You are on page 1of 14

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI:

KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG


TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN

Socio-Metamorphosis Phenomenon of Farmers:


Towards the Favor of Disadvantage Farmer’s Community in Rural Areas Related to
People’s Economy Concept

Roosganda Elizabeth

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani 70 Bogor 16161

ABSTRACT

The adoption of modernization paradigm which majoring efficiency principle in agricultural development
has caused the change in rural peasant social structure. The changes are especially related to farm land
ownership creating the substratum of peasant, i.e., the upper and lower level of peasant. All peasant definitions
are equal by its diametric and equip by each other, so that it needs a study in relation to its pattern change,
interaction, and institution that historically experienced by the peasant society. The influencing development
factors affecting peasant daily life should refer to the potential and the empowerment of the society. This is very
important in order to adapt and sustain the development without losing the norms, values, and souls of indigenous
knowledge. Ekonomi kerakyatan (people’s economy) concept represents the economic idea trying to formulate
the interpretation base and the development aspiration of the people’s fairness and prosperity. This concept
would become the peasant empowerment base for their prosperity and earnings improvement. Agricultural
revitalization is needed to help improve people’s quality of life which could be achieved through: active
participation of the society, skills development of human resource, improvement of landholdings title and
agricultural productive assets on the basis of farm labor, technology and financial development, enhancement of
rural organizations including self-help financial support, and improvement of agriculture resource-based
development.

Key words : development paradigm, metamorphosis, peasant definition, empowerment, people’s economic
concept

ABSTRAK

Penerapan paradigma modernisasi yang mengutamakan prinsip efisiensi dalam pembangunan


pertanian menyebabkan terjadinya perubahan struktur sosial masyarakat petani di pedesaan. Perubahan terkait
struktur pemilikan lahan pertanian, sehingga terjadi petani lapisan atas dan petani lapisan bawah. 4 dimensi
pokok dalam mendefinisikan ”peasant”, yang secara diametral tidak berbeda dan saling menyempurnakan,
sehingga perlu kajian perubahan pola hubungan, interaksi, institusi yang dialami oleh masyarakat petani di
sepanjang sejarah. Dampak serius pelaksanaan sistem pembangunan terhadap kehidupan petani hendaknya
untuk mengkaji kemungkinan dan potensi pemberdayaan petani. Tujuannya agar dapat beradaptasi dan
berkelanjutan “tanpa” harus “kehilangan” norma, nilai dan jiwa indigenous knowledge. Ekonomi Kerakyatan
merupakan suatu gagasan perekonomian yang mencoba merumuskan dasar interpretasi serta cita-cita
pembangunan masyarakat adil dan makmur. Pertimbangan ekonomi kerakyatan dan efisiensi menjadi dasar
pemberdayaan petani demi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Perlu revitalisasi paradigma
pembangunan pertanian menjadi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan petani serta pembangunan
pedesaan, melalui: partisipasi aktif sebagai pemberdayaan petani dan masyarakat pedesaan; pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM); pemerataan dan peningkatan penguasaan lahan dan asset produktif per tenaga
kerja pertanian; teknologi; pembiayaan; pengembangan kelembagaan pertanian-pedesaan dan lembaga
keuangan pedesaan yang mandiri, serta pengembangan basis sumberdaya pertanian.

Kata kunci : paradigma pembangunan, metamorphosis, definisi petani, pemberdayaan, konsep ekonomi
kerakyatan.

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI: KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG
TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN Roosganda Elizabeth

29
PENDAHULUAN lisasi petani dan kemunduran perekonomian
pedesaan menjadi sulit dielakkan.
Distribusi pemilikan dan pengusahaan
Penerapan paradigma modernisasi lahan yang diindikasikan mengalami polarisasi
yang mengutamakan prinsip efisiensi dalam di antaranya di kemukakan Saptana et al.
pelaksanaan pembangunan pertanian menye- (2003). Status petani didominasi oleh pemilik
babkan terjadinya perubahan struktur sosial penggarap (39,7%-55,3%), penggarap (26,1%-
masyarakat petani di pedesaan. Berbagai 31%), dan pemilik (18,6%-29,2%) (kasus di
proses pelaksanaan pembangunan, terutama Kabupaten Indramayu). Juga ditemukan feno-
industrialisasi, dalam jangka menengah dan mena terjadinya ketimpangan struktur pengua-
panjang menyebabkan terjadinya perubahan saan lahan (kasus lahan irigasi teknis di Desa
struktur pemilikan lahan pertanian, pola hu- Limpas, Kecamatan Anjatan), dimana 60 per-
bungan kerja dan struktur kesempatan kerja, sen dari sekitar 455 ha lahan sawah dikuasai
serta struktur pendapatan petani di pedesaan. oleh satu keluarga (7 KK bersaudara).
Terkait dengan struktur pemilikan lahan,
perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya: Dengan demikian, tulisan ini bertujuan
(1) Petani lapisan atas; merupakan petani memahami fenomena metamorphosis petani
yang akses pada sumberdaya lahan, kapital, melalui pemberdayaannya sebagai bentuk ke-
mampu merespon teknologi dan pasar dengan berpihakan pada masyarakat petani di pedesa-
baik, serta memiliki peluang berproduksi yang an yang terpinggirkan. Pemahaman dilakukan
berorientasi keuntungan; dan (2) Petani la- melalui deskripsi berbagai konsep perubahan
pisan bawah; sebagai golongan mayoritas di arti/bentuk (metamorphosis) petani, pember-
pedesaan yang merupakan petani yang relatif dayaan dan yang terkait dengan ekonomi
miskin (dari segi lahan dan kapital), hanya kerakyatan. Di samping itu dilakukan pengkaji-
memiliki faktor produksi tenaga kerja. Untuk an deskriptif berbagai bentuk pengaruh eko-
memenuhi kebutuhan berproduksi, kedua la- nomi kapitalis yang sangat berbeda terhadap
pisan masyarakat petani tersebut terlibat suatu konsep ekonomi kerakyatan itu sendiri.
dalam hubungan kerja yang kurang seimbang. Terdapatnya link (”benang merah”) di antara
berbagai konsep tersebut secara sosiologis
Lebih seabad lamanya struktur masya- diharapkan dapat menjadi pertimbangan da-
rakat pertanian Indonesia dalam kondisi sa- lam mengkaji dan menyusun program kebi-
ngat timpang. Lebih 80 persen petani berlahan jakan pembangunan, khususnya sektor perta-
kurang dari 1 ha per-KK. Lebih dari 50 persen nian di pedesaan.
jumlah petani berlahan sempit ini, menguasai
hanya 21 persen dari keseluruhan lahan
pertanian. Sementara itu sekitar 20 persen DINAMIKA DAN ENTITAS SOSIAL PETANI
sisanya, menguasai lebih dari 50 persen YANG KHAS
keseluruhan lahan pertanian (petani berlahan
luas) (Husken dan White, 1989; Sensus Per-
tanian, 2000). Menilik sejarah perkembangan- Dalam proses pembangunan pertani-
nya, di Indonesia telah terjadi pergeseran pola an (seperti revolusi hijau), dalam konteks so-
pengusahaan lahan ke arah yang lebih intensif siologi pedesaan, petani sebagai “wong cilik”
sebagai imbas adopsi teknologi di bidang malah sesungguhnya tidak terlibat, karena
pertanian, yang relatif berbeda antar agro- revolusi hijau justru ‘meninggalkan’ kaum pe-
ekosistem, jenis komoditas, dan wilayah. tani. Dengan pendekatan teori dependensi,
terbukti bahwa telah terjadi proses ketergan-
Terjadi penyusutan lahan pertanian tungan petani terhadap pupuk sebagai dam-
produktif akibat pesatnya perkembangan pem- pak dari program pemupukan intensif dan
bangunan di berbagai sektor ekonomi yang pemakaian bibit unggul dalam program Bimas,
menuntut ketersedian lahan dan sarana pra- Insus sampai Supra-Insus, sehingga terjadi
sarana yang memadai. Kondisi ini terutama penurunan (keterbelakangan) penghasilan
terjadi di Jawa, dimana Sumaryanto et al. petani. Dalam hal ini, bisa jadi petani hanya
(1994), mengestimasikan rata-rata 23.100 merupakan korban pembangunan pertanian
hektar per tahun lahan di Jawa terkonversi ke tersebut.
penggunaan di luar pertanian. Gejala marjina-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 29 - 42

30
Meski demikian, tidak dipungkiri bah- mempengaruhi sistem ekonomi, sosial, dan
wa di sisi lain, terdapat berbagai dampak budaya. Hal ini juga mencerminkan perubahan
positif revolusi hijau, dimana program tersebut sosial petani yang masih dinaungi dimensi
setidaknya berusaha melibatkan petani kecil struktural.
yang diupayakan agar mampu mengadopsi
berbagai program pembangunan pertanian.
Bahkan proporsi terdasar yang hendak dijang- METAMORPHOSIS: DIMENSI DAN
kau adalah petani dengan luasan lahan < 0,5 PERUBAHAN STRUKTUR SOSIAL PETANI
ha. Sajogyo (1993) menegaskan bahwa pem-
bangunan pertanian yang dilaksanakan peme- Petani di Indonesia mayoritas meru-
rintah salah satunya mampu membawa hasil pakan petani kecil dengan penguasaan dan
swasembada beras bagi negara Indonesia pa- pengusahaan lahan yang relatif sempit (< 0,25
da tahun 1984. Dikemukakan pula bahwa, ha). Keterbatasan tersebut pada dasarnya
terjadinya ketimpangan penguasaan lahan dan bercirikan antara lain: (1) sangat terbatasnya
pendapatan salah satunya lebih dikarenakan penguasaan terhadap sumberdaya; (2) sangat
perbedaan akses antar golongan petani terha- menggantungkan hidupnya pada usahatani;
dap modal dan teknologi (terkait kemampuan (3) tingkat pendidikan yang relatif rendah; dan
SDM antar wilayah/lokasi). (4) secara ekonomi, mereka tergolong miskin
Sementara itu, proses polarisasi yang (Singh, 2002). Sebagai masyarakat mayoritas
sangat cepat yang dialami masyarakat petani yang hidup di pedesaan, petani merupakan
disebut White sebagai proses eksploitasi masyarakat yang tidak primitif, tidak pula
(penghisapan) dari golongan kapitalis terhadap modern. Masyarakat petani berada di perte-
masyarakat di bawahnya. Petani, dari segi ngahan jalan antara suku-bangsa primitif
ekonomi, dilihat berdasarkan kemampuan me- (tribe) dan masyarakat industri. Mereka ter-
reka untuk dapat menghasilkan pendapatan bentuk sebagai pola-pola dari suatu infra-
berdasarkan sekian liter beras. Dari segi struk- stuktur masyarakat yang tidak bisa dihapus
tur sosial, petani merupakan kelompok masya- begitu saja. Dari perjalanan sejarah, kaum
rakat dengan klasifikasi paling bawah, seperti petani pedesaan (peasantry) memiliki arti
juga halnya para nelayan. Hal ini turut dipacu penting karena di atas puing-puing merekalah
oleh pertumbuhan populasi (angkatan kerja, masyarakat industri dibangun. Mereka men-
migrasi) dan perkembangan teknologi, akhir- diami bagian “yang terbelakang” (di masa kini)
nya menempatkan kaum petani pada posisi dari bumi ini.
yang lemah. Penetrasi ekonomi kapitalis ke Oleh sejumlah penulis, masyarakat
pedesaan berupa penerapan teknologi modern petani di pedesaan dipandang sebagai feno-
dan sistem pasar yang mengutamakan efisien mena (yang jelek) dan memperlakukannya
serta perubahan nilai ekonomi lahan, menye- sebagai agregat-agregat tanpa bentuk, tanpa
babkan tingginya konversi tanah dari pertanian struktur, masyarakat tradisional, serta mencap
ke non-pertanian. Hal ini mengakibatkan mereka sebagai manusia-manusia yang ‘ter-
hilangnya kesempatan bertani bagi sebagian ikat tradisi’ (kebalikan dari ‘modern’). Masya-
besar buruh tani, serta semakin longgarnya rakat luar desa, pertama-tama memandang
ikatan-ikatan sosial yang terjalin dalam masya- kaum petani pedesaan sebagai satu sumber
rakat pedesaan. Dampak sosiologis lain eko- tenaga kerja dan barang yang dapat menam-
nomi kapitalis tersebut mempengaruhi tujuan bah kekuasaannya (fund of power). Padahal
produksi petani, strategi, nilai dan norma, serta kenyataannya, petani juga merupakan pelaku
orientasi hidup, bahkan kemungkinan untuk ekonomi (economic agent) dan kepala rumah
terjadinya proses depeasantisasi akibat makin tangga; dimana tanahnya merupakan ‘satu unit
merebaknya iklim konsumtif yang merambah ekonomi dan rumah tangga’ (Wolf, 1985).
hingga ke pedesaan.
Sajogyo mengartikan masyarakat pe-
Berbagai perubahan yang muncul seti- tani sebagai masyarakat tradisional. Konteks
daknya menunjukkan keterkaitan petani de- ini hendaknya dinilai bukan semata-mata
ngan globalisasi sistem ekonomi dunia, seba- sebagai ‘sumberdaya peng-usahatani-an’ atau
gai akibat proses adaptasi ketika mereka ter- ‘buruh tani’ yang punya ‘nilai tukar’, penghasil
integrasi dalam sistem ekonomi global, serta ‘nilai tambah’, tetapi seharusnyalah diakui

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI: KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG
TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN Roosganda Elizabeth

31
sebagai manusia, yang berpeluang untuk ini kemudian berkembang menjadi daerah
mendidik diri (‘rekayasa’ diartikan sebagai pertanian dengan menggunakan peralatan
upaya membina hak-hak azasi manusia). sederhana. Akhirnya, dengan berkembangnya
Sistem ekonominya disebut ”sistem usahatani sistem pengairan (irigasi) dan teknologi di
keluarga”. Petani tidak homogen, melainkan bidang pertanian, berkembang kehidupan so-
ada yang kaya, menengah, gurem, serta ber- sial bermasyarakat dan membentuk suatu
sifat dinamis. Menurutnya, sedikitnya empat lingkungan hidup, meningkatkan intensitas hi-
ciri utama dalam masyarakat petani, yaitu: (1) dup dan berinteraksi di antara masyarakatnya.
satuan rumahtangga (keluarga) petani adalah Sementara itu, Poerwadarminta (1985)
satuan dasar dalam masyarakat yang ber- mendefinisikan petani sebagai orang yang
dimensi ganda; (2) petani hidup dari usahatani bermatapencaharian dengan bercocok tanam
dengan mengolah tanah; (3) pola kebudayaan di tanah. Wolf (1985), mengkaji petani secara
petani berciri tradisional dan khas; dan (4) antropologis atau historis, dari manusia primitif
petani menduduki posisi rendah dalam masya- hingga menjadi petani modern. Berdasarkan
rakat sebagai “wong cilik” (orang kecil) pemikiran dari berbagai ahli, perbandingan
terhadap level masyarakat di atas desa (Scott, metamorphosis petani dikemukakan pada
1993). Tabel 1.
Pada masa kini petani merupakan Pada era globalisasi, perbandingan
masyarakat yang memiliki kemampuan meng- masyarakat petani primitif/tradisional, semi
adopsi perkembangan teknologi pertanian. Hal komersial atau komersial (modern) tidak lagi
ini terlihat pada perkembangan agribisnis ko- ditentukan oleh jenis pekerjaan/mata penca-
moditi pertanian, seperti hortikultura, perke- hariannya semata, melainkan lebih ditentukan
bunan rakyat (kopi, coklat, panili, dan lain-lain), kualitas sumberdaya manusianya. Kualitas ini
dan peternakan komersial salah satunya me- dapat dikaji antara lain melalui: (1) sejauh
lalui program integrated farming system. Ke- mana visi dan misi kehidupannya di masa kini
adaan tersebut dicapai berkat perkembangan dan masa mendatang; serta (2) investasi di
sarana dan prasarana infrastuktur yang men- bidang pangan, gizi, dan kesehatan, serta
dukung makin terbukanya akses petani investasi di bidang pendidikan. Namun pada
terhadap teknologi pertanian dan kebutuhan dasarnya, dunia petani merupakan satu dunia
pasar modern. Akses petani di pedesaan juga yang teratur, yang memiliki bentuk-bentuk
sudah terbuka melalui perkembangan tekno- organisasi yang khas meskipun tidak tampak
logi komunikasi dan transportasi yang sudah dari tingkat atas tatanan sosial. Dunia mereka
mencapai pelosok pedesaan. bukanlah amorphous (tanpa bentuk) yang
Ave mengemukakan pengertian petani seolah hanya ruang kosong, yang hanya mem-
dari sisi mata pencaharian (Wolf, 1985). Pada butuhkan masukan modal industri dan ketram-
awalnya manusia memulai mata pencaharian pilan untuk dapat membuatnya bergerak.
dari meramu dan berburu, yang berubah Chayanov menjelaskan karakteristik
menjadi peladangan berpindah, kemudian fundamental pertama dari ekonomi usahatani
menjadi daerah peladangan menetap. Daerah (farm economy) petani yang merupakan suatu

Tabel 1. Perbandingan Masyarakat Primitif; Petani, dan Petani Modern

Primitif (Tribe) Petani (Peasant) Petani Modern (Farmer)


Bertani berpindah Bertani tetap Rumah kaca
Kebutuhan primer dan kerabat Subsisten Keuntungan maksimum
Ada ikatan dengan tetangga Ada ikatan nilai-nilai Hubungan longgar dalam simbol
Surplus diserahkan ke golongan Surplus diserahkan ke penguasa Surplus sebagai keuntungan
Intensitas hubungan.dengan luar Intensitas hub.dengan luar tinggi Mobilitas tinggi
rendah
Belum ada spesialisasi Semi spesialisasi atau campuran Spesialisasi/profesional
Belum ada sewa tanah Sudah ada sewa tanah. Cenderung sewa
Sumber: Direduksi dari Sahlins (1960) dan Malinowski (1922).

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 29 - 42

32
perekonomian keluarga (family economy) bangan masyarakat petani dengan usahatani
(Wiradi, 1993). Dalam perekonomian petani keluarga, subyektifitas garapan terhadap ke-
dinyatakan unsur-unsur biaya produksi tidak seimbangan perekonomian petani, dan jang-
dapat diperbandingkan dengan yang terdapat kauan petani yang makin terbuka terhadap
dalam perekonomian kapitalis. Oleh karena itu, berbagai akses pembangunan.
cara penghitungan laba tidak dapat sepenuh- Sementara itu, Van Vollenhoven (Gam-
nya diterapkan pada perekonomian petani. bar 2) menggambarkan masyarakat petani
Masalah petani adalah fakta yang menarik, sebagai masyarakat desa yang dilatarbela-
sebab mencari keseimbangan antara tuntutan kangi kesatuan agroekosistem (alam/geografi)
dunia luar dan kebutuhan petani akan ber- dan kebudayaan. Kesatuan lingkungan geo-
langsung selamanya; dimana hasil yang mere- grafisnya terutama terkait dengan penguasaan
ka peroleh adalah dari seluruh tahun kerja, dan pengusahaan sumberdaya lahan. Sedang-
bukan dari hari kerja (unit kerja). kan kesatuan kebudayaan (kultural) meliputi
Mencermati Gambar 1, aliran Marxian berbagai aturan-aturan sosial yang berlaku
melihat akses perekonomian dan pemilikan dalam masyarakat petani tersebut. Berbagai
sumberdaya petani dengan mengkategorikan aturan tersebut antara lain meliputi aturan
atas petani kaya dan petani miskin. Aliran adat, penduduk asli, tanah, lahan garapan, hu-
antropoligis mengkaji masyarakat petani dari bungan kekeluargaan, dan kehidupan ekonomi
sisa-sisa peninggalan dan keterbelakangan masyarakat (rakyat) desanya.
kebudayaannya. Chayanov mengkaji perkem-

Masyarakat Desa

Marxian Chayanov Antropologis

Petani kaya dan Petani Usahatani Keluarga Fosil dan Culture lag

Keseimbangan Subyektifitas
garapan

Jangkauan

Gambar 1. Bagan Masyarakat Petani (Chayanov)

Masyarakat Petani
(masyarakat desa)

Kesatuan Geografi-Kultural

Lingkungan Geografis (lahan) Kultural:


aturan-aturan: adat, pribumi, tentang
tanah, lahan garapan, hubungan
kekeluargaan, kehidupan ekonomi rakyat

Gambar 2. Bagan Masyarakat Petani di Desa (Van Vollenhoven)

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI: KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG
TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN Roosganda Elizabeth

33
Pembeda masyarakat petani dengan bahwa pekerjaan pertanian adalah baik dan
masyarakat lain adalah masyarakat sebagai perdagangan merupakan usaha yang tidak
entitas yang memiliki struktur dan kultur yang begitu baik; dan tekanan terhadap kegiatan
khas. Porak (dalam Redfield, 1982) menyebut- produktif sebagai suatu kebijakan utama.
kan beberapa ciri petani yang dianggap sama Wolf meyakini bahwa selain kepemi-
dimana saja, yaitu: keluarga adalah sebagai likan secara de facto, kaum petani di pedesa-
kelompok sosial, keterikatan mistik terhadap an yang dicirikan oleh surplus yang dialihkan
pertanian, dan tekanan pada prokreasi. (dengan eksploitasi) kepada kelompok/para
Kroeber (1982) menegaskan bahwa ciri petani pengusaha yang dominan, yang umumnya
tersebut bersifat ”kedesaan”, tetapi aktivitas tidak melakukan pengusahaan (proses pro-
kehidupan masyarakat petani berhubungan duksi) langsung. Bahari (dalam: Wiradi, 2002)
dengan pemenuhan komoditi kebutuhan ba- menilai pernyataan Wolf dan Moore, sebagai
han pangan di pasar-pasar di kota, serta menekankan adanya relasi sosial dalam aspek
menjadikannya sebagai bagian masyarakat ekonomi kaum petani pedesaan dengan
dan budaya. Sedangkan Wolf (1982) melihat sistem di luar komunitasnya; dimana makna
petani melalui beberapa ciri, yaitu: mereka petani bukan hanya sebagai komunitas ter-
yang memandang aktifitas pertanian sebagai tutup (eksklusif) atau terisolasi, melainkan
sumber mata pencaharian dan cara kehi- berinteraksi dengan pihak luar. Apalagi per-
dupan, bukan sebagai usaha untuk mencari kembangan teknologi di masa sekarang yang
keuntungan. Dapat disimpulkan bahwa petani telah membuat akses ke luar daerah semakin
yang mengerjakan pertanian untuk penanam- terbuka dan tidak lagi bersifat otonom. Dengan
an modal kembali dan usaha (tanah sebagai demikian, para petani yang hidup dan ber-
modal dan komoditi), adalah pengusaha per- mukim di desa dimungkinkan untuk dapat
tanian, bukan peasant (Redfield, 1982). tinggal di luar desanya (migrasi).
Handlin (1982) memandang masyara- Pengkajian mengenai petani, tidak lagi
kat petani sebagai masyarakat yang memiliki terbatas hanya dalam lingkupnya sebagai
kesamaan dengan tipe masyarakat lain baik di komunitas petani dengan tanah (pertanian)
dunia Barat maupun Timur. Kesamaan terse- dan tenaga kerja sebagai faktor produksi
but dalam hal: (1) adanya ikatan pribadi belaka. Meluasnya cakupan pembahasan pe-
dengan tanah; (2) keterikatan kepada desa tani sehingga nelayan dan peternak termasuk
atau komunitas lokal; (3) pentingnya keluarga dan dianggap pula sebagai peasant society.
secara sentral; (4) perkawinan sebagai per- Perbedaannya terletak pada ekologi ekosistem
siapan kecukupan ekonomi menuju makmur; tempat petani berusaha, sehingga terdapat
serta (5) adanya ketegangan antara keter- perbedaan bentuk dan pola hubungan dan
ikatan kepada tanah dan dunia lokal dengan interaksi, namun tidak berbeda jauh dengan
keharusan menghasilkan tanaman penghasil realitas sosial dari aspek struktur sosial dan
uang; dan seterusnya. Dari suatu pernyataan nilai kultural. Dalam komunitas nelayan dan
Moore, oleh Landsberger dan Alexandrov peternak, juga terdapat pola hubungan patron-
(1981) menyimpulkan adanya 3 substansi pen- klien, nilai subsistensi dan subordinasi kelas
ting, yaitu: kepemilikan tanah secara de facto (Wiradi, 2002).
(bagi petani, tanah tidak hanya bermakna
material/ekonomi, tapi juga sosial-budaya, di- Koentjaraningrat (1997) meninjau di-
mana tanah menjadi simbol terhadap status namika masyarakat petani dan mengakui
sosial-ekonomi bagi petani dalam komunitas- terdapatnya berbagai tipe masyarakat yang
nya); subordinasi legal (dimana kelas sosial hidup di desa terpencil, yaitu: (1) sebagai
petani berada di bawah kelas sosial tuan masyarakat dengan struktur sosial yang sa-
tanah); dan kekhususan kutural. ngat sederhana, hidup dari kebun ubi dan
keladi yang dikombinasikan dengan berburu
Sementara itu, Redfield (1982), dari dan meramu (ada pengaruh zending Kristen);
hasil penelitiannya terhadap masyarakat (2) masyarakat yang hidup dalam desa yang
petani Inggris, petani Yucatan sekarang dan berhubungan dengan kota kecil yang dibangun
Boetica kuno, mengemukakan terdapatnya 3 kolonial Belanda, yang agak kompleks, hidup
sikap/nilai yang sama pada petani, yaitu: sikap dari bercocok tanam padi di ladang atau
yang intim dan hormat kepada tanah; ide sawah (missi dan zending Kristen); (3) petani

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 29 - 42

34
yang hidup dari bercocok tanam padi di sawah (1) Petani sebagai rural cultivators (”pengolah
atau ladang , berhubungan dengan kota kecil tanah di pedesaan”). Menurut Popkin,
yang pernah jadi pusat pemerintahan kolonial ”pilihan rasional” berlaku bagi ”peasant”
Belanda (pengaruh budaya Islam mulai kuat); tanpa membedakannya dari ”petani lain”.
(4) petani yang hidup dari bercocok tanam (2) Dimensi ”komunitas petani”, bercirikan pe-
padi di sawah, yang berhubungan dengan kota tani yang jelas dan membedakannya dari
bekas pusat kerajaan pribumi dan administrasi pola budaya ”urban”. Cenderung diacu pa-
Belanda (pengaruh Hindu Islam dan Kolonial ra antropolog (contoh: Redfield).
Belanda); (5) masyarakat perkotaan yang
berperan sebagai pusat pemerintahan dimana (3) Petani yang menghidupi komunitas ter-
sektor industri masih lemah disebut tipe subordinasi kuat oleh sesuatu kekuasaan
masyarakat dan kebudayaan kota kecil; dan luar. Digagas oleh pakar pengembang
(6) masyarakat dan kebudayaan kota metro- teori ”ekonomi moral” (contoh: Scott).
politan dimana sektor industri sudah maju. (4) Petani merupakan kombinasi yang ber-
Menurut Kroeber (dalam: Marzali, beda dari ketiga dimensi di atas, yaitu se-
2003), peysan (peasant) adalah masyarakat bagai ”rural cultivators”, komunitas ter-
pedesaan, hidup berhubungan dengan kota subordinasi, dan penguasaan/pemilikan.
dekat pasar (seperti telah dikemukakan sebe- (contoh: Wolf, salah seorang pengikut teori
lumnya). Posisi petani peysan dalam perkem- Marx).
bangan sosio-kulturalnya, adalah: (1) berada (5) Mengacu pada empat dimensi arti
di antara masyarakat modern dan primitif; (2) ”peasant” sekaligus, yang mengikuti tela-
bersama dengan masyarakat primitif dan peta- dan Weber (contoh: Moore), namun sa-
ni farmer; masyarakat yang hidup menetap ngat jarang diacu oleh pakar antropolog.
dalam komunitas pedesaan; (3) dari sudut Dengan membandingkan berbagai
perkembangan mode of production, berada alur pikiran para pakar tersebut, Kurtz menyim-
pada tahap transisi antara petani primitif dan pulkan bahwa berbagai implikasi masuknya
petani farmer. Selain pemikiran di atas, menu- pasar dan negara ke dalam komunitas pre-
rut konsep peasant (Marzali, 2003), terdapat kapitalis dijelaskan oleh teori ”ekonomi moral”.
tiga golongan berbeda, yaitu: (1) sebagai selu- Teori ekonomi politik (Popkin) adalah menge-
ruh penduduk desa (termasuk petani, buruh, nai para pelaku ekonomi yang bergerak dalam
jasa, PNS, pedagang dan lainnya); (2) menga- konteks organisasi pasar yang sudah domi-
cu hanya ke petani saja (termasuk petani- nan. Artinya, pendekatan ”ekonomi moral” dan
penggarap); dan (3) buruh tani yang menjadi ”ekonomi politik” bisa sama-sama benarnya.
kuli pada petani lain (tidak punya garapan). Tuntutan memperluas sistem ”ekonomi politik”
Peysan (peasant), adalah suatu tipe ideal, adalah bagaimana lapisan bawah dan golo-
yang digambarkan sebagai golongan individu ngan belum terjangkau dapat terakomodasi
bercirikan khas secara sosial, kultural, ekono- dan terjangkau seluruhnya; dimana semua
mis dan politis. pihak yang mewakili dapat tampil bersamaan.
Dengan demikian, dari pada memper- Terkait hal tersebut, diketahui bahwa-
debatkan ”ada”nya (tetapi ”tiada”) upaya me- sanya terdapat tiga pilar yang menopang kehi-
mahami definisi maupun metamorphosis peta- dupan masyarakat dan kelembagaan pereko-
ni, serta berandai-andai apa sebaiknya terjadi nomian rakyat di pedesaan, yaitu: (1) kelem-
(namun tidak terjadi), maka sebaiknya para bagaan yang hidup dan telah diterima oleh
pembuat kebijakan berupaya mempelajari komunitas lokal/tradisional (voluntary sector);
beragam pemikiran tersebut untuk memahami (2) kelembagaan pasar (private sector) sejalan
perilaku petani (”peasant”). Upaya ini terkait dengan keterbukaan ekonomi, dan (3) kelem-
dengan terjadinya berbagai proses perubahan, bagaan sistem politik atau sistem pengambilan
seperti proses ”peasant” menjadi ”farmer” keputusan di tingkat publik (public sector).
sebagai ciri terjadinya proses modernisasi.
Dari berbagai teori dan kasus kajian, Kurtz Sementara itu, Esman dan Uphoff
(2000) menemukan empat dimensi pokok (1984) dan Uphoff (1992) mengklasifikasikan
dalam definisi”peasant”, yaitu: kelembagaan lokal dalam beberapa kategori,
yaitu: administrasi lokal; pemerintah lokal;
organisasi (baca: kelembagaan) yang berang-

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI: KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG
TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN Roosganda Elizabeth

35
gotakan masyarakat lokal, kerjasama usaha, powerless masyarakat kecil (petani). Istilah
pelayanan dan bisnis swasta yang dapat di- partisipasi masyarakat mulai ditinggalkan juga
integrasikan ke dalam pasar baik lokal, disebabkan karena arahnya bukan untuk
regional dan global. Etzoni (1961) mengemu- pengadvokasian power structure, yang umum-
kakan bahwa pola keterkaitan atau keterli- nya timpang dan kurang memihak kepentingan
batan (compliance pattern) merupakan basis petani. Sementara itu, penggunaan istilah
kelembagaan karena hubungannya merupa- empowerment lebih terkait dengan penguatan
kan bagian sentral dari struktur kelembagaan terhadap ketidakberdayaan masyarakat (misal-
(organisasi). Dikemukakannya pula terdapat nya kemiskinan). Masyarakat diberdayakan
tiga tipe tujuan utama dalam kelembagaan dengan memanfaatkan pengetahuan dan ke-
dalam menunjang perekonomian rakyat di arifan lokal (indigenous knowledge), agar men-
pedesaan, yaitu: tujuan perintah (order), jadi subyek dalam pembangunan, mampu me-
economic dan culture (budaya), dan adanya nolong dirinya sendiri, mandiri, serta mengem-
tujuan politik (political goals). bangkan semangat self-reliance setempat.
Berbagai pengertian yang dikemuka- Makna pemberdayaan mencakup tiga
kan dalam upaya mendefenisikan “petani”, aspek, yaitu: menciptakan kondisi yang kon-
pada dasarnya secara diametral tidak berbeda dusif yang mampu mengembangkan potensi
satu sama lain. Hal ini terkait dengan maksud masyarakat setempat, memperkuat modal
untuk saling menyempurnakan, tergantung (potensi) sosial masyarakat demi meningkat
dari berbagai sisi dan perspektif mereka mutu kehidupannya, dan mencegah dan melin-
masing-masing. Kajian yang diperlukan adalah dungi agar kekuatan atau tingkat kehidupan
mengenai perubahan pola-pola hubungan, masyarakat yang sudah rendah menjadi sema-
interaksi, institusi dan sebagainya yang dialami kin rendah (Sumodiningrat, 1997).
oleh masyarakat petani di sepanjang sejarah. Pemberdayaan (empowerment) ada-
Adalah suatu keniscayaan bahwa pe- lah serangkaian upaya strategi dalam rangka
luang dan kesempatan bertani sebagai sumber memperluas akses masyarakat terhadap sum-
nafkah rumah tangga petani menjadi berku- berdaya pembangunan melalui penciptaan
rang bahkan menghilang sebagai konsekuensi peluang yang seluas-luasnya agar masyarakat
sistem pembangunan di era modernisasi. lapisan bawah (baca: masyarakat pedesaan)
Dampak serius pelaksanaan sistem pemba- mampu berpartisipasi. Pemberdayaan juga
ngunan tesebut terhadap kehidupan petani merupakan upaya peningkatan pedesaan se-
(peasant) di pedesaan hendaknya digunakan hingga mampu berpartisipasi. Pemberdayaan
untuk mengkaji kemungkinan dan potensi juga merupakan upaya peningkatan kemam-
pemberdayaan petani. Tujuannya agar dapat puan masyarakat (berkaitan dengan peman-
beradaptasi dan berkelanjutan tanpa harus tapan otonomi daerah) agar mampu meng-
kehilangan norma-norma dan nilai-nilai penge- akses proses pembangunan untuk mendorong
tahuan lokal (indigenous knowledge) yang kemandirian yang berkelanjutan (tanggap dan
menjiwainya. kritis terhadap perubahan) serta mampu
berperan aktif dalam menentukan nasibnya
sendiri. (Sumodiningrat, 1999).
PEMBERDAYAAN: TERKAIT DENGAN
POTENSI SUMBER PENDAPATAN Kebijakan pemberdayaan petani dapat
DI PEDESAAN dipilah menjadi tiga kelompok, yaitu: Pertama:
Kebijakan langsung (sering disebut sebagai
tujuan praktis), diarahkan pada peningkatan
Pemberdayaan (empowerment) meru- akses terhadap sasaran pemberdayaan ma-
pakan istilah yang semakin populer dan sering syarakat melalui penyediaan bahan kebutuhan
digunakan oleh perancang kebijakan dan dasar berupa sandang, pangan, perumahan,
pelaku pembangunan, terutama setelah era kesehatan dan pendidikan, peningkatan pro-
1990-an. Sebelumnya, istilah partisipasi ma- duktivitas dan pendapatan. Ini ditujukan untuk
syarakat yang lebih banyak digunakan dalam meningkatkan kemampuan menghasilkan nilai
jargon pembangunan. Namun, istilah ini mulai tambah, perbaikan akses sumberdaya, tekno-
ditinggalkan karena lebih bernuansa sentralis- logi, pasar, dan sumber pembiayaan; Kedua:
tik dan kurang mampu memperbaiki makna Kebijakan tidak langsung; diarahkan pada

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 29 - 42

36
penciptaan kondisi yang menjamin kelangsu- saan. Berkembangnya beragam usahatani ko-
ngan setiap upaya peningkatan pemerataan, moditas hortikultura, misalnya, membuka pe-
pemberdayaan, penyediaan sarana dan pra- luang berusahatani sepanjang tahun. Perbaik-
sarana, penguatan kelembagaan dan per- an harga komoditas pertanian pada sistem
aturan perundang-undangan; Ketiga: Kebijak- pemasaran akan mempengaruhi struktur biaya
sanaan khusus; ditujukan pada penyiapan dalam proses produksi. Di samping dapat
penduduk miskin untuk melakukan sosial memberikan jaminan perolehan pendapatan,
ekonomi sesuai dengan budaya setempat. Hal khususnya bagi rumahtangga petani yang
ini dimaksudkan untuk mendorong dan mem- kurang mampu, pemberdayaan petani juga
perlancar proses transisi dari kehidupan sub- membangun jaringan sosial ekonomi para
sisten menjadi kehidupan pasar. petani melalui komunikasi yang intensif dan
Pemberdayaan pada dasarnya meru- komunikatif antar petani. Melalui komunikasi
pakan upaya menciptakan suasana/iklim yang yang intensif, dapat menjadi media yang
memungkinkan suatu potensi dapat berkem- sangat fungsional dalam membahas berbagai
bang dengan cara mendorong, memotivasi aspek kehidupan pedesaan, terutama yang
dan membangkitkan kesadaran akan potensi memiliki kontribusi bagi keamanan dan
yang dimiliki tersebut. Selain itu, juga diperlu- ketenangan rumahtangga masyarakat lapisan
kan upaya memperkuat potensi atau daya bawah. Meski demikian, tidak dipungkiri terda-
yang dimiliki dengan membuka atau mencipta- patnya beberapa kendala yang menghambat
kan aksesibilitas terhadap berbagai peluang aktivitas pemberdayaan tersebut terutama dari
yang menjadikannya semakin berdaya. Lebih segi manfaat ekonomi.
lanjut, diperlukan tindakan perlindungan ter- Pemberdayaan petani dapat memberi-
hadap potensi yang ada sebagai bukti keber- kan manfaat sosial dan ekonomi yang tinggi
pihakan yang mencegah dan membatasi per- bagi berbagai golongan masyarakat, dapat
saingan yang tidak seimbang dan cenderung memberi informasi aktual tentang pasar input-
eksploitasi terhadap yang lemah oleh yang output, diperoleh jaminan pengusahaan usa-
kuat. Pada akhinya, diharapkan bahwa pem- hatani bersama, meningkatkan posisi tawar
berdayaan tidak membuat masyarakat sema- petani dalam berburuh, memperluas jaringan
kin tergantung pada program bantuan, melain- usaha terutama bagi buruh tani, dan memiliki
kan berusaha dan menikmati hasil dari usaha aturan yang menegakkan disiplin pola tanam
sendiri. dan mutu panen sebagai modal penting dalam
Peran pemberdayaan petani sebagai merebut pasar output (produksi).
pendukung keterjaminan sosial ekonomi Faktor pendukung dalam upaya mem-
rumahtangga hendaknya dapat menjamin berdayakan petani meliputi: (1) kekuatan
penghasilan dan stabilitas pendapatan para solidaritas petani sebagai konsekuensi lahir
petani. Pemberdayaan masyarakat tradisional dan terbentuk dari masyarakat di pedesaan,
(petani) berawal dari bentuk struktur sosial (2) struktur dan aturan main merupakan
yang secara linier berubah menjadi struktur produk konstruksi petani itu sendiri sehingga
yang lebih bersifat ekonomi, dimana kedua ditaati, dihargai, dan dijunjung tinggi oleh
yang saling berkait. Sifat sosial sering kali semua anggota masyarakat petani maupun
menguatkan tujuan perekonomian keluarga komunitasnya, (3) sifatnya yang informal
dengan memberi kesepakatan yang lebih dengan struktur sederhana dan sebagian be-
berpihak pada anggota kelembagaan yang sar mekanisme yang berlaku mengarah pada
berstatus berkekurangan (powerless). keputusan keadilan dan bukan persaingan, (4)
Dengan demikian, pemberdayaan pe- persepsi yang baik dari petani maupun buruh
tani merupakan upaya yang dapat meningkat- tani terhadap kedudukan dan peran usahatani,
kan posisi tawar (bargaining position) mereka, (5) partisipasi para petani yang tinggi, dan 6)
terutama keterjaminan peluang berusahatani memiliki kemampuan beradaptasi terhadap
dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan agroekosistem setempat, mekanisme pemba-
rumahtangga di pedesaan. Perkembangan ngunan yang diterapkan, maupun dinamikanya
sistem pertanian, kecuali mekanisasi pertani- dalam mensiasati kemungkinan eksploitasi
an, secara umum berbanding lurus dengan oleh petani lapisan atas.
kontinuitas kesempatan berusahatani di pede-

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI: KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG
TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN Roosganda Elizabeth

37
Penciptaan iklim kondusif meliputi: (1) pemudahan pelaksanaan kontrol global yang
memperbaiki sistem dan mekanisme pema- seringkali menyingkirkan norma dan nilai
saran komoditas khususnya peningkatan sosial lokal. Strategi pemerataan pembangun-
harga jual di tingkat petani; (2) secara sosial an melalui trickle down effect terbukti sulit
diperlukan perubahan persepsi terhadap pe- diimplementasikan. Hal ini karena di satu sisi
kerjaan pertanian agar nilai kerjanya tidak lagi sumberdaya terkonsentrasi pada sebagian
dipandang sebagai pekerjaan alternatif terakhir kecil masyarakat yang berkualitas dan ber-
karena kurang terhormat dan tidak mampu kuantitas ekonomi yang relatif mapan. Di sisi
mengangkat status kehidupan dalam masyara- lain, proses pembangunan yang sarat kapital
kat; (3) pengadopsian paket teknologi dilaku- menciptakan polarisasi dimana sebagian besar
kan secara selektif agar tidak memudarkan peysan “terpaksa” melepaskan penguasaan
peran petani dan menghilangkan pengetahuan sumberdaya lahan menjadi kelompok petani
lokal (indigenous knowledge) yang terkadang gurem bahkan “landless”, buruh tani atau
lebih potensial dalam menjaga kelestarian kelompok masyarakat miskin (Hayami &
lingkungan maupun kekayaan nilai-nilai lokal. Kikuchi, 1987).
Dalam penciptaan iklim yang menun- Kondisi tersebut diperburuk oleh krisis
jang pemberdayaan petani terkait dengan ekonomi yang melanda Indonesia yang telah
sumber matapencaharian, diperlukan bebera- menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk
pa upaya konkrit, seperti melibatkan kembali miskin. Berdasar data BPS (1998), pemerintah
peran tokoh informal dalam kegiatan peng- berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin
galangan SDM petani secara sosial dan eko- dari 54,2 juta (1976) menjadi 22,5 juta, namun
nomi; melibatkan tokoh agama dalam memba- kembali meningkat sekitar 23,8 persen
ngun etos kerja dan strategi hidup produktif menjadi 49,5 juta pada awal tahun 1999 yang
dan hemat; memberikan pelatihan/peningkatan ditenggarai sebagai akibat krisis tersebut.
kemampuan SDM agar dapat mengarahkan Semakin terbukanya akses petani pa-
petani pada unit ekonomi yang produktif; dan da era globalisasi sebagai suatu proses
melakukan pengkaderan bagi generasi (pe- perubahan akibat perkembangan teknologi
tani) muda pertanian, baik keterampilan dan daerah, membutuhkan perlunya strategi
maupun persepsi nilai kerja agar tidak terjadi alternatif dalam mengatasi masalah dan dile-
putusnya generasi pekerja pertanian dalam ma petani (kekurangan dari segi ekonomi/sub-
masyarakat di pedesaan. Di samping itu seca- sisten). Usaha utama mereka adalah berupaya
ra evolutif, pengeluaran anggota rumahtangga menekan pola konsumsi yang konsumeris,
petani berusaha lebih diefisienkan dan diarah- dengan menyesuaikan pengeluaran dengan
kan dari hal-hal yang bersifat seremonial yang penghasilan, mengerahkan seluruh anggota
umumnya boros dengan mengarahkannya keluarga untuk dapat menghasilkan bahan
kepada aktivitas yang hemat waktu dan biaya. makanan dan barang kebutuhan lainnya. Hal
Jadi, sifat kedinamisan pemberdayaan terse- ini membuktikan bahwa kaum tani selalu
but selalu diperhatikan sebagai faktor utama dinamis (tidak statis seperti yang secara klise
dalam penyesuaian sebagai langkah menuju dalam kepustakaan), bergerak terus antara
pencapaian keseimbangan terhadap berbagai dua kutub mencari pemecahan dilema pokok
perubahan yang akan terjadi. mereka. Keadaan ini melibatkan proses pem-
berdayaan sebagai adaptasi (penyesuaian)
PEMBERDAYAAN: TERKAIT KONSEP untuk menopang mereka dalam memperta-
EKONOMI KERAKYATAN hankan diri dan sesamanya, dalam suatu
tatanan hidup sosial.
Sentralitas dan sifat top down meka-
Aliran neo-klasik yang dianut paradig- nisme pembangunan yang terwujud dalam
ma pembangunan pertanian, nyatanya kurang aplikasi teknologi berisi input eksternal yang
berhasil mencapai pertumbuhan yang adil menuntut modal tinggi untuk memperbaiki
bahkan menciptakan ketergantungan di tingkat proses produksi dan memperbaiki produkti-
nasional dan lokal (Korten dan Sjahrir, 1984). vitas, hanya mampu diadopsi dan dinikmati
Campur tangan pemerintah menjadi terlalu petani berlahan luas (lapisan menengah dan
jauh dalam proses hegemoni globalisasi dan atas). Pengaplikasian paket teknologi tersebut

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 29 - 42

38
berdampak luas terutama menjadi longgarnya Secara umum, keberpihakan pada
ikatan nilai dan norma lokal yang berorientasi ekonomi kerakyatan juga penting, tidak hanya
sosial dan bersifat komunal sebagai akibat bagi aktivitas petani tradisional secara mikro,
lebih mengedepankan efisiensi ekonomi. tapi juga bagi pembangunan regional secara
Sementara, pengetahuan lokal (indigenous makro. Peningkatan aksesbilitas menjadi
knowledge) yang ada dan berkembang di ma- unsur pendukung yang sangat berperan dalam
syarakat, penerapan dan pelestariannya se- memperlancar arus informasi terhadap pusat
makin terhambat. perekonomian dan pelayanan. Keberhasilan
Masyarakat selanjutnya jadi semakin pembangunan pertanian secara nasional dan
tergantung pada nilai dan kekuatan luar desa regional secara langsung dan tidak langsung
seperti pasar dan industri perkotaan yang mempengaruhi aktivitas ekonomi kerakyatan
bersifat ekonomi dan individualis; dimana ukur- yang mengarah pada kemampuan beradaptasi
an yang digunakan tidak lagi menyangkut terhadap dinamika perekonomian secara kese-
kelestarian dan kebersamaan, melainkan eks- luruhan.
ploitasi dan sukses finansial semata. Artinya, Terlebih bila mengingat bahwa mulai
masyarakat desa sangat rapuh terhadap faktor tahun 1984, kebijakan pembangunan ekonomi
yang berada di luar pengendaliannya. Impli- dengan memacu pertumbuhan industri, justru
kasi lain adalah memudarnya keterjaminan meninggalkan sektor pertanian dan penuh
sumber nafkah bagi kaum tani yang selama ini ketergantungan pada impor. Pembangunan
eksis dan hidup di pedesaan akibat memu- pertanian mulai didominasi oleh perusahaan
darnya sistem ekonomi moral yang sebenar- besar terutama perkebunan, peternakan, dan
nya; dimana etika subsistensi yang berakar perikanan, dimana melibatkan rakyat berupa
dalam kebiasaan ekonomi dan pertukaran PIR. Namun, krisis ekonomi 1997-1999 me-
sosial tidak dapat difungsikan dalam era pem- nyadarkan pemerintah akan berbagai kekeli-
bangunan modern (Scott, 1981). ruan pembangunan ekonomi nasional semen-
Tekanan ekonomi kapitalis yang makin jak tahun 1984. Krisis ekonomi memposisikan
kuat ke pedesaan, berupa penerapan tekno- sektor pertanian dan pedesaan menjadi pe-
logi modern dan sistem pasarisasi yang nyelamat perekonomian nasional sebagai
mengutamakan efisiensi, bukan saja meng- dampak krisis ekonomi tersebut.
akibatkan makin hilangnya peluang dan ke- Pertumbuhan sektor pertanian masih
sempatan bertani sebagian besar petani, positif meskipun terjadi kontraksi yang cukup
namun juga kian longgarnya norma dan nilai keras terhadap ekonomi nasional, disertai
ikatan sosial masyarakat yang terjalin di menurunnya produktivitas tenaga kerja, dan
pedesaan. Ekonomi uang menyebabkan makin membengkaknya kemiskinan pedesaan. Kon-
lemahnya peran kelembagaan petani, yang tribusi sektor pertanian meningkat drastis
dipandang cenderung involutif dengan lebih terhadap pendapatan devisa. Pembangunan
menekankan hubungan produksi dalam bentuk ekonomi nasional harus mengoptimalisasikan
resiprositas. Namun, masih kuatnya sentimen manfaat sumberdaya domestik secara keber-
individu dalam kelompok dan kemampuan me- pihakan dan berkeadilan, dan harus melibat-
respon perkembangan teknologi dapat diantisi- kan secara aktif masyarakat dalam perekono-
pasi dengan beradaptasi terhadap kemajuan mian (ekonomi kerakyatan) disertai desentra-
pembangunan. Di beberapa wilayah yang lisasi manajemen pemerintahan. Krisis ekono-
traditional society-nya masih hidup dan berta- mi juga menumbuhkan kembali keyakinan
han, hal tersebut adalah sebagai aset pemba- bahwa sektor pertanian dapat berperan seba-
ngunan yang perlu ditingkatkan tanpa meng- gai motor penggerak pertumbuhan nasional
hancurkan inti budaya yang menjiwainya. melalui pengembangan ekonomi kerakyatan di
Strategi tersebut juga dapat menjadi salah pedesaan.
satu potensi yang bisa dikembangkan menjadi Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu
lembaga yang mampu mengadopsi teknologi gagasan atau ideologi baru tentang pereko-
dan berorientasi pasar, serta bermanfaat bagi nomian, namun merupakan percobaan peru-
mempertahankan usaha bertani dan penda- musan dasar interpretasi serta cita-cita
patan kaum petani. pembangunan masyarakat adil dan makmur.
Untuk itu, dalam penyusunan suatu konsep

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI: KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG
TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN Roosganda Elizabeth

39
pembangunan perlu dipahami, sedikitnya tiga ngunan pertanian baru, antara lain melalui
pertanyaan pokok yang sangat penting untuk partisipasi aktif sebagai pemberdayaan petani
mengetahui kejelasan hubungan antara kon- dan masyarakat pedesaan, pengembangan
sep pembangunan dan ideologi yang menda- SDM, peningkatan penguasaan lahan dan
sarinya, yaitu: hal orientasi dan arah pemba- asset produktif. Selain itu juga perlu peme-
ngunan; apakah dan siapakah yang menjadi rataan pemilikan pada aset produktif pertanian,
pendorong dan pelaksana pembangunan ter- teknologi, dan pembiayaan. Dengan strategi
sebut; dan dalam suasana sosial politik yang ini, pertanian akan menjadi basis pertumbuhan
bagaimana pembangunan tersebut diadakan. ekonomi Indonesia masa depan.
Meski demikian, dibutuhkan interpre-
tasi dan penerjemahan dalam suatu strategi KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
dan program pembangunan yang lebih ber-
fungsi dan menjamin arahnya pada cita-cita
tersebut. Artinya, dana dan daya-upaya dalam Indonesia memiliki potensi SDA dan
strategi dan program pembangunan harus SDM yang besar. Potensi SDA dikombinasikan
terpusat pada perbaikan nasib rakyat yang dengan hak penguasaan lahan dan SDM yang
materiil dan spiritualnya masih terbelakang. berkualitas, sehingga SDA tersebut mampu
Terlebih bila mengkaji bahwasanya lebih 80 dikelola dengan baik melalui penerapan tek-
persen rakyat Indonesia hidup di pedesaan, nologi maju, guna meningkatkan produktivitas
dimana hanya sekitar 10-15 persen yang dan pendapatan masyarakat petani. Tekanan
merupakan golongan menengah-atas. Bahkan ekonomi kapitalis ke pedesaan, berupa pene-
dari sekitar 80 persen sisanya merupakan rapan teknologi modern dan sistem pasar yang
rakyat desa serba kekurangan, 40 persennya mengutamakan efisiensi, bukan saja meng-
tergolong rakyat desa sangat miskin dan akibatkan hilangnya kesempatan berusahatani
miskin (Sumawinata, 2004). Sementara itu, bagi petani, namun juga makin longgar dan
data BPS (2004) menyebutkan bahwa sudah melemahnya ikatan sosial yang terjalin dalam
lebih dari 30 persen penduduk yang tinggal di masyarakat di pedesaan. Diperlukan revitali-
daerah perkotaan. sasi melalui peningkatan peran (pemberda-
Bukan berarti seluruh dana harus dita- yaan) petani sebagai asset pembangunan. Hal
namkan pada pembangunan di desa, namun ini perlu diarahkan pada proses efisiensi
pembangunan desa dan masyarakatnya (de- usahatani guna meningkatkan produktivitas
ngan beragam kebutuhan dan permasalahan- dan pendapatan petani, pemerataan akses
nya yang kompleks), harus menjadi pusat dan kontrol terhadap sumberdaya ekonomi
perhatian pembangunan. Untuk itu, dukungan (lahan dan modal) dan jaringan pasar, serta
dan bantuan pembangunan dari daerah per- bertumpu pada keseimbangan ekologi sehing-
kotaan (terkait industrialisasi) sangat dibutuh- ga dapat berkelanjutan.
kan sebagai penyedia kebutuhan pembangun- Kemampuan petani dalam merespon
an di pedesaan. Arti membangun bukan perkembangan teknologi dan beradaptasi
sekedar meningkatkan kemampuan semata, dengan kemajuan pembangunan perkonomian
namun membangun keinginan dan kesadaran yang ada perlu ditingkatkan tanpa menghan-
untuk bebas dari keterbelakangan, kemiskinan curkan norma dan nilai serta inti budaya yang
dan berbagai hambatan untuk maju dan menjiwainya. Hal ini bukan saja berguna untuk
berkembang. meningkatkan produksi dan produktivitas pe-
Dengan demikian, pertimbangan eko- tani tapi juga bermanfaat bagi peningkatan
nomi kerakyatan dan efisiensi menjadi dasar pendapatan buruh tani yang sebagian besar-
penyesuaian dalam upaya pemberdayaan nya merupakan masyarakat miskin. Konteks
petani tersebut demi peningkatan pendapatan ini memungkinkan kebijakan makro tingkat
dan kesejahteraan rumah tangga pedesaan. nasional yang lebih tepat yang dapat mem-
Untuk itu, paradigma pembangunan pertanian bantu mengatasi keterbatasan petani, serta
harus direvitalisasi menjadi peningkatan kua- memungkinkan mengembangkan kerangka
litas hidup dan kesejahteraan petani serta institusional yang dapat mengaitkan teknologi
pembangunan pedesaan. Oleh karenanya, “tepat guna” dengan petani secara sistem
perlu dilakukan revitalisasi kebijakan pemba- interaktif atas kekuatan sendiri. Pola pember-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 29 - 42

40
dayaan masyarakat petani melalui sekolah DAFTAR PUSTAKA
lapang seperti SLPHT, pelatihan ke luar negeri
(Jepang) dapat terus dilakukan dengan bebe-
Bahari, S. 2002. Petani dalam Perspektif Moral
rapa penyempurnaan.
Ekonomi dan Politik Ekonomi; dalam
Masalah keterbatasan petani yang men- Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun
jadi penyebab kemiskinan lebih merupakan Gunawan W. (2002). Akatiga Bandung.
kondisi struktural sehingga diperlukan peru- Chambers, R. 1987. Pembangunan Desa. Mulai
bahan struktural untuk mengatasinya. Agenda dari Belakang. LP3ES. Jakarta.
reforma agraria dan program-program pembia- Elisabeth, Roosganda dan V. Darwis. 2003.
yaan pertanian yang mudah diakses petani. Karakteristik Petani Miskin dan Per-
Secara bertahap diperlukan perubahan per- sepsinya terhadap Program Jaring Pe-
sepsi terhadap pekerjaan sektor pertanian ngaman Sosial. Jurnal SOCA, Vol.3. No.2.
yang dipandang sebagai pekerjaan kurang Juli 2003. Universitas Udayana. Bali.
terhormat dan alternatif terakhir. Adopsi tek- Elisabeth, Roosganda. 2005. Restrukturisasi Kete-
nologi modern yang dilakukan secara selektif nagakerjaan dalam Proses Modernisasi
seperti pola tanam yang mengikutsertakan Berdampak Perubahan Sosial pada
komoditas hortikultura, pengembangan kebun Masyarakat Petani. Jurnal SOCA Vol.6.
buah-buahan (fruits estate), dan pengemba- No. 1: 13-20. Universitas Udayana. Bali.
ngan pertanian organik, diharapkan dapat Etzoni, A. 1985. Organisasi-Organisasi Modern. UI.
merubah persepsi buruk pertanian. Press & Pustaka Bradjaguna. Jakarta.
Pemberdayaan petani merupakan upaya Hadiz, V. R. and Daniel D. (eds). 2005. Social
menciptakan iklim (suasana) kondusif, untuk Science and Power in Indonesia. Equinox
membangkitkan kesadaran berkembangnya Publishing. Jakarta Singapore. ISEAS.
potensi yang dimiliki dengan mendorong, Hayami, Y. dan M. Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi
memotivasi, menciptakan/membuka aksesbi- Desa. Obor. Jakarta.
litas berbagai peluang, mengurangi atau bah- Horton, B.P. and C.L.Hunt. 1984. Sociology; dalam
kan menghilangkan intervensi dan dominasi A.R.Nurmanaf, Roosganda E, Rita N. S,
pemerintah terhadap perbaikan sistem dan A. Bagyo. (2000). Laporan Hasil Penelitian.
mekanisme pemasaran komoditas. Ekonomi Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan
Kerakyatan merupakan suatu gagasan atau Pengembangan Pertanian. Bogor.
ideologi baru tentang perekonomian yang Korten, D.C.dan Sjahrir. 1984. Pembangunan
mencoba merumuskan dasar interpretasi serta Berdimensi Kerakyatan. Obor. Jakarta.
cita-cita pembangunan masyarakat adil dan Kurtz, M. J. 2000. Understanding Peasang
makmur. Pertimbangan ekonomi kerakyatan Revolution: from Concept to Theory Case
dan efisiensi menjadi dasar penyesuaian da- in Theory and Society (29:93-124).
lam upaya pemberdayaan petani demi pening- http://www.ekonomirakyat.org/edisi_1/
katan pendapatan dan kesejahteraan rumah artikel_5.htm. (04 Juni ’06).
tangga di pedesaan. Landsberger dan Alexandrov. 1981. Pergolakan
Petani dan Perubahan Sosial, dikutip dari
Perlu dilakukan revitalisasi paradigma “Social Origins of Dictatorship and De-
dan kebijakan pembangunan pertanian baru mocracy” Barington Moore (1966). Boston.
dari pendekatan SDA dan teknologi ke arah
Long, N. 1987. Sosiologi Pembangunan Pedesaan.
pembangunan pertanian yang lebih holistik Bina Aksara. Jakarta.
(SDA, SDM, teknologi dan kelembagaan)
melalui partisipasi aktif sebagai pemberdayaan Manning, Chris. 2000. Labour Market Adjustment to
Indonesia’s Economic Crisis: Context,
petani dan masyarakat pedesaan, pengemba-
Trend, and Implications. Bulletin of Indo-
ngan SDM, peningkatan penguasaan lahan nesian Economic Studies (BIES). Vol. 36.
dan asset produktif, pemerataan dan pening- No.1 April 2000:p.105-136. ANU Canberra.
katan pemilikan asset produktif pertanian,
Marzali, A. 2003. Strategi Peisan Cikalong dalam
teknologi, pembiayaan, pengembangan per- Menghadapi Kemiskinan. Obor. Jakarta.
tanian-pedesaan dan lembaga keuangan
pedesaan yang mandiri, serta pengembangan Masinambow, E.K.M. 1997. Klasifikasi Tipologi Ko-
munitas Desa di Indonesia; dalam Koen-
basis sumberdaya pertanian.
tjaraningrat dan Antropologi di Indonesia.
Obor. Jakarta.

FENOMENA SOSIOLOGIS METAMORPHOSIS PETANI: KE ARAH KEBERPIHAKAN PADA MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN YANG
TERPINGGIRKAN TERKAIT KONSEP EKONOMI KERAKYATAN Roosganda Elizabeth

41
Penny, D. H. 1990. Kemiskinan. Peranan Sistem Soekanto, S. 1984. Beberapa Teori Sosiologi ten-
Pasar. UI Press. Jakarta. tang Struktur Masyarakat. PT. Raja Gra-
Poerwadarminta,W.J.S. 1985. Kamus Umum Baha- findo Persada. Jakarta.
sa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Soekanto, S. 2004. Sosiologi. Suatu Pengantar. PT.
Prakash, S. 2000. Poverty and Environtment Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Linkages: Reflection on the Poverty Trap Sumawinata, S. 2004. Politik Ekonomi Kerakyatan.
Thesis. CREED Working Paper No.12, Gramedia. Jakarta.
February, 1997. http://www.iied.org.docs/ Sumodiningrat, G. 1997. Pembangunan Daerah dan
eep/creed12e.pdf. (17/07/2006). Pemberdayaan Masyarakat. Bina Rena
Rachman, A. MA. 1996. Traditional Information Pariwara. Jakarta.
Capture and Environmental Knowledge. Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyara-
Mimbar Sosial Ekonomi (Sosek), 9 (2): 36- kat dan Jaring Pengaman Sosial. Grame-
52. IPB. Bogor. dia. Jakarta.
Rambo, A.T. 1982. Human Ecology Research on Uphoff, N. 1992. Local Institution and Participation
Tropical Agro-ecosystems in South Asia. for Sustainable Development. IIED.
East-West Environtment and Policy Insti- London.
tute. Honolulu.
Valentine,C.A. 1968. Culture and Poverty. The
Redfield, R. 1982. Masyarakat Petani dan Kebu- University of Chicago Press. Chicago &
dayaannya. CV. Rajawali. Jakarta. London.
Sajogyo. 1982. Bunga Rampai Perekonomian Desa. Wiradi, G. 1993. Karya Chayanov Ditinjau Kembali.
Obor. Jakarta dan IPB Bogor. Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI). IPB.
Sajogyo. 1993. Partisipasi Petani. PSP. IPB. Bogor. Bogor.
Saptana, Handewi P. S. R, Tri B.P. 2003. Struktur Wiradi. 2002. Menuju Keadilan Agraria:70 Tahun
Penguasaan Lahan dan Kelembagaan Pa- Gunawan Wiradi. Akatiga.Bandung.
sar Lahan di Pedesaan; dalam Efisiensi Wolf, E. R. 1985. Petani. Suatu Tinjauan Antro-
dan Daya Saing Sistem Usahatani Bebe- pologis. C.V. Rajawali. Jakarta.
rapa Komoditas Pertanian di Lahan Sa-
wah. Prosiding. (2004). Pusat Penelitian Worsley, P. (editor). 1991. Pengantar Sosiologi:
Sosial Ekonomi dan Pengembangan Per- Sebuah Pembanding. Jilid 1, dan Jilid 2.
tanian (PSE). Bogor. Penerjemah: Hartono H. Tiara Wacana.
Yogyakarta.
Scott, J. C. 1981. Moral Ekonomi Petani. Per-
golakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Yuliati, Y. Mangku, P. 2003. Sosiologi Pedesaan.
LP3ES. Jakarta. Pondok Pustaka. Yogyakarta.
Scott, J. C. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Obor.
Jakarta.

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 29 - 42

42

You might also like