Professional Documents
Culture Documents
8086 17764 1 SM PDF
8086 17764 1 SM PDF
mediska_widayani@yahoo.com
Abstract
This study aims to describe the perception of Balinese women towards gender equality and justice (GEJ)
concepts within the scope of Balinese culture. This is a qualitative-phenomenological study. Subjects were
defined based on literature review that resulted three women participated in this study. Depth interview and
semi-participant observation was used to collect data. The results showed that GEJ was interpreted differently by
each subject. Subject 1 perceived patriarchal culture of Bali is a gender-equitable culture, while Subject 2 and 3
perceived patriarchal culture of Bali is not a gender-equitable culture. To what extent subjects resolved their
problems related to the patriarchal culture of Bali in the past impacted their perception on gender equality and
justice. Their perception on GEJ were influenced by external factors (such as Balinese culture, educational level,
parenting) as well as internal factors (such as needs, attitudes, self-concept, conformity, beliefs, future
expectation, value of Balinese women, families and children; resistance as a manifestation of problems
encountered by each subject; and social support as a supporting factor that help subjects to resolve their
problems).
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi perempuan Bali terhadap konsep kesetaraan dan
keadilan gender (KKG) dalam ruang lingkup budaya Bali. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-
fenomenologis. Subjek penelitian sebanyak tiga orang yang diperoleh melalui hasil penelusuran literatur.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa KKG dimaknai berbeda oleh tiap subjek. Subjek 1 menganggap budaya patriarki Bali adalah setara dan
adil secara gender, sedangkan Subjek 2 dan 3 menyatakan budaya patriarki Bali tidaklah setara dan adil secara
gender. Perbedaan persepsi ini dipengaruhi oleh terselesaikan atau tidaknya permasalahan yang dihadapi oleh
masing-masing subjek akibat budaya patriarki Bali. Proses pembentukan persepsi terhadap KKG dipengaruhi
oleh faktor eksternal (seperti: kebudayaan Bali, pendidikan, pola asuh) dan faktor internal (seperti kebutuhan,
sikap, konsep diri, penyesuaian diri, keyakinan,harapan di masa depan, penilaian perempuan Bali, keluarga dan
anak, resistensi sebagai manifestasi dari permasalahan yang dihadapi tiap subjek; serta dukungan sosial sebagai
faktor pendukung subjek dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi).
Kata kunci: kesetaraan dan keadilan gender, perempuan Bali, budaya patriarki
149
Kesetaraan dan keadilan gender dalam pandangan perempuan Bali 150
kena “penyakit” budaya, yaitu terikat der yang dialami oleh kaum perempuan
dengan sistem kekerabatan orang Bali yang terutama sebagai perempuan Bali, baik
masih menganut sistem patrilineal. itu berupa karya sastra, pandangannya
sendiri, atau merupakan hasil penelitian.
Berdasarkan uraian dan asumsi di atas, Metode pengumpulan data yang digunakan
diajukan pertanyaan penelitian sebagai dalam penelitian ini adalah wawancara
berikut: Bagaimana persepsi perempuan mendalam (depth interview) dan observasi
Bali terhadap konsep kesetaraan dan semi-partisipan.
keadilan gender dalam budaya Bali?
Penelitian ini bertujuan untuk memahami
dan mendeskripsikan persepsi perempuan HASIL DAN PEMBAHASAN
Bali dalam memaknai konsep kesetaraan
dan keadilan gender dalam ruang lingkup Kaum perempuan Bali memiliki definisi
budaya Bali, realitas-realitas yang terjadi konsep KKG yang berbeda dengan yang
pada perempuan Bali, dan mengetahui dikemukakan di atas. Subjek 1 menyatakan
faktor-faktor yang memengaruhi persepsi konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender
perempuan Bali tersebut. (KKG) yang dikemukakan merupakan
proyek pemerintah yang lahir dari konsep
kesetaraan gender dari budaya Barat, yaitu
METODE KKG akan terwujud apabila kaum laki-laki
dan perempuan memiliki fungsi yang sama,
Subjek penelitian ini berjumlah tiga orang. sedangkan konsep kesetaraan gender
Pemilihan subjek dilakukan dengan menurut budaya Timur adalah KKG akan
menggunakan teknik purposive sampling, terwujud apabila kaum laki-laki dan
dengan kriteria subjek sebagai berikut: perempuan saling bekerja sama secara
1) Perempuan, bersuku Bali, dan beragama harmonis dan seimbang dalam mengerjakan
Hindu. Perempuan Bali merupakan perannya masing-masing.
kaum yang tersubordinasikan
kedudukannya secara adat istiadat Konsep KKG dari pemerintah yang berasal
dalam budaya Bali yang berbentuk dari konsep budaya Barat dibenarkan oleh
patriarki. Megawangi (1999) yang menyatakan
2) Bertempat tinggal dan dibesarkan di konsep kesetaraan gender menurut UNDP
Bali, sehingga dapat mengetahui, (United Nations Development Program)
memahami dan menjalankan bagaimana sebagai konsep kesetaraan kuantitatif
seluk beluk adat istiadat Bali. (50/50), yaitu kesetaraan sama rata antara
3) Telah menikah dan memiliki anak, atau pria dan wanita dalam usia harapan hidup,
berkeluarga. Perempuan Bali yang telah pendidikan, jumlah pendapatan, dan
menikah dan memiliki anak, atau partisipasi politik. Megawangi (1999)
berkeluarga umumnya telah matang memandang relasi gender sebagai relasi
secara psikologis, atau telah memiliki yang komplementer, meskipun berbeda
kesiapan kognitif, afektif dan perilaku, dalam peran tetapi tetap bersatu dalam
sehingga diharapkan dapat memainkan mencapai tujuan yang sama. Subjek 3
perannya bersama individu lain dalam memahami konsep KKG sebagai
masyarakat. pemerolehan kesempatan yang sama pada
4) Memiliki karya tulis yang telah laki-laki dan perempuan yang disesuaikan
dipublikasikan sebagai bentuk apresiasi dengan kebutuhan dan kepentingannya
terhadap keseriusannya dalam menang- masing-masing. Pendapat tersebut sesuai
gapi permasalahan-permasalahan gen- dengan yang dikemukakan Tawney (dalam
Megawangi, 1999) yaitu kesetaraan yang keagamaan sehingga setiap umat Hindu
adil adalah konsep yang mengakui faktor diwajibkan untuk bekerja sesuai dengan
spesifik seseorang dan memberikan haknya swadharma-nya, fungsi, status dan
sesuai dengan kondisi perorangan. profesinya dalam masyarakat. Subjek 3 juga
menyatakan suatu keadaan dikatakan
Ketidakadilan dan diskriminasi gender sebagai ketidakadilan gender apabila kaum
merupakan sistem dan struktur di mana baik perempuan tidak menikmati suatu kondisi
laki-laki maupun perempuan menjadi tertentu yang dibebankan kepadanya.
korban dari sistem tersebut (KMNPP,
2000). Berbagai pembedaan peran dan Handayani dan Sugiarti (2008) menyatakan
kedudukan antara laki-laki dan perempuan bahwa faktor penyebab ketidakseimbangan
baik secara langsung berupa perlakuan atau atau ketidakadilan gender adalah akibat
sikap, maupun tidak langsung berupa adanya gender yang dikonstruksikan secara
dampak suatu peraturan perundang- sosial dan budaya di Indonesia berdasarkan
undangan maupun kebijakan telah hukum hegemoni patriarki. Subjek 2 dan 3
menimbulkan berbagai ketidakadilan yang memaknai bahwa ketidakadilan secara jelas
telah berakar dalam sejarah, adat, norma terjadi dalam adat Bali yang bersifat
ataupun struktur masyarakat (KMNPP RI, patriarki dan memposisikan kedudukan
2001). Subjek 1 menyatakan pada budaya kaum laki-laki di atas kaum perempuan,
Bali secara khusus dan di Indonesia secara karena ketika ada kaum laki-laki yang
umum tidak terjadi permasalahan dalam berinisiatif membantu melakukan peran
bidang gender, apabila ada perbedaan reproduktif yang semestinya hanya
terhadap sistem yang dikenakan pada kaum dikerjakan oleh kaum perempuan dianggap
laki-laki dan perempuan disebabkan karena adat yang berfungsi sebagai kontrol sosial
sumber daya yang dimiliki pada laki-laki merupakan suatu kesalahan.
dan perempuan memang berbeda, sehingga
jika memperoleh perlakuan yang dibedakan Fakih (2005) menyatakan bias gender
pun adalah merupakan sesuatu yang wajar. terjadi karena adanya keyakinan di
Pendapat Subjek 1 dibenarkan oleh masyarakat bahwa pekerjaan yang dianggap
Megawangi (1999) yang menyebutkan masyarakat sebagai jenis pekerjaan
kemampuan yang berbeda antara pria dan perempuan, seperti semua pekerjaan
wanita disebabkan oleh adanya keragaman domestik, dianggap dan dinilai lebih rendah
biologis atau disebut dengan kemampuan dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang
spesifik. Adanya keragaman biologis dianggap sebagai pekerjaan lelaki. Setiadi
tersebut menunjukkan bahwa dalam dkk (2006) mengemukakan fungsi kontrol
kehidupan publik kesetaraan 50/50 hampir sosial sebagai kendali terhadap proses
tidak mungkin dapat terwujud (Megawangi, perkembangan kebudayaan baru apabila
1999). dinilai bertentangan dengan keyakinan
kelompok sosial tertentu yang menganut
Subjek 3 menyatakan kaum perempuan Bali kebudayaan tradisional selama turun
tidak merasa mengalami ketidakadilan temurun. Griadhi (dalam Surpha, 2006)
gender karena memaknai setiap perannya menjelaskan adanya pikiran tradisional
sebagai sebuah kewajiban, meskipun pada masyarakat Bali menjadi dasar
sebenarnya kaum perempuan Bali terbentuknya hukum pelanggaran adat
merasakan beban kerja akibat ketimpangan sebagai bentuk pemulihan keseimbangan di
peran yang diterimanya. Menurut Surpha desa, yang berupa sanksi sosial seperti
(2006), umat Hindu memandang “bekerja” beban mental dan psikologis. Pernyataan
sebagai yajna atau upacara korban suci Griadhi tersebut sesuai dengan pendapat
Subjek 3 yang menyatakan beban kerja yang pesat tersebut tidak mengubah
yang dirasakan kaum perempuan Bali peranannya yang lama, yaitu peranan dalam
menjadi beban psikis yang tidak mampu lingkup rumah tangga atau peran
diungkapkan secara frontal karena pengaruh reproduktif. Hal ini mengakibatkan
budaya dan kontrol sosial yang sangat kuat perkembangan peranan perempuan sifatnya
sehingga hanya bisa diterima walaupun bertambah dan umumnya perempuan
dengan rasa berat hati. mengerjakan berbagai peran sekaligus, baik
peran domestik maupun peran produktif,
Menurut Handayani dan Sugiarti (2008), untuk memenuhi tuntutan pembangunan
perempuan memiliki tiga peran dalam sehingga beban kerja perempuan menjadi
kehidupannya, yaitu peran reproduktif, lebih berat.
peran produktif dan peran sosial. Subjek 3
memaknai ketiga peran atau multiperan Surpha (2006) menyatakan bahwa hak
yang dibebankan kepada kaum perempuan waris di Bali berdasarkan penghayatan dan
merupakan suatu bentuk ketimpangan kemanusiaan atas azas patrilineal atau
peran, karena ketiga peran tersebut tidak purusha. Subjek 3 memaknai sistem
dibebankan juga kepada kaum laki-laki. pewarisan di Bali sebagai kondisi yang
Menurut Fakih (2005), adanya anggapan tidak adil bagi kaum perempuan karena
gender bahwa kaum perempuan memiliki kaum perempuan sama sekali tidak
sifat memelihara, rajin, dan tidak cocok memperoleh bekal atau modal sebagai
untuk menjadi kepala rumah tangga, sumber daya pribadinya untuk memperoleh
mengakibatkan semua pekerjaan domestik status dan kedudukan yang sesuai, serta
menjadi tanggung jawab kaum perempuan, untuk dapat mengembangkan kemampuan
di mana peran gender tersebut dan potensi diri.
disosialisasikan kepada kaum perempuan
sejak dini, sedangkan kaum lelaki tidak Subjek 2 memaknai ketidakadilan gender
diwajibkan secara kultural untuk menekuni terjadi pada kaum perempuan di bidang
pekerjaan domestik tersebut sehingga pendidikan akibat budaya patriarki Bali,
menyebabkan terjadinya beban kerja yang karena lebih mengutamakan pendidikan
berlebih pada kaum perempuan. anak laki-laki yang merupakan penerus
keturunan keluarga, dan menganggap tidak
Subjek 2 dan 3 sama-sama memaknai beban ada gunanya menyekolahkan anak
kerja sangat dirasakan oleh kaum perempuan ke jenjang pendidikan yang
perempuan Bali karena harus menjalankan lebih tinggi karena nantinya pasti akan
tiga peran dalam kehidupannya, yaitu peran keluar dari keluarga asal atau diambil oleh
reproduktif, peran produktif, dan peran pihak keluarga suami. Behrman
sosial. Kedua subjek menyatakan dalam (Megawangi, 1999) menyatakan adanya
melakukan peran sosial dan peran alokasi sumber daya keluarga dengan
produktif, kaum perempuan tidak bisa model investasi murni, yang berlaku pada
berkonsentrasi dan bertotalitas secara penuh keluarga dalam kondisi miskin sehingga
karena harus membagi perhatiannya juga sumber daya yang ada akan dialokasikan
kepada peran reproduktif. Menurut pada sektor yang paling menguntungkan,
Handayani dan Sugiarti (2008), dengan biasanya prioritas utama akan diberikan
berkembangnya wawasan kemitrasejajaran kepada anak laki-laki karena nantinya
berdasarkan pendekatan gender dalam diharapkan dapat membantu penghasilan
berbagai aspek kehidupan, maka peran keluarga ketika sudah bekerja. Akibat
perempuan mengalami perkembangan yang keterbatasan materi, maka pendidikan anak
cepat; tetapi perkembangan perempuan perempuan akan menjadi prioritas kedua
memiliki penilaian yang hampir sama instrumental dan emosional dari pihak
terhadap konsep diri mereka. Penilaian suami, anak-anak, menantu dan keluarga
yang hampir sama ini disebabkan karena besar subjek terhadap berbagai peran yang
karakteristik subjek penelitian yang harus dijalankannya sehingga terbentuk
memiliki latar belakang yang hampir penyesuaian diri yang baik pada diri subjek
sama pula, yaitu dalam hal jenis 1. Menurut Rodin & Salovey (dalam Smet,
kelamin, domisili, status pernikahan, 1994), perkawinan dan keluarga merupakan
jenjang pendidikan dan hasil karya yang sumber dukungan sosial yang paling
dipublikasikan kepada masyarakat, yang penting. Kondisi ini menjelaskan bahwa
membedakan adalah pemaknaannya Subjek 1 mampu menyelesaikan konfliknya
terhadap pengalaman yang mereka alami sehingga berdampak positif terhadap
selama rentang waktu kehidupan konsep diri dan pandangannya terhadap
mereka. budaya patriarki Bali.
dan digunakan untuk memahami orang dan perempuan Bali yang menerima hak dan
orang-orang lain (Sarwono, 1999). Dalam kewajiban yang sama. Pengurangan
persepsi sosial ada dua hal yang ingin perbedaan persepsi ini juga dimunculkan
diketahui yaitu keadaan dan perasaan orang dengan salah satu karakteristik berikutnya,
lain saat ini, di tempat ini melalui yaitu kesamaan domisili, sama-sama besar
komunikasi non lisan (kontak mata, busana, dan tinggal di Bali sehingga memahami
dan gerak tubuh) atau lisan dan kondisi benar bagaimana kebudayaan Bali menjadi
yang lebih permanen yang ada di balik dasar pedoman masyarakat Bali dalam
segala yang tampak saat ini (niat, sifat, dan bertingkah laku. Kesamaan status
motivasi) yang diperkirakan menjadi pernikahan dan hasil karya yang
penyebab dari kondisi saat ini. dipublikasikan kepada masyarakat juga
turut menjadi karakteristik subjek penelitian
Ketiga subjek memiliki persepsi yang yang diharapkan dapat memperkecil
berbeda terhadap konsep Kesetaraan dan perbedaan persepsi dan diperoleh data dan
Keadilan Gender pada budaya patriarki hasil penelitian yang objektif, tetapi
Bali. Perbedaan persepsi ini disebabkan ternyata tetap saja perbedaan persepsi
oleh adanya faktor eksternal dan internal muncul pada ketiga subjek tersebut.
yang berpengaruh. Faktor eksternal berupa
kebudayaan Bali, pendidikan, dan pola Hasil penelitian yang diperoleh adalah
asuh. Faktor internal berupa kebutuhan, persepsi terhadap konsep KKG terpecah
sikap, penilaian, dukungan sosial, resistensi, menjadi dua kubu, yaitu budaya patriarki
penyesuaian diri, future expectation dan Bali sudah setara dan adil menurut Subjek 1
kepercayaan. Kedua faktor tersebut muncul dan budaya patriarki Bali belum setara dan
dari pengalaman-pengalaman yang adil menurut Subjek 2 dan 3. Berdasarkan
dimaknai secara berbeda oleh masing- uraian yang dikemukakan di atas,
masing subjek. perbedaan persepsi tersebut dapat muncul
karena antara Subjek 1 dengan Subjek 2
Sarwono (1999) menyatakan persepsi dan 3 berbeda generasi. Subjek 1 berada
bersifat subjektif, karena tergantung pada pada tahapan perkembangan dewasa lanjut,
subjek yang melaksanakan persepsi. sedangkan Subjek 2 dan 3 berada pada
Perbedaan persepsi tersebut disebabkan tahapan perkembangan dewasa madya.
oleh jenis kelamin, perbedaan generasi dan Subjek 1 masih memiliki pemikiran
perbedaan lingkungan sosial budaya akan tradisional yang kuat terhadap pemahaman
menghasilkan persepsi sosial yang berbeda adat Bali. Perbedaan persepsi juga muncul
dan reaksi yang berbeda pula (Markovsky akibat perbedaan budaya pada Subjek 1
dalam Sarwono, 1999). Adanya perbedaan dengan Subjek 2 dan 3. Meskipun ketiga
persepsi tersebut tidak berarti bahwa tidak subjek sama-sama besar dan tinggal di Bali,
ada sama sekali kecenderungan persamaan tetapi adanya perbedaan budaya juga tetap
dalam persepsi. muncul karena perbedaan kebiasaan
kegiatan adat dan keagamaan pada masing-
Ketiga subjek memiliki karakteristik dasar masing desa adatnya. Subjek 1 juga secara
yang sama untuk diteliti supaya status golongan kasta berada lebih tinggi
memperoleh hasil penelitian yang akurat, daripada kedua subjek lainnya sehingga
salah satunya dengan kesamaan jenis mempengaruhi cara pandangnya dalam
kelamin. Adanya kesamaan jenis kelamin memaknai peraturan di lingkungan adatnya.
pada masing-masing subjek, meng- Persepsi sosial juga terbentuk melalui cara
gambarkan kondisi yang diterima pada penilaian masing-masing subjek terhadap
umumnya hampir sama, yaitu sebagai kaum orang lain di luar dirinya. Adanya penilaian
terhadap orang lain merupakan tahapan Kaum perempuan Bali dalam mempersepsi
lanjut setelah penilaian diri, untuk konsep KKG terhadap budaya patriarki Bali
memperoleh persepsi terhadap konsep KKG dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor
berdasarkan budaya patriarki Bali. eksternal dan faktor internal. Faktor
Penilaian tersebut meliputi penilaian eksternal adalah faktor yang berasal dari
terhadap perempuan Bali, penilaian luar individu atau disebut juga dengan
terhadap keluarga, dan penilaian terhadap faktor situasional, faktor ini terdiri dari
anak. Ketiga subjek memiliki penilaian kebudayaan Bali, pendidikan dan pola asuh.
yang sama tentang pemaknaan multiperan Faktor internal merupakan faktor dari
oleh perempuan Bali karena mereka dalam individu atau disebut juga faktor
memahami benar tugas, dan kewajibannya personal, yang meliputi persepsi, sikap,
sebagai perempuan Bali. Penilaian terhadap penilaian, kebutuhan, resistensi, dukungan
keluarga didominasi oleh Subjek 1 karena sosial, penyesuaian diri, beliefs dan future
Subjek 1 sangat menghargai peranan expectation. Kedua faktor tersebut
keluarga yang membantunya menyele- mempengaruhi hasil pemaknaan
saikan multiperannya sebagai perempuan perempuan Bali terhadap konsep KKG
Bali sehingga Subjek 1 mendasarkan segala berdasarkan perspektif budaya patriarki
tingkah lakunya atas ijin keluarga terutama Bali.
dari pihak suami dan anak-anaknya.
Penilaian terhadap diri atau konsep diri
Penilaian terhadap anak dimaknai secara pada masing-masing subjek cenderung
beragam oleh masing-masing subjek. positif karena memiliki kemampuan
Subjek 1 memberikan penghargaan penerimaan diri, regulasi diri, dinamisme
tertinggi kepada anak-anaknya yang diri, komitmen terhadap peran reproduktif,
terwujud dalam bentuk eksternalisasi peran penyajian diri, dan penyesuaian diri yang
reproduktif pada anak, penilaian positif cukup baik. Dalam pembentukan konsep
terhadap anak, dan penolakan konsep diri pada tiap subjek dipengaruhi oleh
Keluarga Berencana (KB). Subjek 2 lebih berbagai faktor, yaitu faktor dukungan
memfokuskan kepada proses internalisasi sosial dan resistensi. Kedua faktor tersebut
konsep KKG pada anak-anaknya, yang membedakan konsep diri pada tiap-
sedangkan Subjek 3 terkesan sedikit lebih tiap subjek.
acuh terhadap nilai anak karena bersikap
permisif dalam pola asuh anak-anaknya Penilaian terhadap lingkungan, yang
meskipun tetap memperhatikan kesejah- meliputi penilaian kepada perempuan Bali,
teraan anak-anaknya dengan melakukan penilaian kepada keluarga, dan penilaian
eksternalisasi konsep sistem pewarisan kepada anak dimaknai secara positif
modern kepada anak-anaknya tersebut. berdasarkan pemaknaan pengalaman
masing-masing subjek yang tercermin
melalui faktor eksternal sebagai unsur
KESIMPULAN pembentuknya. Penilaian terhadap
perempuan Bali, meliputi multiperan, peran
Kesetaraan dan keadilan gender (KKG) sentral perempuan dalam keluarga, dan
merupakan bentukan kata yang terdiri dari penilaian terhadap figur perempuan Bali itu
kesetaraan gender dan keadilan gender. sendiri. Penilaian terhadap keluarga,
Konsep KKG tersebut yang dipersepsikan meliputi kepedulian dan kepatuhan terhadap
oleh kaum perempuan Bali dengan keluarga. Penilaian kepada anak meliputi
berdasarkan budaya Bali yang berbentuk eksternalisasi peran reproduktif pada anak,
patriarki. eksternalisasi konsep sistem pewarisan
modern, internalisasi konsep KKG pada selama ini telah dijalani. Adanya persepsi
anak, penilaian positif terhadap anak, sikap yang menyatakan budaya patriarki Bali
permisif dalam pengasuhan anak dan adalah setara dan adil secara gender
penolakan konsep KB. disebabkan karena adanya pembentukan
konsep diri yang baik, dimana ketika
Penilaian terhadap diri dan orang lain muncul konflik atau permasalahan yang
membentuk pemaknaan subjek terhadap dirasa bertentangan antara sikap dengan
konsep KKG. Ketiga subjek memiliki lingkungan sosial, maka akan terjadi
pengetahuan dan pemahaman yang berbeda penyesuaian diri untuk memperoleh
terhadap konsep KKG yang dilihat hubungan yang harmonis dengan
berdasarkan sudut pandang budaya patriarki lingkungan sosialnya tersebut.
Bali. Adanya konsep ketidakadilan gender
muncul sebagai pembanding terhadap Penyesuaian diri yang baik pun tidak
konsep KKG yang dipersepsi. Berdasarkan terlepas dari dukungan sosial, yang
kedua konsep tersebut, masing-masing dilakukan oleh orang atau pihak lain dengan
subjek dapat menentukan bagaimana tujuan untuk memenuhi kebutuhan subjek
pandangan mereka terhadap konsep KKG dalam melakukan proses penyesuaian diri.
dalam budaya patriarki Bali. Pada persepsi yang menyatakan bahwa
budaya patriarki adalah tidak setara dan adil
Berdasarkan hasil penelitian, subjek secara gender, ditemukan adanya suatu
memiliki persepsi berbeda-beda terhadap permasalahan yang tidak terselesaikan
konsep KKG dalam budaya patriarki Bali antara sikap subjek dengan lingkungan
karena adanya perbedaan pengalaman yang sosial. Permasalahan yang tidak selesai
dimaknai secara berbeda pula. Perbedaan tersebut akan berpengaruh terhadap sikap
dalam persepsi perempuan Bali terhadap subjek dalam berinteraksi dengan
KKG dalam budaya patriarki Bali lingkungan sosial dan mempengaruhi
ditentukan oleh ada atau tidaknya proses kognisinya tersebut.
penyesuaian diri dan dukungan sosial yang
mendukung pembentukan konsep diri
individu. Pada dasarnya, perempuan Bali DAFTAR PUSTAKA
memiliki faktor eksternal yang hampir
serupa karena secara umum memiliki Arjani, N. L. (2006). Peran gender dalam
keseragaman kriteria yang telah ditentukan kehidupan masyarakat adat di Bali.
oleh peneliti, tetapi pada tahapan proses Kembang Rampai Perempuan Bali, 1-
selanjutnya masing-masing subjek 22.
mengalami proses pembentukan konsep
diri, penilaian terhadap lingkungan seperti Fakih, M. (2005). Analisis gender dan
pandangan terhadap sosok perempuan Bali transformasi sosial. Yogyakarta:
itu sendiri, keluarga dan anak; penyesuaian Pustaka Pelajar.
diri, beliefs, dan future expectation yang
berbeda berdasarkan pengalaman- Geriya. S. S. (2006). Profil pendidikan dari
pengalaman yang dialaminya. masa ke masa. Srikandi: Jurnal Studi
Gender, 6(1), 42-49.
Proses pembentukan konsep diri dan
penilaian terhadap lingkungan mem- Ghufron, M. N. & Rini, R. S. (2010). Teori-
pengaruhi proses kognisi masing-masing teori psikologi. Yogyakarta: Ar-ruzz
subjek dalam memandang kesetaraan dan Media.
keadilan gender pada budaya patriarki yang
Handayani, T. & Sugiarti. (2008). Konsep Suryani, L. K. (2003). Perempuan Bali kini.
dan teknik penelitian gender. Malang: Denpasar: Penerbit BP.
UMM Press.
Tirtayani, L. A. (2007). Wanita Bali dalam
Manikgeni, J. M. G. S. (2007, Desember). pemaknaan peran: Studi
Renungan akhir: Wanita. Raditya. fenomenologis terhadap triple-roles
125, 72. wanita Bali, di desa adat Kuta.
Skripsi.(Tidak diterbitkan). Fakultas
Megawangi, R. (1999). Membiarkan Psikologi Universitas Diponegoro.
berbeda?: Sudut pandang baru
tentang relasi gender. Bandung: Tim Penyusun. (2000). Materi pokok
Mizan. penyadaran gender. Jakarta: Kantor
Menteri Negara Pemberdayaan
Puspa, I. A. T. (2008, April). Kedudukan Perempuan.
wanita dalam agama Hindu: Normatif
dan realitas. Raditya. 129, 40. Tim Penyusun. (2001). Bahan informasi
gender modul 2: Bagaimana
Putra, I. N. D. (2007). Wanita Bali tempo mengatasi kesenjangan gender.
doeloe: Perspektif masa kini. Jakarta: Kantor Menteri Negara
Denpasar: Pustaka Larasan. Pemberdayaan Perempuan Republik
Indonesia.
Sarwono, S. W. (1999). Psikologi sosial:
Individu dan teori-teori psikologi Wiasti, N. M. (2006). Hubungan industrial
sosial. Jakarta: Balai Pustaka. yang berwawasan gender: Studi kasus
pada industri kerajinan bambu di desa
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Belega, kabupaten Gianyar, Bali.
Jakarta: Grasindo Kembang Rampai Perempuan Bali,
134-153.
Sudarta, W. (2006). Pola pengambilan
keputusan suami-istri rumah tangga Wiana, I. K. (2000). Makna agama dalam
petani pada berbagai bidang kehidupan: Semestinya kita malu
kehidupan. Kembang Rampai kepada Tuhan. Denpasar: PT. BP.
Perempuan Bali, 65-83.