Professional Documents
Culture Documents
Mhd. Alfahjri Sukri Abstract: This research was conducted to see how Mohammad
Institut Agama Islam Negeri Batusangkar, Natsir thought about the relationship between Islam and
Indonesia Pancasila. This study also explains the causes of Natsir's change
E-mail: of mind which initially supported Pancasila as part of Islam and
malfahjrisukri@iainbatusangkar.ac.id later turned into an opponent of Pancasila in Konstituante on 11
November to 6 December 1957. The methodology used was a
qualitative method by describing the results of the analysis
carried out. The research data is obtained through a review of
documents and scientific literature. The results of the study show
that Mohammad Natsir's change of mind regarding the
relationship between Islam and Pancasila was influenced by
Mohammad Natsir's political socialization which began from
Natsir's view of Islam influenced by the childhood environment
(conditional and socio-cultural) in Minangkabau; direct
influence from national figures such as Ahmad Hassan, H. Agus
Salim, Sheikh Ahmad Syurkati and H. O Tjokroaminoto; the
indirect influence of international figures throughout reading
book such as Hassan Al-Banna, Amir Syakib Arselan, Rashid
Ridha and Muhammad Abduh; the influence of Natsir's
organization and political parties, namely Jong Islamieten Bond
(JIB), Islamic Unity (Persis), and Masyumi political parties; and
the influence of the political conditions at that time which made
Natsir's views change, which initially accepted Pancasila and
then became an opponent of the Pancasila. This research shown
there are two patterns of Natsir's relationship with Pancasila,
namely (1) Natsir accepted Pancasila and, (2) Natsir opposed
Pancasila.
sangat disegani di Indonesia dan dunia sejarah di saat sidang Konstituante itu saja,
internasional melalui pemikiran, tindakan maka mereka akan mengatakan bahwa
dan karya-karyanya. Mohammad Natsir Natsir sebagai orang yang anti Pancasila.
juga merupakan salah satu tokoh perumus Ada masa-masa dimana
ide tentang Islam sebagai dasar negara Mohammad Natsir mendukung Pancasila
dalam salah satu sidang Konstituante yang yang dicetuskan oleh Sukarno, karena bagi
membahas tentang dasar negara pada pada Natsir nilai-nilai yang ada dalam Pancasila
11 November hingga 6 Desember 1957. juga terdapat dalam nilai-nilai Islam,
Melalui idenya menjadikan Islam sebagai sehingga bagi Natsir, Islam dan Pancasila
dasar negara tersebutlah yang kemudian tidak bertentangan. Namun pandangan ini
mengakibatkan ia harus berhadapan berubah ketika Natsir melihat adanya
dengan Pancasila sebagai dasar negara. multitafsir dalam nilai-nilai Pancasila yang
Dalam sidang Konstituante yang ditafsirkan oleh masing-masing orang.
membahas dasar negara Indonesia tersebut, Pandangan Natsir yang menentang
terdapat tiga pilihan yang diajukan untuk Pancasila terlihat jelas dalam sidang
menjadi dasar negara Indonesia. Ketiga Konstituante. Kemudian pandangan
pilihan tersebut yaitu Islam, Pancasila, dan tersebut berubah kembali setelah
Sosial-ekonomi. Masing-masing kelompok Konstituante dibubarkan dan ketika ia
saling serang mengenai mana yang terbaik menjadi tahanan rumah di masa Orde
sebagai dasar negara Indonesia. Lama dan Orde Baru. Pada masa tersebut,
Pertentangan tajam terlihat antara Natsir kembali menyinggung Pancasila
kelompok pendukung ideologi Islam yang menjadi bagian dari nilai-nilai Islam.
dengan kelompok pendukung Pancasila. Penelitian mengenai pandangan
Kegigihan Mohammad Natsir dalam Natsir tentang Islam dan Pancasila sendiri
memperjuangkan Islam sebagai dasar sebelumnya telah dilakukan oleh Emi
negara di sidang Konstituante serta Setyaningsih (2016) dalam tulisannya yang
penolakannya terhadap Pancasila saat itu, berjudul “Perjuangan dan Pemikiran
mengakibatkan ia dituduh oleh sebagain Politik Mohammad Natsir (1907-1993)”.
orang sebagai anti Pancasila. Padahal Dalam tulisan tersebut, selain memaparkan
pandangan Natsir mengenai Pancasila serta pemikiran Natsir tentang Islam dan negara,
sikapnya yang menentang Pancasila Emi juga memaparkan perubahan
sebagai dasar negara, tidak lepas dari pemikiran Natsir dari yang mendukung
kondisi dan situasi politik saat itu. Bagi Pancasila kemudian berubah menentang
orang-orang yang hanya melihat penggalan Pancasila. Penentangan tersebut bukan
terhadap esensi Pancasilanya namun tafsir memiliki beberapa istilah lain yang
yang berbeda atas Pancasila itu sendiri. memiliki makna sejenis, seperti inkuiri
Dalam tulisan tersebut Emi hanya naturalistik atau alamiah, etnografi,
terpaku pada jabaran deskripsi yang interaksionis fenomenologis, studi kasus,
menjelaskan hubungan Natsir dengan interpretatif ekologis dan deskriptif
Pancasila tetapi tidak menjelaskan faktor- (Moleong, 2007: 2). Namun pada dasarnya
faktor yang menyebabkan terjadinya penggunaan istilah ini adalah memiliki
perubahan sikap Natsir terhadap Pancasila makna yang sama yaitu lebih menekankan
itu sendiri. Sedangkan peneliti lain seperti pada “kealamian” sumber data. Selain itu
Amin Suyitno (2015) dan Indah Muliati Penelitian kualilatif dianggap oleh peneliti
(2015) hanya berfokus tentang pandangan memiliki karakteristik yang sesuai dengan
Natsir mengenai Islam dan Negara. permasalahan yang ada.
Padahal dalam menjelaskan suatu Menurut Sugiyono (2012 : 2)
pemikiran politik, juga penting untuk metode penelitian kualitatif adalah Metode
melihat faktor-faktor yang menyebabkan penelitian yang berlandaskan pada filsafat
lahirnya suatu pemikiran politik yang akan postpositivisme, digunakan untuk meneliti
menjelaskan kenapa suatu pemikiran dapat pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai
muncul. Hal inilah yang akan dibahas lawannya eksperimen) dimana peneliti
dalam penelitian ini. adalah sebagai instrumen kunci, teknik
Dalam penelitian yang berjudul pengumpulan data dilakukan secara
“Islam dan Negara dalam Pemikiran triangulasi (gabungan), analisis data
Mohammad Natsir” ini, peneliti bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
menjelaskan tentang faktor-faktor yang penelitian kualitatif lebih menekankan
mempengaruhi pandangan Natsir makna dari pada generalisasi.
mengenai Islam dan Pancasila, serta Dengan metode kualitatif maka
mengungkapkan bagaimana sebenarnya penelitian ini bersifat fleksible atau dapat
Natsir memandang Pancasila. Hal ini perlu beradaptasi dengan perubahan-perubahan
dilakukan agar tidak terjadinya yang ada. Peneliti memiliki tujuan
kesalahpahaman dalam melihat sosok penelitian untuk mendeskripsikan dan
Mohammad Natsir. menganalisis tentang pemikiran salah satu
tokoh Indonesia yaitu Mohammad Natsir.
METODE
Sehingga metode yang peneliti gunakan
Penelitian ini termasuk dalam
adalah metode deskriptif dengan
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
pendekatan kualitatif yang
pemerintahan Orde Baru (Dzulfikriddin, yang Minang yaitu “Adat Basandi Syara’,
2010: 156-158). Atas jasa dan Syara’ Basandi Kitabullah” yang tidak
kontribusinya bagi agama Islam dan dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-
Indonesia, Mohammad Natsir menerima hari orang Minangkabau.
berbagai penghargaan internasional seperti Minangkabau sendiri juga menjadi
menerima bintang penghargaan dari tempat lahirnya banyak tokoh nasional.
pemerintah Tunisia dan Yayasan Raja Koran Abadi pada 1952 yang dikutip oleh
Faisal Arab Saudi tahun 1980 atas Santosa (2004: 9) , membuat angket
pengabdiannya terhadap dunia Islam. tentang tokoh-tokoh terkemuka di
Tidak hanya itu, Natsir juga Indonesia, dan hasilnya adalah bahwa
menerima berbagai penghargaan akdaemik empat dari sepuluh orang tokoh terkemuka
seperti menerima gelar Doktor Honoris di Indonesia berasal dari Minangkau, yaitu
Causa dari Universitas Lebanon (1967) Agus Salim, Muhammad Hatta, Sutan
dalam bidang sastra, dan bidang pemikiran Syahrir, dan Mohammad Natsir. Majalah
Islam dari Universitas Kebangsaan Tempo juga merilis bahwa tiga dari empat
Malaysia dan Universitas Teknologi tokoh yang berpengaruh di Indonesia
Malaysia (1991). (Mahendra: 1994). Itulah berasal dari minang atau Sumatera Barat.
beberapa kontribusi Natsir bagi negara ini, Lingkungan keluarga tempat Natsir
terlepas dari tindakan kontroversinya yang dibesarkan sangat mementingkan
ikut dalam PRRI yang sampai saat ini pendidikan dan taat dalam menjalankan
masih menjadi perdebatan dalam sejarah agama. Kakeknya seorang ulama besar di
Indonesia. Minangkabau dan sanak keluarganya
Mohammmad Natsir dilahirkan di banyak yang bekerja di aparat
kampung Jembatan Berukir Alahan pemerintahan. Hal ini jugalah yang
Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat nantinya akan menentukan perkembangan
pada tanggal 17 juli 1908. Di kota ini pemikiran Natsir, selain dari lingkungan
terdapat suatu norma berupa folkways yang adat Minangkabau itu sendiri yang kental
berfungsi mensosialisasikan seorang anak dengan nilai-nilai yang Islami. Dalam seri
agar belajar hidup mandiri dan menghayati buku mengenai Natsir yang diterbitkan
nilai-nilai dasar Islam dan adat istiadat oleh Tempo (2011: 10), dikatakan bahwa
(Suhelmi, 2002: 57). Berasal dari keluarga semasa kecil, Natsir sering mengahibiskan
Minangkabau ternyata juga mempengaruhi waktunya ke surau (kebiasaan orang
kehidupan keIslaman Mohammad Natsir Minang dahulu) untuk mengaji, dan
sejak kecil, karena falsafah hidup orang
meletakkan dasar yang sehat bagi merupakan bagian kecil dari nilai-nilai
kebangsaan, a priori dapat dikatakan Islam. Namun Natsir (2001: 163) juga
bertentangan dengan Kebangsaan? mengatakan bahwa bukan berarti Pancasila
Dalam pandangan di atas, Natsir itu Islam, namun Pancasila mengandung
menyampaikan bagaimana posisi Pancasila tujuan Islam. Pancasila akan hidup subur
dalam Islam, bahwa nilai-nilai Pancasila dalam Islam karena sila 1 yang berbunyi
tidak bertentangan dengan nilai-nili Islam, “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang akan
dan bahkan kelima nilai sila dalam menentukan berjalan atau tidaknya sila-sila
Pancasila tersebut sejalan dengan Al- selanjutnya akan tumbuh dalam Islam.
Qur’an. Dalam pidatonya yang Natsir (2001: 163) juga
disampaikan di The Pakistan Institute of berpendapat bahwa semua sila tidak akan
The World Affair, Karachi, Pakistan (9 ada artinya kalau sila Ketuhanan Yang
April 1952), Natsir menyatakan bahwa Maha Esa hanya sekedar buah bibir saja
Pancasila merupakan dasar spiritual, moral bagi orang yang skeptis terhadap agama,
dan etis bangsa dan negara Islam. dimana dalam langkahnya sila pertama
Pakistan adalah sebuah negeri tidak berjalan, maka sila-sila selanjutnya
muslim, demikian pula halnya dengan tidak akan berjalan karena pada
Indonesia. Walaupun kami mengakui hakekatnya sila pertama adalah urat-
Islam sebagai agama rakyat Indonesia, tunggal bagi sila-sila selanjutnya sehingga
namun kami tidak menyatakan hal itu Pancasila tersebut menjadi hampa dan
secara tegas dalam Undang-Undang Dasar tidak berbentuk, dan tinggal hanyalah
Kami. Kami pun tidak pula menyisihkan kerangka Pancasila tersebut.
agama dari kehidupan nasional kami. Pandangan Natsir ini didukung oleh
Indonesia telah menyatakan keyakinannya Soekarno, dan bahkan Soekarno mengutip
dalam Pancasila yang telah kami ambil pidato Natsir yang disampaikan di The
sebagai dasar spiritual, moral, dan etis Pakistan Institute of The World Affair,
bangsa dan negara kami. Punya anda dan Karachi, Pakistan (9 April 1952), dalam
miik kami sama, hanya dinyatakan secara menjawab pertanyaan A. Dahlan
berlainan (Ansari, 1983: 41). Ranuwiharjdo (Ketua Pengurus Besar
Islam dan Pancasila dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI))
pandangan awal Natsir bukanlah suatu mengenai hubungan Negara Nasional dan
yang bertentangan, bahkan Pancasila dan Negara Islam, dan antara Pancasila dan
Islam memiliki hubungan yang erat Ideologi Islam (Ansari, 1983: 40).
berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang
sistem traditonal gotong royong (mutual soal Ketuhanan adalah ciptaan manusia
help) di dalam masyarakat desa. yang berganti-ganti (Santosa, 2004: 43).
Pandangan dan pemikiran Sutardjo Faham yang mengatakan bahwa
memperlihatkan bahwa adanya struktur ekonomi dan masyarakat yang
pencampuran paham Indonesia kuno menentukan faham hidup suatu masyarakat
dengan paham Hindu yang disebut dengan tentang agama, filsafat dan kultur, menurut
kejawen. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Natsir faham tersebut dipelopori oleh
pada akhirnya memiliki arti yang tidak kaum Marxist (Santosa, 2004: 44). Pada
jelas. Natsir menanggapi pidato Soekarno akhirnya dalam sidang Konstituante Natsir
yang membahas tentang sila Ketuhanan menentang Pancasila sebagai dasar negara
Yang Maha Esa, bahwa menurut Natsir karena Natsir menganggap bahwa
dalam pidato Soekarno tersebut, faham Pancasila adalah sekuler meskipun di
tentang wujud Ketuhanan telah menjadi dalamnya terumus Sila Ketuhanan Yang
relatif menurut perkembangan hidup Maha Esa dikarena Ketuhanan dalam
masyarakat. Seseorang yang hidup dalam Pancasila bukan bersumber dari Ilahi
taraf agraris memerlukan Tuhan, namun bersumber dari masyarakat
sedangkan yang sudah menjadi industrialis Indonesia, yang dalam pandangan Natsir
tidak membutuhkan Tuhan lagi. Natsir hal tersebut sebagai bentuk tidak ada
berkata: “Di manakah gerangan, hendak pengakuan terhadap kekuasaan Tuhan
ditempatkannya wahyu sebagai sumber dengan konsekuensi pangakuan terhadap
kepercayaan dan keimanan terhadap hukum Ilahi. Bagi Natsir sendiri, Pancasila
Tuhan. Wahyu yang bebas dari pengaruh- memiliki artian yang tidak jelas karena sila
pengaruh yang bersifat temporer, seperti Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjadi
pengaruh agraris, nomadis atau “point of reference” bagi empat sila
industrialisasi . Wahyu yang memancar lainnya menjadi tidak jelas isinya, karena
ibarat mata air yang memancarkan boleh di isi menurut selera masing-masing
penawar hidup dan yang bersifat abadi, orang yang memandangnya. Bagi Natsir,
serta membebaskan manusia dari Pancasila hanyalah “pure consept” yang
ketersesatan dan terus meraba-raba dalam tidak jelas. Natsir mengatakan: “Bahwa
mencari Tuhan. Pertanyaan ini yang demikian itu terjadi disebabkan oleh
mengandung jawabannya sendiri. bagi karena Pancasila itu hanya lima ide yang
seorang sekularis, soal Ketuhanan, sampai dikemukakan sebagai titik pertemuan.
pada soal Ketuhanan Yang Maha Esa, tak Tidak dikemukakan sebagai “volgrade”
ada hubungannya dengan wahyu; baginya, dari lima sila ini. Tidak dikemukakan yang
mana dari sila yang lima itu sumber- negara, sehingga dalam sidang
sumber asal dari yang lain. Atau sila-sila Konstituante Natsir menentangnya dan
yang lima itu memiliki lima sumber pula? memperjuangkan Islam sebagai dasar
Tidak pula diterangkan apa norma-norma negara. Namun, pada hakikatnya, Natsir
yang mengisi tiap-tiap sila tadi. Dengan tidak menolak Pancasila tetapi menolak
kata lain, di kalangan pendukung Pancasila tafsir yang salah terhadap Pancasila.
sendiri belum dan tidak ada kesepakatan Perubahan-perubahan pandangan
tentang apa Pancasila itu sebenarnya Natsir terhadap Pancasila, tidak terjadi
(Santosa, 2004: 55-56). begitu saja. Banyak faktor yang
Perubahan sikap Natsir terhadap menyebabkan perubahan pandangan Natsir
Pancasila menurut Kholid O. Santosa mengenai Pancasila seperti faktor politik
(2004) disebabkan oleh tiga hal yaitu : (1) atau kondisi politik saat itu yang
Pemikiran Soekarno yang menganggap menyebabkan Natsir harus berhadapan
bahwa Pancasila adalah konsep murni dengan Pancasila karena Natsir membela
yang digali dari realitas kehidupan Islam sebagai dasar negara, dan juga faktor
masyarakat Indonesia yang tidak berkaitan nilai-nilai Islam yang dianut oleh Natsir
dengan Islam. Soekarno menunjuk yang menolak Pancasila ketika nilai-nilai
Pancasila sebagai suatu pedoman yang Pancasila tidak dikaitkan dengan nilai-nilai
sudah ada dalam buku kertagama. Islam. Sosialiasi politik yang dirasakan
Sehingga Natsir yang awalnya meletakkan Natsir baik sosialisasi lansung maupun tak
Pancasila sebagai bagian dari sistem- lansung telah membentuk pandangan
sistem Islam, maka pada periode politik Natsir yang berpegang teguh pada
Konstituante, Natsir melihat Pancasila nilai-nilai Islam.
sebagai sistem Sekuler. (2) Pertentangan
KESIMPULAN
ideologi secara terbuka antara Masyumi
Faktor-faktor yang mempengaruhi
dan Komunis, dan Natsir memandang
pemikiran Natsir tentang Islam dan
bahwa paham komunis telah melanggar
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari
sila Ketuhanan Yang Maha Esa. (3)
sosialisasi politik yang dialami oleh
Terjadinya ketidakjelasan dan kekaburan
Mohammad Natsir, mulai dari pengaruh
fungsi dan posisi Pancasila.
lingkungan masa kecil (kondisional dan
Melalui penjelasan-penjelasan di
sosio-kultural) di Minangkabau, pengaruh
atas, dapat kita ketahui alasan-alasan
tokoh-tokoh nasional (Ahmad Hassan,
perubahan yang terjadi dalam diri Natsir
H.Agus Salim, Syeikh Ahmad Syurkati
dalam memandang Pancasila sebagai dasar