You are on page 1of 14

Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas

Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Dian Prihadyanti
Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Abstract.Technological learning has an important role in forming technological capability and innovation as a key
point of competitiveness in this globalized era. On the one hand, developed countries have engaged themselves in the high-
tech industry which can result in high added value. On the other hand, very few of developing countries which are able to
develop such kind of industry. In Indonesia, low-tech industry seems to have greater development compared with high-
tech or medium-high. One of the possible causes is unoptimum technological learning. Notwithstanding, there are many
literature on the condition of technological learning. Nevertheless,the one with more intention in technology intensity is
still rarely found. This paper attempts to discuss technological learning model in manufacturing industry by conducting
case studies in several companies based on technology intensity classified by Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD). Based on four case studies, variation of technological learning model based on the involved
actors and their domination in technological learning process is analyzed. Technological learning is proven to support
innovation creation. Companies in the manufacturing sector with high technology intensity tend to choose in-house
technological learning. Meanwhile, companies in medium-high sector tend to choose combination of internal-external
technological learning. Strategic role of the technology for firm's core competence, proprietary aspect of technology,
resource capacity, and demand characteristics becomes considered factors in making a choice on the type of technological
Indonesian Journal for the Science of Management learning.
Volume 14 Number 1 2015
Keywords: technological learning, manufacturing company, technology intensity, technological capability, innovation

Abstrak.Pembelajaran teknologi memiliki peran penting terhadap pembentukan kemampuan teknologi serta
inovasi yang merupakan penentu daya saing di era global seperti saat ini. Sementara itu, negara maju telah mampu
mengembangkan industri dengan intensitas teknologi tinggi yang dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Di
lain pihak, baru sedikit negara berkembang yang mampu mengembangkan industri tersebut. Di Indonesia sendiri,
industri dengan intensitas teknologi rendah terlihat lebih berkembang dibandingkan industri dengan intensitas
teknologi tinggi maupun menengah-tinggi. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kurang optimalnya
pembelajaran teknologi. Telah banyak literatur mengenai kondisi pembelajaran teknologi di sektor manufaktur.
Namun demikian, literatur yang menekankan pada intensitas teknologi masih jarang ditemukan. Tulisan ini akan
membahas mengenai model pembelajaran teknologi pada industri manufaktur dengan melakukan studi kasus pada
perusahaan dengan intensitas teknologi tinggi dan menengah-tinggi yang ada di Indonesia. Klasifikasi industri
berdasarkan intensitas teknologi didasarkan pada pengklasifikasian Organization of Economic Cooperation and
Development (OECD). Dari studi kasus pada empat perusahaan, dilakukan analisis terhadap variasi model
pembelajaran teknologi dilihat dari aktor-aktor yang terlibat dan dominasi aktor-aktor tersebut dalam proses
pembelajaran teknologi. Dari hasil studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa pembelajaran teknologi dapat
mendukung penciptaan inovasi. Perusahaan pada sektor manufaktur dengan intensitas teknologi tinggi cenderung
memilih pembelajaran teknologi internal. Sedangkan perusahaan pada sektor dengan intensitas menengah-tinggi lebih
memilih pembelajaran teknologi kombinasi internal-eksternal. Peran strategis teknologi terhadap kompetensi inti
perusahaan, aspek proprietary dari teknologi,kemampuan sumberdaya, serta karakteristik permintaan terlihat
menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh perusahaan dalam memilih tipe pembelajaran teknologi.

Terakreditasi “B” berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Kata kunci: pembelajaran teknologi, perusahaan manufaktur, intensitas teknologi, kemampuan teknologi, inovasi
Pendidikan Nasional Nomor: 81/DIKTI/Kep/2011.
Received: 23 September 2014, Revision: 16 Desember 2014, Accepted: 27 April 2015
Tanggal: 15 November 2011. Masa berlaku 5 (lima) tahun sejak tanggal ditetapkan. Print ISSN: 1412-1700; Online ISSN: 2089-7928. DOI: http://dx.doi.org/10.12695/jmt.2015.14.1.1
Copyright@2015. Published by Unit Research and Knowledge, School of Business and Management - Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB

Jurnal
1 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

1. Pendahuluan Pembelajaran teknologi merupakan proses dan kapabilitas untuk membentuk kompetensi perusahaan berdasarkan jenis penanaman
dimana perusahaan memperoleh teknologi organisasi melalui pemanfaatan teknologi modal (Rianto et al, 2009), model pembelajaran
Industri manufaktur merupakan sektor yang d a r i e k s t e r n a l d a n m e n g a k u mu l a s i infor masi. Pramongkit et al (2000) teknologi dalam mendorong inovasi
memberikan kontribusi paling besar terhadap kemampuan teknologi guna meningkatkan menganalisis pembelajaran teknologi pada (Prihadyanti et al, 2012), dan proses
perekonomian Indonesia (Laksani et al, 2012). keunggulan daya saing perusahaan (Hobday, industri manufaktur di Thailand khususnya pembelajaran teknologi di UKM (Rianto et al,
Besar nya kontribusi sektor industri 1995). Pembelajaran teknologi juga dapat dalam hal mekanisme pembelajaran. Kim & 2005; 2006). Studi-studi lain yang terkait
manufaktur ini menjadikan sektor tersebut dilihat sebagai upaya untuk mengumpulkan Lee (2002) juga melihat proses pembelajaran dengan teknologi dan inovasi di Indonesia juga
sebagai salah satu mesin penggerak utama infor masi bar u, mencoba hal bar u, teknologi namun objek yang dilihat adalah lebih banyak mengarah pada analisis terhadap
ekonomi Indonesia. Di era knowledge-based menciptakan keterampilan baru dan rutinitas pada dua strategic groups di industri komponen perubahan atau perkembangan teknologi
economy (KBE) seperti saat ini, telah diakui operasional, dan membangun hubungan elektronik di Korea, sedangkan Xie (2004) (Jupesta, 2012), transfer teknologi (Putranto et
bahwa daya saing industri ditentukan oleh eksternal baru (Lall dalam Kim & Nealson, melihat pembelajaran teknologi pada industri al, 2003), teknologi dan kebijakan industri (van
keberadaan industri yang inovatif dan mampu 2000). elektronik di Cina. Karaoz & Albeni (2005) Dijk & Szirmai, 2003; Miller & Hope, 2000),
menghasilkan nilai tambah yang tinggi. mengembangkan pengukuran pembelajaran teknologi dan kinerja ekonomi (Jonker et al,
Berdasarkan Science and Engineering Indicator Hasil penelitian Rianto, dkk (2009) teknologi selama periode waktu tertentu pada 2006), kemampuan teknologi (Madanmohan ,
2012, terlihat bahwa negara-negara maju telah menunjukkan bahwa pembelajaran teknologi level makro. Dari 2 studi kasus yang dilakukan, 2004), dan adopsi teknologi (Rianto et al, 2007;
memiliki industri manufaktur dengan yang ada di industri manufaktur Indonesia Figueiredo (2002) menemukan jalur akumulasi Sriwindono & Yahya, 2012).
intensitas teknologi (Hatzichronoglou, 1997) belum optimal, khususnya di perusahaan lokal kemampuan teknologi yang berbeda dimana
tinggi dengan nilai tambah yang tinggi. pada subsektor elektronika. Perusahaan lokal masing-masing memiliki jalan dan tingkat yang Adapun studi-studi yang ada tersebut pada
belum mampu memanfaatkan secara optimal berbeda dilihat dari fungsi teknologinya. Wood umumnya lebih banyak melihat sektor industri
Sementara itu, industri dengan intensitas kerjasamanya dengan Multinational Corporations & Weigel (2013) melihat pembelajaran manufaktur dari perspektif ekonomi,
teknologi ting gi di beberapa negara (MNC) terkait dengan penerapan teknologi teknologi yang dihasilkan dari kolaborasi menganalisis berdasarkan skala usaha, ataupun
berkembang juga telah mulai memiliki tinggi. Padahal, proses tersebut sangat internasional. lebih spesifik dilakukan pada sektor energi.
peningkatan output. Di lain pihak, data mempengaruhi kemampuan teknologi, Sejauh ini, belum terdapat bahasan mengenai
indikator iptek Indonesia menunjukkan bahwa dikarenakan kemampuan teknologi tersebut Beberapa studi lainnya melihat faktor-faktor model pembelajaran teknologi terutama pada
output industri manufaktur Indonesia masih merupakan akumulasi proses pembelajaran penentu pembelajaran teknologi, diantaranya sektor manufaktur di Indonesia dengan
didominasi oleh industri dengan intensitas teknologi (Kim, 1990). faktor networking (Chipika & Wilson, 2006), mempertimbangkan intensitas teknologinya.
teknologi rendah. Output produk manufaktur serta learning, R&D, dan kemampuan Oleh karenanya, perlu dilakukan studi
dengan kandungan teknologi rendah tumbuh Hal ini mengindikasikan bahwa kurang manufaktur (Kocoglu et al, 2012). Carayannis mengenai pembelajaran teknologi dengan
rata-rata sebesar 14,7% per tahun, dimana berkembangnya industri manufaktur (2000) dan Carayannis & Alexander (2002) menghubungkannya dengan intensitas
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun berintensitas teknologi tinggi salah satunya mengaitkan pembelajaran teknologi dengan teknologi. Intensitas teknologi menunjukkan
2007 yakni sebesar 24,16%. Bahkan, disebabkan oleh belum optimalnya market performance, sedangkan Kazanjian et al level peng gunaan teknologi yang
peningkatan produk dengan kandungan pembelajaran teknologi. Sementara itu, (2000) mengaitkannya dengan kreativitas. Guo mempertimbangkan rasio R&D expenditure
teknologi rendah cenderung naik hingga tahun kemampuan teknologi memiliki peran yang & Guo (2011) melihat pola pembelajaran dan nilai tambah yang dihasilkan, serta
2007 (Meiningsih dkk, 2009). sangat penting terhadap kinerja inovasi teknologi pada kluster industri. Ignatius et al pemanfaatan teknologi dengan membeli
perusahaan. Kemampuan teknologi dipercaya (2012) menganalisis dampak pembelajaran barang intermediate ataupun barang modal. Hal
Dilihat dari sisi perdagangan, ekspor Indonesia tidak hanya akan mendorong kreativitas untuk teknologi terhadap outcome pengembangan ini dapat memberikan gambaran mengenai
juga masih didominasi oleh industri dengan menghasilkan produk baru tetapi juga produk baru sedangkan Carayannis (2007) pengaruh intensitas teknologi terhadap
intensitas teknologi rendah. Bahkan data memfasilitasi peningkatan kecepatan meninjau implikasinya terhadap prospek pembelajaran teknologi di perusahaan
neraca perdagangan menunjukkan bahwa nilai pengembangan produk (Moor man & teknologi energi terbarukan. Smit et al (2007) manufaktur di Indonesia yang masih
neraca perdagangan industri dengan intensitas Slotegraaf, 1999).Pembelajaran teknologi dan melihat peran pemerintah dalam pembelajaran merupakan negara berkembang.
teknologi rendah cenderung meningkat ketika kemampuan teknologi juga dapat mendorong teknologi. Beberapa studi lainnya melakukan
neraca perdagangan industri dengan intensitas kemampuan inovasi sebagai basis untuk pemodelan dari pembelajaran teknologi (Chen, Tulisan ini akan membahas mengenai proses
teknologi tinggi dan menengah-tinggi justru melakukan inovasi yang dibutuhkan Pu, dan Shen, 2009; Nakata et al, 2011; de Wit pembelajaran teknologi pada industri
menurun dan cenderung defisit. Hal ini perusahaan agar dapat berdaya saing di era et al, 2010). manufaktur dengan melakukan studi kasus
tentunya terkait dengan daya saing industri. globalisasi seperti saat ini. Secara umum, studi pada perusahaan dengan intensitas teknologi
Daya saing industri sendiri sangat ditentukan mengenai pembelajaran teknologi pada level Di lain pihak, studi-studi mengenai tinggi dan menengah-tinggi yang ada di
oleh kinerja inovasi yang juga dipengaruhi oleh internasional telah cukup banyak dilakukan. pembelajaran teknologi di Indonesia masih Indonesia. Klasifikasi industri berdasarkan
kemampuan teknologi. Kemampuan teknologi Chen & Qu (2003) mengembangkan sangat sedikit dilakukan. Studi yang ada di intensitas teknologi didasarkan pada
tersebut merupakan akumulasi proses framework new technological learning yang Indonesia lebih mengarah kepada interaksi pengklasifikasian OECD. Dari studi kasus
pembelajaran teknologi (Kim, 1990). mempertimbangkan personel, objek, sumber, dalam pembelajaran teknologi antar pada empat perusahaan, dilakukan analisis

Jurnal Jurnal
2 Manajemen Teknologi 3 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

1. Pendahuluan Pembelajaran teknologi merupakan proses dan kapabilitas untuk membentuk kompetensi perusahaan berdasarkan jenis penanaman
dimana perusahaan memperoleh teknologi organisasi melalui pemanfaatan teknologi modal (Rianto et al, 2009), model pembelajaran
Industri manufaktur merupakan sektor yang d a r i e k s t e r n a l d a n m e n g a k u mu l a s i infor masi. Pramongkit et al (2000) teknologi dalam mendorong inovasi
memberikan kontribusi paling besar terhadap kemampuan teknologi guna meningkatkan menganalisis pembelajaran teknologi pada (Prihadyanti et al, 2012), dan proses
perekonomian Indonesia (Laksani et al, 2012). keunggulan daya saing perusahaan (Hobday, industri manufaktur di Thailand khususnya pembelajaran teknologi di UKM (Rianto et al,
Besar nya kontribusi sektor industri 1995). Pembelajaran teknologi juga dapat dalam hal mekanisme pembelajaran. Kim & 2005; 2006). Studi-studi lain yang terkait
manufaktur ini menjadikan sektor tersebut dilihat sebagai upaya untuk mengumpulkan Lee (2002) juga melihat proses pembelajaran dengan teknologi dan inovasi di Indonesia juga
sebagai salah satu mesin penggerak utama infor masi bar u, mencoba hal bar u, teknologi namun objek yang dilihat adalah lebih banyak mengarah pada analisis terhadap
ekonomi Indonesia. Di era knowledge-based menciptakan keterampilan baru dan rutinitas pada dua strategic groups di industri komponen perubahan atau perkembangan teknologi
economy (KBE) seperti saat ini, telah diakui operasional, dan membangun hubungan elektronik di Korea, sedangkan Xie (2004) (Jupesta, 2012), transfer teknologi (Putranto et
bahwa daya saing industri ditentukan oleh eksternal baru (Lall dalam Kim & Nealson, melihat pembelajaran teknologi pada industri al, 2003), teknologi dan kebijakan industri (van
keberadaan industri yang inovatif dan mampu 2000). elektronik di Cina. Karaoz & Albeni (2005) Dijk & Szirmai, 2003; Miller & Hope, 2000),
menghasilkan nilai tambah yang tinggi. mengembangkan pengukuran pembelajaran teknologi dan kinerja ekonomi (Jonker et al,
Berdasarkan Science and Engineering Indicator Hasil penelitian Rianto, dkk (2009) teknologi selama periode waktu tertentu pada 2006), kemampuan teknologi (Madanmohan ,
2012, terlihat bahwa negara-negara maju telah menunjukkan bahwa pembelajaran teknologi level makro. Dari 2 studi kasus yang dilakukan, 2004), dan adopsi teknologi (Rianto et al, 2007;
memiliki industri manufaktur dengan yang ada di industri manufaktur Indonesia Figueiredo (2002) menemukan jalur akumulasi Sriwindono & Yahya, 2012).
intensitas teknologi (Hatzichronoglou, 1997) belum optimal, khususnya di perusahaan lokal kemampuan teknologi yang berbeda dimana
tinggi dengan nilai tambah yang tinggi. pada subsektor elektronika. Perusahaan lokal masing-masing memiliki jalan dan tingkat yang Adapun studi-studi yang ada tersebut pada
belum mampu memanfaatkan secara optimal berbeda dilihat dari fungsi teknologinya. Wood umumnya lebih banyak melihat sektor industri
Sementara itu, industri dengan intensitas kerjasamanya dengan Multinational Corporations & Weigel (2013) melihat pembelajaran manufaktur dari perspektif ekonomi,
teknologi ting gi di beberapa negara (MNC) terkait dengan penerapan teknologi teknologi yang dihasilkan dari kolaborasi menganalisis berdasarkan skala usaha, ataupun
berkembang juga telah mulai memiliki tinggi. Padahal, proses tersebut sangat internasional. lebih spesifik dilakukan pada sektor energi.
peningkatan output. Di lain pihak, data mempengaruhi kemampuan teknologi, Sejauh ini, belum terdapat bahasan mengenai
indikator iptek Indonesia menunjukkan bahwa dikarenakan kemampuan teknologi tersebut Beberapa studi lainnya melihat faktor-faktor model pembelajaran teknologi terutama pada
output industri manufaktur Indonesia masih merupakan akumulasi proses pembelajaran penentu pembelajaran teknologi, diantaranya sektor manufaktur di Indonesia dengan
didominasi oleh industri dengan intensitas teknologi (Kim, 1990). faktor networking (Chipika & Wilson, 2006), mempertimbangkan intensitas teknologinya.
teknologi rendah. Output produk manufaktur serta learning, R&D, dan kemampuan Oleh karenanya, perlu dilakukan studi
dengan kandungan teknologi rendah tumbuh Hal ini mengindikasikan bahwa kurang manufaktur (Kocoglu et al, 2012). Carayannis mengenai pembelajaran teknologi dengan
rata-rata sebesar 14,7% per tahun, dimana berkembangnya industri manufaktur (2000) dan Carayannis & Alexander (2002) menghubungkannya dengan intensitas
pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun berintensitas teknologi tinggi salah satunya mengaitkan pembelajaran teknologi dengan teknologi. Intensitas teknologi menunjukkan
2007 yakni sebesar 24,16%. Bahkan, disebabkan oleh belum optimalnya market performance, sedangkan Kazanjian et al level peng gunaan teknologi yang
peningkatan produk dengan kandungan pembelajaran teknologi. Sementara itu, (2000) mengaitkannya dengan kreativitas. Guo mempertimbangkan rasio R&D expenditure
teknologi rendah cenderung naik hingga tahun kemampuan teknologi memiliki peran yang & Guo (2011) melihat pola pembelajaran dan nilai tambah yang dihasilkan, serta
2007 (Meiningsih dkk, 2009). sangat penting terhadap kinerja inovasi teknologi pada kluster industri. Ignatius et al pemanfaatan teknologi dengan membeli
perusahaan. Kemampuan teknologi dipercaya (2012) menganalisis dampak pembelajaran barang intermediate ataupun barang modal. Hal
Dilihat dari sisi perdagangan, ekspor Indonesia tidak hanya akan mendorong kreativitas untuk teknologi terhadap outcome pengembangan ini dapat memberikan gambaran mengenai
juga masih didominasi oleh industri dengan menghasilkan produk baru tetapi juga produk baru sedangkan Carayannis (2007) pengaruh intensitas teknologi terhadap
intensitas teknologi rendah. Bahkan data memfasilitasi peningkatan kecepatan meninjau implikasinya terhadap prospek pembelajaran teknologi di perusahaan
neraca perdagangan menunjukkan bahwa nilai pengembangan produk (Moor man & teknologi energi terbarukan. Smit et al (2007) manufaktur di Indonesia yang masih
neraca perdagangan industri dengan intensitas Slotegraaf, 1999).Pembelajaran teknologi dan melihat peran pemerintah dalam pembelajaran merupakan negara berkembang.
teknologi rendah cenderung meningkat ketika kemampuan teknologi juga dapat mendorong teknologi. Beberapa studi lainnya melakukan
neraca perdagangan industri dengan intensitas kemampuan inovasi sebagai basis untuk pemodelan dari pembelajaran teknologi (Chen, Tulisan ini akan membahas mengenai proses
teknologi tinggi dan menengah-tinggi justru melakukan inovasi yang dibutuhkan Pu, dan Shen, 2009; Nakata et al, 2011; de Wit pembelajaran teknologi pada industri
menurun dan cenderung defisit. Hal ini perusahaan agar dapat berdaya saing di era et al, 2010). manufaktur dengan melakukan studi kasus
tentunya terkait dengan daya saing industri. globalisasi seperti saat ini. Secara umum, studi pada perusahaan dengan intensitas teknologi
Daya saing industri sendiri sangat ditentukan mengenai pembelajaran teknologi pada level Di lain pihak, studi-studi mengenai tinggi dan menengah-tinggi yang ada di
oleh kinerja inovasi yang juga dipengaruhi oleh internasional telah cukup banyak dilakukan. pembelajaran teknologi di Indonesia masih Indonesia. Klasifikasi industri berdasarkan
kemampuan teknologi. Kemampuan teknologi Chen & Qu (2003) mengembangkan sangat sedikit dilakukan. Studi yang ada di intensitas teknologi didasarkan pada
tersebut merupakan akumulasi proses framework new technological learning yang Indonesia lebih mengarah kepada interaksi pengklasifikasian OECD. Dari studi kasus
pembelajaran teknologi (Kim, 1990). mempertimbangkan personel, objek, sumber, dalam pembelajaran teknologi antar pada empat perusahaan, dilakukan analisis

Jurnal Jurnal
2 Manajemen Teknologi 3 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

terhadap variasi model pembelajaran teknologi perusahaan (Shefer & Frenkel, 2005; Zahra, Sedangkan faktor eksternal terkait dengan Pengetahuan dari suatu inovasi lebih
dilihat dari aktor-aktor yang terlibat dan Ireland & Hitt, 2000). Dalam menjelaskan interaksi dan networking dengan pihak di luar membudaya sehingga ketergantungan
dominasi aktor-aktor tersebut dalam proses proses pembelajaran teknologi, terdapat perusahaan seperti konsumen, pemasok, terhadap satu orang key person tidak terlalu
pembelajaran teknologi. Analisis juga beberapa pendekatan yang dapat digunakan. perusahaan lain yang terkait, konsultan, dan besar. Dalam hal ini, level pembelajaran
diarahkan untuk mengetahui ketepatan Salah satu pendekatan tersebut adalah dari pihak lainnya yang berbasis kepercayaan teknologi sudah berada pada level yang
pemilihan model pembelajaran teknologi aspek interaksi yang dilakukan. Interaksi dapat (Carlsson dalam Dodgson & Rothwell, 1996). lebih tinggi. Namun demikian, perusahaan
untuk membentuk kemampuan teknologi serta terjadi antar pihak di dalam perusahaan saja, Dukungan kebijakan pemerintah juga menjadi harus memiliki sistem insentif yang bagus
mencapai kinerja inovasi yang optimal bagi ataupun melibatkan pihak eksternal, baik dari faktor eksternal yang penting. agar inovasi yang dihasilkan dapat terus
perusahaan. Walaupun demikian, studi ini negara yang sama maupun dari negara yang meningkat ataupun lebih radikal. Namun
masih merupakan studi awal yang dapat berbeda. Hal ini terkait dengan sumber Dengan melihat interaksi yang dilakukan serta hal ini membutuhkan dukungan sistem
bermanfaat untuk menentukan kajian maupun pembelajaran, yang menyangkut sumber pihak-pihak yang terlibat dan dominasinya HRD (Human Resource Development) yang
penelitian lanjutan guna memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan. Sumber dalam melakukan pembelajaran, dapat bagus. Sementara itu, perusahaan-
gambaran yang lebih mendalam untuk pembelajaran dapat berasal dari proses dibedakan beberapa model pembelajaran perusahaan pada skala kecil dan menengah
menganalisis pola pembelajaran teknologi di pembelajaran intra-organisasi (Figueiredo teknologi seperti dijelaskan sebagai berikut. biasanya tidak memiliki sistem HRD yang
sektor industri manufaktur. 2001; 2003), link antar perusahaan, maupun a. Pembelajaran Teknologi Internal cukup kuat (Ahmed et al, 2011).
link antara perusahaan dengan organisasi yang Jenis pembelajaran teknologi ini hanya
2. Landasan Teori mendukung sistem inovasi seperti perguruan melibatkan pihak internal perusahaan atau b. Pembelajaran Teknologi Eksternal
tinggi dan lembaga litbang pemerintah dapat dikatakan sebagai in-house technological Berbeda dengan jenis yang pertama, model
Pembelajaran teknologi merupakan upaya yang (Figueiredo, 2008). learning. Pihak internal dapat berasal dari pembelajaran teknologi ini diserahkan oleh
bersifat sadar (conscious), memiliki tujuan pemilik perusahaan, direktur/manajer, perusahaan kepada pihak luar. Pihak
tertentu (purposive), dan inkremental untuk Lebih jauh mengenai pembelajaran teknologi maupun staff dari berbagai departemen internal perusahaan lebih bersifat pasif
mengumpulkan informasi baru, mencoba hal yang melibatkan pihak eksternal, Ariffin (2000) yang ada di perusahaan. Jenis pembelajaran dan perusahaan hanya menerima transfer
baru, menciptakan keterampilan baru dan membedakan model proses pembelajaran teknologi ini dapat dibagi menjadi dua, teknologi ataupun pengetahuan, tanpa
rutinitas operasional, dan membangun teknologi yang bersifat inter-company links. yakni (1) pembelajaran yang hanya adanya proses absorpsi pengetahuan dari
hubungan eksternal baru (Lall dalam Kim & Disamping itu, Howell et al (2014) juga dilakukan oleh top level management saja; dan teknologi ataupun inovasi yang dihasilkan
Nealson, 2000). Definisi lain dikemukakan membedakan beberapa sumber pembelajaran (2) pembelajaran yang melibatkan top level oleh pihak eksternal untuk perusahaan.
oleh Kim (2001), yang melihat pembelajaran teknologi yakni (1) pembelajaran teknologi di management dan karyawan, khususnya
teknologi sebagai proses membangun dan dalam perusahaan yang berupa aktivitas knowledge w orker. Kelebihan dari
mengakumulasi kemampuan teknologi yakni learning by doing (2) pembelajaran antara Kelebihan dari tipe pembelajaran
pembelajaran teknologi in-house pada tipe teknologi ini adalah lebih mudah untuk
kemampuan untuk mengunakan technological perusahaan dengan lingkungan yang dapat pertama ini adalah terjaganya kerahasiaan
knowledge secara efektif dalam produksi, berupa aktivitas learning by exporting dan juga dilakukan terutama jika perusahaan tidak
inovasi disamping sifatnya yang embedded memiliki sumberdaya manusia dengan
engineering, dan inovasi untuk menjadi pembentukan kapasitas absorptif (Cohen & pada pihak tertentu dari perusahaan.
kompetitif, baik dalam harga maupun kualitas Levinthal, 1990) untuk memperoleh learning kapasitas yang memadai. Walaupun
(Howell et al, 2014). spillovers baik yang bersifat intra maupun antar demikian, pembelajaran teknologi ini
Hal ini terkait dengan aspek kepemilikan hanya dapat dilakukan jika perusahaan
industri, serta (3) pembelajaran eksternal yang
(proprietary aspect) dari teknologi tersebut memiliki modal yang cukup. Disamping
Definisi-definisi tersebut sama-sama melihat berupa pemanfaatan learning spillovers yang
(Nelson, 1989). Walaupun demikian, itu, terdapat ketergantungan terhadap
bahwa proses pembelajaran teknologi ini pada dimediasi oleh institusi baik bersifat intra
apabila inovasi yang dihasilkan hanya pihak eksternal. Pengetahuan dari
akhirnya akan berakumulasi mendorong maupun inter-industri. Negara maju yang
bersifat sederhana, maka kemungkinannya penciptaan inovasi termasuk proses di
kemampuan teknologi (Kim, 1990; Hobday, mayoritas merupakan produsen teknologi
untuk ditiru oleh kompetitor tetaplah dalamnya juga tidak bisa diakuisisi oleh
1995). Dengan kemampuan teknologi yang biasanya melakukan pembelajaran melalui
memadai, perusahaan dapat mengasimilasi, aktivitas riset, sedangkan negara berkembang besar. Kelemahan dari tipe pembelajaran pekerja yang ada di perusahaan karena
menyesuaikan dan mengembangkan teknologi. yang biasanya merupakan importir dan teknologi ini adalah ketergantungannya perannya yang bersifat pasif. Oleh
Kemampuan teknologi tersebut merupakan pengguna teknologi biasanya meningkatkan yang sangat tinggi pada keberadaan pihak karenanya, jika tidak ada perbaikan kualitas
faktor penting yang sangat berperan dalam kemampuan teknologi melalui aktivitas learning top level management yang berperan sebagai sumberdaya manusia (SDM) maka
menghasilkan inovasi (Cefis & Marsili, 2005). by doing (Kim, 2001). Dalam melakukan key person. Dalam hal ini, pembelajaran perusahaan dapat kehilangan peluang
Inovasi yang dihasilkan dapat berdampak pada pembelajaran teknologi, terdapat faktor-faktor teknologi hanya berada pada level untuk memperoleh kemandirian dalam
kinerja bisnis perusahaan dalam lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh individual, dan tidak sampai ke level melakukan inovasi (Sarah et al, 2009).
yang kompetitif, ser ta memberikan (Rothwell dalam Dodgson & Rothwell, 1996). stratejik ataupun organisasi. Untuk
peningkatan market share, efisiensi produksi, Faktor internal mencakup technical effort dalam kategori pembelajaran teknologi in-house
produktivitas, serta keuntungan yang diperoleh perusahaan seperti praktek manajemen, in- y a n g ke d u a , t e r d a p a t ke l e b i h a n
house R&D, dan produksi. dibandingkan kategori pertama.

Jurnal Jurnal
4 Manajemen Teknologi 5 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

terhadap variasi model pembelajaran teknologi perusahaan (Shefer & Frenkel, 2005; Zahra, Sedangkan faktor eksternal terkait dengan Pengetahuan dari suatu inovasi lebih
dilihat dari aktor-aktor yang terlibat dan Ireland & Hitt, 2000). Dalam menjelaskan interaksi dan networking dengan pihak di luar membudaya sehingga ketergantungan
dominasi aktor-aktor tersebut dalam proses proses pembelajaran teknologi, terdapat perusahaan seperti konsumen, pemasok, terhadap satu orang key person tidak terlalu
pembelajaran teknologi. Analisis juga beberapa pendekatan yang dapat digunakan. perusahaan lain yang terkait, konsultan, dan besar. Dalam hal ini, level pembelajaran
diarahkan untuk mengetahui ketepatan Salah satu pendekatan tersebut adalah dari pihak lainnya yang berbasis kepercayaan teknologi sudah berada pada level yang
pemilihan model pembelajaran teknologi aspek interaksi yang dilakukan. Interaksi dapat (Carlsson dalam Dodgson & Rothwell, 1996). lebih tinggi. Namun demikian, perusahaan
untuk membentuk kemampuan teknologi serta terjadi antar pihak di dalam perusahaan saja, Dukungan kebijakan pemerintah juga menjadi harus memiliki sistem insentif yang bagus
mencapai kinerja inovasi yang optimal bagi ataupun melibatkan pihak eksternal, baik dari faktor eksternal yang penting. agar inovasi yang dihasilkan dapat terus
perusahaan. Walaupun demikian, studi ini negara yang sama maupun dari negara yang meningkat ataupun lebih radikal. Namun
masih merupakan studi awal yang dapat berbeda. Hal ini terkait dengan sumber Dengan melihat interaksi yang dilakukan serta hal ini membutuhkan dukungan sistem
bermanfaat untuk menentukan kajian maupun pembelajaran, yang menyangkut sumber pihak-pihak yang terlibat dan dominasinya HRD (Human Resource Development) yang
penelitian lanjutan guna memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan. Sumber dalam melakukan pembelajaran, dapat bagus. Sementara itu, perusahaan-
gambaran yang lebih mendalam untuk pembelajaran dapat berasal dari proses dibedakan beberapa model pembelajaran perusahaan pada skala kecil dan menengah
menganalisis pola pembelajaran teknologi di pembelajaran intra-organisasi (Figueiredo teknologi seperti dijelaskan sebagai berikut. biasanya tidak memiliki sistem HRD yang
sektor industri manufaktur. 2001; 2003), link antar perusahaan, maupun a. Pembelajaran Teknologi Internal cukup kuat (Ahmed et al, 2011).
link antara perusahaan dengan organisasi yang Jenis pembelajaran teknologi ini hanya
2. Landasan Teori mendukung sistem inovasi seperti perguruan melibatkan pihak internal perusahaan atau b. Pembelajaran Teknologi Eksternal
tinggi dan lembaga litbang pemerintah dapat dikatakan sebagai in-house technological Berbeda dengan jenis yang pertama, model
Pembelajaran teknologi merupakan upaya yang (Figueiredo, 2008). learning. Pihak internal dapat berasal dari pembelajaran teknologi ini diserahkan oleh
bersifat sadar (conscious), memiliki tujuan pemilik perusahaan, direktur/manajer, perusahaan kepada pihak luar. Pihak
tertentu (purposive), dan inkremental untuk Lebih jauh mengenai pembelajaran teknologi maupun staff dari berbagai departemen internal perusahaan lebih bersifat pasif
mengumpulkan informasi baru, mencoba hal yang melibatkan pihak eksternal, Ariffin (2000) yang ada di perusahaan. Jenis pembelajaran dan perusahaan hanya menerima transfer
baru, menciptakan keterampilan baru dan membedakan model proses pembelajaran teknologi ini dapat dibagi menjadi dua, teknologi ataupun pengetahuan, tanpa
rutinitas operasional, dan membangun teknologi yang bersifat inter-company links. yakni (1) pembelajaran yang hanya adanya proses absorpsi pengetahuan dari
hubungan eksternal baru (Lall dalam Kim & Disamping itu, Howell et al (2014) juga dilakukan oleh top level management saja; dan teknologi ataupun inovasi yang dihasilkan
Nealson, 2000). Definisi lain dikemukakan membedakan beberapa sumber pembelajaran (2) pembelajaran yang melibatkan top level oleh pihak eksternal untuk perusahaan.
oleh Kim (2001), yang melihat pembelajaran teknologi yakni (1) pembelajaran teknologi di management dan karyawan, khususnya
teknologi sebagai proses membangun dan dalam perusahaan yang berupa aktivitas knowledge w orker. Kelebihan dari
mengakumulasi kemampuan teknologi yakni learning by doing (2) pembelajaran antara Kelebihan dari tipe pembelajaran
pembelajaran teknologi in-house pada tipe teknologi ini adalah lebih mudah untuk
kemampuan untuk mengunakan technological perusahaan dengan lingkungan yang dapat pertama ini adalah terjaganya kerahasiaan
knowledge secara efektif dalam produksi, berupa aktivitas learning by exporting dan juga dilakukan terutama jika perusahaan tidak
inovasi disamping sifatnya yang embedded memiliki sumberdaya manusia dengan
engineering, dan inovasi untuk menjadi pembentukan kapasitas absorptif (Cohen & pada pihak tertentu dari perusahaan.
kompetitif, baik dalam harga maupun kualitas Levinthal, 1990) untuk memperoleh learning kapasitas yang memadai. Walaupun
(Howell et al, 2014). spillovers baik yang bersifat intra maupun antar demikian, pembelajaran teknologi ini
Hal ini terkait dengan aspek kepemilikan hanya dapat dilakukan jika perusahaan
industri, serta (3) pembelajaran eksternal yang
(proprietary aspect) dari teknologi tersebut memiliki modal yang cukup. Disamping
Definisi-definisi tersebut sama-sama melihat berupa pemanfaatan learning spillovers yang
(Nelson, 1989). Walaupun demikian, itu, terdapat ketergantungan terhadap
bahwa proses pembelajaran teknologi ini pada dimediasi oleh institusi baik bersifat intra
apabila inovasi yang dihasilkan hanya pihak eksternal. Pengetahuan dari
akhirnya akan berakumulasi mendorong maupun inter-industri. Negara maju yang
bersifat sederhana, maka kemungkinannya penciptaan inovasi termasuk proses di
kemampuan teknologi (Kim, 1990; Hobday, mayoritas merupakan produsen teknologi
untuk ditiru oleh kompetitor tetaplah dalamnya juga tidak bisa diakuisisi oleh
1995). Dengan kemampuan teknologi yang biasanya melakukan pembelajaran melalui
memadai, perusahaan dapat mengasimilasi, aktivitas riset, sedangkan negara berkembang besar. Kelemahan dari tipe pembelajaran pekerja yang ada di perusahaan karena
menyesuaikan dan mengembangkan teknologi. yang biasanya merupakan importir dan teknologi ini adalah ketergantungannya perannya yang bersifat pasif. Oleh
Kemampuan teknologi tersebut merupakan pengguna teknologi biasanya meningkatkan yang sangat tinggi pada keberadaan pihak karenanya, jika tidak ada perbaikan kualitas
faktor penting yang sangat berperan dalam kemampuan teknologi melalui aktivitas learning top level management yang berperan sebagai sumberdaya manusia (SDM) maka
menghasilkan inovasi (Cefis & Marsili, 2005). by doing (Kim, 2001). Dalam melakukan key person. Dalam hal ini, pembelajaran perusahaan dapat kehilangan peluang
Inovasi yang dihasilkan dapat berdampak pada pembelajaran teknologi, terdapat faktor-faktor teknologi hanya berada pada level untuk memperoleh kemandirian dalam
kinerja bisnis perusahaan dalam lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh individual, dan tidak sampai ke level melakukan inovasi (Sarah et al, 2009).
yang kompetitif, ser ta memberikan (Rothwell dalam Dodgson & Rothwell, 1996). stratejik ataupun organisasi. Untuk
peningkatan market share, efisiensi produksi, Faktor internal mencakup technical effort dalam kategori pembelajaran teknologi in-house
produktivitas, serta keuntungan yang diperoleh perusahaan seperti praktek manajemen, in- y a n g ke d u a , t e r d a p a t ke l e b i h a n
house R&D, dan produksi. dibandingkan kategori pertama.

Jurnal Jurnal
4 Manajemen Teknologi 5 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

c. Pembelajaran Teknologi Kombinasi Internal- 3. Metodologi Penelitian serta 1 perusahaan dari sektor mesin dan Inovasi yang dilakukan perusahaan adalah
Eksternal peralatan. Perusahaan dari sektor mesin dengan melakukan modifikasi sederhana
Tipe pembelajaran teknologi ini Dalam tulisan ini, akan dianalisis kondisi elektrik diwakili oleh Perusahaan C yang misalnya dengan mengubah jenis bahan baku
melibatkan baik pihak internal maupun pembelajaran teknologi di perusahaan- memproduksi trafo, sedangkan perusahaan di untuk produk yang sama yakni timbangan
eksternal perusahaan. Kelebihan dari tipe perusahaan pada sektor yang diduga terjadi sektor mesin dan peralatan diwakili oleh mekanik. Hal tersebut dilakukan melalui
pembelajaran teknologi ini adalah lebih pembelajaran teknologi dengan metode studi Perusahaan D yang merupakan produsen aktivitas trial and error, yang didominasi oleh
mudah dilakukan sebagai strategi untuk kasus (Eisendhardt, 1989). Analisis dilakukan peralatan hankam. peran pimpinan perusahaan. Di lain pihak,
memenuhi kurangnya pengetahuan dengan pendekatan kualitatif. Identifikasi perusahaan juga melakukan inovasi yang
tertentu dari sumberdaya manusia di sektor industri yang diduga terjadi technological Pengambilan data dan informasi dilakukan bersifat radikal, yakni melalui penerapan
perusahaan. Hal tersebut penting untuk learning dilakukan berdasarkan klasifikasi melalui wawancara mendalam terhadap proses yang berbasis teknologi informasi.
melengkapi knowledge base internal perusahaan berdasarkan technology trajectory manajer/pemilik perusahaan, serta bagian Inovasi proses yang bertujuan mempercepat
perusahaan. Kapasitas SDM untuk yang dikembangkan oleh Pavitt dalam Hedge yang terkait dengan aktivitas pembelajaran proses produksi ini diinisiasi oleh pimpinan
perusahaan pada kategori ini sudah lebih (2004). Berdasarkan klasifikasi tersebut, teknologi seperti departemen R&D, engineering, perusahaan, namun pada penerapannya
tinggi dibandingkan dengan kategori technological learning diduga terjadi pada scale ataupun departemen lain sesuai dengan kondisi mengalami hambatan khususnya dari budaya
pembelajaran teknologi eksternal. Hal ini intensive firms dan specialized supliers firms yang perusahaan. Pemilihan responden tersebut pekerja yang tidak terbiasa menggunakan
memungkinkan per usahaan untuk melibatkan industri pada sektor dengan intensitas mempertimbangkan pengetahuan yang teknologi tersebut serta kemampuannya yang
mengakusisi pengetahuan dari pihak ting gi dan menengah-ting gi. Berdasarkan dimiliki terkait dengan inovasi di perusahaan, terbatas. Hambatan tersebut juga muncul
eksternal untuk kemudian klasifikasi OECD (Hatzichronoglou, 1997), teknologi yang dimiliki perusahaan, serta dikarenakan rendahnya pendidikan pekerja.
mengembangkannya menjadi pengetahuan subsektor industri manufaktur yang tergolong aspek-aspek strategis perusahaan. Wawancara
baru untuk melakukan inovasi mandiri. memiliki intensitas teknologi menengah-tinggi mendalam dilakukan minimal satu kali Dalam melakukan knowledge sharing, perusahaan
meliputi industri kendaraan bermotor, kimia, terhadap responden dengan waktu minimal memfasilitasi melalui kegiatan formal berupa
Oleh karenanya, perusahaan menjadi tidak mesin elektrik, railroad & transport equipment, satu jam. Data dan infor masi yang koordinasi kegiatan rutin. Di lain pihak, tidak
tergantung pada pihak eksternal. Walaupun serta mesin dan peralatan. Sedangkan industri dikumpulkan meliputi aktor-aktor yang terlibat ada aktivitas lain untuk meningkatkan
demikian, untuk dapat mewujudkannya, yang tergolong memiliki intensitas teknologi serta proses pembelajaran teknologi, aktivitas ketrampilan dan pengetahuan pekerja. Upaya
perusahaan harus memiliki kapasitas SDM tinggi meliputi pesawat terbang, komputer, inovasi, serta kondisi kemampuan teknologi penambahan pengetahuan cenderung terjadi
yang memadai dan terus meningkatkan radio, TV dan peralatan komunikasi, farmasi perusahaan. Analisis dilakukan secara pada level pimpinan dimana terdapat transfer
kemampuannya. Per usahaan jug a serta instrumen. kualitatif untuk melihat model pembelajaran pengetahuan dari pihak eksternal yaitu dari
membutuhkan modal yang cukup untuk teknologi yang diterapkan, serta pengaruhnya supplier ataupun konsultan sesuai dengan
memperoleh pengetahuan dari pihak Dalam tulisan ini, akan dipilih masing-masing terhadap kemampuan teknologi dan kinerja keinginan pemilik perusahaan. Walaupun
eksternal. Pemilihan pihak eksternal yang dua perusahaan pada sektor dengan intensitas inovasi perusahaan. Analisis juga dilakukan demikian, pemilik tidak melakukan inovasi
tepat juga menjadi faktor penentu teknologi tinggi dan dua perusahaan pada dengan mengkomparasikan kondisi masing- produk walaupun terdapat peluang pasar yang
kesuksesan inovasi yang dihasilkan sektor dengan intensitas teknologi menengah- masing perusahaan, serta mengaitkannya masih terbuka. Potensi pengembangan produk
perusahaan. Tipe pembelajaran teknologi tinggi pada sektor yang diduga terjadi dengan karakteristik sektor industri dan masih sangat terbuka khususnya untuk
ini dapat dibedakan menjadi tiga, yakni (1) p e m b e l a j a r a n t e k n o l o g i . Pe m i l i h a n intensitas teknologinya. menciptakan produk baru seperti
Pembelajaran teknologi dengan dominasi perusahaan dilakukan dengan pengembangan timbangan elektrik terutama
pihak internal; (2) Pembelajaran teknologi m e m p e r t i m b a n g k a n k i n e r j a i n ova s i 4. Hasil untuk tipe yang memungkinkan untuk
dengan dominasi pihak eksternal; dan (3) perusahaan dari hasil survei pembelajaran terkoneksi jaringan. Hal tersebut tidak
Pembelajaran teknologi dengan peran teknologi yang dilakukan oleh tim Pappiptek Studi Kasus di Perusahaan A dilakukan karena kurangnya kemampuan
pihak internal dan eksternal yang pada tahun 2012. Perusahaan ini adalah perusahaan yang teknologi yang tidak dapat ditingkatkan karena
seimbang. memproduksi timbangan. Timbangan yang keterbatasan kemampuan SDM. Disamping
Untuk sektor dengan intensitas teknologi diproduksi perusahaan tersebut adalah jenis itu, keterbatasan modal menjadikan
Dalam penelitian ini, akan dilihat tipe-tipe tinggi, dipilih 1 perusahaan dari sektor timbangan mekanik. Saat ini, perkembangan perusahaan juga mengalami hambatan untuk
pembelajaran teknologi mana yang diterapkan instrumen serta 1 perusahaan dari sektor radio, bisnis perusahaan A semakin menurun memperoleh SDM dengan kapasitas yang
oleh perusahaan-perusahaan pada sektor TV dan peralatan komunikasi. Perusahaan di ditandai dengan omsetnya yang terus menurun memadai.
industri berintensitas teknologi tinggi serta sektor instrumen diwakili oleh perusahaan A, dalam 15 tahun terakhir. Walaupun demikian,
menengah-tinggi. yakni perusahaan yang merupakan produsen perusahaan A tidak melakukan pengembangan Dari penjelasan sebelumnya, terlihat bahwa
timbangan. Perusahaan di sektor radio, TV, produk walaupun produk yang dihasilkan telah perusahaan A memiliki model pembelajaran
dan peralatan komunikasi diwakili oleh semakin menurun penjualannya dengan teknologi tipe pertama, yakni pembelajaran
perusahaan B yang merupakan produsen semakin banyaknya kompetitor yang teknologi internal, yang cenderung dilakukan
radar. Untuk sektor dengan intensitas memproduksi produk yang lebih kompetitif. oleh top level management saja.
teknologi menengah-ting gi, dipilih 1
perusahaan dari sektor mesin elektrik
Jurnal Jurnal
6 Manajemen Teknologi 7 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

c. Pembelajaran Teknologi Kombinasi Internal- 3. Metodologi Penelitian serta 1 perusahaan dari sektor mesin dan Inovasi yang dilakukan perusahaan adalah
Eksternal peralatan. Perusahaan dari sektor mesin dengan melakukan modifikasi sederhana
Tipe pembelajaran teknologi ini Dalam tulisan ini, akan dianalisis kondisi elektrik diwakili oleh Perusahaan C yang misalnya dengan mengubah jenis bahan baku
melibatkan baik pihak internal maupun pembelajaran teknologi di perusahaan- memproduksi trafo, sedangkan perusahaan di untuk produk yang sama yakni timbangan
eksternal perusahaan. Kelebihan dari tipe perusahaan pada sektor yang diduga terjadi sektor mesin dan peralatan diwakili oleh mekanik. Hal tersebut dilakukan melalui
pembelajaran teknologi ini adalah lebih pembelajaran teknologi dengan metode studi Perusahaan D yang merupakan produsen aktivitas trial and error, yang didominasi oleh
mudah dilakukan sebagai strategi untuk kasus (Eisendhardt, 1989). Analisis dilakukan peralatan hankam. peran pimpinan perusahaan. Di lain pihak,
memenuhi kurangnya pengetahuan dengan pendekatan kualitatif. Identifikasi perusahaan juga melakukan inovasi yang
tertentu dari sumberdaya manusia di sektor industri yang diduga terjadi technological Pengambilan data dan informasi dilakukan bersifat radikal, yakni melalui penerapan
perusahaan. Hal tersebut penting untuk learning dilakukan berdasarkan klasifikasi melalui wawancara mendalam terhadap proses yang berbasis teknologi informasi.
melengkapi knowledge base internal perusahaan berdasarkan technology trajectory manajer/pemilik perusahaan, serta bagian Inovasi proses yang bertujuan mempercepat
perusahaan. Kapasitas SDM untuk yang dikembangkan oleh Pavitt dalam Hedge yang terkait dengan aktivitas pembelajaran proses produksi ini diinisiasi oleh pimpinan
perusahaan pada kategori ini sudah lebih (2004). Berdasarkan klasifikasi tersebut, teknologi seperti departemen R&D, engineering, perusahaan, namun pada penerapannya
tinggi dibandingkan dengan kategori technological learning diduga terjadi pada scale ataupun departemen lain sesuai dengan kondisi mengalami hambatan khususnya dari budaya
pembelajaran teknologi eksternal. Hal ini intensive firms dan specialized supliers firms yang perusahaan. Pemilihan responden tersebut pekerja yang tidak terbiasa menggunakan
memungkinkan per usahaan untuk melibatkan industri pada sektor dengan intensitas mempertimbangkan pengetahuan yang teknologi tersebut serta kemampuannya yang
mengakusisi pengetahuan dari pihak ting gi dan menengah-ting gi. Berdasarkan dimiliki terkait dengan inovasi di perusahaan, terbatas. Hambatan tersebut juga muncul
eksternal untuk kemudian klasifikasi OECD (Hatzichronoglou, 1997), teknologi yang dimiliki perusahaan, serta dikarenakan rendahnya pendidikan pekerja.
mengembangkannya menjadi pengetahuan subsektor industri manufaktur yang tergolong aspek-aspek strategis perusahaan. Wawancara
baru untuk melakukan inovasi mandiri. memiliki intensitas teknologi menengah-tinggi mendalam dilakukan minimal satu kali Dalam melakukan knowledge sharing, perusahaan
meliputi industri kendaraan bermotor, kimia, terhadap responden dengan waktu minimal memfasilitasi melalui kegiatan formal berupa
Oleh karenanya, perusahaan menjadi tidak mesin elektrik, railroad & transport equipment, satu jam. Data dan infor masi yang koordinasi kegiatan rutin. Di lain pihak, tidak
tergantung pada pihak eksternal. Walaupun serta mesin dan peralatan. Sedangkan industri dikumpulkan meliputi aktor-aktor yang terlibat ada aktivitas lain untuk meningkatkan
demikian, untuk dapat mewujudkannya, yang tergolong memiliki intensitas teknologi serta proses pembelajaran teknologi, aktivitas ketrampilan dan pengetahuan pekerja. Upaya
perusahaan harus memiliki kapasitas SDM tinggi meliputi pesawat terbang, komputer, inovasi, serta kondisi kemampuan teknologi penambahan pengetahuan cenderung terjadi
yang memadai dan terus meningkatkan radio, TV dan peralatan komunikasi, farmasi perusahaan. Analisis dilakukan secara pada level pimpinan dimana terdapat transfer
kemampuannya. Per usahaan jug a serta instrumen. kualitatif untuk melihat model pembelajaran pengetahuan dari pihak eksternal yaitu dari
membutuhkan modal yang cukup untuk teknologi yang diterapkan, serta pengaruhnya supplier ataupun konsultan sesuai dengan
memperoleh pengetahuan dari pihak Dalam tulisan ini, akan dipilih masing-masing terhadap kemampuan teknologi dan kinerja keinginan pemilik perusahaan. Walaupun
eksternal. Pemilihan pihak eksternal yang dua perusahaan pada sektor dengan intensitas inovasi perusahaan. Analisis juga dilakukan demikian, pemilik tidak melakukan inovasi
tepat juga menjadi faktor penentu teknologi tinggi dan dua perusahaan pada dengan mengkomparasikan kondisi masing- produk walaupun terdapat peluang pasar yang
kesuksesan inovasi yang dihasilkan sektor dengan intensitas teknologi menengah- masing perusahaan, serta mengaitkannya masih terbuka. Potensi pengembangan produk
perusahaan. Tipe pembelajaran teknologi tinggi pada sektor yang diduga terjadi dengan karakteristik sektor industri dan masih sangat terbuka khususnya untuk
ini dapat dibedakan menjadi tiga, yakni (1) p e m b e l a j a r a n t e k n o l o g i . Pe m i l i h a n intensitas teknologinya. menciptakan produk baru seperti
Pembelajaran teknologi dengan dominasi perusahaan dilakukan dengan pengembangan timbangan elektrik terutama
pihak internal; (2) Pembelajaran teknologi m e m p e r t i m b a n g k a n k i n e r j a i n ova s i 4. Hasil untuk tipe yang memungkinkan untuk
dengan dominasi pihak eksternal; dan (3) perusahaan dari hasil survei pembelajaran terkoneksi jaringan. Hal tersebut tidak
Pembelajaran teknologi dengan peran teknologi yang dilakukan oleh tim Pappiptek Studi Kasus di Perusahaan A dilakukan karena kurangnya kemampuan
pihak internal dan eksternal yang pada tahun 2012. Perusahaan ini adalah perusahaan yang teknologi yang tidak dapat ditingkatkan karena
seimbang. memproduksi timbangan. Timbangan yang keterbatasan kemampuan SDM. Disamping
Untuk sektor dengan intensitas teknologi diproduksi perusahaan tersebut adalah jenis itu, keterbatasan modal menjadikan
Dalam penelitian ini, akan dilihat tipe-tipe tinggi, dipilih 1 perusahaan dari sektor timbangan mekanik. Saat ini, perkembangan perusahaan juga mengalami hambatan untuk
pembelajaran teknologi mana yang diterapkan instrumen serta 1 perusahaan dari sektor radio, bisnis perusahaan A semakin menurun memperoleh SDM dengan kapasitas yang
oleh perusahaan-perusahaan pada sektor TV dan peralatan komunikasi. Perusahaan di ditandai dengan omsetnya yang terus menurun memadai.
industri berintensitas teknologi tinggi serta sektor instrumen diwakili oleh perusahaan A, dalam 15 tahun terakhir. Walaupun demikian,
menengah-tinggi. yakni perusahaan yang merupakan produsen perusahaan A tidak melakukan pengembangan Dari penjelasan sebelumnya, terlihat bahwa
timbangan. Perusahaan di sektor radio, TV, produk walaupun produk yang dihasilkan telah perusahaan A memiliki model pembelajaran
dan peralatan komunikasi diwakili oleh semakin menurun penjualannya dengan teknologi tipe pertama, yakni pembelajaran
perusahaan B yang merupakan produsen semakin banyaknya kompetitor yang teknologi internal, yang cenderung dilakukan
radar. Untuk sektor dengan intensitas memproduksi produk yang lebih kompetitif. oleh top level management saja.
teknologi menengah-ting gi, dipilih 1
perusahaan dari sektor mesin elektrik
Jurnal Jurnal
6 Manajemen Teknologi 7 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Pada dasarnya, top level management ingin Hal tersebut dimungkinkan dengan dukungan Dalam hal ini tiap individu melakukan quality Kemampuan teknologi tersebut dapat
melibatkan karyawannya dalam melakukan kemampuan engineer/teknisi yang cukup tinggi control secara individual. Terkait dengan dimanfaatkan terutama untuk menghasilkan
pembelajaran teknologi, namun keterbatasan sehingga aktivitas pembelajaran teknologi pengembangan produk, perusahaan bisa inovasi produk dan pemasaran.
kapasitas karyawannya menjadi hambatan yang dilakukan mampu menghasilkan inovasi menghasilkan trafo berkualitas internasional
untuk melakukannya. Perusahaan juga tidak produk. Kemampuan yang ada juga yang diadaptasi dengan kondisi lokal. Hal inilah Studi Kasus Perusahaan D
memiliki kemampuan finansial yang cukup terakumulasi pada diri karyawan sehingga yang menyebabkan produk yang dihasilkan Perusahaan keempat yang menjadi objek studi
untuk melakukan outsourcing. m e m b e n t u k ke m a m p u a n t e k n o l o g i , bisa bersaing dengan trafo impor. Trafo yang kasus merupakan produsen peralatan hankam
khususnya dalam hal kemampuan R&D, dihasilkan lebih mengarah ke paket trafo yang masuk dalam kategori perusahaan pada
Studi Kasus di Perusahaan B kemampuan produksi, dan kemampuan SDM. dimana produk tersebut telah diproteksi dan sektor mesin dan peralatan dengan tingkat
Perusahaan B adalah perusahaan produsen Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa dapat digerakkan dengan remote control ataupun teknologi menengah-tinggi. Perusahaan ini
radar yang dikategorikan dalam sektor dengan perusahaan B melakukan pembelajaran melalui telepon genggam. Perusahaan juga telah memiliki perencanaan strategis,
intensitas teknologi tinggi khususnya dari teknologi model pertama, yakni pembelajaran menghasilkan inovasi berupa green trafo, akan khususnya dalam pengembangan produknya.
sektor radio, TV, dan peralatan komunikasi. teknologi internal, dengan keterlibatan top level tetapi trafo ini kurang diminati oleh konsumen. Produk yang akan dikembangkan juga di-
Perusahaan ini telah memiliki bagian R&D management termasuk knowledge worker.Hal Selain melakukan inovasi produk, perusahaan breakdown sehingga menentukan kompetensi
tersendiri, dimana semua aktivitas R&D tersebut dimungkinkan dan didukung oleh juga melakukan inovasi pemasaran. sumberdaya manusia yang har us
dilakukan secara in-house tanpa keterlibatan strategi rekruitmen karyawan yang tepat, dikembangkan. Kompetensi tersebut
pihak eksternal. Hal ini dimungkinkan karena sehingga perusahaan memiliki karyawan Pada awalnya perusahaan lebih banyak berimplikasi pada pendidikan lanjutan dari
dukungan kemampuan SDM yang mencukupi. terutama knowledge worker dengan kapasitas m e n s u p l a i k e P L N, n a m u n d a l a m karyawan perusahaan. Upaya pengembangan
Kemampuan SDM ini terbentuk melalui yang memadai untuk melakukan pembelajaran perkembang annya per usahaan mulai sumberdaya manusia juga dilakukan dengan
strategi dalam rekruitmen serta didukung teknologi. melakukan ser tifikasi yang bersifat mengundang akademisi dari perguruan tinggi
pembentukan budaya kerja. Dalam proses internasional untuk bisa mensuplai ke luar ataupun lembaga litbang yang sesuai dengan
rekruitmen, tingginya level pendidikan tidak Studi Kasus Perusahaan C negeri. Hal ini dilakukan agar penjualan yang kebutuhan. Dalam hal ini terjadi transfer
menjadi hal terpenting. Namun, dalam hal ini Perusahaan C masuk dalam kategori dilakukan tidak hanya tergantung dari pengetahuan ke dalam perusahaan.
perusahaan lebih mengutamakan ketekunan, perusahaan pada sektor teknologi menengah- kebutuhan PLN yang menyebabkan tingkat
bakat, kemauan untuk bekerja keras serta tinggi, pada sektor industri mesin elektrik. dependensi yang tinggi. Dalam proses Dalam proses produksinya, perusahaan tidak
pengalaman kerja. Hal ini menjadi implikasi Perusahaan ini menghasilkan produk berupa knowledge sharing, perusahaan cukup aktif melakukan upgrading terhadap peralatan
dari keinginan pemilik yang memiliki karakter trafo yang cukup kompetitif dengan produk- memfasilitasi pertemuan untuk mengetahui produksi yang dimilikinya. Peralatan yang
serupa. produk dari luar negeri. Pada awalnya, masalah pegawai. Dalam pertemuan tersebut, dimiliki tergolong sudah tua dengan umur 25
perusahaan melakukan kerjasama dengan dilakukan evaluasi terhadap kualitas tahun lebih. Hal ini berdampak pada
Produk yang dibuat oleh perusahaan dapat perusahaan dari Taiwan dalam melakukan lingkungan, aspek safety, ataupun masalah lain penurunan kemampuan produksi dikarenakan
dibagi menjadi dua kategori, yakni produk yang produksi namun kemudian beralih menjadi yang dinilai penting. Tiap minggu juga kapasitas produksi yang semakin menurun. Hal
berbasis pesanan (made by order) dan produk produksi lokal sepenuhnya. Kerjasama dengan dilakukan pertemuan antara supervisor dan ini juga berdampak pada biaya maintenance yang
standar. Untuk produk yang sifatnya made by pihak luar negeri tersebut dilakukan untuk kepala regu dimana dalam pertemuan tersebut semakin tinggi. Di lain pihak, permintaan yang
order, proses yang diterapkan lebih bersifat memperoleh pengakuan dari perusahaan- diharapkan kedekatan antara manajer dengan datang semakin meningkat. Perusahaan tidak
demand pull, dimana produksinya menekankan perusahaan yang telah memiliki reputasi karyawannya dapat dibentuk. Hal tersebut dapat melakukan upgrade terhadap peralatan
pada keinginan pelanggan untuk kemudian internasional. Hal ini menjadi strategi dinilai merupakan aspek penting dari budaya dikarenakan keterbatasan dana. Hal ini
dilakukan penyesuaian pada proses produksi. perusahaan untuk memperoleh brand serta perusahaan. memperlihatkan adanya hambatan dalam
Di lain pihak, technology-push diterapkan untuk membangun reputasi. melakukan inovasi proses. Di lain pihak, dalam
produk-produk standar dimana perusahaan Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa melakukan pengembangan produknya,
membuat produk dengan spesifikasi yang Dalam mengelola SDM yang dimiliki, perusahaan C menerapkan pembelajaran perusahaan melakukan reverse engineering dari
ditentukan oleh pihak R&D dan produksi, khususnya yang terkait dengan pengembangan teknologi tipe ketiga. Selain melakukan produk kompetitor, baik yang berasal dari
untuk kemudian ditawarkan ke pada produk, perusahaan melakukan rotasi pekerja pembelajaran teknologi secara internal, dalam maupun luar negeri. Hal ini didukung
konsumen. Dalam proses produksi, serta memberikan pelatihan internal. perusahaan juga melibatkan pihak eksternal oleh kemampuan sumberdaya manusia yang
perusahaan telah memanfaatkan mesin CNC Perusahaan memiliki departemen khusus namun dengan peran yang seimbang dari mencukupi sehingga dapat dihasilkan inovasi
dikarenakan sifat produk yang memerlukan untuk melakukan pengembangan produk, masing-masing pihak. Kerjasama dengan produk. Penjelasan di atas menunjukkan
ke t e l i t i a n t i n g g i u n t u k ko m p o n e n - termasuk melakukan efisiensi dalam berbagai pihak eksternal dilakukan dengan tujuan bahwa perusahaan melakukan pembelajaran
komponennya. Dalam pengembangan produk, proses bisnis baik level perusahaan maupun stratejik yakni untuk dapat melakukan teknologi tipe ketiga, yakni pembelajaran
perusahaan lebih banyak melakukan reverse level individu. Pada level individu, karyawan kemandirian produksi. perusahaan juga teknologi kombinasi dengan dominasi pihak
engineering. didorong untuk bekerja dengan lebih cepat dan mampu melakukan pembelajaran teknologi internal.
lebih baik kualitasnya. internal sehingga membentuk kemampuan
teknologi khususnya kemampuan pemasaran,
produksi, dan SDM.
Jurnal Jurnal
8 Manajemen Teknologi 9 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Pada dasarnya, top level management ingin Hal tersebut dimungkinkan dengan dukungan Dalam hal ini tiap individu melakukan quality Kemampuan teknologi tersebut dapat
melibatkan karyawannya dalam melakukan kemampuan engineer/teknisi yang cukup tinggi control secara individual. Terkait dengan dimanfaatkan terutama untuk menghasilkan
pembelajaran teknologi, namun keterbatasan sehingga aktivitas pembelajaran teknologi pengembangan produk, perusahaan bisa inovasi produk dan pemasaran.
kapasitas karyawannya menjadi hambatan yang dilakukan mampu menghasilkan inovasi menghasilkan trafo berkualitas internasional
untuk melakukannya. Perusahaan juga tidak produk. Kemampuan yang ada juga yang diadaptasi dengan kondisi lokal. Hal inilah Studi Kasus Perusahaan D
memiliki kemampuan finansial yang cukup terakumulasi pada diri karyawan sehingga yang menyebabkan produk yang dihasilkan Perusahaan keempat yang menjadi objek studi
untuk melakukan outsourcing. m e m b e n t u k ke m a m p u a n t e k n o l o g i , bisa bersaing dengan trafo impor. Trafo yang kasus merupakan produsen peralatan hankam
khususnya dalam hal kemampuan R&D, dihasilkan lebih mengarah ke paket trafo yang masuk dalam kategori perusahaan pada
Studi Kasus di Perusahaan B kemampuan produksi, dan kemampuan SDM. dimana produk tersebut telah diproteksi dan sektor mesin dan peralatan dengan tingkat
Perusahaan B adalah perusahaan produsen Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa dapat digerakkan dengan remote control ataupun teknologi menengah-tinggi. Perusahaan ini
radar yang dikategorikan dalam sektor dengan perusahaan B melakukan pembelajaran melalui telepon genggam. Perusahaan juga telah memiliki perencanaan strategis,
intensitas teknologi tinggi khususnya dari teknologi model pertama, yakni pembelajaran menghasilkan inovasi berupa green trafo, akan khususnya dalam pengembangan produknya.
sektor radio, TV, dan peralatan komunikasi. teknologi internal, dengan keterlibatan top level tetapi trafo ini kurang diminati oleh konsumen. Produk yang akan dikembangkan juga di-
Perusahaan ini telah memiliki bagian R&D management termasuk knowledge worker.Hal Selain melakukan inovasi produk, perusahaan breakdown sehingga menentukan kompetensi
tersendiri, dimana semua aktivitas R&D tersebut dimungkinkan dan didukung oleh juga melakukan inovasi pemasaran. sumberdaya manusia yang har us
dilakukan secara in-house tanpa keterlibatan strategi rekruitmen karyawan yang tepat, dikembangkan. Kompetensi tersebut
pihak eksternal. Hal ini dimungkinkan karena sehingga perusahaan memiliki karyawan Pada awalnya perusahaan lebih banyak berimplikasi pada pendidikan lanjutan dari
dukungan kemampuan SDM yang mencukupi. terutama knowledge worker dengan kapasitas m e n s u p l a i k e P L N, n a m u n d a l a m karyawan perusahaan. Upaya pengembangan
Kemampuan SDM ini terbentuk melalui yang memadai untuk melakukan pembelajaran perkembang annya per usahaan mulai sumberdaya manusia juga dilakukan dengan
strategi dalam rekruitmen serta didukung teknologi. melakukan ser tifikasi yang bersifat mengundang akademisi dari perguruan tinggi
pembentukan budaya kerja. Dalam proses internasional untuk bisa mensuplai ke luar ataupun lembaga litbang yang sesuai dengan
rekruitmen, tingginya level pendidikan tidak Studi Kasus Perusahaan C negeri. Hal ini dilakukan agar penjualan yang kebutuhan. Dalam hal ini terjadi transfer
menjadi hal terpenting. Namun, dalam hal ini Perusahaan C masuk dalam kategori dilakukan tidak hanya tergantung dari pengetahuan ke dalam perusahaan.
perusahaan lebih mengutamakan ketekunan, perusahaan pada sektor teknologi menengah- kebutuhan PLN yang menyebabkan tingkat
bakat, kemauan untuk bekerja keras serta tinggi, pada sektor industri mesin elektrik. dependensi yang tinggi. Dalam proses Dalam proses produksinya, perusahaan tidak
pengalaman kerja. Hal ini menjadi implikasi Perusahaan ini menghasilkan produk berupa knowledge sharing, perusahaan cukup aktif melakukan upgrading terhadap peralatan
dari keinginan pemilik yang memiliki karakter trafo yang cukup kompetitif dengan produk- memfasilitasi pertemuan untuk mengetahui produksi yang dimilikinya. Peralatan yang
serupa. produk dari luar negeri. Pada awalnya, masalah pegawai. Dalam pertemuan tersebut, dimiliki tergolong sudah tua dengan umur 25
perusahaan melakukan kerjasama dengan dilakukan evaluasi terhadap kualitas tahun lebih. Hal ini berdampak pada
Produk yang dibuat oleh perusahaan dapat perusahaan dari Taiwan dalam melakukan lingkungan, aspek safety, ataupun masalah lain penurunan kemampuan produksi dikarenakan
dibagi menjadi dua kategori, yakni produk yang produksi namun kemudian beralih menjadi yang dinilai penting. Tiap minggu juga kapasitas produksi yang semakin menurun. Hal
berbasis pesanan (made by order) dan produk produksi lokal sepenuhnya. Kerjasama dengan dilakukan pertemuan antara supervisor dan ini juga berdampak pada biaya maintenance yang
standar. Untuk produk yang sifatnya made by pihak luar negeri tersebut dilakukan untuk kepala regu dimana dalam pertemuan tersebut semakin tinggi. Di lain pihak, permintaan yang
order, proses yang diterapkan lebih bersifat memperoleh pengakuan dari perusahaan- diharapkan kedekatan antara manajer dengan datang semakin meningkat. Perusahaan tidak
demand pull, dimana produksinya menekankan perusahaan yang telah memiliki reputasi karyawannya dapat dibentuk. Hal tersebut dapat melakukan upgrade terhadap peralatan
pada keinginan pelanggan untuk kemudian internasional. Hal ini menjadi strategi dinilai merupakan aspek penting dari budaya dikarenakan keterbatasan dana. Hal ini
dilakukan penyesuaian pada proses produksi. perusahaan untuk memperoleh brand serta perusahaan. memperlihatkan adanya hambatan dalam
Di lain pihak, technology-push diterapkan untuk membangun reputasi. melakukan inovasi proses. Di lain pihak, dalam
produk-produk standar dimana perusahaan Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa melakukan pengembangan produknya,
membuat produk dengan spesifikasi yang Dalam mengelola SDM yang dimiliki, perusahaan C menerapkan pembelajaran perusahaan melakukan reverse engineering dari
ditentukan oleh pihak R&D dan produksi, khususnya yang terkait dengan pengembangan teknologi tipe ketiga. Selain melakukan produk kompetitor, baik yang berasal dari
untuk kemudian ditawarkan ke pada produk, perusahaan melakukan rotasi pekerja pembelajaran teknologi secara internal, dalam maupun luar negeri. Hal ini didukung
konsumen. Dalam proses produksi, serta memberikan pelatihan internal. perusahaan juga melibatkan pihak eksternal oleh kemampuan sumberdaya manusia yang
perusahaan telah memanfaatkan mesin CNC Perusahaan memiliki departemen khusus namun dengan peran yang seimbang dari mencukupi sehingga dapat dihasilkan inovasi
dikarenakan sifat produk yang memerlukan untuk melakukan pengembangan produk, masing-masing pihak. Kerjasama dengan produk. Penjelasan di atas menunjukkan
ke t e l i t i a n t i n g g i u n t u k ko m p o n e n - termasuk melakukan efisiensi dalam berbagai pihak eksternal dilakukan dengan tujuan bahwa perusahaan melakukan pembelajaran
komponennya. Dalam pengembangan produk, proses bisnis baik level perusahaan maupun stratejik yakni untuk dapat melakukan teknologi tipe ketiga, yakni pembelajaran
perusahaan lebih banyak melakukan reverse level individu. Pada level individu, karyawan kemandirian produksi. perusahaan juga teknologi kombinasi dengan dominasi pihak
engineering. didorong untuk bekerja dengan lebih cepat dan mampu melakukan pembelajaran teknologi internal.
lebih baik kualitasnya. internal sehingga membentuk kemampuan
teknologi khususnya kemampuan pemasaran,
produksi, dan SDM.
Jurnal Jurnal
8 Manajemen Teknologi 9 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Pemilihan tersebut dilakukan karena Di lain pihak, perusahaan yang menghasilkan cenderung memilih kombinasi antara 8. Kesimpulan
perusahaan telah memiliki kapasitas SDM yang produk yang sifatnya customized cenderung pembelajaran teknologi internal dan eksternal.
cukup dan hanya membutuhkan relatif sedikit akan berupaya memenuhi permintaan dengan Hal ini mengindikasikan perbedaan strategi Dari hasil studi kasus, terlihat bahwa pemilihan
knowledge base yang dapat diperoleh dari pihak tepat waktu, sehingga jika perusahaan tidak bisnis yang dipilih melalui pemanfaatan peran tipe pembelajaran teknologi ditentukan oleh
eksternal. memiliki knowledge base yang memadai untuk teknologi oleh perusahaan. pertimbangan peran strategis teknologi
melakukan inovasi yang dibutuhkan guna terhadap kompetensi inti perusahaan serta
5. Pembahasan menghasilkan produk yang diinginkan 6. Keterbatasan Penelitian aspek proprietary dari teknologi. Hal ini sangat
konsumen, maka perusahaan akan berupaya penting terutama bagi perusahaan pada sektor
Dari keempat studi kasus di atas, terlihat bahwa mengisi kekurangan knowledge base dengan Dalam studi ini tidak semua tipe pembelajaran dengan intensitas teknologi tinggi. Dari hasil
perusahaan pada sektor dengan intensitas melibatkan pihak eksternal. teknologi ditemukan pada studi kasus di studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa
teknologi tinggi lebih memilih pembelajaran beberapa perusahaan pada sektor industri perusahaan-perusahaan dengan intensitas
teknologi tipe pertama, sedangkan perusahaan Terkait dengan pembelajaran teknologi manufaktur dengan intensitas tinggi dan teknologi tinggi cenderung lebih memilih
pada sektor dengan intensitas teknologi internal, terlihat bahwa semua perusahaan menengah-tinggi. Namun demikian, hal untuk menerapkan pembelajaran teknologi
menengah-tinggi lebih memilih pembelajaran yang menjadi studi kasus melakukan aktivitas tersebut tidak menutup kemungkinan adanya internal. Sementara itu, per usahaan-
teknologi tipe ketiga. Pemilihan tersebut learning by doing untuk meningkatkan tipe pembelajaran teknologi lainnya di perusahaan pada sektor dengan intensitas
terlihat ditentukan dengan pertimbangan kemampuan teknologinya. Hal ini sesuai perusahaan-perusahaan pada sektor tersebut. teknologi menengah-tinggi lebih memilih
peran strategis teknologi yang menjadi dengan yang dikemukakan oleh Kim (2001) Hal ini lebih terkait dengan keterbatasan studi untuk menerapkan pembelajaran teknologi
kompetensi inti perusahaan serta aspek terkait dengan aktivitas pembelajaran ini, yakni dalam hal kecukupan jumlah studi kombinasi internal dan eksternal. Dalam
kepemilikan (proprietary) dari teknologi. teknologi di negara berkembang. Walaupun kasus yang diambil dalam penelitian. Oleh pembelajaran teknologi internal, keterlibatan
Keterlibatan top level management termasuk demikian, aktivitas learning by doing tersebut karenanya, diperlukan studi-studi lanjutan karyawan khususnya knowledge worker
karyawan khususnya knowledge worker sangat tidak murni melibatkan pihak internal untuk melihat pola penerapan model dimungkinkan jika karyawan memiliki
d i t e n t u k a n o l e h ke m a m p u a n S D M . perusahaan, tetapi juga pihak eksternal guna pembelajaran teknologi dengan mengambil kapasitas yang memadai. Hal ini ditentukan
Kemampuan SDM yang dimiliki perusahaan memperkuat knowledge base yang dimiliki sampel/responden yang lebih luas. oleh strategi rekruitmen serta pengembangan
mer upakan konsekuensi dari strategi perusahaan. SDM di perusahaan. Dalam tipe pembelajaran
pengembangan SDM serta strategi rekruitmen. 7. Penelitian Lanjutan teknologi dengan kombinasi pihak internal dan
Knowledge dan learning process yang membangun eksternal, dominasi pihak eksternal ditentukan
Sementara itu, keputusan untuk melibatkan suatu sistem inovasi pada dasarnya cukup Terkait dengan keterbatasan dalam penelitian oleh kemampuan SDM perusahaan dalam
pihak eksternal ditentukan oleh kemampuan menekankan pada pentingnya hubungan ini, diperlukan studi-studi lanjutan dengan melakukan pembelajaran serta kemampuan
finansial serta kondisi knowledge base internal dengan pihak eksternal dalam proses meninjau sektor lainnya termasuk sektor untuk menguasai peng etahuan yang
perusahaan. Apabila perusahaan tidak pembelajaran. Namun, tidak semua dengan intensitas teknologi rendah, dengan dibutuhkan. Pihak eksternal akan memiliki
memiliki knowledge base yang memadai atau per usahaan di semua sektor dapat pertimbangan pemenuhan persyaratan secara peran yang seimbang atau bahkan kurang
teknologi yang dibutuhkan tersebut cukup sulit menerapkannya. Hal ini dikarenakan statistik. Studi lain yang perlu dilakukan adalah mendominasi jika SDM perusahaan memiliki
untuk dikuasai, maka akan diambil keputusan kebutuhan akan learning dan inovasi sangat studi yang melihat hubungan antara jenis kapasitas yang tinggi.
untuk melibatkan pihak eksternal, baik dalam bersifat firm-specific sesuai dengan kondisi dan penanaman modal serta faktor technopreneurship
menguasai teknologi ataupun memperoleh tujuan stratejik perusahaan serta bersifat sector- dari pemilik perusahaan dengan tipe Ucapan Terimakasih
pengetahuan yang dibutuhkan. Hal ini sesuai specific. Walaupun demikian, seper ti pembelajaran teknologi yang dipilih serta
dengan apa yang dikemukakan oleh Cohen & dikemukakan oleh Kim (2001), mayoritas mengaitkannya dengan jenis inovasi yang Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Levinthal (1990) terkait dengan pembelajaran perusahaan di negara berkembang cenderung dilakukan perusahaan yang sifatnya demand- PAPPIPTEK – LIPI yang telah mendanai kegiatan
yang dilakukan oleh suatu organisasi dalam melakukan pembelajaran teknologi dengan pull, technology-push, atau kombinasi keduanya. penelitian mengenai technological learning melalui
menghasilkan inovasi. melibatkan pihak eksternal. Disamping itu, diperlukan juga kajian lanjutan kegiatan DIPA 2012. Penulis juga mengucapkan
dengan mempertimbangkan kompleksitas terima kasih kepada seluruh anggota tim yang telah
mendukung penulisan makalah ini.
Karakteristik permintaan yang datang juga Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa teknologi, product life cycle ataupun innovation
menentukan keputusan untuk melibatkan terdapat perbedaan tipe pembelajaran maturity stage. Hal-hal tersebut diperlukan untuk
pihak eksternal. Perusahaan yang hanya teknologi antara per usahaan sektor dapat mengetahui pola pembelajaran teknologi
Daftar Pustaka
menghasilkan produk standar cenderung akan manufaktur berintensitas teknologi tinggi dan serta menghasilkan model yang komprehensif
lebih memilih untuk melakukan pembelajaran menengah-tinggi. perusahaan pada sektor mengenai pembelajaran teknologi oleh
Ahmed, V., Wahab, M.A., & Mahmood, H.,
teknologi internal tanpa melibatkan pihak berintensitas teknologi tinggi cenderung perusahaan khususnya berdasarkan sektor
(2011). Effectiveness of HRD for developing
eksternal. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak memilih pembelajaran teknologi internal dengan mempertimbangkan intensitas
SMEs in South Asia. Munich Personal
terlalu membutuhkan tuntutan inovasi yang seda n gka n p er usa h a a n p a da sekto r teknologi.
RePEc Archive Paper.
cepat, seperti yang diinginkan oleh konsumen. berintensitas teknologi menengah-tinggi

Jurnal Jurnal
10 Manajemen Teknologi 11 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Pemilihan tersebut dilakukan karena Di lain pihak, perusahaan yang menghasilkan cenderung memilih kombinasi antara 8. Kesimpulan
perusahaan telah memiliki kapasitas SDM yang produk yang sifatnya customized cenderung pembelajaran teknologi internal dan eksternal.
cukup dan hanya membutuhkan relatif sedikit akan berupaya memenuhi permintaan dengan Hal ini mengindikasikan perbedaan strategi Dari hasil studi kasus, terlihat bahwa pemilihan
knowledge base yang dapat diperoleh dari pihak tepat waktu, sehingga jika perusahaan tidak bisnis yang dipilih melalui pemanfaatan peran tipe pembelajaran teknologi ditentukan oleh
eksternal. memiliki knowledge base yang memadai untuk teknologi oleh perusahaan. pertimbangan peran strategis teknologi
melakukan inovasi yang dibutuhkan guna terhadap kompetensi inti perusahaan serta
5. Pembahasan menghasilkan produk yang diinginkan 6. Keterbatasan Penelitian aspek proprietary dari teknologi. Hal ini sangat
konsumen, maka perusahaan akan berupaya penting terutama bagi perusahaan pada sektor
Dari keempat studi kasus di atas, terlihat bahwa mengisi kekurangan knowledge base dengan Dalam studi ini tidak semua tipe pembelajaran dengan intensitas teknologi tinggi. Dari hasil
perusahaan pada sektor dengan intensitas melibatkan pihak eksternal. teknologi ditemukan pada studi kasus di studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa
teknologi tinggi lebih memilih pembelajaran beberapa perusahaan pada sektor industri perusahaan-perusahaan dengan intensitas
teknologi tipe pertama, sedangkan perusahaan Terkait dengan pembelajaran teknologi manufaktur dengan intensitas tinggi dan teknologi tinggi cenderung lebih memilih
pada sektor dengan intensitas teknologi internal, terlihat bahwa semua perusahaan menengah-tinggi. Namun demikian, hal untuk menerapkan pembelajaran teknologi
menengah-tinggi lebih memilih pembelajaran yang menjadi studi kasus melakukan aktivitas tersebut tidak menutup kemungkinan adanya internal. Sementara itu, per usahaan-
teknologi tipe ketiga. Pemilihan tersebut learning by doing untuk meningkatkan tipe pembelajaran teknologi lainnya di perusahaan pada sektor dengan intensitas
terlihat ditentukan dengan pertimbangan kemampuan teknologinya. Hal ini sesuai perusahaan-perusahaan pada sektor tersebut. teknologi menengah-tinggi lebih memilih
peran strategis teknologi yang menjadi dengan yang dikemukakan oleh Kim (2001) Hal ini lebih terkait dengan keterbatasan studi untuk menerapkan pembelajaran teknologi
kompetensi inti perusahaan serta aspek terkait dengan aktivitas pembelajaran ini, yakni dalam hal kecukupan jumlah studi kombinasi internal dan eksternal. Dalam
kepemilikan (proprietary) dari teknologi. teknologi di negara berkembang. Walaupun kasus yang diambil dalam penelitian. Oleh pembelajaran teknologi internal, keterlibatan
Keterlibatan top level management termasuk demikian, aktivitas learning by doing tersebut karenanya, diperlukan studi-studi lanjutan karyawan khususnya knowledge worker
karyawan khususnya knowledge worker sangat tidak murni melibatkan pihak internal untuk melihat pola penerapan model dimungkinkan jika karyawan memiliki
d i t e n t u k a n o l e h ke m a m p u a n S D M . perusahaan, tetapi juga pihak eksternal guna pembelajaran teknologi dengan mengambil kapasitas yang memadai. Hal ini ditentukan
Kemampuan SDM yang dimiliki perusahaan memperkuat knowledge base yang dimiliki sampel/responden yang lebih luas. oleh strategi rekruitmen serta pengembangan
mer upakan konsekuensi dari strategi perusahaan. SDM di perusahaan. Dalam tipe pembelajaran
pengembangan SDM serta strategi rekruitmen. 7. Penelitian Lanjutan teknologi dengan kombinasi pihak internal dan
Knowledge dan learning process yang membangun eksternal, dominasi pihak eksternal ditentukan
Sementara itu, keputusan untuk melibatkan suatu sistem inovasi pada dasarnya cukup Terkait dengan keterbatasan dalam penelitian oleh kemampuan SDM perusahaan dalam
pihak eksternal ditentukan oleh kemampuan menekankan pada pentingnya hubungan ini, diperlukan studi-studi lanjutan dengan melakukan pembelajaran serta kemampuan
finansial serta kondisi knowledge base internal dengan pihak eksternal dalam proses meninjau sektor lainnya termasuk sektor untuk menguasai peng etahuan yang
perusahaan. Apabila perusahaan tidak pembelajaran. Namun, tidak semua dengan intensitas teknologi rendah, dengan dibutuhkan. Pihak eksternal akan memiliki
memiliki knowledge base yang memadai atau per usahaan di semua sektor dapat pertimbangan pemenuhan persyaratan secara peran yang seimbang atau bahkan kurang
teknologi yang dibutuhkan tersebut cukup sulit menerapkannya. Hal ini dikarenakan statistik. Studi lain yang perlu dilakukan adalah mendominasi jika SDM perusahaan memiliki
untuk dikuasai, maka akan diambil keputusan kebutuhan akan learning dan inovasi sangat studi yang melihat hubungan antara jenis kapasitas yang tinggi.
untuk melibatkan pihak eksternal, baik dalam bersifat firm-specific sesuai dengan kondisi dan penanaman modal serta faktor technopreneurship
menguasai teknologi ataupun memperoleh tujuan stratejik perusahaan serta bersifat sector- dari pemilik perusahaan dengan tipe Ucapan Terimakasih
pengetahuan yang dibutuhkan. Hal ini sesuai specific. Walaupun demikian, seper ti pembelajaran teknologi yang dipilih serta
dengan apa yang dikemukakan oleh Cohen & dikemukakan oleh Kim (2001), mayoritas mengaitkannya dengan jenis inovasi yang Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Levinthal (1990) terkait dengan pembelajaran perusahaan di negara berkembang cenderung dilakukan perusahaan yang sifatnya demand- PAPPIPTEK – LIPI yang telah mendanai kegiatan
yang dilakukan oleh suatu organisasi dalam melakukan pembelajaran teknologi dengan pull, technology-push, atau kombinasi keduanya. penelitian mengenai technological learning melalui
menghasilkan inovasi. melibatkan pihak eksternal. Disamping itu, diperlukan juga kajian lanjutan kegiatan DIPA 2012. Penulis juga mengucapkan
dengan mempertimbangkan kompleksitas terima kasih kepada seluruh anggota tim yang telah
mendukung penulisan makalah ini.
Karakteristik permintaan yang datang juga Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa teknologi, product life cycle ataupun innovation
menentukan keputusan untuk melibatkan terdapat perbedaan tipe pembelajaran maturity stage. Hal-hal tersebut diperlukan untuk
pihak eksternal. Perusahaan yang hanya teknologi antara per usahaan sektor dapat mengetahui pola pembelajaran teknologi
Daftar Pustaka
menghasilkan produk standar cenderung akan manufaktur berintensitas teknologi tinggi dan serta menghasilkan model yang komprehensif
lebih memilih untuk melakukan pembelajaran menengah-tinggi. perusahaan pada sektor mengenai pembelajaran teknologi oleh
Ahmed, V., Wahab, M.A., & Mahmood, H.,
teknologi internal tanpa melibatkan pihak berintensitas teknologi tinggi cenderung perusahaan khususnya berdasarkan sektor
(2011). Effectiveness of HRD for developing
eksternal. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak memilih pembelajaran teknologi internal dengan mempertimbangkan intensitas
SMEs in South Asia. Munich Personal
terlalu membutuhkan tuntutan inovasi yang seda n gka n p er usa h a a n p a da sekto r teknologi.
RePEc Archive Paper.
cepat, seperti yang diinginkan oleh konsumen. berintensitas teknologi menengah-tinggi

Jurnal Jurnal
10 Manajemen Teknologi 11 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Carayannis, E.G., (2000). Investigation and de Wit, M., Junginger, M., Lensink, S., Londo, Howell, A., He, C., Yang, R. & Fan, C. (2014). Kim, L & Nealson, RR. (2000). Technology,
validation of technological learning M. & Faaij, A., (2010). Competition Chinese Innovation and Firm Performance: A Learning, and Innovation: Experiences of
versus market performance. Technovation, between biofuels: Modeling Structural-Institutional Approach with Newly Industrializ ing Economies.
20, 389–400. DOI: 10.1016/S0166- technological learning and cost Technological Learning Spillovers. Paper Cambridge University Press.
4972(99)00160-1. reductions over time. Biomass and presented in RSA Global Conference Kocoglu, I., Imamoglu, S.Z., Ince, H., &
Carayannis, E.G. & Alexander, J., (2002). Is Bioenergy, 3 4, 203 – 217. DOI: 2014, Brazil. Keskin, H., (2012). Learning, R&D and
technological learning a firm core 10.1016/j.biombioe.2009.07.012. Ignatius, J., Leen, J.Y.A, Ramayah, T., Hin, C.K., Manufacturing Capabilities as
competence, when, how and why? A Eisendhardt, K. M., (1989). Building theories & Jantan, M., (2012). The impact of Deter minants of Technological
longitudinal, multi-industry study of from case study research. Academy of technological learning on NPD Learning: Enhancing Innovation and
firm technological learning and market Management Review, 14: 532-550. outcomes: The moderating effect of Firm Performance. Procedia - Social and
performance.Technovation, 22, 625–643. Figueiredo, P.N., (2001).Technological learning and project complexity. Technovation, 32, Behavioral Sciences, 58, 842 – 852. DOI:
DOI: 10.1016/S0166-4972(01)00047-5. competitive performance. Cheltenham: 4 5 2 – 4 6 3 . D O I : 10.1016/j.sbspro.2012.09.1062
Carayannis, E.G., (2007). Implications of Edward Elgar. 10.1016/j.technovation.2012.03.003 Laksani, C.S., Prihadyanti, D., Triyono, B., &
technological learning on the prospects for Figueiredo, P.N., (2002). Does technological Jonker, M., Romijn, H., & Szirmai, A., (2006). Kardoyo, H., (2012). Model Technological
renewable energ y technologies in learning pay off ? Inter-firm differences Technological effort, technological Learning Guna Meningkatkan Kemampuan
Europe.Energy Policy, 35, 4072–4087. DOI: in technological capability-accumulation capabilities and economic performance: Teknologi dan Kinerja Inovasi Di Perusahaan
10.1016/j.enpol.2007.02.004. paths and operational performance A case study of the paper manufacturing Sektor Industri Manufaktur Indonesia.
Carlsson, B. (1996). Technological systems and improvement. Research Policy, 31, 73–94. sector in West Java. Technovation, 26 , Laporan Penelitian Pappiptek 2012.
economic performance, in: M. Dodgson, R. Figueiredo, P. N. (2003). Learning, capability 1 2 1 – 1 3 4 . D O I : Pappiptek-LIPI.
Rothwell (Eds.), The Handbook of accumulation and firms differences: 10.1016/j.technovation.2004.10.002 Madanmohan, T.R., Kumar, U., & Kumar, V.,
Industrial Innovation, Edward Elgar, evidence from latecomer steel. Industrial Jupesta, J., (2012). Modeling technological (2004). Import-led technological
33–53. and Corporate Change, 12 (3): 607-643. doi: changes in the biofuel production capability: a comparative analysis of
Cefis, E., & Marsili, O. (2005). A matter of life 10.1093/icc/12.3.607 system in Indonesia. Applied Energy, 90, Indian and Indonesian manufacturing
and death: innovation and firm survival. Figueiredo, P. N. (2008). Industrial Policy 2 1 1 – 2 1 7 . D O I : firms. Technovation, 24, 979–993. DOI:
Industrial & Corporate Change, 14, 1167- Changes and Firm-level Technological 10.1016/j.apenergy.2011.02.020 10.1016/S0166-4972(03)00030-0.
1192. Capability Development: Evidence Karaoz, M. & Albeni, M., (2005). Dynamic Meiningsih, S., dkk. (2009). Indikator Iptek
Chen, J. & Qu, W.G., (2003). A new from Northern Brazil. World Development, technological learning trends in Turkish Indonesia 2009. Pappiptek, LIPI.
technological learning in China. 36 (1), 55–88. manufacturing industries. Technological Miller, D. & Hope, C., (2000). Learning to lend
Technovation, 23,861–867. DOI: Guo, B. & Guo, J. (2011). Patterns of Forecasting & Social Change, 72, 866–885. for oil-grid solar power: policy lessons
10.1016/S0166-4972(02)00038-X technological learning within the DOI: 10.1016/j.techfore.2004.09.005 from World Bank loans to India,
Chen, Jin , Pu, Xiaoyu & Haihua Shen. (2009). knowledge systems of industrial clusters Kazanjian, R.K., Drazin, R., & Glynn, M.A., Indonesia, and Sri Lanka. Energy Policy,
A Comprehensive Model of Technological in emerging economies: Evidence from (2000). Creativity and technological 28, 87-105. DOI:10.1016/S0301-
Learning: Empirical Research on Chinese China. Technovation 31, 87–104. DOI: learning: the roles of organization 4215(99)00071-3.
Manufacturing Sector. SLPTMD Working 10.1016/j.technovation.2010.10.006 architecture and crisis in large-scale Moorman, C. & Slotegraaf, RJ. (1999). The
Paper Series No. 026. Department of Hatzichronoglou, T., (1997). Revision of the projects . J. Eng. Technol. Manage,17, contingency value of complementary
International Development, University High-technolog y sector and pr oduct 273–298. capabilities in product development.
of Oxford. classification. OECD Science, Kim, L. (1990). Imitation to Innovation, Harvard Journal of Marketing Research, 36(2):
Chipika, S. & Wilson, G., (2006). Enabling Technology, and Industry Working Business School. 239–257.
technological learning among light Papers, 1997/02. OECD Publishing. Kim, L. (2001). T he Dynamics of Nakata, T., Sato, T., Wang, H. Kusunoki, T. &
engineering SMEs in Zimbabwe through http://dx.doi.org/10.1787/134337307 Te c h n o l o g i c a l L e a r n i n g i n Furubayashi, T., (2011). Modeling
networking. Technovation, 26, 969–979. 632. Industrialization. International Social tech n o lo gica l lea r n in g a n d its
D O I : Hedge, D.,(2004). Innovation and Technology Science Journal, 53 (168), 297–308. DOI: application for clean coal technologies in
10.1016/j.technovation.2005.09.014. Trajectories in A Developing Country Context: 10.1111/1468-2451.00316 Japan. Applied Energy, 88, 330–336. DOI:
Cohen, W.M., & Levinthal, D.A., (1990). Evidence From a Survey of Malaysian Firms. Kim, Y. & Lee, B., (2002). Patterns of 10.1016/j.apenergy.2010.05.022.
Absorptive Capacity: A New Perspective Georgia Institute of Technology. technological learning among the Nelson, R.R., (1989). What is private and what
on Lear ning and Innovation. Hobday, M. (1995). Innovation in East Asia: the strategic groups in the Korean is public about technology?. Science,
Administrative Science Quarterly, 35 (1), Challenge to Japan. Edward Elgar, Electronic Parts Industry. Research Policy, Technology, & Human Values July, 14 (3),
S p e c i a l I s s u e : Te c h n o l o g y, Aldershot. 31, 543–567. DOI: 10.1016/S0048- 2 2 9 - 2 4 1 . D O I :
Organizations, and Innovation. (Mar., 7333(01)00127-5. 10.1177/016224398901400302.
1990), 128-152.

Jurnal Jurnal
12 Manajemen Teknologi 13 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Carayannis, E.G., (2000). Investigation and de Wit, M., Junginger, M., Lensink, S., Londo, Howell, A., He, C., Yang, R. & Fan, C. (2014). Kim, L & Nealson, RR. (2000). Technology,
validation of technological learning M. & Faaij, A., (2010). Competition Chinese Innovation and Firm Performance: A Learning, and Innovation: Experiences of
versus market performance. Technovation, between biofuels: Modeling Structural-Institutional Approach with Newly Industrializ ing Economies.
20, 389–400. DOI: 10.1016/S0166- technological learning and cost Technological Learning Spillovers. Paper Cambridge University Press.
4972(99)00160-1. reductions over time. Biomass and presented in RSA Global Conference Kocoglu, I., Imamoglu, S.Z., Ince, H., &
Carayannis, E.G. & Alexander, J., (2002). Is Bioenergy, 3 4, 203 – 217. DOI: 2014, Brazil. Keskin, H., (2012). Learning, R&D and
technological learning a firm core 10.1016/j.biombioe.2009.07.012. Ignatius, J., Leen, J.Y.A, Ramayah, T., Hin, C.K., Manufacturing Capabilities as
competence, when, how and why? A Eisendhardt, K. M., (1989). Building theories & Jantan, M., (2012). The impact of Deter minants of Technological
longitudinal, multi-industry study of from case study research. Academy of technological learning on NPD Learning: Enhancing Innovation and
firm technological learning and market Management Review, 14: 532-550. outcomes: The moderating effect of Firm Performance. Procedia - Social and
performance.Technovation, 22, 625–643. Figueiredo, P.N., (2001).Technological learning and project complexity. Technovation, 32, Behavioral Sciences, 58, 842 – 852. DOI:
DOI: 10.1016/S0166-4972(01)00047-5. competitive performance. Cheltenham: 4 5 2 – 4 6 3 . D O I : 10.1016/j.sbspro.2012.09.1062
Carayannis, E.G., (2007). Implications of Edward Elgar. 10.1016/j.technovation.2012.03.003 Laksani, C.S., Prihadyanti, D., Triyono, B., &
technological learning on the prospects for Figueiredo, P.N., (2002). Does technological Jonker, M., Romijn, H., & Szirmai, A., (2006). Kardoyo, H., (2012). Model Technological
renewable energ y technologies in learning pay off ? Inter-firm differences Technological effort, technological Learning Guna Meningkatkan Kemampuan
Europe.Energy Policy, 35, 4072–4087. DOI: in technological capability-accumulation capabilities and economic performance: Teknologi dan Kinerja Inovasi Di Perusahaan
10.1016/j.enpol.2007.02.004. paths and operational performance A case study of the paper manufacturing Sektor Industri Manufaktur Indonesia.
Carlsson, B. (1996). Technological systems and improvement. Research Policy, 31, 73–94. sector in West Java. Technovation, 26 , Laporan Penelitian Pappiptek 2012.
economic performance, in: M. Dodgson, R. Figueiredo, P. N. (2003). Learning, capability 1 2 1 – 1 3 4 . D O I : Pappiptek-LIPI.
Rothwell (Eds.), The Handbook of accumulation and firms differences: 10.1016/j.technovation.2004.10.002 Madanmohan, T.R., Kumar, U., & Kumar, V.,
Industrial Innovation, Edward Elgar, evidence from latecomer steel. Industrial Jupesta, J., (2012). Modeling technological (2004). Import-led technological
33–53. and Corporate Change, 12 (3): 607-643. doi: changes in the biofuel production capability: a comparative analysis of
Cefis, E., & Marsili, O. (2005). A matter of life 10.1093/icc/12.3.607 system in Indonesia. Applied Energy, 90, Indian and Indonesian manufacturing
and death: innovation and firm survival. Figueiredo, P. N. (2008). Industrial Policy 2 1 1 – 2 1 7 . D O I : firms. Technovation, 24, 979–993. DOI:
Industrial & Corporate Change, 14, 1167- Changes and Firm-level Technological 10.1016/j.apenergy.2011.02.020 10.1016/S0166-4972(03)00030-0.
1192. Capability Development: Evidence Karaoz, M. & Albeni, M., (2005). Dynamic Meiningsih, S., dkk. (2009). Indikator Iptek
Chen, J. & Qu, W.G., (2003). A new from Northern Brazil. World Development, technological learning trends in Turkish Indonesia 2009. Pappiptek, LIPI.
technological learning in China. 36 (1), 55–88. manufacturing industries. Technological Miller, D. & Hope, C., (2000). Learning to lend
Technovation, 23,861–867. DOI: Guo, B. & Guo, J. (2011). Patterns of Forecasting & Social Change, 72, 866–885. for oil-grid solar power: policy lessons
10.1016/S0166-4972(02)00038-X technological learning within the DOI: 10.1016/j.techfore.2004.09.005 from World Bank loans to India,
Chen, Jin , Pu, Xiaoyu & Haihua Shen. (2009). knowledge systems of industrial clusters Kazanjian, R.K., Drazin, R., & Glynn, M.A., Indonesia, and Sri Lanka. Energy Policy,
A Comprehensive Model of Technological in emerging economies: Evidence from (2000). Creativity and technological 28, 87-105. DOI:10.1016/S0301-
Learning: Empirical Research on Chinese China. Technovation 31, 87–104. DOI: learning: the roles of organization 4215(99)00071-3.
Manufacturing Sector. SLPTMD Working 10.1016/j.technovation.2010.10.006 architecture and crisis in large-scale Moorman, C. & Slotegraaf, RJ. (1999). The
Paper Series No. 026. Department of Hatzichronoglou, T., (1997). Revision of the projects . J. Eng. Technol. Manage,17, contingency value of complementary
International Development, University High-technolog y sector and pr oduct 273–298. capabilities in product development.
of Oxford. classification. OECD Science, Kim, L. (1990). Imitation to Innovation, Harvard Journal of Marketing Research, 36(2):
Chipika, S. & Wilson, G., (2006). Enabling Technology, and Industry Working Business School. 239–257.
technological learning among light Papers, 1997/02. OECD Publishing. Kim, L. (2001). T he Dynamics of Nakata, T., Sato, T., Wang, H. Kusunoki, T. &
engineering SMEs in Zimbabwe through http://dx.doi.org/10.1787/134337307 Te c h n o l o g i c a l L e a r n i n g i n Furubayashi, T., (2011). Modeling
networking. Technovation, 26, 969–979. 632. Industrialization. International Social tech n o lo gica l lea r n in g a n d its
D O I : Hedge, D.,(2004). Innovation and Technology Science Journal, 53 (168), 297–308. DOI: application for clean coal technologies in
10.1016/j.technovation.2005.09.014. Trajectories in A Developing Country Context: 10.1111/1468-2451.00316 Japan. Applied Energy, 88, 330–336. DOI:
Cohen, W.M., & Levinthal, D.A., (1990). Evidence From a Survey of Malaysian Firms. Kim, Y. & Lee, B., (2002). Patterns of 10.1016/j.apenergy.2010.05.022.
Absorptive Capacity: A New Perspective Georgia Institute of Technology. technological learning among the Nelson, R.R., (1989). What is private and what
on Lear ning and Innovation. Hobday, M. (1995). Innovation in East Asia: the strategic groups in the Korean is public about technology?. Science,
Administrative Science Quarterly, 35 (1), Challenge to Japan. Edward Elgar, Electronic Parts Industry. Research Policy, Technology, & Human Values July, 14 (3),
S p e c i a l I s s u e : Te c h n o l o g y, Aldershot. 31, 543–567. DOI: 10.1016/S0048- 2 2 9 - 2 4 1 . D O I :
Organizations, and Innovation. (Mar., 7333(01)00127-5. 10.1177/016224398901400302.
1990), 128-152.

Jurnal Jurnal
12 Manajemen Teknologi 13 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015 Vol.14 | No.1 | 2015
Prihadyanti /Pembelajaran Teknologi di Perusahaan Manufaktur Berintensitas Teknologi Tinggi dan Menengah-Tinggi

Pramongkit, P., Shawyun, T., & Sirinaovakul, B. Sriwindono, H. & Yahya, S., (2012). Toward
(2000). Analysis of technological Modeling the Effects of Cultural
learning for the Thai manufacturing Dimension on ICT Acceptance in
Industry. Technovation, 20, 189–195. DOI: Indonesia. Procedia - Social and Behavioral
10.1016/S0166-4972(99)00125-X Sciences, 65, 833 – 838. DOI:
Putranto, K., Stewart, D., & Moore, G., (2003). 10.1016/j.sbspro.2012.11.207.
International technology transfer and Van Dijk, M. & Szirmai, A., (2003). Industrial
distribution of technology capabilities: Policy and Technology Diffusion:
the case of railway development in E v i d e n c e f r o m Pa p e r M a k i n g
Indonesia. Technology in Society, 25, 43–53. Machiner y in Indonesia. World
DOI: 10.1016/S0160-791X(02)00035- Development, 34(12), 2137–2152. DOI:
0. 10.1016/j.worlddev.2006.03.004.
Rianto, Y., Triyono, B., Kardoyo, H., & Laksani, Wood, D. & Weigel, A., (2013). Technological
C. S. (2005). Studi Model Technological learning through international
Learning di Industri Kecil dan Menengah: collaboration: Lessons from the field.
Studi Kasus UKM Suku Cadang Otomotif. Acta Astronautica, 83, 260–272. DOI:
LIPI Press. Jakarta. 10.1016/j.actaastro.2012.09.014
Rianto, J., Laksani, C.S., Triyono, B. & Kardoyo, Xie, Wie. (2004). Technological learning in
H. (2006). Technological Learning in China's colour TV (CTV) industry.
Indonesia's Auto Parts SMEs. Proceeding Technovation, 24, 499–512. DOI:
of IEEE International Conference on 10.1016/S0166-4972(02)00076-7
Management of Innovation and Technology, 1 Zahra, S., Ireland, R., & Hitt, M. (2000).
(21-23 June ),315 – 319. International expansion by new venture
Rianto, Y. (2007). Peta Adopsi Teknologi Informasi firms: international diversity, mode of
di UKM Manufaktur. LIPI Press. market entry, technology learning, and
Rianto, Y, Laksani, C. S., & Prihadyanti, D. performance? Academic of Management
(2009). Pembelajaran Teknologi di Journal, 43(5), 925-950.
Perusahaan Manufaktur Indoneisa: Kajian
Interaksi antara MNC dengan Perusahaan
Lokal. LIPI Press, Jakarta.
Rothwell, R. Industrial innovation: success, strategy,
trends, in: M. Dodgson, R. Rothwell
(Eds.) (1996).The Handbook of Industrial
Innovation, Edward Elgar, 33–53.
Sarah, S., Arokinasarry, L., & Ismail, M., (2009).
The Background and Challenges faced
by the Small and Medium Enterprises, A
Human Resource Development
Perspective. International Journal of
Business and Management, 4 (10), 95-102.
Shefer, D., & Frenkel, A. (2005). R&D, firm
size and innovation: an empirical
analysis. Technovation, 25(1), 25-32. DOI:
10.1016/S0166-4972(03)00152-4
Smit, T., Junginer, M., & Smits, R. (2007).
Technological learning in offshore wind
energ y: Different roles of the
government. Energy Policy, 35 ,
6 4 3 1 – 6 4 4 4 . D O I :
10.1016/j.enpol.2007.08.011.

Jurnal
14 Manajemen Teknologi
Vol.14 | No.1 | 2015

You might also like