Professional Documents
Culture Documents
Diperkirakan sekitar 30% penduduk Indonesia menderita KEP dan pada saat yang
sama mereka juga menderita anemia gizi.1
Anemia merupakan suatu keadaan terjadinya penurunan kadar hemoglobin
(Hb) dalam darah di bawah batas normal untuk kelompok tertentu. Kadar Hb yang
kurang dari standar dapat digunakan sebagai indikator anemia gizi.2
Anemia gizi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia sekarang
ini. Diperkirakan 40% dari 5 miliar penduduk dunia menderita anemia gizi, lebih
dari 50% (>700 juta) di antara penderita anemia ini tergolong pada anemia
defisiensi zat besi.3 Di Asia Tenggara anemia gizi berkisar antara50%-70%.4
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1997 menyatakan bahwa
prevalensi anemia gizi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,9%, ibu nifas 45,1%,
remaja putri usia (10-14 tahun) 57.1% dan usia 15-45 tahun 39,5%. Hingga saat
ini keadaan tersebut tidak banyak mengalami perubahan, apalagi negara ini masih
berada dalam krisis ekonomi. Menurut data tahun 2000 menunjukkan 63,5 %
wanita menderita anemia. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita
mempunyai resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri. 5
Anemia zat besi ini terjadi karena pola konsumsi makanan masyarakat
Indonesia masih didominasi sayuran, sebagai sumber zat besi yang sulit diserap
(non hem iron). Sedangkan daging sebagai bahan pangan hewan yang diketahui
sebagai sumber zat besi yang baik (hem iron), jarang dikonsumsi. Di samping itu,
keadaan tertentu seperti pada keadaan kebutuhan tubuh meningkat, saat
mengindap penyakit kronis, serta kehilangan darah akibat menstruasi dan infeksi
parasit (malaria dan cacingan) akan memperberat keadaan anemia. 6 Penelitian
yang dilakukan di SMUN 3 Padang, ditemukannya rata-rata asupan zat besi siswi
adalah 15,2 3,7 mg sehari, atau sama dengan 60,76% dari angka kecukupan gizi
yang dianjurkan (AKG).7
Anemia kekurangan zat besi dapat menimbulkan dampak pada remaja
putri, antara lain menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit,
menurunnya aktivitas dan prestasi belajar, menghambat produktivitasnya. Bila
sejak remaja wanita sudah mengalami kekurangan zat besi, maka semakin berat
kondisinya bila wanita ini menikah atau hamil nantinya, karena mereka adalah
calon ibu yang diharapkan akan melahirkan generasi penerus yang berkualitas.8
Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia antara lain dengan
supplementasi terapeutik dengan tablet besi secara rutin selama jangka waktu
tertentu, fortifikasi makanan dengan besi, mengubah kebiasaan makan dengan
menambah konsumsi pangan yang memudahkan absorpsi besi dengan pemberian
vitamin C pada hidangan, dan pemberantasan cacing pada lumen usus yang dapat
mengganggu absorbsi besi.9
Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya penanggulangan anemia gizi
sejak Pelita II sampai saat ini melalui distribusi Fe, tapi masih terbatas sasaran
penanggulangan anemia, karena masih ada anggapan bahwa anemia adalah hal
yang biasa dan bukan sebagai penyakit.6
Beberapa penyebab defesiensi zat besi yang telah dijelaskan, maka
pesantren merupakan salah satu tempat potensial terjadi anemia, karena Di
pesantren para siswi tinggal di asrama, mereka cenderung untuk mengkonsumsi
menu makanan yang monoton. Asupan zat gizi siswi di pesantren yang pernah
diteliti masih di bawah Angka kecukupan gizi yang dianjurkan, rata-rata konsumsi
zat besi hanya 6 mg/hari.8
Matoda
Hasil
Cyanmetemoglobin
Gr/dl
Pengukuran
N
171
%
60,4
121
39,6
283
100
Kadar Hb Pre
8.5
11.7
11,3
11,6
11.3
10.9
H.3
8.9
11,3
J1.3
11,4
10.2
10.4
11,7
11.5
11.3
11,5
11.2
11.5
9,5
10,2
11,1
98.8
11,9
11,6
10.5
11.2
10.9
10,9000
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa , seluruh responden terjadi peningkatan
kadar Hb setelah diberikan supplement tablet Fe + Obat cacing. Kadar Hb
tertinggi mencapai 16,2 gr/dl.
Kadar Hb Pre
10.4
11.7
11.6
11.5
9.9
9.7
10.4
9.7
11.4
11.2
10.6
11.9
11.3
11.2
9.4
11.2
1U
11.5
11.0
11.8
11.6
11.9
11.3
11.2
10.9
10.3
10.2
10.1
10,9321
Kadar Hb Post
13.1
12.7
11.6
14.4
13.4
12.3
15.8
15.4
12.8
13.2
14.4
15.3
12.2
15,2
14.5
13.4
12.7
12.8
14.0
13.2
15,9
11.9
16.9
14.3
12.8
13.6
15.2
13.3
13,7964
Peningkatan Hb
2.7
1.0
2.9
3.5
2.6
5.4
5.7
1.4
2.0
3.8
3.4
0.9
4.0
5.1
2.2
1.5
1.3
3.0
1.4
4.3
5.6
3.1
1.9
3.3
5.0
3.2
2,8643
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa pada umumnya ada peningkatan kadar Hb
setelah dilakukan intervensi, sehingga kadar Hb mencapai normal. Kadar Hb
tcrtinggi mencapai 16,9 gr/dl. Namun ada dua orang yang tidak mengalami
peningkatan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa siswi yang semula kadar Hbnya < 12
gr/dl pada umumnya dapat mencapai normal (> 12 gr/dl), setelah diberikan
intervensi, baik dengan kelompok Fe saja. Gambaran peningkatan kadar Hb pada
3.
Analisis
Bivariat
Perbedaan rata-rata peningkatan kadar Hb pre dan post supplementasi pada kedua
kelompok intervensi. Hasil uji statistik dapat dilihat pada tabel 4 :
Kelompok
Fe
Fe + obat
Rata2
10,9321
10,9000
n
28
28
Rata2
13,7964
14,2593
2,8643
3,3593
p
0,000
0,000
cacing
Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara
rata-rata kadar Hb pre intervensi dengan rata-rata kadar Hb post intervensi, bai
pada kelompok supplement Fe + obat cacing maupun supplement Fe. Ini dapat di
lihat dari nilai p sebesar 0.000.
Kadar Hb
Peningkatan kadar Hb
FE
Kelompok
Fe+ obat cacing
2, 8643
3,3593
P
, 183
Dari table diatas dapat kita lihat bahwa, peningkatan kadar Hb antara
kelompok supplement Fe + obat cacing dan kelompok supplement Fe terlihat
adanya perbedaan, di mana peningkatan kadar Hb kelompok supplement obat /
cacing lebih tinggi 0,495 dari pada peningkatan kadar Hb kelompok supplement
Fe saja. Namun setelah dilakukan uji statistik, ternyata perbedaan peningkatan
kadar Hb antara kedua kelompok ini tidak signifikan, karena nilai p > 0,05.
Perbedaan yang tidak signifikan antara peningkatan rata-rata kadar Hb antara
kelompok supplement FE + obat cacing dengan supplement Fe, dapat diakibatkan
kerana:
1. Pemberian obat cacing dengan dosis tunggal pada kelompok supplement
Fe + obat cacing, tidak dapat mengeluarkan cacing seluruhnya, sehingga
pada v.- kedua kelompok perlakuan ini sama-sama masih ada infestasi
cacing dalam usus mereka
2. Prevelensi kecacingan yang kita asumsikan tinggi pada populasi penelitian
ini (remaja 12-19 tahun) ternyata tidak benar. Salah satu kelemahan dalam
penelitian ini yaitu tidak ada melakukan pemeriksaan telur cacing pada
populasi. Sehingga obat cacing yang diberikan pada salah satu kelompok
tidak memberikan arti.
3. Tidak ada dikontrol faktor-faktor/variabel-variabel yang mempengaruhi
absorbsi zat besi dalam tubuh (pendorong dan pengahambat), misainya
asupan vitamin C, protein hewani, kalsium, phosphor, tanin.
Perbedaan peningkatan kadar Hb antara kedua kelompok yang tidak signifikan
secara stastik, bisa diakibatkan karena salah satu penyebab yang telah dijelaskan
di atas. Namun perlu dipahami bahwa tidak bermakna/signifikan secara statistik,
tidak berarti (belum tentu) bahwa perbedaan tersebut juga tidak bermakna
dipandang dari segi klinisnya. Oleh karena itu arti kegunaan dari setiap penemuan
jangan hanya dilihat dari aspek statistik semata, namun harus juga dilihat / di nilai
dari kegunaan dan segi klinisnya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. __________________ Indonesia Sehat 2010, Depkes RI 1999
2. Husaini MA, Masalah anemia Gizi di Indonesia , gizi Indonesia 1992; 8;1
3. DeMaeyer. Pencegahan Dan Pengawasan Anemia Defisiensi Besi. Widya
Medika Jakarta 1995
4. Bradin at al. high prevalence of anemia among woman in Mumbai India. Food
and nutrition Buletin 1999; 19:3
5. _______ Program Pcnanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia Subur.
DepkesRI. 2001
6. Depkes RI Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi Untuk Remaja Putri dan
Wanita Usia Subur, 1998
7. Syafyanti. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Rmaja Putri
SMUN 3 Padang Tahun 2001. Program Pascasarjana PSIKM UI2002
8. Permaisih, Dkk. Hubungan Status Anemia dan Status Besi Wanita Remaja
Santri, penelitian Gizi dan Makanan Jillid 11,. Puslitbang Gizi Bogor 1989
9. Nasution, AH dan Karyadi D. Pengetahuan GiziMutahir(Mineral) 1991