You are on page 1of 2

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FKUP – RSHS BANDUNG

Journal Reading
Oleh : Dea Aprilianti Permana
Divisi : Hemato Onkologi
Pembimbing : Prof. Dr. Ponpon Idjradinata, dr., Sp.A(K)., M.Kes
Dr. Harry Raspati Ahmad, dr., Sp.A(K)., MARS
Dr. Lelani Reniarti, dr., Sp.A(K)., M.Kes
Dr. Susi Susanah, dr., Sp.A(K)., M.Kes
dr. Nur Suryawan, Sp.A(K)., M.Kes
dr. Nur Melani Sari, dr., Sp.A., M.Kes

PREVALENCE OF ANEMIA AND ITS ASSOCIATED RISK FACTORS AMONG 6-MONTHS-OLD


INFANTS IN BEIJING

Objective: The worldwide prevalence of anemia is ~24.8%. Iron deficiency anemia is common in children and
women and associated with sensory, motor, cognitive, language, and socioemotional deficits. Therefore,
detection and early intervention strategies for anemia in infants are urgently needed. To prevent the occurrence
of iron deficiency anemia, we aimed to identify risk factors associated with anemia in infants.
Methods: This investigation involved a cross-sectional study of 6-months-old infants discharged between April
2014 and September 2017 from Peking University First Hospital. We assessed birth information, maternal age,
and maternal educational level as well as data on feeding style, complementary foods and primary caregivers.
The infants were assessed with the Denver Developmental Screening Test (DDST).
Results: A total of 1,127 6-months-old infants were enrolled at the hospital. We found that the prevalence of
anemia among infants in Beijing was ~11.8%. Premature infants had a higher rate of anemia than full-term
infants (χ2 = 40.103, P < 0.001). Infants born in autumn or winter were at an elevated risk of developing anemia
(χ2 = 22.949, P < 0.001). Birth weight had no effect on the rate of anemia in infants (χ 2 = 0.023, P = 0.568).
Infants who were exclusively breastfeeding had higher anemia rates than those who were fed formula (χ 2 =
38.466, P < 0.001). Infants whose caregivers added no complementary foods had higher anemia rates (24.7%)
than those whose caregivers added more than two kinds of complementary food (8.2%). The type of caregiver
had no effect on the anemia rate in infants (χ2 = 0.031, P = 1.000).
Conclusions: The following factors resulted in a higher prevalence of anemia in our study a gestational age at
birth of <37 weeks, exclusive breastfeeding, a lack of supplementation with complementary foods and a spring
birth date. No significant differences in DDST pass rates were evident between infants with and without anemia.
Frontiers in Pediatrics (2019)
DOI 10.3389/fped.2019.00286

PENDAHULUAN
Anemia defisiensi besi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan nilai kadar hemoglobin (Hb) 2
standar deviasi (SD) dibawah rata-rata kadar Hb normal sesuai usia seseorang. Menurut World Health
Association (WHO), secara umum prevalensi anemia defisiensi besi adalah 24.8% dengan mayoritas
dialami oleh infant dan wanita. Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan anemia yaitu
genetik, infeksi kronis, dan defisiensi nutrient seperti defisiensi zat besi, defisiensi asam folat, dan
defisiensi vitamin B12. Zat besi memiliki peranan penting dalam proses mielinasi otak, metabolisme,
neurotransmisi dan neurogenesis, serta mempengaruhi kebiasaan, memori, kemampuan belajar, dan
sistem sensori. Sehingga defisiensi zat besi dapat berakibat pada menurunnya kemampuan mental dan
perkembangan saraf motorik, terutama pada kemampuan berbahasa dan proses keseimbangan. Begitu
pula bila defisiensi zat besi dialami oleh seorang ibu pada masa perinatal, infant dapat mengalami pen
urunan aktivitas neuronal pada area hipokampus yang berhubungan dengan fungsi memori. Infant ber
usia 6 – 12 bulan memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami anemia defisiensi besi karena proses pe
rtumbuhan dan perkembangan yang cepat. Sehingga makanan tambahan pada masa usianya sangat pe
nting, terutama bila ditambahkan dengan zat besi. Faktor lain yang dapat menyebabkan anemia defisie
nsi besi pada infant adalah bila diberikan asi susu ibu (ASI) eksklusif. Hal ini terjadi karena infant tida
k mendapat zat besi yang mencukupi dari cadangan zat besi pada ASI yang diberikan ibu. Tingkat pen
didikan ibu atau pengasuh juga berperan penting pada prevalensi anemia karena hal tersebut mengga
mbarkan bagaimana cara pemberian makanan pada infant.
METODE

Penelitian ini dilakukan di Peking University First Hospital pada April 2014 sampai dengan
September 2017 dengan menggunakan metode potong lintang. Partisipan penelitian adalah infant
berusia 6 bulan yang tidak memiliki penyakit penyerta dan tidak mengalami asfiksia saat proses
persalinan. Data yang diambil meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, berat lahir, musim yang
dialami saat lahir, pengasuh, cara pemberian nutrisi, nutrisi tambahan. Anemia dikelompokkan
berdasarkan kriteria diagnosis anemia dari WHO. Penilaian perkembangan pada infant
dikelompokkan berdasarkan Denver Developmental Screening Test (DDST). Analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan ANOVA, x2 dan uji non-parametrik.

HASIL

Terdapat 1.127 infant yang terdiri dari 591 perempuan dan 536 laki-laki. Terdapat perbedaan yang
signifikan antara kadar hemoglobin dan faktor risiko seperti usia kehamilan, musim saat infant dilahir
kan, cara pemberian makan, dan makanan tambahan pada infant dengan nilai p<0.001. Infant yang lah
ir prematur lebih banyak mengalami anemia (x 2 = 40.103 dan nilai p <0.001). Infant yang lahir pada
musim dingin (Bulan Desember sampai dengan Bulan Februari) lebih banyak mengalami anemia (x 2
= 22.949 dan nilai p <0.001). Infant dengan ASI eksklusif lebih banyak mengalami anemia (x 2 = 38.4
48 dan nilai p <0.001) bila dibandingkan dengan pemberian susu formula. Sebanyak 24.7% infant yan
g tidak diberikan makanan tambahan mengalami anemia (x 2 = 20.509 dan nilai p <0.001). Pada peneli
tian ini juga didapati bahwa anemia tidak memiliki efek yang signifikan pada penilaian perkembang i
nfant berdasarkan DDST (x2 = 5600 dan nilai p 0.051).

DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian ini, anemia yang paling banyak dialami adalah anemia defisiensi besi.
Bila terjadi pada anak usia <3tahun, maka dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan
perkembangan intelektual. Terlebih lagi pada infant berusia 6 – 12 bulan yang sedang mengalami
perkembangan psikomotor. Beberapa penelitian lain menunjukan bahwa infant dengan anemia
defisiensi besi memiliki auditory brainstem respons (ABR) lebih rendah dengan terlambatnya
mielinasi sistem saraf pusat. Infant yang lahir prematur memiliki risiko anemia disebabkan oleh sediki
tnya cadangan zat besi, zinc, dan vitamin A di dalam tubuh. Selain itu, bayi prematur juga memiliki ris
iko mengalami anemia karena adanya perdarahan saat proses persalinan, eritropoiesis yang tidak adek
uat, pengambilan sampel darah, dan proses hemolisis. Oleh karena itu, infant yang lahir prematur perl
u mendapatkan suplementasi zat besi dari berbagai sumber seperti susu formula yang telah difortifikas
i dan besi elemental dengan dosis 2-4mg/kgBB/hari. Sedangkan bayi lahir dengan berat 1000g memb
utuhkan zat besi lebih dari itu. Perbedaan musim saat proses persalinan juga berpengaruh pada anemia
dikarenakan perbedaan variasi asam folat dan vitamin B6 pada wanita yang berencana hamil. ASI me
miliki kadar zat besi yang lebih rendah dibandingkan dengan susu formula. Namun meskipun demikia
n, WHO tetap merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. Oleh karena itu,
diperlukan makanan pelengkap yang mengandung zat besi untuk membantu mencegah anemia. Conto
hnya adalah hati, kuning telur, daging, dan lain-lain. Pada penelitian ini, anemia tidak berhubungan de
ngan DDST bisa jadi disebabkan oleh kurangnya durasi anemia pada infant untuk mempengaruhi hasi
l pemeriksaan DDST. Kebutuhan zat besi meningkat terutama pada usia 6 – 18 bulan karena pertumbu
han dan ekspansi volume darah yang prosesnya berlangsung cepat. Adanya deteksi dini diperlukan unt
uk mencegah komplikasi di masa yang akan datang akibat anemia pada infant.

SIMPULAN

Dapat disimpulkan, penelitian ini menunjukkan bahwa usia kehamilan, ASI eksklusif, kurangnya
makanan tambahan dan musim saat infant dilahirkan menjadi faktor yang signifikan berhubungan
dengan anemia sehingga dapat juga berpengaruh pada proses perkembangan. Untuk itu diperlukan
deteksi dini anemia pada infant.

You might also like