You are on page 1of 13

KOMUNITAS KELELAWAR (Ordo Chiroptera)

DI BEBERAPA GUA KARST GUNUNG KENDENG


KABUPATEN PATI JAWA TENGAH
Kamal Tamasuki*, Fahma Wijayanti, Narti Fitriana
Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

*Corresponding author: kamal_tamasuki@yahoo.com

Abstract

The existance of bats in cave type with diverge managerial system are influenced abundance and
species bats. This research was conducted from January to June 2012 that counting abundance and
to identify bats at Gunung Kendeng Karst Area Pati Central Java. The bats were collected by using
mist net and stalk net at flying track surrounding cave’s mouth of Pancur Cave, Serut Cave,
Bandung Cave, Pawon Cave, Larangan Cave and Gantung Cave. Bats abundance at Pancur Cave
amount ± 484 bats, Serut Cave amount ± 1233 bats, Bandung Cave amount ± 715 bats, Pawon
Cave amount ± 392 bats, Larangan Cave ± 23 bats and Gantung Cave ± 5 bats. The six species
were collected from this research, such as Cyanopterus horsfieldii, Hipposederos larvatus,
Hipposideros bicolor, Rhinolophus affinis, Murina suilla dan Miniopterus australis. The analyst
result is used Diversity Index of Shannon-Wiennner showed the highest diversity at Pancur Cave
(H=0,35054) and the lowest at Gantung Cave (H=0,13633). Similarity index of shannon Evenness
is showed the highest similarity at Pancur Cave (E=0,50572) and the lowest at Larangan Cave
(E=0). Domination index of simpson is showed the highest domination at Pancur Cave
(C=0,06805) and the lowest at Gantung Cave (C=0,00189). Hipposederos larvatus and
Miniopterus australis are species that common and often founded during this research.
Keyword: Bats, cave, karst, Gunung Kendeng

PENDAHULUAN ekonomi, hilangnya kelelawar sangat meru-


Indonesia memiliki keanekaragaman gikan manusia. Karena kelelawar merupakan
hayati tinggi yang mencakup keanekaragaman hewan penyerbuk berbagai jenis tumbuhan
flora, fauna dan mikroba (Primack et al., pertanian seperti durian, petai dan pisang serta
1998). Tingginya keanekaragaman hayati ini merupakan hewan pemangsa serangga hama
dikarenakan wilayah Indonesia yang terletak pertanian (Wijayanti, 2001). Selain itu kelela-
di daerah tropik, memiliki berbagai macam war merupakan penghasil guanoyang memi-
tipe habitat, serta berbagai isolasi sebaran liki nilai ekonomi tinggi. Wiyatna (2003)
berupa laut atau pegunungan (Noerdjito & menyatakan bahwa guano kelelawar memiliki
Maryanto 2005). Indonesia memiliki keaneka- kandungan bahan-bahan utama pupuk yaitu
ragaman jenis kelelawar yang cukup tinggi, 10%, nitrogen, 3%, fosfor dan 1% potasium.
lebih dari 205 jenis kelelawar yang terdiri dari Kelelawar juga memiliki peranan dalam
72 jenis kelelawar pemakan buah (Megachi- mengendalikan populasi serangga yang
roptera) dan 133 jenis kelelawar pemakan menjadi hama dan vektor penyebaran penya-
serangga (Mikrochiroptera); atau sekitar 21% kit menular. Kelelawar yang memiliki rata-
dari jumlah jenis di dunia yang telah diketahui rata berat tubuh sekitar 17 gram dan mampu
(Suyanto 2001).Kelelawar berperansebagai memakan serangga seberat seperempat dari
penyeimbang yang penting dalam proses berat tubuhnya setiap malam, tentunya
ekologi yang kompleks melalui interaksi- berperan penting dalam mengendalikan
interaksinya. Seperti pada penyebaran benih, populasi serangga sehingga tidak terjadi
penyerbukan, dan penyeimbang populasi ledakan populasi yang berarti menjadi hama
serangga (Aguirre et al., 2003). Dari segi (Wijanarko, 2008).

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2 88


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

Keanekaragaman hayati dan peranan diharapkan, diperlukan informasi yang luas


kelelawar di ekosistem belum mendapatkan mengenai ekosistem gua serta segala sesuatu
perhatian lebih dari pemerintah maupun yang menyangkut berlangsungnya proses
masyarakat dalam usaha konservasi kelela- ekologi yang terkait. Penelitian tentang
war. Masyarakat pada umumnya menganggap keanekaragaman jenis kelelawar di kawasan
kelelawar sebagai hama karena memakan karst Gunung Kendeng Kabupaten Pati Jawa
buah-buahan dari tanaman budidaya, sehingga Tengah sangat diperlukan.Penelitian ini ber-
banyak perburuan kelelawar yang menyebab- tujuan untuk mengetahui keanekaragaman
kan habitatnya terganggu dan populasi jenis kelelawar (Chiroptera) pada beberapa
kelelawar di alam menurun. Ekosistem gua gua di kawasan karst Gunung Kendeng
karst merupakan salah satu ekosistem yang Kabupaten Pati Jawa Tengah.
paling rentan terhadap perubahan lingkungan
di muka bumi lebih dari 50% Mikrochirop- MATERIAL DAN METODE
tera dan 20% Megachiroptera tinggal di gua. Penelitian dilakukan di gua-gua yang
Sebagai penghuni gua, kelelawar memiliki ditentukan sebagai lokasi pengambilan sam-
peranan yang sangat penting bagi ekosistem pel yaitu Gua Serut, Gua Bandung, Gua
di dalam gua, namun hingga saat ini kawasan Pawon, Gua Pancur,dan Gua Larangan yang
gua tidak luput dari usaha-usaha eksploitasi terdapat di kawasan karst Gunung Ken-
yang berpotensi menghancurkan fungsi gua deng,Kabupaten Pati Jawa Tengah (Gambar
baik sebagai habitat alami kelelawar maupun 1). Identifikasi spesimen dilakukan di Pusat
sebagai pengatur siklus hidrologi. Selain Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif
ekosistem gua yang merupakan tempat Hidayatullah Jakarta.
berlangsungnya proses adaptasi dan evolusi Alat yang digunakan dalam penelitian
berbagai jenis organisme (Rahmadi, 2007). ini antara lain: jaring kabut, jaring bertangkai,
Wilayah Pati yang terletak di Kecamatan kantong blacu, head lamp, lampu senter,
Kayen, Sukolilo dan Tambakromo memiliki meteran gulung, tali rafia, GPS, anemometer,
bentang alam karst. Kawasan karst Kendeng lux meter, higrometer, termometer, timban-
di Pati memiliki struktur geologi berupa gan, jangka sorong digital, galah dan kamera
rekahan-rekahan. Formasi karst Kendeng digital. Bahan yang digunakan dalam peneli-
Utara memiliki banyak rekahan, baik yang tian ini antara lain: eter, kelelawar, alkohol
berukuran minor maupun mayor. Rekahan- 96%, aquades, alat tulis, plastik sampel dan
rekahan ini merupakan cikal bakal pemben- kertas label.
tukan dan perkembangan sistem perguaan di Pengoleksian dan estimasi populasi
kawasan kars setelah mengalami proses kelelawar dilakukan di enam gua yang
pelarutan dalam ruang dan waktu geologi. terdapat di kawasan karst Pegunungan
Kawasan karst Gunung Kendeng Kabupaten Kendeng Pati Jawa Tengah. Gua-gua yang
Pati merupakan salah satu contoh kawasan dipilih ditentukan berdasarkan hasil survey
karst yang memiliki banyak gua dengan pendahuluan dari gua-gua yang dihuni
karakteristik yang beragam. kelelawar. Diambil 6 gua berbeda dengan
Gua di kawasan karst Kendeng Utara panjang lorong yang ditentukan berdasarkan
merupakan tempat tinggal bagi komunitas stratified random sampling yaitu: a) Gua
kelelawar. Salah satu gua di kawasan ini dengan panjang lorong 0-50 m; b) Gua
dijadikan objek wisata, sehingga dikhawa- dengan panjang lorong 50-100 m; c) Gua
tirkan populasi kelelawar didalamnya maupun dengan panjang lorong 100-200 m; d) Gua
ekosistem gua itu sendiri akan mengalami dengan panjang lorong > 200 m.
gangguan, mengingat ekosistem terutama Pengoleksian kelelawar dilakukan pada
dalam kaitannya dengan ekosistem luar gua. pukul 15.00 – 20.00 WIB dengan mengguna-
Maka dibutuhkan pola pengelolaan gua yang kan jaring kabut pada jalur terbang kelelawar
tepat. Agar dapat dibuat pola pengelolaan gua yang berada di sekitar mulut gua. Jaring
yang tepat dan sesuai dengan tujuan yang bertangkai digunakan untuk mengoleksi kele-

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 89


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

lawar pada tempat roosting di dalam gua. pindahkan ke dalam kantung blacu. Kelela-
Sebelumnya, dilakukan pengukuran para- war yang tertangkap, dibius dengan eter
meter fisik seperti suhu udara (°C), kelem- kemudian ditimbang dan diukur dengan
baban udara relatif (%) dan kecepatan angin jangka sorong.
(m/s). Kelelawar yang tersangkut kemudian di

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Metode estimasi berbeda yang diguna- dentifikasi jenis kelelawar yang ditemukan.
kan dalam penghitungan jumlah kelelawar Cara mengidentifikasi jenis adalah menggu-
dilakukan dengan menghitung langsung nakan kunci identifikasi yang mengacu pada
jumlah kelelawar pada setiap kelompok di kunci identifikasi menurut Suyanto (2001)
tempat bertenggernya (Ceballos et al., 1997: dalam buku Panduan Lapangan Jenis-jenis
1221). Penghitungan dilakukan pada siang kelelawar di Indonesia.
hari saat kelelawar bertengger di dalam gua Indeks Keanekaragaman Jenis yang
dengan cara: digunakan adalah Indeks Keanekaragaman,
1) Diukur luas sarang dengan membuat kemerataan, kesamaan dan dominasi jenis.
proyeksi sarang ke lantai gua. Untuk mengetahui keanekaragaman jenis
2) Tiap satu sarang dibuat tiga kuadrat secara kelelawar pada setiap gua digunakan rumus
indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
acak masing-masing berukuran 1 m2.
(Bower dan Zar 1977).
3) Pada setiap kuadrat dihitung jumlah
kelelawar.
Jumlah kelelawar tiap sarang adalah luas Keterangan:
sarang dikalikan jumlah kelelawar rata-rata - H’= Indeks Keanekaragaman Shan-non-
pada setiap kuadrat. Wienner
Data yang dikumpulkan terdiri data - ni = jumlah individu jenis ke-i
karakteristik morfologi kelelawar, yang meli-
- N = jumlah individu seluruh jenis
puti ukuran tubuh (Gambar 3), untuk mengi-

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 90


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

Kisaran nilai indeks keanekaragaman (H’) lokasi gua yang diamati dengan menggunakan
(Odum 1971) adalah sebagai berikut: Indeks Sorensen (IS).
- H’ 1 Tingkat Keanekaragaman rendah
- 1 H’ 3 Tingkat Keanekaragaman
dengan:
sedang a = jumlah jenis di lokasi A
- H’ 3 Tingkat keanekaragaman tinggi b = jumlah jenis di lokasi B
c = jumlah jenis yang samapada kedua lokasi
Indeks keanekaragaman menunjukkan
kekayaan jenis dalam suatu komunitas dan Indeks Dominasi dihitung berdasarkan
juga memperlihatkan keseimbangan dalam Indeks Simpson dalam Krebs (1989) dengan
pembagian jumlah individu tiap jenis (Odum, menggunakan rumus:
1971). Nilai indeks keanekaragaman diguna-
kan untuk menentukan nilai indeks kemera- 2
taan jenis dengan menggunakan rumus indeks
kemerataan Shannon Evennes (Krebs, 1989). Keterangan :
- C = Indeks Dominasi
E= - ni = jumlah individu jenis ke-i
- N = jumlah total individu
Indeks Dominasi berhubungan terbalik
Keterangan:
dengan Keanekaragaman dan Kemerataan.
- E=Indeks Kemerataan Shannon Evenness
Nilai Indeks Dominasi (C) berkisar antara 0-
- H’=Indeks keanekaragaman Shannon- 1. Jika C mendekati 1, berarti dalam populasi
Wienner cenderung terjadi dominasi dari salah satu
- S=Jumlah Jenis jenis yang ada, dan bila C mendekati 0 maka
Kisaran nilai indeks kemerataan (E) dalam populasi cenderung tidak terjadi
(Ludwig & Reynolds, 1988) adalah sebagai dominasi.
berikut:
- E <0,4 Kemerataan rendah HASIL DAN PEMBAHASAN
- 0,4 < E < 0,6 Kemerataan sedang Berdasarkan hasil perhitungan yang
- E > 0,6 Kemerataan tinggi diulang sebanyak tiga kali, rata-rata jumlah
kelelawar penghuni Gua Bandung pada
Semakin kecil Indeks Kemerataan (E) akan
tanggal 1, 2 dan 3 Februari 2012 adalah
semakin kecil pula kemerataan suatu popu-
adalah ± 715 ekor. Jumlah kelelawar peng-
lasi, yang menunjukkan bahwa penye-baran
huni Gua Serut pada tanggal 1, 2 dan 3
jumlah individu setiap jenis tidak sama dan
februari adalah ± 1233 ekor. Jumlah rata-rata
ada kecenderungan terjadi dominasi dari jenis
kelelawar penghuni Gua Pawon adalah ± 392
yang ada. Semakin besar niliai Indeks Keme-
ekor. Rata-rata jumlah kelelawar penghuni
rataan (E) maka populasi menunjukkan keme-
Gua Larangan pada tanggal 8, 9 dan 10 April
rataan yang tinggi, yang menandakan bahwa
2012 adalah ± 23 ekor. Jumlah kelelawar
cenderung tidak terjadi dominasi antar jenis
penghuni Gua Pancur pada tanggal 13, 14 dan
yang ada.
15 april adalah ± 484 ekor dan Gua Gantung
Indeks kesamaan jenis digunakan untuk
pada tanggal 8, 9 dan 10 april adalah ± 5 ekor.
mengetahui kesamaan komposisi jenis antara

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 91


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

Gambar 2. Perbandingan kelimpahan kelelawar pada tiap gua

Keenam gua ini merupakan gua yang kelelawar. Jenis-jenis kelelawar yang ditemu-
terdapat di tiga wilayah kecamatan yang kan adalah sebagai berikut:
berbeda, yaitu Sukolilo, Kayen dan Tambak- 1.) Cyanopterushorsfieldii (Gray1843 dalam
romo. Yang membedakan keenam gua ini Cobert & Hill 1992).
adalah tipe gua tersebut. Terdiri dari dua tipe Ukuran dari hasil pengamatan adalah
yaitu gua yang masih aktif dan gua fosil. Gua FA: 76,30 mm; Tb: 26,80 mm; E: 16,11 mm;
Pancur, Bandung, Serut, Pawon adalah tipe Ukuran ini memiliki range yang sama
gua fosil. menurut Suyanto (2001), yaitu: FA: 64,00-
Berdasarkan hasil penelitian di kawasan 78,00 mm; Tb: 18,00-27,00 mm; E: 15,00-
karst Gunung Kendeng Pati Jawa Tengah 17,00 mm.Dari hasil pengamatan, C.
didapatkan 6 gua yang diamati (Gua Pancur, Horsfieldii yang ditemukan dalam penelitian
Gua Serut, Gua Pawon, Gua Bandung, Gua inimemiliki ciri-ciri mata besar, tidak
Larangan dan Gua Gantung) terdapat 24 memiliki tragus atau anti tragus, terdapat jari
individu yang terdiri dari 2 subordo: pada sayap kedua, memiliki ekor, hidung
Megachiroptera yang hanya terdiri dari 1 menyerupai tabung. Menurut Suyanto (2001),
famili (Pteropodidae) dengan 1 jenis kelela- C. horsfieldii ini memiliki distribusi di
war dan mikrochiroptera yang terdiri dari 3 Thailand, Semenanjung Malaysia Barat,
famili (Hipposideridae, Rhinolophidae dan Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Vespertilinoideae) dengan 6 jenis kelelawar
yang terdapat pada semua titik pengambilan

Gambar 3. Cyanopterushorsfiedii tampak ventral (Tamasuki, 2012)

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 92


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

2.) Hipposederos larvatus (Horsfield, 1823 meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa
dalam Cobert & Hill, 1992). Tenggara, Malaysia, Singapura, Thailand,
Berdasarkan hasil pengamatan, H. Vietnam, Cina, Myanmar dan India.
larvatus memiliki ukuran FA: 54,06-56,82 3.) Hipposideros bicolor (Temminck, 1834
mm; Tb: 17,83-19,79 mm; E: 9,94-16,43 mm; dalam Cobert & Hill, 1992)
Ukuran ini memiliki range yang sama Berdasarkan hasil pengamatan, H.
menurut Bonaccorso (1999), yaitu: FA: bicolor memiliki ukuran FA: 54,56-55,93
53,20-62,10 mm. Berdasarkan hasil penga- mm; Tb: 18,6-19,1 mm; E: 12,8-13,3 mm; T:
matan, H. Larvatus yang ditemukan dalam 21,09-21,84. Ukuran ini memiliki range yang
penelitian ini, memiliki ciri-ciri daun hidung sama menurut Suyanto (2001), yaitu: T: 19-
anterior berbentuk seperti ladam kuda, bagian 22 mm. Berdasarkan hasil pengamatan,
tengah daun hidung merupakan daging yang H.bicoloryang ditemuka n dalam penelitian
berbentuk seperti bantal pendek, sedangkan ini, memiliki ciri-ciri berukuran kecil dengan
daun hidung posterior membentuk struktur telinga besar, daun hidung menonjol yang
seperti kantung yang bersekat-sekat, rambut tidak memiliki tombak atau punggung, daun
bagian atas berwarna coklat terang, coklat hidung kecil tidak selebar moncong. Menurut
keemasan sampai hitam atau merah kecok- Suyanto (2001) distribusi H. bicolor meliputi
latan dan kadang-kadang oranye terang. Thailand, Malaysia, Suamatera, Kalimantan,
Rambut bagian bawah coklat, orange atau jawa dan Nusa Tenggara.
hijau kecoklatan. Distribusi H. larvatus

Gambar 4. Hipposideros larvatus tampak ventral (Tamasuki, 2012)

Gambar 5. Hipposideros bicolor tampak ventral (Tamasuki, 2012)

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 93


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

4.) Rhinolophus affinis (Horsfield, 1823 Tenggara, Malaysia, India ke timur sampai
dalam Cobert & Hill, 1992). Cina Selatan.
Berdasarkan hasil pengamatan, R.affinis 5.) Murina suilla (Temminck, 1840 dalam
memiliki ukuran FA: 47,12-49,63 mm; Tb: Cobert & Hill, 1992).
19,07-22,76 mm; E: 12,6-13,57 mm; T: Berdasarkan hasil pengamatan, M.
21,09-21,84. Ukuran ini memiliki range yang suilla memiliki ukuran FA: 35,13-39,56 mm;
sama menurut Suyanto (2001), yaitu: FA: Tb: 14,85-19,56 mm; E: 10,54-12,43 mm; T:
46,00-54,80 mm. Berdasarkan hasil penga- 27,01-31,65. Ukuran ini memiliki range yang
matan, R. affinis yang ditemukan dalam sama menurut Suyanto (2001), yaitu: FA:
penelitian ini, memiliki ciri yaitu daun hidung 28,00-31,00 mm; E: 10,50-13,00 mm; T:
kompleks yang terdiri dari daun hidung 26,00-35,00. M. Suilla yang ditemukan dalam
belakang yang berbentuk seperti segitiga; penelitian ini, memiliki ciri-ciri yaitu warna
daun hidung; dan daun hidung depan yang bulu coklat kekuningan sampai abu-abu
berbentuk tapal kuda, gigi seri atas kecil, ekor dipermukaan atas dan putih abu-abu pada
terbenam dalam selaputkulit antar paha, tidak permukaan bawahnya. Telinga sedang dengan
memiliki tragus sebagai gantinya terhadap tragus panjan ramping dengan lekukan di
antitragus. Pada bagian dorsal tubuhnya pangkalnya. Hidung menyerupai tabung kecil.
berwarna coklat gelap dengan bagian kepala Menurut Suyanto (2001), distribusi M. Suilla
yang berwarna lebih gelap dibagian dekat meliputi Malaysia, Sumatera, Nias, Kaliman-
telinga, bagian ventralnya lebih cerah. tan dan Jawa.
Menurut Suyanto (2003), Distribusi R. affinis
meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa

Gambar 6. Rhinolophus affinis tampak ventral (Tamasuki, 2012)

Gambar 7. Murina suilla tampak dorsal (Tamasuki, 2012)


Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 94
Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

6.) Miniopterus australis (Tomes, 1858 ekor yang eluruh ekornya terbenam dalam
dalam Cobert & Hill, 1992). selaput kulit antar paha. Menurut Kitchener
Berdasarkan hasil pengamatan, M. (2002), distribusi M. Australis meliputi
australis memiliki ukuran FA: 35,6-39,65 Sumatera, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara,
mm; Tb: 13,16-15,58 mm; E: 9,24-10,31 mm. Maluku, Sulawesi, Filipina, Papua dan Aus-
Ukuran ini memiliki range yang sama tralia. Jenis, sebaran dan presentase kelelawar
menurut Suyanto (2001), yaitu: FA: 34,00- tertangkap pada seluruh gua tersaji pada
40,00 mm; Tb: 11,00-15,70 mm; E: 8,50- Tabel 1.
10,50 mm.M. australis memiliki ciri-ciri, Nilai indeks keanekaragaman (H’),
yaitu ukuran tulang jari terakhir pada sayap Kemerataan (E) dan Dominasi (C) jenis
nomor tiga, panjangnya lebih dari tiga kali kelelawar pada masing-masing gua tersaji
panjang tulang tulang jari pertama, telinga pada Tabel 2, sedangkan Indeks Kesamaan
pendek bundar dengan lipatan dibagian (IS) jenis kelelawar tersaji pada Tabel 3.
belakang dengan tragus pendek tumpul
melengkung sedikit ke arah depan, memiliki

Gambar 8. Miniopterus australis tampak ventral (Tamasuki, 2012)

Tabel 1. Jenis, sebaran dan presentase kelelawar tertangkap pada seluruh gua
NO Famili/jenis Nama Lokal Gua Jumlah (%)
A B C D E F Individu
1. Hipposideridae
1. Hipposiderus larvatus Barong horsfieldii X X X - X - 8 34,8
2. Hipposiderosbicolor Barong dwiwarna X - X - - - 2 8,7
2. Rhinolophidae
3. Rhinolophus affinis Prok bruk hutan X - - - X - 3 13,04
3. Vespertilinoideae
4. Miniopterus australis Tomosu australi X X - X X - 6 26,08
4. Vespertilinoideae
5. Murina suilla Ripo tumpul/coklat - - - X - - 3 13,04
6. Cyanopterus sp Codot X 1 4,34
Jumlah 23 100
Keterangan: A = Gua Bandung, B = Gua Serut, C = Gua Pawon, D = Gua Pancur, E = Gua Larangan, F =
Gua Gantung, X = dijumpai
-

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 95


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

Tabel 2. Nilai indeks keanekaragaman (H’), Kemerataan (E) dan Dominasi (C) jenis kelelawar
pada masing-masing gua.

No. Gua H’ E C
1 Gua Pancur 0,35054 0,505721 0,06805
2 Gua Bandung 0,33175 0,239308 0,04726
3 Gua Serut 0,33175 0,478616 0,04726
4 Gua Larangan 0,30421 0,276902 0,03025
5 Gua Pawon 0,21238 0,306396 0,00756
6 Gua Gantung 0,13633 0 0,00189

Tabel 3. Nilai Indeks Kesamaan (IS) Jenis Kelelawar antar gua.

Lokasi Gua Gua Gua Gua Gua Gua


bandung serut pawon pancur larangan gantung
Gua bandung - 66,7% 66,7% 33,4% 85,7% 0
Gua serut - 50% 50% 80% 0
Gua pawon - 0 40% 0
Gua pancur - 40% 0
Gua larangan - 0
Gua gantung -

76,86% dan intensitas cahaya rata-rata 0,43


Gua Bandung terletak di Desa Kedung- lux. Kondisi di dalamnya lembab dengan
winong Kecamatan Sukolilo (06° 56’35. lapisan tanah yang basah dan berlumpur,
0S/110°54’36.6E) dengan elevasi 100 m dpl. disebabkan oleh masuknya limpahan air pada
Untuk mencapai mulut gua harus ke bukit saat hujan.
melalui jalan berundak 400 m. Pemandangan Gua Serut terletak di Desa Kedung-
sepanjang jalan berupa jalan berundak. Vege- winong Kecamatan Sukolilo (06°56’46.6S/
tasi di kawasan Gua Bandung adalah vegetasi 110°54’38.4E) dengan elevasi 150 m dpl.
hutan jati (Tectonagrandis) dan jagung (Zea Untuk mencapai mulut gua harus ke bukit
mays). Vegetasi di sekitar mulut gua cukup melalui jalan berundak 550 m. Pemandangan
lebat dan didominasi oleh pohon jati (Tecto- sepanjang jalan berupa jalan berundak.
nagrandis), pisang (Musapa-rasidiaca), paku- Vegetasi di kawasan Gua Serut adalah vege-
pakuan dan semak. Mulut Gua Bandung tasi hutan jati (Tectonagrandis), sirkaya dan
berbentuk elips yg melebar ke samping. jagung (Zeamays). Vegetasi di sekitar mulut
Tinggi mulut gua kurang lebih 25 meter dan didominasi oleh pohon jati (Tectona-grandis)
lebar 40 meter. Di sebelah kanan dan kiri dan semak. Mulut Gua Bandung berbentuk
mulut gua berupa batuan gamping. Gua persegi. Di sebelah kanan berupa tumpukan
Bandung berupa collapsedolline dengan dua batu gamping yang letakan secara sengaja
lorong dibagian bawah yang saling berha- oleh penambang batu gamping sebagai tan-
dapan. Masing-masing menghadap tenggara jakan dan sebelah kiri mulut gua berupa sisa-
(155°) dan timur laut (30°). Lorong timur laut sisa galian batuan gamping. Gua ini terdapat
berukuran kecil karena sebagian besar tertu- di lereng tengah sebuah tebing dengan pintu
tup runtuhan atap, sedangkan lorong satunya menghadap ke timur yaitu ke sebuah lembah
berukuran lebih besar. Gua Bandung memiliki dengan beda tinggi terhadap dasar lembah
suhu rata-rata 30,2°C; kelembaban rata-rata sebesar 10-15 m. Bentangan mulut gua 8 m,

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 96


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

tinggi 6 m, permukaan tanah di dalam lorong Gua Pancur terletak pada Desa Jim-
gua lebih rendah dibandingkan bagian mulut, baran Kecamatan Kayen (06°55.571’S/
dengan kemiringan sekitar 15°. Pada kedala- 110°58.670’E) dengan elevasi 46 m dpl. Gua
man horisontal 15 m, lorong ini bertemu ini terletak 20 km dari Kota Pati. Tinggi
dengan lorong lain yang membujur utara- mulut gua kurang lebih 4 meter dan lebar 7
selatan. Kondisi lantai di sekitar mulut gua meter. Di sebelah kanan mulut gua terdapat
bergelombang, diakibatkan oleh adanya bebe- batuan yang di tutupi oleh semak dan sebelah
rapa bekas galian dan timbunan tanah akibat kiri terdap mulut gua lain dari gua pancur
dieksploitasi oleh penambang liar. Gua Serut yang ukurannya lebih kecil dengan tinggi 4
memiliki suhu udara rata-rata 28,6°C. Suhu meter dan lebar 2 meter.
yang stabil dan sesuai untuk kelelawar. Ini Gua Larangan terletak di Desa Larang-
dikarenakan kelelawar merupakan hewan an Kecamatan Tambakromo (06° 54’ 18.0S/
berdarah panas (homoiothermis). Kelelawar 111°03’27.7E) dengan elevasi 158 m dpl.
memiliki batas toleransi suhu lingkungan Untuk mencapai mulut gua harus mele-wati
terhadap suhu tubuhnya. Setiap jenis kelela- jalan berkelok untuk untuk mencapai kebukit
war memiliki kisaran suhu yang berbeda-beda melalui jalan berundak 100 m. Pemandangan
terhadap tempat bertenggernya. Sebagian sepanjang jalan berundak di kawasan Gua
kelelawar bertengger pada suhu udara antara Serut berupa vegetasi semak berduri, hutan
26,67-32,22°C. Gua Serut memiliki kelem- jati (Tectonagrandis), srikaya (Annonasqua-
baban udara relatif rata-rata 76,8% dan mosa) dan padang rumput.Gua larangan
intensitas cahaya rata-rata 0,14 lux. Di bagian memiliki 2 mulut gua. Mulut pertama
sekitar mulut kondisi lantainya kering, memiliki tinggi kurang lebih 1,5 meter dan
semakin kedalam semakin lembab dan ber- lebar 3 meter dan mulut kedua memiliki
lumpur. Di bagian dalam lorong masih dapat tinggi 6 m dan lebar 5m. juga memiliki
dijumpai speleothem yang aktif. Terdapat ventilasi-ventilasi pada bagian atap dinding
ornamen yang umum pada gua berupa gua. Sehinnga memungkinkan cahaya
stalaktit. matahari masuk kedalamnya. Di sebelah
Gua Pawon terletak di Desa Kedung- kanan dan kiri mulut gua terdapat deretan
winong Kecamatan Sukolilo (06°56’22.9S/ bukit yang berlereng curam dibatasi oleh
110°54’15.2E) dengan elevasi 59 m dpl. struktur geologi batu gamping yang berwarna
Tinggi mulut gua kurang lebih 5 meter dan putih kotor kekuningan atau coklat muda.
lebar 7 meter. Di sebelah kanan dan kiri mulut Gua Gantung terletak di Desa Larangan
gua terdapat deretan bukit yang berlereng Kecamatan Tambakromo (06°54.199’S/ 111°
curam dibatasi oleh struktur geologi batu 03.823’E) dengan elevasi 150 m dpl. Untuk
gamping yang berwarna putih kotor keku- mencapai mulut gua harus melewati lereng
ningan atau coklat muda. Gua Pawon terletak tebing yang ditanami jagung dan cabai.
di lereng atas tebing dengan beda tinggi dari kondisi jalan berundak setinggi 150 m.
dasar lembah 20-25 m, kemiringan lereng Pemandangan sepanjang jalan berundak di
35°-40°, dengan arah hadap mulut ke barat kawasan Gua Gantung berupa vegetasi semak
(240°). Vegetasi di depan gua jarang sehingga berduri, hutan jati (Tectona grandis) dan
tanahnya mudah longsor. Sisa-sisa runtuhan padang rumput. Gua Gantung memiliki 2
atap banyak dijumpai di sepanjang tebing mulut gua. Mulut pertama memiliki tinggi
hingga dasar lembah. Ada kemung-kinan gua kurang lebih 1,5 meter dan lebar 2,5 meter
ini dahulunya memiliki atap yang panjang, dan mulut kedua memiliki tinggi 1,3 meter
yang kemudian runtuh hingga tinggal me- dan lebar 2 meter. Kedalaman gua yang
nyisakan lorong yang pendek secara sengaja dangkal memungkinkan cahaya matahari
di tutup pula oleh penambang setelah selesai masuk kedalamnya. Di sebelah kanan dan kiri
dilakukan penggalian batu gamping sehingga mulut gua terdapat deretan bukit yang
sebagian mulut gua tertutup. berlereng curam dibatasi oleh struktur geologi
batu gamping yang berwarna putih kotor

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 97


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

kekuningan atau coklat muda. Gua Gantung jenis gua wisata banyak dikunjungi oleh
memiliki suhu udara rata-rata 29,5°C; manusia yang bertujuan untuk melihat-lihat,
kelembaban rata-rata 67,3% dan intensitas penelitian, menangkap kelelawar dan tujuan
cahaya rata-rata 2,67 lux. Gua ini berukuran lainnya. Sedangkan Gua Larangan dan Gua
sangat kecil sehingga hanya dapat dimasuki Serut banyak dikunjungi oleh manusia untuk
oleh 5 orang dalam waktu yang sama. diambil batu fosfat didalamnya dan memburu
Jumlah kelelawar di Gua Serut lebih kelelawar.
banyak dibandingkan Gua Bandung, Gua Berdasarkan hasil pengamatan, para
Pawon, Gua Pancur, Gua Larangan, dan Gua penggali batu dan pemburu kelelawar sangat
Gantung. Hal ini menunjukkan bahwa faktor- mengusik kelelawar karena memburu kelela-
faktor pendukung kehidupan kelelawar yang war secara langsung. Ini menyebabkan kebi-
berupa faktor biotik dan faktor abiotik Gua singan yang diduga sangat menganggu kele-
Serut lebih mendukung perkembangan lawar. Menurut Altringham (1996), kelelawar
kelelawar dibandingkan dengan gua-gua sangat peka terhadap kebisingan, karena
lainnya. Menurut Altringham (1996), kondisi kebanyakan jenis kelelawar mem-punyai alat
gua yang jauh dari kebisingan, gelap, lembab pendengaran yang sangat sensitif sebagai
dan suhu yang stabil sesuai sebagai tempat adaptasi dari aktifitas hidupnya di malam hari.
beristirahat dan bereproduksi kelelawar. Menurut Tiedmann & Flavel (1987), kelela-
Dengan kondisi demikian kelelawar dapat war memilih tempat bertengger pada pohon-
berlindung dari pemangsa, mencegah evapo- pohon tinggi, cerobong asap, gedung-gedung
rasi, menjaga suhu tubuh dan berkembang tua dan gua untuk menghindari kebi-singan
biak dengan aman. yang disebabkan oleh manusia dan hewan
Menurut Russso et al., (2003) dalam lainnya.
mencari makan, kelelawar mempunyai Ukuran gua yang lebih besar menam-
kemampuan terbang dari tempat berteng- pung fauna yang lebih banyak. Gua Pancur
gernya sejauh 2 km.jarak maksimum perja- dengan memiliki lorong utama yang sangat
lanan terjauh tercatat adalah sekitar 5 km pada panjang dan cukup besar (panjang 300 m,
satu malam. Jarak antara Gua Serut, Gua lebar rata-rata 20 m), Gua Serut yang
Pawon dan Gua Bandung yang terletak di satu memiliki lorong pada zona gelap abadi yang
wilayah yang sama di Desa Kedungwinong memiliki ukuran yang sangat besar (panjang
hanya ± 3 km, sehingga wilayah tempat 250 m, lebar rata-rata 45 m), Gua bandung
pencarian makan kelelawar penghuni Gua (panjang 200 m, lebar rata-rata 40 m), Gua
Serut, Gua Pawon dan Gua Bandung diperki- Larangan (panjang 120 m, lebar rata-rata 30
rakan sama. Oleh karena itu, faktor makanan m), Gua Pawon (panjang 85 m, lebar rata-rata
bukan merupakan penyebab adanya perbe- 15 m) dan Gua Gantung (panjang 8 m, lebar
daan jumlah kelelawar di ketiga gua. rata-rata 4 meter), juga menyebabkan Gua
Faktor biotik lain yang diduga Pancur, Gua Serut, Gua Pawon dan Gua
mempengaruhi jumlah kelelawar di keenam Bandung menampung lebih banyak fauna
gua tersebut adalah manusia. Jumlah pengun- dibandingkan Gua Larangan dan Gua
jung ke Gua Pawon, Gua Gantung dan Gua Gantung. Hal ini sesuai dengan pendapat Cox
Bandung jauh lebih sedikit dibandingkan & Moore (1995) yang menyatakan bahwa
dengan Gua Pancur, Gua Larangan dan Gua habitat yang luas menampung lebih banyak
Serut. Berdasarkan hasil pengamatan pada jenis makhluk hidup di dalamnya diban-
masing-masing gua, diketahui bahwa Gua dingkan dengan habitat yang lebih sempit.
Pawon yang telah ditutup setelah banyaknya Gua Pancur yang memiliki ukuran yang tidak
penggalian, Gua Gantung yang berada di sisi berbeda jauh dibandingkan Gua Serut memi-
tebing berupa gua kecil dan Gua Bandung liki jumlah kelelawar yang lebih sedikit. Ini
yang letaknya menjorok jauh kebawah lebih dimungkinkan karena banyaknya aktifitas
sedikit dikunjungi oleh manusia.berbeda kunjungan manusia yang dapat mengakibat-
halnya dengan Gua pancur yang merupakan

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 98


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

kan kebisingan di Gua Pancur dibandingkan yaitu H. larvatus dan M. australis. Begitu
Gua Serut. pula pada Indeks Sorensen antara Gua Pawon
Lingkungan fisik ekosistem Gua Pancur dan Gua Bandung yang memiliki nilai yang
telah berubah dari keadaan aslinya. Ini akibat sama yaitu sebesar 66,7%. Karena terdapat
adanya pembangunan sarana penunjang dua jenis kelelelawar yang sama pada gua ini,
wisata pembangunan di mulut gua agar yaitu H. larvatus dan H. bicolor.
mudah dikunjungi. Begitu juga dengan Gua Jenis kelelelawar yang tersebar hampir
Larangan, Gua Serut, Gua pawon yang telah di setiap gua adalah H. larvatus dan M.
digali untuk diambil bebatuan di dalamnya. australis. Ini diduga karena keduanya memi-
Hal ini berbeda sekali dengan lingkungan liki tingkat toleransi dan adaptasi yang tinggi,
fisik Gua Bandung yang dibiarkan secara karena meskipun memiliki ekholokasi sampai
alami seperti aslinya. Menurut wijayanti 100 kHz (Kingston et al., 2000), bahkan di
(2001), ekosistem yang secara fisik mantap Gua Larangan dengan tingkat kebisingan
memungkinkan tercapainya komunitas yang tinggi karena banyaknya penduduk yang
klimaks dalam suksesi sehingga terjadi berkunjung dan penambangan liar, jenis ini
penimbunan keanekaragaman biologi yang tetap dapat menjadikan gua ini sebagai habi-
tinggi, sedangkan ekosistem yang berubah tatnya.
karena suatu gangguan akan mengalami
suksesi kembali (suksesi sekunder), sehingga KESIMPULAN
komunitasnya jauh dari kondisi klimaks. 1. Tingkat keanekaragaman jenis kelelawar
Indeks kesamaan jenis digunakan untuk (Chiroptera) di kawasan karst Gunung
mengetahui komposisi jenis kelelawar di Gua Kendeng Pati Jawa Tengah adalah rendah.
Bandung, Gua Serut, Gua Pawon, Gua 2. Terdapat perbedaan keanekaragaman jenis
Pancur, Gua Larangan dan Gua Gantung. Dari kelelawar (Chiroptera) pada beberapa gua
hasil peritungan, diperoleh besarnya Indeks dengan pengelolaan berbeda di kawasan
Sorensen antara Gua Bandung dan Gua karst Gunung Kendeng Pati Jawa Tengah.
Larangan sebesar 85,7%. Hal ini menandakan
bahwa kesamaan jenis kelelawar di kedua gua DAFTAR PUSTAKA
ini merupakan yang tertinggi. Karena kondisi Aguirre, L., Lens, L., & Matthysen, E. (2003).
habitat secara keseluruhan di kedua lokasi ini Pattern of Roost use by bats in a neo-
hampir sama. Dilihat dari kesamaan jenis, tropical savanna: imlications for conser-
terdapat tiga jenis kelelelawar yang ditemu- vation. J Biological Conservation 111,
kan sama di kedua gua ini, yaitu H. larvatus, 435-443.
R. affinis dan M. australis. Indeks Sorensen Ahlen, I. (1993). The Bats Fauna of Some
antara Gua Serut dan Gua Larangan sebesar Isolated Island in Scandinavia. Oikos41,
80%. Hal ini menandakan bahwa kesamaan 352-358
jenis kelelawar di kedua gua ini cukup tinggi Altringham, J. D. (1996). Bats Biology and
pula. Dilihat dari kesammaan jenis, terdapat Behaviour. Oxford University Press.
dua jenis kelelawar yang ditemukan sama di New York.
gua ini, yaitu H. larvatus dan M. australis. Apriandi, J. D. (2004). Keanekaragaman dan
Indeks Sorensen antara Gua Pancur dan Kekerabatan Jenis Kelelawar Berdasar-
Gua Pawon adalah IS = 0, karena tidak ada kan Kondisi Fisik-Mikroklimat Tempat
jenis yang sama pada kedua gua ini. Begitu Bertengger pada Beberapa Gua di
pula IS antara kelima gua yang ada dengan Kawasan Gua Gudawang. Skripsi.
Gua Gantung yang memiliki nilai IS = 0. Departemen Konservasi Sumberdaya
Indeks Sorensen antara Gua Serut dan Gua Hutan Fakultas Kehutanan Institute
Bandung sebesar 66,7%. Hal ini menandakan Pertanian Bogor. Bogor.
bahwa kesamaan jenis di kedua gua ini tinggi. Ceave, A. (1999). Bats a Portrait of The
Dilihat dari kesamaan jenis, terdapat dua jenis Animal World. TODTRI Book
kelelawar yang sama ditemukan di gua ini, Publishers. New York.

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 99


Kamal Tamasuki dkk Komunitas Kelelawar
_______________________________________________________________________________________________

Cobert, G. B., & Hill, J. E. (1992). The Russo, D., Cistrone, L., Jones, G., &
Mammals of The Indomalaya Region: A Migliozzi, A. (2003). Habitat selection
Systematic Review. Oxford University by the mediterranean horshoe bat,
Press. Oxford. Rhinolophus euryale (Chiroptera:
Kingston, T., Liem, B. L., & Akbar, Z. Rhinolopidae). in a rural area of
(2006). Bats of Krau Wildlife Reserve. southern Italy and Implications for
University Kebangsaan Malaysia. conservation. J Biolo-gycal
Bangi. Conservation.107, 71-81.
KPG “Hira” Himakova. (2004). Ekspedisi Samodra, H. (2001). Nilai Strategis Kawasan
Gua Gimbar Way Canguk Taman Karst di Indonesia. Pengelolaan dan
Nasional Bukit Barisan Selatan. Perlindungannya. Publikasi Khusus
Kelompok Pemerhati Gua “Hira” Pusat Penelitian dan Pengembangan
Himakova. Fakultas Kehutanan IPB. Geologi 25, 1-317.
Bogor. Tidak Dipublikasikan. Sinaga, M, Ahmadi, A. S., & Maryanto, I.
Krebs, C. J. (1989). Ecological Methodology. (2006). Peran Kelelawar Gua Dalam
Harper and Row publisher. New York. Keseim-bangan Ekosistem. Manajemen
Lopez, J. E, & Voughan, C. (2007). Food Biore-gional: Karst, Masalah dan
Niche Overlap Among Neotropical Peme-cahannya. (Editor: Ibnu
Frogivo-rous Bats in Costa Rica. Maryanto, Mas Noerdjito dan R.
Biological Tropical 55(1), 301-313. Ubaidilah). Pusat Penelitian Biologi
Ludwig, J. A., Reynolds, J. F. (1988). LIPI. Bogor.
Statistical Ecology: A primer On Suyanto, A. (2001). Kelelawar di Indonesia.
Methods and Computing. John Wiley & Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor
Sons Inc. USA. Wijayanti, F. (2001). Komunitas Fauna Gua
Maryanto, I., & Mahadaratunkamsi. (1991). Petruk dan Gua Jatijajar Kabupaten
Kecen-derungan jenis-jenis Kelelawar Kebumen. [Tesis] Program Studi
dalam memilih tempat bertengger pada Biologi Universitas Indonesia. Jakarta.
beberapa gua di Kabupaten Sumbawa, Whitten, T, Soeriaatmadja RE, Suraya AA.
Pulau Sumbawa. MediaKonservasi III3, (1999). Ekologi Jawa dan Bali. Seri
29-34. Ekologi Indonesia. Jilid II. Kartikasari
Noerdjito, & MaryantoI. (2005). Kriteria SN, editor. Alih bahasa : SN Karti-
Jenis Hayati Yang Harus dilindungi kasari, TB Utami & A Widiantoro.
oleh dan untuk Masyarakat Indonesia. Prenhallindo. Jakarta.
LIPI dan ICRAF. Bogor. Wiyatna, M. F. (2003). Potensi Indonesia
Odum, E. P. (1971). Fundamental of Ecology. sebagi penghasil pospat guano
W. H. Freeman and Co. San Francisco. kelelawar. Makalah falsafah Sains
Primack, R. B., Supriatna, J., Indrawan, M., Program Pascasarjana/S3. Institut
dan Kramadibrata, P. (1998). Biologi Pertanian Bogor, Bogor.
Konser-vasi. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Rahmadi, C. (2007). Arthropoda Gua Karst
Maros (Sulawesi) & Gunung Sewu
(Jawa): Melintas Garis Wallace. Fauna
Indonesia 7(2), 1-6.
Riswan, S., Noerdjito, M., & Rahman, I.
(2006). Vegetasi Hutan Karst: Kasus
Kawasan Gombong Selatan Ayah
Kebumen, Jawa Tengah. PUSLIT
Biologi LIPI. Bogor.

Al-Kauniyah Jurnal Biologi Volume 8 Nomor 2, Oktober 2015 100

You might also like