You are on page 1of 13

ANALISIS MORFOMETRI DAN MORFOSTRUKTUR LERENG KEJADIAN

LONGSOR DI KECAMATAN BANJARMANGU


KABUPATEN BANJARNEGARA

Kuswaji Dwi Priyono dan Priyono


Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Pabelan Kartasura Tromol Pos I Surakarta 57102, Telp. (0271) 717417
Psw. 151-153, Fax. (0271) 7155448
E-mail: kuswaji@yahoo.com, drspriyono@yahoo.com

ABSTRACT
The aims of this research are: (a) to study and classify the landslide hazard level, and (b) to analysis
morphometry and morphostructure slope at occurrence slides in the research area. The sampling method applied in this
research was stratified sampling , landform units were applied as strata. The sample within strata was determined
according the landslide hazard based factor that caused landslides. Analysed of morphometry and morphostructure
conducted in described of landform units. The landslide location was mapped by determining landslide point with Global
Position System (GPS), and morphometry slope analysis in three images with Digital Elevation Model (DEM)
analysis. The results showed that the degree of landslide hazard in the research area could be classified into 9 units
landform with 5 landslide hazard level, from very low until very high. At very high landslide hazard existed occurrence
landslides at most, whereas at very low landslide hazard existed occurrence at least. From slope morphometry aspect,
the point of the most landslide case is in mountain midle slope (11), lower slope (9), and upper slope (5). Flows type, soil
fall, and rockfall all happen in lower slope. Landslide types almost (80%) happen in lower slope, whereas slump type
happen in upper, middle, and lower slope. From slope form aspect, 70% landslide cases happen in concave slope position
and slope classes 3-5 (>9%). From morphostructure aspect, the research area hasn’t difference because of weathering
level and litology structure condition which is relatively similar. Concave and aslant slope condition become the concentration
point of surface flow water and under surface which are predicted be the most influence factor that cause landslide.

Keyword: landslide hazard, morphometry, morphostructure

PENDAHULUAN pertanian seluas lebih 4 ha, serta kerusakan


sekitar 55% dari 185 rumah yang dihuni
Bencana longsor tanah merupakan 665 jiwa. Lokasi longsor tersebut terletak
salah satu jenis bencana alam yang banyak di daerah pegunungan vulkanik, yaitu
menimbulkan korban jiwa dan kerugian Gunung Pawinihan dengan ketinggian
material yang sangat besar, seperti: rusaknya 1.240 m dpal yang termasuk wilayah Pegu-
lahan pertanian, kawasan permukiman, nungan Serayu Utara. Gunung Pawinihan
jalan, jembatan, irigasi, dan prasarana fisik merupakan batuan gunungapi Kuarter
lainnya. Bencana longsor tanah yang terjadi dengan batuan andesit hiperten-augit yang
pada 4 Januari 2006 di Dusun Gunungraja, mengandung hornblende dan basal olivine
Desa Sijeruk, Kecamatan Banjarmangu, serta aliran lava dan breksi piroklastik
Kabupaten Banjarnegara telah menelan dengan tingkat pelapukan yang tinggi. La-
korban lebih 100 jiwa dan kerusakan lahan pisan batuan ini mengandung batulem-

72 Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 72 - 84


pung, konglomerat, serta tuff dasit yang METODE PENELITIAN
menjadi pemicu longsoran di samping
curah hujan tahunan yang tinggi (3.191 Penelitian ini diawali dengan peme-
mm/th) dan kemiringan lereng 30º-45º. taan bentuklahan berdasarkan analisis
morfologi/relief, litologi/struktur batuan,
Potensi kejadian longsoran di kawa- dan proses geomorfologi melalui interpretasi
san pegunungan di Kabupaten Banjar- citra landsat dibantu peta rupabumi dan
negara sangat besar yang memungkinkan peta geologi. Dilanjutkan pengambilan dan
terjadi dari tahun ke tahun. Potensi kejadian pengamatan sampel di lapangan untuk
tersebut telah banyak dilakukan penelitian memperoleh data karakteristik lahan. Peni-
dan dipublikasikan bahwa Kecamatan Ban- laian tingkat kerawanan longsor dengan
jarmangu termasuk dalam 14 kecamatan di skoring seperti yang telah dilakukan oleh
Kabupaten Banjarnegara yang potensial Sunarto Goenadi, dkk (2003) dengan peru-
terjadinya bencana longsoran. Penelitian bahan yang telah dilakukan peneliti pada
terdahulu menunjukkan analisis yang sama penelitian sebelumnya (2006). Lokasi pe-
terhadap faktor-faktor penyebab dan pemi- ngamatan ditentukan berdasarkan peta
cu pada berbagai tipe longsoran yang ber- bentuklahan, kualitas dan karakteristik
beda, belum menjawab pada titik/lokasi lahan yang dikaji dalam penelitian ini disaji-
dimana kejadian longsor pada suatu satuan kan pada Tabel 1. Dalam pembe-rian harkat
pemetaan yang ada akan terjadi. untuk masing-masing parameter diklasi-
fikasikan ke dalam lima klas. Harkat yang
Mengacu pada berbagai konsep dan paling tinggi (5) adalah yang paling besar
hasil kajian penelitian terdahulu, maka per- pengaruhnya terhadap terjadinya longsoran.
tanyaan yang muncul adalah: “Bagaimana- Harkat yang paling rendah (1) adalah yang
kah sebaran kejadian longsoran di daerah paling kecil pengaruhnya terhadap terjadi-
penelitian?; dan bagaimanakah morfometri nya longsoran
dan morfostruktur lereng berpengaruh pada
sebaran kejadian longsoran yang ada?”. Pembobotan disusun atas dasar
Mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, pemahaman faktor penyebab dan faktor
analisis morfometri dan morfostruktur pemicu terjadinya longsoran. Faktor yang
lereng pada kejadian longsor dapat diguna- menyebabkan terjadinya longsoran adalah
kan untuk usaha pencegahan dan penang- gaya gravitasi yang bekerja pada suatu
gulangan bencana. Potensi terjadinya massa tanah dan atau batuan. Di lapangan
longsoran ini dapat diminimalkan dengan besarnya pengaruh gaya gravitasi terhadap
memberdayakan masyarakat untuk menge- massa tanah dan atau batuan ditentukan
nali tipologi lereng yang rawan longsor oleh besarnya sudut lereng. Oleh karena itu
tanah, gejala awal lereng akan bergerak, dalam penilaian tingkat kerawanan longsor,
serta upaya antisipasi dini yang harus faktor lereng diberikan bobot yang paling
dilakukan. Sistem peringatan dini yang tinggi (bobot 10) dibandingkan faktor-
efektif sebaiknya dibuat berdasarkan faktor lain.
prediksi, bilamana dan dimana longsor akan
terjadi juga tindakan-tindakan yang harus Pemberian bobot pada faktor pemi-
dilakukan pada saat bencana datang. cu, yang dalam hal ini dikelompokkan

Analisis Morfometri dan Morfostruktur Lereng ... (Kuswaji Dwi Priyono dan Priyono) 73
Tabel 1. Pengharkatan dan Pembobotan Parameter yang
Mempengaruhi Longsoran

Harkat x Bobot x
Bobot Konstanta B * K Harkat
No Jenis Faktor Parameter Konstanta
(B) (K)
Min Maks Min Maks
1 Faktor Penyebab Kemiringan Lereng 10 1 10 1 5 10 50
2 Faktor Pemicu Hujan 8 0,7 5,6 1 5 5,6 28
3 (Dinamik) Penggunaan Lahan 8 0,3 2,4 1 5 2,4 12
4 Pelapukan Batuan 6 0,7 4,2 1 5 4,2 21
5 Faktor Pemicu Kedalaman Tanah 6 0,15 0,9 1 5 0,9 4,5
6 (Statis) Struktur Perlapisan 6 0,09 0,54 1 5 0,54 2,7
7 Tekstur 6 0,06 0,36 1 5 0,36 1,8
24 120

Sumber : Sunarto Goenadi, dkk. (2003) dengan perubahan Kuswaji (2006)

menjadi 2 yaitu faktor yang bersifat statik (5). Akhirnya tingkat bahaya longsor tanah
dan faktor yang bersifat dinamik. Faktor selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan
yang dinamik diberi bobot yang lebih tinggi total harkat dari parameter penyebab dan
dikarenakan kejadian longsoran selalu pemicu longsor tanah. Adapun total klasi-
dipicu oleh adanya perubahan gaya/energi fikasi Kelas Bahaya Longsor Tanah disaji-
akibat perubahan faktor yang bersifat kan pada Tabel 2.
dinamik. Termasuk di dalam kategori faktor
yang dinamik ini adalah hujan dan peng- Langkah selanjutnya adalah menga-
gunaan lahan. Faktor hujan mempunyai nalisis kejadian longsor secara deskriptif
bobot yang lebih tinggi (5,6) dibandingkan pada bagian-bagian lereng dengan bantuan
dengan penggunaan lahan dikarenakan analisis DEM (digital elevation modelling)
hujan (2,4) dapat mempengaruhi peru- untuk memperoleh gambaran tiga dimensi
bahan besar beban massa batuan dan atau sehingga secara jelas kita dapat mengkaji
tanah secara relatif lebih cepat/dramatik mekanisme proses longsoran pada suatu
dibandingkan dengan penggunaan lahan. penggal lereng. Posisi lereng dan bentuk le-
reng seperti apa kejadian longsor itu terjadi,
Dalam penelitian ini, kemiringan demikian pula analisis terhadap morfo-
lereng datar/landai (harkat 1) hingga terjal/ struktur lerengnya. Dengan mengetahui
sangat terjal (harkat 5); penggunaan lahan pola kejadian yang ada, diharapkan dapat
di dasar lembah (1) hingga sawah (5); memprediksi adanya pengulangan kejadian
tingkat pelapukan dari ringan (1) hingga longsor dengan tipe dan kondisi lereng yang
sempurna (5); kedalaman tanah dari sangat sama mendatang. Sasaran penelitian dasar
tipis (1) hingga sangat tebal (5); kelas ini adalah pengembangan konsepsi dasar
struktur tanah dari horisontal (1) hingga geomorfologi analitik untuk kajian terjadi-
miring pada perlapisan lunak (5 ); dan kelas nya longsoran.
tekstur tanah dari geluh (1) hingga lempung

74 Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 72 - 84


Tabel 2. Tingkat Bahaya Longsor Tanah
No Tingkat Bahaya Longsor Skor Total
1 Sangat Rendah 24 – 43,2
2 Rendah >43,2 – 62,4
3 Sedang >62,4 – 81,6
4 Tinggi >81,6 – 100,8
5 Sangat Tinggi >100,8 – 120
Sumber : hasil analisis

HASIL DAN PEMBAHASAN Daerah penelitian didominasi oleh


lereng miring hingga sangat curam dengan
Secara geografis letak daerah kemiringan lereng >15% dengan luas
0
penelitian ini adalah 109 38’10" BT – 40.309 ha atau sebesar 77,52% dari kese-
0 0
109 43’30" BT dan 07 17’00" LS dan luruhan luas daerah penelitian. Daerah
0
07 23’50" LS. Berdasarkan data curah dengan morfologi datar hingga landai
hujan daerah penelitian memiliki hujan dengan kemiringan lereng lebih besar 0-3%
tahunan sebesar 3631,9 mm/th dengan dan >3 – 8% hanya terdapat seluas 11.687
curah hujan bulanan rerata minimum ha atau sebesar 22,48% dari keseluruhan
sebesar 58,7 mm yang terjadi pada bulan luas daerah penelitian. Titik tertinggi sebe-
Agustus dan curah hujan bulanan rerata sar 1.244 m dpal terdapat pada bagian
maksimum sebesar 514,9 mm terjadi pada tengah daerah penelitian yang merupakan
bulan Nopember, mempunyai 9 bulan puncak Gunung Pawinihan, dan titik teren-
basah, 2 bulan lembab, dan 1 bulan kering. dah sebesar 271 m dpal yang terdapat di
Daerah penelitian mempunyai nilai Q sisi selatan yang berbatasan dengan Sungai
sebesar 0,111 atau bertipe A (sangat basah). Serayu.
Hal tersebut juga ditunjukkan bahwa di
daerah penelitian rerata terjadi 16,42 hari Mengacu pendapat Bemmelen (1949
hujan dalam satu bulan dengan curah hujan dalam Imam Hardjono,1997), daerah
maksimum rerata sebesar 74,51 mm. penelitian secara keseluruhan terletak pada
Kejadian hari hujan tertinggi terjadi pada zone pegunungan Serayu Utara bagian
bulan Nopember hingga Januari (20,2 hari) tengah, dicirikan struktur lipatan, patahan,
dengan curah hujan maksimum setiap kali dan volkanisme disertai proses penurunan
kejadian hujan tertinggi pula (94,1 mm), pada zaman Miosen. Akibatnya, terbentuk
sehingga pada bulan Januari kemungkinan beberapa Formasi batuan berlapis seperti
terjadi longsor tanah sangat besar setelah 2 Formasi Merawu, Bodas, Ligung, dan Jem-
bulan sebelumnya terjadi curah hujan bangan. Lebih lanjut Bemmelen menyata-
dengan intensitas yang tinggi dengan kan bahwa pembentukan Formasi Bodas
kejadian hujan yang hampir tiap hari terjadi. diawali diendapkannya lapisan batugam-
Adapun temperatur di daerah penelitian ping basal pada cekungan sedimentasi yang
dengan ketinggian 271 – 1244 m dpal menurun secara cepat “selaras” dengan
mempunyai suhu rerata 23°C. terjadinya pengangkatan Pegunungan

Analisis Morfometri dan Morfostruktur Lereng ... (Kuswaji Dwi Priyono dan Priyono) 75
Serayu Selatan. Setelah pengendapan ba- soran. Proses pelapukan yang terjadi cukup
gian atas berakhir, diperkirakan akibat intensif terutama pelapukan mekanis yang
adanya tenaga endogen terjadi lagi fase menghasilkan bahan induk tanah. Proses
tektonik Plio-Pleistosen yang ditandai pelapukan yang terjadi banyak ditemukan
dengan pengangkatan, perlipatan, dan per- pada batuan lava andesit dan breksi gunung-
sesaran disertai aktifitas volkanisme yang api yang tersingkap. Pelapukan tersebut
berulang-ulang. Sejarah geologi tersebut mengakibatkan pengelupasan mengulit ba-
diperlukan dalam menganalisis pentingnya wang yang disebut sebagai sphereodal weath-
pengetahuan morfostruktur batuan pada ering. Keberadaan kekar-kekar minor yang
suatu lereng terhadap kejadian bencana banyak terdapat pada batuan andesit de-
longsor di daerah penelitian. ngan arah tidak beraturan mengakibatkan
batuan mudah lapuk dan fragmen batuan
Selanjutnya karakteristik litologi mudah lepas dari semen pengikatnya. Dari
daerah penelitian akan berdampak terha- hasil aktivitas proses tersebut, bentuklahan
dap proses pelapukan yang ada. Perbedaan secara rinci disajikan pada Tabel 3.
kondisi litologi merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan perbedaan ting- Ada tiga macam tanah yang ada di
kat perkembangan lembah, baik pola daerah penelitian, yaitu Tropudalf (Lato-
lembah maupun kerapatan lembah. Daerah sol Coklat), Eutropept (Latosol Coklat
yang memiliki batuan resisten akan memi- Kekelabuan), dan Troporthent (Litosol).
liki kecenderungan proses denudasional Jenis tanah tersebut berkembang dari
yang rendah, sehingga perkembangan batuan induk tuf dan breksi andesitis, sifat
lembah dan proses longsoran juga rendah. tanah umumnya mempunyai tekstur geluh
Litologi daerah penelitian didominasi lava lempungan, struktur remah-gumpal, konsis-
andesit, batuan klastika gunungapi, dan tensi gembur hingga sangat gembur, pH
breksi volkanik. Batuan tersebut mempu- 5,5- 6,0, permeabilitas bervariasi dari
nyai tingkat pelapukan yang tinggi dengan sangat lambat hingga cepat, kepekaan erosi
struktur perlapisan yang sejajar arah kemi- tinggi, kandungan bahan organik relatif
ringan lereng sehingga memungkinkan tinggi, dan kedalaman efektif tipis hingga
sekali lereng daerah penelitian rawan terjadi relatif tebal (24-120 cm). Berdasarkan
longsor tanah. sebaran penggunaan lahan didominasi oleh
tegalan seluas 2.323,69 (56,34%) sehingga
Kondisi geomorfologi daerah pene- berisiko terhadap keberadaan longsoran
litian dipengaruhi aktivitas volkanik sehing- yang terjadi. Kondisi kependudukan di dae-
ga secara geomorfologis termasuk ben- rah penelitian bahwa penduduk Kecamatan
tukan asal volkan. Pada beberapa tempat Banjarmangu 54,6% bekerja pada sektor
terdapat struktur sesar yang telah terde- pertanian. Keadaan tersebut menghendaki
nudasi. Proses denudasi yang terjadi di dae- pentingnya pendampingan oleh pemerintah
rah penelitian terutama disebabkan oleh daerah kepada penduduk dalam usaha
kondisi iklim setempat baik input hujan pertanian yang konservatif.
maupun fluktuasi temperatur, kerja air dan
gaya gravitasi. Beberapa proses eksogen Hasil pengharkatan dari 7 parameter
yang terjadi di daerah penelitian antara lain yang mempengaruhi longsoran sebagai-
adalah proses pelapukan, erosi dan long- mana telah terdeskripsikan di atas dan

76 Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 72 - 84


Tabel 3. Bentuklahan Daerah Penelitian
Simbol Luas Prosentase
No. Nama Bentuklahan
Bentuklahan (ha) Luas
1. V8.SR Dataran fluvial gunungapi tertoreh sangat ringan 686,71 16,65
2. V13.R Dataran gunungapi tertoreh ringan 314,69 7,63
3. V19.B Lereng pegunungan gunungapi tertoreh berat 894,17 21,68
4. V19.S Lereng pegunungan gunungapi tertoreh sedang 1.355,28 32,86
5. V19.R Lereng pegunungan gunungapi tertoreh ringan 163,74 3,97
6. V21.B Pegunungan sumbat gunungapi tertoreh berat 153,84 3,73
7. V24.SB Pegunungan intrusi dike tertoreh sangat berat 317,99 7,71
8. V24.B Pegunungan intrusi dike tertoreh berat 207,05 5,02
9. V24.S Pegunungan intrusi dike tertoreh sedang 30,93 0,75
Total Luas 4.124,40 100 %
Sumber : hasil analisis peta bentuklahan, 2007

sesuai metode penelitian yang digunakan sementara kedalaman tanah dengan harkat
disajikan pada Tabel 4. berikut. Selanjutnya 3 juga menunjukkan tingkat bahaya longsor
tingkat bahaya longsor tanah daerah pene- yang tinggi.
litian disajikan dalam Tabel 5. dan disajikan
dalam Peta tingkat bahaya longsor tanah Dari 9 satuan bentuklahan di atas
berikut. Sementara deskripsi lokasi kejadian ternyata ada 26 kejadian longsor yang bisa
longsor disajikan dalam Lampiran pene- teridentifikasi dari hasil wawancara pen-
litian ini. duduk dan survei lapangan. Hasil penga-
matan lapangan pada setiap lokasi long-
Dari analisis Tabel 4 dan Tabel 5 soran, ternyata faktor-faktor yang menye-
berikut menunjukkan bahwa semakin besar babkan suatu longsoran di setiap bentuk-
harkat kemiringan lereng, pelapukan lahan adalah bersifat khas dan tidak sama
batuan, struktur perlapisan batuan, dan faktor pemicunya walaupun tipe longsoran-
tekstur tanah menunjukkan tingkat bahaya nya sama. Generalisasi atas faktor penye-
longsor tanah yang semakin tinggi pula. bab, pengaruh, dan pemicu suatu longsoran
Penggunaan lahan dengan harkat lebih tidak sepenuhnya dapat tepat menggam-
besar belum tentu menyebabkan tingkat barkan persebaran longsor yang senyatanya.
bahaya longsor tanah yang tinggi, hal itu Analisis longsoran di daerah penelitian
tampak pada satuan bentuklahan V24.B didasarkan atas pemahaman proses long-
dan V24.SB dengan harkat penggunaan soran yang disebabkan oleh bekerjanya
lahan 3 justru tingkat bahaya longsornya gaya gravitasi pada material batuan dan atau
lebih tinggi dibandingkan pada V21.B tanah yang terletak pada posisi ketinggian
dengan harkat penggunaan lahan 4. Demi- tertentu. Di lapangan, material yang cen-
kian pula pada kedalaman tanah dengan derung mengalami proses pelongsoran
harkat 5 menghasilkan tingkat bahaya long- adalah material yang terletak pada sudut
sor tanah yang tinggi dan sangat tinggi, lereng tertentu. Pengamatan di lapangan

Analisis Morfometri dan Morfostruktur Lereng ... (Kuswaji Dwi Priyono dan Priyono) 77
Tabel 4. Pengharkatan dan Pembobotan Parameter yang
Mempengaruhi Longsor Tanah
Bentuk- Kem. Hujan Pengg. Pel. Struktur Tekstur Kedalaman Total
lahan Lereng Lahan Batuan Perl.batuan Tanah Tanah HarkatX
(10X) (5,6X) (2,4X) (4,2X) (0,54X) (0,36X) (0.9X) Konstanta
V8.SR 1 4 2 1 1 1 1 43,2
V13.R 2 4 2 2 1 2 2 58,66
V19.B 3 4 3 5 3 3 3 86
V19.S 3 4 3 3 3 3 3 77,60
V19.R 4 4 2 2 3 3 3 81,0
V21.B 4 4 4 4 4 4 5 96,9
V24.SB 5 4 3 5 5 4 5 108,24
V24.B 5 4 3 4 5 4 5 104,04
V24.S 4 4 3 2 2 2 2 81,6
Sumber: Analisis data parameter longsor tanah

Tabel 5. Sebaran Kelas-Kelas Bahaya Longsoran di Daerah Penelitan

No Bentuklahan Tingkat Bahaya Luas (ha) % Luas


1. V8.SR Sangat Rendah 686,71 16,65
2. V13.R Rendah 314,69 7,63
3. V19.B Tinggi 894,17 21,68
4. V19.S Sedang 1.355,28 32,86
5. V19.R Sedang 163,74 3,97
6. V21.B Tinggi 153,84 3,73
7. V24.SB Sangat Tinggi 317,99 7,71
8. V24.B Sangat Tinggi 207,04 5,02
9. V24.S Sedang 30,93 0,75
Total Luas : 4.124,40 100.00

Sumber : hasil analisis peta bahaya longsoran tanah

menunjukkan bahwa faktor morfometri batuannya. Batuan yang berlapis miring


lereng dan morfostruktur batuan dan tanah searah dengan arah sudut lereng akan mem-
sangat mempengaruhi apakah suatu daerah punyai tingkat kerawanan yang tinggi.
itu rawan longsor atau tidak. Batuan yang keras dan masih relatif segar
dapat juga menjadi rawan longsor apabila
Faktor batuan yang mempengaruhi dia mempunyai banyak retakan/joint yang
tingkat kerawanan longsor tidak hanya searah dengan arah sudut lereng. Batuan
mencakup jenis dan kekerasan batuan saja, yang keras dan banyak joint tersebut akan
tetapi yang lebih penting adalah struktur menjadi lebih rawan lagi apabila menum-

78 Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 72 - 84


pang di atas batuan lunak yang mempunyai konsentrasi aliran air permukaan dan
sifat kembang kerut. Daerah dengan tanah bawah permukaan yang besar yang diper-
yang tebal dan terletak pada topografi tinggi kirakan menjadi faktor paling menentukan
juga relatif rawan terhadap longsoran kare- terjadinya longsoran.
na daerah ini sangat potensial untuk meng-
alami penambahan beban massa karena Dari analisis tabel hasil pengharkatan
tanah umumnya mempunyai kemampuan terhadap parameter pemicu terjadinya
menyerap air hujan yang relatif tinggi longsoran tanah, menunjukkan bahwa
dibandingkan dengan batuan. Atas dasar semakin besar harkat kemiringan lereng,
pengertian tersebut, maka penilaian kera- solum tanah, tingkat pelapukan batuan,
wanan longsor didasarkan pada penilaian struktur perlapisan batuan, adanya kekar,
atas parameter morfometri lereng dan rembesan air, dan pemotongan lereng
morfostruktur lereng. menunjukkan tingkat bahaya longsor tanah
yang semakin tinggi. Kondisi tekstur tanah,
Kondisi lapisan tanah/batuan pada permeabilitas, drainase, dan penggunaan
lereng-lereng di daerah penelitian umumnya lahan dengan harkat lebih besar belum
berupa tanah residual yang berpermea- tentu tingkat bahaya longsor tanahnya lebih
bilitas relatif tinggi dengan tebal kira-kira tinggi. Dari hasil pengamatan lapangan
3 - 6 m di permukaan dan didasari oleh la- pada setiap lokasi longsoran, faktor-faktor
pisan keras batuan breksi. Bentuk bidang yang menyebabkan suatu longsoran dapat
gelincir setelah longsor termasuk tipe bidang terjadi ternyata bersifat khas dan tidak sama
gelincir datar, dan terjadi pada lokasi di faktor pemicunya walaupun tipe longsoran-
sekitar pertemuan antara lapisan tanah di nya sama, namun frekuensi kejadian
bagian atas dan lapisan tanah keras atau longsoran bertambah dengan bertambahnya
batuan di bagian bawah. kemiringan lereng, solum tanah, tingkat
pelapukan, struktur perlapisan, adanya ke-
Secara morfometri lereng, titik kar dan rembesan, dan pemotongan lereng
kejadian longsor terbanyak pada lereng sehingga model konservasi harus mengacu
tengah pegunungan (11), lereng bawah (9), pada parameter.
dan pada lereng atas (5). Tipe aliran, jatuhan
tanah, dan jatuhan batu semuanya terjadi KESIMPULAN DAN SARAN
pada lereng atas, tipe longsoran dominan
(80%) terjadi pada lereng bawah, sedangkan Daerah penelitian terdapat 9 satuan
tipe nendatan terdapat pada lereng atas, bentuklahan dengan 5 tingkat bahaya long-
tengah dan bawah. Dari aspek bentuk sor tanah. Tingkat bahaya longsor tanah
lereng 70% kejadian longsor terdapat pada sangat rendah terdapat pada satuan bentuk-
posisi lereng yang cekung dan klas lereng 3 lahan Dataran fluvial gunungapi tertoreh
– 5 (>9%). Dari aspek morfostruktur sangat ringan (V8.SR) seluas 686,71 ha
daerah penelitian mempunyai batuan yang (16,65% luas seluruh daerah penelitian).
hampir sama karakteristiknya yakni dicer- Tingkat bahaya longsor tanah rendah
minkan oleh tingkat pelapukan dan kondisi terdapat pada satuan bentuklahan Dataran
struktur batuan yang relatif sama yang gunungapi tertoreh ringan (V13.R) seluas
rawan terjadi bencana longsor. Kondisi 314,69 ha (7,63%). Tingkat bahaya longsor
lereng yang cekung dan miring menjadi titik tanah sedang terdapat pada 3 satuan

Analisis Morfometri dan Morfostruktur Lereng ... (Kuswaji Dwi Priyono dan Priyono) 79
bentuklahan Lereng pegunungan gunungapi karena itu risiko longsoran menjadi
tertoreh sedang (V19.S), Lereng gunungapi meningkat.
tertoreh ringan (V19.R), dan Pegunungan
intrusi dike tertoreh sedang (V24.S) dengan Penguatan sisi-sisi parit erosi agar
luas total 1.549,95 ha (37,58%). Tingkat tidak longsor disarankan untuk daerah-
bahaya longsor tinggi terdapat pada Lereng daerah yang telah teridentifikasi mem-
pegunungan gunungapi tertoreh berat dan punyai tingkat erosi tanah lanjut. Hal ini
Pegunungan sumbat gunungapi tertoreh ditujukan agar tidak terjadi tebing ambrol
berat dengan total 1.048,01 ha (25,41%). yang dapat menyumbat parit dan mem-
Tingkat bahaya longsor sangat tinggi pada bendung aliran yang ada padanya. Pengua-
Pegunungan intrusi dike tertoreh sangat tan dasar parit erosi juga perlu dilakukan
berat dan Pegunungan intrusi dike tertoreh agar parit tidak berkembang menjadi parit
berat seluas 525,04 (12,73%). yang dalam. Pendalaman parit dapat
dipandang sebagai mempertajam lereng di
Kejadian longsor tertinggi terjadi sisi kanan kiri parit yang berarti menambah
pada bentuklahan dengan Tingkat bahaya risiko terjadi longsoran. Pemberian mate-
sangat tinggi yakni sebanyak 13 kejadian, rial kasar berupa batu-batu juga disarankan
selanjutnya pada tingkat bahaya tinggi agar aliran air di dalam parit dapat tetap
sebanyak 8, tingkat bahaya sedang ada 4 mengalir tetapi tidak dengan kecepatan
kejadian, dan tingkat bahaya longsor rendah aliran yang erosif. Metode ini sering dikenal
ada 3 kejadian. Ada 2 satuan bentuklahan dengan gully plug.
yang sama sekali tidak dijumpai kejadian
longsor (V13.R dan V8.SR). Kejadian UCAPAN TERIMAKASIH
longsor terbanyak bertipe longsor (10),
nendatan (8), aliran (5), jatuhan batu (2), Tulisan ini merupakan hasil pene-
dan jatuhan tanah (1). litian dasar yang dilaksanakan atas biaya
Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pen-
Rekomendasi penanganan daerah didikan Nasional No. 156/SP2H/PP/
longsor perlu memperhatikan proses-proses DP2M/2007, tanggal 29 Maret 2007. Teri-
penyebab proses-proses penyebab long- ma kasih disampaikan kepada Rektor UMS
soran. Beberapa kasus longsoran yang ter- cq. Kepada Prof. Dr. Markhamah, M.Hum
jadi di daerah penelitan terjadi di daerah selaku Kepala Lembaga Penelitian dan
yang telah dikonservasi secara baik atas Pengabdian Masyarakat yang telah memberi-
dasar pandangan pengendalian erosi tanah. kan kesempatan kepada penulis untuk mela-
Pemicu pada longsoran pada lahan yang kukan penelitian ini. Terima kasih disampai-
telah dikonservasi dengan baik salah satu- kan kepada Drs.Yuli Priyana, M.Si selaku
nya adalah erosi parit pada saluran pem- Dekan Fakultas Geografi UMS yang telah
buang. Hal lain adalah penambahan beban memberi ijin melakukan penelitian ini, kepa-
massa karena teras dapat juga berfungsi da Mas Rozak atas bantuan analisis citra
sebagai penampung air sehingga tanah Landsat dan sistem informasi geografisnya.
dalam keadaan jenuh. Tanah dan material Terima kasih juga saya ucapkan kepada
tanah yang dalam kondisi jenuh air mem- Imam Mustofa atas bantuan survei lapangan-
punyai berat yang jauh lebih ting gi nya, semoga segera memperoleh pekerjaan
dibandingkan dengan tanah kering, oleh untuk menerapkan ilmu Geografi ini.

80 Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 72 - 84


DAFTAR PUSTAKA

American Planning Association, Landslides Research, http://www.planning.org /landslides/


docs/main.html, 1/26/2006.
Burhanudin, 2006, Longsor Banjarnegara, Faktor Alam atau Kesalahan Manusia?, Harian
Kompas, 11 Januari 2006, Jakarta: Penerbit Gramadia Group.
David, J.Rogers, Recent Developments in Landslide Mitigation Techniques, http://anaheim-
landslide.com/developments.htm., 1/27/2006
Dwikorita Karnawati, 2002, Pengenalan Daerah Rentan Gerakan Tanah dan Upaya
Mitigasinya, Makalah Seminar Nasional Mitigasi Bencana Alam Tanah Longsor, Semarang
11 April 2002, Semarang: Pusat Studi Kebumian Lembaga Penelitian Universitas
Diponegoro.
Goudie, Andrew,S., 1981, Geomorphological Tecniques, London: George Allen & Unwin.
Imam Hardjono, 1997, Penggunaan Foto Udara Pankromatik Hitam Putih Untuk Kajian
Gerakan Massa di Daerah Karangkobar dan Sekitarnya, Banjarnegara, Jawa Tengah,
Tesis- S2, Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM.
Junun Sartohadi dan Rina Purwaningsih, 2004, Korelasi Spasial Antara Tingkat Perkembangan
Tanah dengan Tingkat Kerawanan Gerakan Massa di DAS Kayangan Kabupaten
Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta, Forum Geografi, Vol.18, No.1, 2004.
Hlm.14-31.
Kabul Basah Suryolelono, 2002, Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik,
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Yogyakarta: Fakultas Teknik UGM.
Kuswaji Dwi Priyono, Yuli Priyana, dan Priyono. 2006. “Analisis Tingkat Bahaya Longsor
Lahan di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara”. Forum Geografi, Vol.
20, No. 2, Desember 2006. Hlm. 175-189.
Ritter, Dale F., ad.el., 1995. Geomorphology Process and Landforms. Dubuque IA: Brown
Communication Inc.
Sunarto Goenadi, dkk., 2003, Konservasi Lahan Terpadu Daerah Rawan Bencana Longsoran
di Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Penelitian,
Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM.
Sutikno, dkk., 2001, Pengelolaan Data Spasial Untuk Penyusunan Sistem Informasi
Penanggulangan Tanah Longsor di kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Makalah Seminar Dies Fakultas Geografi UGM ke-38 Tanggal 29 Agustus
2001, Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM
Zuidam, R.A. & Zuidam Cancelado, F.I.,1979, Terrain Analysis and Classification Using Areal
Photographs, A Geomorphologycal Approach, Netherland, Enschede: ITC

Analisis Morfometri dan Morfostruktur Lereng ... (Kuswaji Dwi Priyono dan Priyono) 81
82
Lampiran 1. Deskripsi Morfometri dan Morfostruktur Lereng Lokasi Longsor Daerah Penelitian
Tingkat Tipe Longsor Morfometri Lereng Morfostruktur Lereng
Kode
No. Letak Desa Bentuklahan Bahaya Jatuhan Jatuhan Klas Tingkat Struktur
Peta Longsoran Nendatan Aliran Bentuk Posisi Litologi
Longsor Tanah Batu Lereng Pelapukan Batuan
1 C.1 Sijeruk V24.SB ST √ 5 Lurus LT Qjo SL SJ
2 C.3 Kaliunjar V24.SB ST √ 5 Cekung LT Qjo S SJ
3 C.4 Sijeruk V21.B T √ 4 Lurus LB QTlb SL SJ
4 C.5 Prendengan V.24SB ST √ 5 Cekung LB Qjo S J
5 B.1 Kaliunjar V21.B T √ 5 Cekung LT QTlb SL SJ
6 B.2 Sijeruk V24.B T √ 5 Cekung LT Tpd L J
7 B.3 Sijeruk V24.SB ST √ 5 Lurus LB Qjo SL SJ
8 B.6 Sijeruk V24.SB ST √ 5 Lurus LT Qjo S SJ
9 B.7 Prendengan V24.SB ST √ 5 Cekung LT Qjo S J
10 B.8 Rejosari V19.S S √ 3 Cekung LB QTlb SL J
11 B.9 Paseh V21.B S √ 3 Cekung LA QTlb L SD
12 B.10 Rejosari V19.R S √ 3 Cekung LT QTlb L SD
13 B.11 Sigeblog V19.B T √ 4 Lurus LA Tptd SD SD
14 B.12 Sigeblog V19.B T √ 4 Cekung LA Tptd SD SD
15 B.13 Sigeblog V19.B T √ 4 Cekung LT QTlb L J
16 B.14 Sigeblog V19.B T √ 4 Cekung LB QTlb L J
17 B.15 Sigeblog V19.B T √ 4 Cekung LB QTlb SL SJ
18 B.16 Pekandangan V24.SB ST √ 5 Lurus LT Qjo S J
19 B.17 Sigeblog V24.SB ST √ 3 Cekung LT Qjo S J
20 B.18 Beji V19.S S √ 5 Cekung LA QTlb SL J
21 B.19 Kendaga V24.B S √ 5 Cekung LB Tpd SD SJ
22 B.20 Kendaga V24.B S √ 4 Cekung LA Qjo SL J
23 B.21 Kendaga V24.S T √ 5 Cekung LT Qjo SL J
24 B.22 Kendaga V24.B S √ 5 Lurus LB Qjo S SJ
25 B.23 Kesenet V21.B T √ 5 Lurus LB QTlb SL J
26 B.23 Karangkobar V24.B S √ 5 Cekung LA Qjo SL SJ
Keterangan:
Sumber: Hasil Survei Lapangan, Juli 2007 Tingkat Bahaya Klas Lereng: Posisi Lereng: Litologi: Tingkat Pelapukan: Struktur Batuan:
Longsor:
SR:Sangat Ringan 1: 0-3% LA: Lereng Atas Qjo:Lava andesit,breksi S: Sempurna SJ: Sangat Jelek
R : Ringan 2: 4-8% LT: Lereng Tengah QTlb:Breksi Volkanik SL: Sangat Lanjut J: Jelek
S : Sedang 3: 9-15% LB: Lereng Bawah Tpd:Diorit L: Lanjut SD:Sedang
T : Tinggi 4: 16-30% Tptd:Batupasir tufan SD: Sedang

Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 72 - 84


ST: Sangat Tinggi 5: >30%
Lampiran 2. Peta Tingkat Bahaya Longsor Lahan di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara

Analisis Morfometri dan Morfostruktur Lereng ... (Kuswaji Dwi Priyono dan Priyono)
83
84
Lampiran 3. Peta Kejadian Longsor dan Titik Kejadian yang Diperkirakan di Kecamatan Banjarmangu Kabupaten Banjarnegara

Forum Geografi, Vol. 22, No. 1, Juli 2008: 72 - 84

You might also like