You are on page 1of 14

Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…

KAFA’AH JOURNAL, 7 (1), 2017, (1-14)


(Print ISSN 2356-0894 Online ISSN 2356-0630)
Available online at :
http://kafaah.org/index.php/kafaah/index

Potensi Konflik Perkawinan Lintas Budaya


Perempuan Indonesia dan Laki-Laki Bule
Benazir Bona Pratamawaty
Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia
(benazir_bona@yahoo.com / benazir.bona@unpad.ac.id)

Abstract

The intercultural marriages are frequently encountered by many problems and conflicts. One of the
causes is the cultural background differences. This kind of marriage occurs between Indonesian women
and the foreigner, the mixing between different cultural background, western and eastern culture. This
research was aimed at identifying and recognizing the conflict that caused by the intercultural marriages
of the Indonesian women and the caucasians. This research is one part of a broader scope of research
using a phenomenological approach,in terms of particular symbolic interaction and social construction
theory of reality. Methods of data collection include in-depth interviews and observations of seven
Indonesian women who married caucasian and domiciled in Jakarta. The results show some dominant
conflict-causing differences in cross-cultural marriages between Indonesian women and male
caucasians. The differences include language – context differences, communication style, perceptions on
family concepts, and perceptions about privacy. In the end, cross-cultural marriage couples find a
pattern of settlement in responding the cultural differences they find in everyday life. Over time, sharing
the differences that exist together, the Indonesian .Finally, women and foreign husbands reach the a point
where they start sharing the same values and worldviews.

Keywords : Conflict, interaction, culture.

Abstrak

Perkawinan lintas budaya seringkali menghadapi banyak masalah dan konflik, diantaranya disebabkan
perbedaan latar belakang budaya. Dalam perkawinan lintas budaya antara perempuan Indonesia dan laki-
laki bule, terjadi pertemuan antara dua latar budaya yang berbeda, yakni budaya Timur dan budaya Barat.
Riset ini bertujuan untuk menyelidiki dan mengkaji perbedaan yang berpotensi konflik dalam perkawinan
lintas budaya antara perempuan Indonesia dan laki-laki bule. Kajian ini merupakan salah satu bagian dari
sebuah penelitian yang lebih luas cakupannya dengan menggunakan pendekatan fenomenologi,
khususnya interaksi simbolis dan teori konstruksi sosial atas realitas. Metode pengumpulan data meliputi
wawancara mendalam dan observasi terhadap tujuh perempuan Indonesia yang bersuamikan bule dan
berdomisili di Jakarta. Terdapat beberapa perbedaan penyebab konflik yang dominan dalam perkawinan
lintas budaya antara perempuan Indonesia dan laki-laki bule, yakni perbedaan konteks bahasa, gaya
berkomunikasi, persepsi tentang konsep keluarga, dan persepsi tentang ruang privasi. Pada akhirnya,
pasangan perkawinan lintas budaya menemukan pola penyelesaian dalam menghadapi perbedaan-
perbedaan budaya yang muncul dalam kehidupan sehari-hari, baik yang berpotensi konflik maupun tidak.
Sejalan dengan waktu, berbagi perbedaan-perbedaan yang ada bersama-sama, perempuan Indonesia dan
suami bule akan mencapai titik di mana mereka mulai berbagi nilai-nilai dan cara pandang yang sama.

Kata kunci : Konflik, interaksi, budaya.

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…│ 2

PENDAHULUAN kawin campur yang terdiri dari perempuan


Indonesia dan laki-laki bule daripada
Perkawinan lintas budaya bukan lagi perempuan bule dan laki-laki Indonesia.
merupakan hal yang baru dalam kehidupan Hal ini dikonfirmasi oleh data yang
masyarakat global saat ini. Tingkat didapatkan dari Dinas Kependudukan dan
mobilitas manusia yang sangat tinggi dan Pencatatan Sipil Propinsi DKI Jakarta
perkembangan teknologi komunikasi dan sebagai berikut:
informasi memungkinkan manusia untuk
bertemu, bergaul, menjalin hubungan, Tabel 1. Jumlah perkawinan campuran antara WNI
bahkan hingga menikah. Perkawinan lintas dan WNA (dari negara-negara Barat) dalam
5 tahun terakhir
budaya bahkan telah terjadi selama Perang
Dunia I berlangsung. Perpindahan dan Suami Suami WNI &
pergerakan manusia di seluruh dunia WNA WNI
Jum
WNA
memungkinkan hal ini terjadi. Tahun dan dan secara
lah
isteri isteri keseluru
Gudykunst (2003) mencatat WNI WNA han
2008 119 12 131 211
beberapa alasan terjadinya perkawinan
2009 120 13 133 234
lintas budaya berdasarkan beberapa 2010 128 6 134 252
penelitian terdahulu. Orang-orang yang 2011 129 12 141 276
melakukan perkawinan lintas budaya 2012 130 17 147 257
terkesan pada pasangannya karena mereka 2013
(per 34 2 36 111
memegang nilai-nilai yang sama dan
April)
memiliki kepentingan yang sama (Al-
Ma’ruf, 2006, p.; Kouri & Lasswell, 1993; Sumber: Seksi perkawinan dan perceraian Dinas
Liliweri, 2003; Mulia, Baso, & Nurcholish, Kependudukan dan Pencatatan Sipil
2005; Panuju, 2001; Suparlan, 2004), atau Propinsi DKI Jakarta
mereka merasa nyaman bersama-sama Data yang digunakan merupakan
(Irianto & Margaretha, 2013; data perkawinan lintas budaya yang terjadi
Puspowardhani, 2008; Sobirin, 2001; di Jakarta karena penelitian ini mengambil
Wahyuningsih, 2002). Faktor lainnya lokasi di Jakarta. Sebagai ibu kota negara,
adalah adanya kedekatan jarak atau Jakarta menawarkan kehidupan dan standar
proksemiti (Ningsih, 2015; Okfriana, 2017; ekonomi yang mapan bagi kaum ekspatriat
Yudistriana, Basuki, & Harsanti, 2011), yang ada di Indonesia. Dengan demikian,
serta karena tidak tersedianya pilihan lain, banyak dari mereka yang menikahi
misalnya militer yang sedang bertugas ke perempuan Indonesia dan menetap di
negara lain (Gudykunst, 2003). Jakarta.
Masing-masing latar belakang Perkawinan lintas budaya antara
perkawinan lintas budaya tersebut sesuai perempuan Indonesia dan laki-laki bule
dengan jaman atau periode penelitian merupakan sebuah perkawinan antara dua
tersebut dilakukan. Demikian halnya budaya yang sangat berbeda, yakni budaya
dengan tulisan ini. Penelitian ini juga Timur dan budaya Barat. Hartati, (2009);
tentunya dilakukan merujuk pada kejadian Lubis, (2002) dalam model komunikasi
perkawinan lintas budaya yang terjadi pada antar budaya yang dibuatnya menyebutkan
jaman atau periode atau konteks waktu bahwa perbedaan-perbedaan antara budaya
masa kini. Barat dan budaya Timur (dalam hal ini,
Perkawinan lintas budaya antara Indonesia) merupakan contoh utama
perempuan Indonesia dan laki-laki bule perbedaan budaya yang maksimum. Di
lebih banyak terjadi di Indonesia daripada mana kedua budaya tersebut berada dalam
sebaliknya. Lebih banyak ditemui pasangan kutub yang berlawanan dan memiliki
perbedaan yang tinggi.

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
3│ Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal.1-14

Perbedaan budaya yang mencolok orang Indonesia memiliki budaya konteks


ini mungkin bisa dipahami dan diantisipasi tinggi – tinggi.
oleh perempuan Indonesia yang pernah
pergi atau tinggal di luar negeri, namun Dalam perkawinan lintas budaya
tidak untuk mereka yang belum pernah ke yang terjadi, di satu kutub terdapat suami
luar negeri. Perbedaan budaya yang ada bule dengan latar belakang budaya konteks
akan membuat mereka terkejut dan rendah – rendah dan di kutub lain terdapat
mungkin sulit diadaptasi oleh sebagian isteri Indonesia dengan latar belakangan
orang, terutama bagi mereka yang belum budaya konteks tinggi – tinggi. Orang bule
pernah bersentuhan dengan budaya asing cenderung berbicara spontan, mengutarakan
tersebut sebelumnya. Budaya orang opini mereka dengan langsung, tanpa peduli
Indonesia yang bersifat kolektivis akan siapa lawan bicara mereka. Sedangkan
berbenturan dengan budaya Barat yang orang Indonesia cenderung suka berbasa-
bersifat individualis. basi dan tidak berterus terang. Gaya
berkomunikasi tersebut mereka lakukan
Besar (n.d.) menjelaskan bahwa terhadap semua orang, bahkan terhadap
secara umum dalam berkomunikasi, orang asing atau bule sekalipun. Namun,
khususnya dalam menangani informasi, demikian, potensi konflik tidak hanya
kebudayaan dapat dilihat sebagai kontinum berasal dari gaya berkomunikasi.
konteks tinggi (high context) dan konteks
rendah (low context). Pada kebudayaan Bahari (2014); Haryanto (2013)
konteks tinggi, informasi pesan kebanyakan menyatakan bahwa perkawinan lintas
berada di dalam konteks fisik atau budaya lebih banyak berpotensi pada
diinternalisasi di dalam diri manusia, masalah dari pada perkawinan intra etnis.
sedangkan informasi yang ditransmisikan Kemudian terdapat banyak masalah
dalam bentuk kode dan informasi eksplisit eksternal dalam perkawinan lintas budaya
sangat sedikit. Namun, dalam kebudayaan daripada intrabudaya, meski keduanya
konteks rendah justru sebaliknya, pesan sama-sama puas dengan pernikahan
banyak diterjemahkan ke dalam bentuk mereka. Lebih jauh dijelaskan bahwa
kode eksplisit. Tingkat konteks ini keberhasilan perkawinan lintas budaya
menentukan segala aspek komunikasi dan tergantung pada kemampuan untuk
merupakan dasar bagi perilaku manusia menyesuaikan diri satu sama lain (Amirin,
selanjutnya. 2012; Heryadi & Silvana, 2013; Karel,
2014; Rahmaniah, 2014).
Secara umum, budaya Barat yang
bersifat individualistik cenderung berada Kunci dalam perkawinan lintas
pada konteks rendah (low context), budaya adalah kemampuan menyesuaikan
sementara itu budaya Indonesia yang diri dengan pasangan, disini letak penting
bersifat kolektivistik cenderung berada pada peran komunikasi. Perkawinan lintas
konteks tinggi (high context) (Aziati & budaya menuntut adaptasi dengan karakter
Suharnomo, 2011; Rejeki, 2013; dan juga latar belakang budaya masing-
Syarifuddin, 2017; Widiastuti, 2012). masing. Penggunaan bahasa dalam
Meskipun demikian, Suparlan (2001) komunikasi yang dilakukan antar pasangan
menjelaskan bahwa di dalam masyarakat pun kemudian menjadi sangat penting.
Indonesia – yang berkebudayaan konteks Ting-Toomey (2012, 2015); Ting-Toomey
tinggi – terdapat perbedaan derajat konteks et al., (2000) menjelaskan bahwa
kebudayaan. Derajat konteks kebudayaan komunikasi antarbudaya merujuk pada
ini terjadi meliputi dua, yaitu kebudayaan proses komunikasi antar anggota kelompok
konteks tinggi – tinggi (high – high context) budaya yang berbeda. Derajat perbedaan
dan kebudayaan konteks tinggi – rendah yang ada di antara individu yang
(high – low context). Namun secara umum, berkomunikasi terutama berasal dari faktor

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…│ 4

keanggotaan suatu kelompok budaya Kenyataannya, fokus perhatian


seperti kepercayaan, nilai-nilai, norma- fenomenologi lebih luas dari sekedar
norma dan urutan-urutan interaksi fenomena, yakni pengalaman sadar dari
(interaction script). Perbedaan nilai-nilai sudut pandang orang pertama (yang
dan norma yang dibawa oleh masing- mengalaminya secara langsung).
masing pihak dalam sebuah perkawinan Menimbang tujuan penelitian ini adalah
lintas budaya memerlukan diskusi panjang untuk dapat membangun konstruksi makna
untuk kesatuan visi dan misi mereka dalam realitas sebagaimana adanya mengenai
membangun sebuah keluarga. Hal ini tertu kehidupan perkawinan lintas budaya, maka
saja akan mempengaruhi keputusan yang fenomenologi merupakan pisau bedah yang
akan mereka ambil sehubungan dengan tepat untuk menganalisis pertanyaan
masa depan anak-anak yang mereka miliki. penelitian yang ada. Fenomenologi sebagai
teori dalam penelitian dapat membantu
Perbedaan-perbedaan yang ada peneliti menganalisis pemaknaan subjek
dalam perkawinan lintas budaya memiliki penelitian akan pengalaman sadarnya
potensi konflik yang dapat mempengaruhi sebagai pelaku perkawinan lintas budaya.
sebuah hubungan perkawinan. Namun Dengan mengkaji pengalaman subjek
demikian, hal ini sangat bergantung pada penelitian, serta makna yang dimilikinya
bagaimana pasangan perkawinan lintas mengenai perkawinan lintas budaya,
budaya menyikapinya. Komunikasi dan penulis berharap dapat menghasilkan
interaksi merupakan dua hal yang saling sebuah konstruksi makna yang mendekati
berkaitan dan berpengaruh dalam realitas, sebagaimana sudut pandang orang
kehidupan sebuah rumah tangga, terlebih pertama.
lagi bagi pasangan dengan latar belakang
budaya yang sangat berbeda satu sama lain. Kuswarno (2009) menegaskan
Kajian ini dibuat untuk membahas bahwa pada dasarnya, fenomenologi
perbedaan-perbedaan latar belakang budaya mempelajari struktur tipe-tipe kesadaran,
yang berpotensi konflik bagi pasangan yang terentang dari persepsi, gagasan,
perkawinan lintas budaya antara perempuan memori, imajinasi, emosi, hasrat, kemauan,
Indonesia dan laki-laki bule. Artikel ini sampai tindakan, baik itu tindakan sosial
secara komprehensif akan memaparkan maupun dalam bentuk bahasa. Menurut
empat poin utama perbedaan yang paling Husserl, struktur bentuk-bentuk kesadaran
potensial menyebabkan konflik bagi dinamakan dengan “kesengajaan”, yang
pasangan perkawinan lintas budaya dari terhubung langsung dengan sesuatu.
perspektif komunikasi lintas budaya. Pada Struktur kesadaran dalam pengalaman ini
akhir tulisan, artikel ini akan memaparkan akhirnya membuat makna dan menentukan
beberapa rekomendasi terkait kajian isi dari pengalaman (content of experience).
komunikasi lintas budaya untuk penelitian “Isi” ini sama sekali berbeda dengan
lanjutan dari fenomena perkawinan lintas “penampakannya”, karena sudah ada
budaya antara perempuan Indonesia dan penambahan makna.
laki-laki bule. Untuk mengungkap hal ini
digunakan pendekatan fenomenologi. Bagi sebagian orang, perkawinan
lintas budaya mungkin terasa asing dan
Sebagai disiplin ilmu, fenomenologi tidak normal. Namun, bagi pelaku
mempelajari struktur pengalaman dan perkawinan lintas budaya sendiri, hal itu
kesadaran. Secara harfiah, fenomenologi semata-mata hanya sebuah perkawinan
adalah studi yang mempelajari fenomena, yang mengikat dua orang individu dalam
seperti penampakan, segala hal yang sebuah komitmen berumah tangga. Mereka
muncul dalam pengalaman kita, cara kita yang melakukan perkawinan lintas budaya
mengalami sesuatu, dan makna yang kita tentu memiliki tingkat kesadaran yang
miliki dalam pengalaman kita. berbeda-beda atas pengalaman yang mereka

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
5│ Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal.1-14

alami. Secara konteks, fenomena yang Kajian ini dilakukan menggunakan


mereka alami pada dasarnya sama saja, metode fenomenologi yang berbasis
yakni menikahi seorang lelaki bule yang interaksi simbolik. Proses pemaknaan
memiliki latar belakang budaya barat. perkawinan lintas budaya yang melibatkan
Sedangkan, secara tingkat kesadaran individu dan makna bersama tentu akan
individu dan pemberian makna, masing- tercapai jika terjadi interaksi di dalamnya.
masing individu tentu memiliki persepsi, Fenomenologi yang mengkaji makna
gagasan, memori, imajinasi, emosi, hasrat, individu dan konstruksi atas realitas yang
kemauan, dan tindakan yang berbeda-beda, mengkaji makna bersama akan terjadi
yang pada akhirnya memberikan makna dan dengan syarat terjadinya interaksi. Untuk
menentukan isi yang berbeda-beda dari menghasilkan makna dan menentukan isi
pengalaman yang mereka alami. Seperti dari sebuah pengalaman, manusia
yang telah disebutkan sebelumnya, isi memerlukan kesadaran dan pengalaman
pengalaman dari tiap individu tentunya sadar dalam berinteraksi dengan manusia
berbeda satu sama lain, karena, kembali lagi dan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi
tingkat kesadaran tiap individu dalam perempuan Indonesia yang bersuamikan
mengalami sebuah pengalaman adalah lelaki bule dengan kolega dan teman-
berbeda-beda. temannya tentu berbeda dengan bagaimana
dia berinteraksi dengan suami dan anak-
Alfred Schutz merupakan orang anaknya di rumah. Satu poin pembeda
pertama yang membawa fenomenologi ke utama disini adalah penggunaan bahasa.
dalam ilmu sosial. Baginya tugas Disinilah interaksi simbolik berperan.
fenomenologi adalah menghubungkan
antara pengetahuan ilmiah dengan Kouri & Lasswell (1993), yang
pengalaman sehari-hari, dan dari kegiatan dikenal sebagai pencetus awal Teori
di mana pengalaman dan pengetahuan itu Interaksi Simbolik, menyatakan bahwa
berasal. Dengan kata lain, manusia orang bertindak berdasarkan makna
mendasarkan tindakan sosial pada simbolik yang muncul di dalam sebuah
pengalaman, makna, dan kesadaran. situasi tertentu. Pada dasarnya, teori ini
Menurut Schutz, manusia mengkonstruksi menekankan pada hubungan antara simbol
makna di luar arus utama pengalaman dan interaksi. Tripambudi (2014)
melalui proses “tipikasi”. Hubungan antar mengatakan bahwa interaksi simbolik
makna pun diorganisir melalui proses ini, adalah “sebuah kerangka referensi untuk
atau biasa disebut stock of knowledge, yang memahami bagaimana manusia, bersama
memfokuskan pada pengetahuan yang kita dengan manusia lainnya, menciptakan
miliki, atau dimiliki seseorang. dunia simbolik dan bagaimana dunia ini,
sebaliknya, membentuk perilaku manusia”.
Fenomenologi dianggap relevan Sebagaimana diamati oleh Juita (2012),
dengan penelitian yang dilakukan. Melalui interaksi simbolik berargumen bahwa
fenomenologi, kajian ini berusaha masyarakat dibuat menjadi “nyata” oleh
mendapatkan pemaknaan dari “isi” interaksi individu-individu, yang “hidup
pengalaman perempuan Indonesia yang dan bekerja untuk membuat dunia sosial
menikah dengan laki-laki bule. “Isi” dari mereka bermakna”.
pengalaman ini yang menentukan
perbedaan apa saja yang mereka temui dan Teori ini berasumsi bahwa orang
bagaimana mereka mengatasi perbedaan tergerak untuk bertindak berdasarkan
tersebut dalam rangka menghindari konflik makna yang diberikan pada orang, benda,
yang mungkin terjadi karena perbedaan dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan
yang ada. dalam bahasa yang digunakan orang, baik
untuk berkomunikasi dengan orang lain
maupun dengan dirinya sendiri, atau pikiran

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…│ 6

pribadinya. Bahasa memungkinkan orang budaya yang tajam pada gilirannya akan
untuk mengembangkan perasaan mengenai menghasilkan perbedaan cara pandang atau
diri dan untuk berinteraksi dengan orang persepsi yang berpotensi konflik.
lainnya dalam sebuah komunitas (West &
Turner, 2008). Kajian ini mengarah pada potensi
konflik yang terjadi dari proses komunikasi
Teori di atas, menekankan interaksi dan interaksi yang terjadi antara perempuan
antar individu yang memungkinkan Indonesia dan laki-laki bule dalam sebuah
terbentuknya sebuah “dunia” yang nyata, perkawinan lintas budaya. Perbedaan latar
bagaimana setiap individu bereaksi belakang budaya yang tajam antara
terhadap individu lain berdasarkan interaksi perempuan Indonesia dan laki-laki bule
yang mereka lakukan sehari-hari. Dalam hal berpotensi menghasilkan konflik yang tidak
ini, produk yang dihasilkan dari interaksi dapat dihindarkan. Kajian ini membahas
adalah simbol-simbol yang menghasilkan bagaimana perbedaan-perbedaan yang ada
bahasa. Proses pemaknaan diri dan tindakan menghasilkan konflik dan bagaimana
diri dalam pengalaman menjalani pasangan perkawinan lintas budaya
perkawinan lintas budaya mungkin didapat menghadapi dan mengatasi konflik tersebut.
melalui interaksi dengan individu lain, baik
itu dengan pasangan sendiri, anak-anak, METODE PENELITIAN
maupun dengan orang-orang yang ada
Penelitian ini menggunakan
disekitarnya. Bahwa bahasa yang dihasilkan
pendekatan fenomenologi. Fenomenologi
dari interaksi tersebut dapat digunakan oleh
bertujuan untuk mengetahui dunia dari
subjek penelitian untuk berinteraksi dengan
sudut pandang orang yang mengalami
diri sendiri dalam rangka memproduksi
secara langsung atau berkaitan dengan sifat-
makna. Selain itu, disebutkan pula bahwa
sifat alami pengalaman manusia, dan makna
bahasa yang dihasilkan memungkinkan
yang ditempelkan kepadanya. Dalam hal
individu mengembangkan perasaan
ini, Schutz berpandangan bahwa objek
mengenai dirinya. Maka pemaknaan yang
penelitian ilmu sosial pada dasarnya
diberikan individu mengenai perkawinan
berhubungan dengan interpretasi terhadap
lintas budaya yang dijalani secara tidak
realitas.
langsung mempengaruhi perasaan
mengenai dirinya. Sebagai peneliti sosial, interpretasi
terhadap realitas yang diamati memgang
Perkawinan lintas budaya antara
peranan penting. Dalam melakukan
perempuan Indonesia dan laki-laki bule
penelitian, harus mampu menggunakan
menimbulkan interaksi simbolik yang
metode interpretasi yang sama dengan
melibatkan pertukaran makna dalam
orang yang diamati, sehingga peneliti bisa
berbagai aspek kehidupan. Dalam proses
masuk ke dalam dunia interpretasi orang
pertukaran simbol yang terjadi antara
yang dijadikan objek penelitian (Kuswarno,
pasangan, masing-masing individu
2009).
kemudian memberikan makna atas perilaku,
sikap, dan persepsi pasangannya. Makna Data penelitian didapatkan dengan
yang diberikan kemudian menjadi patokan melakukan wawancara mendalam terhadap
berperilaku dalam berinteraksi dengan tujuh orang informan, yakni perempuan
pasangan. Namun demikian, perilaku dari Indonesia yang menikah dengan laki-laki
setiap individu ditopang oleh latar belakang bule, dan melakukan observasi terhadap
budaya yang dimilikinya, di mana komunikasi dan interaksi sehari-hari
didalamnya meliputi nilai-nilai, norma, dan mereka dengan pasangan masing-masing.
sistem kepercayaan. Dalam perkawinan Peneliti mendapatkan informan pertama
lintas budaya antara perempuan Indonesia dari perkenalan yang peneliti lakukan
dan laki-laki bule, perbedaan latar belakang melalui forum Komunitas Kawin Campur

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
7│ Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal.1-14

di jejaring sosial Facebook. Informan berbeda, misalnya saat di kafe dan saat di
pertama berperan sebagai gatekeeper bagi rumah yang mengacu pada kecenderungan
peneliti. Gatekeeper tersebut kemudian seseorang merasa aman dan nyaman saat
memperkenalkan peneliti kepada informan berada di zona nyamannya (rumah sendiri).
berikutnya, dan dengan informan
berikutnya, dan seterusnya hingga tujuh Semua hasil wawancara dan
informan. pengamatan tersebut kemudian dirangkum
dalam bentuk transkrip wawancara dan
Wawancara mendalam dilakukan catatan observasi. Kedua data tertulis inilah
empat hingga lima kali pertemuan dengan yang dipergunakan dalam menganalisis dan
setiap informan. Proses wawancara menjabarkan hasil temuan. Metode
dilakukan di rumah tinggal informan dan di fenomenologi yang digunakan sangat
lokasi lain yang disepakati bersama. Ketika membantu dalam memandang isu
wawancara dilakukan di rumah informan, penelitian ini dari sudut pandang orang
maka tampaklah interaksi dan komunikasi pertama, yakni sudut pandang informan.
yang berlangsung antara informan dan Selanjutnya berusaha menempatkan diri
pasangannya. Kegiatan pengamatan tidak secara subjektif, dari sudut pandang orang
hanya berhenti pada bagaimana informan pertama agar dapat mengkonstruksi makna
berinteraksi dengan suami, anak-anak, dan sesuai dengan realitas yang ada.
teman-temannya, tapi juga pada bahasa non
verbal informan saat berinteraksi dan HASIL DAN PEMBAHASAN
menjawab pertanyaan yang diajukan. Selain
Inti dari pemaknaan perkawinan
itu wawancara juga dilakukan dengan
lintas budaya bagi perempuan Indonesia
suami dari setiap informan. Seperti yang
yang menikahi laki-laki bule terletak pada
ditekankan oleh Moustakas (1994)
interaksinya dengan suami dan anak-anak.
mengenai pentingnya pemberian ijin oleh
Perlakuan suami terhadapnya, pemahaman
informan untuk merekam jalannya
tingkah laku suami, pemahaman terhadap
wawancara, maka merekam setiap kegiatan
perbedaan yang ada dengan suami,
wawancara dengan sebuah camera pocket
semuanya membentuk makna dalam diri
atas sepengetahuan informan juga
informan mengenai perkawinan lintas
dilaksanakan beserta pengumpulan
budaya yang dijalaninya. Dua orang yang
informasi sekunder, seperti bertanya pada
bertemu, menikah, dan membentuk
teman informan mengenai hubungan
keluarga disebut oleh Makalew (2013)
informan dengan suaminya di mata teman-
sebagai sebuah pelembagaan, dalam hal ini
teman informan. Teknik pemilihan
keluarga inti yang terdiri dari suami, isteri,
informan menggunakan snowball sampling.
dan anak-anak.
Guna mencapai keabsahan data
Perbedaan-perbedaan yang terjadi
yang diinginkan, digunakan sebuah teknik
dalam sebuah perkawinan lintas budaya,
untuk mencari tahu apakah apa yang
tentu saja lahir dari adanya perbedaan latar
dikatakan oleh informan adalah keadaan
belakang budaya yang membedakan diri
yang sebenarnya, yakni dengan mengajukan
(self) sang suami dan isterinya. Sobur
pertanyaan yang sama pada kesempatan
(2013) menjelaskan bahwa diri atau self
yang berbeda. Kemudian diberikan jeda
adalah semua ciri, jenis kelamin,
satu minggu untuk setiap pertemuan
pengalaman, sifat-sifat, latar belakang
wawancara, kemudian dalam dua
budaya, pendidikan, dan sebagainya, yang
pertemuan berikutnya ditanyakan
melekat pada seseorang. Semakin dewasa
pertanyaan yang sama, guna memastikan
dan semakin tinggi kecerdasan seseorang,
kebenaran data. Tidak hanya bergantung
semakin mampu dia menggambarkan
pada waktu, tapi juga mengajukan
dirinya sendiri. Diri (self) dapat pula
pertanyaan yang sama pada situasi yang

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…│ 8

menunjukkan keseluruhan lingkungan Erni juga mengakui hal yang sama.


subjektif seseorang. Untuk orang itu Erni yang bersuamikan seorang bule
sendiri, diri merupakan “pusat pengalaman Prancis, mengakui bahwa kesalahpahaman
dan kepentingannya”. Diri membangun dalam berkomunikasi, meskipun dengan
dunia batiniah yang harus dibedakan dari menggunakan satu bahasa yang sama –
“dunia luar” yang dibangun oleh orang lain yakni bahasa Prancis – tidak dapat
dan barang-barang lain (Sobur, 2013). dihindarkan karena konteks kalimat yang
mereka gunakan tidak sesuai dengan
Hal tersebut kemudian meng- konteks bahasa Prancis. Pemahaman Erni
hasilkan perbedaan perspektif, nilai-nilai tentang bahasa Prancis hanya sebatas apa
yang dianut, cara pandang tentang dunia, yang dipelajarinya di bangku kuliah,
serta sikap terhadap beragam hal bagi sedangkan pemahaman mengenai konteks
pasangan perkawinan lintas budaya. Kajian penggunaannya sendiri tidak dapat
terhadap tujuh perempuan Indonesia (yakni dipahaminya secara utuh karena dia belum
Mary, Lydia, Sandra, Rini, Nana, Erni, dan pernah tinggal di Prancis. Meskipun Erni
Suci) yang menikah dengan laki-laki bule lancar berkomunikasi dalam bahasa
dan berdomisili di Jakarta menunjukkan Prancis, namun masih ada kata-kata atau
terdapat beberapa perbedaan yang menjadi konteks kalimat yang tidak dipahaminya
penyebab konflik paling dominan dalam karena tidak pernah digunakannya saat dia
kehidupan perkawinan lintas budaya, berada di Indonesia. Hal ini karena kata-
seperti perbedaan konteks bahasa, gaya kata dan konteks kalimat tersebut memang
berkomunikasi, sistem kepercayaan, konsep tidak sesuai dengan budaya dan karakter
keluarga, dan konsep ruang privasi masyarakat Indonesia.
individu.
Kendala bahasa akan selalu
Perbedaan konteks bahasa diakui ditemukan dalam proses komunikasi
sebagai kendala utama bagi kehidupan walaupun memiliki kemampuan dalam
perkawinan lintas budaya. Walaupun menggunakan bahasa suami. Akan selalu
terdapat kemampuan berbahasa asing, ada konteks kalimat atau ungkapan yang
seperti Sandra dengan latar belakang diucapkan suami yang tidak dimengerti
pendidikan bahasa Inggris dan Erni dengan oleh informan karena informan tidak pernah
latar belakang pendidikan bahasa Prancis, tumbuh dalam budaya suami. Hal ini
maupun bagi yang pernah belajar ke luar merupakan sesuatu yang wajar,
negeri dengan bahasa pengantar bahasa sebagaimana ditegaskan bahwa ketika
Inggris, seperti Mary dan Suci, tidak orang-orang dari budaya yang berlainan
menjamin kehidupan perkawinan mereka berkomunikasi, penafsiran keliru atas sandi
berjalan mulus.. merupakan pengalaman yang lazim.
Sementara itu, bahasa merupakan alat
Sebagai contoh, Sandra adalah
individu untuk membentuk makna
pengguna bahasa Inggris aktif yang
mengenai dirinya dan segala hal yang
bersuamikan seorang bule Amerika. Saat
berada di sekitarnya (Ardiyansah, 2017;
dia berkomunikasi dengan suami masih
Hartanto, 2015).
banyak terjadi kesalahpahaman. Apalagi
dengan latar belakang suami yang telah Interaksi sehari-hari informan
berpengalaman menetap di beberapa negara dengan suami, terkadang membuat dirinya
pengguna bahasa Inggris, seperti Amerika, sakit hati atas perkataan suami. Padahal
Inggris, dan Australia. Seringkali Sandra suami tidak bermaksud menyinggung
bingung membedakan apakah suami sedang perasaan isterinya. Konteks bahasa yang
berbicara dalam konteks british english, berbeda seringkali menimbulkan
australian english, ataukah american pemahaman yang slah dan pada akhirnya
english. mempengaruhi penilaian informan terhadap

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
9│ Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal.1-14

diri sendiri. Dengan demikian, penting bagi berusaha memahami dari kedua belah
perempuan Indonesia yang menikah dengan pihak. Keinginan untuk selalu
bule untuk memahami sepenuhnya budaya mengkomunikasikan kesalahpahaman yang
suami agar konflik akibat perbedaan ada merupakan kunci utama menghadapi
konteks bahasa dapat dihindari. Begitu juga perbedaan tersebut.
dengan suami, penting untuk memahami
budaya isteri – budaya Indonesia – untuk Terdapat perbedaan persepsi tentang
dapat memahami dengan baik maksud konsep keluarga dalam pandangan orang
penggunaan konteks bahasa yang bule yang individualis dan orang Indonesia
digunakan oleh isteri sebagai pengguna yang kolektivis. Erni, mengeluhkan
bahasa asing. perbedaan pandangan tentang konsep
keluarga, sering dia susah memberikan
Selain konteks bahasa, gaya penjelasan kepada suami. Misalnya,
berkomunikasi yang berbeda juga turut mengenai pentingnya melibatkan keluarga
menjadi kendala. Gaya berkomunikasi besar dalam membuat keputusan-keputusan
orang bule yang senantiasa terang-terangan besar. Suami menganggap bahwa keluarga
mengutarakan maksudnya tanpa mereka adalah privasi mereka dan tidak
memperhatikan situasi dan kondisi bagi penting keluarga besarnya tahu mengenai
orang Indonesia terkesan kasar. Sedangkan keputusan-keputusan besar yang mereka
di sisi lain, orang bule tidak menyukai gaya buat. Sedangkan bagi Erni, di Indonesia hal
berkomunikasi orang Indonesia yang seperti itu tidak berlaku. Dalam budaya
senang berbasa-basi dan cenderung Indonesia, keterlibatan keluarga sangat
berputar-putar. Erni mengakui bahwa besar artinya. Selain itu, suami Erni merasa
kesalahpahaman dengan suami akibat tidak perlu membangun hubungan dekat
perbedaan gaya berkomunikasi ini tidak dengan keluarga besar Erni, menurutnya
dapat dielakkan, bahkan juga terjadi antara selama dia membangun hubungan baik
dia dan keluarga suami. Namun, di sisi lain dengan orang tua dan saudara kandung Erni
Erni merasa bahwa hal tersebut merupakan itu sudah cukup. Disini Erni menemukan
bagian dari proses belajar. Erni juga kesulitan untuk memberikan suaminya
mengakui bahwa banyaknya perbedaan pengertian mengenai peran penting
malah justru membuatnya banyak belajar keluarga besar dalam budayanya.
dari perbedaan yang ada dengan suaminya.
Hal yang sama juga diakui oleh informan Kondisi yang sama juga terjadi pada
lain. Rini – bersuamikan bule Australia – yang
kesulitan menghadapi sikap individualis
Meskipun informan mengaku telah suami. Dalam budaya Indonesia meskipun
terbiasa dengan gaya suami yang selalu seseorang telah menikah, keluarganya
berterus terang dalam berbicara, namun hal selalu terlibat dalam hidupnya. Walaupun
tersebut tidak kemudian membuat mereka Rini telah menikah, saat saudaranya atau
kebal dan tidak tersakiti oleh perkataan saudara jauh ibunya mengalami kesulitan,
suami. Suami informan juga sering mereka pasti melibatkan Rini. Selain itu,
meminta informan untuk lebih terbuka dan suami Rini kerap kali merasa terganggu
berterus terang jika berbicara dengannya. dengan ketergantungan finansial keluarga
Informan yang lahir dan besar dalam Rini terhadapnya. Rini juga tidak pernah
lingkungan yang berkomunikasi dengan memaksa suaminya untuk memberikan
gaya high-context kemudian berusaha uang setiap keluarganya membutuhkan,
menyesuaikan diri dengan gaya namun ada kondisi-kondisi tertentu yang
berkomunikasi suami yang low-context. memang harus melibatkan campur tangan
Untuk menghindari terciptanya konflik suaminya, seperti ketika keponakannya
karena perbedaan gaya berkomunikasi kesulitan dana untuk meneruskan sekolah.
tersebut diperlukan keinginan untuk Rini mengakui bahwa jika diberikan

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…│ 10

pemahaman dan dijelaskan duduk Jika informan tidak bisa menangani


masalahnya, suaminya tidak sungkan- hal tersebut dengan baik bersama suami,
sungkan mengeluarkan uang untuk maka keluarga bisa menjadi pemicu
kebutuhan keluarga Rini. pecahnya sebuah rumah tangga perkawinan
lintas budaya. Fakta bahwa informan
Ketika informan dan suami menetap di Indonesia bersama suami
memutuskan untuk menikah, konsep membuatnya tidak bisa menghindar begitu
perkawinan itu sendiri berbeda antara saja dari tanggungan keluarga besar. Di satu
perempuan Indonesia dan laki-laki bule. sisi hal ini merupakan budayanya, nilai
Bagi perempuan Indonesia, perkawinan yang dianutnya, sedangkan di sisi lain
tidak hanya berlangsung antara dia dan bertentangan dengan prinsip suami.
suami, melainkan antara keluarganya dan
keluarga suami, layaknya dalam masyarakat Persepsi yang berbeda tentang
kolektivis. Sedangkan bagi laki-laki bule konteks ruang privasi bagi laki-laki bule
yang berasal dari masyarakat individualis, cenderung menimbulkan konflik tersendiri
perkawinannya dengan sang isteri hanya bagi informan. Bagi orang bule, ketika
berarti perkawinan antara mereka berdua mereka sedang berkegiatan di luar rumah,
dan keluarga barunya tersebut adalah misalnya bekerja atau bertemu teman-
privasinya. Informan penelitian juga teman, semua itu adalah privasi suami dan
mengaku bahwa perbedaan konsep suami berharap orang lain menghargai
keluarga, antara keluarga besar (perempuan privasi tersebut, termasuk isteri Hal yang
Indonesia) dan keluarga inti (laki-laki bule) sama pun mereka terapkan kepada isteri.
merupakan salah satu pemicu konflik yang Ketika isteri pergi ke luar rumah suami
utama dalam perkawinan beda budaya yang tidak pernah menelpon atau mengirim
dijalaninya. pesan untuk mengecek keberadaan isteri.
Karena menurut mereka hal itu adalah
Informan dengan konsep keluarga privasi isteri yang harus dihormati.
besarnya terbiasa dibebani oleh tanggung
jawab dan kepentingan keluarga besarnya, Bagi informan, beradaptasi dengan
sehingga keinginan untuk selalu terlibat dan sikap bule yang sangat menghormati privasi
melibatkan diri dalam keluarga besar sangat seseorang tidak mudah. Di satu sisi, mereka
tinggi. Di sisi lain, suami dengan konsep selalu khawatir dan ingin tahu keberadaan
keluarga inti berprinsip bahwa keluarganya suami, namun di sisi lain isteri merasa tidak
adalah privasinya dan tanggung jawabnya. diacuhkan oleh suami, saat suami tidak
Tanggung jawabnya hanya kepada keluarga menghubungi ketika isteri sedang di luar
intinya, tidak pada keluarga besar sang rumah atau bepergian jauh. Meskipun
isteri. informan mengaku sempat susah
beradaptasi dengan sikap suami yang
Prinsip tersebut seringkali demikian dan selalu merasa tidak
berbenturan dengan kebutuhan informan diacuhkan, namun pada saat yang sama
untuk selalu ingin melibatkan dan informan merasakan nilai positif dari sikap
dilibatkan dalam urusan keluarga besarnya. tersebut. Informan merasa lebih independen
Benturan yang paling keras terjadi ketika dan merasa dihargai kebebasannya
berkaitan dengan beban finansial. Namun, berkreasi sebagai individu.
pada akhirnya informan dan suami
menemukan solusi untuk menghadapi Proses adaptasi tersebut menurut
benturan tersebut, yakni sama-sama datang teori konstruksi atas realitas dapat
di titik tengah, membicarakan skala menciptakan sebuah pola tipifikasi timbal
prioritas dalam hal melibatkan keluarga balik yang dimengerti oleh satu sama lain
besar dan membuat kompromi untuk saling dalam proses interaksi sehari-hari.
menghormati skala prioritas tersebut. Tipifikasi timbal balik ini menghasilkan

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
11│ Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal.1-14

sebuah bentuk kebiasaan yang informan pada awalnya. Namun demikian,


memungkinkan keduanya mampu saat pola mulai terbentuk, tipifikasi timbal
meramalkan tindakan pasangannya balik terjadi, dan informan menjadi terbiasa
sehingga menghasilkan sebuah pola serta mampu meramalkan interaksinya
interaksi yang dapat diramalkan. Interaksi dengan sang suami, sikap suami malah
yang dapat diramalkan menurut Ahmadi dianggap memberikan keuntungan bagi
(2007), mempermudah pasangan dalam informan, yakni berupa kebebasan individu
menghadapi satu sama lain, menghemat yang bertanggung jawab. Hal tersebut
waktu dan tenaga mereka, terutama kemudian membantu informan menghemat
menyelamatkan mereka dari beban waktu, tenaga, dan terutama mengurangi
ketegangan dan rasa khawatir yang beban psikologi yang kerap mengganggu
berlebihan secara psikologis. Hal ini sangat sebelumnya.
sesuai dengan apa yang dirasakan oleh
informan penelitian. Informan sempat Pemaparan di atas menunjukkan
mengalami kesulitan beradaptasi dengan beberapa konflik utama yang terdapat
sikap suami yang sangat menjunjung tingi dalam perkawinan lintas budaya. Temuan
privasi pasangannya, yang ditafsirkan tersebut sajikan dalam matriks sederhana
sebagai bentuk ketidakpedulian oleh berikut:

Tabel 2. Matriks penyebab konflik utama dalam perkawinan lintas budaya

No. Penyebab Konflik Paling Dominan Cara Menghadapinya


1. Konteks bahasa: Pasangan menggunakan konsep pengecekan
- Perempuan Indonesia yang bersuamikan laki- kembali. Saat salah satu pihak tampak tidak
laki bule selalu menggunakan bahasa suami mengerti atau bahkan tersakiti oleh
saat berinteraksi dengan suami. ucapannya, pihak yang lain menjelaskan
- Penguasaan bahasa asing yang tidak kembali maksud dari kata-katanya tersebut.
menyeluruh, menimbulkan kesalahpahaman Alih-alih marah atau bersikap defensif,
dalam berbagai konteks dan level. masing-masing pihak tahu bahwa
kesalahpahaman harus selalu dijelaskan
dengan konsep introspeksi diri.
2. Gaya berkomunikasi: Isteri tidak memaksa suami mengubah cara
Perbedaan konteks komunikasi pada bicaranya, namun isteri lebih memilih
perempuan Indonesia (high-context) dan laki- beradaptasi atau membiasakan diri dengan
laki bule (low-context). Sang isteri seringkali cara bicara suami yang demikian. Di lain
tersakiti dengan ucapan suami yang terlalu pihak, suami ingin agar sang isteri bersikap
terbuka dan jujur. lebih terbuka dan jujur dalam berkomunikasi
sehari-hari degannya.
3. Konsep keluarga: Saat berurusan dengan keluarga besar, isteri
- Perempuan Indonesia dengan konsep memberikan pengertian kepada kedua pihak,
keluarga besarnya, sedangkan laki-laki bule baik pada suami maupun pada keluarga
dengan konsep keluarga inti. besarnya. Sehingga masing-masing mampu
- Perempuan Indonesia selalu ingin mengerti dan menghormati kedudukan dan
melibatkan dan dilibatkan oleh keluarga prinsip pihak lainnya. Dengan demikian
besarnya meskipun telah menikah, kunci dari penyelesaian konflik ada pada
sedangkan bagi suami keluarga yang keinginan isteri untuk menjadi jembatan
dibentuknya bersama isteri adalah penghubung antara kedua belah pihak.
privasinya, tidak boleh ada campur tangan
pihak lain, termasuk keluarga besar isteri.
4. Ruang privasi: Proses adaptasi dimana setiap individu
Laki-laki bule sangat menjunjung tinggi bersedia untuk saling menghormati dan
privasi mereka, bahkan hal tersebut juga memahami prinsip pasangan sangat
diterapkan pada isterinya. Di sisi lain, diperlukan. Pada akhirnya, hanya adaptasi
perempuan Indonesia cenderung sangat yang dapat membuat kedua belah pihak
bergantung dan selalu ingin tahu semua mampu menghormati prinsip ruang privasi
detail kegiatan suami di luar rumah. yang dianut pasangannya.

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Al-Ma’ruf, A. I. (2006). Dimensi Sosial


Keagamaan dalam Fiksi Indonesia
Potensi konflik dalam perkawinan Modern Fenomena Perkawinan
lintas budaya jauh lebih berat dari pada Lintas Agama dalam Novel
perkawinan pada umumnya. Hal ini Keluarga Permana Karya
dikarenakan adanya perbedaan latar Ramadhan KH: Kajian Semiotik.
belakang budaya yang signifikan antara Smart Media Solo.
kedua individu dalam perkawinan tersebut,
Khususnya bagi pasangan yang berasal dari Amirin, T. M. (2012). Implementasi
dua latar belakang budaya yang sangat pendekatan pendidikan
bertentangan, seperti budaya Timur dan multikultural kontekstual berbasis
budaya Barat. Meskipun perbedaan yang kearifan lokal di Indonesia. Jurnal
ada cenderung memicu konflik, namun hal Pembangunan Pendidikan: Fondasi
tersebut dapat diatasi dengan adanya Dan Aplikasi, 1(1).
keinginan untuk memahami dan
Ardiyansah, M. (2017). Dinamika
berkompromi satu sama lain.
komunikasi antarbudaya santri di
Akhirnya, pasangan perkawinan pondok pesantren al-anwar
lintas budaya menemukan pola Paculgowang Diwek Jombang. UIN
penyelesaian dalam menghadapi perbedaan- Sunan Ampel Surabaya.
perbedaan budaya yang muncul dalam
kehidupan sehari-hari, baik yang berpotensi Aziati, F., & Suharnomo, S. (2011).
konflik maupun tidak. Bagaikan roda yang Analisis pengaruh budaya nasional,
berputar, perbedaan-perbedaan budaya kompetensi komunikasi lintas
diantara pasangan perkawinan lintas budaya budaya, dan budaya organisasi
selalu muncul ke permukaan dan selalu terhadap kompetensi negosiasi
mereka hadapi dan atasi dengan cara yang berbasis PSA (Problem Solving
sama. Pada gilirannya timbul pemahaman Approach) Studi pada PT
yang sama antara kedua belah pihak Prudential (Semarang). Universitas
terhadap berbagai permasalahan. Seiring Diponegoro.
berjalannya waktu, berbagi perbedaan yang Bahari, Y. (2014). Model Komunikasi
ada secara bersama, perempuan Indonesia Lintas Budaya dalam Resolusi
dan suami bule mencapai titik di mana Konflik Berbasis Pranata Adat
mereka mulai berbagi nilai-nilai dan cara Melayu dan Madura di Kalimantan
pandang yang sama. Kajian ini dapat Barat. Jurnal Ilmu Komunikasi
melahirkan kajian-kajian selanjutnya terkait (JIK), 6(1).
perkawinan lintas budaya dalam perspektif
komunikasi lintas budaya dan juga kajian Besar, P. P. G. (n.d.). Peranan pemahaman
gender. Hal menarik yang dapat dikaji lintas budaya dalam pencapaian
selanjutnya dari perspektif komunikasi fungsi integratif bahasa Indonesia.
lintas budaya adalah bagaimana keluarga
pasangan perkawinan lintas budaya Gudykunst, W. B. (2003). Cross-cultural
mendidik anak-anaknya dengan dua budaya and intercultural communication.
yang berbeda. Sage.

REFERENSI Hartanto, A. (2015). Pola Komunikasi


Komunitas Perantau Asal Madura
Ahmadi. (2007). Jaringan Sosial PSK di Di Kota Bandung Studi Etnografi
Sumenep. Jurnal Genta, 1(VI). Komunikasi Mengenai Pola
Komunikasi Komunitas Perantau
Asal Madura Di Kota Bandung.

12

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
13│ Volume 7, Nomor 1, Januari-Juni 2017, hal.1-14

Hartati, S. (2009). Pengaruh Komunikasi Lubis, L. A. (2002). Komunikasi antar


Antarbudaya Dan Harmonisasi budaya.
Kerja Di PT. Sumber Tani Agung
Medan (Studi Korelasional Makalew, J. (2013). Akibat Hukum Dari
Pengaruh Komunikasi Antarbudaya Perkawinan Beda Agama Di
Terhadap Harmonisasi Kerja di PT. Indonesia. Lex Privatum, 1(2).
Sumber Tani Agung Medan). Moustakas, C. (1994). Phenomenological
Haryanto, J. T. (2013). Dinamika research methods. Sage.
Kerukunan Intern Umat Islam
Mulia, M., Baso, A., & Nurcholish, A.
Dalam Relasi Etnisitas Dan Agama
(2005). Pernikahan beda agama:
Di Kalteng. Jurnal Analisa Volume
kesaksian, argumen keagamaan,
20 Nomor 01 2013, 13–24.
dan analisis kebijakan. Komnas
Heryadi, H., & Silvana, H. (2013). HAM-ICRP.
Komunikasi antarbudaya dalam
Ningsih, I. N. D. K. (2015). Proximity:
masyarakat multikultur. Jurnal
kedekatan yang diusung citizen
Kajian Komunikasi, 1(1), 95–108.
journalism (studi kasus: persepsi
Irianto, S., & Margaretha, R. (2013). Piil pelajar dan alumni pelajar indonesia
Pesenggiri: Modal Budaya dan yang melakukan studi di luar
Strategi Identitas Ulun Lampung. negeri). ultimacomm, 7(1).
Makara Hubs-Asia, 8(3). Okfriana, R. (2017). Pola komunikasi
Juita, R. (2012). Meningkatkan kemampuan pasangan yang menjalani hubungan
siswa dalam menulis sebuah teks pacaran jarak jauh (Studi Deskriptif
recount dengan menggunakan Kualitatif Pada Pasangan yang
metode latihan pada siswa kelas Menjalani Hubungan Pacaran
VIII. A2 Madrasah Tsanawiyah Jarak Jauh atau Long Distance
(MTS) Darul Hikmah Pekanbaru. Relationship (LDR) Dalam
Universitas Islam Negeri Sultan Memelihara Hubungan di Kalangan
Syarif Kasim Riau. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik Program S-1 Transfer
Karel, R. S. (2014). Komunikasi antar Prodi Ilmu Komunikasi Non
pribadi pada pasangan suami istri Reguler 2014 UNS). Universitas
beda negara (Studi Pada Beberapa Sebelas Maret.
Keluarga Di Kota Manado). Jurnal
Acta Diurna, 3(4). Panuju, R. (2001). Komunikasi organisasi:
dari konseptual-teoritis ke empirik.
Kouri, K. M., & Lasswell, M. (1993). Pustaka Pelajar.
Black-white marriages: Social
change and intergenerational Puspowardhani, R. (2008). Komunikasi
mobility. Marriage & Family antar budaya dalam keluarga kawin
campur Jawa-Cina di Surakarta.
Kuswarno, E. (2009). Metodologi Universitas Sebelas Maret
Penelitian Komunikasi Surakarta.
Fenomenologi. Bandung: Widya
Pajajaran. Rahmaniah, S. E. (2014). Multikulturalisme
dan hegemoni politik pernikahan
Liliweri, A. (2003). Makna budaya dalam endogami: implikasi dalam dakwah
komunikasi antarbudaya. PT LKiS Islam. Walisongo: Jurnal Penelitian
Pelangi Aksara. Sosial Keagamaan, 22(2), 433–456.

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)
Benazir Bona Pratamawaty: Potensi Konflik dalam Perkawinan…│ 14

Rejeki, M. N. S. (2013). Perbedaan Budaya Ting-Toomey, S., Yee-Jung, K. K.,


dan Adaptasi Antarbudaya dalam Shapiro, R. B., Garcia, W., Wright,
Relasi Kemitraan Inti-Plasma. T. J., & Oetzel, J. G. (2000).
Jurnal Ilmu Komunikasi, 4(2). Ethnic/cultural identity salience and
conflict styles in four US ethnic
Sobirin, A. (2001). Merger dan Akuisisi: groups. International Journal of
Sebuah Perkawinan Paradoksal. Intercultural Relations, 24(1), 47–
Jurnal Siasat Bisnis, 1(6). 81.
Sobur, A. (2013). Semiotika komunikasi. Tripambudi, S. (2014). Interaksi Simbolik
Antaretnik di Yogyakarta. Jurnal
Suparlan, P. (2001). Kesetaraan Warga dan
Ilmu Komunikasi (JIK), 10(3).
Hak Budaya Komuniti dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia. Wahyuningsih, H. (2002). Perkawinan: Arti
Antropologi Indonesia, 66. Penting, Pola dan Tipe Penyesuaian
Antar Pasangan. Psikologika:
Suparlan, P. (2004). Hubungan antar-
Jurnal Pemikiran Dan Penelitian
sukubangsa. Yayasan
Psikologi, 7(14).
Pengembangan Kajian Ilmu
Kepolisian. West, R., & Turner, L. H. (2008).
Pengantar teori komunikasi: analisis
Syarifuddin, S. (2017). Identitas Kultur
dan aplikasi. Jakarta: Salemba
dalam Relasi Etnik Komin-Amber
Humanika.
di Papua. Jurnal Penelitian
Komunikasi, 20(1). Widiastuti, T. (2012). Analisis framing
sebuah konflik antarbudaya di
Ting-Toomey, S. (2012). Communicating
media. Journal Communication
across cultures. Guilford Press.
Spectrum, 1(2).
---. (2015). Identity negotiation theory. The
Yudistriana, K., Basuki, A. H., & Harsanti,
International Encyclopedia of
I. (2011). Intimasi pada Pria Dewasa
Interpersonal Communication.
Awal yang Berpacaran Jarak Jauh
Beda Kota. Jurnal Ilmiah Psikologi,
3(2).

© 2017 by Kafa’ah All right reserved. This work is licensed under (CC-BY-SA)

You might also like