Professional Documents
Culture Documents
1807 4577 1 SM PDF
1807 4577 1 SM PDF
Abstrack : The aim of this study was to explore stressors faced by schizophrenic patients
who have on-going treatments in Surabaya and to reveal strategies they employ to cope
with the stressors. This was a qualitative research with a case study method. The
participants of this study were two schizophrenic patients who have diagnosed by the expert
as having paranoid and hebephrenic and schizophrenia have on going treatment. Data were
collected through semi-structure interviews from main participants and their significant
others and analyzed using thematic analysis. The results showed that the participants have
experienced some stressors during on-going treatment process. Some of those stressors are:
negative reaction from society, less attention from others, and loneliness. That stressors
can become obstacles for schizophrenic patients to recover. To cope with the stressors,
participants of this study employ two coping strategies, namely problem and emotion
focused copings. The problem focused coping strategy helps participants to be directly
active in solving the stressors. While, emotion focused coping strategy helps to control
emotion and built their positive perspectives. In general, this study concludes that the
participants use emotion focused coping when they are unable to solve stressors directly.
Emotion focused coping helps participants to maintain their positive emotions. The
participants’ coping ability indicates that they have opportunity to decrease the possibility
of relapse risk and engage in normal life.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stressor yang dialami oleh
penderita skizofrenia rawat jalan atau sudah pada tahap remisi di Surabaya serta strategi
yang digunakan untuk menghadapi stressor tersebut. Pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus digunakan. Partisipan utama adalah tiga orang yang telah diagnosis oleh ahli
sebagai penderita skizofrenia paranoid dan hebrefenik dalam tahap remisi. Data diperoleh
melalui wawancara mendalam semiterstruktur dengan kedua partisipan dan significant
others mereka. Data dianalisis menggunakan teknik analisis tematik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kedua partisipan mengalami beberapa stressor antara lain
mendapatkan tanggapan negatif dari masyarakat, kurangnya perhatian dari orang terdekat,
dan mengalami kesepian. Untuk menghadapi berbagai stressor tersebut, kedua partisipan
menggunakan strategi berfokus pada masalah dan strategi berfokus pada emosi. Strategi
coping berfokus pada masalah membantu partisipan untuk bertindak aktif secara langsung
menyelesaikan masalah, sedangkan strategi coping berfokus pada emosi digunakan untuk
membantu mengelolah emosi secara positif. Secara umum, penelitian ini menyimpulkan
bahwa partisipan penelitian ini lebih sering menggunakan strategi coping yang berfokus
pada emosi. Coping berfokus emosi membantu partisipan untuk mengatur dan
mengendalikan emosi mereka. Kemampuan ketiga partisipan dalam melakukan coping
terhadap berbagai stressor yang dialaminya menunjukkan peluang yang besar bagi mereka
untuk mengurangi risiko kekambuhan dan hidup secara normal.
Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Sakti Susilawati melalui e-mail: sakti_s_ibrahim@yahoo.com
119
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
120
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015
121
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
122
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015
orang terdekat; mudah stres karena masalah dialaminya namun hal tersebut tidak terlalu
ringan; skizofrenia membuat mudah lelah; berpengaruh untuk dirinya.
mengalami kesepian; dan takut dijauhi karena
mengalami skizofrenia. Kemudian, tema “Iya. jadi aku kayaknya pernah merasa
terakhir yaitu strategi coping untuk mengatasi sakit hati juga dibilang gendeng,,“oh iya
masalah yang terdiri atas 2 (dua) sub-tema, areke rodo gendeng”, aku kan dengar dari
penyelesaian berfokus pada masalah (problem belakang dia ngomong sama orang kayak
focused coping) dan penyelesaian berfokus gitu [...].” (P2 -B349).
pada emosi (emotion focused Coping).
Strategi coping yang berfokus pada Sama halnya dengan partisipan 1,
emosimeliputi beberapa topik antara lain partisipan 2 juga menerima tanggapan negatif
mengalihkan tekanan ke aktivitas lain; seperti julukan gendeng. Ketika kondisi
menyelesaikan tanggapan negatif; menahan dimana partisipan 2 berperilaku aneh, hanya
dan mengekspresikan emosi; mencari keluarga yang mengetahui. Partisipan 2
dukungan moral; mengubah pandangan menceritakan pernah mendapat tanggapan
tentang tekanan dan menerima kondisi. negatif berupa julukan gendeng oleh
saudaranya. Ketika dia akan berobat kepada
Tema : Tekanan yang dialami akibat
orang pintar. Saudaranya lalu mengatakan
skizofrenia
kepada orang pintar tersebut bahwa partisipan
Mendapatkan tanggapan negatif itu gendeng. Mendengar tanggapan tersebut,
partisipan sakit hati namun dia memilih untuk
Kembalinya mantan penderita diam.
skizofrenia secara penuh pada perilaku yang
normal bukanlah suatu hal yang mudah. Kurangnya perhatian dari orang
Sebagian masyarakat awam tidak memahami terdekat.
skizofrenia. Orang dengan skizofrenia juga
seringkali dianggap tidak dapat sembuh. Peran orang terdekat untuk membantu
Karena itu, ketika penderita sudah remisi dan salah satu keluarganya yang mengalami
kembali ke keluarga dan masyarakatnya, skizofrenia sangat penting sekali. Karena
seringkali mendapat tanggapan negatif. semua berawal dari hubungan keluarga.
Tanggapan negatif yang dialaminya yaitu Keluarga yang tidak peduli dan tidak
berupa julukan gendeng (gila). memperhatikan dikhawatirkan akan
memberikan dampak kekambuhan kepada
“[…] Seperti orang sakit jiwa, orang penderita skizofrenia. Padahal, perhatian yang
normal aja di olok “koen gendeng” (kamu diberikan dapat memberikan motivasi kepada
gila), ya siapa sih yang mau.Ya ada penderita skizofrenia dan membuat dirinya
penolakan pasti ada [...] .” (P1-B259). merasa masih dibutuhkan dengan kasih
sayang dari orang terdekatnya.
Partisipan 1 menceritakan ketika
berkumpul dengan teman-temannya, status Seperti yang dialami oleh partisipan 2,
partisipan yang pernah dirawat dan saat ini melaporkan bawah dirinya merasa kurang
menjalani pengobatan rawat jalan sebagai diperhatikan oleh keluarganya.
penderita skizofrenia menjadi bahan canda. “Beberapa tahun yang awal-awal keluarga
Julukan gendeng kepada dirinya menjadi masih dukung aku kan, maksudnya sabar
dengan aku trus mungkin sekarang
bahan tertawaan ketika berkumpul bersama
mereka sudah mulai capek trus atau
teman-temannya. Partisipan memberikan mungkin aku gregetan (kesal) atau gak
persamaan bahwa orang normal saja apabila mau, jadi sempat itu gak bantu aku jadi
diberikan olokan gendeng saja tidak misalkan aku sakit bapakku gak bisa
menerima begitu juga dengan dirinya. ngantar, mungkin karena dia (sudah) tua,
Partisipan juga menyadari penolakan yang [...] .” (P2- B225).
123
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
124
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015
Individu akan merasa kesepiannya hilang anak dari temannya. Lalu, partisipan ada
ketika bersama dengan situasi dan seseorang niatan untuk mengadopsi anak, namun
yang menyenangkan membuat dirinya aman keinginan tersebut diurungkan niatnya karena
dan nyaman walau dalam kondisi tertekan suaminya tidak setuju.
sekaligus.
Tema : Strategi Coping untuk
“[...] aku bilang kok hari-hari ini gampang mengatasi tekanan
banget lonely (kesepian) gitu kan ya, kok
lain sama dulu aku tuh, kalau dulu Coping ialah cara individu untuk
mungkin passion (semangat) ku karena mengatasi dan mengurangi tekanan. Ada dua
belajar, kerja, kuliah dan aku cara yang ditempuh partisipan untuk
mendapatkan kepuasan di situ karena itu menyelesaikan masalahnya yaitu
keinginanku kali ya. Sekarang aku selama penyelesaian berfokus pada masalah (problem
ini kerja, kerja juga tapi dapatnya ya gini- focused coping) dan penyelesaian berfokus
gini aja, ya maksudnya kayaknya pada emosi (emotion focused coping).
kepingin, ya kerja tuh harus ya memang
Problem focused coping sebagai usaha dari
harus untuk menghidupkan aku sendiri
kan, trus habis itu jadi itu kepingin cari
individu yang secara aktif mencari
jodoh [...].” (P2-B58). penyelesaian dari masalah untuk
menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stres (Folkman & Lazarus,
Partisipan 2 membandingkan dirinya
1984:46).
yang dulu dengan yang sekarang. Dahulu
Hasil penelitian ini menunjukkan para
partisipan kesehariannya diisi dengan
partisipan cenderung menggunakan kedua
kegiatan seperti kuliah dan kerja.
jenis strategi tersebut. Namun, strategi
Kesehariannya juga dilakukan dengan
penanggulangan masalah yang berfokus pada
kegiatan belajar. Partisipan mengeluhkan
emosi tampak lebih dominan.
keadaannya mengenai pekerjaan yang
penghasilannya terkadang tidak memuaskan. Penyelesaian berfokus pada masalah
Namun, partisipan menyadari tuntutan
ekonomi mengharuskan dia tetap bekerja. Upaya-upaya lain yang dilakukan
Kesepian karena belum mempunyai pasangan antara lain mengambil langkah aktif seperti
juga menjadi faktor kejenuhan yang dirasakan mempersiapkan rencana untuk menyelesaikan
dan dirinya berniat untuk mencari jodoh. dan menjauhkan diri dari stressor. Seperti
Sedangkan, pada partisipan 2 selalu stressor efek negatif obat yang dialami oleh
menangani masalahnya sendiri, namun kedua partisipan.
dirinya merasakan jenuh karena kesepian.
“Dikasih buku ini sama teman orang ini,
“[...] Loh memang, saya bisa ngatasi ya dikasih buku apa, Andri Gunawan. Ini
memang, tapi sekali waktu loh, kadang institute of mind technology, ini motivator
jenuh gitu loh mba, saya kepengen cari no.1 di se Indonesia yg paling dicari,
teman yang bisa di ajak-ajak ngobrol enak niatnya kesana, ini kan terapi saya coba
gitu ya, tukar pendapat gimana enaknya, katanya gak bisa, [...].” (P1-B349).
trus sharing-sharing apa gimana[...].” Partisipan 1 juga aktif mencari
(P2--B723). informasi dengan cara mendatangi tempat
terapi berupa hipnoterapi.
Partisipan membutuhkan seorang
teman untuk saling berbagi cerita. Selain
jenuh karena tidak mempunyai teman untuk “[...] obat merasa ngantuk atau melayang
itu, ngantuk jadi ya aku kurangi, tapi
saling berbagi cerita, partisipan juga belum
katanya ga apa sehari 2 kali, [...] tapi ya
merasakaan kehadiran seorang anak didalam untuk mengatasinya aku tetap konseling
kehidupan rumah tangganya, kemudian ya minum obat. Kalau boleh dikurangi
partisipan ditawari untuk mengadopsi seorang sama dokternya ya gak apa.” (P2-B165).
125
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
“Alhamdulillah, kadang kalau ada “Sekarang udah gak pernah , karena saya
masalah aku kan mikir sendiri jalan bekerja jadi saya dihargai. Dulu sebelum
keluarku gini, dari pikiran ku gini aku kerja saya di ketawain orang. Saya
cerita ke psikiaternya ternyata jalan dianggap lucu karenasaya diam dan kaki
pikiran aku sama dia sama, benar gitu. saya tidak bergerak-gerak, saya diam di
Aku cerita ke mbaku ya ada solusinya jadi depan rumah. Mungkin karena lucu saya
kadang masih dikasih (uang) [...].” (P2- keluar masuk rumah.” (P1- B38).
B510).
126
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015
“ya berarti aku misalkan harus dihargai “Iya biasa, gak saya hiraukan. Kalau
orang aku harus berharga juga misalkan biasa ya biasa. Teman saya kan biasa ya
aku harus nyari duitkayak gitu itu jadi kan olokan gitu “iki kakean obat” (orang ini
orang gak akan olok aku kan, orang kebanyakan obat) gitu kan. Jadi kalau
normal aja gelandangan diolokin orang ketawa gitu jadi saya anggap biasa.” (P3-
kayak gitu kan . Kalau pengen dihargai dia B214)
harus jadi orang berharga.” (P2-B364).
Partisipan tidak menghiraukan
Bekerja juga dapat membantunya agar tanggapan temannya yang mengolok-olok
tidak mendapatkan olokan. Hal yang sama dirinya orang stres dan kebanyakan obat.
juga terjadi pada partisipan 3: Dirinya tidak mempermasalahkan dan
menganggap itu hal yang biasa.
“Malah saya dianggap bukan orang
penyakitan. Dianggap seperti biasa. “Enggak ada saya, ya kalau aku sih cuek
Malah kalau di rumah itu saya dianggap aja, lakuin yang terbaik buat kita, cuek
punya kemampuan untuk mencari uang kata orang. Gak ngurus gitu loh, saya
yang lebih baik. Jadi kalau saya tuh, butuh ini orang bilang apa terserah
disuruh untuk membantu keluarga saya pokoknya gak tersakiti gitu.” (P3- B356)
gitu.” (P3 -B222).
127
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
manis harus minum obat, sama kayak dan mengubah persepsinya dengan keadaan
mbak.” (P2- B76). yang ia alami membuat dia bersyukur dengan
situasi ini dan berusaha mencari hal positif
Partisipan mendapat motivasi dari
lainnya.
temannya bahwa ia tidak sakit. Kondisi saat
ini yang mengharuskan mereka berdua minum “Alhamdulillah aku dikasih hidup ya
obat tidak tidak dipandang sebagai tanda Allah, berusaha mencari positif tentang
bahwa mereka sakit. Kedua partisipan merasa pandangan hidup gitu loh.”(P2-B13).
terbantu dengan pandangan positif dari
teman-temannya tersebut. Partisipan mencoba mengubah
Partispan 3 memperoleh dukungan pandangannya pada keadaan yang di alami
sosial dengan bergabung dengan komunitas dengan cara pandang yang positif dan syukur.
online peduli skizofrenia. Ia mendapat Menerima keadaan yang dialaminya
kekuatan dengan berbagi cerita tentang membuat partisipan belajar untuk
masalah yang ia hadapi kepada teman di menafsirkan keadaan ini secara positif.
komunuitas tersebut. Seperti yang dilakukan oleh partisipan 2 dan
partisipan 3.
“Saya baca-baca di KPS (Komunitas
Peduli Skizofrenia Indonesia) saja sudah “Mulai menginjak tahun ke 12
cukup kalau kadang saya mikirnya bukan pernikahan, sekarang melangkah tahun ke
penyakit keluhan saya itu. […] Ya tetap 17 saya sudah sepakat saya gak mikirin
pikiran saya seperti orang waras anak lagi, saya harus memikirkan masa
biasa.”(P3- B482). depan saya, soalnya kalau saya mikir ke
anak terus kemungkinan saya kena
Partisipan 3 mencari bantuan skizfofrenia terus. (P3-B634)
informasi melalui komunitas peduli
skizofrenia. Dirinya merasa apa yang Menjalani pernikahan menginjak usia
dialaminya bukanlah suatu penyakit. ke 17 tahun namun belum juga mendapatkan
Partisipan merasa masih berfikiran waras. seorang anak, partisipan sudah memutuskan
untuk tidak lagi memikirkan persoalan anak.
Mengambil pandangan positif Partisipan memilih untuk memikirkan masa
depannya. Apabila dirinya terus-terus
Semua usaha yang ketiga partisipan memikirkan hal tersebut dikhawatirkan akan
lakukan terkadang tidak menyenangkan untuk kambuh lagi skiozfrenianya, karena tekanan
dilakukan, namun apabila tidak dilakukan yang dialaminya dipikirkan begitu dalam
juga akan mendapatkan dampak yang bisa hingga tegang.
saja menjadi lebih buruk. Ketiga partisipan Partisipan menyadari kebutuhan
kemudian mencoba melakukan strategi memperoleh anak, keluarga juga
kognitif untuk menilai kembali atau menginginkan hal tersebut. Apabila hal ini
mengubah pandangan mengenai situasi terus-terus dipermasalahkan maka tidak akan
tekanan. terselesaikan karena memang kondisi saat ini
“aku kan dulu juga pernah kayak gitu juga dirinya belum dapat mempunyai anak.
pengen bunuh diri, trus habis gitu sakit
kayak gini udahlah dikasih nasehat Menerima kondisi
akhirnya hilang gitu loh persepsi
keinginan untuk bunuh diri , Melewati situasi yang menekan
Alhamdulillah aku dikasih hidup ya Allah, membuat partisipan belajar hidup dengan
berusaha mencari positif tentang kekurangannya. Partisipan mencoba
pandangan hidup gitu loh.”[...],. (P2- menerima dengan tabah mengenai kondisi
B211). yang dialaminya.
Partisipan 2 pernah ada niatan untuk “Sekarang pertama aku nerima aja, dulu
bunuh diri, namun karena diberikan nasehat aku punya target gini-gini sekarang aku
128
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015
mengalami keterpurukan putus asa aku yang sudah sembuh dan kembali ke
ngalami gitu dulu semangatku banyak masyarakat tidaklah mudah untuk diterima di
berapa persen gitu sekarang gak seberapa masyarakat. Skizofrenia dipandang tidak
ini juga gak muluk-muluk dulu cita-cita dapat disembuhkan, hal inilah yang kemudian
aku ada target sekarang ya udahlah nerima menyebabkan penderita skizofrenia mendapat
aja udah usaha ya nerima aja ya mungkin
label negatif misalnya dengan julukan stress
fasenya gitu ada orang yang semangat gak
putus asa jadi ya ku ngalami sekarang ya atau gendeng. Catherine van Zelst (2009
tetap semangat usaha tapi gak kayak menjelaskan stigmatisasi menunjukkan
dulu..” (P2-B529) sebuah interaksi negatif yang kronis dengan
lingkungan yang harus dihadapi oleh pasien
Partisipan 2 menerima keadaannya skizofrenia dalam kehidupan sehari-hari.
saat ini. Ia membandingkan dirinya yang dulu Situasi semacam itu dapat berakibat
sebelum didiagnosis skizofrenia dan sekarang mudahnya para pasien skizofrenia rawat jalan
berbeda. Ia pmelaporkan pernah mengalami (remisi) mengalami stress.
keterpurukan dan putus asa dalam keadaan ini.
Namun ia mulai realistis dengan penyakitnya, Peningkatan stres meningkatkan
dan tidak terlalu tinggi menargetkan apa yang kemungkinan kekambuhan (Davison,
diinginkannya. Patisipan 3 juga berusaha 2010:469). Stres yang berlebihan bahkan
untuk menerima kondisinya: dapat menyebabkan kekambuhan lebih parah
(Siswanto 2007). Individu yang menderita
“Mimpi apa saya punya penyakit gini, tapi skizofrenia tampak sangat reaktif terhadap
ya gak ambil pusing, katanya apa yang berbagai stressor yang kita hadapi dalam
kita rasakan sakit ini mengurangi dosa
kehidupan sehari-hari. Stres yang dialami
kita. Saya yakin kok gitu. [...].”(P3 -
B828).
dapat memicu mood yang negatif maupun
positif. Mood yang negatif menyebabkan
Partisipan masih tidak percaya penderita skizofrenia terbebani dengan
bagaimana ia bisa kena skizofrenia, namun ia kegiatan sehari-hari yang harus dilakukannya.
belajar untuk menerimanya dan mengambil Seperti yang dialami oleh Partisipan 2 dan
sikap positif. Ia lebih ingin memikirkan partisipan 3 juga mudah stres karena masalah
bahwa Tuhan akan menghapus dosanya ringan yang dihadapinya. Partisipan 2 mudah
sebagai imbalan dari sakit yang ia alami. stres dengan kegiatan rumah yang harus
diselesaikan. Sedangkan, pada partisipan 3
PEMBAHASAN mengalami kondisi di mana dirinya belum
mempunyai seorang anak dalam
Penelitian ini menemukan dua tema pernikahannya disebabkan suaminya yang
utama, yaitu tekanan yang dialami akibat divonis mandul. Kudo dkk. (2002)
skizofrenia dengan sub tema mendapatkan menjelaskan bahwa pasien remisi yang
tanggapan negatif; kurangnya perhatian dari sedang menjalani terapi pada fase remisi awal
orang terdekat; mudah merasa lelah, dan bahkan berkelanjutan, ia akan mudah lelah,
mengalami kesepian. Tema kedua yaitu mengalami kesepian, dan menginginkan
strategi coping untuk mengatasi masalah yang seorang teman atau pasangan.
terdiri atas dua sub-tema, penyelesaian
berfokus pada masalah dan penyelesaian Keluarga atau orang terdekat dapat
berfokus pada emosi. Strategi coping yang memberikan dampak penting pada penderita
berfokus pada emosi terdiri meliputi skiozfrenia yang masih menjalani pengobatan
mengalihkan tekanan ke aktivitas lain; rawat jalan untuk membantu mereka dalam
mengabaikan tanggapan negatif; mengambil melakukan penyesuaian. Namun, terkadang
pandangan positif, mencari dukungan moral; keluarga mengabaikan salah satu anggotanya
dan menerima kondisi. yang masih menjalani rawat jalan. Pada awal
Sirait (2008) dalam penelitiannya kekambuhan, biasanya keluarga akan
menjelaskan bahwa penderita skizofrenia menunjukkan kepedulian dan perhatiannya,
129
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
semakin lama semua akan berubah. Penyelesaian yang berfokus pada masalah
Kurangnya perhatian oleh orang terdekat dilakukan oleh ketiga partisipan dengan cara
dialami oleh partisipan 2 dan partisipan 3. mencari informasi dan bantuan secara
Partisipan 2 merasa ayah dan adiknya di langsung seperti bercerita kepada orang
rumah tidak lagi memperhatikannya seperti terdekat dan pada teman di komunitas, seperti
menemaninya keluar, sedangkan partisipan 3 yang yang dilakukan pada partisipan 2 dan
merasa suaminya tidak menunjukkan partisipan 3.
kepedulian terhadap kesedihan yang Usaha penyelesaian masalah secara
dialaminya. langsung juga dipengaruhi oleh faktor lain,
Selain kurang mendapatkan perhatian seperti kemandirian dan keterbukaan terhadap
dari orang terdekat. Kesepian juga merupakan masalah. Hal tersebut dilakukan oleh
tekanan yang dialami oleh partisipan 2 dan partisipan 3. Terbiasa mandiri sejak kecil
partisipan 3. Partisipan 2 merasa bosan karena membantunya mampu menyelesaikan upaya-
semangat dirinya yang sekarang berbeda upaya sendiri dalam menyelesaikan masalah
seperti yang dulu dan mulai kesepian sebab dihadapai hingga saat ini. Hal tersebut juga
belum mempunyai seorang suami. diiringi dengan keterbukaan dirinya dalam
Sedangkan, yang dialami oleh partisipan 3 menceritakan masalah kepada orang lain,
dirinya bosan kesehariannya tidak menurutnya skizofrenia bukanlah aib.
mempunyai seorang teman dekat yang dapat Selain menggunakan strategi
saling berbagi cerita dan belum mempunyai penyelesaian yang berfokus pada masalah,
seorang anak. ketiga partispan juga menggunakan strategi
Tekanan-tekanan yang dialami oleh penyelesaian berfokus pada emosi.
partisipan 2 dan partisipan 3 seperti yang Penyelesaian berfokus pada emosi ini
sudah dijelaskan sebelumnya seperti bertujuan untuk mengontrol emosi terhadap
kurangnya perhatian dari orang terdekat dan situasi stres yang menekan. Untuk
kesepian karena skizofrenia dapat dibahas menghadapi halusinasi partisipan 1 dan dan
dengan menggunakan asumsi hierarki partisipan 3 memilih mengalihkannya pada
kebutuhan Maslow. Kebutuhan untuk dimiliki kegiatan lain. Partisipan 1 melakukan
dan dicintai oleh orang lain tidak dapat aktivitas seperti bermain gitar dan berkumpul
terwujud sepenuhnya oleh partisipan 2 dan bersama teman. Pada partisipan 3
partisipan 3 seperti kebutuhan untuk dekat mengalihkan halusinasi dengan cara
dengan keluarga. Tidak terpenuhinya melakukan aktivitas seperti keterampilan
kebutuhan untuk dimiliki, dicintai dan sayangi tangan, mengaji, mendengarkan dan
menyebabkan rentannya kedua partisipan menyanyikan sebuah lagu.
untuk mengalami kekambuhan. Hal ini serupa dengan pendapat
Untuk mengatasi semua tekanan yang Wykes, (dalam Farhall 2007), yang
dialami ketiga partisipan melakukan upaya melaporkan bahwa mendengarkan musik
penyelesaian masalah dalam menghadapi yang menenangkan cocok untuk menurunkan
tekanan-tekanan tersebut. Kar (2009) halusinasi yang mulai ringan. Mendengarkan
menjelaskan salah satu kunci dari pengobatan musik dapat membantu partisipan mengontrol
yaitu penalaran dan pemecahan terhadap emosi terhadap halusinasi yang didengarnya
masalah. Penyelesaian masalah atau strategi ketika suara halusinasi yang muncul mulai
coping yang digunakan oleh ketiga partisipan menjengkelkan. Kemudian efektivitas lainnya
ada dua, yaitu penyelesaian berfokus pada yaitu fokus terhadap pengurangan kecemasan
masalah dan penyelesaian berfokus pada dengan mengalihkan perhatian (Slade & Ben,
emosi. 1988 dalam Farhall 2007).
Penyelesaian berfokus pada masalah Usaha mengabaikan tekanan juga
dilakukan oleh individu secara aktif untuk dilakukan oleh partisipan 1 dan partisipan 2
menghilangkan kondisi yang menimbulkan ketika mendapatkan tanggapan negatif dari
stres (Folkman & Lazarus, 1984). orang lain. Selain mengabaikan tanggapan
130
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015
negatif dari orang lain, partisipan 1 dan situasi stres. Kemudian, harga diri untuk
partisipan 2 berusaha menahan dan bekerja yang dilakukan ketiga partisipan agar
mengekspresikan emosi. Partisipan 1 akan dihargai oleh orang lain juga menjadi faktor.
mengeskpresikan marahnya kepada diri Ketiga partisipan mencari aktivitas lain untuk
sendiri seperti memaki diri sendiri. mengalihkan diri dari tekanan yang
Sedangkan, partisipan 2 memilih menahan dialaminya.
sakit hatinya dengan diam. Hasil temuan ini selaras dengan hasil
Mencari dukungan sosial berupa penelitian Dongen (1998; dalam Daryanto,
simpati dari orang lain dilakukan oleh ketiga 2008:81), yang mengatakan bahwa diantara
partisipan agar mendapatkan ketenangan individu yang mengalami penyakit mental
emosi. Hal tersebut dilakukan oleh ketiga berat, harga diri positif lebih bermakna tinggi
partisipan dengan menceritakan masalahnya didapat oleh individu yang bekerja
kepada orang terdekat. Mendapatkan dibandingkan yang tidak bekerja. Asquith
informasi dari orang terdekat serta (Daryanto, 2008:81) mengatakan anak
mendekatkan ketengan rohani membantu perempuan lebih mengalami harga diri rendah
ketigan partisipan untuk mengubah pada anak laki-laki. Perempuan dewasa sudah
pandangan tentang tekanan yang dialaminya mampu menjalani tahap perkembangan dalam
dan memikirkan konsekuensinya bahwa hidupnya dengan matang, sehingga mereka
keadaan bisa saja menjadi lebih buruk. upaya mengembangkan harga dirinya arag dihargai
penyelesaian yang berfokus pada emosi ini oleh orang lain. Berdasarkan analisa peneltian
seperti proses yang berkelanjutan dengan ini secara kebetulan didimonasi oleh 2
upaya apa selanjutnya yang akan dilakukan. partisipan perempuan, sehingga perbedaan
Setelah upaya sebelumnya dilakukan, jenis kelamin kurang bisa menggambarkan
membuat ketiga partisipan mampu menerima mana yang lebih cenderung memiliki harga
kondisi dan mengambil makna positif atas diri tinggi. Dalam hal ini, ketiga partisipan
tekanan yang dialaminya. memiliki harga diri yang sama yaitu untuk
Efektifnya strategi yang digunakan bekerja agar dihargai.
bergantung dengan seberasa sulitnya tekanan Berdasarkan strategi coping yang
yang dialaminya. Usaha penyelesaian yang digunakan, ketiga partisipan lebih sering
berfokus pada masalah dilakukan oleh ketiga melakukan strategi penyelesaian terhadap
partisipan dengan tindakan secara langsung. emosi. Hal ini serupa dengan pendapat Storus
Usaha yang telah dilakukan membuat mereka dkk. (2005), (dalam Cross, 2010), yang
bertindak aktif dan mendapatkan manfaat mengatakan bawah pada fase eksaserbasi
positif secara langsung. Sedangkan, usaha (penderita merasa sakit) skizofrenia serta
penyelesaian berfokus pada emosi, dilakukan rentan mengalami tingkat tekanan emosional
oleh ketiga partisipan, mungkin saja tekanan yang tinggi dalam kehidupan mereka,
yang dialami dirasa sulit dan tidak dapat penyelesaian berfokus pada emosi mungkin
diubah dengan tindakan langsung yang akan akan lebih sering digunakan. Fase eksasebasi
memperoleh hasil begitu cepat. Selain skizofrenia adalah fase ketika ketiga
keterlibatan diri sendiri dalam menyelesaikan partisipan merasa kurang baik. Peneliti
tekanan yang dialami, peran dukungan sosial mengasumsikan, walau sudah dinyatakan
sangat berarti membantu ketiga partisipan remisi, bukan berarti ketiga partisipan tidak
dalam menyelesaikan masalahnya. mengalami fase ketika mereka merasa kurang
Friedman (dalam Fahanani, 2010:4) baik. Seperti kecemasan, atau gangguan dari
menjelaskan dampak stres tidak akan terlalu tekanan yang dialami akibat skizofrenia.
kuat apabila ada dukungan sosial, dukungan Coping yang digunakan membatu
sosial dapat membantu individu untuk ketiga partisipan untuk menyelesaikan
memperkokoh kesehatan mentalnya, karena masalah. Efektivitas coping bergantung
dukungan sosial adalah strategi coping yang terhadap masalah dan cara yang
penting dalam keluarga saat berada dalam digunakannya. Ketiga partisipan
131
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
132
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015
Daftar Pustaka
133
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)
Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. (2003). Kompasiana, 30 Mei (2010). Mengontrol
Psikologi Abnormal. Edisi 5. Jilid 2 Halusinasi. Diakses dari :
(Terjemahan). Jakarta : Penerbit http://kesehatan.kompasiana.com/kejiw
Erlangga. aan/2010/05/30/mengontrol-
Moleong, L. J. (2010). Metode Penelitian halusinasi-153757.html pada 20 Mei
Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT. 2013.
Remaja Rosdakarya Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia
Poerwandari, K. E. (2001). Pendekatan diakses tanggal 10 Mei 2012
Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku https://www.facebook.com/groups/skiz
Manusia. Jakarta: Lembaga ofrenia/
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Lazarus, R.S. (1979). Patterns of adjustment.
Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Kogakusha: McGraw-Hill.
Psikologi Universitas Indonesia Mahdy, Hajid Al. (22 April 2013). A Beautiful
Sirait, A. (2008). Pengaruh Koping Keluarga Mind. (Artikel Online)
terhadap Relaps pada Skizofrenia http://ceritahajid.wordpress.com/2013/
Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa 04/22/a-beautiful-mind/ diakes pada
Daerah Propinsi Sumatera Utara. tanggal 20 Mei 2013.
[Thesis] : Universitas Sumatera Utara. Marpaung, V. R. B. (2010). Hubungan
Siswanto, (2007). Kesehatan Mental: Konsep, Ketidakpatuhan Pengobatan Dan
Cakupan dan Perkembangannya. Stigma Pada Keluarga Dengan
Yogyakarta: ANDI Perawatan Kembali Pasien Skizofrenia
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Di RSJ Daerah Provinsi Sumatera
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Utara. Skripsi.Tidak diterbitkan.
Yin, K. R. (2000). Studi Kasus (Desain dan Medan: Fakultas Ilmu Kesehatan
Metode). Jakarta: Rajawali Pers Masyarakat. Universitas Sumatra Utara.
van Zelst, C. (2009). Stigmatization as an Pramadi, A. & Lasmono, H.K (2000). Coping
Environmental Risk in Schizophrenia: stress pada etnis Bali, Jawa, dan Sunda.
A User Perspective. Schizophrenia Anima: Indonesian Psychological
Bulletin, 35(2), 293–296. Diakses dari: Journal. 2 (4). 326-340.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl Psikolove, (2012). Dinamika Psikologis Pasien
es/PMC2659317/. pada 9 Maret 2012. Skizofrenia. (Artikel Online)
Yanos, P. T., Roe, D., Markus, K.& Lysaker, P. http://shellasitiacil.blogspot.com/2012/
H. (2008). Pathways Between 05/dinamika-psikologis-pasien.html.
Internalized Stigma and Outcomes diakses pada tanggal 7 Oktober 2012
Related to Recovery in Schizophrenia Putri, K.P., Ambarini, K.T,. (2012). Makna
Spectrum Disorders. Psychiatric Hidup Penderita Skizofrenia Pasca
Services, 59(12), 1437-1442. Diakses Rawat Inap. Jurnal Psikologi Klinis dan
dari: Kesehatan Mental, 1 (2).
http://journals.psychiatryonline.org/dat Rubbyana, Urifah. (2012). Hubungan antara
a/Journals/PSS/3865/08ps1437.pdf . Strategi Koping dengan Kualitas Hidup
pada tanggal 9 Maret 2012. pada Penderita Skizofrenia Remisi
Kartono, K (1990) Psikologi Umum, Bandung : Simptom. Jurnal Psikologi Klinis dan
Penerbit Mandar Maju Kesehatan Mental, 1 (2).
134