4 days after inoculation
Pelarut
Dosis Solvent
Dosage Aseton n-heksana Metanol
Acetone n-hexane Methanol
26,85 a 21,85 a 21,85 a
Kontrol
A B B
21,60 b 11,15 b 11,73 b
2,5%
A B B
16,30 c 4,38 c 4,55 c
5%
A B B
11,35 d 3,10 d 2,48 cd
7,5%
A B B
0,68 e 2,35 d 1,33 d
10%
B A B
Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom dan huruf besar yang sama pada baris
yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
Figures in the same column followed by the same small letter and number followed by the same capital in
the same row are not significantly different at Duncan Multi Range Test P0.05
195
Dalimunthe, Sembiring, Andriyanto, Siregar, Darwis, dan Barus
Tabel 5. Pengaruh interaksi dosis dan pelarut terhadap luas pertumbuhan jamur pada
pengamatan 6 hsi
Table 5. The influence of interaction dosage and solvent on growth area of fungi in observation
at 6 days after inoculation
Pelarut
Dosis Solvent
Dosage Aseton n-heksana Metanol
Acetone n-hexane Methanol
46,05 a 56,20 a 56,20 a
Kontrol
B A A
42,50 a 35,20 b 34,90 b
2,5%
A A A
32,88 b 11,93 c 11,08 c
5%
A B B
25,18 c 11,90 c 4,75 cd
7,5%
A B C
0,70 d 6,18 d 2,95 d
10%
C A B
Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom dan huruf besar yang sama pada baris
yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
Figures in the same column followed by the same small letter and number followed by the same capital in
the same row are not significantly different at Duncan Multi Range Test P0.05
Tabel 6. Pengaruh interaksi dosis dan pelarut terhadap persentase penghambatan JAP
pada pengamatan 2 hsi
Table 6. The effect of interaction of dosage and solvent to WRD inhibition percentage at 2 days
after inoculation
Pelarut
Dosis Solvent
Dosage Aseton n-heksana Metanol
Acetone n-hexane methanol
0,00 d 0,00 c 0,00 d
Kontrol
A A A
13,77 c 61,65 b 46,09 c
2,5%
B A A
27,33 bc 67,69 b 63,52 b
5%
B A A
29,85 b 69,31 b 76,45 a
7,5%
B A A
89,77 a 80,35 a 79,85 a
10%
A B B
Angka rata-rata yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom dan huruf besar yang sama pada baris
yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%.
Figures in the same column followed by the same small letter and number followed by the same capital in
the same row are not significantly different at Duncan Multi Range Test P0.05
196
Identifikasi dan Uji Metabolit Sekunder Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) Terhadap Penyakit
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) di Laboratorium
Tabel 7. Pengaruh interaksi dosis dan pelarut terhadap persentase penghambatan JAP
pada pengamatan 4 hsi
Table 7. The effect of interaction of dosage and solvent to WRD inhibition percentage at 4 days
after inoculation
Pelarut
Dosis Solvent
Dosage Aseton n-heksana Metanol
Acetone n-hexane Methanol
0,00 e 0,00 e 0,00 c
Kontrol
A A A
19,79 d 48,83 d 45,59 b
2,5%
B A A
39,21 c 79,91 c 78,96 a
5%
B A A
57,69 b 85,77 b 88,54 a
7,5%
B A A
97,48 a 89,25 a 93,96 a
10%
A B A
Tabel 8. Pengaruh interaksi dosis dan pelarut terhadap persentase penghambatan JAP
pada pengamatan 6 hsi
Table 8. The effect of interaction of dosage and solvent to WRD inhibition percentage at 6 days
after inoculation
Pelarut
Dosis Solvent
Dosage Aseton n-heksana Metanol
Acetone n-heksana Methanol
0,00 d 0,00 d 0,00 d
Kontrol
A A A
7,69 d 37,28 c 38,09 c
2,5%
B A A
28,06 c 78,76 b 80,27 b
5%
B A A
45,28 b 78,79 b 91,55 a
7,5%
C B A
98,46 a 88,99 a 94,75 a
10%
A C B
197
Dalimunthe, Sembiring, Andriyanto, Siregar, Darwis, dan Barus
Gambar 2. Jamur Akar Putih di media PDA setelah perlakuan ekstrak bangun-bangun
Figure 2. White Root Disease in PDA medium after treatment of bangun-bangun plant extract
a 20µm b 20µm
Gambar 3. Miselium Jamur Akar Putih pada Kontrol (a) dan Perlakuan (b)
Figure 3. Micellium of White Root Disease in control (a) and treatments (b)
198
Identifikasi dan Uji Metabolit Sekunder Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) Terhadap Penyakit
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus) di Laboratorium
Tabel 9. Data hasil pengukuran diameter rata-rata daerah hambat pertumbuhan JAP
Table 9. The average diameter of White Root Disease area inhibition growth
199
Dalimunthe, Sembiring, Andriyanto, Siregar, Darwis, dan Barus
200