You are on page 1of 10

Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second

Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

[Laporan Kasus]

A HOLISTIC APPROXIMATION TO MANAGEMENT OF TUBERCULOSIS CASES RELAPSE


IN THE SECOND MONTH OF TREATMENT AN INTENSIVE PHASE
FROM PATIENT WIDOWER GERIATRIC WITHOUT A JOB

Widhi Astuti
Faculty of Medicine, Lampung University

Abstract
Background: Tuberculosis (TB) is a disease that has long been known and to date is still the leading cause of death in
the world. The prevalence of TB in Indonesia and other developing countries is quite high. In 2006, new cases in
Indonesia totaled & gt; 600,000 and mostly suffered by people who are in the productive age (15–55 years old).
Case: Mr. TGN, males 69 years, came with his son to seek medical from Puskesmas Karang Anyar with complaints
the second month treatment controls, because experiencing cough berdahak since 3 months ago and it is sometimes
accompanied by shortness of breath. The patient also complains of frequent sweating especially at night. In
addition, patients also complain of weight due to the appetite. Another complaint that the patient felt dizzy at the
moment is spinning accompanied by nausea and itching after taking medication that package.
Conclusion: treatment of patients has been conducted with the principles of family physician services and holistic
plenary, based from evidence based medicine. Clinical improvement is yet to be seen at the end of their intervention,
because it takes a long time according to the pathophysiology of diseases and cooperation between patients,
families and healthcare providers.

Key Word: Evidance Based Medicine, family medicin, Tuberculosis

Abstrak

Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih
menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang
lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2006, kasus baru di Indonesia berjumlah lebih dari 600.000 dan sebagian besar
diderita oleh masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Kasus: Tn. TGN, laki-laki 69 tahun, datang
bersama anaknya ke Balai Pengobatan Puskesmas Karang Anyar dengan keluhan kontrol pengobatan bulan kedua,
karena mengalami batuk berdahak sejak ± 3 bulan yang lalu dan terkadang disertai sesak napas. Pasien juga
mengeluh sering berkeringat dingin terutama pada malam hari. Selain itu, pasien juga mengeluh berat badan turun
akibat penurunan nafsu makan yang dialami. Keluhan lain yang dirasakan pasien saat ini adalah pusing berputar
disertai mual-mual, dan gatal setelah minum obat paket tersebut. Kesimpulan: Telah dilakukan penatalaksanaan
pasien dengan prinsip pelayanan dokter keluarga yang holistik dan paripurna, berbasis evidence based medicine.
Perbaikan klinis belum dapat dilihat pada akhir masa intervensi, karena membutuhkan waktu yang lama sesuai
patofisiologi penyakit dan kerjasama antara pasien, keluarga dan provider pelayanan kesehatan.

Kata Kunci: Evidance Based Medicine, pelayanan dokter keluarga, Tuberkulosis,

...
Korespondensi : Widhi Astuti| akuo_kawai@yahoo.com

J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|136


Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

Pendahuluan kemungkinan diantaranya adalah lesi


Tuberkulosis (TB) merupakan salah bukan TB (pneumoniae, bronkiektasis,
satu penyakit yang telah lama dikenal jamur, keganasan, dll) atau TB paru
dan sampai saat ini masih menjadi kambuh yang ditentukan dokter spesialis
penyebab utama kematian di dunia.1 yang berkompeten menangani kasus TB.4
Prevalensi TB di Indonesia dan negara- Pelayanan kedokteran keluarga
negara sedang berkembang lainnya memiliki beberapa nilai utama yang
cukup tinggi. Pada tahun 2006, kasus dianut, salah satunya adalah pendekatan
baru di Indonesia berjumlah lebih dari holistik terhadap suatu masalah penyakit
600.000 dan sebagian besar diderita oleh pasien yang tidak hanya memandang
masyarakat yang berada dalam usia penyebab penyakit dari dimensi fisik
produktif (15–55 tahun).2 Angka tetapi juga dari segi psikologi dan sosial
kematian karena infeksi TB berjumlah (biopsiko-sosial) dari pasien, keluarga
sekitar 300 orang per hari dan terjadi dan komunitasnya.5,6 Pendekatan holistik
lebih dari 100.000 kematian per tahun.1 sangatlah penting pada zaman sekarang
Berdasarkan laporan World Health ketika teknologi tinggi kedokteran telah
Organization (WHO) dalam Global Report menyebabkan dehumanisasi pasien dan
2009, pada tahun 2008 Indonesia berada fragmentasi pelayanan kesehatan,
pada peringkat 5 dunia penderita TB sehingga prinsip pelayanan kedokteran
terbanyak setelah India, China, Afrika keluarga sangatlah tepat dalam
Selatan dan Nigeria. Peringkat ini turun penatalaksaan kasus TB di Indonesia.7
dibandingkan tahun 2007 yang
menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 Kasus
kasus TB terbanyak setelah India dan Tn. TGN, laki-laki 59 tahun, datang
China.3 bersama anaknya ke Balai Pengobatan
Klasifikasi kasus TB dibagi menjadi Puskesmas Karang Anyar dengan keluhan
beberapa macam menurut tipe pasien kontrol pengobatan bulan kedua, karena
TB, yaitu kasus baru, kasus kambuh, mengalami batuk berdahak sejak ± 3
kasus default atau drop out, kasus gagal, bulan yang lalu dan terkadang disertai
kasus kronik, dan kasus bekas TB. Salah sesak napas. Dahak berwarna putih
satu diantaranya adalah TB kasus kekuningan tanpa disertai bercak darah.
kambuh adalah pasien TB yang Keluhan ini dirasakan semakin lama
sebelumnya pernah mendapat semakin memberat sejak 1 minggu
pengobatan TB dan telah dinyatakan sebelum pasien datang ke Puskesmas
sembuh atau pengobatan lengkap, untuk menjalani pengobatan.
kemudian kembali lagi berobat, dengan Pasien juga mengeluh sering
hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan berkeringat dingin terutama pada malam
Asam (BTA) positif atau biakan positif. hari. Selain itu, pasien juga mengeluh
Bila BTA negatif atau biakan negatif berat badan turun akibat penurunan
gambaran radiologi dicurigai lesi aktif nafsu makan yang dialami, Pasien
atau perburukan dan terdapat gejala mengaku mengalami penurunan berat
klinis maka harus dipikirkan beberapa
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|137
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

badan sebesar 5 kilogram dalam kurun mandiri tanpa ketergantungan dari orang
waktu ± 3 bulan terakhir. lain.
Keluhan lain yang dirasakan pasien Keadaaan umum pasien tampak
saat ini adalah pusing berputar disertai sakit ringan, suhu tubuh 36,7 oC, tekanan
mual-mual, dan gatal setelah minum darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi
obat paket tersebut. Keluhan yang 80x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit,
dialami pasien menyebabkan dirinya berat badan 49kg, tinggi badan 153 cm,
tidak mampu untuk bekerja seperti biasa. status gizi normal (Indeks masa tubuh
Keluhan yang sama dialami oleh 20,9 kg/m2). Kepala, telinga, hidung,
pasien sekitar 12 tahun yang lalu. mulut, leher, jantung, abdomen, dan
Pengobatan dengan menggunakan obat ekstremitas semua dalam batas normal.
paket selama 6 bulan juga dilakukan oleh Didapatkan perabaan taktil fremitus pada
pasien. Istri pasien meniggal sekitar ±4 pulmo dekstra lebih menurun
tahun yang lalu dikarenakan hal yang dibandingkan pulmo sinistra dan pada
sama dan saat ini salah satu cucu dari auskultasi ditemukan adanya bunya
pasien telah selesai menjalani ronkhi basah halus pada bagian basal
pengobatan dengan menggunakan obat pulmo dekstra
paket selama 6 bulan dari puskesmas. Reflek fisiologis normal, reflek
Sebelumnya pasien memiliki patologis tidak ditemukan kelainan. Skala
kebiasaan makan yang baik, ia menyukai keseimbangan menurut Berg jumlahnya
mengkonsumsi makanan apapun baik 32 yang mununjukan adanya gangguan
makanan berserat seperti sayuran dan keseimbangan. Rangsang raba normal.
buah-buahan atau pun makanan dengan Kekuatan otot tangan dan kaki normal.
protein tinggi seperti daging dan ikan, Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
namun dikarenakan fakor ekonomi, tidak adalah pemeriksaan dahak sewaktu pagi
setiap hari pasien dapat mengkonsumsi sewaktu (SPS), ditemukan 2 BTA positif,
buah-buahan, daging, atau pun ikan. saran pemerikasaan anjuran lainnya
Diakui oleh dirinya, semenjak sakit nafsu adalah pemeriksaan Hb, SGOT, SGPT,
makan sangatlah menurun sehingga Ureum, Creatinin.
mengakibatkan pola makan menjadi Pasien tinggal bersama ketiga
tidak teratur. Pasien mengaku bahwa anaknya. Kondisi rumah bersih dan
dirinya tidak pernah menjalani olahraga cukup, fisik bangunan permanen dengan
rutin dalam bentuk apapun. Riwayat lantai terbuat dari keramik pada bagian
merokok dan minum alkohol disangkal. dalam rumah, dan semen pada bagian
Kegiatan sehari-hari pasien dinilai halaman rumah tanpa diplester, serta
dari aspek mandi, berpakaian, ke kamar tanah pada bagian dapur. Dinding
kecil, berpindah, buang air kecil dan terbuat dari batu bata tanpa diplester
buang air besar, serta makan dan langit-langit yang tertutup, Secara
berdasarkan indeks Katz, pasien memiliki umum rumah cukup untuk mereka
nilai 6. Hal ini menunjukan bahwa berempat. Penerangan dalam rumah
aktivitas tesebut dapat dilakukan secara dengan listrik cukup namun ventilasi
cukup kurang terutama di kamar tidur
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|138
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

dan ruang keluarga. Akibat hal tersebut Penderita TB paru paling banyak
sehingga terkesan kamar tidur tampak terjadi pada usia produktif dan laki-laki.
lembab. Sumber air minum dari sumur Penderita TB paru usia tua berhubungan
milik sendiri dengan jarak ±4 meter dari dengan penurunan kekebalan tubuh yang
dapur, limbah dialirkan ke got, memiliki 1 disebabkan penyakit kronik dan pada
toilet dan 1 kamar mandi. Lantai kamar usia tua juga sering menimbulkan efek
mandi terbuat dari semen tanpa samping. HIV juga cukup memberikan
diplester dan tidak licin. Kondisi rumah peran penting dalam meningkatkan risiko
secara keseluruhan cukup baik. terjadinya reaktivasi infeksi TB laten yang
Pasien sehari-hari bekerja sebagai mengakibatkan timbulnya infeksi paru
buruh di pabrik kayu yang bekerja di yang progresif dan reinfeksi.9
lingkungan terbuka daan dekat jalan Berdasarkan Perhimpunan Dokter
raya. Bahaya potensial yang ada di Paru Indonesia (PDPI) tahun 2011
tempat kerja pasien adalah berupa klasifikasi gejala klinis TB dapat dibagi
serbuk kayu, debu jalan raya, dan menjai 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
kecelakaan kerja akibat alat pemotong gejala sistemik. Bila organ yang terkena
kayu yang digunakan. Saat ini pasien adalah paru maka gejala lokal ialah
tidak bekerja lagi dikarenakan gejala respiratori (gejala lokal sesuai
penyakitnya yang memberat. dengan organ yang terlibat). Gejala
Pasien mendapatkan Obat Anti respiratori tersebut adalah batuk ≥2
Tuberkulosis (OAT) kategori II fase minggu, batuk darah, sesak napas, dan
intensif 2 bulan pertama yaitu 3 tablet 4 nyeri dada.10
Kombinasi Dosis Tetap (4KDT) setiap hari Gejala respiratori ini sangat
selama 2 bulan dan Injeksi streptomisin bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
500 mg intramuskular (IM) setiap hari sampai gejala yang cukup berat
selama 2 bulan. Sedangkan penanganan tergantung luas lesi. Kadang pasien
efek sampingnya berupa ranitidin 2x125 terdiagnosis pada saat medical check up.
mg tab, cetirizin 1x10 mg tab, vitamin B Bila bronkus belum terlibat dalam proses
komplek 1x50mg tab dan betahistin penyakit, maka pasien mungkin tidak ada
mesilat 1x6mg tab. gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus dan selanjutnya
Pembahasan batuk diperlukan untuk membuang
TB paru hingga saat ini masih dahak ke luar.4.
merupakan masalah penting bagi Gejala sistemik terdiri dari demam,
kesehatan. Insidens TB diperkirakan malaise keringat malam, anoreksia dan
meningkat. Penyebab paling penting berat badan menurun. Gejala sistemik ini
peningkatan TB di seluruh dunia adalah sebagian besar dialami oleh pasien.
ketidak patuhan terhadap program, Sedangkan gejala TB ekstra paru
diagnosis dan pengobatan tidak adekuat, tergantung dari organ yang terlibat,
migrasi, HIV, dan Multi Drug Resistance misalnya pada limfadenitis TB akan
TB(MDR-TB).8 terjadi pembesaran yang lambat dan
tidak nyeri dari kelenjar getah bening.
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|139
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

Meningitis TB akan terlihat gejala pneumothoraks. Sebagian besar dari


meningitis dan pada pleuritis TB terdapat getaran suara harus melalui keadaan ini,
gejala sesak napas dan kadang nyeri pada yang akan dipantulkan atau direapsorpsi,
sisi yang rongga pleuranya terdapat sehingga intensitas getaran akan
cairan.4 menurun.11
Kelainan yang didapat pada TB paru Sebelum menjalani pengobatan TB
tergantung luas kelainan struktur paru. di puskesmas. pasien sudah mencoba
Perkembangan awal penyakit umumnya mencari pengobatan ke dokter setempat,
tidak (atau sulit sekali) ditemukan namun keluhan hanya sebentar saja
kelainan. Kelainan paru pada umumnya hilang dan keluhan batuk tersebut
terletak di daerah lobus superior semakin lama semakin bertambah parah
terutama daerah apeks dan segmen dalam 1 minggu terakhir sebelum
posterior (S1 dan S2) serta daerah apeks menjalankan pengobatan TB di
lobus inferior (S6). Kelainan pemeriksaan Puskesmas. Saat menjalani pengobatan
fisik yang dapat ditemukan antara lain dengan dokter di balai pengobatan
suara napas bronkial, amforik, suara swasta pasien disarankan untuk
napas melemah, ronkhi basah, tanda- menjalankan pemeriksaan dahak di
tanda penarikan paru, diafragma, dan Puskesmas terlebih dahulu.
mediatinum.4 Kelainan yang didapatkan Pasien TB dapat digolongkan
pada pemeriksaan fisik Tn. TGN adalah berdasarkan riwayat penyakitnya, yaitu
berupa suara ronkhi basah halus di kasus baru yaitu pasien yang tidak
bagian basal pulmo dekstra dan pada mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.
perabaan taktil fremitus pulmo dekstra Kasus kambuh yaitu pasien yang pernah
lebih menurun dibandingkan pulmo dinyatakan sembuh dari TB tapi timbul
sinistra. lagi. Kasus gagal yaitu pasien yang
Suara tambahan berupa ronkhi sputumnya tetap positif setelah
basah halus yang ditemukan pada pasien, mendapatkan obat anti TB >5 bulan atau
cirinya tidak mempunyai sifat gelembung pasien yang menghentikan
terdengar seperti gesekan rambut atau pengobatannya setelah mendapatkan
seperti suara yang disebabkan oleh obat anti TB 1-5 bulan dan sputumnya
permukan dua jari yang basah dan masih positif. Kasus kronik yaitu pasien
menempel kemudian dipisahkan dengan yang sputumnya tetap positif setelah
mendadak, hal ini muncul pada infeksi- mendapatkan pengobatan ulang lengkap
infeksi jaringan parenkim paru contohnya yang disupervisi dengan baik.12
pneumonia dan TB paru. Ronkhi basah Berdasarkan riwayat pasien yang sudah
terdapat pada dinding yang meradang pernah mendapatkan terapi obat anti TB
atau penumpukan sekret atau dihasilkan secara lengkap, maka dapat disimpulkan
oleh inspirasi paksa yang panjang.11 diagnosis pasien merupakan TB paru
Suara fremitus vokal akan menurun kasus kambuh dengan hasil mikroskopis
dalam keadaan bronkus yang tertutup sputum positif dengan atau tanpa kultur.
(atelektasis obstruksi), adanya cairan Saat ini kriteria terpenting untuk
(efusi), atau udara dalam rongga menetapkan dugaan diagnosis TB adalah
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|140
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

berdasarkan pewarnaan tahan asam. yang terkait, pencatatan, pelaporan,


Walau demikian, metode ini kurang evaluasi kegiatan dan rencana tindak
sensitif, karena baru memberikan hasil lanjutnya.3
positif bila terdapat >103 organisme/ml Pengobatan TB diberikan dalam 2
sputum.13 Kultur memiliki peran penting tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
untuk menegakkan diagnosis TB karena Pengobatan tahap intensif penderita TB
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas paru mendapat obat setiap hari dan
yang lebih baik daripada pewarnaan diawasi langsung untuk mencegah
tahan asam.14 terjadinya resistensi terhadap OAT.9 Fase
Kultur Lowenstein-Jensen (LJ) awal/intensif diperlukan kombinasi
merupakan baku emas metode bakterisidal dan pencegahan resistensi
identifikasi Mycobacterium tuberculosis, obat Rifampisin, INH, Pirazinamid,
dengan sensitivitas dan spesifisitas Etambutol, dan Streptomisin (RHZES)
masing-masing 99% dan 100%.15 Akan untuk membunuh kuman dalam jumlah
tetapi waktu yang diperlukan untuk besar dengan cepat yaitu populasi
memperoleh hasil kultur cukup lama, Mycrobacterium tuberculosis yang
yaitu sekitar 8 minggu.16 Hal ini tentu saja mempunyai kemampuan multiplikasi
akan menyebabkan keterlambatan yang cepat dan mencegah terjadinya resistensi
bermakna untuk menegakkan diagnosis obat, selanjutnya pada fase lanjutan
dan memulai terapi. Metode penegakan diberikan obat yang mempunyai aktivitas
diagnosis yang banyak digunakan saat ini sterilisasi (RHZ) untuk membunuh kuman
adalah metode lama dengan yang kurang aktif atau populasi kuman
menggunakan pewarnaan tahan asam.14 yang membelah secara intermiten dan
Penatalaksanaan TB meliputi mencegah terjadinya kekambuhan.16
penemuan pasien dan pengobatan yang Pada negara berkembang terjadi
dikelola dengan menggunakan strategi gagal pengobatan karena hilangnya
Directly Observed Treatment Short motivasi penderita, informasi mengenai
Course (DOTS). Tujuan utama penyakitnya, efek samping obat, problem
pengobatan pasien TB adalah ekonomi, sulitnya transportasi, faktor
menurunkan angka kematian dan sosiopsikologis, alamat yang salah,
kesakitan serta mencegah penularan komunikasi yang kurang baik antara
dengan cara menyembuhkan pasien. penderita TB paru dengan petugas
Penatalaksanaan penyakit TB adalah kesehatan. Ketidakpatuhan untuk
menurunkan angka kematian dan berobat secara teratur bagi penderita TB
kesakitan serta mencegah penularan paru tetap menjadi hambatan untuk
dengan cara menyembuhkan pasien. mencapai angka kesembuhan yang tinggi.
Penatalaksanaan penyakit TB merupakan Kebanyakan penderita tidak datang
bagian dari surveilans penyakit, tidak selama fase intensif karena tidak
sekedar memastikan pasien menelan adekuatnya motivasi terhadap kepatuhan
obat sampai dinyatakan sembuh tetapi berobat dan kebanyakan penderita
juga berkaitan dengan pengelolaan merasa enak pada akhir fase intensif dan
sarana bantu yang dibutuhkan petugas
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|141
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

merasa tidak perlu kembali untuk Pengawas menelan obat yang


pengobatan selanjutnya.18 paling ideal sebaiknya dapat mengawasi
O’Boyle dkk (2002) melaporkan di secara langsung setiap penderita
kota Kinabalu Sabah Malaysia bahwa menelan obat setiap hari terutama pada
kepatuhan dapat ditingkatkan dengan fase awal yaitu pada 2 bulan pertama.
peningkatan edukasi penderita, keluarga DOTS merupakan strategi WHO yang
dan populasi umum, mengurangi biaya paling efektif untuk memastikan
transportasi dan lamanya perjalanan. kepatuhan berobat dan kelengkapan
Nuwaha (1999) melaporkan di Uganda pengobatan, dapat mengurangi biaya
92% penderita menyelesaikan pengobatan TB paru, mengurangi
pengobatannya.19 Hal tersebut frekuensi resistensi obat, resistensi MDR-
disebabkan karena pengobatan TB, kasus kambuh, kasus gagal
penderita pada satu fasilitas kesehatan, pengobatan dan meningkatkan angka
baik pada fase intensif maupun fase kesembuhan.3,4
lanjutan, pengobatan penderita dekat Sebagian besar pasien TB dapat
rumah. Pelatihan dan supervisi pekerja menyelesaikan pengobatan tanpa efek
kesehatan dan penggunaan kemoterapi samping. Namun sebagian kecil dapat
jangka pendek. Comolet (1998) mengalami efek samping. Pengawasan
melaporkan peningkatan komunikasi dan terhadap efek samping obat dan
perhatian dari petugas kesehatan dapat bagaimana penanganannya sangat perlu
meningkatkan penderita untuk diketahui sehingga lebih terjamin
menyelesaikan pengobatannya. 21,22 keteraturan berobat, karena
Directly observed therapy (DOT) ketidakteraturan berobat akan
merupakan salah satu komponen dari menyebabkan timbulnya resistensi obat.3
DOTS. Sistem DOTS terdiri dari 5 Salah satu dari OAT yang dapat
komponen yaitu perlunya komitmen menimbulkan sindrom kulit seperti gatal-
politik penentu kebijaksanaan, diagnosis gatal kemerahan dan sindrom perut
mikroskopik yang baik, pemberian obat berupa nyeri perut, mual, dan muntah,
yang baik dan diawasi secara baik, kadang-kadang diare yang sebagian
jaminan ketersediaan obat serta muncul pada Tn. TGN dikarenakan oleh
pencatatan dan pelaporan yang akurat. rifampisin. Efek samping ringan tersebut
DOT merupakan tehnik pengobatan sering terjadi pada saat pemberian
dengan cara di lakukan supervisi dalam berkala dan dapat sembuh sendiri atau
mengawasi penderita menelan obatnya hanya memerlukan pengobatan
secara teratur dan benar oleh Pengawas simptomatik. 3

Minum Obat (PMO). Keberadaan PMO ini Munculnya rasa pusing berputar
memastikan penderita menelan obat dan yang juga dialami oleh pasien adalah
dapat diharapkan sembuh pada akhir dikarenakan obat streptomisin. Efek
masa pengobatan. Pengawas menelan samping utama streptomisin adalah
obat merupakan elemen yang sangat kerusakan saraf kedelapan yang
menentukan dalam DOTS. 3 berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran. Resiko efek samping
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|142
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

tersebut akan meningkat seiring dengan memberikan kontribusi terhadap


peningkatan dosis yang digunakan dan resistensi obat pada negara berkembang
umur pasien. Kerusakan alat termasuk ketidaktahuan penderita
keseimbangan biasanya terjadi pada 2 tentang penyakitnya, kepatuhan
bulan pertama dengan tanda-tanda penderita buruk, pemberian monoterapi
telinga mendenging (tinitus), pusing, dan atau regimen obat yang tidak efektif,
kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dosis tidak adekuat, instruksi yang buruk,
dapat dipulihkan bila obat segera keteraturan berobat yang rendah,
dihentikan atau dosisnya dikurangi motivasi penderita kurang, suplai obat
dengan 0,25 gr, jika pengobatan yang tidak teratur, bioavailabilitas yang
diteruskan maka kerusakan alat buruk, dan kualitas obat memberikan
keseimbangan akan semakin parah dan kontribusi terjadinya resistensi obat
menetap (kehilangan keseimbangan dan sekunder.8
tuli).3,4 Resiko ini terutama akan Berdasarkan PDPI (2011), pasien
meningkat pada pasien dengan gangguan yang dicurigai kemungkinan MDR TB
fungsi ekskresi ginjal.3 adalah kasus TB paru dengan gagal
Pengobatan yang tidak teratur, pengobatan pada kategori 2, dibuktikan
memakai paduan OAT yang tidak atau dengan rekam medis sebelumnya
kurang tepat maupun pengobatan yang penyakit terdahulu, pasien TB dengan
terputus telah mengakibatkan resistensi hasil pemeriksaan dahak tetap positif
kuman terhadap obat. Resistensi adalah setelah sisipan dengan kategori 2, pasien
keadaan kuman dalam situasi yang tidak TB yang pernah diobati di fasilitas non
peka lagi terhadap suatu obat meskipun DOTS, termasuk yang mendapat OAT lini
dalam kadar yang tinggi.8 Dasar-dasar kedua seperti kuinolon dan kanamisin,
yang ditempuh oleh mikroorganisme pasien TB paru yang gagal pengobatan
sehingga resisten antara lain melalui kategori 1, pasien TB paru dengan hasil
proses adaptasi dan mutasi.22 Adaptasi pemeriksaan dahak tetap positif setelah
terjadi karena lingkungan baru sebagai sisipan dengan kategori 1, TB paru kasus
efek kemoterapi sehingga kuman kambuh, Pasien TB yang kembali setelah
tersebut mengalami perubahan lalai pengobatan kaategori 1 dan kategori
enzimatik yang selanjutnya diturunkan ke 2, suspek TB dengan keluhan yang tinggal
generasi selanjutnya.23,24 Mutasi pada dekat dengan pasien TB-MDR konfirmasi,
keadaan ini adalah terjadi proses termasuk petugas kesehatan yang
perubahan genetik pada kuman secara bertugas dibangsal TB-MDR, dan
spontan atau mutasi. Makin banyak TB-HIV.19,20,21
jumlah kuman makin mudah timbul Pekerjaan sebagai buruh kayu dan
mutasi. Mekanisme resistensi kuman TB bekerja di lingkungan terbuka yaitu dekat
terhadap OAT terjadi umumnya melalui jalan raya serta tingginya angka pengidap
proses tersebut yang bervariasi TB paru disekitar lingkungan rumah
tergantung dari jenis OAT.3 pasien menjadi suatu hal yang perlu
MDR-TB merupakan problem diperhatikan apakah hal tersebut
utama di dunia. Banyak faktor yang menjadi salah satu faktor munculnya
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|143
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

kekambuhan pada pasien ini. Mengingat yang lama sesuai patofisiologi penyakit
secara patogenesis kuman TB yang dapat dan kerjasama antara pasien, keluarga
bertahan selama 1-2 jam dalam udara dan provider pelayanan kesehatan
terbuka, maka dilakukan konseling
edukasi akan pentingnya penggunaan Daftar Pustaka
masker baik di dalam rumah maupun 1. Young DB, Perkins MD, Duncan K, CE Barry.
Confronting the scientific obstacles to global
diluar rumah saat beraktifitas.25
control of tuberculosis. J Clin Invest.
Beberapa masalah pada pasien 2008;118:1255- 65.
yaitu penyakit TB, pola hidup, pola 2. European Centre for Disease Prevention and
makan dan kebersihan rumah, maka Control, WHO Regional Office for Europe.
dilakukan beberapa rencana intervensi Tuberculosis surveillance and monitoring in
Europe. Stockholm, European Centre for
berupa edukasi pada pasien dan keluarga
Disease Prevention and Control, 2013.
untuk memberikan pemahaman pada 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
pasien dan keluarga bahwa sakit yang (DEPKES RI). Pedoman nasional:
diderita pasien yaitu tuberkulosis paru penanggulangan tuberkulosis. Cetakan ke-2.
yang merupakan penyakit yang serius Jakarta:2008;hal.8- 14.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
dan dapat menular yang dapat
Pedoman dan diagnosis penatalaksanaan TB
mengakibatkan komplikasi yang berat Indonesia. Jakarta: 2011. Diakses pada
apabila tidak ditangani secara cepat dan tanggal 20 Juli 2014. http://www.
tepat. Dibutuhkan kesadaran dan disiplin klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
pada pasien serta dukungan dari keluarga 5. Sulistomo A. Penerapan Pelayanan
Kedokteran Keluarga, kedokteran okupasi,
untuk mengontrol penyakit TB pada
dan kedokteran lingkungan masa kini. Kuliah
pasein. Pemberian edukasi secara Modul kedokteran Komunitas mahasiswa
intensif sangatlah diperlukan bagi para tingkat III Fakultas Kedokteran Universitas
penderita TB guna meningkatkan Indonesia. Jakarta:FKUI;2008.
keinginan untuk patuh terhadap 6. Notoatmodjo S. Ilmu Kesehatan Masyarakat
prinsip-prinsip dasar. Jakarta:PT Rineka
pengobatan penyakit TB paru sehingga
Cipta;2003.
meminimalkan kejadian terjadinya 7. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas
komplikasi. FKUI. Diagnostik holistik pada pelayanan
kesehatan primer-pendekatan multi aspek
Jakarta:Departemen IKK FKUI; 2008.
8. Aditama TY, Priyanti M. Tuberkulosis
Masalah dan Perkembangannya.
Simpulan www.fk.ui.ac.id 2008.
Telah dilakukan penatalaksanaan pasien 9. Aditama TY. Tuberkulosis: Diagnosis, terapi
dengan prinsip pelayanan dokter dan masalahnya. Edisi 3, Jakarta: Lab.
keluarga yang holistik dan paripurna, Mikrobiologi RS Persahabatan, WHO
Collaborating Center for Tuberculosis;
berbasis evidence based medicine.
2000.p.12–95.
Terjadi perubahan sikap, prilaku dan 10. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam
pengetahuan pada Tn. TGN tentang Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata
penyakit TB, namun perbaikan klinis M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit
belum dapat dilihat pada akhir masa dalam jilid II Edisi ke-4 Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.
intervensi, karena membutuhkan waktu
hal 988.
J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|144
Widhi A I A Holistic Approximation to Management of Tuberculosis Cases Relapse in the Second
Month of Treatment An intensive Phase From Patient Widower Geriatric Without A Job

11. Hariadi S, Amin M, Wibisono JM, Hasan H. 20. Nuwaha F. High compliance in an
Dasar-Dasar Diagnostik Fisik Paru. ambulatory tuberculosis treatment
Departemen Pulmonologi dan Ilmu programme in a rural community of Uganda.
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Int J Tuberc Lung Dis 1999; 3:79-81.
Universitas Airlangga. Surabaya: Universitas 21. Comolet TM, Rakotomalala, Rajaonarioa H.
Airlangga; 2012. Factors determining compliance with
12. WHO. Tuberculosis in the world. 2004 tuberculosis treatment in an urban
http//www.who.int. diakses tanggal 5 Juli environment, Tamatave, Madagascar. Int J
2014. Tuberc Lung Dis 1998; 2:891-7.
13. Muzaffar R, Batool S, Azis A, Naqvi A, Rizvi A. 22. Orenstein EW, Basu S, Shah NS, et al.
Evaluation of the FASTPLAQUETB Assay for Treatment outcomes among patients with
Direct Detect ion of Mycobacterium multidrug-resistant tuberculosis: systematic
tuberculosis in Sputum Specimens. Int J review and meta-analysis. Lancet Infect Dis
Tuberc Lung Dis. 2002; 6(7): 635-40. 2009; 9: 153–161.
14. Albert H, Heydenrych A, Brookes R, Mole LJ, 23. Skrahina A, Hurevich H, Zalutskaya A, et al.
Harley B, Subotsky E, et al. Performance of a Alarming levels of drug-resistant
Rapid Phage-based test, FASTPlaqueTBTM, tuberculosis in Belarus: results of a survey in
to Diagnose Pulmonary Tuberculosis from Minsk. Eur Respir J 2012; 39: 1425–1431.
Sputum Specimens in South Africa. Int J 24. Skrahina A, Hurevich H, Zalutskaya A, et al.
Tuberc Lung Dis. 2002; 6(6): 529 – 37. Multidrug-resistant tuberculosis in Belarus:
15. Farnia P, Mohammadi F, Mirsaedi M, Zarifi the size of the problem and associated risk
AZ, Tabatabee J, Bahadori M et al. factors. Bull World Health Organ 2013; 91:
Bacteriological follow-up of pulmonary 36–45.
tuberculosis treatment: a study with a 25. Boehme CC, Nabeta P, Hillemann D, et al.
simple colorimetric assay. Microbes and Rapid molecular detection of tuberculosis
Infection. 2004; 6(11): 972-76. and rifampin resistance. N Engl J Med 2010;
16. Levinson W. Review of Medical Microbiology 363: 1005–1015.
and Immunology. United States,The
McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. p.164.
17. Sudarsono. Penatalaksanaan tuberkulosis
paru dalam strategi DOTS. Surabaya:2002;
Disampaikan pada Simposium TB Update 23-
24 Maret 2002
18. Iseman MD. Tuberculosis epidemiology. In:
A clinician’s guide to tuberculosis.
Philadelphia: Williams & Wilkins, 2000;p.97-
128.
19. O’Boyle SJ, Power JJ, Ibrahim MY, Watson
JP. Factors affecting patient compliance with
anti-tuberculosis chemotherapy using the
directly observed treatment, short-course
strategy (DOTS). Int J Tuberc Lung Dis 2002;
6:307-12.

J Medula Unila|Volume 3 Nomor 2|Desember 2014|145

You might also like