Professional Documents
Culture Documents
193882-ID-karakteristik-pasien-sirosis-hati-di-rsu RSUD Dr. Soedarso Pontianak PDF
193882-ID-karakteristik-pasien-sirosis-hati-di-rsu RSUD Dr. Soedarso Pontianak PDF
ABSTRACT
Method: This descriptive study has conducted by using data from medical
records on patients that fulfilled inclusion criteria in dr. Soedarso general
hospital Pontianak during the periods of January 2008 – December 2010.
At least 184 patients fulfilled these criteria.
1.
Medical School, Faculty of Medicine, Tanjungpura University, A. Yani
Street, Pontianak, West Kalimantan
(aprinando_tambunan@yahoo.com)
2.
Gastroenterolohepatology division, Department of Internal Medicine, dr.
Soedarso General Hospital Pontianak, West Kalimantan
3.
Parasitology Department, Medical School, Faculty of Medicine,
Tanjungpura University, A. Yani Street, Pontianak, West Kalimantan
1
KARAKTERISTIK PASIEN SIROSIS HATI
DI RSUD Dr. SOEDARSO PONTIANAK
PERIODE JANUARI 2008 – DESEMBER 2010
ABSTRAK
1.
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas
Tanjungpura, Jl. Jenderal A. Yani Pontianak, Kalimantan Barat
(aprinando_tambunan@yahoo.com)
2.
Divisi Gastroenterohepatologi, SMF Penyakit Dalam, RSUD dr.
Soedarso Pontianak, Kalimantan Barat
3.
Departemen Parasitologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura, Jl. Jenderal A. Yani Pontianak,
Kalimantan Barat
2
PENDAHULUAN
Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif, ditandai dengan
rusaknya struktur hati dan pembentukan nodulus regeneratif.1 Penyakit ini
sangat meningkat sejak Perang Dunia II, sehingga sirosis hati menjadi
salah satu penyebab kematian yang paling menonjol dan termasuk
sepuluh besar penyebab kematian di Amerika Serikat dan Korea.2-5
Data prevalensi sirosis hati di Indonesia belum banyak. Di Rumah Sakit dr.
Sardjito Yogyakarta, pada tahun 2004 jumlah pasien sirosis hati berkisar
4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam.1 Sedangkan
penelitian di Pontianak oleh Saefulmuluk tahun 1978 dalam buku
Sulaiman dkk, prevalensi sirosis hati sebesar 0,8%.6
Angka kesakitan dan perawatan di rumah sakit yang tinggi dengan angka
kematian yang masih tinggi pula pada pasien sirosis hati dekompensata
sangat erat kaitannya dengan komplikasi yang terjadi, seperti perdarahan
varises esofagus, ensefalopati hepatik, peritonitis bakterial spontan,
sindrom hepatorenal dan transformasi keganasan.9
3
Dalam terapi sirosis hati dibutuhkan penentuan prognosis dengan
sejumlah perangkat prognostik untuk menentukan berat ringannya
penyakit dan juga dapat menentukan prioritas pasien yang akan menjalani
terapi intervensi. Salah satu perangkat prognostik yang sering dipakai
adalah Child-Turcotte-Pugh.11
METODE PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan pada bulan September
sampai dengan Desember 2011 di bagian rawat inap RSUD dr. Soedarso
Pontianak.
Subjek penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosis sirosis hati
dekompensata yaitu stadium III dan IV dari sirosis hati menurut
International Consensus Workshop of Baveno IV. Stadium III ditandai
asites dengan atau tanpa varises dan stadium IV yaitu perdarahan saluran
cerna bagian atas dengan atau tanpa asites.6,12 Subjek dipilih dengan
teknik non probability sampling dengan cara consecutive sampling yaitu
semua subjek yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam
penelitian.13 Pengumpulan data dilakukan dengan pendekatan cross
4
sectional berupa data sekunder dari unit rekam medis. Analisa data
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yaitu untuk mengetahui
karakteristik pasien selama periode penelitian. Teknik analisa data yang
digunakan adalah analisis univariat untuk menampilkan gambaran
karakteristik variabel-variabel yang diteliti dengan menghitung frekuensi
masing-masing subjek penelitian dengan tabel distribusi frekuensi. Data
kemudian akan disajikan dalam bentuk tabular dan grafikal.
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia, namun
dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia,
5
berdasarkan diagnosis klinis saja, prevalensi sirosis hati yang dirawat di
bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6-8,4% di Jawa dan
Sumatera, sedang di Kalimantan dan Sulawesi dibawah 1%. Secara
keseluruhan rata-rata jumlah pasien sirosis hati sebesar 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari
seluruh pasien penyakit hati dan saluran empedu yang dirawat.6
Kekerapan penyakit sirosis hati di seluruh rumah sakit di Indonesia
membuat sirosis hati merupakan perawatan utama, kedua sampai kelima
di rumah sakit.1
6
Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Juliana dan Wibawa14 dan
juga penelitian-penelitian di luar negeri umumnya mendapatkan prevalensi
sirosis hati lebih banyak terjadi pada laki-laki.10,15
Kecenderungan ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Laki-laki
lebih banyak menderita sirosis hati kemungkinan karena mereka lebih
sering terpapar dengan sejumlah agen penyebab sirosis hati, seperti virus
hepatitis dan alkohol.9,15 Selain itu juga dapat dikarenakan minimnya
penggunaan sumber-sumber layanan kesehatan oleh kaum wanita
sehingga mereka yang menderita sirosis hati kurang terdeteksi dan tidak
terlaporkan.15
60 57
52
50 48
40
30
19
20
10 8
0
< 30 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-59 tahun > 59 tahun
7
Penderita sirosis hati semakin banyak dijumpai seiring dengan
bertambahnya usia. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa sebagian
besar pasien didiagnosis menderita sirosis hati pada dekade keempat dan
kelima (59,3%) dengan rerata usia 51,5 tahun dan median 51 tahun. Hal
ini sesuai dengan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya,
seperti di RSUP dr. Kariadi Semarang,9 RSUP Sanglah Denpasar,14 dan
di Saidu Teaching Hospital, Pakistan.10
Sirosis hati adalah penyakit hati kronis atau menahun. Progresi dari
kerusakan sel hati menuju sirosis dapat muncul dalam beberapa minggu
sampai dengan bertahun-tahun. Peneliti-peneliti memperkirakan 15-20%
pasien dengan hepatitis B kronik akan mengalami sirosis setelah 20-30
tahun.1 Pasien dengan hepatitis C dapat mengalami hepatitis kronik
selama 40 tahun sebelum akhirnya menjadi sirosis.6,16 Oleh karena itu,
infeksi virus yang terjadi di masa muda dapat menunjukkan manifestasi
sebagai sirosis hati pada dekade yang lebih lanjut.
8
menjadi berkurang. Selain itu juga, meningkatnya program skrining
terhadap donor darah menunjukkan angka pravalensi hepatitis C yang
cukup tinggi berkisar 0,5-14%.15 Hal ini berbeda dengan kondisi di
Indonesia dimana vaksinasi terhadap hepatitis B masih belum optimal.
Berdasarkan laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, angka imunisasi hepatitis B pada anak usia 12 – 23 bulan adalah
yang paling rendah dari semua jenis imunisasi dasar yaitu sebesar
62,8%.17
80
80
70
60
50 46
40 33
30
20 15
10
10 5 5
1
0
Hep B Hep C Hep B + Alkohol DM Kardiak Non B- Tidak
C Sirosis Non C diketahui
Sebanyak 33 kasus sirosis hati dengan HBsAg dan anti HCV negatif, tidak
menyingkirkan bahwa mereka tidak menderita sirosis hati terkait hepatitis.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dengan seromarker yang
lain, misalnya DNA HBV atau RNA HCV. Sebesar 30% - 50% penderita
sirosis hati dengan HBsAg negatif ditemukan DNA HBV pada serum dan
9
hati.18 Hal ini dapat menurunkan prevalensi sirosis hati yang berasosiasi
dengan virus hepatitis di daerah endemis, seperti di Kalimantan Barat.17
Akan tetapi pemeriksaan ini sangat mahal sehingga memang cukup sulit
untuk dilakukan.
10
Jenis komplikasi tersering pasien sirosis hati dekompensata pada
penelitian ini adalah perdarahan saluran makanan bagian atas sebanyak
92 kasus. Diikuti dengan ensefalopati hepatik sebanyak 33 kasus.
Komplikasi lain seperti karsinoma hepatoselular, peritonitis bakterial
spontan, dan sindrom hepatorenal jarang dijumpai. Komplikasi penderita
sirosis hati dekompensata dapat dilihat pada tabel 1.
11
manifestasi klinik yang lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
gagal hati dan hipertensi porta yang menyebabkan pasien dibawa ke
rumah sakit.19
Tiga puluh sampai tujuh puluh persen penderita sirosis hati dekompensata
dengan hipertensi portal mengalami perdarahan varises esofagus dan 10-
15% akan terbentuk varises tiap tahun.19 Komplikasi ini merupakan
keadaan kedaruratan medik karena penderita bisa mengalami kematian
akibat syok hemoragik.20 Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan yang
lebih dini untuk melihat apakah sudah terbentuk varises esofagus pada
penderita sirosis hati. Pemeriksaan standar baku yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis varises esofagus adalah endoskopi.21
12
penelitian oleh Mahsud dkk15 di Pakistan, komplikasi KHS pada pasien
sirosis hati sebesar 11,8%.
13
dkk15 melaporkan insiden SHR mencapai 11,30%. Penatalaksanaan SHR
masih belum memuaskan walaupun ada sebagian kecil pasien yang
berhasil selamat. Masih banyak kegagalan dalam penanganan sehingga
menimbulkan kematian. Prognosis pasien dengan penyakit ini buruk.28
Dilaporkan angka mortalitasnya adalah lebih besar dari 95% dengan
survival rata-rata kurang dari 2 minggu.29
14
Tabel 2 Kriteria Child-Turcotte pada pasien sirosis hati dekompensata di
RSUD dr. Soedarso Pontianak periode Januari 2008 –
Desember 2010
1 A 6 3,3
2 B 69 37,5
3 C 98 53,3
4 Tidak dapat dinilai 11 5,9
Ini berarti bahwa penderita sirosis hati yang datang berobat sebagian
besar dengan derajat penyakit sedang dan berat dimana tanda-tanda
dekompensasi umumnya terjadi. Sebagaimana dijelaskan dalam
kepustakaan bahwa sirosis hati sering merupakan silent disease dimana
sebagian besar penderita tetap asimtomatis hingga munculnya tanda-
tanda dekompensasi.14 Tanda-tanda dekompensasi ini lebih banyak
muncul pada penderita sirosis hati dengan derajat penyakit sedang dan
berat.31 Penderita sering datang ke dokter karena keluhan muntah darah,
asites, atau ikterus.
15
KESIMPULAN
1. Proporsi pasien sirosis hati dekompensata sebesar 21,37% dari
seluruh pasien dengan penyakit hati dan saluran empedu yang dirawat
di RSUD dr. Soedarso Pontianak.
2. Proporsi pasien sirosis hati dekompensata yang meninggal dunia di
RSUD dr. Soedarso Pontianak sebesar 18,48%.
3. Pasien sirosis hati dekompensata lebih banyak diderita pada jenis
kelamin laki-laki daripada perempuan.
4. Pasien sirosis hati dekompensata lebih banyak terjadi pada kelompok
usia 50-59 tahun.
5. Hepatitis B adalah penyebab tersering kasus sirosis hati
dekompensata pada pasien yang menderita sirosis hati di RSUD dr.
Soedarso Pontianak.
6. Sebagian besar pasien sirosis hati dekompensata yang dirawat di
RSUD dr. Soedarso Pontianak memiliki komplikasi dengan komplikasi
tersering adalah perdarahan saluran makanan bagian atas.
7. Sebagian besar pasien sirosis hati dekompensata yang dirawat di
RSUD dr. Soedarso Pontianak tergolong dalam kriteria Child-Turcotte
C.
SARAN
1. Pemeriksaan serologi virus hepatitis sebaiknya menjadi pemeriksaan
rutin di RSUD dr. Soedarso Pontianak untuk mencari riwayat hepatitis
B dan C sebagai penyebab dari sirosis hati.
2. Upaya pencegahan terhadap penyakit primer terutama hepatitis B
perlu dilakukan dan ditingkatkan, seperti melakukan skrining dan
vaksinasi terhadap kelompok resiko tinggi sehingga dapat mengurangi
resiko mengalami sirosis hati.
3. Pengelolaan dan penanganan yang baik pasien hepatitis sejak awal
infeksi sangat penting untuk mencegah berlanjutnya penyakit menjadi
sirosis hati.
16
4. Upaya pencegahan terhadap terjadinya komplikasi hendaknya
ditingkatkan.
5. Komplikasi yang timbul perlu mendapat perhatian yang serius dan
penanganan yang lebih baik lagi, mengingat angka kematian penderita
sirosis hati akibat komplikasi cukup tinggi.
6. Pemeriksaan laboratorium seperti bilirubin, albumin, prothrombine time
dan kreatinin juga sebaiknya rutin dilakukan pada kasus sirosis hati
agar prognosis penderita dapat ditegakkan.
7. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan rancangan penelitian
yang berbeda, dengan jumlah sampel dan variabel tertentu yang
bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antar variabel, yang
diutamakan menggunakan data primer sehingga kejadian sirosis hati,
komplikasi dan angka kematiannya dapat ditekan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbitan IPD
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p 427-453.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Volume I. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005. p 485-501.
3. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi. Volume II. Edisi
ke-7. Jakarta: EGC; 2007. p 666-678;684-689.
4. Bosetti C, Levi F, Lucchini F, Zatonski WA, Negri E, Vecchia CL.
Worldwide mortality from cirrhosis: An update to 2002. J of Hep
2007;46:827–839.
5. Jang JW. Current status of liver diseases in Korea: liver cirrhosis.
Korean J Hepatol 2009;15:40-49.
6. Sulaiman A, Akbar N, Lesmana LA, Noer MS. Buku ajar ilmu penyakit
hati. Edisi ke-1. Jakarta: JB; 2007. p 335-339.
7. Heidelbaugh JJ, Bruderly M. Cirrhosis and chronic liver failure: part I.
diagnosis and evaluation. Am Fam Physician 2006;74:756-762.
8. Khan H, Zarif M. Risk factors, complications and prognosis of cirrhosis
in a tertiary care hospital of Peshawar. Hep Mon 2006;6(1):7-10.
9. Karina, Faktor risiko kematian penderita sirosis hati di RSUP dr.
Kariadi Semarang tahun 2002 – 2006. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2007.
10. Khan P, Ahmad A, Muhammad N, Khan TM, Ahmad B. Screening of
110 cirrhotic patients for hepatitis B And C at saidu teaching hospital
Saidu Sharif Swat. J Ayub Med Coll Abbottabad 2009;21(1):119-121.
17
11. Doubatty AC. Perbandingan validitas skor mayo end stage liver
disease dan skor child-pugh dalam memprediksi ketahanan hidup 12
minggu pada pasien sirosis hepatis. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2009.
12. Gunnarsdóttir SA. Liver cirrhosis – epidemiological and clinical
aspects. 1st ed. Sweden: Department of internal medicine the
Sahlgrenska Academy at Göteborg University; 2008. p 11-12;34.
13. Saryono. Metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia
Press; 2009.
14. Juliana IM, Wibawa IDN. Korelasi antara derajat penyakit sirosis hati
berdasarkan klasifikasi child-turcotte-pugh dengan konsentrasi
trombopoietin serum. J Peny Dalam 2008;9(1):23-35.
15. Mahsud I, Din RU, Khan H, Shah H. Hepatitis C: a leading cause of
cirrhosis in patients presenting at Dhq Teaching Hospital D.I. Khan.
Biomedica 2007;23:1-7.
16. Beckingham IJ. ABC of liver, pancreas, and gall bladder. 1st ed.
London: BMJ Publishing Group; 2001. p 12-22;44.
17. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil riset kesahatan dasar
(Riskesdas) nasional tahun 2007. Jakarta; 2008. p 66;107-108.
18. Hasan I. Epidemiology of hepatitis B. Acta Med Indones-Indones J
Intern Med 2005;37(4):231-234.
19. Mariadi IK, Wibawa IDN. Hubungan antara interleukin-6 dan c-reactive
protein pada sirosis hati dengan perdarahan saluran makanan bagian
atas. J Peny Dalam 2008;9(3):194-202.
20. Shibli AB, Tachauer A, Mohanty SR. Outpatient management of
cirrhosis. Med Journal 2006;99(6):559-560.
21. Prihartini J, Lesmana LA, Manan C, Gani RA. Detection of esophageal
varices in liver cirrhosis using non-invasive parameters. Acta Med
Indones-Indones J Intern Med 2005;37:126-131.
22. Djannah D. Hubungan antara derajat sirosis hati dengan derajat
abnormalitas elektroensefalografi. Semarang: Universitas Diponegoro /
RSUP dr. Kariadi; 2003.
23. Tansif YO, Hebert MF. Komplikasi penyakit hati stadium akhir (end
stage liver disease); 2011. p 1-28.
24. Anonim. Kanker hati, Medan: Fakultas kedokteran bagian ilmu penyakit
dalam Universitas Sumatera Utara digital library; 2006.
25. Singgih B, Datau EA. Hepatoma dan sindrom hepatorenal. CDK
2006;150:18-21.
26. Hidayat H. Perbedaan profil klinik karsinoma hepatoseluler yang
terinfeksi kronik virus hepatitis B dengan virus hepatitis C. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2007.
27. Gayatri AAY, Suryadharma IGA, Purwadi N, Wibawa IDN. The
relationship between a model of end stage liver disease score (meld
score) and the occurrence of spontaneous bacterial peritonitis in liver
18
cirrhotic patients. Acta Med Indones-Indones J Intern Med 2006;39:75-
78.
28. Wolf DC. Cirrhosis. Department of medicine, New York Medical
College; 2010. Available from: http://www.emedicine.com. Dikunjungi
tanggal 20 Desember 2011.
29. Gani A. Sindrom hepatorenal. CDK 2006;150:15-17.
30. Sutadi SM. Sindroma hepatorenal. Medan: Fakultas kedokteran bagian
ilmu penyakit dalam Universitas Sumatera Utara digital library; 2003.
31. Heidelbaugh JJ, Sherbondy M. Cirrhosis and chronic liver failure: part
II. complications and treatment. Am Fam Physician 2006;74:765-774.
32. Setiawati M. Perbandingan validitas maddrey’s discriminant function
dan skor child-pugh dalam memprediksi ketahanan hidup 12 minggu
pada pasien dengan sirosis hepatis. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2009.
33. Durand F, Valla D. Assessment of the prognosis of cirrhosis: child-
pugh versus meld. J of Hep 2005;42:100-107.
19