You are on page 1of 16

Jurnal Psikologi Teori & Terapan

2015, Vol. 5, No. 2, 70-80, ISSN: 2087-1708

GAMBARAN TEKANAN (STRESSORS) YANG DIHADAPI


PASIEN SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DAN STRATEGI COPING

Sakti Susilawati dan Muhammad Syafiq


Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya

Abstrack : The aim of this study was to explore stressors faced by schizophrenic patients
who have on-going treatments in Surabaya and to reveal strategies they employ to cope
with the stressors. This was a qualitative research with a case study method. The
participants of this study were two schizophrenic patients who have diagnosed by the expert
as having paranoid and hebephrenic and schizophrenia have on going treatment. Data were
collected through semi-structure interviews from main participants and their significant
others and analyzed using thematic analysis. The results showed that the participants have
experienced some stressors during on-going treatment process. Some of those stressors are:
negative reaction from society, less attention from others, and loneliness. That stressors
can become obstacles for schizophrenic patients to recover. To cope with the stressors,
participants of this study employ two coping strategies, namely problem and emotion
focused copings. The problem focused coping strategy helps participants to be directly
active in solving the stressors. While, emotion focused coping strategy helps to control
emotion and built their positive perspectives. In general, this study concludes that the
participants use emotion focused coping when they are unable to solve stressors directly.
Emotion focused coping helps participants to maintain their positive emotions. The
participants’ coping ability indicates that they have opportunity to decrease the possibility
of relapse risk and engage in normal life.

Keywords: Schizophrenia, stressor, coping strategy

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stressor yang dialami oleh
penderita skizofrenia rawat jalan atau sudah pada tahap remisi di Surabaya serta strategi
yang digunakan untuk menghadapi stressor tersebut. Pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus digunakan. Partisipan utama adalah tiga orang yang telah diagnosis oleh ahli
sebagai penderita skizofrenia paranoid dan hebrefenik dalam tahap remisi. Data diperoleh
melalui wawancara mendalam semiterstruktur dengan kedua partisipan dan significant
others mereka. Data dianalisis menggunakan teknik analisis tematik. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kedua partisipan mengalami beberapa stressor antara lain
mendapatkan tanggapan negatif dari masyarakat, kurangnya perhatian dari orang terdekat,
dan mengalami kesepian. Untuk menghadapi berbagai stressor tersebut, kedua partisipan
menggunakan strategi berfokus pada masalah dan strategi berfokus pada emosi. Strategi
coping berfokus pada masalah membantu partisipan untuk bertindak aktif secara langsung
menyelesaikan masalah, sedangkan strategi coping berfokus pada emosi digunakan untuk
membantu mengelolah emosi secara positif. Secara umum, penelitian ini menyimpulkan
bahwa partisipan penelitian ini lebih sering menggunakan strategi coping yang berfokus
pada emosi. Coping berfokus emosi membantu partisipan untuk mengatur dan
mengendalikan emosi mereka. Kemampuan ketiga partisipan dalam melakukan coping
terhadap berbagai stressor yang dialaminya menunjukkan peluang yang besar bagi mereka
untuk mengurangi risiko kekambuhan dan hidup secara normal.

Kata kunci: Skizofrenia, Stressor, strategi coping

Korespondensi tentang artikel ini dapat dialamatkan kepada Sakti Susilawati melalui e-mail: sakti_s_ibrahim@yahoo.com

119
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

Skizofrenia merupakan salah satu dalam menyaring informasi yang berguna


gangguan jiwa yang cukup banyak diderita darinya. Akibatnya, mereka bingung dan
oleh masyarakat Indonesia. Hasil Riset merasa kesulitan untuk menyaring keluar
Kesehatan Dasar tahun 2007 oleh Badan stimulus yang tidak relevan seperti suara-
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan suara yang mengganggu (Nevid dkk, 2003) .
Departemen Kesehatan (2008) menunjukkan Mereka juga tidak dapat memandang perilaku
jumlah pasien gangguan jiwa berat atau mereka sebagai sesuai secara sosial atau tidak
skizofrenia adalah 0,46 persen dari populasi pada situasi tertentu karena mereka tidak
nasional. Jumlah penduduk Indonesia hasil dapat memandang segala sesuatu dari sudut
sensus 2010 adalah 237.641.326 jiwa (Badan pandang orang lain (Carini & Nevid, 1992
Pusat Statistik, 2010). Dengan demikian, dalam Nevid dkk. 2003:117). Karena itu,
diperkirakan sekitar 1,1 juta jiwa rakyat orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan
Indonesia saat ini menderita gangguan jiwa kemunduran yang jelas dalam fungsi sosial
berat atau skizofrenia. dan pekerjaan.
Skizofrenia didefinisikan sebagai Namun skizofrenia bukanlah
penyakit pervasif yang mempengaruhi gangguan mental yang tidak dapat
lingkup luas dari proses psikologis mencakup disembuhkan. Para penderita ini akan pulih
kognisi, afek dan perilaku (Arango, setelah menjalani pengobatan dan terapi
Kirkpatrick, & Buchanan, 2000, dalam Nevid tertentu. New Freedom Commission untuk
dkk. 2003:110). Sedangkan Depkes RI kesehatan mental dari Departemen Kesehatan
(1993), dalam PPDGJ, mendefinisikan Amerika Serikat (dalam Drake dkk., 2006)
skizofrenia sebagai gangguan jiwa yang mendefinisikan orang yang telah pulih dari
ditandai oleh adanya distorsi dalam pikiran skizofrenia sebagai orang yang “hidup,
dan persepsi yang bersifat khas dan belajar, bekerja, dan berpartisipasi penuh”
fundamental disertai dengan afek yang tumpul dalam masyarakatnya meskipun ia harus
dan tidak wajar (Depkes RI, 1993). Orang terus-menerus menghadapi simptom
yang mengalami skizofrenia mungkin skizofrenia (halusinasi atau delusi). Dalam
berbicara monoton dan mempertahankan penelitiannya terhadap 130 penderita
wajah tanpa ekspresi dan mungkin kehilangan skizofrenia yang sekaligus pecandu obat di
kapasitas untuk mengekspresikan emosi New Hampshire, Amerika Serikat, Drake dkk.
mereka keluar (Nevid dkk, 2003). Penderita (2006) berhasil mengidentifikasi setidaknya 6
skizofrenia akan menunjukkan gejala-gejala (enam) faktor penentu pemulihan (recovery),
seperti berperilaku aneh, mempertahankan yaitu: mampu mengontrol simptom
aktivitas tertentu secara berulang-ulang skizofrenia; berada dalam situasi kehidupan
seperti mondar-mandir, melamun, tidak yang mandiri; bekerja secara kompetitif:
mampu melakukan aktivitas mandiri seperti memiliki kontak secara rutin dengan orang
bekerja, mandi dan makan, pembicaraan dan sekitar; menunjukkan level tertentu kepuasaan
persepsi yang tidak biasa, dan tidak jarang hidup: dan mampu menjauhkan diri dari obat-
menujukkan perilaku agresif, seperti marah- obatan terlarang.
marah atau menganggu orang sekitarnya Mencapai proses pemulihan seperti
(Davison dkk., 2006:444). yang dijelaskan tersebut, bukanlah hal yang
Terlepas dari semua karakteristik mudah bagi beberapa penderita skizofrenia
tersebut, halusinasi menjadi gangguan utama terutama bagi penderita skizofrenia remisi
yang paling umum pada skizofrenia. atau rawat jalan. Alasannya adalah menjalani
Halusinasi adalah gambaran yang remisi atau penyembuhan rawat jalan pada
dipersepsikan tanpa adanya stimulus dari penderita skizofrenia tersebut adalah keadaan
lingkungan (Nevid dkk, 2003). Orang yang yang dapat mengundang banyak pemicu stress
mengalami skizofrenia mungkin dibanjiri (stressors). Stressor adalah segala kejadian
informasi sensoris pada tingkat yang tinggi, atau situasi yang menimbulkan perasaan-
namun memiliki kesulitan yang lebih besar perasaan tegang dan tertekan (Sarafino, dalam

120
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015

Smet, 1994: 108). Sebuah penelitian di mengurangi resiko kekambuhan. Strategi


Amerika yang dilaksanakan oleh Drake dkk. coping secara umum dibedakan dalam dua
(2006) melaporkan beberapa stressor yang fungsi, yaitu problem focused coping dan
dialami oleh penderita skizofrenia rawat jalan, emotion focused coping. Problem focused
yaitu masih menghadapi delusi dan halusinasi, coping adalah usaha dari individu yang secara
gejala depresi dan kecemasan, kesepian, aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk
kelelahan, dan perasaan malu. Semua tekanan menghilangkan kondisi atau situasi yang
tersebut menjadi faktor penyebab menimbulkan stress. Individu juga akan
menurunnya fungsi sosial bagi pasien mengurangi dan mengatasi stressor dengan
skizofrenia rawat jalan (Goldberg & Schmidt, mempelajari cara-cara baru. Strategi ini
dalam Jetha, 2013). biasanya akan digunakan oleh individu ketika
Selain berbagai tekanan di atas, stigma dirinya yakin dapat menguasai dan mengubah
atau tanggapan negatif juga rentan dialami stressor. Stressor akan hilang jika individu
oleh penderita skizofrenia rawat jalan. Hasil mampu mengatasinya dengan menggunakan
penelitiannya van Zelst (2009) menunjukkan coping yang efektif (Ridner, dalam Drapeau
bahwa stigmatisasi menjadi sebuah situasi 2006 ).
interaksi negatif yang kronis dengan Berdasarkan latar belakang masalah
lingkungan yang harus dihadapi oleh pasien tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
skizofrenia dalam kehidupan sehari-hari. mengungkap tekanan-tekanan (stressors)
Penelitian yang dilakukan oleh Yanos dkk. yang dialami pasien skizofrenia rawat jalan
(2008) menunjukkan bahwa stigma yang (remisi) di Surabaya; bagaimana tekanan-
terinternalisasi membawa dampak negatif tekanan tersebut mempengaruhi kehidupan
terhadap harapan dan harga diri pasien hingga personal dan sosial mereka; dan strategi apa
dapat menghambat penyembuhan. Penelitian saja yang digunakan mereka dalam upaya
tersebut merekomendasikan bahwa intervensi untuk mengatasi berbagai tekanan tersebut.
haruslah dibangun dan diuji untuk mengatasi
dampak penting dari stigma yang METODE
terinternalisasi pada proses penyembuhan.
Penderita skizofrenia yang telah Penelitian ini menggunakan
didiagnosis pulih dari gangguannya dan pendekatan kualitatif dengan metode studi
menjadi pasien rawat jalan memerlukan kasus. Studi kasus adalah penelitian kualitatif
keterampilan menyelesaikan masalah dalam yang berupaya menemukan makna,
mengatasi stressor yang menekan tersebut menyelidiki proses, dan memperoleh
agar dapat menjalani aktivitas kehidupannya pengertian dan pemahaman yang mendalam
secara normal. Kemampuan dalam mengatasi dari individu, kelompok, atau situasi (Emzir,
masalah ini umum disebut coping. Coping 2010:20). Kasus yang diangkat dalam
sering dimaknai sebagai apa yang dilakukan penelitian ini adalah tekanan dan strategi
oleh individu untuk menguasai situasi yang coping penderita skizofrenia yang rawat jalan.
dinilai sebagai suatu tantangan, luka, Studi kasus dalam penelitian ini
kehilangan, dan ancaman (Siswanto, menggunakan tipe studi kasus instrinsik.
2007:60). Lazarus & Folkman (dalam Smet, Penelitian ini bertujuan untuk memahami
1994:143), menggambarkan coping adalah secara utuh suatu kasus yang akan di teliti dan
proses ketika individu mencoba untuk tidak ada maksud untuk membangun suatu
mengelola dan mengatur jarak antara teori baru atau menghasilkan suatu
keinginan dari dalam diri individu dan rekomendasi kebijakan (Yin, 2000) .
tuntutan lingkungan. Individu akan
menggunakan sumber daya mereka dalam Partisipan
menghadapi situasi.
Strategi coping yang tepat dapat Penelitian ini 3 (tiga) partisipan.
membantu penderita skizofrenia untuk Partisipan pertama (P1) seorang laki-laki

121
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

berinisial PG yang berusia 44 tahun dengan Teknik Analisis Data


gejala skizofrenia paranoid didapatkan atas
bantuan dari pihak Rumah Sakit Jiwa, Analisis data yang digunakan dalam
sedangkan partisipan kedua (P2) berjenis penelitian ini adalah analisis tematik. Analisis
kelamin perempuan dengan inisial AS berusia tematik adalah metode untuk
37 tahun dan didiagnosis skizofrenia mengidentifikasi, menganalisa, dan
hebefrenik oleh seorang psikiater. Partisipan melaporkan pola-pola (tema) dalam data
ketiga (P3) adalah seorang perempuan (Braun & Clarke, 2006). Langkah pertama
berinisial RT berusia 45 tahun yang direkrut yang dilakukan oleh peneliti adalah
peneliti dari Komunitas Skizofrenia Surabaya. mentranskrip data hasil wawancara berupa
Teknik perekrutan partisipan yang verbatim. Langkah berikutnya melakukan
digunakan dalam penelitian ini adalah coding , diberikan untuk menentukan sub-
pemilihan secara pusposive sampling. Dalam tema dan tema besar. Kemudian coding yang
teknik ini, peneliti menetapkan kriteria- memiliki keterikatan yang sama
kriteria partisipan terlebih dahulu kemudian dikelompokkan menjadi satu dalam sub-tema
memilih partisipan berdasarkan kriteria yang mewakili makna keseluruhan dari
tersebut. Adapun kriteria partisipan dalam coding. Setelah sub-tema didapatkan, maka
penelitian ini adalah : (1) Partisipan adalah langkah berikutnya adalah menggolongkan
Pasien Skizofrenia yang masih menjalani sub-tema yang memiliki kesamaan yang
pengobatan rawat jalan; (2) Pasien didiagnosa terikat pada satu tema besar. Langkah akhir,
Skizofrenia oleh ahli (Psikolog/Psikiater); (4) peneliti melakukan analisis dan penulisan
Telah diizinkan oleh pihak Rumah Sakit / laporan penelitian.
Psikiater dan partisipan bersedia untuk Kredibilitas penelitian ini berupaya
diminta informasi. dicapai dengan menggunakan triangulasi
sumber data, yaitu menggali data dari
Teknik Pengumpulan Data significant others kedua partisipan utama.
Cara lainnya adalah dengan melibatkan
Penelitian ini menggunakan alat
peneliti kedua untuk mengurangi subjektifitas
pengumpulan data berupa wawancara, dan
dan menjaga transparansi. Dalam menjaga
dokumen. Wawancara yang dilakukan adalah
interpretasi agar tidak menyimpang, teknik
wawancara mendalam (depth interview) untuk
grounding in examples yang dianjurkan oleh
menggali data dalam penelitian tersebut.
Elliot dkk. (1999) juga digunakan. Dalam
Wawancara dilakukan untuk memperoleh
teknik ini, peneliti mengutip ekstrak transkrip
pengetahuan tentang makna-makna subjektif
wawancara untuk memperkuat argumen atau
yang dipahami individu berkenaan dengan
interpretasi. Lambang dalam kurung persegi
topik yang diteliti dan bermaksud melakukan
berisi tiga titik, ‘[...]’, digunakan dalam
eksplorasi terhadap isu-isu lain yang berkaitan
kutipan ekstrak untuk menunjukkan bahwa
dengan topik tersebut (Poerwandari, 2001).
ada materi yang dihapus karena tidak relevan.
Penelitian ini menggunakan jenis wawancara
Sedangkan kata atau kalimat dalam tanda
semi terstruktur dengan petunjuk umum. Jenis
kurung biasa, ‘( )’, merupakan tambahan dari
wawancara ini mengharuskan pewawancara
penulis untuk mengklarifikasi maksud atau
membuat kerangka dan garis besar pokok-
makna dari ekstrak.
pokok yang dirumuskan tidak perlu
ditanyakan secara berurutan. Demikian pula HASIL
penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk
wawancara dalam hal tertentu dilakukan Penelitian ini berhasil
sebelumnya (Patton, dalam Moleong, 2010). mengungkapkan 2 (dua) tema besar, tema
Pendekatan dengan partisipan dilakukan yang pertama yaitu tekanan yang dialami
membangun rapport terlebih dahulu. Proses akibat skizofrenia, dengan sub-tema
wawancara masing-masing dilakukan mengalami halusinasi; tanggapan negatif;
berkisar 60 menit dalam dua kali pertemuan efek negatif obat; kurangnya perhatian dari

122
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015

orang terdekat; mudah stres karena masalah dialaminya namun hal tersebut tidak terlalu
ringan; skizofrenia membuat mudah lelah; berpengaruh untuk dirinya.
mengalami kesepian; dan takut dijauhi karena
mengalami skizofrenia. Kemudian, tema “Iya. jadi aku kayaknya pernah merasa
terakhir yaitu strategi coping untuk mengatasi sakit hati juga dibilang gendeng,,“oh iya
masalah yang terdiri atas 2 (dua) sub-tema, areke rodo gendeng”, aku kan dengar dari
penyelesaian berfokus pada masalah (problem belakang dia ngomong sama orang kayak
focused coping) dan penyelesaian berfokus gitu [...].” (P2 -B349).
pada emosi (emotion focused Coping).
Strategi coping yang berfokus pada Sama halnya dengan partisipan 1,
emosimeliputi beberapa topik antara lain partisipan 2 juga menerima tanggapan negatif
mengalihkan tekanan ke aktivitas lain; seperti julukan gendeng. Ketika kondisi
menyelesaikan tanggapan negatif; menahan dimana partisipan 2 berperilaku aneh, hanya
dan mengekspresikan emosi; mencari keluarga yang mengetahui. Partisipan 2
dukungan moral; mengubah pandangan menceritakan pernah mendapat tanggapan
tentang tekanan dan menerima kondisi. negatif berupa julukan gendeng oleh
saudaranya. Ketika dia akan berobat kepada
Tema : Tekanan yang dialami akibat
orang pintar. Saudaranya lalu mengatakan
skizofrenia
kepada orang pintar tersebut bahwa partisipan
Mendapatkan tanggapan negatif itu gendeng. Mendengar tanggapan tersebut,
partisipan sakit hati namun dia memilih untuk
Kembalinya mantan penderita diam.
skizofrenia secara penuh pada perilaku yang
normal bukanlah suatu hal yang mudah. Kurangnya perhatian dari orang
Sebagian masyarakat awam tidak memahami terdekat.
skizofrenia. Orang dengan skizofrenia juga
seringkali dianggap tidak dapat sembuh. Peran orang terdekat untuk membantu
Karena itu, ketika penderita sudah remisi dan salah satu keluarganya yang mengalami
kembali ke keluarga dan masyarakatnya, skizofrenia sangat penting sekali. Karena
seringkali mendapat tanggapan negatif. semua berawal dari hubungan keluarga.
Tanggapan negatif yang dialaminya yaitu Keluarga yang tidak peduli dan tidak
berupa julukan gendeng (gila). memperhatikan dikhawatirkan akan
memberikan dampak kekambuhan kepada
“[…] Seperti orang sakit jiwa, orang penderita skizofrenia. Padahal, perhatian yang
normal aja di olok “koen gendeng” (kamu diberikan dapat memberikan motivasi kepada
gila), ya siapa sih yang mau.Ya ada penderita skizofrenia dan membuat dirinya
penolakan pasti ada [...] .” (P1-B259). merasa masih dibutuhkan dengan kasih
sayang dari orang terdekatnya.
Partisipan 1 menceritakan ketika
berkumpul dengan teman-temannya, status Seperti yang dialami oleh partisipan 2,
partisipan yang pernah dirawat dan saat ini melaporkan bawah dirinya merasa kurang
menjalani pengobatan rawat jalan sebagai diperhatikan oleh keluarganya.
penderita skizofrenia menjadi bahan canda. “Beberapa tahun yang awal-awal keluarga
Julukan gendeng kepada dirinya menjadi masih dukung aku kan, maksudnya sabar
dengan aku trus mungkin sekarang
bahan tertawaan ketika berkumpul bersama
mereka sudah mulai capek trus atau
teman-temannya. Partisipan memberikan mungkin aku gregetan (kesal) atau gak
persamaan bahwa orang normal saja apabila mau, jadi sempat itu gak bantu aku jadi
diberikan olokan gendeng saja tidak misalkan aku sakit bapakku gak bisa
menerima begitu juga dengan dirinya. ngantar, mungkin karena dia (sudah) tua,
Partisipan juga menyadari penolakan yang [...] .” (P2- B225).

123
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

Awal-awal mengalami gangguan gak bisa terlalu dipres (dipaksa) teraturan


skizofrenia, partisipan mendapatkan perhatian begitu kayak gitu, aku kalau misalkan
penuh oleh keluarga khususnya Ayah. Saat ini dipaksa kayak gitu misalkan aku harus
partisipan tinggal bersama Ayah, adik dan Ibu nyapu yang sreg kayak gitu nanti akhirnya
tirinya. Namun, partisipan menyadari bahwa aku jadi sakit.” (P2 -B314).
tidak selamanya mungkin keluarga akan
terus-terus memperhatikannya. Partisipan Partisipan mengeluhkan pekerjaan
mengerti dengan kondisi-kondisi yang rumah yang harus dia selesaikan. Dia bercerita
dialami oleh keluarga. Ada kala waktu bahwa dirinya akan mudah sakit apabila
keluarga membantu dan tidak. Ayah banyak kegiatan melelahkan yang harus dia
partisipan sudah tua, mungkin faktor usia kerjakan. Dia membandingkan dirinya dengan
karena sudah tua maka hingga saat ini jarang orang yang normal mampu mengerjakan
menemani partisipan untuk berobat dan pekerjaan rumah dengan teratur sedangkan
adiknya tidak mengantarnya bepergian. dirinya apabila terlalu dipaksakan akan
Sedangkan, pada partisipan 3 merasa membuat dirinya jatuh sakit. Sedangkan,
suaminya kurang memperhatikan. partisipan 3 mengeluhkan tentang sulitnya
konsentrasi.
“Kadang kalau terlalu sakit saya nangis.
Kalau nangis gitu suami saya kan gak “Dulu suka tapi kalau sekarang endak,
seperti pria lain kan yang romantis gitu mungkin gak konsen (konsentrasi). Kalau
loh, kalau nangis ditanyain kenapa- dulu saya senang baca apa saja, senang
kenapa gitu kan. Kalau suami saya endak saya gitu mulai kecil yang Sarinah (judul
, biarin ya nangis.” (P3-B668). buku) gitu, Bung karno (buku sejarah), ya
tebal-tebal. Sejak kecil senang saya, tapi
Partisipan merasakan kurang sekarang semenjak kena skizo (
perhatian dari suaminya. Suaminya yang cuek skizofrenia) gak minat sama sekali. Saya
apabila partisipan menangis. Dengan begitu, sudah berusaha maksimal ke perpus
partisipan menyelesaikan semua (perpustakaan) itu jadi saya cuma lihat
gambar-gambarnya aja. Saya sudah
permasalahannya sendiri. Partisipan merasa fokuskan baca tapi kalah (tidak mampu)
lelah, namun dia beranggapan bahwa hidup [...].” (P3 -B75).
itu tidak boleh lelah. Partisipan ingin berbagi
masalah yang dihadapinya, ingin ada yang Sebelum menderita skizofrenia,
melindungi dan memperhatikan dia. Dengan partisipan 3 sangat senang membaca buku.
status sebagai skizofrenia dirinya ingin ada Namun, semenjak terkena skiozfrenia,
seseorang yang memperhatikannya dia kasih partisipan tidak minat lagi membaca. Dirinya
dan sayang namun suaminya tidak sudah berusaha untuk membaca namun tidak
memberikan perhatian. mudah konsentrasi. Partisipan tetap
Merasa mudah lelah melakukan aktivitas ke perpustakaan walau
hanya sekedar melihat gambar-gambarnya
Penderita skizofrenia akan mengalami saja.
penurunan efektivitas fisiknya. Kemunduran
fungsi fisik seperti mudah lelah apabila Mengalami kesepian
banyak melakukan kegiatan dan tidak dapat
berkonsentrasi penuh dalam beberapa hal. Partisipan melaporkan bahwa dirinya
Partisipan 2 akan mengalami kelelahan mudah merasa kesepian. Rasa kesepian ini
apabila harus mengerjakan banyak pekerjaan. disebabkan oleh kegiatan yang monoton.
Selain itu, kesepian karena kesendirian,
“misalkan kalau orang normal ia punya membutuhkan seseorang yang dapat mengisi
tenaga kua.t Dia sehari sekali atau apa aku keseharian. Serta, seorang teman untuk diajak
mungkin dua hari sekali atau 3 hari sekali bertukar pikiran atau mengobrol dan
baru bisa nyapu-nyapu kayak gitu. Jadi memberikan dukungan atau masukan saran.

124
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015

Individu akan merasa kesepiannya hilang anak dari temannya. Lalu, partisipan ada
ketika bersama dengan situasi dan seseorang niatan untuk mengadopsi anak, namun
yang menyenangkan membuat dirinya aman keinginan tersebut diurungkan niatnya karena
dan nyaman walau dalam kondisi tertekan suaminya tidak setuju.
sekaligus.
Tema : Strategi Coping untuk
“[...] aku bilang kok hari-hari ini gampang mengatasi tekanan
banget lonely (kesepian) gitu kan ya, kok
lain sama dulu aku tuh, kalau dulu Coping ialah cara individu untuk
mungkin passion (semangat) ku karena mengatasi dan mengurangi tekanan. Ada dua
belajar, kerja, kuliah dan aku cara yang ditempuh partisipan untuk
mendapatkan kepuasan di situ karena itu menyelesaikan masalahnya yaitu
keinginanku kali ya. Sekarang aku selama penyelesaian berfokus pada masalah (problem
ini kerja, kerja juga tapi dapatnya ya gini- focused coping) dan penyelesaian berfokus
gini aja, ya maksudnya kayaknya pada emosi (emotion focused coping).
kepingin, ya kerja tuh harus ya memang
Problem focused coping sebagai usaha dari
harus untuk menghidupkan aku sendiri
kan, trus habis itu jadi itu kepingin cari
individu yang secara aktif mencari
jodoh [...].” (P2-B58). penyelesaian dari masalah untuk
menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stres (Folkman & Lazarus,
Partisipan 2 membandingkan dirinya
1984:46).
yang dulu dengan yang sekarang. Dahulu
Hasil penelitian ini menunjukkan para
partisipan kesehariannya diisi dengan
partisipan cenderung menggunakan kedua
kegiatan seperti kuliah dan kerja.
jenis strategi tersebut. Namun, strategi
Kesehariannya juga dilakukan dengan
penanggulangan masalah yang berfokus pada
kegiatan belajar. Partisipan mengeluhkan
emosi tampak lebih dominan.
keadaannya mengenai pekerjaan yang
penghasilannya terkadang tidak memuaskan. Penyelesaian berfokus pada masalah
Namun, partisipan menyadari tuntutan
ekonomi mengharuskan dia tetap bekerja. Upaya-upaya lain yang dilakukan
Kesepian karena belum mempunyai pasangan antara lain mengambil langkah aktif seperti
juga menjadi faktor kejenuhan yang dirasakan mempersiapkan rencana untuk menyelesaikan
dan dirinya berniat untuk mencari jodoh. dan menjauhkan diri dari stressor. Seperti
Sedangkan, pada partisipan 2 selalu stressor efek negatif obat yang dialami oleh
menangani masalahnya sendiri, namun kedua partisipan.
dirinya merasakan jenuh karena kesepian.
“Dikasih buku ini sama teman orang ini,
“[...] Loh memang, saya bisa ngatasi ya dikasih buku apa, Andri Gunawan. Ini
memang, tapi sekali waktu loh, kadang institute of mind technology, ini motivator
jenuh gitu loh mba, saya kepengen cari no.1 di se Indonesia yg paling dicari,
teman yang bisa di ajak-ajak ngobrol enak niatnya kesana, ini kan terapi saya coba
gitu ya, tukar pendapat gimana enaknya, katanya gak bisa, [...].” (P1-B349).
trus sharing-sharing apa gimana[...].” Partisipan 1 juga aktif mencari
(P2--B723). informasi dengan cara mendatangi tempat
terapi berupa hipnoterapi.
Partisipan membutuhkan seorang
teman untuk saling berbagi cerita. Selain
jenuh karena tidak mempunyai teman untuk “[...] obat merasa ngantuk atau melayang
itu, ngantuk jadi ya aku kurangi, tapi
saling berbagi cerita, partisipan juga belum
katanya ga apa sehari 2 kali, [...] tapi ya
merasakaan kehadiran seorang anak didalam untuk mengatasinya aku tetap konseling
kehidupan rumah tangganya, kemudian ya minum obat. Kalau boleh dikurangi
partisipan ditawari untuk mengadopsi seorang sama dokternya ya gak apa.” (P2-B165).

125
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

Partisipan 2 aktif melakukan usaha Mengalihkan stressor ke aktivitas lain


dengan cara mengurangi obatnya menjadi dua
hari sekali. Selain obat, partisipan 2 juga tetap Untuk melepaskan stressor dari suara-
melakukan. suara tersebut, partisipan melakukan
Kedua partisipan juga mencari pengalihan dengan melakukan aktivitas
informasi dan bantuan. Informasi dan bantuan lainnya.
ini juga termasuk dukungan sosial.
“Ada halusinasi saya hilangkan, ya saya
“[...] cerita ke Ibu, kadang kalau saya mencari keinginan untuk menyenangkan
frontal seperti marah-marah ya ibu diam. keinginan (aktivitas bermain musik).”
Kadang ya saya nyadar. Ibu bilang “kamu (P1-B16).
urus sendiri saja”. Saya kan pernah minta
bantuan sama RT (Rukun Tetangga), Kegiatan yang dilakukan oleh
tetangga dekat. Saya minta bantuin buat partisipan yaitu menghibur diri dengan
surat tapi dia malah merespon gak bermain gitar.
menyenangkan. Harusnya kan dia bilang
dengan kata-kata bijak. Harusnya kayak
“Dulu ada suara-suara jelas banget
gini bilang, “kamu kan sakit, jadi harus
sekarang udah gak, mungkin karena obat
begini” tapi saya biarin aja.” (P1-B69).
jadi gak usah di reken.” (P2- B462)
Sejak kecil Partisipan 1 adalah anak
yatim, orang yang paling dekat dengan dirinya Berbeda dengan partisipan 1,
hanya sang Ibu. Ketika partisipan partisipan 2 akan mengabaikan suara-suara
mendapatkan masalah, dirinya akan yang tidak jelas. Partisipan 2, menceritakan
menceritakan ke ibunya. Sang ibu bahwa dirinya merasa mendengar suara jin
memberikan solusi informasi tapi terkadang dan suara orang tertawa, bahkan suara yang
juga ibunya hanya menyuruh Partisipan untuk memerintahkannya untuk membunuh.
menyelesaikannya sendiri. Mengalihkan stressor dengan
Partisipan 2 menggunakan upaya melakukan aktivitas lain dilakukan oleh
mencari bantuan secara langsung agar partisipan dengan bekerja. Bekerja dalam hal
mendapatkan bantuan yang membantunya ini, sebagai harga diri yang harus dimiliki agar
menyelesaikan masalah. Dirinya kesulitan dihargai oleh orang lain. Harga diri sebagai
dana lalu mendapatkan dana pinjaman dari penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap,
kakaknya, sehingga bebannya mulai interaksi, penghargaan, dan penerimaan lain
berkurang. terhadap individu.

“Alhamdulillah, kadang kalau ada “Sekarang udah gak pernah , karena saya
masalah aku kan mikir sendiri jalan bekerja jadi saya dihargai. Dulu sebelum
keluarku gini, dari pikiran ku gini aku kerja saya di ketawain orang. Saya
cerita ke psikiaternya ternyata jalan dianggap lucu karenasaya diam dan kaki
pikiran aku sama dia sama, benar gitu. saya tidak bergerak-gerak, saya diam di
Aku cerita ke mbaku ya ada solusinya jadi depan rumah. Mungkin karena lucu saya
kadang masih dikasih (uang) [...].” (P2- keluar masuk rumah.” (P1- B38).
B510).

Penyelesaian berfokus pada emosi Sebelum dirinya bekerja, hanya


beberapa orang saja yang mengajaknya
Strategi penanggulangan yang bicara. Partisipan merasa pekerjaan adalah
berfokus pada emosi, yaitu bertujuan harga diri baginya.
mengontrol respon emosional, untuk Partisipan 2 beranggapan agar
membantunya agar mengatur emosi yang dihargai oleh orang lain maka harus berharga.
diinginkan dari stressor yang muncul, serta Berharga yang dimaksud adalah berkerja
menerima dan berfikir positif. mencari uang.

126
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015

“ya berarti aku misalkan harus dihargai “Iya biasa, gak saya hiraukan. Kalau
orang aku harus berharga juga misalkan biasa ya biasa. Teman saya kan biasa ya
aku harus nyari duitkayak gitu itu jadi kan olokan gitu “iki kakean obat” (orang ini
orang gak akan olok aku kan, orang kebanyakan obat) gitu kan. Jadi kalau
normal aja gelandangan diolokin orang ketawa gitu jadi saya anggap biasa.” (P3-
kayak gitu kan . Kalau pengen dihargai dia B214)
harus jadi orang berharga.” (P2-B364).
Partisipan tidak menghiraukan
Bekerja juga dapat membantunya agar tanggapan temannya yang mengolok-olok
tidak mendapatkan olokan. Hal yang sama dirinya orang stres dan kebanyakan obat.
juga terjadi pada partisipan 3: Dirinya tidak mempermasalahkan dan
menganggap itu hal yang biasa.
“Malah saya dianggap bukan orang
penyakitan. Dianggap seperti biasa. “Enggak ada saya, ya kalau aku sih cuek
Malah kalau di rumah itu saya dianggap aja, lakuin yang terbaik buat kita, cuek
punya kemampuan untuk mencari uang kata orang. Gak ngurus gitu loh, saya
yang lebih baik. Jadi kalau saya tuh, butuh ini orang bilang apa terserah
disuruh untuk membantu keluarga saya pokoknya gak tersakiti gitu.” (P3- B356)
gitu.” (P3 -B222).

Partisipan 3 merupakan sosok yang Partisipan memilih cuek apabila ada


aktif bekerja. Dirinya dianggap mampu yang memberikan tanggapan negatif kepada
mencari uang yang lebih baik dibanding dirinya selama itu tidak menyakitinya.
dengan saudaranya yang lain. Karena Pengabaian merupakan coping untuk
kemampuan dan mempunya uang yang cukup, mengatasi emosi negatif seperti meredakan
partisipan seringkali membantu keluarganya emosi individu yang ditimbulkan oleh
apabila ada kesulitan dana keuangan. stressor tanpa berusaha mengubah situasi
yang menjadi sumber tekanan. Usaha coping
ini yang disadari untuk tidak memikirkan
Mengabaikan tanggapan negatif masalah dan bersikap seolah-olah tidak ada
Dalam menanggapi pandangan sesuatu yang terjadi.
negative seperti julukan “gendeng” partisipan Mencari dukungan sosial
1 memilih mengabaikan.
Dukungan sosial diperoleh para
“Saya cuekin aja, kalau ngikutin omongan partisipan dengan mendengarkan pandangan
orang terus gak selesai-selesai.” (P1-B66). positif teman-temannya. Dukungan sosial
dapat berbentuk perhatian, pemberian
“.. tapi ya wes gak apa sama teman juga,
orang sakit jiwa dari dulu julukannya informasi, atau saran yang memotivasi.
gendeng ya wes, ya sudah.” (P1-B263). Partisipan 1 dan 2 melaporkan bahwa ia
memiliki teman yang memandangnya positif.
Menurutnya, apabila mengikuti
omongan orang lain yang menanggapinya “Saya menunjukkan saya sebagai orang
negatif tidak akan selesai. Partisipan 3 juga sakit jiwa. Ada suatu omongan teman,
‘gak usah begitu kamu sehat kok, ndak
mendapatkan tanggapan negatif dari teman-
sakit’. Tapi, karena saya masih minum
temannya namun dirinya mengabaikan hal obat jadi saya menyimpulkan saya masih
tersebut. sakit.” (P1 -B31).
“Iki biyen tahu stres iki, uwong stres “Aku kalau cerita sama yang tahu tentang
(orang ini pernah stres, orang stres),”,wes skizofrenia, ada temanku juga, teman kos,
biarin saya cuekiin tok (ya sudah saya (bilang): “mbak sebenarnya gak sakit
biarkan saja).” (P3- B171). cuma kondisi aja, orang kalau kencing

127
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

manis harus minum obat, sama kayak dan mengubah persepsinya dengan keadaan
mbak.” (P2- B76). yang ia alami membuat dia bersyukur dengan
situasi ini dan berusaha mencari hal positif
Partisipan mendapat motivasi dari
lainnya.
temannya bahwa ia tidak sakit. Kondisi saat
ini yang mengharuskan mereka berdua minum “Alhamdulillah aku dikasih hidup ya
obat tidak tidak dipandang sebagai tanda Allah, berusaha mencari positif tentang
bahwa mereka sakit. Kedua partisipan merasa pandangan hidup gitu loh.”(P2-B13).
terbantu dengan pandangan positif dari
teman-temannya tersebut. Partisipan mencoba mengubah
Partispan 3 memperoleh dukungan pandangannya pada keadaan yang di alami
sosial dengan bergabung dengan komunitas dengan cara pandang yang positif dan syukur.
online peduli skizofrenia. Ia mendapat Menerima keadaan yang dialaminya
kekuatan dengan berbagi cerita tentang membuat partisipan belajar untuk
masalah yang ia hadapi kepada teman di menafsirkan keadaan ini secara positif.
komunuitas tersebut. Seperti yang dilakukan oleh partisipan 2 dan
partisipan 3.
“Saya baca-baca di KPS (Komunitas
Peduli Skizofrenia Indonesia) saja sudah “Mulai menginjak tahun ke 12
cukup kalau kadang saya mikirnya bukan pernikahan, sekarang melangkah tahun ke
penyakit keluhan saya itu. […] Ya tetap 17 saya sudah sepakat saya gak mikirin
pikiran saya seperti orang waras anak lagi, saya harus memikirkan masa
biasa.”(P3- B482). depan saya, soalnya kalau saya mikir ke
anak terus kemungkinan saya kena
Partisipan 3 mencari bantuan skizfofrenia terus. (P3-B634)
informasi melalui komunitas peduli
skizofrenia. Dirinya merasa apa yang Menjalani pernikahan menginjak usia
dialaminya bukanlah suatu penyakit. ke 17 tahun namun belum juga mendapatkan
Partisipan merasa masih berfikiran waras. seorang anak, partisipan sudah memutuskan
untuk tidak lagi memikirkan persoalan anak.
Mengambil pandangan positif Partisipan memilih untuk memikirkan masa
depannya. Apabila dirinya terus-terus
Semua usaha yang ketiga partisipan memikirkan hal tersebut dikhawatirkan akan
lakukan terkadang tidak menyenangkan untuk kambuh lagi skiozfrenianya, karena tekanan
dilakukan, namun apabila tidak dilakukan yang dialaminya dipikirkan begitu dalam
juga akan mendapatkan dampak yang bisa hingga tegang.
saja menjadi lebih buruk. Ketiga partisipan Partisipan menyadari kebutuhan
kemudian mencoba melakukan strategi memperoleh anak, keluarga juga
kognitif untuk menilai kembali atau menginginkan hal tersebut. Apabila hal ini
mengubah pandangan mengenai situasi terus-terus dipermasalahkan maka tidak akan
tekanan. terselesaikan karena memang kondisi saat ini
“aku kan dulu juga pernah kayak gitu juga dirinya belum dapat mempunyai anak.
pengen bunuh diri, trus habis gitu sakit
kayak gini udahlah dikasih nasehat Menerima kondisi
akhirnya hilang gitu loh persepsi
keinginan untuk bunuh diri , Melewati situasi yang menekan
Alhamdulillah aku dikasih hidup ya Allah, membuat partisipan belajar hidup dengan
berusaha mencari positif tentang kekurangannya. Partisipan mencoba
pandangan hidup gitu loh.”[...],. (P2- menerima dengan tabah mengenai kondisi
B211). yang dialaminya.
Partisipan 2 pernah ada niatan untuk “Sekarang pertama aku nerima aja, dulu
bunuh diri, namun karena diberikan nasehat aku punya target gini-gini sekarang aku

128
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015

mengalami keterpurukan putus asa aku yang sudah sembuh dan kembali ke
ngalami gitu dulu semangatku banyak masyarakat tidaklah mudah untuk diterima di
berapa persen gitu sekarang gak seberapa masyarakat. Skizofrenia dipandang tidak
ini juga gak muluk-muluk dulu cita-cita dapat disembuhkan, hal inilah yang kemudian
aku ada target sekarang ya udahlah nerima menyebabkan penderita skizofrenia mendapat
aja udah usaha ya nerima aja ya mungkin
label negatif misalnya dengan julukan stress
fasenya gitu ada orang yang semangat gak
putus asa jadi ya ku ngalami sekarang ya atau gendeng. Catherine van Zelst (2009
tetap semangat usaha tapi gak kayak menjelaskan stigmatisasi menunjukkan
dulu..” (P2-B529) sebuah interaksi negatif yang kronis dengan
lingkungan yang harus dihadapi oleh pasien
Partisipan 2 menerima keadaannya skizofrenia dalam kehidupan sehari-hari.
saat ini. Ia membandingkan dirinya yang dulu Situasi semacam itu dapat berakibat
sebelum didiagnosis skizofrenia dan sekarang mudahnya para pasien skizofrenia rawat jalan
berbeda. Ia pmelaporkan pernah mengalami (remisi) mengalami stress.
keterpurukan dan putus asa dalam keadaan ini.
Namun ia mulai realistis dengan penyakitnya, Peningkatan stres meningkatkan
dan tidak terlalu tinggi menargetkan apa yang kemungkinan kekambuhan (Davison,
diinginkannya. Patisipan 3 juga berusaha 2010:469). Stres yang berlebihan bahkan
untuk menerima kondisinya: dapat menyebabkan kekambuhan lebih parah
(Siswanto 2007). Individu yang menderita
“Mimpi apa saya punya penyakit gini, tapi skizofrenia tampak sangat reaktif terhadap
ya gak ambil pusing, katanya apa yang berbagai stressor yang kita hadapi dalam
kita rasakan sakit ini mengurangi dosa
kehidupan sehari-hari. Stres yang dialami
kita. Saya yakin kok gitu. [...].”(P3 -
B828).
dapat memicu mood yang negatif maupun
positif. Mood yang negatif menyebabkan
Partisipan masih tidak percaya penderita skizofrenia terbebani dengan
bagaimana ia bisa kena skizofrenia, namun ia kegiatan sehari-hari yang harus dilakukannya.
belajar untuk menerimanya dan mengambil Seperti yang dialami oleh Partisipan 2 dan
sikap positif. Ia lebih ingin memikirkan partisipan 3 juga mudah stres karena masalah
bahwa Tuhan akan menghapus dosanya ringan yang dihadapinya. Partisipan 2 mudah
sebagai imbalan dari sakit yang ia alami. stres dengan kegiatan rumah yang harus
diselesaikan. Sedangkan, pada partisipan 3
PEMBAHASAN mengalami kondisi di mana dirinya belum
mempunyai seorang anak dalam
Penelitian ini menemukan dua tema pernikahannya disebabkan suaminya yang
utama, yaitu tekanan yang dialami akibat divonis mandul. Kudo dkk. (2002)
skizofrenia dengan sub tema mendapatkan menjelaskan bahwa pasien remisi yang
tanggapan negatif; kurangnya perhatian dari sedang menjalani terapi pada fase remisi awal
orang terdekat; mudah merasa lelah, dan bahkan berkelanjutan, ia akan mudah lelah,
mengalami kesepian. Tema kedua yaitu mengalami kesepian, dan menginginkan
strategi coping untuk mengatasi masalah yang seorang teman atau pasangan.
terdiri atas dua sub-tema, penyelesaian
berfokus pada masalah dan penyelesaian Keluarga atau orang terdekat dapat
berfokus pada emosi. Strategi coping yang memberikan dampak penting pada penderita
berfokus pada emosi terdiri meliputi skiozfrenia yang masih menjalani pengobatan
mengalihkan tekanan ke aktivitas lain; rawat jalan untuk membantu mereka dalam
mengabaikan tanggapan negatif; mengambil melakukan penyesuaian. Namun, terkadang
pandangan positif, mencari dukungan moral; keluarga mengabaikan salah satu anggotanya
dan menerima kondisi. yang masih menjalani rawat jalan. Pada awal
Sirait (2008) dalam penelitiannya kekambuhan, biasanya keluarga akan
menjelaskan bahwa penderita skizofrenia menunjukkan kepedulian dan perhatiannya,

129
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

semakin lama semua akan berubah. Penyelesaian yang berfokus pada masalah
Kurangnya perhatian oleh orang terdekat dilakukan oleh ketiga partisipan dengan cara
dialami oleh partisipan 2 dan partisipan 3. mencari informasi dan bantuan secara
Partisipan 2 merasa ayah dan adiknya di langsung seperti bercerita kepada orang
rumah tidak lagi memperhatikannya seperti terdekat dan pada teman di komunitas, seperti
menemaninya keluar, sedangkan partisipan 3 yang yang dilakukan pada partisipan 2 dan
merasa suaminya tidak menunjukkan partisipan 3.
kepedulian terhadap kesedihan yang Usaha penyelesaian masalah secara
dialaminya. langsung juga dipengaruhi oleh faktor lain,
Selain kurang mendapatkan perhatian seperti kemandirian dan keterbukaan terhadap
dari orang terdekat. Kesepian juga merupakan masalah. Hal tersebut dilakukan oleh
tekanan yang dialami oleh partisipan 2 dan partisipan 3. Terbiasa mandiri sejak kecil
partisipan 3. Partisipan 2 merasa bosan karena membantunya mampu menyelesaikan upaya-
semangat dirinya yang sekarang berbeda upaya sendiri dalam menyelesaikan masalah
seperti yang dulu dan mulai kesepian sebab dihadapai hingga saat ini. Hal tersebut juga
belum mempunyai seorang suami. diiringi dengan keterbukaan dirinya dalam
Sedangkan, yang dialami oleh partisipan 3 menceritakan masalah kepada orang lain,
dirinya bosan kesehariannya tidak menurutnya skizofrenia bukanlah aib.
mempunyai seorang teman dekat yang dapat Selain menggunakan strategi
saling berbagi cerita dan belum mempunyai penyelesaian yang berfokus pada masalah,
seorang anak. ketiga partispan juga menggunakan strategi
Tekanan-tekanan yang dialami oleh penyelesaian berfokus pada emosi.
partisipan 2 dan partisipan 3 seperti yang Penyelesaian berfokus pada emosi ini
sudah dijelaskan sebelumnya seperti bertujuan untuk mengontrol emosi terhadap
kurangnya perhatian dari orang terdekat dan situasi stres yang menekan. Untuk
kesepian karena skizofrenia dapat dibahas menghadapi halusinasi partisipan 1 dan dan
dengan menggunakan asumsi hierarki partisipan 3 memilih mengalihkannya pada
kebutuhan Maslow. Kebutuhan untuk dimiliki kegiatan lain. Partisipan 1 melakukan
dan dicintai oleh orang lain tidak dapat aktivitas seperti bermain gitar dan berkumpul
terwujud sepenuhnya oleh partisipan 2 dan bersama teman. Pada partisipan 3
partisipan 3 seperti kebutuhan untuk dekat mengalihkan halusinasi dengan cara
dengan keluarga. Tidak terpenuhinya melakukan aktivitas seperti keterampilan
kebutuhan untuk dimiliki, dicintai dan sayangi tangan, mengaji, mendengarkan dan
menyebabkan rentannya kedua partisipan menyanyikan sebuah lagu.
untuk mengalami kekambuhan. Hal ini serupa dengan pendapat
Untuk mengatasi semua tekanan yang Wykes, (dalam Farhall 2007), yang
dialami ketiga partisipan melakukan upaya melaporkan bahwa mendengarkan musik
penyelesaian masalah dalam menghadapi yang menenangkan cocok untuk menurunkan
tekanan-tekanan tersebut. Kar (2009) halusinasi yang mulai ringan. Mendengarkan
menjelaskan salah satu kunci dari pengobatan musik dapat membantu partisipan mengontrol
yaitu penalaran dan pemecahan terhadap emosi terhadap halusinasi yang didengarnya
masalah. Penyelesaian masalah atau strategi ketika suara halusinasi yang muncul mulai
coping yang digunakan oleh ketiga partisipan menjengkelkan. Kemudian efektivitas lainnya
ada dua, yaitu penyelesaian berfokus pada yaitu fokus terhadap pengurangan kecemasan
masalah dan penyelesaian berfokus pada dengan mengalihkan perhatian (Slade & Ben,
emosi. 1988 dalam Farhall 2007).
Penyelesaian berfokus pada masalah Usaha mengabaikan tekanan juga
dilakukan oleh individu secara aktif untuk dilakukan oleh partisipan 1 dan partisipan 2
menghilangkan kondisi yang menimbulkan ketika mendapatkan tanggapan negatif dari
stres (Folkman & Lazarus, 1984). orang lain. Selain mengabaikan tanggapan

130
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015

negatif dari orang lain, partisipan 1 dan situasi stres. Kemudian, harga diri untuk
partisipan 2 berusaha menahan dan bekerja yang dilakukan ketiga partisipan agar
mengekspresikan emosi. Partisipan 1 akan dihargai oleh orang lain juga menjadi faktor.
mengeskpresikan marahnya kepada diri Ketiga partisipan mencari aktivitas lain untuk
sendiri seperti memaki diri sendiri. mengalihkan diri dari tekanan yang
Sedangkan, partisipan 2 memilih menahan dialaminya.
sakit hatinya dengan diam. Hasil temuan ini selaras dengan hasil
Mencari dukungan sosial berupa penelitian Dongen (1998; dalam Daryanto,
simpati dari orang lain dilakukan oleh ketiga 2008:81), yang mengatakan bahwa diantara
partisipan agar mendapatkan ketenangan individu yang mengalami penyakit mental
emosi. Hal tersebut dilakukan oleh ketiga berat, harga diri positif lebih bermakna tinggi
partisipan dengan menceritakan masalahnya didapat oleh individu yang bekerja
kepada orang terdekat. Mendapatkan dibandingkan yang tidak bekerja. Asquith
informasi dari orang terdekat serta (Daryanto, 2008:81) mengatakan anak
mendekatkan ketengan rohani membantu perempuan lebih mengalami harga diri rendah
ketigan partisipan untuk mengubah pada anak laki-laki. Perempuan dewasa sudah
pandangan tentang tekanan yang dialaminya mampu menjalani tahap perkembangan dalam
dan memikirkan konsekuensinya bahwa hidupnya dengan matang, sehingga mereka
keadaan bisa saja menjadi lebih buruk. upaya mengembangkan harga dirinya arag dihargai
penyelesaian yang berfokus pada emosi ini oleh orang lain. Berdasarkan analisa peneltian
seperti proses yang berkelanjutan dengan ini secara kebetulan didimonasi oleh 2
upaya apa selanjutnya yang akan dilakukan. partisipan perempuan, sehingga perbedaan
Setelah upaya sebelumnya dilakukan, jenis kelamin kurang bisa menggambarkan
membuat ketiga partisipan mampu menerima mana yang lebih cenderung memiliki harga
kondisi dan mengambil makna positif atas diri tinggi. Dalam hal ini, ketiga partisipan
tekanan yang dialaminya. memiliki harga diri yang sama yaitu untuk
Efektifnya strategi yang digunakan bekerja agar dihargai.
bergantung dengan seberasa sulitnya tekanan Berdasarkan strategi coping yang
yang dialaminya. Usaha penyelesaian yang digunakan, ketiga partisipan lebih sering
berfokus pada masalah dilakukan oleh ketiga melakukan strategi penyelesaian terhadap
partisipan dengan tindakan secara langsung. emosi. Hal ini serupa dengan pendapat Storus
Usaha yang telah dilakukan membuat mereka dkk. (2005), (dalam Cross, 2010), yang
bertindak aktif dan mendapatkan manfaat mengatakan bawah pada fase eksaserbasi
positif secara langsung. Sedangkan, usaha (penderita merasa sakit) skizofrenia serta
penyelesaian berfokus pada emosi, dilakukan rentan mengalami tingkat tekanan emosional
oleh ketiga partisipan, mungkin saja tekanan yang tinggi dalam kehidupan mereka,
yang dialami dirasa sulit dan tidak dapat penyelesaian berfokus pada emosi mungkin
diubah dengan tindakan langsung yang akan akan lebih sering digunakan. Fase eksasebasi
memperoleh hasil begitu cepat. Selain skizofrenia adalah fase ketika ketiga
keterlibatan diri sendiri dalam menyelesaikan partisipan merasa kurang baik. Peneliti
tekanan yang dialami, peran dukungan sosial mengasumsikan, walau sudah dinyatakan
sangat berarti membantu ketiga partisipan remisi, bukan berarti ketiga partisipan tidak
dalam menyelesaikan masalahnya. mengalami fase ketika mereka merasa kurang
Friedman (dalam Fahanani, 2010:4) baik. Seperti kecemasan, atau gangguan dari
menjelaskan dampak stres tidak akan terlalu tekanan yang dialami akibat skizofrenia.
kuat apabila ada dukungan sosial, dukungan Coping yang digunakan membatu
sosial dapat membantu individu untuk ketiga partisipan untuk menyelesaikan
memperkokoh kesehatan mentalnya, karena masalah. Efektivitas coping bergantung
dukungan sosial adalah strategi coping yang terhadap masalah dan cara yang
penting dalam keluarga saat berada dalam digunakannya. Ketiga partisipan

131
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

menunjukkan bahwa coping yang digunakan SIMPULAN


memberikan manfaat positif. Walau, tidak
sepunuhnya membantu menyelesaikan
masalah secera keseluruhan, coping Penderita skizofrenia yang masih
memberikan manfaat pada ketiga partisipan menjalani pengobatan rawat jalan dalam
penelitian ini mengalami beberapa stressor.
untuk beradaptasi, dan mengutangi tekanan
Usaha coping dapat dilakukan oleh mereka di
yang ada. Menyelesaikan tekanan yang ada
gunakan untuk mengatasi stressor. Ada dua
dengan menggunakan strategi coping juga strategi coping yang dilakukan yaitu
mendorong ketiga partisipan untuk terlepas penyelesaian berfokus pada masalah dan emosi.
dari dampak buruk tekanan yang dialami Secara umum, upaya coping yang dilakukan
sehingga ketiga partisipan dapat menjalani membantu partisipan untuk aktif menyelesaikan
kehidupannya dimasa mendatang. seluruh stressor, walau ada beberapas stressor
Keefektivan coping dan penerimaan positif yang masih belum dapat terselesaikan.
memberikan kehidupan yang bermakna untuk Penyelesaian berfokus pada masalah dilakukan
ketiga partisipan. Rubyyana (2012:64) dengnn cara aktif mencari informasi,
menjelaskan bahwa strategi coping yang perencanaan dan mencari dukungan secara
adaptif akan meningkatkan kualitas hidup langsung untuk segera menyelesaikan masalah.
penderita skizofrenia. Coping adaptif Partisipan dalam penelitian ini lebih sering
dilakukan invidividu untuk mendapatkan hasil menggunakan penyelesaian yang berfokus pada
atau kontribusi yang positif dengan cara yang emosi. Ketika stressor yang dihadapi tidak
dilakukannya. Kualitas hidup untuk mencapai dapat diselesaikan menggunakan penyelesaian
kesehatan fisik, terlepas dari efek negatif obat, berfokus pada masalah kemudian partisipan
hubungan sosial yang baik dan kemampuan melakukan upaya dengan menggunakan
untuk melakukan aktivitas kemandirian penyelesaian berfokus pada emosi.
lainnya. Penyelesaian berfokus pada emosi sebagai
Upaya yang ketiga partisipan mungkin upaya untuk mengatur emosi positif ketika
tidak mampu secara optimal dan seperti stessor yang dialami tidak dapat terselesaikan
secara langsung. Penyelesaian berfokus pada
sebelum mengalami gangguan skizofrenia.
emosi dilakukan dengan cara mencoba
Namun, ketiga partisipan berusaha
mengalihkan stressor, mencari dukungan moral,
sepunuhnya untuk lebih baik. Putri
mendekatkan diri kepada Tuhan, kemudian
(2012:150) menyimpulkan bahwa meski mengubah pandangan dala, hal positif dan
dalam kondisi yang belum sembuh secara menerima kondisi.
total dari gejala-gejala skiozfrenia, penderita Coping merupakan proses kognitif,
apabila menginat tanggung jawab, penderita partisipan dalam penelitian ini telah melakukan
skizofrenia akan memiliki keinginan dengan upaya coping. Kemampuan coping partisipan
membuat dirinya lebih bermakna menunjukkan rendahnya resiko kekambuhan
dibandingkan dengan sebelumnya. Hal karena partisipan dalam penelitian ini mampu
tersebut dimiliki oleh ketiga partisipan, mengatur dan mengendalikan diri dari stressor
mengingat tanggung jawab dengan proses yang muncul dan menerima keadaan dengan
kehidupan yang harus terus dijalani membuat makna positif
mereka terus berusaha dengan mengubah untuk menjalani kehidupan mendatang. Untuk
pandangan tentang tekanan kemudian Upaya ini efektif mengurangi beban pikiran dari
menerima keadaan ini dengan makna yang stressor yang dihadapi dan mengurangi resiko
positif. kekambuhan.

132
Jurnal Psikologi Teori & Terapan, Vol. 5, No. 2 Februari 2015

Daftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan al-illnesses-understanding-prediction-


Departemen Kesehatan Republik and-control/epidemiology-of-
Indonesia. (2008). Riset Kesehatan psychological-distress pada 30 Juni
Dasar 2007. Jakarta: Departemen 2013.
Kesehatan Republik Indonesia. Diakses Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M.
dari (2006). Psikologi Abnormal. Edisi ke 9.
http://www.litbang.depkes.go.id/bl_risk Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
esdas2007/ pada 12 Januari 2013.
Elliot, R., Fiscer, C. Y., & Rennie, D. L. (1999).
Badan Pusat Statistik. (2010). Penduduk
Evolving Guidelines for Publication of
Indonesia Menurut Kota/Kabupaten dan
Qualitative Research Studies In
kecamatan: Sensus Penduduk Tahun
Psychology and Related Fields. British
2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Journal of Clinical Psychology 38, 215-
Diakses dari
229.
http://sp2010.bps.go.id/files/ebook/pop
Emzir . (2011). Metode Penelitian Kualitatif:
%20indo_kab_kota_kec_rev20101224/i
Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers
ndex.html. pada 12 Januari 2013.
Fahanani, G, F. (2010). Hubungan Pengetahuan
Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using Thematic
Tentang Gangguan Jiwa dengan
Analysis in Psychology. Qualitative
Dukungan Keluarga yang Mempunyai
Research in Psychology, 3, 77-101.
Anggota Skizofrenia di RSJD Surakarta.
Cross, L. E., & Rudnick, A. (2010). Coping with
Surakarta: Universitas Muhamadiyah.
Comorbid Cancer and Schizophrenia: A
[Skripsi]. [Online] Diakses dari
Case Series Analysis. Diakses dari
etd.eprints.ums.ac.id/9479/. Pada
http://www.psychosiscoal.com/IJPR_15
tanggal 15 April 2013
/
Farhall J, Greenwood K. M, & Jackson H.
Coping_with_Comorbid_Cancer_and_
J. (2007). Coping with hallucinated
MI_Cross.html. pada 01 Mei 2013
voices in schizophrenia: a review of
Daryanto. (2008). Hubungan karakteristik
self-initiated strategies and therapeitic
Klien, Keluarga dan Stigma dengan
intervention. Clinical Psychology
Dukungan Keluarga pada Klien Harga
Review, 27 (4), 476-493.
Diri Rendah [skripsi]. Jambi:
Jetha, M. K., Goldberg, J. O. & Schmidt. L. A.
Universitas Batanghari.
(2013). Temperament and its Relation to
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Social Functioning in Schizophrenia.
(1993). Pedoman Penggolongan dan
International Journal of Social
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
Psychiatry, 59 (3), 254-263.
III (PPDGJ-III). Jakarta: Departemen
Kar, N. (2009). Recovery From Schizophrenia:
Kesehatan Republik Indonesia
From Relentless Pessimism to Caution
Drake, R. E., McHugo, G. J., Xie, H., Fox, M.,
Optimism. Orissa Journal Psychiatry,
Packard, J. & Helmstetter, B. (2006).
16, 6-12. Diakses dari :
Ten-Year Recovey Outcomes for
http://www.orissajp.com/pdf/09/2.pdf.
Clients With Co-Occurring
pada 9 Maret 2012.
Schizophrenia and Substance Ise
Kudo, J., Mori, H., & Gomibuchi, T.
Disorders. Schizophrenia Bulletin,
(2002). Loneliness as expressed by
32(3), 464-473.
schizophrenic patients in the early
Drapeau, A., Marchand, A., & Beaulieu-
remission phase. Nagoya J. Med. Sci,
Prévost, D. (2006). Epidemiology of
65, 115-126.
Psychological Distress. In Luciano
Kompas Online. (11 Oktober 2011). Gangguan
LAbate (Ed.). Mental Illnesses -
Jiwa Meningkat. Diakses dari:
Understanding, Prediction and
http://health.kompas.com/read/2011/10
Control.(pp. 105-134). Diakses dari
/11/03332452/Gangguan.Jiwa.Meningk
http://www.intechopen.com/books/ment
at. pada 20 Februari 2012

133
Sakti Susilawati & Muhammad Syafiq: Gambaran Tekanan (Stressors)… (119-134)

Nevid, J.S., Rathus, S.A., Greene, B. (2003). Kompasiana, 30 Mei (2010). Mengontrol
Psikologi Abnormal. Edisi 5. Jilid 2 Halusinasi. Diakses dari :
(Terjemahan). Jakarta : Penerbit http://kesehatan.kompasiana.com/kejiw
Erlangga. aan/2010/05/30/mengontrol-
Moleong, L. J. (2010). Metode Penelitian halusinasi-153757.html pada 20 Mei
Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT. 2013.
Remaja Rosdakarya Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia
Poerwandari, K. E. (2001). Pendekatan diakses tanggal 10 Mei 2012
Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku https://www.facebook.com/groups/skiz
Manusia. Jakarta: Lembaga ofrenia/
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Lazarus, R.S. (1979). Patterns of adjustment.
Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Kogakusha: McGraw-Hill.
Psikologi Universitas Indonesia Mahdy, Hajid Al. (22 April 2013). A Beautiful
Sirait, A. (2008). Pengaruh Koping Keluarga Mind. (Artikel Online)
terhadap Relaps pada Skizofrenia http://ceritahajid.wordpress.com/2013/
Remisi Sempurna di Rumah Sakit Jiwa 04/22/a-beautiful-mind/ diakes pada
Daerah Propinsi Sumatera Utara. tanggal 20 Mei 2013.
[Thesis] : Universitas Sumatera Utara. Marpaung, V. R. B. (2010). Hubungan
Siswanto, (2007). Kesehatan Mental: Konsep, Ketidakpatuhan Pengobatan Dan
Cakupan dan Perkembangannya. Stigma Pada Keluarga Dengan
Yogyakarta: ANDI Perawatan Kembali Pasien Skizofrenia
Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Di RSJ Daerah Provinsi Sumatera
PT. Gramedia Widiasarana Indonesia Utara. Skripsi.Tidak diterbitkan.
Yin, K. R. (2000). Studi Kasus (Desain dan Medan: Fakultas Ilmu Kesehatan
Metode). Jakarta: Rajawali Pers Masyarakat. Universitas Sumatra Utara.
van Zelst, C. (2009). Stigmatization as an Pramadi, A. & Lasmono, H.K (2000). Coping
Environmental Risk in Schizophrenia: stress pada etnis Bali, Jawa, dan Sunda.
A User Perspective. Schizophrenia Anima: Indonesian Psychological
Bulletin, 35(2), 293–296. Diakses dari: Journal. 2 (4). 326-340.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articl Psikolove, (2012). Dinamika Psikologis Pasien
es/PMC2659317/. pada 9 Maret 2012. Skizofrenia. (Artikel Online)
Yanos, P. T., Roe, D., Markus, K.& Lysaker, P. http://shellasitiacil.blogspot.com/2012/
H. (2008). Pathways Between 05/dinamika-psikologis-pasien.html.
Internalized Stigma and Outcomes diakses pada tanggal 7 Oktober 2012
Related to Recovery in Schizophrenia Putri, K.P., Ambarini, K.T,. (2012). Makna
Spectrum Disorders. Psychiatric Hidup Penderita Skizofrenia Pasca
Services, 59(12), 1437-1442. Diakses Rawat Inap. Jurnal Psikologi Klinis dan
dari: Kesehatan Mental, 1 (2).
http://journals.psychiatryonline.org/dat Rubbyana, Urifah. (2012). Hubungan antara
a/Journals/PSS/3865/08ps1437.pdf . Strategi Koping dengan Kualitas Hidup
pada tanggal 9 Maret 2012. pada Penderita Skizofrenia Remisi
Kartono, K (1990) Psikologi Umum, Bandung : Simptom. Jurnal Psikologi Klinis dan
Penerbit Mandar Maju Kesehatan Mental, 1 (2).

134

You might also like