You are on page 1of 10

Imbang Dwi Rahayu JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

IDENTIFIKASI PENYAKIT PADA PEDET PERAH PRA-SAPIH DI


PETERNAKAN RAKYAT DAN PERUSAHAAN PETERNAKAN

Identication Of Pre-Weaning Calf Diseases On Smallholder And Industrial Dairy Farming

Imbang Dwi Rahayu

Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian Peternakan


Universitas Muhammadiyah Malang
Email: imbangdwirahayu@yahoo.com

ABSTRACT

Calf status health is a critical factor in dairy farming. Factors that could disturbed the health
of pre-weaning calves are infectious caused by bacteria, viruses, protozoa, and parasites; and non
infectious: poor management and environment factor. The most infectious were: diarheae, navel
infection, bloat, wormy, and pneumonia. This research has conducted to: 1) identied diseases in
pre weaning calf based on symptoms, 2) act of curing in pre-weaning calf, 3) act of preventing,
4) improving raising management. Research was done based on survey method in two steps, rst,
quisionair distribution to farmer to get morbidity and mortality rates. Then continued by secon
steps was observation on dairy farming industry to identied kind of diseasses. Result showed
that moratality rate was very high: 48 from 245 calves (19,59%). Kind of dominant diseases
were (61,73%), pneumonia (25,61%), navel infection (4,22%), infection post-horn (4,22%), and
limping of foot (4,22%). Besides diseases as mention before, abses, enteritis, conjungtivitis were
also could identied. Antibiotics (ceftiofur), antihysthamine (diphenhydramin HCl), vitamine A,
Cholecalciferol (Vit D3) and Vitamine E were the veterinary drug that usually used. For pneumonia
and navel infection, dexamethazone was added. The act of prevention by disease is by sanitation
and vaccination management repair.

Keywords: diseases, pre-weaning, mortality rate.

ABSTRAK

Kesehatan pedet merupakan faktor penting dalam usaha peternakan sapi perah. Gangguan kesehatan
pada pedet perah pra-sapih disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor infeksius, meliputi bakteri, virus, protozoa
dan parasit, serta faktor non infeksius yang berua keslahan manajemen dan faktor lingkungan. Gangguan
kesehatan yang paling sering terjadi adalah diare, infeksi tali pusar, bloat/kembung, cacingan dan radang
paru-paru (pneumonia). Tingkat kematian pedet pra-sapih pada peternakan rakyat relatif masih tinggi. Tujuan
khusus penelitian adalah: 1) identikasi penyakit pada pedet pra-sapih berdasarkan gejala-gejala penyakit, 2)
tindakan pengobatan penyakit pada pedet pra-sapih, 3) tindakan pencegahan penyakit pada pedet pra-sapih,
4) perbaikan manajemen pemeliharaan.Metode penelitian yang digunakan adalah survei, melalui dua tahap,
yaitu Tahap I, penyebaran kuisioner ke peternak guna memeroleh data tingkat morbiditas dan mortalitas
pedet perah pra-sapih. Tahap II, pengamatan langsung ke perusahaan peternakan, untuk identikasi penyakit
yang menyerang pedet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka mortalitas pedet pada peternakan rakyat
torgolong tinggi, yaitu sebesar 48 ekor dari 245 ekor pedet sampel penelitian (19, 59%). Kejadian penyakit
yang ditemukan di perusahaan peterrnakan meliputi : diare (61,73%), pneumonia (25,61%), infeksi tali
pusar (4,22%), infeksi post potong tanduk (4,22%), dan pincang (4,22%). Kesimpulan penelitian ini adalah
bahwa penyakit pada pedet perah pra-sapih yang berhasil diidentikasi adalah diare, pneumonia, infeksi
tali pusar, infeksi setelah potong tanduk, pincang, abses, enteritis, radang mata. Pengobatan penyakit yang
diterapkan berupa pemberian antibiotik berupa ceftiofur, antihistamin berupa diphenhydramin HCl, vitamin A,
Cholecalciferol (Vit D3) dan Vitamin E, serta penguat otot dan transportasi. Pada pneumonia dan infeksi tali
pusar ditambahkan obat anti radang berupa dexamethazone. Tindakan pencegahan penyakit yang dilakukan
adalah sanitasi dan vaksinasi, dan perbaikan manajemen.

Kata Kunci : penyakit, pedet pra-sapih, tingkat kematian

40 Maret 2014: 40 - 49
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

PENDAHULUAN bagi tindakan pencegahan, pengobatan dan


perbaikan sistem manajemen pemeliharaan,
Kesehatan pedet merupakan faktor sehingga menurunkan tingkat pesakitan dan
penting dalam usaha peternakan sapi perah. kematian pedet.
Gangguan kesehatan yang paling sering
terjadi terutama pada pedet periode pra-sapih METODE PENELITIAN
adalah diare (Wudu et al., 2008, Debnath et
al., 1995, Azzizadeh et al., 2012, Wymann et Tahap 1 : Tingkat Sakit dan Kematian
al, 2006, Smith, 2009). pada Pedet
Diare yang menimbulkan kerugian besar
karena tidak hanya menyebabkan peningkatan Penelitian dilakukan dengan metode
biaya pemeliharaan dan angka kematian, survey, pemberian questioner pada peternak.
namun juga mengurangi produktivitas ternak Data mengenai tingkat kematian pedet
pada masa akan datang. diambil dari peternakan sapi perah rakyat
Diare terjadi akibat peningkatan jumlah di kabupaten Malang. Penentuan jumlah
bakteri pathogen, terutama coliform di usus peternak ditentukan secara stratied sampling
halus, namun terjadi penurunan populasi berdasarkan kepemilikan ternak.
bakteri Lactobacillus dan Bifidobacteria
(Krehbiel et al., 2003; Ouwehand et al., Tahap 2 : Identikasi Penyakit Pedet Pra
2002). Sapih
Gangguan kesehatan pada pedet pra-
sapih selain diare adalah infeksi tali pusar, Penelitian dilakukan dengan
bloat/kembung, cacingan, enteritis dan radang menggunakan metode survey, ke perusahaan
paru-paru (pneumonia). peternakan sapi perah, untuk mengidentikasi
Tingkat kematian pedet pra-sapih pada berbagai penyakit yang menyerang pedet
peternakan rakyat dapat mencapai 68% di pra-sapih, gejala-gejala penyakit dan
India (Tiwari et al., 2007), 35% di Zimbabwe pengobatannya.
(French et al., 2001), 10% sampai dengan Data hasil penelitian dianalisis secara
19% pada peternakan tradisional dan intensif deskriptif.
di Mali (Wymann et al., 2006), dan 25% di
Tanzania (Kivaria et al., 2006). HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat kematian pedet yang lebih
rendah terjadi di negara-negara Eropa, Tingkat Mortalitas pada Pedet Perah Pra
bervariasi dari 4% di Swedia (Svensson et al., Sapi
2006), 7% di Denmark (Vaarst and Sorensen,
2009) dan 7,8% di Norwegia (Gulliksen et Berdasarkan hasil penelitian, angka
al., 2009). mortalitas pedet pada peternakan rakyat
Belum ada data resmi mengenai angka torgolong tinggi, yaitu sebesar 48 ekor
kematian pedet pra-sapih yang terjadi di dari 245 ekor pedet sampel penelitian (19,
Indonesia, namun berdasarkan wawancara 59%). Angka kematian yang tinggi ini
di lapangan angka ini dapat mencapai 20%. menunjukkan manajemen pemeliharaan pedet
Masa paling kritis pedet perah terjadi yang tergolong jelek. Hal ini sesuai dengan
pada umur 2-3 minggu pertama kehidupan, Anonimous (2010), bahwa manajemen
karena saluran pencernaan belum berkembang pemeliharaan pedet tergolong baik, jika
dan berfungsi sempurna, tetapi pertumbuhan mortalitas 1%, sedangkan apabila mortalitas
sik berlangsung cepat. Identikasi penyakit mencapai angk a s eb esar 2 0% -2 5% ,
pada pedet pra-sapih dapat menjadi dasar menunjukkan manajemen pemeliharaan

Identikasi Penyakit Pada Pedet Perah Pra-Sapih Di Peternakan Rakyat Dan Perusahaan Peternakan 41
Imbang Dwi Rahayu JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

yang buruk. Triyanton (2009) menyatakan kebutuhan pedet akan antibodi, sehingga
bahwa di daerah tropis, rata - rata persentase ditemukan kematian pedet yang tinggi, akibat
kematian pedet di bawah umur tiga bulan serangan penyakit. Pemberian kolustrum
mencapai 20% bahkan bisa mencapai 50%. mestinya dilakukan segera, tidak lebih dari 1
Kematian pedet tertinggi disebabkan jam setelah pedet lahir dan diberikan sebanyak
oleh diare, diikuti tertinggi kedua, yaitu 2 sampai 4 kali pemberian, sebanyak 3-4 liter
pneumonia. Hal ini sesuai dengan laporan per hari sampai umur 7 hari.
Azizzadeh et al (2012), bahwa diare dan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pneumonia adalah penyebab utama mortalitas 85% peternak memberikan kolustrum dengan
pada pedet. Faktor-faktor yang menjadi ember. Sebenarnya ada dua cara pemberian
predisposisi antara lain : perkandangan, kolustrum, yaitu dengan botol yang diberi
metode, lama dan volume pemberian selang karet lunak dan menggunakan ember.
kolustrum, musim kelahiran, distokia pada Pada pemberian kolustrum menggunakan
induk saat pedet dilahirkan. ember terbuka diperlukan kesabaran peternak
Terdapat beberapa faktor penyebab melatih pedet untuk minum kolustrum,
angka kematian pedet perah pra sapih yang sehingga kolustrum bisa masuk langsung ke
tinggi dalam penelitian ini, yaitu jumlah abomasum. Faktor ketidak-sabaran peternak
kolustrum yang kurang, keterlambatan waktu melatih pedet minum kolustrum lewat ember
pemberian kolustrum setelah kelahiran, menyebabkan kolustrum masuk ke rumen,
pemberian kolustrum terlalu singkat dan tidak langsung ke abomasum.
kesalahan cara pemberian kolustrum. Pada pedet yang baru lahir, sistem digesti
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan mirip dengan sistem digesti monogastrik.
86% peternak memberikan kolustrum antara Pada fase prerumiansia ini, pakan cair akan
melebihi 1 jam setelah pedet lahir. Pemberian masuk melalui esophageal groove, satu
kolustrum yang melebihi 1 jam setelah lekukan sehingga makanan cair langsung
kelahiran, adalah terlambat. Soetarno (2003) masuk ke dalam abomasum tanpa melalui
menyatakan bahwa kolustrum sebaiknya lambung depan (rumen, retikulum, omasum).
diberikan antara 30-60 menit setelah pedet Sebaliknya, apabila terdapat pakan padat,
lahir. Pemberian kolustrum bertujuan untuk baik konsentrat atau rumput, maka saluran
memberikan antibodi pada pedet yang baru tersebut akan tetap membuka, sehingga pakan
lahir. Dinyatakan lebih lanjut oleh Anonimous padat jatuh ke rumen. Proses membuka dan
(2010) bahwa semakin cepat kolostrum menutupnya saluran mengikuti pergerakan
diberikan, semakin cepat pula kolostrum reeks. Semakin besar pedet, maka gerakan
masuk ke abomasum dan intestinum. reek ini semakin menghilang. Selama 4
Selanjutnya antibodi segera diabsorbsi dan minggu pertama sebenarnya pedet hanya
darah pedet secara cepat tersuplai antibodi, mampu mengkonsumsi pakan dalam bentuk
sehingga pedet terlindungi dari serangan cair.
penyakit. Abomasum secara sik dan biokimiawi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mampu mencerna bahan pakan utama
sejumlah peternak (39%) memberikan pedet yaitu susu. Pada masa preruminansia,
kolustrum 1-2 liter, sedangkan 35% peternak abomasum men sekr esi r enin. Renin
memberikan kolustrum lebih dari 2 liter. memiliki kemampuan menjendalkan susu
Ditemukan 55% peternak memberikan dan memisahkan menjadi kasein dan whey.
kolustrum selama 1-3 hari, hanya 13 % Whey masuk ke dalam duodenum dalam 5
peternak memberikan kolustrum antara 3 menit setelah minum susu, sementara kasein
hari sampai dengan 7 hari. Jumlah dan lama akan tetap berada di dalam abomasum. Renin
pemberian kolustrum tidak sesuai dengan adalah enzim proteolitik dan bertanggung

42 Maret 2014: 40 - 49
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

jawab terhadap pemecahan jendalan susu pedet pada minggu pertama setelah lahir.
tersebut pada pedet yang berumur sangat Hal ini sesuai dengan pernyataan Margerison
muda sebelum enzim tersebut digantikan dan Downey (2005) yang melaporkan bahwa
oleh pepsin. dalam konsentrasi IgG dalam kolustrum
Jendalan kasein mengalami degradasi sangat bervariasi, antara 10 g/l sampai dengan
secara bertahap oleh renin dan atau pepsin serta lebih dari 100 g/l, tergantung pada umur,
asam klorida dan secara partial perncernaan bangsa, volume kolustrum yang diproduksi,
protein ini akan berlangsung selama 24 riwayat penyakit, dan musim. Kira-kira 4 liter
jam. Setelah masuk ke dalam intestinum kolustrum dengan konsentrasi IgG 60 g/l, akan
maka enzim yang lain akan berperan untuk memberikan IgG pada plasma pedet dengan
mencerna bahan pakan tersebut. konsentrasi IgG sebesar 20,8 g/l. Selanjutnya
Manfaat kolustrum bagi kehidupan dinyatakan pula bahwa dalam kolustrum
pedet pra sapih, antara lain kandungan terkandung hormon, peptide bioaktif dan
antibodi yang tinggi, yang mampu mencegah enzim-enzim, yang memegang peran penting
masuknya bibit penyakit, sehingga berperan dalam perkembangan traktus digestivus,
sebagai anti-infeksi. Kandungan gizi sehingga meningkatkan pertumbuhan dan
kolostrum lebih tinggi dibanding dengan perkembangan pedet.
susu non kolostrum. Kolostrum mengandung Blum (2005) menambahkan bahwa
lebih banyak protein (terutama dalam bentuk kolustrum mengandung sel-sel, antara lain
laktoglobulin atau gamma globulin), mineral, eritrosit, leukosit dan laktosit. Kolustrum
lemak, dan vitamin-vitamin dari pada susu juga mengandung berbagai nutrient, antara
normal. Kolostrum juga mengandung laktosa lain : asam lemak, asam amino, mineral, trace
yang lebih rendah dari pada susu normal. element, dan pre-vitamin. Komponen non
Hal ini sangat berguna karena kandungan nutrient yang terkandung dalam kolustrum
laktosa yang tinggi dapat menyebabkan pedet berupa : hormone, releasing factor, growth
menderita diare/mencret. Kolustrum sangat factor, enzim, transferin, prostaglandin,
mudah diserap oleh dinding usus pedet. cytokine, nukleotida dan poliamin.
Ditambahkan oleh Blum (2005), bahwa Kolustrum dapat juga menghambat
kolustrum mengandung komponen non- perkembangan bakteri E. coli dalam usus
nutrisi, antara lain immunoglobulin dan pedet, karena mengandung laktoferin dalam
senyawa-senyawa biologik aktif. Senyawa waktu 24 jam pertama. Kolostrum bersifat
non-nutrisi tersebut, antara lain : hormon, laxan, yaitu dapat membantu mengeluarkan
releasing factor, faktor-faktor pertumbuhan kotoran hitam lengket yang dinamakan
dan enzim-enzim. Senyawa non-nutrisi ”tahi gagak” (meconium) yang tertimbun
pada pedet yang baru lahir berperan antara dalam usus halus, dimana pada waktu
lain : (1) meningkatkan populasi mikroba lahir merupakan tumpukan kotoran tempat
dan perkembangan sel-sel (proliferasi dan berkembangbiakan bermacam-macam bakteri
diferensiasi) dalam saluran gastrointestinal, yang harus segera dikeluarkan (Soetarno,
(2) sintesis protein, degradasi, digesti dan 2003).
absorbsi serta motilitas sistem gastrointestinal, Tingkat mortalitas pedet dipengaruhi
(3) sistem imun dalam gastrointestinal. oleh musim, hal ini sesuai dengan pernyataan
Kolustrum harus diberikan pedet dalam Uza dan Adee (2005) bahwa tingkat kematian
jumlah, kualitas dan lama pemberian yang pedet saat musim dingin lebih tinggi daripada
cukup, karena dalam kolustrum terkandung saat musim panas. Kematian pedet pada
antibodi berupa IgG, sel-sel darah, komponen musim panas disebabkan oleh kekurangan
nutrient dan komponen non-nutrient yang nutrisi, akibat penurunan konsumsi pakan,
penting untuk mempertahankan kehidupan yang selanjutnya pedet lebih peka terhadap

Identikasi Penyakit Pada Pedet Perah Pra-Sapih Di Peternakan Rakyat Dan Perusahaan Peternakan 43
Imbang Dwi Rahayu JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

helminthosis. Ditambahkan oleh Azizzadeh Diare non infeksius biasanya disebabkan


et al (2012), pedet-pedet yang lahir pada oleh perubahan yang mendadak dari program
musim gugur lebih tahan hidup daripada pemberian pakan. Dapat terjadi ketika
musim panas. Kematian pedet pada musim pemberian susu buatan (CMR – Calf Milk
panas disebabkan karena heat stress, karena Replacement) tidak sesuai takaran, terlalu
untuk hidup sapi perah laktasi diperlukan dingin atau bahkan basi. Diare sering terjadi
suhu 5oC sampai dengan 25oC. Heat stress pada saat peralihan, ketika pedet yang semula
terjadi saat suhu lingkungan lebih dari 32oC. hanya mengkonsumsi susu sebagai satu
satunya sumber nutrisi, mulai makan serat
Penyakit yang Menyerang Pada Pedet kasar atau hijauan sebagai suplemen. Sebab
Perah Pra Sapih mekanik lain seperti minum yang terlalu
cepat dan adanya gumpalan rambut/bulu pada
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pencernaan juga menyebabkan diare
penyakit awal muncul yang menyerang pedet (Ata et al, 2013). Meskipun tidak berbahaya
perah pra sapih di Malang dan Batu, antara dan tidak sampai menyebabkan kematian,
lain : diare (61,73%), pneumonia (25,61%), diare non-infeksi ini dapat dengan cepat
infeksi tali pusar (4,22%), infeksi post potong melemahkan tubuh yang pada gilirannya
tanduk (4,22%), dan pincang (4,22%). dapat menyebabkan ternak rentan terkena
Penyakit ulangan yang terjadi adalah enteritis, diare infeksi atau penyakit lain yang lebih
radang mata dan abses. parah.(Dunia Veteriner, 2009)
Diare infeksius, kemungkinan
Diare disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan
protozoa. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Margerison dan Downey (2005), bahwa
kasus diare terjadi pada 46 ekor pedet dari 65 problem pencernaan pada pedet bisa
ekor pedet yang diamati (61,73%). Angka ini dikelompokkan menjadi faktor infeksius dan
lebih tinggi daripada hasil penelitian Supar non infeksius. Problem infeksius biasanya
(2001), yang melaporkan bahwa prevalensi terjadi pada tiga hari pertama kelahiran pedet
kasus diare anak sapi pada daerah sentra berupa infeksi bakteri, antara lain E. coli,
pengembangan sapi perah (Jawa Barat) Salmonella, Clostrdium, sementara pada
berkisar antara 19-40%, dengan kematian umur selanjutnya berupa problem virus, yaitu
pedet dibawah umur 1 bulan berkisar antara Rotavirus dan Coronavirus, serta protozoa,
8-19% dapat terjadi sepanjang tahun. yaitu Cryptosporidium spp. Dinyatakan
Diare pada pedet bisa disebabkan oleh lebih lanjut oleh Anonimous (2010) bahwa
faktor infeksius dan non infeksius. Diare pada bakteri Salmonella penyebab diare yaitu
neonatus menyebabkan kerugian ekonomi Salmonella thypimurium dan Salmonella
yang tinggi pada industri peternakan sapi enteridis. Ditambahkan oleh Nagwa et al
perah di berbagai negara. Sebagaimana (2013), Clostridium penyebab diare berupa
dinyatakan oleh Malik et al (2012), bahwa Clostridium perfringens yang menghasilkan
diare menyebabkan tingginya tingkat toxin tipe B, C dan D.
morbiditas dan mortalitas pedet, terutama Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada minggu pertama setelah lahir. Tingginya gejala klinis yang terlihat pada pedet
kerugian ekonomi tidak hanya karena penderita diare adalah feses encer, warna
kematian pedet, tetapi akibat biaya yang tidak normal, antara putih sampai kuning
tinggi untuk pengobatan dan kerugian akibat kehijauan, lemas, mata cekung. Penderita
gangguan pertumbuhan pedet. mengalami penurunan berat badan secara
cepat, dan dehidrasi. Dinyatakan Margerison

44 Maret 2014: 40 - 49
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

dan Downey (2005), bahwa virus Rotavirus 500.000 IU, Cholecalciferol (Vit D3) 50.000
dan Coronavirus menyebabkan kerusakan IU, Vitamin E 50 IU. Indikasi pencegahan
villi-villi usus, sehingga menyebabkan dan pengobatan desiensi vitamin A, D3 dan
hilangnya kemampuan digesti dan absorbsi, E. Diberikan melalui suntikan intramuskuler
yang berakibat terjadi diare dan dehidrasi atau subkutan dengan dosis : anak sapi ( 0,5
pada pedet penderita. – 1 ml ).
Tingkat mortalitas pedet yang tinggi Vetradyl adalah obat anti histamin,
(19,59%) pada penelitian ini dimungkinkan setiap milliliter mengandung diphenhydramin
karena penyakit virus. Hal ini didukung HCl 20 miligram. Dosis yang digunakan
oleh pernyataan Ata et al (2013), bahwa untuk sapi adalah 1,25 – 2,5 per 100 kilogram
diare yang disebabkan oleh Rotavirus bobot badan. Diberikan secara injeksi
menyebabkan kematian pada pedet bisa intramuskuler.
sampai 50%, tergantung pada ada tidaknya Avante merupakan preparat antibioti
infeksi sekunder oleh bakteri. Tingkat spektrum luas, efek antibakterial sangat kuat
mortalitas yang disebabkan oleh bakteri terhadap bakteri gram negatif maupun positif,
Coronavirus berkisar antara 1%-25%. termasuk bakteri penghasil β-laktamase serta
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri anaerobik. Avante injeksi mencapai
pada umumnya kasus diare terjadi pada konsentrasi serum efektif dalam waktu
minggu pertama awal kehidupan. Hal ini singkat, sehingga memberikan efek terapeutik
dimungkinkan akibat infeksi Cryptosporidium dalam waktu 1 jam setelah pemberian. Avante
spp Hal ini sesuai dengan pernyataan Dell 0,1 gram mengandung 100 mg ceftiofur
Coco (2008), bahwa diare pada pedet yang sodium.
diakibatkan oleh infeksi Cryptosporidium Bio so lami ne m eng and un g AT P,
spp, tertinggi kejadiannya pada umur pedet Magnesium aspartat, Kalium aspartat, Natrium
kurang dari 7 hari, sebesar 37,5%, pada Selenite dan vitamin B12. Indikasi obat ini
pedet umur antara 8 hari sampai 14 hari, adalah untuk menstimulir tubuh, terutama
kejadiannya lebih rendah, yaitu 21,4%. pada tonus otot, sehingga bisa diberikan
Hospes denitif sangat diperlukan protozoa pada ternak yang mengalami kelemahan otot
untuk mempertahankan siklus hidup, yaitu akibat kerja keras, transportasi, melahirkan,
produksi ookista. kekurangan makanan, infeksi dan dyspnoe
Kejadian diare meningkat selama syndrome pada anak sapi.
musim dingin, antara bulan Oktober dengan Pada kasus diare pedet disarankan
Februari, hal ini disebabkan karena stress oleh Subronto (2003), tidak memberikan air
dingin yang berakibat penurunan status imun susu atau susu pengganti (milk replacer)
pedet awal kehidupan. Tindakan pengendalian selama 1-2 hari, sampai diare dapat diatasi.
penyakit diare yang bisa dilakukan antara lain Pemberian antibiotik secara oral dihindari,
: pengobatan dengan antibiotik, menekan karena berefek negatf berupa dibebaskannya
tingkat pencemaran agen penyebab, melalui endotoksin secara langsung akibat kematian
sanitasi lingkungan, peningkatan kualitas dan terlarutnya sel-sel bakteri. Endotoksin
kolustrum dan pakan tambahan saat musim tersebut dapat mengakibatkan kematian
dingin (Malik et al., 2012). mendadak karena shock endotoksin.
Pengobatan yang dilakukan pada kasus Dinyatakan pula bahwa pada penderita diare
diare dalam penelitian ini adalah dengan perlu diterapi dengan pemberian cairan faali
pemberian Avante, Duphafral, Vetadryl dan dan elektrolit.
Biosolamine. Disarankan oleh Anonimous (2010),
Duphafral adalah vitamin, bentuk beberapa upaya tindakan pencegahan yang
cairan. Tiap ml mengandung Vitamin A bisa dilakukan pada kasus diare pedet, yaitu:

Identikasi Penyakit Pada Pedet Perah Pra-Sapih Di Peternakan Rakyat Dan Perusahaan Peternakan 45
Imbang Dwi Rahayu JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

(1) pemberian kolostrum segera, sejam Lorenz et al. (2011), dengan terapi ini
setelah pedet lahir, (2) tersedia kandang hasilnya lebih baik jika dibandingkan dengan
yang nyaman, bersih, hangat, terlindung tanpa diterapi atau diterapi hanya dengan
dari angin dan cuaca dingin, (3) pedet antibiotik. Kombinasi antara antibiotik
dikandangkan secara terpisah dari sapi dengan NSAIDs akan menurunkan pyrexia,
dewasa, (4) manajemen dan pemberian pakan gejala klinis, keruskan paru-paru, dan
yang baik, (5) perubahan pemberian pakan memperbaiki pertambahan bobot badan
dilakukan secara bertahap, baik jenis maupun harian. Pada penelitian ini dilakukan terapi
volumenya. dengan pemberian obat-obatan, yaitu :
gentamycin, dexametazone, vetadryl dan
Pneumonia biosolamin.
Gentamycin merupakan antibiotika
Kasus pneumonia pada penelitian ini golongan aminoglikosida. Mekanisme kerja
ditemukan cukup tinggi, yaitu 25,61%. gentamisin adalah dengan mengikat secara
Menurut Radaelli (2005), penyebab utama ireversibel sub unit ribosom 30S dari kuman,
pneumonia pada pedet adalah Mycoplasma yaitu dengan menghambat sintesis protein
bovis. Penyakit pneumonia pada penelitian dan menyebabkan kesalahan translokasi kode
ini dimungkinkan disebabkan oleh multi genetik. Gentamisin bersifat bakterisidal.
faktor, antara lain : virus, bakteri dan Gentamisin efektif terhadap berbagai strain
lingkungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan kuman Gram negatif (Hardjasaputra, 2002).
Lorenz et al. (2011), bahwa pneumonia Dexamethasone berperan sebagai
pada pedet disebabkan oleh kelompok anti radang pada sapi umumnya diberikan
virus, antara lain Bovine Herpes Virus secara intra muskuler, namun pada kasus
(BoHV1), Bovine Respiratory Syncytial keradangan berat pada organ dalam seperti
Virus (BRSV), dan Parainuenza 3 Virus jantung, bisa juga diberikan intravena.
(PI3) dan kelompok bakteri, antara lain: Pemberian intavena akan berefek secara cepat
Mycoplasma bovis, Pasteurella multocida, untuk meminimalisir kejadian keradangan
Mannheimia haemolytica, Histophilus somni otot jantung ( myocardium ). Penanganan
dan fakor-faktor lingkungan. pneumonia yang tepat, dengan pemberian
Mycoplasma bovis selain menyebabkan antibiotik yang spesifik untuk saluran
pneumonia, bakteri ini juga menimbulkan pernafasan dan pemberian dexamethasone
radang pada tulang (arthritis), tendo dan untuk mengurangi keradangan paru paru.
cairan sendi (tenosynovitis), telinga, mata Tindakan pencegahan terhadap infeksi M.
dan saluran reproduksi. Pada penelitian bovis adalah dengan vaksinasi. Sebagaimana
ini, pedet penderita hanya menunjukkan dinyatakan oleh Maunsell (2007), vaksinasi
pneumonia, belum sampai menimbulkan pada pedet untuk tahan terhadap infeksi M.
radang di organ lain, sebagaimana terlihat bovis dilakukan pada umur antara 1-5 bulan,
pada Gambar 5.3. Gejala klinis yang terlihat dengan vaksin M. bovis live, secara subkutan
antara lain : respirasi cepat dan dangkal, sesak atau intraperitoneal, atau dengan bakterin
napas, batuk, keluar lender pada hidung, yang diinaktivasi dengan formalin, diberikan
bahu direnggangkan. Hal ini sesuai dengan secara subkutan.
pernyataan Subronto (2003).
Terapi yang bisa dilakukan pada Infeksi Tali Pusar
pedet penderita pneumonia adalah dengan
pemberian kombinasi antibiotik dengan Pada perawatan pedet, kejadian
anti-radang non steroid atau Non-steroidal perdarahan tali pusar, infeksi tali pusar,
anti-inammatory drugs (NSAIDs) . Menurut putusnya tali pusar yang terlalu pendek

46 Maret 2014: 40 - 49
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

atau tali pusar putus total harus dihindari. antibiotik, berupa Gentamycin dengan
Kejadian tersebut akan berlanjut menjadi anti radang Dexamethazone, serta
radang tali pusar (omphalitis) atau justru antihistamin berupa diphenhydramin
kematian pedet. Penanganan omphalitis HCl.
yang tidak baik menyebabkan agen infeksi • Pada kasus inf eksi tali pusar
masuk ke saluran pencernaan, peredaran diberikan pengobatan kombinasi
darah dan masuk ke organ organ vital seperti antara antibiotik, berupa Gentamycin
paru paru. Hal ini bisa dipastikan berlanjut dengan anti radang Dexamethazone,
menjadi kasus diare dan radang paru paru serta antihistamin berupa
(penumonia). Pemakaian dexamethasone diphenhydramin HCl.
dikombinasi dengan antibiotik banyak • Tindakan pencegahan penyakit yang
menyelamatkan pedet pada kejadian radang dilakukan adalah sanitasi dan vaksinasi,
rali pusar (omphalitis), penumonia, dan berak dan perbaikan manajemen.
darah (enteritis).
Diperlukan tindakan penanganan tali Saran
pusar pedet secara steril, sehingga tali pusar
cepat mengering, tanpa adanya infeksi. Bisa • Diperlukan perbaikan manajemen
dilakukan dengan cara penyemprotan iodine pemeliharaan, antara lain : pemberian
pada tali pusar selama seminggu, pemakaian kolustrum dengan volume 4 liter,
umbilical clamp, dan menyediakan kandang diberikan 3-4 kali sehari, diberikan
pedet yang bersih, kering dan nyaman. segera, kurang dari 1 jam setelah pedet
Namun umbilical clamp tidak boleh dipakai lahir, dengan lama pemberian sampai
pada pedet yang hidup berkoloni dengan umur 1 minggu.
induk, karena akan merangsang induk • Penyediaan kandang yang nyaman,
memakan / menarik tali pusar sehingga putus. bersih, hangat, terlindung dari angin dan
cuaca dingin.
• Pemberian pakan dengan jumlah dan
KESIMPULAN DAN SARAN kualitas sesuai berat badan pedet, dan
perubahan pemberian pakan dilakukan
Kesimpulan secara bertahap, baik jenis maupun
volumenya.
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang • Pada kasus diare yang mengakibatkan
telah dipaparkan, maka kesimpulan yang bisa dehidrasi disarankan pengobatan perlu
diangkat pada penelitian ini adalah : ditambahkan cairan elektrolit.
• Penyakit pada pedet perah pra-sapih
yang berhasil ditemukan adalah : diare, DAFTAR PUSTAKA
pneumonia dan infeksi tali pusar.
• Tindakan pengobatan terhadap kasus Anonimous. 2010. Manajemen Pemeliharaan
penyakit pedet antara lain : dan Kesehatan Pedet. Kementrian
• pengobatan pada kasus diare adalah P er t an i an . D ir ek t o r at Je n d er a l
dengan pemberian antibiotik berupa Peternakan. Balai Besar Pembibitan
ceftiofur, antihistamin berupa Ternak Unggul Sapi Perah, Baturraden.
diphenhydramin HCl, vitamin-
vitamin : vitamin A, Cholecalciferol Ata Nagwa S, Sohard M Dorgham, Eman
(Vit D3) dan Vitamin E, serta penguat A Khairy and Mona S, Zaki. 2013.
otot dan transportasi. Calf Scours : Denition and causes.
• Pada kasus pneumonia, diberikan Life Science Journal. Vol 10 (1). http//
pengobatan kombinasi antar a wwwlifesciencesite.com

Identikasi Penyakit Pada Pedet Perah Pra-Sapih Di Peternakan Rakyat Dan Perusahaan Peternakan 47
Imbang Dwi Rahayu JURNAL GAMMA, ISSN 0216-9037

Azizzadeh, Mohammad, Hadi Fazeli Incidence of Calf Diarrhea In Cattle and


Shooroki, Ali Shaee Kamalabadi, Mark Bufallow Calves in Uttar Pradesh, India.
A. Stevenson. 2012. Factors Affecting Asian Jornal of Animal and Veterinary
Calf Mortality in Iranian Holstein Dairy Advadences. 7 (10) : 1049-1054
Herds. Preventive Veterinary Medicine. Margerison, J and Downey N. 2005.
104 (2012) : 335-340. Guidellines for Optimal Dairy Hefer
Blum, J.W. 2005 Bovine Gut Development. Rearing and Herd Perfomance. In
In Calf and Heifer Rearing. Principles Calf and Heifer Rearing. Principles
of Rearing the Modern Dairy Heifer of Rearing the Modern Dairy Heifer
from Calf to Calving. Edited by PC. from Calf to Calving. Edited by PC.
Garnsworthy Nottingham University Garnsworthy Nottingham University
Press. Press.
Debnath, N.C., M.J.F.A. Taimur”, A.K. &ha”, Maunsell, F. P , G. Arthur Donovanb,
M. Ersaduzaman”, M. Helaluddin”, Carlos Risco, Mary B. Brown. 2009.
M.L. Rahman”, D.K. Royb, M.A. Field evaluation of a Mycoplasma
Islam. 1995. A retrospective study bovis bacterin in young dairy calves. J
of calf losses on the central dairy Vaccine.2009.02.100
cattle breeding station in Bangladesh Radaelli. E, M. Luini, G.R. Loria, RAJ. Nicholas,
Preventive Veterinary Medicine 24 ( E. Scanziani. 2007. Bacteriological,
1995) 43-53 S er o l o g i cal , M et h o l o gi c al a n d
Del Coco, Valeria F, A. Cordoba, Juan A Immmunohistochemical Studies of
Basualdo. 2008. Cryptosporidium Mycoplasma Bovis Resiratory Infection
Infection in Calves from A Rural Area in Veal Calves and Adul Cattle at
of Buenos Aires, argentina. Veterinary Slaughter. Research in Veterinary
Pathology. 158 (2008), 31-35. Science. 85 (2008) 282 - 290
French, N.P, J. Tyrer, W.M. Hirst. 2001. Svensson, C, A. Linder, and S.-O. Olsson.
Smallholder dairy farming in the 2006. Mortality in Swedish Dairy
Chikwaka communal land, Zimbabwe: Calves and Replacement Heifers J.
birth, death and demographic trends. Dairy Sci. 89:4769–4777
Preventive Veterinary Medicine 48 Subronto, 2003. Ilmu Penyakit Ternak
(2001) 101±112 (Mamalia) I. Gadjah Mada Universiy
Gulliksen ,*†1 K. I. Lie ,‡ t. Løken ,* and Press.
O. Østerås. 2009. Calf mortality in Soetarno, Timan. 2003, Manajemen Budidaya
Norwegian Dairy Herds. J. Dairy Sci. Sapi Perah. Laboratorium Ternak
92 :2782–2795 Perah, Fakultas Peternakan, Universitas
Krehbiel, C.R. , S.R. Rust, G. Zhang, Gadjah Mada, Yogyakarta
and S.E. Gilliland. 2003. Bacterial Supar. 2001. Pemberdayaan Plasma Nutfah
direct fed microbials in ruminants diet: Mikroba Veteriner dalam Pengembangan
Performance response and mode of Peternakan : Harapan Vaksin Escherichia
action. J. Dairy Sci. 81 (E. Suppl. 2): coli Enterogenik, Enteropatogenik dan
E120-132 Verotoksigenik Isolat Lokal untuk
Lorenz Igrid, Bernadetta Early, John Gilmore, Pengendalian Kolibasilosis Neonatal.
Ian Morgan, Emer Komedy and Simon Wartazoa Vol. 11 No. 1 Th. 2001
J More. 2011. Calf Health from Birth to Uza, D.V. and Abdulla Adee, A. 2005.
Weaning III, Housing and Manajement Causes and Costs of Caf Mortality at
of Calf Pneumonia. Irish Journal . 64 Government Research and Private. Farm
: 14. in The Dry Subhamid Savanna Zoe of
Malik, Subhash, Amit Kumar Verma, Amit Nigeria. Nigerian Veterinary Journal.
Kumar, M.K. Gupta, S.D. Sharma. 2012. Vol 26 (2).

48 Maret 2014: 40 - 49
Versi online / URL:
Volume 9, Nomor 2

Vaarst, M and Jan Tind Sørensen. 2009.


Danish dairy farmers’ perceptions and
attitudes related to calfmanagement
in situations of high versus no calf
mortality. Preventive Veterinary
Medicine 89 (2009) 128–133
Wudu & B. Kelay & H. M. Mekonnen &
K. Tesfu. 2008. Calf morbidity and
mortality in smallholder dairy farms
in Ada’a Liben district of Oromia,
Ethiopia. Trop Anim Health Prod
40:369–376
Wymann M.N., Bassirou Bonfoh, Esther
Schelling, Se´kouba Bengaly,Saı¨dou
Tembely, Marcel Tanner, Jakob Zinsstag.
2006. Calf mortality rate and causes of
death under different herd management
systems in peri-urban Bamako, Mali.
Livestock Science 100 (2006) 169– 178

Identikasi Penyakit Pada Pedet Perah Pra-Sapih Di Peternakan Rakyat Dan Perusahaan Peternakan 49

You might also like