Strategi Mencapai Hubungan Industrial Yang Harmonis

You might also like

You are on page 1of 42

Mata Kuliah Manajemen SDM, Kelas Karyawan S1 Unsada, 23 Desember 2017

Dipresentasikan oleh Yunus Triyonggo, PhD., CAHRI.


Indonesia HR Profession
Competency Model

MSDM

Yunus Triyonggo, 2014


(PMSM Indonesia)
Source: SK Menakertrans No. 307 Tahun 2014
People
Konseling dan
Pengenaan Sistem
sanksi Komunikasi
disipliner

Penanggulangan Perubahan &


stress Pengembangan
Organisasi

Motivasi &
Kepuasan Peningkatan
mutu hidup
Kerja
para karyawan

(Siagian, 2009)
 Hubungan industrial merupakan hubungan formal yang
terdapat antara kelompok manajemen dan kelompok
pekerja yang terdapat dalam suatu organisasi (Sondang
Siagian 2009:328)
“ Industrial relations deal with either the relationships between the state and
employers’ and the workers’ organization and the relation between the
occupational organizations themselves.”
International Labor Organization (ILO)

 Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku


dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan
pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari
keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang
tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan
nasional Indonesia.
Industrial Relations encompasses ‘the
processes of regulation and control over
workplace relations, the organisation of
tasks, and the relations between employers
and their representatives, and employees
and their representatives, and is the sum of
economic, social and political interactions in
workplaces where employees provide
manual and mental labour in exchange for
rewards allotted by employers, as well as
the institutions established for the purpose
of governing workplace relations’ (Gospel &
Palmer, 1993, p.2).
Approaches to organisations

Unitary Pluralistic Marxist

Authoritarian Co-operation Evolution

Conflict
Paternalism Revolution
Approaches to industrial relations

Input Conversion Output


Institutions
Conflict Regulation
and
(differences) (rules)
processes

Human Systems Social Action Control of


Resources the labour
Management process
Wider approaches to industrial relations

Labour Market Comparative


Unitarism
Assumptions about workplace relations
- management and employees share common interest
- one source of legitimate authority (management)
Assumptions about workplace conflict
- inevitable, aberration, destructive, to be avoided
- caused by poor management, dissidents, agitators or poor
communication
Assumptions about trade unions
- a competing and illegitimate source of authority
- an unwarranted intrusion in the workplace
- create conflict where none would otherwise exist
Assumptions about collective bargaining
- creates and institutionalizes unnecessary divisions of interest
- serves to generate workplace conflict rather than resolve it
Pluralist
Assumptions about workplace relations
- managers and employees have different objectives
- multiple sources of legitimate authority
Assumptions about workplace conflict
- inevitable, caused by different opinions and values, benefit to an
organization
- avoid by accepting trade unions, include in decision-making
Assumptions about the workplace role of trade unions
- not the cause of conflict
- are expression of diverse workplace interests that always exist
- a legitimate part of workplace relations
Assumptions about the role of collective bargaining
- deals with problems on a collective basis
- most efficient means for institutionalising employment rules
- fairer outcomes by balancing employee and management power
Marxist
Assumptions about workplace relations
- reflects a wider class conflict between capital and labour
- reflects coercion of working class into dominant capitalist values
Assumptions about workplace conflict
- inevitable: capital seeks to reduce costs, workers seek fairer price
for labour
- will only cease by revolutionary change in distribution of property
and wealth
Assumptions about trade unions
- should raise revolutionary consciousness of workers
- should not limit action to improving material lot of workers
- union leaders who accommodate management betray the workers
Assumptions about collective bargaining
- merely offers temporary accommodations
- leaves important managerial powers in tact
Theories of Industrial Relations
Systems Theory
Key proponent: Dunlop
Frame of reference: Pluralist
Focus: a general theory of industrial relations
Reference to industrial relations: Explicit
Theory: industrial relations is a sub-system of wider society with four elements:
1) Actors: employers, employees, their representatives, government
agencies
2) Environmental contexts: technology, market, budgets, distribution of
power
3) Procedural and substantive rules governing the actors
4) Binding ideology, common beliefs encouraging actors to compromise
Strategic Choice Theory
Key proponents: Kochan, Katz and McKersie
Frame of reference: Pluralist
Focus: a general theory of industrial relations
Reference to industrial relations: Explicit
Theory: emphasises the strategic choice of actors in deciding industrial relations
outcomes, as influenced by:
(i) declining union membership
(ii) breakdown of collective bargaining frameworks
(iii) retreating government intervention
(iv) pro-active human resource management techniques
(v) spread of organisational authority for industrial relations
Menetapkan kebijakan,
memberikan pelayanan,
pengawasan dan
penindakan terhadap
pelanggarnya

Menciptakan kemitraan, Hubungan


mengembangkan usaha, Industrial yang
memperluas lapangan kerja, serasi, aman, dan
dan memberikan
kesejahteraan pekerja/buruh
harmonis
secara terbuka, demokratis
dan berkeadilan. Menjalankan pekerjaan sesuai dengan
kewajibannya, menjaga ketertiban demi
kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara
demokratis, mengembangkan keterampilan, dan
keahliaanya serta ikut memajukan perusahaan dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya.
Meningkatkan
produksi dan
produktivitas kerja

Hubungan
Industrial yang
serasi, aman, Perusahaan akan
dan harmonis dapat tumbuh dan
berkembang

Kesejahteraan
pekerja dapat
ditingkatkan
 Mengembangkan “trust” antara
buruh/Pekerja & Manajemen
 Memelihara “Industrial Peace”
 Umpan balik yang kontinyu &
monitoring
 Pendekatan yang profesional
 Eksistensi Serikat
Buruh/Pekerja yang baik dan
demokratis
Pemeliharaan
hubungan kerja
Kompeten dalam
dengan karyawan Pelaksanaan
memahami
yang efektif Hubungan
landasan hukum
dalam Hubungan Industrial Pancasila
Industrial yang konsisten

Hubungan
Industrial yang
Penyelesaian harmonis
permasalahan Pengelolaan
perburuhan Serikat pekerja
yang efektif dalam industri
secara profesional
Peranan pemerintah dalam
mengatasi permasalahan
perburuhan secara
komprehensif
Kompeten dalam
memahami landasan
hukum dalam
Hubungan Industrial
 5 Tahun 2014: Aparatur Sipil Negara
 24 Tahun 2011: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
 39 Tahun 2004: Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri
 2 Tahun 2004: Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial
 13 Tahun 2003: Ketenagakerjaan
 21 Tahun 2000: Serikat Pekerja/Serikat Buruh
 3 Tahun 1992: Jaminan Sosial Tenaga Kerja
 1 Tahun 1970: Keselamatan Kerja
 4 Tahun 2015 Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan
Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri
 4 Tahun 2013 : Tata Cara Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri oleh Pemerintah
 3 Tahun 2013 : Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
 97 Tahun 2012: Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi
Perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Asing
 53 Tahun 2012: Perubahan Kedelapan atas PP No. 14 Tahun 1993
tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
 50 Tahun 2012: Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
 84 Tahun 2010: Perubahan Ketujuh atas PP No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
 Perpres no. 72 tahun 2014: Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta
Pelaksanaan Pendidikan Dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping
 Perpres no. 111 tahun 2013: Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan
 Perpres no. 12 tahun 2013: Jaminan Kesehatan
 Perpres no. 64 Tahun 2011: Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi
Calon Tenaga Kerja Indonesia
 Perpres no. 21 Tahun 2010: Pengawasan Ketenagakerjaan
 Instruksi Presiden no. 06 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi
Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
 Perpres no. 50 Tahun 2005 tentang Lembaga Produktivitas Nasional
[Pelaksanaan Psl 30 (3) UU No 13 Tahun 2003 ]
 Keppres no. 107 Tahun 2004: Dewan Pengupahan
 Permenakertrans no. 12 Tahun 2015 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja Listrik Di Tempat Kerja
 Permenakertrans no. 3 Tahun 2015 tentang Standar Operasional
Prosedur Penerbitan Perizinan Penggunaan Tenaga Kerja Asing Dalam
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Badan Koordinasi Penanaman Modal
 Permenakertrans no. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja
RumahTangga
 Permenakertrans no. 28 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembuatan Dan
Pengesahan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan Dan Pendaftaran
Perjanjian Kerja Bersama
 Permenakertrans no. 27 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang
Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada
Perusahaan Lain
 Permenakertrans no. 12 Tahun 2013 tentang Penggunaan Tenaga Kerja
Asing
 Permenakertrans no. 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum
 Permenakertrans no. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat penyerahan
sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain (Outsourcing)
 Permenakertrans no. 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak
 KepMenakertrans no. KEP-48/MEN/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara
Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan
Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama
 KepMenakertrans no. KEP-20/MEN/III/2004: Tata Cara Memperoleh Ijin
Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
 KepMenakertrans no. KEP-15A/MEN/1994 tentang Petunjuk
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan
Hubungan Kerja Di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan
 http://jdih.depnakertrans.go.id
Pemeliharaan
hubungan kerja dengan
karyawan yang efektif
Otonomi untuk bertindak, terdapat
Kesempatan memperoleh
variasi, memberikan sumbangan
pendidikan dan pelatihan
penting dalam keberhasilan
tambahan, penilaian
organisasi dan karyawan
prestasi kerja yang adil,
memperoleh umpan balik tentang
rasional dan obyektif,
hasil pekerjaan yang dilakukannya,
sistem imbalan dan
dapat diterimanya sebagai anggota
berbagai faktor lainnya
kelompok kerja dan oleh organisasi,
serta situasi lingkungan yang
kondusif
Pelaksanaan Hubungan
Industrial Pancasila yang
konsisten
1. Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit
2. Kesepakatan Kerja Bersama
3. Kelembagaan Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial.
4. Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan
Pengelolaan Serikat
Buruh/Pekerja dalam
Industri secara
professional
 Menurut undang-undang No.13 tahun 2003 mengenai
ketenagakerjaan dan undang-undang No.21 tahun 2000
mendefinisikan serikat pekerja sebagai sebuah organisasi
yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik
diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat
bebas terbuka, mandiri demokrasi dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
 Tujuan:
 Memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta
meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri
 Peningkatan tujuan sosial secara keseluruhan
 Kompensasi
 Sistem upah dua tingkat
 Keselamatan kerja
 Sikap Manajemen
 Saluran sosial
 Agar suara mereka di dengar
 Menyediakan kesempatan untuk kepemimpinan
 Tekanan rekan sejawat
Peranan pemerintah dalam
mengatasi permasalahan
perburuhan secara
komprehensif
a) Menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan
tentang hubungan industrial dalam negara yang
bersangkutan dan cara-cara penyelesaiannya dalam hal
hubungan industrial itu terganggu
b) Mengawasi pelaksaan berbagai peraturan perundang-
undangan tersebut
c) Mencegah timbulnya perselisihan perburuhan
d) Bertindak selaku mediator apabila perselisihan perburuhan
terjadi sehingga diperoleh penyelesaian yang serasi antara
lain dengan mempermudah prosedur yang ditempuh dalam
proses arbitrasi.
Penyelesaian
permasalahan
perburuhan secara
efektif
 Sikap dari Manajemen yang kurang menghargai pekerja
 Penetapan upah yang kurang memadai atau struktur upah yang tidak
benar
 Ketidakdisiplinan
 Kondisi kerja yang tidak sehat
 Kurangnya keterampilan hubungan manusia pada bagian dari
pengawas dan manajer
 Keinginan pekerja untuk bonus yang lebih tinggi, upah atau tunjangan
harian
 Keinginan pengusaha untuk membayar sesedikit mungkin untuk para
pekerjanya
 Fasilitas kesejahteraan yang tidak
memadai
 Sengketa atas berbagi keuntungan
produktivitas
 Penghematan, pemecatan dan
penutupan oleh manajemen
 Pemogokan oleh pekerja
 Saingan antar-serikat
 Lingkungan ekonomi dan politik
umum seperti kenaikan harga,
pemogokan oleh pihak lain dan
ketidakdisiplinan umum memiliki
efek mereka pada sikap karyawan
 Penyelesaian Sengketa Buruh Melalui Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia. Undang-undang Hak Asasi Manusia No.39
Tahun 1999 memberi peluang bagi Buruh dan Tenaga Kerja
dalam menyelesaikan sengketa buruh.
 Penyelesaian Sengketa Buruh Di Luar Pengadilan
Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dalam
Undang-undang No.2 Tahun 2004 memungkinkan
penyelesaian sengketa buruh/Tenaga Kerja diluar pengadilan
 Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan
CODE
 Tidak ada pemogokan atau
Lockout tanpa pemberitahuan
sebelumnya
 Tidak ada tindakan unilateral
sehubungan dengan masalah
Hubungan Industrial
 Karyawan tidak boleh
menggunakan taktik melambatkan
proses produksi (slow down)
 Tidak ada kerusakan yang
disengaja di pabrik atau terhadap
property
 Penetapan pelanggaran, atau
intimidasi tidak boleh dipaksakan
 Sarana yang ada untuk
penyelesaian perselisihan harus
dimanfaatkan
 Tindakan yang mengganggu
hubungan harmonis harus
dihindari
 Menjaga perdamaian dan ketertiban di
industri
 Promosikan kritik konstruktif pada semua
tingkat manajemen dan pekerjaan
 Hindari penghentian kerja di industri
 Mengamankan penyelesaian sengketa
dan keluhan dengan prosedur yang
disepakati bersama
 Menghindari litigasi
 Memfasilitasi pertumbuhan bebas dari
serikat Pekerja
 Menghapuskan segala bentuk
pemaksaan, intimidasi dan pelanggaran
aturan dan peraturan yang mengatur
hubungan industrial
DIMENSI KUNCI IR versus ER

DIMENSI INDUSTRIAL RELATIONS EMPLOYEE RELATIONS

Kontrak Psikologis Kepatuhan/Compliance Komitmen

Norms, Customs,
Referensi Perilaku Values, Mission
Practices

Low trust, pluralist, High Trust, Unitarist,


Relasi
Collective Individual

Formal Roles, Hierarchy, Flexible roles, flat


Rancangan Organisasi Division of labor, structure, teamwork and
Managerial Control autonomy, self control

You might also like