You are on page 1of 20

SOSIALISASI POLITIK DI KALANGAN REMAJA TEPIAN KOTA

(Studi Kasus Mengenai Sosialisasi Politik Nilai-nilai Luhur Pancasila


di Desa Sroyo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar)

Hardiyanti
Pawito

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

The noble values that existing in Pancasila such as respecting elders,


mutual cooperation (gotong royong), concord, discussion, and responsibility
as citizen should be constantly handed down to the Indonesian next
generation to maintain the Indonesian people’s multicultural unity and
integration. It is related to political socialization. The political socialization
occurring within the society involves the role called agents of political
socialization including family, friends, neighbor, organization, mass media,
school, and community leaders.
The research method employed in this research was the combination
of quantitative and qualitative approaches (multiple methods). Quantitative
approach was carried out using survey method and qualitative approach was
carried out using in-depth interview method. The sampling technique in this
research was cluster sampling and purposive sampling. Meanwhile, data
analysis was conducted using a descriptive statistic analysis technique
conducted by means of organizing frequency table, table interpretation, data
analysis, and result of interview.
The result of research showed that family is a primary political
socialization agent and school is the secondary one in political socialization
among the adolescents in Sroyo village. In addition, the communication that
occurs in the political socialization of the noble values of Pancasila in Sroyo
Village is effective interpersonal communication aimed at changing behavior
in accordance with the noble values of Pancasila.
Keywords: Political Socialization, Agents of Political Socialization

1
Pendahuluan
Sistem politik suatu negara dapat dipengaruhi oleh kehidupan warga negara di
dalam masyarakatnya. Hal ini dikarenakan manusia dalam kedudukannya sebagai
makhluk sosial akan selalu berinteraksi dengan manusia lain dalam usaha untuk
mewujudkan kebutuhan hidupnya. Selain itu, setiap warga negara dalam kehidupan
sehari-harinya hampir tidak bisa dipisahkan dari aspek-aspek politik praktis. Dalam
prosesnya dapat terjadi secara langsung misalnya seperti terlibat dalam peristiwa
politik, ataupun secara tidak langsung berkaitan praktik-praktik politik misalnya
seperti mendengar berita-berita mengenai peristiwa politik.
Negara Indonesia merupakan wilayah yang luas yang terbentang dari Sabang
hingga Merauke dan mempunyai kebudayaan sangat majemuk. Selain itu negara
Indonesia juga terdiri dari beribu-ribu pulau, suku, serta adat istiadat. Keadaan yang
multikultural ini tentunya harus berada dalam satu pandangan nilai yang dapat
dijalankan bersama oleh setiap warga negara Indonesia agar dapat selalu menjaga
persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila merupakan
ideologi yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai luhur yang ada
di dalam Pancasila perlu terus diwariskan kepada generasi muda bangsa Indonesia
agar persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia yang multikultural tersebut dapat
terus terjaga dan tidak punah. Nilai-nilai luhur Pancasila itu antara lain menghormati
orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah, dan tanggungjawab sebagai warga
negara. Nilai-nilai luhur Pancasila inilah yang menjadi ciri bangsa Indonesia sehingga
membedakannya dengan bangsa lain.
Namun dalam perkembangannya saat ini nilai-nilai luhur Pancasila tersebut
mulai luntur. Sebagai contoh adalah banyaknya tawuran antar pelajar. Masalah ini
bukanlah persoalan baru, dan juga tidak boleh dianggap sebagai persoalan yang
remeh. Hal ini dikarenakan jika kita menelaah masalah tawuran antar pelajar maka
akan membawa dampak panjang, bukan hanya bagi pelajar yang terlibat, namun juga
untuk keluarga, sekolah serta masyarakat, mengingat pelajar dan remaja tersebut
merupakan generasi penerus bangsa. Tentunya kita tidak ingin menjadikan bangsa

2
kita diteruskan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang dapat
mengakibatkan keterpurukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini seperti yang disebutkan oleh Thomas Lickona (Sutawi, 2010) bahwa
di antara tanda kehancuran suatu bangsa adalah meningkatnya kekerasan pada
remaja, meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas. Tanda lainnya
adalah semakin tidak jelas mana sikap baik dan mana sikap buruk, makin rendahnya
rasa hormat kepada orang tua dan guru, serta degradasi tanggung jawab individu dan
membudayanya ketidakjujuran dan rasa saling curiga. 1 Tanda-tanda ini jelas sekali
terlihat pada remaja Indonesia pada saat ini, sehingga menjadikan kekhawatiran bagi
kehidupan bangsa Indonesia di masa yang akan datang.
Selain tawuran antar pelajar kita juga sering mendengar kasus sidang
paripurna DPR yang ricuh dimana dalam sidang tersebut terjadi perdebatan bahkan
perilaku-perilaku negatif yang sangat tidak layak dilakukan oleh wakil rakyat.
Apalagi kejadian tersebut disiarkan secara langsung oleh media massa dan dilihat
oleh seluruh rakyat Indonesia. Kasus sidang paripurna yang ricuh yang terjadi dalam
waktu dekat ini adalah pada saat pemilihan pimpinan DPR periode 2014-2019 yang
berlangsung pada tanggal 1 Oktober 2014.
Rapat paripurna dengan agenda pemilihan pimpinan DPR di Senayan, Jakarta,
semalam, berlangsung ricuh. Sidang yang dipimpin Popong Otje Djunjunan (Ceu
Popong) itu diwarnai hujan interupsi. Dia dikerubuti anggota sidang, sehingga
petugas keamanan harus membuat pagar betis. ”Tidak boleh naik ke tempat pimpinan
sidang,” tandas Ceu Popong. Meski hujan interupsi, pimpinan rapat paripurna
memutuskan untuk memperpanjang rapat yang telah melewati batas waktu. 2 Kejadian
ricuh ini mencerminkan bahwa nilai-nilai musyawarah untuk mufakat dalam
masyarakat Indonesia juga sudah mulai luntur. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mewariskan nilai-nilai luhur ke generasi selanjutnya agar selalu tercipta kehidupan
1
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/29/210105/Aktualisasi-Pendidikan-
Pancasila yang diakses pada tanggal 14/12/2014 pukul 20.11 WIB.
2
Dikutip dari http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pemilihan-pimpinan-dpr-ricuh/ yang diakses
pada tanggal 26/10/2014 pukul 09.17 WIB.

3
berbangsa dan bernegara yang baik. Hal ini berkaitan dengan sosialisasi politik.
Melalui sosialisasi politik mengenai nilai-nilai luhur Pancasila kepada para remaja
diharapkan kelak dapat menjadi penerus bangsa yang berbudi luhur serta tidak
melakukan perilaku-perilaku negatif seperti yang telah disebutkan tersebut.
John W. Ellsworth dan Arthur A. Stahnke mendefinisikan sosialisasi politik
sebagai “proses kesadaran politik sejak kecil hingga dewasa, yaitu bagaimana
seseorang belajar nilai-nilai dan sikap sosial yang mempengaruhi kehidupan politik.” 3
Nilai-nilai dan sikap sosial disini tentunya sesuai dengan tatanan yang ada di dalam
masyarakat dimana dia menjadi warga negara. Jika tidak maka seseorang akan
merasa terasing di masyarakat serta tercabut dari nilai-nilai tatanan masyarakat.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Henry Subiakto dan Rachmah Ida,
jadi sosialisasi memengaruhi kualitas interaksi antara masyarakat dan pemerintahnya.
Apabila suatu sosialisasi gagal untuk memengaruhi perilaku masyarakatnya, maka
semua kehidupan politik, hukum, dan semua kebijakan yang membutuhkan dukungan
dari publik akan gagal dan tidak berfungsi pula. 4 Seperti itulah pentingnya sosialisasi
politik dimana pewarisan nilai-nilai luhur Pancasila bagi generasi muda bangsa
Indonesia merupakan sebuah hal yang perlu untuk dilakukan dan dikembangkan.
Serta mengingat saat ini banyak dari nilai-nilai budaya barat yang tidak sesuai dengan
kepribadian asli bangsa Indonesia telah banyak merasuki pemikiran para generasi
muda penerus bangsa.
Proses sosialisasi politik terjadi di dalam masyarakat dengan melibatkan peran
yang disebut agen-agen sosialisasi (agents of socialization) diantaranya yaitu
keluarga, teman, media massa, dan sekolah. Dalam masyarakat agen-agen sosialisasi
politik tidak terbatas dalam empat agen itu saja. Hal ini dikarenakan proses sosialisasi
akan diterima oleh setiap individu sepanjang hidupnya. Agen-agen sosialisasi politik
yang lain selain yang disebutkan sebelumnya di masyarakat yaitu tetangga, tokoh
3
Henry Subiakto dan Rachmah Ida, Komunikasi Politik, Media, dan Demokrasi, Jakarta, Kencana
Prenadamedia Group, 2014, Hlm 63.
4
Ibid.

4
masyarakat, dan organisasi. Dalam proses sosialisasi politik mereka juga berperan
mentransimisikan nilai-nilai luhur Pancasila maupun nilai-nilai yang berkaitan
dengan politik secara langsung serta berkaitan dengan persoalan sosial dan budaya
dalam masyarakat.
Bertolak dari pemahaman diatas maka dapat dikatakan bahwa proses
sosialisasi politik secara umum atau luas dan sosialisasi politik secara lebih khusus
notabene adalah proses komunikasi. Sosialisasi politik secara khusus merupakan
proses komunikasi. Proses sosialisasi politik melibatkan pihak yang menyampaikan
atau mentransmisikan pesan atau nilai-nilai (komunikator), kemudian juga ada nilai-
nilai yang notabene adalah pesan yang disosialisasikan (misalnya kerukunan,
kegotongroyongan, kesatuan, persatuan) dan ada pihak kepada siapa nilai-nilai
disampaikan (komunikan), dalam penelitian ini yaitu remaja.
Masyarakat Indonesia secara sosiologis dan kultural dapat dibedakan menjadi
tiga pilahan yaitu masyarakat pedesaan, masyarakat tepian kota atau masyarakat
transisi, dan masyarakat perkotaan. Dilihat dari pilahan seperti ini maka masyarakat
Desa Sroyo lebih tergolong pada masyarakat tepian kota di mana desa Sroyo terletak
di tepian Kota Solo yang masyarakatnya merupakan masyarakat transisi. Masyarakat
transisi merupakan masyarakat yang mulai beranjak dari unsur-unsur tradisional
menuju ke arah modern. Unsur-unsur perkotaan seperti individualisme dan
transaksional tumbuh di kalangan masyarakat Desa Sroyo ini, tetapi pada saat yang
sama unsur-unsur gotong royong dan kebersamaan masih ada tapi mulai memudar.
Teori-teori dan riset mengenai sosialisasi politik pada umumnya memberikan
penekanan pada remaja misalnya pada penelitian yang dilakukan oleh Singgih
Kinanthi Rimbani dengan judul penelitian Efektivitas Sosialisasi Politik Humas DPR
Dalam Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula (Studi terhadap Program
Kunjungan Siswa SMA ke DPR RI) serta Sihabudin Zuhri dengan judul penelitian
Peranan Sekolah Dalam Proses Sosialisasi Politik (Studi Penelitian Terhadap Siswa
SMA Negeri 2 Semarang). Mencermati kecenderungan demikian maka peneliti
melakukan penelitian mengenai sosialisasi politik di kalangan remaja masyarakat

5
tepian kota khususnya masyarakat Desa Sroyo dengan judul penelitian “Sosialisasi
Politik di Kalangan Remaja Tepian Kota: Studi Kasus Mengenai Sosialisasi Politik
Nilai-nilai Luhur Pancasila di Desa Sroyo, Kecamatan Jaten, Kabupaten
Karanganyar”.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah:
1. Agen atau unsur sosialisasi politik apa yang berperan dalam sosialisasi politik
terutama berkenaan dengan nilai-nilai luhur Pancasila seperti menghormati
orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah, dan tanggungjawab sebagai
warga negara di kalangan remaja di Desa Sroyo, Kecamatan Jaten, Kabupaten
Karanganyar?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai luhur Pancasila seperti menghormati
orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah, dan tanggungjawab sebagai
warga negara yang berkembang di kalangan remaja masyarakat Desa Sroyo,
Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar?
3. Bagaimana proses komunikasi dalam sosialisasi politik yang berkembang di
kalangan remaja di Desa Sroyo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar?

Telaah Pustaka
a. Nilai-nilai Luhur Pancasila
Pancasila sebagai ideologi yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia
menjadi dasar dalam setiap langkah, tindakan, dan perilaku bagi warga negara
maupun penyelenggara negara untuk membangun Indonesia. Berkenaan dengan
hal tersebut, peneliti dalam penelitian ini mengangkat kembali nilai-nilai luhur
Pancasila yang terdapat di dalam TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang

6
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai nilai-nilai yang perlu
diwariskan dalam sosialisasi politik.
Namun dalam penelitian ini dibatasi pada sosialisasi politik mengenai nilai-
nilai luhur Pancasila seperti menghormati orangtua, kerukunan, gotong royong,
musyawarah, dan tanggungjawab sebagai warga negara yang merupakan
implementasi nilai-nilai luhur Pancasila yang bersumber dari Tap MPR No
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa).
b. Komunikasi
Komunikasi merupakan suatau proses yang terus menerus seperti sebuah
lingkaran. Wiryanto5 mengatakan “Sebagai suatu proses, komunikasi merupakan
suatu bentuk kegiatan yang berkelanjutan tidak mempunyai titik awal dan titik
akhir.” Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi bersifat dinamis dan
transaksional, dimana kemudian akan terjadi perubahan dalam setiap diri peserta
komunikasi tersebut. Karena dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi
saling mempengaruhi, Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses
mengubah perilaku orang lain (commnunication is the process to modify the
behavior of other individuals).6
Secara umum ada empat kategori fungsi utama komunikasi, yakni: fungsi
informasi, fungsi instruksi, persuasif, dan fungsi menghibur. Apabila empat
fungsi utama ini diperluas, maka akan ditemukan dua fungsi lain, yakni: fungsi
pribadi dan fungsi sosial. Fungsi pribadi komunikasi diperinci ke dalam fungsi:
menyatakan identitas sosial, integrasi sosial, kognitif, dan fungsi melepaskan
diri/jalan keluar. Adapun fungsi sosial terperinci atas, fungsi: fungsi pengawasan,
menghubungkan/menjembatani, sosialisasi, dan menghibur. 7 Jadi sosialisasi

5
Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, PT Grasindo, 2002, Hlm 19.
6
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,
2003, Hlm 10.
7
Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2011,
Hlm 138-141.

7
politik merupakan salah satu fungsi sosial komunikasi di mana terjadi pewarisan
atau pentransmisian nilai-nilai luhur Pancasila yang notabene adalah pesan dari
pihak-pihak yang mensosialisasikan (komunitator) kepada pihak-pihak yang
disosialisasikan (komunikan).
c. Sosialisasi Politik
1. Konsep Sosialisasi Politik
Konsep sosialisasi politik sebagaimana dikemukakan oleh Atkin dapat
dimaknai sebagai “a developmental process by which children and
adolescents acquire cognition, attitudes, values and participation patterns
relating to their political environment” (suatu proses perkembangan dengan
atau di dalam mana anak-anak dan para remaja memiliki atau mengukuhi pola
kognisi, sikap, nilai serta pola partisipasi sehubungan dengan lingkungan
politik yang ada). Menurut pandangan ini, hakikat sosialisasi politik adalah
proses pembelajaran, penumbuhan, dan pewarisan nilai, keyakinan, atau
prinsip yang memiliki signifikasi dengan politik dari waktu ke waktu, dari
generasi ke generasi. 8
2. Pentingnya Sosialisasi Politik
Michael Rush dan Philip Althloff secara efektif mengetengahkan
beberapa segi penting sosialisasi politik. Pertama, sosialisasi politik secara
fundamental merupakan hasil belajar, belajar dari pengalaman, atau seperti
yang dinyatakan oleh Aberle sebagai “pola-pola aksi”. Kedua, memberikan
indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dalam batas-batas yang
luas; dan lebih khusus lagi berkenaan dengan pengetahuan atau informasi,
motif-motif (atau nilai-nilai) dan sikap-sikap. Lagi pula, ditekankan bahwa
kita tidak hanya berurusan dengan tingkah laku individu saja tetapi juga
dengan tingkah laku kelompok di mana individu tersebut menjadi bagian
daripadanya. Ketiga, sosialisasi politik itu tidak perlu dibatasi sampai pada

8
Pawito, Komunikasi Politik, Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Yogyakarta, Jalasutra, 2009,
Hlm 304.

8
usia kanak-kanak dan masa remaja saja (sekalipun pada usia tersebut
merupakan periode-periode yang paling penting dan berarti), akan tetapi
sosialiasasi itu tetap berlanjut sepanjang kehidupan.9
3. Mekanisme Sosialisasi Politik
Para agen mentramisikan elemen-elemen dari sosialiasai politik sangat
bervariasi, dan model tersebut dahulu mensugestikan tiga mekanisme, yaitu 1)
imitasi (peniruan), 2) instruksi dan 3) motivasi, Robert Le Vine
mensugestikan, bahwa ketiga hal tersebut adalah mekanisme dari sosialisasi
politik pada masa kanak-kanak, akan tetapi tidak terdapat alasan untuk tidak
menerapkan pada seluruh proses sosialisasi. 10
4. Sosialisasi Politik dan Kesadaran Politik Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju
dewasa. Pada masa ini seseorang akan mengalami perubahan baik di dalam
maupun di luar dirinya. Hal ini membuat kebutuhan remaja semakin
meningkat terutama kebutuhan sosial dan kebutuhan psikologisnya.
Perubahan di luar dirinya yaitu perubahan di luar lingkungan keluarga yaitu di
lingkungan sosial seperti lingkungan teman sebaya maupun lingkungan
masyarakat. Remaja dituntut untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai sosial
yang berada di lingkungannya. Oleh karena itu sosialisasi politik sangat
penting bagi remaja, dalam hal ini yaitu sosialisasi politik mengenai nilai-nilai
luhur Pancasila seperti menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan,
musyawarah, dan tanggungjawab sebagai warga negara. Nilai-nilai luhur
Pancasila inilah yang menjadi salah satu dasar dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

9
Michael Rush dan Phillip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada,
2013, Hlm 28.
10
Ibid, Hlm 38-39.

9
5. Jenis Sosialisasi Politik
Menurut Ramlan Surbakti sosialisasi politik dibagi menjadi dua, yaitu
pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik yaitu
Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik antara pemberi dan
penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan
mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol politik negaranya
dalam sistem politik. Sedangkan indoktrinasi politik yaitu proses sepihak
ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk
menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa
sebagai ideal dan baik.11
6. Proses Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan proses bagaimana memperkenalkan
sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan
tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Melalui
sosialisasi politik, individu-individu diharapkan mau dan mampu
berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan politik. Dalam hal
ini sosialisasi politik merupakan suatu proses pedagogis (proses pendidikan),
atau suatu proses pembudayaan insan-insan politik. Proses ini melibatkan
orang-orang baik dari generasi tua maupun generasi muda. Proses ini dimulai
sejak dini, ketika seorang anak masih kecil, dimana keluarga berperan sebagai
pelaku utama dalam sosialisasi. Selain keluarga, sekolah (pendidikan),
kelompok sebaya, kelompok agama, dan media massa berperan sebagai agen
atau pelaku sosialisasi politik.12 Jadi melalui sosialisasi politik seseorang
diajarkan mengenai segala hal yang kelak mempengaruhi perilakunya dalam
kehidupan politik.

11
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Grasindo, 2005, Hlm 117.
12
Rafael Raga Maryam, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2007, Hlm 136.

10
7. Agen-agen Sosialisasi Politik
Pawito mengatakan bahwa proses sosialisasi politik berlangsung
dengan melibatkan berbagai unsur (agen) dengan nilai atau keyakinan
disampaikan, disebarluaskan, atau diwariskan. 13 Agen-agen sosialisasi politik
inilah yang berperan dalam mentransmisikan nilai-nilai maupun keyakinan-
keyakinan yang bersifat politik secara langsung maupun secara tidak
langsung.

d. Masyarakat Tepian Kota


Di daerah-daerah tepian kota (periphery of the city) merupakan daerah yang
banyak digunakan sebagai lokasi pabrik.14 Begitu juga di Desa Sroyo yang
daerahnya banyak digunakan sebagai pabrik, baik pabrik berskala lokal maupun
nasional. Sehingga banyak masyarakatnya yang beralih dari pekerjaan sebagai
petani menjadi karyawan pabrik maupun pekerjaan nonagraris lainnya. Hal
seperti itulah yang terdapat di daerah Desa Sroyo yang mencerminkan bahwa
masyarakat Desa Sroyo merupakan masyarakat transisi. Seperti Fred W. Riggs15
yang menggambarkan masyarakat transisi sebagai masyarakat model prismatik.
Masyarakat model prismatik adalah masyarakat peralihan (transisi), dari
masyarakat tradisional ke masyarakat industri.

Metodologi
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggabungan
pendekatan penelitian antara kuantitatif dan kualitatif (multiple methods). Pendekatan
kuantitatif dilakukan dengan metode survey dan pendekatan kualitatif dilakukan

13
Pawito, Komunikasi Politik, Media Massa dan Kampanye Pemilihan , Yogyakarta, Jalasutra, 2009,
Hlm 304.
14
Ibid, Hlm 69.
15
M Munandar Soelaiman, Dinamika Masyarakat Transisi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998, Hlm
100.

11
dengan metode wawancara mendalam. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah cluster sampling dan purposive sampling. Sedangkan analisa data
menggunakan teknik analisis statistik deskriptif yang dilakukan dengan cara
menyusun tabel frekuensi, interpretasi tabel, analisa data, dan hasil wawancara.

Sajian dan Analisis Data


a. Agen Sosialisasi Politik
Masyarakat politik membawakan pola-pola yang telah terpola dari pemikiran,
tindakan, hukum dan norma serta tradisi melalui agen-agen sosialisasi politik
seperti keluarga, sistem pendidikan, kelompok bermain, organisasi masyarakaat,
media, lembaga politik, organisasi masyarakat, dan organisasi keagamaan serta
militer.16 Jadi, agen-agen sosialisasi politik berperan mentransmisikan nilai-nilai
yang berlaku di dalam masyarakat. Seseorang akan merasa terasing jika
bertingkah laku tidak sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Oleh karena itu peran agen-agen sosialisasi politik sangat penting dalam proses
sosialisasi politik.
Para sosiolog menjelaskan bahwa agen-agen sosialisasi diklasifikasikan
menjadi dua kelompok utama yaitu primer dan sekunder. Keluarga dan kelompok
keluarga dianggap primer sedangkan sekolah, lembaga-lembaga agama (misalnya
gereja) dan media massa dianggap sekunder karena kedudukan mereka di dalam
proses sosialisasi bayi. Mereka mengatakan bahwa agen-agen sosialisasi primer
mungkin merupakan yang terpenting dalam proses sosialisasi seseorang. 17 Hasil
penelitian ini pun mengungkapkan bahwa keluarga merupakan agen sosialisasi
politik primer yang ditunjukkan dengan mayoritas responden yang menjawab

16
Beck, Paul Allen, “The Role of Agents in Political Socialization,” in Stanley Allen Renshon (ed.),
Handbook of Political Socialization Theory and Research, New York: The Free Press, 1977, Hlm 115-
142.
17
Paul Bourne, Socialization: The Role of Family, School & Political Inst, The University of The West
Indies Mona Campus, 2006, Jamaica.

12
sering berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan agen sosialisasi politik
lainnya.
Keluarga menanamkan keyakinan politiknya kepada anak-anak dengan
menggunakan bias, penerimaan dan persetujuannya terhadap ideologi politik
tertentu (Munroe, 1993). Ia percaya bahwa, pendekatan tidak langsung
merupakan pendekatan bahwa sikap yang dibentuk hanya secara tidak langsung
terkait dengan politik, dan tidak secara langsung politis. 18 Keyakinan politik yang
terbentuk secara tidak langsung melalui keluarga ini membentuk semacam
otoritas seperti misalnya yang muda menghormati yang tua. Seseorang belajar
berbicara, bahasa, tindakan, cara berkomunikasi, sistem nilai, norma-norma dan
arti hal-hal melalui imitasi, instruksi dan motivasi terhadap tindakan-tindakan
sosial di antara anggota keluarga. Kemudian nilai-nilai ini diimplementasikan
oleh anak di kehidupan bermasyarakat. Bentuk hubungan otoritas membentuk
sebuah sikap terhadap otoritas. Di kemudian hari bentuk otoritas yang terbentuk
di keluarga ini membentuk sikap seseorang terhadap pemerintahan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sekolah merupakan agen
sosialisasi politik sekunder yang juga penting setelah keluarga karena remaja
banyak menghabiskan waktu di sekolah. Pendidikan di sekolah mempersiapkan
seorang anak dalam penguasaan peranan-peranan baru dikemudian hari, dikala
dia tidak tergantung lagi pada orang tuanya. Mereka belajar mengenai banyak hal
misalnya seperti hak dan kewajiban sebagai warga negara, kesederajatan,
keadilan, dan kemakmuran. Berbagai hal lain seperti luas wilayah negeri kita,
keberanian para pahlawan menentang penjajah dan kerukunan serta persatuan
harus senantiasa dijaga juga dapat tersemai di sekolah. 19 Selain itu seseorang di
sekolah juga diajarkan dan diperkenalkan mengenai norma-norma dan sistem nilai

18
Paul Bourne, Socialization: The Role of Family, School & Political Inst, The University of The West
Indies Mona Campus, 2006, Jamaica.
19
Pawito, Komunikasi Politik, Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Yogyakarta, Jalasutra, 2009,
Hlm 305.

13
yang berlaku di masyarakat melalui budaya sekolah serta antara interaksi antara
murid dengan guru. Siswa belajar mengenai hal-hal tersebut melalui keikutsertaan
dalam diskusi pada saat pelajaran berlangsung misalnya pada saat mengikuti
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan maupun keikutsertaan siswa dalam
melakukan voting saat memilih pengurus kelas.
Namun demikian peran agen-agen sosialisasi politik yang lainnya pun juga
tidak bisa diabaikan. Semua agen-agen sosialisasi politik tersebut berperan sesuai
dengan porsinya masing-masing. Di Desa Sroyo yang terletak di tepian kota Solo
yang masyarakatnya merupakan masyarakat transisi, dalam sosialisasi politik
mengenai nilai-nilai luhur Pancasila kepada remaja sebagai generasi penerus
bangsa dilakukan masyarakat salah satunya dengan cara terus menjaga eksistensi
organisasi karang taruna sebagai sarana untuk memupuk nilai-nilai luhur
Pancasila seperti menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah,
tanggungjawab sebagai warga negara, dan partisipasi politik diantara remaja pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
b. Implementasi Nilai-nilai Luhur Pancasila
Sosialisasi politik pada selanjutnya akan mempengaruhi dalam pembentukan
jati diri politik pada seseorang secara langsung maupun tidak langsung. Proses
tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi politik yang pada
dasarnya tidak bersifat politik seperti nilai-nilai menghormati orangtua, gotong
royong, kerukunan, musyawarah, dan tanggungjawab sebagai warga negara, yang
diwariskan melalui satu generasi ke generasi selanjutnya. Tetapi hal ini di
kemudian hari berpengaruh terhadap pembentukan jati diri atau kepribadian
politik seseorang sebagai warga negara. Sedangkan sosialisasi politik langsung
menunjuk pada proses-proses pengoperasian atau pembentukan orientasi-
orientasi yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik seperti yang dilakukan
oleh partai politik maupun lembaga-lembaga politik.
Implementasi nilai-nilai menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan,
musyawarah, tanggungjawab sebagai warga negara, dan partisipasi politik yang

14
dilakukan oleh remaja yang merupakan generasi penerus bangsa akan
mempengaruhi tingkah laku mereka kelak saat terjun ke dunia politik secara
langsung misalnya seperti menjadi anggota parlemen. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai luhur Pancasila seperti
menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah, dan tanggung
jawab sebagai warga negara banyak dilakukan oleh remaja di Desa Sroyo yang
ditunjukkan dengan mayoritas responden menjawab sering. Nilai-nilai tersebut
merupakan nilai-nilai luhur yang berlaku di masyarakat, seperti yang telah
dikatakan sebelumnya bahwa jika seseorang tidak bertingkah laku sesuai dengan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat maka seseorang itu akan merasa terasing
bahkan bisa tercabut dari tatanan nilai-nilai di masyarakat. Hal ini berarti bahwa
responden bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ditransmisikan oleh para
agen sosialisasi politik seperti menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan,
musyawarah, dan tanggung jawab sebagai warga negara.
Dalam sosialisasi politik mengenai nilai-nilai luhur Pancasila di desa Sroyo
ini komunikasi yang terjadi adalah komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar
pribadi adalah suatu proses komunikasi secara tatap muka yang dilakukan antara
dua orang (atau lebih). 20 Sebagai sebuah komunikasi tatap muka, tujuan
komunikasi antar pribadi adalah sebagai berikut: mengenal diri sendiri dan orang
lain, mengetahui dunia luar, menciptakan dan memelihara hubungan menjadi
bermakna, mengubah sikap dan perilaku, bermain dan mencari hiburan, dan
membantu orang lain. 21
Disini komunikasi antar pribadi dilakukan dengan cara mengobrol antara
agen-agen sosialisasi politik dengan remaja yang bertujuan untuk mengubah sikap
dan perilaku dimana penyampaian pesan berupa nilai-nilai luhur Pancasila
dimaknai untuk mengubah perilaku remaja agar sesuai dengan nilai-nilai luhur

20
Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2008, Hlm 31.
21
Ibid, Hlm 32.

15
Pancasila tersebut yang kemudian diimplementasikan oleh remaja dalam
kehidupan sosial mereka sehari-hari. Proses komunikasi antar pribadi disini
sangat efektif, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya responden yang menjawab
sering lebih banyak dibandingkan dengan yang menjawab jarang atau tidak
pernah dalam pengimplementasian nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Media Massa yang Diakses
Telah diketahui bahwa media massa merupakan salah satu agen sosialisasi
politik. Cakupan media massa seperti koran/majalah, televisi, radio, dan internet
sangat luas sehingga menjadi salah satu sumber informasi mengenai nilai-nilai,
kepercayaan, dan norma-norma sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas responden mengakses televisi sebagai media untuk memperoleh dalam
memperoleh pengetahuan dan keyakinan mengenai nilai-nilai menghormati
orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah, tanggungjawab sebagai warga
negara, dan partisipasi politik. Televisi merupakan media komunikasi massa yang
menampilkan gambar dan suara dalam memberikan informasi.
Selain itu tidak bisa dipungkiri lagi bahwa berkembangnya media sosial ini
menyebabkan partisipasi politik semakin berkembang. Masyarakat tidak lagi
menjadi audiens yang pasif tetapi juga menghasilkan pesan politik yang
diekspresikan melalui opini-opini mereka di media sosial. Hal ini juga
diakibatkan oleh semakin banyaknya kampanye politik melalui media sosial
seperti Facebook dan Twitter. Tampaknya para politisi juga telah menyadari efek
besar dibalik media sosial bagi masyarakat khususnya remaja. Semakin
mudahnya masyarakat mencari informasi berkaitan dengan peristiwa maupun
berita politik membuat masyarakat antusias dalam berpartisipasi politik seperti
dalam memberikan hak suara dalam Pemilu. Hasil penelitian ini menggambarkan
bahwa sebagian besar remaja yang sudah memiliki hak pilih di Desa Sroyo
menggunakan hak pilih mereka pada Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014.

16
Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karanganyar dengan mengambil satu
lokasi penelitian yaitu di Desa Sroyo yang mewakili daerah tepian kota yang
masyarakatnya merupakan masyarakat transisi. Responden dalam penelitian ini
berasal dari beberapa latar belakang yang berbeda baik umur, jenis kelamin, dan
tingkat pendidikan. Penelitian ini menggunakan penggabungan dua metode, yaitu
kuantitatif yang dilakukan dengan survey dan kualitatif yang dilakukan dengan
wawancara mendalam. Berdasarkan data yang ada, maka dapat disimpulkan:
1. Keluarga merupakan agen sosialisasi politik pertama atau merupakan primary
agent dalam proses sosialisasi politik, dalam hal ini yaitu dalam mewariskan
nilai-nilai luhur Pancasila seperti menghormati orangtua, gotong royong,
kerukunan, musyawarah, tanggungjawab sebagai warga negara, dan partisipasi
politik. Nilai-nilai luhur tersebut ditanamkan sejak kecil melalui perilaku interaksi
antar anggota keluarga dalam bentuk yang kemudian diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Seseorang belajar berbicara, bahasa, tindakan, cara
berkomunikasi, sistem nilai, norma-norma dan arti hal-hal melalui pengadopsian,
perulangan, dan pengamatan terhadap tindakan-tindakan sosial di antara anggota
keluarga. Semuanya ini membentuk sikap-sikap politik kelak yang menempatkan
individu dalam dunia kemasyarakatan yang lebih luas.
2. Sekolah merupakan agen sosialisasi kedua atau merupakan secondary agent
dalam proses sosialisasi politik, dalam hal ini yaitu dalam mewariskan nilai-nilai
luhur Pancasila seperti menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan,
musyawarah, tanggungjawab sebagai warga negara, dan partisipasi politik.
Remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah hal ini membuat sekolah juga
menjadi agen sosialiasi politik yang penting selain keluarga. Seseorang di sekolah
diajarkan dan diperkenalkan mengenai norma-norma dan sistem nilai yang
berlaku di masyarakat melalui budaya sekolah serta antara interaksi antara murid
dengan guru. Siswa belajar mengenai hal-hal tersebut melalui keikutsertaan dalam
diskusi pada saat pelajaran berlangsung misalnya pada saat mengikuti pelajaran

17
Pendidikan Kewarganegaraan maupun keikutsertaan siswa dalam melakukan
voting saat memilih pengurus kelas.
3. Media massa sebagai salah satu agen sosialisasi politik digunakan oleh remaja
hanya sebagai sumber informasi, namun tidak digunakan sebagai acuan
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari dalam menerapkan nilai-nilai luhur
Pancasila seperti menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah,
tanggungjawab sebagai warga negara, dan partisipasi politik.
4. Implementasi nilai-nilai luhur Pancasila seperti menghormati orangtua, gotong
royong, kerukunan, musyawarah, dan tanggungjawab sebagai warga negara
dilakukan oleh remaja dalam kehidupan sehari-hari sebagai hasil dari sosialisasi
politik yang dilakukan oleh agen-agen sosialisasi politik. Wujud implementasi
nilai-nilai luhur tersebut adalah seperti tidak berkata kasar terhadap orangtua,
menyapa orang yang lebih tua, menggunakan bahasa krama inggil saat berbicara
dengan orangtua, saling memahami teman, tidak membeda-bedakan teman,
menjenguk teman maupun tetangga yang sedang sakit, mengikuti kegiatan gotong
royong yang ada di lingkungan rumah maupun sekolah seperti kerja bakti,
mengikuti organisasi di sekolah maupun di rumah, menaati peraturan yang
berlaku misalnya seperti menaati peraturan lalu lintas, ikut menggunakan hak
pilih dalam Pemilu serta membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan politik.
5. Komunikasi yang terjadi dalam proses sosialisasi politik mengenai nilai-nilai
luhur Pancasila di Desa Sroyo adalah komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar
pribadi dalam hal ini dilakukan dengan cara tatap muka antara komunikator
dengan komunikan atau mengobrol. Kegiatan komunikasi antar pribadi ini efektif
dalam merubah perilaku remaja di Desa Sroyo agar sesuai dengan nilai-nilai luhur
Pancasila yang ditunjukkan dengan lebih banyak responden yang menjawab
sering daripada yang menjawab jarang atau tidak pernah dalam
pengimplementasian nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
6. Organisasi karang taruna digunakan oleh masyarakat Desa Sroyo sebagai salah
satu sarana dalam sosialisasi politik mengenai nilai-nilai luhur Pancasila seperti

18
menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah, dan
tanggungjawab sebagai warga negara dari satu generasi ke generasi. Hal ini
dikarenakan dalam kegiatan-kegiatannya tercakup semua nilai-nilai luhur tersebut
sehingga eksistensi karang taruna di Desa Sroyo terus dijaga.
Dengan mencermati kesimpulan yang baru dikemukakan maka temuan penelitian
ini sampai tingkat tertentu memperkokoh pandangan bahwa konsep sosialisasi politik
sebagaimana dikemukakan oleh Atkin dapat dimaknai sebagai “a developmental
process by which children and adolescents acquire cognition, attitudes, values and
participation patterns relating to their political environment” (suatu proses
perkembangan dengan atau di dalam mana anak-anak dan para remaja memiliki atau
mengukuhi pola kognisi, sikap, nilai serta pola partisipasi sehubungan dengan
lingkungan politik yang ada). Menurut pandangan ini, hakikat sosialisasi politik
adalah proses pembelajaran, penumbuhan, dan pewarisan nilai, keyakinan, atau
prinsip yang memiliki signifikasi dengan politik dari waktu ke waktu, dari generasi
ke generasi. 22 Selain itu juga memperkokoh pandangan bahwa proses sosialisasi
politik berlangsung dengan melibatkan berbagai unsur (agen) dengan nilai atau
keyakinan disampaikan, disebarluaskan, atau diwariskan. 23

Saran
Penelitian ini menitikberatkan pada persoalan unsur-unsur atau agen sosialisasi
politik, yaitu unsur-unsur sosialisasi politik yang terkait dengan sosialisasi politik
yang berkenaan dengan beberapa nilai atau aspek penting mengenai nilai-nilai luhur
Pancasila seperti dapat dilihat pada bagian kesimpulan. Nilai-nilai luhur yang terdapat
dalam Pancasila sebagai ideologi yang digunakan sebagai pandangan hidup bangsa
Indonesia sebaiknya terus disosialisasikan kepada remaja sebagai generasi penerus

22
Pawito, Komunikasi Politik, Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Yogyakarta, Jalasutra, 2009,
Hlm 304.
23
Ibid.

19
bangsa agar tidak terjadi degradasi moral yang mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Penelitian ini seperti dapat dicermati melalui permasalahan
penelitian, tujuan, dan kesimpulan lebih memberikan penekanan pada keyakinan-
keyakinan yang terkait dengan sosialisasi politik mengenai nilai-nilai luhur Pancasila
seperti menghormati orangtua, gotong royong, kerukunan, musyawarah, dan
tanggung jawab sebagai warga negara. Barangkali ada baiknya jika ada penelitian
mengenai sosialisasi politik yang memberi penekanan pada persoalan terkait dengan
keyakinan sistem politik dan partisipasi politik.

Daftar Pustaka
Bourne, Paul. (2006). Socialization: The Role of Family, School & Political Inst.
Jamaica: The University of The West Indies Mona Campus.
Effendy, Onong Uchjana. (1986). Dimensi-dimensi Komunikas. Bandung: Alumni.
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/29/210105/Aktualis
asi-Pendidikan-Pancasila yang diakses pada tanggal 14/12/2014 pukul 20.11
WIB.
http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/pemilihan-pimpinan-dpr-ricuh/ yang diakses
pada tanggal 26/10/2014 pukul 09.17 WIB.
http://adiprakosa.blogspot.com/2010_03_01_archive.html yang diakses pada tanggal
12/11/2014 pukul 10.03 WIB.
http://trimahendrasosiologi.wordpress.com/2012/09/01/pengembangan-nilai-nilai-
luhur-budaya-bangsa-yang-berdasarkan-pada-pancasila-bagi-generasi-muda/
yang diakses pada tanggal 26/10/2014 pukul 10.20 WIB.
Nurudin. (2008). Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Maryam, Rafael Raga. (2007). Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pawito. (2009). Komunikasi Politik, Media Massa dan Kampanye Pemilihan.
Yogyakarta: Jalasutra.
Rush, Michael dan Phillip Althoff. (2013). Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Soelaiman, M. Munandar. (1998). Dinamika Masyarakat Transisi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Subiakto, Henry dan Rachmah Ida. (2014). Komunikasi Politik, Media, dan
Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Surbakti, Ramlan. (2005). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.
Wiryanto. (2002). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Grasindo.

20

You might also like