You are on page 1of 14

DIALEKTIKA MASYARAKAT BADUY DALAM MEMAKNAI

REALITAS PEMILIHAN UMUM 2014

Karman
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI) Jakarta, Badan Litbang SDM
Kementerian Komunikasi dan Informatika. Alamat : Jalan Pegangsaan Timur 19 B Menteng-Jakarta Pusat, Kode
Pos : 10320. Telp/Fax : (021) - 31922337. HP. +6285865888238, +6282188397473.
Email: karman@kominfo.go.id; karmansalim@gmail.com
Naskah diterima tanggal 9 September 2014, direvisi tanggal 29 Oktober 2014, disetujui tanggal 24 November 2014

DIALECTIC OF BADUY COMMUNITY IN MEANING REALITY OF


GENERAL ELECTION 2014

Abstract

Baduy Community is very obedient to local rules/custom, e.g. lunang (sundanesse to express
obedience to whoever the winner), and ngasuh rati, ngayak menak. Surprisingly, the voter
number in Baduy have increased from 2013 to 2014. They have their own mechanism in
determining leader, that is by deliberation among customary figures. The social-political
changes make-up the result of their construction change toward reality. The issue in this study is
how Baduy community (re-)construct general election. This one aims to understand Baduy’s
construction to electoral activities, their understanding to the obligation to participate in
election, and the adaptation process of different realities (reality in Baduy and Reality in
external). By harnessing the Social Construction of Reality introduced by Berger, and Social
Adaptation System introduced by Giddens, this research show Baduy objectifies and participates
in general elections as an obedience to the customary rules. Understanding about obligations to
participate in election is legitimized by customary institution, regarding dualism of different
structure, they must adapt theirselves to different realities.
Keywords: dialectic, subculture community, political reality, phenomenological research.

Abstrak

Masyarakat Baduy Banten taat pada aturan adat (pikukuh karuhun), antara lain lunang (ikut yang
menang), ngasuh rati, ngayak menak. Namun, jumlah pemilih pada masyarakat Baduy justru
meningkat dari tahun 2013 sampai 2014. Mereka memiliki mekanisme tersendiri untuk
menentukan pemimpin mereka. Perubahan sikap sosio-politik tersebut berkaitan dengan
perubahan konstruksi masyarakat terhadap realitas politik sendiri. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah bagaimana masyarakat Baduy mengonstruksi, merekonstruksi realitas pemilihan
umum (pemilu). Penelitian bertujuan ingin memahami konstruksi realitas masyarakat Baduy
terhadap kegiatan pemilu, pemahaman mereka tentang kewajiban pemilu, proses adaptasi dari
perbedaan realitas dan struktur sosial yang berada di luar mereka. Dengan menggunakan teori
Konstruksi Realitas Sosial Berger dan teori Adaptasi Struktur Giddens, penelitian ini
menunjukkan bahwa masyarakat Baduy mengobjektifikasi pemilu, berpartisipasi dalam pemilu
sebagai wujud ketaatan pada aturan adat. Pemahaman kewajiban pemilu dilegitimasi oleh pejabat
pada struktur adat (jaro pamarentah), dalam menghadapi dualisme struktur yang berbeda ini,
mereka beradaptasi terhadap perbedaan realitas tadi.
Kata kunci: dialektika, masyarakat subkultur, realitas politik, fenomenologi.
89
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 89-102

PENDAHULUAN dikonstruksi secara berbeda oleh


individu/kelompok masyarakat.
Pesta demokrasi berupa pemilihan Dalam sistem adaptasi sosial Giddens,
umum (pemilu) 2014 diikuti 186,5 juta pikukuh karuhun merupakan sebuah ‘struktur’
pemilih di seluruh Indonesia (Komisi atau tata aturan dan sumber-sumber yang
Pemilihan Umum, 2014). Namun, tidak digunakan untuk memertahankan eksistensi
semua anggota masyarakat menggunakan hak suatu kelompok. Jika terjadi ketidaksesuaian
politiknya atau golongan putih (golput). Pada antara realitas subjektif dengan realitas
pemilu sebelumnya, tren golput justru objektif, maka akan ada penyesuaian terhadap
meningkat dari sebesar 6,4 % pada pemilu realitas melalui proses (re-)produksi,
legislatif (Pileg) 1999, hingga mencapai 29,1 transformasi lingkungan sosial melalui
% pada pileg 2009. Golput disebabkan selain interaksi sosial (Poole, et. al., 1996). Oleh
karena awam tentang kelompok politik karena itu, pertanyaan utama (research
(Arianto, 2011) juga karena faktor budaya. question) dalam penelitian ini adalah:
Beberapa aturan adat masyarakat subculture bagaimana masyarakat Baduy mengonstruksi
(masyarakat yang memiliki praktik hidup, realitas politik (pemilu)?
kepercayaan, dan nilai yang berbeda dari Penelitian ini ingin menjelaskan
budaya dominan) di Indonesia kerap konstruksi masyarakat Baduy terhadap
berbenturan dengan aturan-aturan negara realitas pemilihan umum serta menjelaskan
termasuk aturan pemilu. Salah satunya adalah perubahan konstruksi itu terjadi dari yang
aturan pada masyarakat Baduy Kabupaten awalnya berprinsip milu ka nu meunang
Lebak Banten. Mereka memiliki sikap ini kepada sikap menerima pemilu. Aspek yang
yang didasari oleh nilai-nilai adat mereka akan dibahas untuk mencapai tujuan tersebut
sebut pikukuh adat atau pikukuh karuhun. adalah (1) Bagaimanakah konstruksi
Salah satu nilai adat adalah dalam bidang masyarakat Baduy terhadap Pemilu? (2)
politik adalah lunang, atau milu ka nu Bagaimanakah masyarakat Baduy memahami
meunang, ikut pada yang menang, serta kewajibannya sebagai bagian dari warga
prinsip ngasuh rati, ngayak menak, artinya negara RI? dan (3) Bagaimanakah proses
masyarakat Baduy harus menaati dan patuh adaptasi dari perbedaan realitas dan struktur
kepada adat negara (Kurnia dan Sihabudin, sosial yang berada di luar mereka?
2010). Secara akademik, penelitian ini mengisi
Namun, jumlah potensial pemilih pada kurangnya penjelasan teoretis mengenai
masyarakat Baduy justru meningkat dari esensi pengalaman masyarakat Baduy dalam
tahun 2013 sampai 2014. Pada Pilkada Lebak kegiatan demokrasi (pemilu) ditinjau dari
14 November 2013, jumlah pemilih di desa ilmu komunikasi serta aspek yang berperan
Kanekes sebanyak 7.296 pemilih yang dalam proses konstruksi realitas tersebut.
tersebar pada 13 Tempat Pemungutan Suara Masyarakat Baduy banyak dikaji dari sisi
(TPS). Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk produk budayanya yang diterima secara turun
Pileg 2014 di Desa Kanekes sebanyak 7.436 temurun/taken for granted. Masalah yang
pemilih dalam 15 TPS (Komisi Pemilihan diangkat antara lain tentang kearifan lokal
Umum, 2014). Jadi, ada perubahan sikap (local wisdom) masyarakat Baduy, mitigasi
politik masyarakat Baduy yang awalnya bencana ala mereka, arsitektur bangunan,
menolak karena alasan pikukuh karuhun sistem pengobatan herbal, tataruang, proses
menjadi menerima pemilihan umum. Peneliti transmisi pengetahuan, sistem atau teknik
berargumen bahwa perubahan sikap ladang mereka, dan sebagainya. Secara
masyarakat Baduy erat kaitannya dengan praktis, penelitian ini memberi masukan
konstruksi masyarakat terhadap realitas. kepada agen sosialisasi (KPU, Kominfo, dan
Perbedaan dan perubahan konstruksi realitas lain-lain) agar dalam merumuskan cara
masyarakat disebabkan proses internalisasi sosialisasi, kampanye kepada masyarakat adat
dan perbedaan struktur sosial dalam menggunakan pendekatan partisipatoris untuk
masyarakat. Realitas yang sama pun dapat bersama-sama mengonstruksi realitas pemilu

90
Dialektika Masyarakat Baduy dalam Memaknai Realitas Pemilihan Umum 2014
Karman

sesuai dengan yang direncanakan dalam manusia, maka keberadaannya hadir sebagai
agenda pembangunan demokrasi. realitas eksternal yang tidak serta merta
begitu saja dipahami oleh individu. Institusi
menjadikan aktivitas manusia sebagai “objek”
LANDASAN KONSEP dengan memberikan tanda khusus pada dunia
sosial. Maka dari itu, manusia membutuhkan
Konstruksi Realitas Sosial proses tersendiri yang disebut eksternalisasi
dan objektivasi. Eksternalisasi merupakan
Pandangan konstruksi realitas sosial
usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia
menitikberatkan proses pembentukan realitas
ke dalam dunia, sedangkan objektivasi adalah
pada masyarakat. Manusia menjalin
hasil yang telah dicapai, baik mental maupun
hubungan dengan lingkungannya sambil terus
fisik dari kegiatan eksternalisasi tersebut.
mengembangkan kemampuan adaptasinya
Lewat proses objektivasi ini, masyarakat
dengan ekosistem yang ada (Berger, 1967).
menjadi suatu realitas sui generis (Berger,
Realitas yang terbentuk berupa realitas
1967). Berger menyebut realitas ini sebagai
objektif dan realitas subjektif. Pada realitas
momen yang bersifat dialektika, terus
objektif, institusi formal maupun non formal
berlanjut menjadi jembatan untuk proses
menciptakan dan memertahankan atau
berikutnya, yaitu realitas subjektif.
mengubah tindakan dan interaksi manusia
Sedangkan pada realitas subjektif,
melalui definisi subjektifnya masing-masing.
masyarakat sangat berpotensi memenuhi
Objektivasi terjadi ketika manusia melakukan
dirinya sendiri (self-fulfilling) karena realitas
penegasan secara berulang-ulang pada
itu bersifat plural. Proses ini terjadi melalui
definisi subjektif yang sama. Di tingkat yang
internalisasi, penyerapan kembali dunia
lebih tinggi, manusia menciptakan dunia
objektif ke dalam kesadaran manusia. Setelah
dalam makna simbolik yang universal, yaitu
individu berhasil melakukan internalisasi
pandangan hidup yang menyeluruh,
sampai derajat ‘kesadaran’ tadi, secara
melegitimasi, dan mengatur bentuk-bentuk
otomatis ia menjadi anggota dari masyarakat.
interaksi sosial serta memberi makna pada
Proses yang membawa hal ini adalah
berbagai bidang kehidupan. Pikukuh karuhun
sosialisasi atau introduksi (pengenalan) baik
berfungsi mengatur dan melegitimasi tata
sosialisasi primer (keluarga) maupun
kehidupan masyarakat Baduy (Yulianti,
sekunder (sekolah, teman, dan media)
2006).
(Berger, 1967). Dari sudut pandang politik,
Proses institusionalisasi hadir melalui dua tahap sosialisasi tersebut menjadi agen
adat kebiasaan yang ada di masyarakat. dalam sosialisasi politik. Menurut Nimmo,
Institusi adat berperan mengontrol agen sosialisasi politik ada 5 (lima): keluarga,
masyarakat Baduy agar masyarakat menaati sekolah, peer groups, media massa, partai
pikukuh karuhun. Institusionalisasi politik dan pemerintah (Nimmo, 1989).
membutuhkan sebuah “legitimasi” yang bisa Sosialisasi politik dapat dilakukan
menjelaskan dan menjustifikasi proses melalui kegiatan imitasi, instruksi, dan
institusionalisasi tersebut. Proses ini motivasi (Rush, 1983). Tujuannya adalah
menghasilkan makna baru yang dibutuhkan peningkatan partisipasi politik warga negara
untuk melayani makna yang sudah ada dalam menggunakan hak politiknya, yaitu
sebelumnya, dalam rangka membedakan ikut pemilu (BAPPENAS, 2010). Gejala
setiap proses institusionalisasi di masyarakat. peningkatan partisipasi politik masyarakat
Legitimasi juga mengatur tatanan sosial Baduy mengacu pada konsep Maslow
dengan memberikan kewibawaan tertentu didorong oleh (1) Kebutuhan fisiologis
pada institusi untuk memberikan perintah (physiological needs), seperti: sandang,
secara praktis agar dilakoni oleh masyarakat pangan, dan lain-lain; (2) Kebutuhan
(Berger, 1967). Bentuk legitimasi ini terlihat keamanan (safety needs); (3) Kebutuhan
dari struktur adat masyarakat Baduy, yang sosial (social needs); (4) Kebutuhan
melegitimasi kewenangan setiap fungsionaris kepercayaan diri (esteem needs); dan (5)
adatnya. Karena institusi berada di luar diri
91
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 89-102

Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization sosiokultur bersama, bagaimana tatanan sosial


needs) (Maslow dalam Bryant, 2011). (social order) sebagai sebuah fenomena
Tata aturan sosial dalam masyarakat makro (macrolevel phenomenon) diciptakan,
Baduy di(re-)produksi dan ditransformasi disadari, dipertahankan, dan
oleh institusi sosial yang ada, baik lembaga ditransformasikan melalui proses interaksi
adat maupun institusi pemerintahan. Menurut pada level mikro.
Giddens, struktur sosial dan tata aturan yang Strategi penelitian ini adalah
dibuat sebenarnya membatasi perilaku phenomenological research. Pertanyaan
anggotanya. Namun, di sisi lain aturan ini mendasarnya (foundational question atau
memungkinkan kita memahami dan burning question) menurut Patton (2002)
berinteraksi dengan anggota lainnya (West adalah untuk mengetahui esensi pengalaman.
and Turner, 2007). Ada dua struktur yang Dengan strategi ini, peneliti berusaha
melingkupi masyarakat Baduy Luar, yaitu memeroleh refleksi fenomena realitas tentang
struktur adat dan struktur negara. Struktur pemilu secara sistematis, logis, dan koheren.
berkaitan dengan proses pemberian sosialisasi Moustakas (1994) menjelaskan bahwa titik
dan legitimasi jika dikaitkan dengan teori utama metode ini adalah pada ide dan esensi
Konstruksi Realitas Sosial. Sementara itu, yang tak terbantahkan dari dunia alamiah atau
strukturasi adalah proses adaptasi ketika realitas sehingga dibutuhkan pendekatan
realitas subjektif dan realitas objektif terhadap aktualitas dan potensialitas yang
memiliki perbedaan nilai ketika struktur ini mengatur kehidupan subjek penelitian.
diinternalisasi oleh anggota masyarakat Pengumpulan data dilakukan di tiga
Baduy. Akibatnya, terjadi perubahan dusun (Kaduketug, Marengo, dan Gajeboh) di
penggunaan sumber-sumber di dalam Desa Kanekes-Kecamatan Leuwidamar,
kelompok tersebut pada saat anggotanya Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
melakukan eksternalisasi untuk kemudian Masyarakat Baduy yang diteliti adalah Baduy
membangun realitas objektifnya kembali. Luar. Baduy Dalam pada waktu penelitian
tidak bisa diakses karena ada ritual adat yang
disebut bulan Kawalu yang berlangsung
METODE PENELITIAN selama 3 (tiga) bulan: bulan Kasa (Kawalu
Tembeuy/Kawalu Awal), bulan Karo/Kawalu
Paradigma penelitian ini adalah Tengah, dan bulan Kawalu Tutug atau
konstruktivisme atau interpretivisme (Henn, Kawalu Akhir. Mereka fokus pada
2006) atau naturalistik yang berbeda dengan pembersihan lahir dan batin salah satunya
paradigma lainnya dalam hal epistemology dengan puasa menurut tata aturan mereka.
(hubungan peneliti dengan objek penelitian), Teknik pengumpulan dilakukan dengan
ontology (asumsi mengenai objek atau (pertama) wawancara dialogik atau
realitas), dan methodology (cara memeroleh conversational. Wawancara dilakukan secara
pengetahuan) (Denzin dan Lincoln, 1994), informal terhadap tiga orang warga. Subjek
dan berbeda juga dalam axiology (berkaitan utamanya adalah jaro pamarentah (subjek 1)
dengan posisi value judgments, etika, moral yang bernama jaro dainah. Alasan penulis
peneliti) (Hidayat, 2002). memilihnya sebagai subjek penelitian karena
Theoretical perspectives penelitian ini kredibilitasnya yang secara administrasi
menggunakan teori Social Construction of dalam sistem pemerintahan nasional berada di
Reality atau teori Dialektika yang bawah camat. Namun, secara adat ia di bawah
diperkenalkan oleh Berger dan Luckmann. pemimpin tertinggi adat yaitu pu’un. Oleh
Littlejohn dan Foss (2008) mengatakan karena itu, ia memiliki pengetahuan tentang
bahwa konstruktivisme (dan isu yang berkembang di luar masyarakat
konstruksionisme) menjadi salah satu ragam Baduy (tentang pemilu, dan sebagainya) serta
tradisi socioculture. Komunikasi pada tradisi mampu melihat dari perspektif adat Baduy.
ini menurut Craig (2007) diteorikan sebagai Jaro pemarentah merupakan penyeimbang
proses simbolik yang memroduksi tatanan antara sistem pemerintah nasional dengan

92
Dialektika Masyarakat Baduy dalam Memaknai Realitas Pemilihan Umum 2014
Karman

sistem adat Baduy dan sebagai penghubung Motivasi untuk memenuhi kebutuhan
Baduy dengan masyarakat luar. Penjelasan fisiologis telah mengalahkan motivasi
jaro dainah dibantu dengan penjelasan dari lainnya, termasuk menghadiri kegiatan
panggiwa (setingkat aparat desa) dari Dusun sosialisasi pemilu yang diadakan KPUD.
Marengo dan seorang warga Baduy dari Subjek 3 lebih memilih bekerja ke kebun, dan
Dusun Gajeboh. Kedua observasi- subjek 2 lebih memilih memenuhi kebutuhan
intertekstualitas. Peneliti mengumpulkan kayu bakar, menyadap aren, dan memasak
data/teks yang terkait dengan tema penelitian tuak. Oleh karena itu, menurut subjek 1 isu
melalui observasi lapangan. tentang kesejahteraan ekonomi (seperti
Tahapan analisis data dilakukan pertanian dan perdagangan) dan kesehatan,
dengan: (1) Konstruksi makna lapangan yang menjadi isu yang menarik dalam kampanye
bersumber pada wawancara; (2) Coding: politik. Hal ini juga konsisten dengan
proses mengelompokkan berdasarkan tema harapannya kepada presiden terpilih
dan kategori dari data yang telah selanjutnya.
dikumpulkan. Pengelompokkan data dalam Warga Baduy Luar memandang penting
penelitian ini didasarkan pada konsep dari nilai kejujuran karena dapat menggambarkan
teori yang dirujuk. Analisis data ditekankan nilai kesederhanaan dan kepercayaan
pada individual textual description dan antarsesama warga. Subjek 2 mengonstruksi
structural description (semisal open coding, nilai kejujuran sebagai bentuk perjanjian
selective coding dalam Grounded Research). antara warga dengan Tuhan. Nilai-nilai adat
Textual description didapatkan dengan tersebut dapat juga terlihat pada lunang.
menganalisis transkrip wawancara yang telah Peranannya sangat penting dalam menjaga
dilakukan, sementara structural description kerukunan di Baduy. Nilai ini berlaku untuk
dilakukan dengan menganalisis konteks dari urusan adat seperti pemilihan Pu’un, tetapi
catatan lapangan hasil observasi (Moustakas, lunang juga sering diterapkan pada urusan
1994). Otentisitas dipenuhi dengan negara, seperti pemilu. Warga yang tidak
melakukan triangulasi sumber data pada memilih juga harus tetap menjalankan
ketiga subjek penelitian. Hasil wawancara lunang. Tidak menjalankan lunang dianggap
disampaikan dalam tulisan ini secara naratif. sebagai bentuk dosa terhadap Tuhan.
Penelitian ini memiliki beberapa Tidak hanya aturan adat yang telah
keterbatasan. Seperti keterbatasan waktu memengaruhi kesadaran warga Baduy Luar,
penelitian sehingga dalam interaksi dan tetapi juga aturan negara, seperti aturan
komunikasi bisa jadi ada keterbatasan. pemilu. Pada aturannya jelas, untuk urusan
Karena itu pula, peneliti tidak bisa melakukan negara merupakan legitimasi pemerintah
apa yang disebut oleh Saukko (2003) dengan Republik Indonesia termasuk pemerintah
istilah dialogic validity atau pemberian desa, sedangkan untuk urusan adat menjadi
kesempatan kepada subjek untuk berkomentar legitimasi lembaga adat. Lembaga adat tidak
terhadap studi ini sekaligus sebagai bentuk mencampuri urusan negara/pemerintah,
penghargaan peneliti terhadap dunia yang begitupun pemerintah tidak mencampuri
dikonstruksi masyarakat Baduy. urusan adat. Sehingga aturan negara hanya
berlaku bagi urusan negara saja, seperti
pemilu, begitu pun aturan adat. Dalam proses
PEMBAHASAN DAN HASIL internalisasinya, aturan adat tetap
PENELITIAN mengalahkan aturan negara. Misalnya ketika
Pileg tanggal 9 April 2014 lalu akan
Internalisasi (Realitas Subjektif) diselenggarakan pula ritual adat Genek
Masyarakat Baduy dilarang untuk Kawalukan. Subjek 1 akan memrioritaskan
sekolah formal. Kemampuan membaca, mengikuti ritual adat tersebut ketimbang
menulis, dan berhitung dianggap sudah cukup mengikuti pemilu. Selain itu, aturan adat juga
bagi warga. Jadi, tahapan sosialisasi utama lebih diprioritaskan ketimbang pemenuhan
hanya bersifat primer di level keluarga. kebutuhan fisiologis. Ketika prosesi ritual

93
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 89-102

adat berlangsung maka warga diwajibkan Subjek 1 memberikan konstruksi


untuk meninggalkan semua aktivitasnya, bahwasanya negara membuat legitimasi
termasuk aktivitas pemenuhan kebutuhan melalui undang-undang, sedangkan lembaga
pokoknya. adat melegitimasi melalui aturan adat, seperti:
tidak memaksa warga Baduy untuk
Institusionalisasi dan Legitimasi menggunakan hak suaranya (kembali ke
masing-masing individu); tidak ada sanksi
Lembaga melegitimasi sosialisasi
bagi yang tidak memilih; lembaga adat tidak
politik. Institusi sosial yang bersifat formal
berpihak pada caleg/parpol manapun,
dalam melaksanakan sosialisasi pemilu yaitu
lembaga adat juga memilih; tidak boleh ada
pemerintah RI, partai politik, dan media
penempatan TPS di Baduy Dalam, 15 TPS
massa. Di situlah institusi adat dalam
tersebut hanya boleh di Baduy Luar, jika
masyarakat Baduy berperan melakukan
warga Baduy Dalam yang ingin menyoblos
pengontrolan terhadap anggota
maka tinggal menuju ke TPS yang terdekat di
masyarakatnya agar selalu menaati pikukuh
Baduy Luar; melarang kampanye terbuka
karuhun. Dalam konteks pemilu, jaro dan
karena dapat memicu perpecahan; Pu’un
panggiwa adalah agen dari lembaga adat
tidak membolehkan masyarakat Baduy
untuk menjaga eksistensi struktur adat sambil
mengikuti Pemilu. Pu’un dipercaya oleh
menjalankan tugas dari pemerintah untuk
warga Baduy memiliki ilmu kebatinan,
menyosialisasikan pemilu. Jaro Dainah
wangsit, ataupun kharisma yang dapat
menuturkan bahwa dirinya sebagai kepala
dipergunakan untuk memberikan keputusan,
desa merasa wajib untuk menjalankan
wejangan, dan ramalan kepada warga.
perintah KPUD sebagai bentuk kepatuhannya
Beragam konstruksi yang dikeluarkan oleh
dengan peraturan negara. Institusi negara juga
Pu’un wajib ditaati karena ia memiliki
memunyai struktur tersendiri yang memiliki
kekuasaan untuk melegitimasi pada
garis hirarki hingga ke level desa sehingga
masyarakat Baduy.
beragam tata aturan dari pemerintah pusat
itupun harus dieksternalisasikan hingga ke
level desa. Eksternalisasi Sosialisasi Politik (Realitas
Objektif)
Eksternalisasi adalah usaha pencurahan
Pola Sosialisasi Politik dari Institusi Sosial atau ekspresi diri warga Baduy ke dalam
Terkait dengan konteks sosialisasi dunia, baik dalam kegiatan mental maupun
pemilu, masyarakat Baduy memiliki 2 (dua) fisik (Berger, 1967). Hal ini sudah menjadi
struktur yang melingkupi realitas mereka. sifat dasar manusia yang selalu ingin
Struktur pertama adalah aturan adat atau mencurahkan diri ke tempat di mana ia
amanat leluhur Pikukuh Karuhun yang berada. Dalam kegiatan Pileg 2014,
dipegang teguh warga Baduy. Sedangkan masyarakat Baduy, menurut Subjek 1, sudah
struktur kedua adalah peraturan perundang- mengikuti pemilu sejak 1996, 1998, 1999,
undangan yang terkait dengan pemilu beserta 2004, dan 2008. Lembaga adat mendorong
peraturan turunannya, yang mengacu pada warganya untuk menggunakan hak suaranya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor dan mengutus seseorang untuk bertanya
8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum langsung ke pihak yang terkait dengan pemilu
Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Struktur seperti KPU dan PPK. Hal ini menunjukkan
adat dilegitimasi oleh lembaga adat yang rasa antusias masyarakat Baduy Luar antusias
dipimpin oleh Pu’un, beserta Jaro sebagai untuk terlibat aktif dalam kegiatan pemilu.
jajarannya, dan Panggiwa sebagai ujung Sebagai gambaran, masyarakat Baduy
tombak ke masyarakat. Sementara struktur Luar mengikuti simulasi pemungutan suara
peraturan pemilu dilegitimasi oleh KPU, yang diadakan oleh pemerintah Desa
KPUD, dan PPS beserta aparat pemerintahan Kanekes. Sementara itu, masyarakat Baduy
desa. Dalam tidak mengikutinya. Warga yang ikut
simulasi akan diberikan hadiah bagi yang

94
Dialektika Masyarakat Baduy dalam Memaknai Realitas Pemilihan Umum 2014
Karman

berhasil menyoblos secara cepat dan tepat. Pada masyarakat Baduy dan masyarakat
Pada acara itu pula, pemerintah melakukan subkultur secara umum, supremasi hukum
sosialisasi ke masyarakat mengenai proses adat yang diketuai oleh kepala adat (Pu’un)
dalam pemilu. Kegiatan ini juga didukung lebih dijunjung tinggi ketimbang hukum dari
oleh lembaga adat (tidak melarang warga pihak pemerintah. Masyarakat Baduy lebih
Baduy Luar untuk ikut pemilu). Namun, memrioritaskan mengikuti genek kawalukan
keikutsertaan mengikuti pemilu tetap (ritual adat) daripada mengikuti pemilu jika
dikembalikan ke masing-masing individu. waktunya bersamaan. Proses warga Baduy
Menjelang pemilu, Jaro Pamarentah Luar mengenali sistem politik kemudian
dan pamong desa menjelaskan kewajiban menentukan persepsi dan reaksi mereka
memilih tanggal 9 April 2014. Tokoh terhadap gejala-gejala politik. Adanya
adat/masyarakat bersama pemerintah desa sosialisasi politik melatih warga Baduy Luar
dan RT mengundang, mengajak warga yang dalam memasukkan nilai-nilai politik yang
tercantum dalam DPT untuk menghadiri berlaku di dalam sebuah sistem politik. Inilah
rapat/pertemuan. Di sana, jaro pamarentah proses objekitivasi.
menjelaskan perihal pemilu. Kemudian Selain itu, sosialisasi politik juga
kepala keluarga menyosialisasikan informasi bertujuan untuk memelihara sistem politik
dari rapat RT kepada anaknya. dan pemerintahan yang resmi. Sosialisasi
Sementara itu, PPS (Panitia politik yang dilakukan ketika masih kanak-
Pemungutan Suara) dan PPK (Panitia kanak (primer) didapatkan dari keluarganya,
Pengawas Kecamatan) menjelaskan visi PPS yaitu dilakukan oleh ayah sebagai kepala
dan PPK kepada warga. Pihak desa juga keluarga kepada anak-anaknya. Sosialisasi
menjelaskan tanggungjawabnya untuk sekunder biasanya diperoleh dari sekolah,
menyukseskan pemilu. Sebelumnya, teman, media (khususnya media below the
kecamatan dan desa telah mendata DPT. line), dan tokoh adat, pamong desa
Kemudian, calon anggota legislatif (caleg) (panggiwa) atau lembaga pemerintah (KPU).
masuk ke dusun-dusun membawa gambar Di masyarakat Baduy, sosialisasi dari
dirinya dan menjelaskan bagaimana cara KPU dilakukan melalui undangan untuk
memilih dirinya. Peran lembaga adat menghadiri acara simulasi penyoblosan oleh
menekankan kebebasan dalam memilih dan KPU. Perangkat desa telah menyebarkan ke
ketidakberpihakan. Larangan untuk ikut seluruh kampung dengan jumlah sekitar 7000
dalam pemilu tidak terlalu menonjol, yang pemilih. Menurut Subjek 1, instruksi
penting adalah terciptanya lingkungan lestari penyoblosan diarahkan dengan cara
dan aman. mengarahkan warga Baduy untuk melihat
tulisan, gambar, ataupun warna yang akan
Objektivasi Realitas dipilih.
Dalam masyarakat Baduy, upaya untuk
Objektivasi, yaitu hasil yang telah
mengatasi kendala partisipasi warga Baduy
dicapai, baik mental maupun fisik dari
dalam pemilu, yaitu dengan adanya Petugas
kegiatan eksternalisasi manusia tersebut
Renteng. Petugas ini lebih pada level teknis
(Berger, 1967). Itu menghasilkan realitas
menulis, warga datang ke TPS dan memilih
objektif yang bisa jadi akan menghadapi si
secara benar petugas pendamping dirasa
penghasil itu sendiri sebagai suatu aktivitas
memiliki manfaat untuk mengurangi surat
yang berada di luar dan berlainan dari
suara tidak sah (blanko). Namun, petugas
manusia yang menghasilkannya. Pola-pola
pedamping ini sering dicurigai netralitasnya
objektivasi yang menjadi karakter khas
untuk mengarahkan ke salah satu pertai
masyarakat Baduy terkait struktur masyarakat
tertentu. Warga Baduy Luar meniru tingkah
yang terbentuk di dalamnya. Aturan dan nilai-
laku individu lainnya yang dilakukan untuk
nilai adat dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh
mengatasi beberapa keterbatasan instruksi,
warga Baduy. Nilai adat dalam konteks
seperti pada simulasi pemungutan suara untuk
politik adalah antara lain Lunang.
Pileg 2014 yang diselenggarakan oleh KPUD

95
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 89-102

Provinsi Banten bersama KPU Kabupaten terjadinya kekacauan atau konflik. Lunang
Lebak di halaman depan rumah Jaro Dainah menjadi sebuah instruksi yang tidak tertulis
(Kaduketug) dengan melibatkan pihak yang harus dijalankan warga Baduy. Subjek 1
kecamatan, PPK, Kelompok Penyelenggara menegaskan bahwa lunang tidak hanya dapat
Pemungutan Suara (KPPS), dan PPS. diterapkan dalam aturan adat Baduy,
Untuk urusan pemerintahan RI, melainkan juga dapat diterapkan dalam aturan
lembaga adat tidak mencampurinya dengan negara seperti pemilu. Ia membantah
menyerahkan sepenuhnya kepada pandangan yang mengatakan bahwa lunang
pemerintahan negara (melalui KPUD dan merupakan bentuk golput atau tidak memilih
kepala desa). Apabila ada intervensi, lembaga dari warga Baduy, tetapi lunang tetap
adat tidak terlalu memaksakan atau cenderung menginstruksikan warga Baduy untuk tetap
menerima keputusan pemerintahan negara, memilih. Lunang mengharuskan warga untuk
misalnya ketika lembaga adat mengusulkan tetap legowo/ikhlas mematuhi dan menerima
untuk perubahan lokasi dan jumlah TPS, siapapun pemimpin yang menang, baik itu
KPUD tetap memutuskan 15 lokasi TPS dan untuk urusan negara maupun untuk urusan
lembaga adat menerimanya. Pada pemilihan adat. Lunang lebih dipertegas lagi dalam
sebelumnya ada 13 TPS. Sedangkan untuk konteks pemilihan adat, setiap warga Baduy
urusan adat, pemerintahan RI (KPUD) tidak yang menolak hasil keputusan lembaga adat
mencampurinya dengan menyerahkan dalam pemilihan adat dianggap berdosa.
sepenuhnya kepada lembaga adat. ”Itu mah kalau urusan di luar itu urusan desa
Berbagai realitas yang terjadi, baik itu semuanya, gak ikut campur ke urusan adat.
hasil interaksi antara sesama warga Baduy Tapi tetep desa harus koordinasi. Satu contoh
dalam aktivitas kesehariannya, maupun hasil kemaren, begitu hasil penghitungan gimana
interaksi dengan warga dari luar Baduy, akan sama calon yang mana yang menang, yang
menang nomor tiga itu, kade itu legowo. Satu
membentuk suatu realitas objektif. Realitas contoh Lunang itu begini, tadi mah orang mah
objektif yang terbentuk dari kegiatan Lunang, milu kanu meunang, yang menang itu
eksternalisasi, akan membentuk objektivasi ikuti aturan mana kan gitu.” (Hasil Wawancara
warga terhadap konstruksi realitas tersebut. dengan subjek 1, Rabu tanggal 02 April 2014,
Objektivasi yang terbentuk, baik secara di Dusun Kaduketug, Desa Kanekes,
mental maupun fisik dari kegiatan Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak,
eksternalisasi, akan kembali ditangkap Provinsi Banten).
sebagai gejala internal yang memengaruhi Subjek 1 menyadari bahwa lunang
tingkat kesadaran warga. Realitas yang merupakan salah satu bentuk penerapan
terbentuk, bahkan tertanam dalam kesadaran demokrasi. Lunang dalam konteks pemilu
warga inilah yang disebut realitas subjektif, berarti setiap warga Baduy harus mengikuti
sedangkan prosesnya dinamakan internalisasi. segala keputusan pemimpin yang menang
Tidak berhenti di sini saja, realitas subjektif dalam pemilu, termasuk warga yang tidak
yang telah tertanam akan kembali ikut memilih, juga harus tetap mematuhinya.
dipancarkan kepada lingkungan sosialnya Melalui kesadaran diskursif, warga Baduy
melalui aktivitas sosialisasi. Warga Baduy Luar dapat mengartikulasikan tujuan dan
Luar pun turut berperan menjadi agen perilaku pribadinya melalui aturan negara.
sosialisasi dalam membentuk realitas Aturan ini bersifat tertulis sehingga mudah
objektifnya. Begitupun seterusnya hingga dibahasakan. Namun, pada aturan adat, tidak
membentuk sebuah proses dialektika, proses semua warga mampu mengartikulasikannya.
yang cyclic, sirkular. Inilah menjadi alasan Karena aturan ini lebih bersifat lisan (tidak
juga mengapa teori Konstruksi Realitas Sosial tertulis), tidak semua warga mampu
yang diperkenalkan oleh Berger dikenal juga mengartikulasikan tujuan atau perilaku
dengan teori Dialektika. pribadinya melalui aturan ini. Oleh karena itu,
Pada konteks pemilihan, baik itu pemilu dengan kesadaran praktis, warga secara sadar
ataupun pemilihan pu’un, prinsip lunang mengungkapkannya melalui tindakan atau
memainkan peranan penting dalam mencegah perasaan tertentu. Bentuk kesadaran praktis
lainnya seperti pelarangan adanya sekolah
96
Dialektika Masyarakat Baduy dalam Memaknai Realitas Pemilihan Umum 2014
Karman

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan diizinkan untuk menggunakan peralatan
pelarangan kampanye terbuka di Baduy. hidup berteknologi dari luar mereka, asalkan
tetap bisa menghormati lembaga adat
Penyesuaian Realitas: Dialektika tersebut. Warga Baduy Luar berubah dalam
Konstruksi Realitas Sosial dan Adaptasi memandang realitas politik negara. Meskipun
Struktur dalam realitas adat mereka tidak ada proses
pemilihan pemimpin secara kolektif (voting),
Era informasi membawa perubahan
namun mereka mampu mengeksternalisasi
besar bagi struktur masyarakat sehingga
realitas demokrasi dalam hal kebebasan
membutuhkan adaptasi terhadap pelbagai
memilih pemimpin rakyat dalam institusi
kondisi. Kondisi tersebut tercapai ketika
negara. Proses ini melibatkan objektivasi
mereka melakukan eksternalisasi tahap
terhadap realitas yang juga terdapat di luar
berikutnya dari tahap objektivikasi
struktur sosial mereka.
sebelumnya. Ini terkait dengan proses
Menurut Subjek 1, masyarakat Baduy
konstruksi realitas yang tidak linear alias
kini telah bisa menilai bagaimana pemimpin
selalu berdialektika secara cyclic. Hal ini
yang layak dipilih dalam realitas struktur
terlihat di masyarakat Baduy Luar yang telah
demokrasi. Biasanya calon pemimpin yang
banyak menggunakan teknologi modern.
sudah dikenal sebelumnya lebih mudah
Berdasarkan pengamatan di lapangan sudah
diterima oleh masyarakat Baduy. Dalam
banyak peralatan yang berasal dari
tuturannya yang lain tergambar bahwa
masyarakat luar. Proses penyesuaian realitas
indikator pemimpin yang layak dipilih itu
ini dimulai oleh golongan muda, meski
berdasarkan keunggulan komparatif tertentu.
awalnya sempat dilarang oleh golongan tua
Dalam hal ini perilaku yang baik, bebas
atau kokolot.
korupsi, dan menepati janji politiknya.
Pelarangan tersebut adalah bentuk
Indikator-indikator ini mereka ambil dari
objektivasi yang dialami oleh golongan muda
nilai-nilai pikukuh karuhun yang selama ini
terhadap apa yang diinternalisasi oleh
telah terinternalisasi.
golongan tua. Ini terjadi lantaran adanya
Pemilu di masyarakat Baduy tidak
sebuah perilaku baru ketika masyarakat
memiliki dampak besar karena masyarakat
dihadapkan pada realitas objektif yang
Baduy berbeda dengan masyarakat luar yang
berbeda dengan realitas subjektif. Perilaku ini
besar jumlahnya sehingga dianggap dapat
membentuk sebuah diskursif. Perubahan
menentukan realitas pemerintahan negara.
(change) struktur bisa terjadi jika semakin
Konstruksi masyarakat Baduy menganggap
banyak aktor atau agen yang mengadopsi
diri mereka tidak diberikan amanat untuk
kesadaran diskursif, yaitu, manakala si agen
meramaikan/membangun negara tetapi
“mengambil jarak” dari struktur, dan
ditugaskan untuk memertahankan pikukuh
melakukan sesuatu tindakan dengan mencari
karuhun. Jika ini dilanggar maka pasti ada
makna/nilai dari tindakannya tersebut.
guncangan ke pihak adat bahkan dapat
Hasilnya bisa berupa tindakan yang
merusak tatanan dan ketenteraman wiwitan.
menyimpang dari rutinitas atau kemapanan,
Kepercayaan wiwitan tidak boleh memihak
dan praktis telah mengubah struktur tersebut.
siapapun, hanya mendoakan saja.
Dari sini memunculkan sebuah objektivasi
Dalam sejarahnya, wiwitan tidak bisa
baru terhadap kesadaran diskursif ini.
berpihak pada satu partai, golongan atau
Fenomena di atas terkonstruksi dari
pihak manapun, karena bila memihak
penuturan Subjek 2 yang mewakili lembaga
goncangannya akan sangat besar pada
adat, soal bagaimana golongan tua
masyarakat, mengganggu keharmonisan,
mengobjektivasi pola agensi golongan muda.
kebersamaan, persatuan dan kesatuan adat
Konstruksi tutur ini dibangun berdasarkan
Baduy dalam melaksanakan pikukuh karuhun
penggunaan teknologi. Dari sini bisa terlihat
atau amanat leluhur (Kurnia dan Sihabudin,
jika, golongan muda dalam masyarakat
2010). Pikukuh Karuhun ini adalah suatu
Baduy lebih terbuka terhadap segala realitas
aturan atau buku manual yang menerangkan
dari luar konstruksi stuktur adat. Mereka

97
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 89-102

bagaimana tujuan bisa dicapai. Untuk (knowledge as culture). Pertama, knowledge


menegakkan aturan, perlu ada berbagai is socially determined. Struktur sosial akan
sumber daya, mengacu pada kekuasaan yang menciptakan pengetahuan. Proposisi ini
digunakan oleh agen ke dalam interaksi menegaskan bahwa semua pengetahuan
kelompoknya. berkembang, berubah seiring dengan kondisi
Pada praktik pemerintahan di struktur sosial dan material. Di sinilah ketika dalam
adat Baduy, suara warga Baduy diwakili oleh penjabaran analisis di atas, terdapat
tokoh-tokoh adat yang ada di lembaga adat pengetahuan dapat memicu terjadinya sebuah
ketika pemilihan pu’un (ini dikenal dengan tindakan baru (fresh act). Menurut Gidden,
Sistem Noken). Tetapi ketika pemilu, fresh act dilakukan kelompok sosial
pendelegasian suara seperti itu tidak berlaku, berdasarkan hal-hal yang telah lampau, tentu
yang berlaku adalah satu suara untuk satu di sini mengacu pada aspek pengalaman.
warga Baduy. Pengalaman hidup dan aturan Pemahaman masa lalu menjadi rujukan
terdahulu terkait pelarangan-pelarangan kepada pemahaman mengenai tata aturan dan
tersebut membuat individu menjadi mampu sumber-sumber seperti apa yang dibutuhkan
memonitor dan memutuskan tindakan atau untuk menjalankan sistem sosial. Hal yang
perilakunya. Inilah yang menurut teori menjadi asumsi dasar adalah bahwa ketika
Strukturasi Adaptif Giddens disebut sebagai kita berkomunikasi dengan orang lain,
refleksivitas, yaitu kesadaran atau sebenarnya kita sedang membuat awalan
kemampuan yang memungkinkan diri agen untuk tata aturan baru ataupun harapan
memonitor tindakan dan perilakunya. kepada hal tersebut, dengan mengangkat tata
Praktiknya kesadaran ini memiliki dua level, aturan lama, atau dengan menegaskan ulang
yaitu kesadaran diskursif dan kesadaran aturan yang telah lama ada (West and Turner,
praktis (West and Turner, 2007). 2007).
Apa yang Gidden katakan sebagai Kedua, reality is socially constructed by
refleksivitas adalah suatu bentuk knowledges. Proposisi ini menekankan bahwa
“pengetahuan”. Refleksivitas adalah sebuah realitas sosial adalah sesuatu yang dihasilkan
episteme bagi anggota masyarakat Baduy. dan dikomunikasikan. Fokus dalam proposisi
Dasar-dasar pengetahuan ini dapat digali dan ini adalah pengetahuan dibentuk oleh realitas
dirumuskan dengan menggunakan analisis sosial. Ini menjadi tumpuan utama
fenomenologis seperti dalam penelitian ini. masyarakat Baduy yang menjadikan lembaga
Analisis ini atau yang dikenal dengan adat sebagai penentu konstruksi pengetahuan
pengalaman subjektif kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Tidak seperti masyarakat
dianggap metode paling baik dalam mencari perkotaan yang diperbolehkan untuk
dasar-dasar pengetahuan dalam kehidupan memeroleh pengetahuan dari sekolah dan
sehari-hari. Fenomenologi untuk mengkaji media, maka pada masyarakat Baduy
perspektif konstruksi realitas sosial, akan pengetahuan diobjektivasi secara turun-
sepenuhnya deskriptif, ‘empiris’ namun tidak temurun melalui agen sosialisasi keluarga.
‘scientific’ seperti umumnya dalam empirical Oleh sebab itu, institusi adat memiliki
science (Berger, 1966). Berger dan Luckmann karakter untuk melakukan pengontrolan
membedakan dengan tegas antara pengetahuan. Di situlah anggota masyarakat
phenomenological analysis untuk kehidupan selalu menaati pikukuh karuhun. Dalam
sehari-hari dan sociological analysis untuk perspektif teori Adaptasi Struktur Giddens,
masyarakat. Keduanya ‘empirical’, pikukuh karuhun lebih tepat sebagai
kendatipun tak persis sama. Ketika “struktur” yang sekaligus menjadi “aturan”
fenomenologis bersifat ‘egological’, maka bagi masyarakat Baduy. Sementara lembaga
social scientific method bersifat adat adalah insitusi sosial yang memberikan
‘cosmological’ (Eberle, 1992). legitimasi, agar masyarakatnya
Dalam perspektif Konstruksi Realitas merekonstruksi realitasnya sesuai
Sosial ada penekanan proposisi dalam kaitan internalisasi yang kongruen dengan pikukuh
dengan pengetahuan sebagai budaya karuhun, dalam perspektif Berger.

98
Dialektika Masyarakat Baduy dalam Memaknai Realitas Pemilihan Umum 2014
Karman

Di sinilah kunci dari konstruksi yang realitas. Jika komunikasi dipandang hanya
mereka bangun terkait pemilu meski berasal sebagai perspektif dari sosio kontruksionis,
dari struktur negara. Karena ketika lembaga maka akan ada perspektif lainnya yang non
adat memberikan konstruksi yang positif soal komunikasi turut hadir pula di dalam tradisi
pemilu, anggota masyarakatnya juga akan ini.
merekonstruksi secara positif pula. Legitimasi Meski nilai appropriatenessnya cukup
dari institusi adat akan memberikan baik, teori Konstruksi Realitas Sosial tidak
kekuasaan kepada masyarakatnya. Bentuk mampu menjawab ketika masyarakat Baduy
kekuasaan menurut Gidden yang terdapat dihadapkan pada dua bentuk realitas yang
dalam masyarakat Baduy adalah: (1) berbeda. Hal ini menuntut mereka untuk
Kekuasaan koersif, berupa sanksi yang melakukan dua bentuk objektivasi juga,
diberikan oleh lembaga adat seperti sehingga memunculkan apa yang disebut
pemberian hal negatif kepada anggota yang fresh act tadi. Namun, dalam masyarakat
tidak mengikuti struktur sesuai kesepakatan; dengan institusionalisasi dan legitimasi yang
(2) Kekuasaan referensi yang ditentukan oleh ketat seperti ini, fresh act dianggap
sumber-sumber yang memandu keputusan mengancam bagi aturan dan institusi adat.
komunikasi, dalam hal ini jaro pamarentah; Karena institusi adat memunyai peran untuk
(3) Kekuasaan legitimasi, persepsi di mana memberikan legitimasi terhadap aspek-aspek
lembaga adat Baduy memiliki kemampuan realitas untuk diinternalisasi oleh anggota
untuk mendesak pengaruhnya karena posisi masyarakatnya. Cara memertahankan
ataupun jabatan sosial di struktur eksitensi lembaga adat sebagai institusi sosial
pemerintahan; dan (4) Kekuasaan ahli, masyarakat Baduy, adalah dengan mencegah
mengacu pada kemampuan para jaro dalam agar legitimasi yang dilakukannya terhadap
mendesak pengaruh kepada lainnya segala aturan, tidak mengalami penurunan
berdasarkan pengetahuan dan ekspertis yang derajat legimatenya seiring waktu. Fungsi-
dimilikinya (West and Turner, 2007). fungsi yang dipergunakan untuk
Dalam hal pola sosialisasi politik, memertahankan hal ini, mengambil dari
semua agen terlibat dalam praktik ini, kecuali unsur-unsur yang sifatnya metafisika,
media. Karena praktik sosialisasi terkena misalnya informasi melalui wangsit, balasan
batasan dari bentuk institusi sosial dan terhadap pelanggaran sumpah, dan lainnya.
struktur itu sendiri. Terkait dengan hal ini, Hal ini diciptakan agar proses
versi awal teori Konstruksi Realitas Sosial institusionalisasi tidak terganggu oleh segala
memang belum memasukkan unsur tentang hal yang hasil objektivasi dari realitas di luar
media massa sebagai socialization agent dan struktur mereka, yang menjadi ancaman
agent of change dalam dinamika kehidupan untuk terjadinya perubahan. Ketika realitas
sosial. Sehingga memiliki nilai objektif yang didapat oleh masyarakat Baduy
approriateness yang kuat untuk penelitian ini. melalui perwakilan lembaga adatnya di
Tak heran jika teori ini dianggap cuma pemerintahan (sebagai kades) tidak
bekerja dalam level interaksi komunikasi bersesuaian dengan aturan lembaga adat
interpersonal karena di sinilah proses mereka, maka mereka akan melakukan
dialektika yang dimaksud dalam teori itu objektivasi ulang dengan membentuk
terjadi. Lebih jauh lagi, Gergen menganggap tekanan-tekanan tertentu kepada struktur
social construction of reality kurang tepat pemerintah negara Indonesia.
dijadikan sebagai teori, namun lebih kepada
movement atau tradisi tersendiri (Gergen
dalam Littlejohn dan Foss, 2011). Karena PENUTUP
dengan datangnya sosio-konstruksionis, kita
memandang komunikasi hanya sebagai Simpulan
sebuah “perspektif” ketimbang “subject Terkait dengan konstruksi realitas
matter”. Sebab, komunikasi hanyalah bagian masyarakat Baduy terhadap pemilu,
proses yang dilakukan untuk mengonstruksi
masyarakat Baduy memandang bahwa pemilu

99
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 89-102

sebagai kewajiban dalam memenuhi aturan menjembatani ketika masyarakat seperti suku
dalam struktur negara. Kewajiban ini sudah Baduy ini harus memeroleh dua jenis realitas
mendapat legitimasi dari institusi adat yang bertentangan untuk diobjektivasi
sehingga masyarakat Baduy terdorong melalui kesadaran diskursif untuk kemudian
berpartisipasi dalam kegiatan pemilu. Aturan memunculkan realitas baru (fresh act).
dalam struktur adat membentuk institusi Versi awal dari teori Konstruksi
sosial yang melegitimasi terhadap realitas Realitas Sosial untuk penelitian dalam
seperti apa yang boleh diinternalisasi oleh masyarakat, memiliki nilai approriateness
anggota masyarakatnya. yang cukup kuat, namun nilai parsimonynya
Masyarakat Baduy sebagai warga tidak mampu menjawab ketika masyarakat
negara RI memahami kewajiban pemilu tersebut dihadapkan dengan 2 (dua) realitas
karena adanya legitimasi dari jabatan struktur objektif yang berbeda, dan menuntut
adat di sana yaitu kepala desa (jaro perbedaan objektivasi dan eksternalisasi pula.
pamarentah). Penggunaan kekuasaan Maka dari itu, teori adaptasi struktur Giddens
lembaga adat Baduy berkontribusi besar bisa menjawab proses perubahan
dalam kegiatan pemilu. objektivasinya. Pandangan dalam teori
Dalam menghadapi dualisme struktur Sosialisasi, dan sosialiasi politik di level
yang berbeda ini satu sisi struktur adat praktikal dalam masyarakat Baduy perlu
masyarakat Baduy, dan sisi lain struktur mempertimbangkan pandangan penggunaan
negara, menciptakan kondisi di mana kekuasaan. Ini karena struktur masyarakat
masyarakat Baduy harus beradaptasi terhadap Baduy memiliki cara yang berbeda dalam
perbedaan realitas tadi. Sesuatu yang berasal mengobjektivasi pengetahuannya.
dari luar yang baru (fresh act) dianggap Penelitian ini juga menegaskan tidak
mengancam eksistensi aturan dan lembaga ditemuinya aturan pikukuh sapuluh seperti
adat. Jika aturannya terganggu, fungsi yang ada pada penelitian sebelumnya yang
legitimasinya juga terganggu, kemudian dilakukan oleh Yulianti (2006). Peneliti justru
eksistensi dari proses institusionalisasi itupun hanya menemukan aturan adat pikukuh
juga terganggu. Demi mendukung penguatan karuhun. Namun penelitian ini juga
eksistensi struktur terhadap beragam menemukan hal yang serupa dengan
kesadaran diskursif yang bisa memicu fresh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
act yang bertentangan, lembaga adat Baduy Fernandez (2000) dan Yulianti (2006), yaitu
melakukan penyesuaian (adaptasi) terhadap tentang proses transferisasi atau transmisi
realitas yang mereka objektivasi. Ketika pengetahuan dilakukan oleh tetua adat, teman
realitas objektif yang didapat oleh masyarakat bermain, lingkungan, dan keluarga melalui
Baduy melalui perwakilan lembaga adatnya pola pengasuhan. Pada penelitian ini
di pemerintahan tidak bersesuaian dengan ditemukan bahwa proses sosialisasi pemilu
aturan mereka, mereka melakukan tindakan dilakukan mulai dari keluarga. Berbeda
objektivasi ulang dengan membentuk dengan penelitian yang dilakukan oleh
tekanan-tekanan tertentu pada struktur Fernandez (2000) yang menyatakan bahwa
pemerintah negara Indonesia. ibu memainkan peranan sentral dalam
Penelitian ini bisa memberikan transmisi pengetahuan tersebut, penelitian ini
implikasi teori yang berusaha untuk menemukan peran ayah sebagai kepala
meningkatkan nilai heuristik dari teori keluarga yang menjadi agen sosialisasi
Konstruksi Realitas Sosial Berger (1967), pemilu. Selain itu, temuan akan adanya
ketika dipakai untuk menelaah realitas peluang untuk perubahan pada tradisi adat
fenomenologis dalam masyarakat seperti Baduy pada penelitian tersebut, juga ditemui
masyarakat Baduy ini. Dari poin di atas, maka pada penelitian ini. Bahkan tindakan-tindakan
terlihat bahwa nilai parsimony dari perspektif perubahan tersebut sangat jelas tergambar
Konstruksi Realitas Sosial dipertanyakan pada proses dan bentuk fresh act karena
kembali dalam penelitian ini. Oleh karena itu, adanya dualisme struktur pada masyarakat
perspektif Adaptasi Struktur Giddens bisa Baduy.

100
Dialektika Masyarakat Baduy dalam Memaknai Realitas Pemilihan Umum 2014
Karman

Saran Patton, Quinn Michael. (2002). Qualitative


Oleh karena itu, penelitian berikutnya Research Evaluation Methods, third
yang menggunakan teori Konstruksionis edition. Thousand Oak: Sage
Sosial atau paradigma Sosiokultural Publication, Inc.
diharapkan menelaah bagaimana peran jaro Poole, et.al. (1996). The Structuration of
pamarentah mengonstruksi realitas dirinya Group Decisions, in Hirokawa and
untuk kemudian ia rekonstruksikan kepada Poole (Eds.), Communication and
anggota masyarakatnya karena perannya di Group Decision Making, 2nd Edition (pp
dua struktur (struktur adat dan negara). 114-146). Beverly Hills, California:
Penelitian dengan perspektif Postmodernisme Sage Publication, Inc.
dapat dipakai untuk melihat kapital apa yang Rush, Michael and Phillip Althoff. Sosiologi
paling menentukan dalam perubahan budaya Politik (alih bahasa Kartini Kartono,
masyarakat Baduy untuk melengkapi 2003). Jakarta: Rajawali Pers.
perspektif Adaptasi Struktur Giddens. Saukko, P. (2003). Doing Research in
Cultural Studies: An Introduction to
Classical and New Methodological
Approaches. London: Sage
DAFTAR PUSTAKA
Publications, Inc.
West, Richard dan Lynn Turner. (2007).
Buku:
Introducing Communication Theory,
Badan Perencanaan dan Pembangunan
Analysis and Application. New York:
Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat
McGraw-Hill.
Statistik (BPS), United Nation for
Development Programs (UNDP).
(2010). Indeks Demokrasi Indonesia, Tesis:
Jakarta: BAPPENAS. Fernandez, Daniel. (2000). Transmisi
Berger L, Peter and Thomas Luckmann. Pengetahuan Masyarakat Tradisional
(1967). The Social Contruction of (Studi Pola Pengasuhan Anak Baduy di
Reality: A Treatise in Sociology of Dusun Gajeboh, Desa Kanekes,
Knowledge. New York: Anchor Books. Kabupaten Lebak, Jawa Barat. Tesis.
Craig, Robert T and Heidi L, Muller. (2007). FISIP UI.
Theorizing Communication: Reading Yulianti, Iis. (2006). Coordinated
Accross Traditions. London, Thousand Management of Meaning Nilai Budaya
Oaks, CA., New Delhi: Sage pada Suku Baduy (Kajian Etnografi
Publications. Teks Pikukuh Karuhun pada Generasi
Henn, Matt, Mark Weinstein, and Nick Foard. Muda Suku Baduy di Desa Kanekes).
(2006). A Short Introduction To Social Tesis. Ilmu Komunikasi FISIP UI.
Research. India: Sage Publications, Inc.
Kurnia, Asep dan Ahmad, Sihabudin. (2010).
Saatnya Baduy Bicara. Jakarta: Bumi Makalah:
Aksara. Eberle, Thomas Samuel. A New Paradigm
Littlejohn, Stephen., dan Karen A, Foss. For The Sociology of Knowledge: "The
(2011). Theories of Human Social Construction of Reality" After 25
Communication, tenth edition. Belmont, Years”. “Schweiz. Z. Soziol./Rev.suisse
California: Thomson Wadsworth. social. (1992) 493-502.
Moustakas, Clark. (1994). Phenomenological Hidayat, Dedy N. Paradigma Dan Metodologi
Research Methods. California : Sage Penelitian. (2002, 20-23 Agustus).
Publication, Inc. Makalah disampaikan pada Pelatihan
Nimmo, Dan. (1989). Komunikasi Politik Riset Komunikasi di Pusat Kajian
Khalayak dan Efek. Bandung: PT Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Remaja Rosda Karya. Politik- Universitas Indonesia Depok.

101
Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2, Desember 2014: 89-102

Internet:
Komisi Pemilihan Umum. (2014). Daftar
Pemilihan Tetap. Tersedia dalam
http://www.kpu.go.id, diakses tanggal
27 Januari 2014.

102

You might also like