You are on page 1of 19

PELATIHAN “SINERGI I”

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PROSOSIAL REMAJA

Dian Ekawati1, Wisjnu Martani2


1
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, 2Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
1
Jl. Kapas 9, Semaki, Yogyakarta.
2
Jl. Humaniora 1, Bulaksumur, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281

dian.ekawati@gmail.com

Abstract
Prosocial capability is important for adolescents, because it can be function as a protective factor against risky
behaviors. The purpose of this study is to examine improvements in pro-social capability of adolescents aged 14-
16 years old in post training delivery SINERGI I training program. Helpfulness and other-oriented empathy are
aspects that trained by using the concept of experiential learning as well as methods of games, discussion,
reflection, and role-playing. Participants for the experimental group and control group derived from different
schools. The number of participants is 15 students in the experimental group and 15 students in the control
group. A quasi-experimental method with the untreated control group design with dependent pretest and posttest
samples was used in this study. Adolescent’s pro-social capabilities measured by the pro-social scale of PPB
(Prosocial Personality Battery) with 14 items and alpha reliability of 0.856. The hypothesis of this study is the
“SINERGI I” training program could improving adolescent’s pro-social capability. Quantitative data analysis
were using a parametric t-test and analysis of variance (ANOVA). The results of quantitative analysis of gained
score experimental and control groups showed significant differences with t = 2.351; p = 0.30 (p ≤ 0.05). while
for ANOVA obtained F = 5.866, p = 0.026 (p ≤ 0.05). This result suggests that SINERGI I program could
improve adolescent’s pro-social capability.

Keywords: SINERGI I” training program, adolescents aged 14-16 years, PPB (Prosocial Personality Battery)

Abstrak
Kemampuan prososial diperlukan sebagai faktor protektif bagi remaja terhadap perilaku kurang sehat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan prososial remaja usia 14-16 tahun pasca
pemberian pelatihan SINERGI I. Aspek Helpfulness dan Other-oriented empathy merupakan materi yang
dilatihkan dengan menggunakan konsep experiential learning serta metode permainan, diskusi, refleksi, dan
bermain peran. Adapun subjek penelitian melibatkan 15 remaja di sekolah menengah pertama sebagai kelompok
eksperimen, dan sebagai kelompok kontrolnya dipilih 15 remaja dari sekolah lain yang memiliki karakteristik
yang sama. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi yang menggunakan disain untreated control
group design with pre-test and post-test. Pengukuran kemampuan prososial siswa menggunakan skala prososial
yaitu PPB (Prosocial Personality Battery) dengan jumlah item sebanyak 14 item dan reliabilitas alpha 0,856.
Hipotesis penelitian ini adalah pelatihan SINERGI I dapat meningkatkan kemampuan prososial remaja usia 14-
16 tahun. Analisis data kuantitatif menggunakan parametrik uji t dan analisis varian (ANAVA) satu jalur. Hasil
analisis kuantitatif gained score kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan adanya perbedaan signifikan
dengan t=2,351; p=0,30 (p≤0,05), sedangkan analisis terhadap skor pretest dan posttest kedua kelompok
menunjukkan adanya perbedaan signifikan dengan F=5,866; p=0,026 (p ≤ 0,05). Hal ini membuktikan bahwa
pelatihan “SINERGI I” mampu meningkatkan kemampuan prososial remaja.

Kata kunci: Pelatihan “SINERGI I”, remaja usia 14-16 tahun, PPB (Prosocial Personality Battery)

PENDAHULUAN 2007). Periode ini ditandai dengan


Masa remaja merupakan periode transisi pergolakan yang sangat hebat (Santrock,
dari masa kanak-kanak (childhood) ke masa 2007). Perubahan pada masa remaja
dewasa (adulthood) yang disertai dengan berkaitan dengan perkembangan masa
perubahan-perubahan dalam berbagai aspek pubertas dan seksualitas, perubahan peran
(Matsumoto, 2009), antara lain secara sosial, perkembangan kognitif, emosi, dan
biologis, kognitif dan sosioemosi (Santrock, moral, serta transisi sekolah (Perkins &
1
Ekawati, Martani: 2
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

Borden, 2003). Adapun pada masa ini di Kabupaten Sleman dengan tema School
terbagi menjadi tiga tahap yaitu : early (10- Well-Being (2011) juga menemukan adanya
13 year age), middle (14-16), dan late (17- hubungan antar sesama siswa yang
19) (ReCAPP, 2003). Sebagian besar diketahui mempunyai banyak permasalahan
remaja mempunyai sikap yang ambivalen, seperti terbentuknya kelompok murid pintar
di satu sisi menginginkan dan menuntut dan biasa, senior dan junior, praktek
kebebasan namun di sisi lain mereka sering bullying serta adanya fenomena pergaulan
takut bertanggung jawab akan akibat yang bebas yang semakin memprihatinkan
ditimbulkan serta meragukan kemampuan
mereka sendiri dalam menanggung Tingginya perilaku kekerasan yang
tanggung jawab tersebut (Hurlock, 2006). dilakukan oleh remaja mengindikasikan
adanya permasalahan emosi dan sosial pada
Perkembangan setiap remaja remaja. Berbagai permasalah emosional dan
dilatarbelakangi oleh berbagai macam sosial, seperti perilaku anti sosial,kenakalan
konteks budaya yang berasal dari keluarga, remaja hingga kasus kriminalitas remaja
kelompok teman sebaya, sekolah, agama, dapat berkembang karena remaja tidak
lingkungan sekitar, komunitas, wilayah, dan memiliki ketrampilan memecahkan masalah
negara, yang masing-masing mempunyai interpersonal serta kurangnya dukungan
norma dan aturan yang berlaku (Santrock, lingkungan. Akibatnya, remaja lebih
2007). Telah dilakukan berbagai penelitian beresiko melakukan perilaku menyimpang
mengenai pengaruh konteks sosial terhadap (Bierman & Earth, 2004 ; Brandt, 2006).
perkembangan remaja. Diantara berbagai Perilaku beresiko merupakan perilaku yang
konteks yangmempengaruhi remaja, memiliki potensi untuk menimbulkan
lingkungan peer atau kelompok teman dampak buruk pada area perkembangan
sebaya merupakan lingkungan yang paling manusia (Perkins & Borden, 2003;
berpengaruh terhadap remaja. Tambunan, 2007). Dalam perilaku beresiko
ini termasuk melakukan seks bebas,
Berbagai permasalahan remaja tersebut menggunakan zat terlarang, ataupun terlibat
memicu adanya perilaku sehat dan perilaku dalam perilaku kekerasan dan perilaku
tidak sehat pada remaja. Akan tetapi, antisosial (Coleman & Hagell, 2007;
perilaku tidak sehat ternyata lebih banyak Malow-Iroff & Johnson, 2008) yaitu
terjadi pada remaja. Penelitian dari PLAN perilaku yang merugikan orang lain
(sebuah LSM) pada tahun 2008 (Tambunan, 2007). Adapun alasan remaja
menyebutkan bahwa 66,1% siswa SMP dan melakukan berbagai perilaku beresiko
67,9% siswa SMA mengalami dan melihat dikarenakan remaja belum matang
adanya kekerasan yang terjadi di sepenuhnya untuk melihat resiko-resiko
sekolahnya (disampaikan pada seminar yang harus ditanggungnya terkait dengan
School Well-Being, 21 Mei 2011). Lebih perilaku mereka. Hal ini membuat mereka
jauh disebutkan bahwa kekerasan di tingkat mengalami kesulitan untuk dapat
SMP terbanyak terjadi di Yogyakarta mencermati dan mempertimbangkan
(77,5%), diikuti oleh Jakarta (61,1%) dan konsekuensi-konsekuensi yang ada
Surabaya (59,8%). Sedangkan di tingkat (Steinberg, 2009).
SMA, kekerasan terbanyak terjadi di
Jakarta (72,7%), diikuti Surabaya (67,2%) Dilihat dari sisi remaja, perilaku-perilaku
dan terakhir Yogyakarta (63,8%). Hasil kekerasan dan antisosial sebagai perilaku
survey yang dilakukan oleh mahasiswa beresiko menghadirkan berbagai implikasi
Magister Profesi Psikologi UGM dan yang kurang menguntungkan. Banyak
CPMH (Center for Public Mental Health) perilaku beresiko yang dilakukan oleh
3 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

orang dewasa dimulai pertama kali pada paling berpengaruh bagi perilaku remaja,
masa remaja dan menjadi pola perilaku maka dibutuhkan program intervensi efektif
yang menetap pada masa dewasa awal dengan berbasis pada kelompok teman
(Park, Mulye, Adams, Brindis, & Irwin, sebaya (peer).
2006). Lebih jauh lagi disebutkan bahwa
siswa yang melakukan tindakan perilaku Pada remaja, kehadiran teman sebaya
antisosial cenderung akan drop out dari memiliki dua peran sekaligus. Remaja yang
sekolah dan melakukan penyalahgunaan mendapat pengaruh negatif teman sebaya
obat-obatan, dan ketika dewasa akan lebih akan mengembangkan perilaku antisosial
sering ditemukan tidak memiliki pekerjaan, (faktor resiko), sebaliknya remaja yang
bercerai dengan pasangannya, serta menerima pengaruh positif teman sebaya
mengalami berbagai permasalahan psikiatri merupakan faktor protektif terbaik untuk
(Kaufmann, Wyman, Forbes-Jones, Barry, menghindari perilaku menyimpang (Brandt,
2007). Adapun bagi siswa yang menjadi 2006). Penelitian lain menyebutkan bahwa
korban perilaku antisosial maupun pada remaja, kelompok teman sebaya juga
kekerasan dari temannya akan mengalami akan berpengaruh terhadap kemampuan
dampak yang negatif baik secara fisik, manajemen emosi marah dan perilaku
emosi,sosial (Kaufmann, Wyman, Forbes- bertanggung jawab (Mcloughlin, 2009),
Jones, Barry, 2007) maupun psikososial progres akademik (Lubbers, Werf, Snijders,
(Nishina, Juvonen, Witkow, 2005). Dampak Creemers, Kuyper, 2006), hingga perilaku
yang tampak antara lain imbas kepada pengambilan resiko (Steinberg, 2007). Hal
peningkatan kecemasan sehari-hari ini semakin memperkuat betapa pengaruh
(Nishina & Juvonen, 2005), pencapaian teman sebaya memainkan peranan penting
akademik (Eisenberg, Neumark-Sztainer, yang menentukan perkembangan perilaku
Perry, 2003; Nishina, Juvonen, Witkow, remaja.
2005), kenyamanan di sekolah (Eisenberg,
Neumark-Sztainer, Perry, 2003) hingga Adanya kebutuhan akan sebuah intervensi
gangguan perilaku makan (Eisenberg, perilaku antisosial dan kekerasan yang
Neumark-Sztainer, 2008) dan persepsi diri berbasis teman sebaya, program SINERGI
yang negatif (Bellmore & Cillessen, 2006). UTAMA (Siswa Indonesia Belajar dan
Luasnya implikasi yang diakibatkan oleh Berbagi Untuk Sesama) disusun dengan
perilaku kekerasan dan antisosial remaja, tujuan untuk memberikan alternatif
mendorong dilakukannya berbagai upaya intervensi yang disesuaikan dengan
untuk menanggulanginya dengan harapan kebutuhan dan karakteristik siswa remaja.
agar remaja dapat menghadapi berbagai Salah satu karakteristik remaja yang
macam faktor resiko yang dimilikinya dipertimbangkan yaitu kecenderungan
sehingga dapat menjalani masa remajanya untuk lebih memilih membicarakan
dengan baik. permasalahannya kepada sesama teman
dengan gaya remaja, dibandingkan
Berbagai program untuk menanggulangi berdiskusi dengan orangtua maupun orang
perilaku kekerasan dan antisosial remaja dewasa, bahkan konselor dewasa sekalipun
telah banyak dilakukan. Akan tetapi belum (Geldard & Patton, 2007). Dengan
terdapat contoh program berbasis teman demikian, program SINERGI UTAMA
sebaya (peer) yang dinilai sebagai program merupakan program yang menggunakan
intervensi yang efektif untuk perilaku pendekatan teman sebaya sebagai agen
antisosial (Farrington, 2004). Mengingat perubahan untuk dapat mempengaruhi
lingkungan kelompok teman sebaya (peer) siswa atau remaja lainnya. Ide program
merupakan lingkungan yang dipandang SINERGI UTAMA ini dilatarbelakangi oleh
Ekawati, Martani: 4
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

adanya kondisi remaja di Kabupaten Sibere (2008) menunjukkan bahwa pada


Sleman yang dinilai semakin kenyataannya, faktor resiko merupakan
mengkhawatirkan dengan adanya berbagai faktor yang sukar untuk dipengaruhi. Oleh
kasus kekerasan (Kompas, 23 April 2011; karena itu upaya yang lebih efektif dalam
Survey Pengabdian Masyarakat, 2011). menghadapi faktor resiko adalah dengan
Berdasarkan diskusi antara CMPH (Center membangun faktor protektif (Wille, Bettge,
for Public Mental Health)dan Kadisdikpora dan Ravens-Sibere, 2008).
beserta stafnya (21 Juni 2011), didapat
informasi bahwa pihak Dinas Pendidikan, Menjawab kebutuhan tersebut, disusunlah
Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) materi pelatihan dengan materi-materi yang
Kabupaten Sleman telah melakukan upaya terbukti mampu menjadi faktor protektif
berupa pelatihan terhadap siswa yang bagi remaja secara individu. Kemampuan
bermasalah dan gerakan pendampingan individu yang dapat dikembangkan sebagai
oleh peer educator. Namun demikian, faktor protektif adalah perilaku prososial
intervensi yang telah dilakukan tidak dapat dan kemampuan untuk memecahkan
diketahui efeknya secara komprehensif masalah atau coping. Griese (2011)
dikarenakan belum adanya monitor menyatakan bahwa perilaku prososial
berkelanjutan terhadap dampak dari merupakan faktor protektif bagi korban
penyelenggaraan intervensi tersebut. kekerasan dari teman sebaya. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Martin dan
Mempertimbangkan berbagai latar belakang Hubner (2007), pada siswa kelas 6 – 8,
yang ada, program SINERGI UTAMA ditemukan bahwa frekwensi pengalaman
disusun dengan perencanaan untuk dapat prososial yang tinggi (dukungan emosional
dilaksanakan hingga tahap monitor. maupun dukungan secara fisik yang
Berbeda dengan pelatihan sebelumnya yang diperoleh pada saat interaksi prososial
pernah diselenggarakan, yaitu pelatihan terjadi) akan dipandang sebagai kepuasan
ditujukan kepada remaja yang memiliki dalam berinterkasi, meskipun mengalami
faktor resiko, maka program SINERGI kondisi sebagai korban kekerasan.
UTAMA dimaksudkan untuk memperkuat Peningkatan pengalaman prososial pada
potensi faktor protektif yang ada pada diri interaksi anak-anak dan remaja akan
individu dan bukan dengan memperbaiki cenderung menurunkan stres sebagai akibat
faktor resiko yang dimilikinya. Program kondisi dijadikan korban oleh teman
yang ditujukan untuk memperkuat faktor sebayanya (Martin & Hubner, 2007).
protektif memang masih jarang. Program Dengan berkurangnya level stress, maka
bagi remaja yang ada selama ini lebih dimungkinkan terjadi peningkatan well
banyak merupakan program intervensi being siswa terutama dalam setting sekolah.
terhadap faktor resiko. Berbanding terbalik Penelitian lain menyebutkan bahwa
dengan banyaknya program intervensi individu yang memiliki orientasi prososial
terhadap faktor resiko, disebutkan bahwa yang kuat juga akan cenderung sukses
program intervensi yang bertujuan untuk secara akademik (Lim, Khoo, & Wong,
memperkuat faktor protektif dan 2007; Wentzel & Caldwell, 1997) dan
meningkatkan kesehatan perkembangan memiliki penyesuaian yang lebih baik (Lim,
remaja merupakan hal yang tak kalah Khoo, & Wong, 2007). Sebaliknya, individu
pentingnya (Farrington, 2004) yang kurang memiliki nilai prososial akan
dibandingkan dengan intervensi yang lebih suka untuk terlibat dalam perilaku
berfokus kepada target subjek yang kenakalan remaja (Lim, Khoo, & Wong,
memiliki faktor resiko. Penelitian yang 2007). Temuan ini diperkuat dengan kondisi
dilakukan oleh Wille, Bettge, dan Ravens- bahwa level perilaku prososial remaja
5 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

menurun hingga akhir masa sekolah lain tetapi tidak memberikan keuntungan
menengah atas (Carlo, Crockett, Randall, yang jelas bagi orang yang melakukan
Roesch, 2007). Dengan demikian dapat tindakan itu dengan tidak memandang
disimpulkan bahwa orientasi prososial akan motifnya (Eisenberg, 1983 ; Staub, 1978
mengurangi kecenderungan untuk terlibat dalam Tambunan, 2007) dan berorientasi
dalam kenakalan remaja. memberikan kesejahteraan bagi orang lain,
Seperti halnya perilaku prososial, coping seperti berbagi, menolong, bekerja sama,
juga merupakan faktor protektif yang akan mendukung, melindungi, dan membuat
dikembangkan dalam program SINERGI nyaman orang lain (Eisenberg, 1999;
UTAMA. Disebutkan oleh beberapa ahli Wentzel, Filisetti & Looney, 2007), dan
bahwa salah satu faktor protektif yang dapat kadang-kadang justru dapat menimbulkan
dibangun dalam diri individu adalah coping risiko bagi orang yang melakukannya
(Carr, 2004; Dolbier, Smith, & Steinhardt, (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
2007; Kliewer, & Murelle, 2007; Santrock,
2003; Spooner, Hall and Lynskey, 2001; Aspek penting dalam perilaku prososial
Wei, Ku, Russel, Mallinckrodt, & Liao, adalah empati dan helpfulness. Empati yaitu
2008). Coping merupakan respons pikiran, kemampuan individu untuk merasakan
perasaan, dan perilaku yang digunakan oleh emosi yang dirasakan oleh orang lain
individu untuk menghadapi permasalahan (Eisenberg, 1983 ; Eisenberg & Fabes,
yang ditemui di kehidupan sehari-hari 1998). Lebih jauh lagi Penner (1995)
ataupun pada situasi khusus (Freydenberg, menyatakan bahwa empati terdiri dari
2008). Secara lebih khusus, Santrock komponen pikiran (thought) dan perasaan
(2003) menyatakan bahwa (feeling) untuk memiliki tanggung-jawab
copingmerupakan salah satu cara yang tepat atas kesejahteraan orang lain dan kemudian
untuk meningkatkan kepercayaan diri disebut dengan other-oriented empathy.
remaja.Remaja yang mempunyai Komponen penting yang kedua adalah
ketrampilan coping di samping ketrampilan aspek helpfulness yaitu seseorang yang
sosial lainnya juga diketahui dapat menyukai tindakan menolong orang lain
mencapai keberhasilan akademik dengan dan tidak suka apabila orang lain
lebih baik (Elias, Zins,Graczyk, & mengalami musibah (Penner, 1995 ;
Weissberg, 2003). Eisenberg & Fabes, 1998). Aspek other-
oriented empathy merupakan komponen
Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti kognisi dan afeksi, sedangkan aspek
program SINERGI UTAMA dan helpfulness merupakan komponen tendensi
kemampuan prososial siswa. Dengan perilaku (Penner, 1995 ; 2000 ; 2005 ;
demikian kemampuan prososial akan lebih 2009).
banyak didiskusikan. Perilaku prososial
adalah tindakan yang menguntungkan orang
Ekawati, Martani: 6
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

Program SINERGI UTAMA melatihkan


kemampuan prososial dengan
mengembangkan kedua aspek dalam Dalam pelatihan SINERGI I maupun
perilaku prososial di atas.Pada latihan aspek SINERGI II, pengetahuan yang didapat oleh
pertama, siswa dilatih untuk menyadari remaja untuk kemudian diimplementasikan
pentingnya tindakan menolong teman dalam aktivitas sehari-hari merupakan suatu
(helpfulness), sedangkan pada latihan aspek proses pembelajaran yang tidak hanya
yang kedua siswa dilatih untuk lebih peka berfokus pada teori, namun juga melibatkan
terhadap perasaan orang lain dengan pengalaman. Proses belajar ini disebut
berempati (other-oriented empathy). Lebih sebagai Experiential Learning. Experiential
jauh mengenai program SINERGI learning menitikberatkan pengalaman
UTAMA, untuk menguji kehandalan sebagai bagian dari proses belajar. Empat
program tersebut, secara paralel dilakukan komponen proses yang terdapat dalam
penelitian mengenai pengaruh program experiential learning menurut Kolb,
SINERGI UTAMA terhadap kemampuan Boyatzis, dan Mainemalis (1999) yaitu
prososial dan kemampuan coping proaktif pengalaman nyata (concrete experience),

Gambar 1.
Gambar Alur Berpikir Penelitian
remaja. Agar dapat melihat hasil yang jelas, observasi dan refleksi (observation and
pelatihan masing-masing kemampuan reflection), konsep abstrak (abstract
kemudian dipisahkan. Untuk membedakan conceptualization), dan pengalaman aktif
pelatihan pada saat penelitian, pelatihan (active experiments). Proses belajar yang
masing-masing kemampuan diberi nama terjadi pada remaja ketika mendapatkan
SINERGI I untuk pelatihan kemampuan pelatihan adalah setelah remaja mendapat
prososial, dan SINERGI II untuk pelatihan pengetahuan mengenai prososial dan coping
kemampuan coping proaktif. Masing- proaktif dan menerapkannya dalam aktivitas
masing jenis sub modul program ini role play. Implementasi program pelatihan
diujikan kepada subjek remaja. merupakan concrete experience. Setelah
menerapkan pengetahuan yang di dapat,
maka remaja akan melihat pengaruh dari
7 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

strategi yang telah diterapkannya dan mengetahui sejauh mana peningkatan


merefleksikan pada dirinya apakah strategi kemampuan perilaku prososial siswa remaja
yang dilakukan sesuai atau tidak. Tahap ini pasca pemberian pelatihan SINERGI I.
merupakan tahap observation and Hipotesis penelitian ini adalah Pelatihan
reflection. Pengalman ini akan menjadi “SINERGI I” dapat meningkatkan
suatu konsep abstrak dalam kognitif remaja kemampuan prososial siswa remaja usia 14-
(abstract conceptualization). Kemampuan 16 tahun
ini kemudian akan diterapkan dalam situasi-
situasi kehiduapan sehari-hari remaja dan METODE
ketika berinteraksi dengan teman-temannya,
tahap ini merupakan tahap active Penelitian yang dilakukan berbentuk
experiments. penelitian eksperimen kuasi. Adapun disain
yang dipilih adalah untreated control group
design with pre-test and post-test. Disain
tersebut dipilih dengan pertimbangan
merupakan salah satu disain yang paling
dapat diinterpretasikan dalam penelitian
sosial (Shadish, Cook, Campbel, 2002).
Dalam disain ini terdapat satu kelompok
eksperimen dan satu kelompok kontrol,
dimana masing-masing kelompok diukur
dengan menggunakan skala prososial pada
saat sebelum dilaksanakan dan setelah
pelatihan diberikan pada kelompok
eksperimen. Hasil pengukuran antara
Gambar 2 kelompok eksperimen yang telah mendapat
perlakuan dibandingkan dengan kelompok
Tahap Experiental Learning
kontrol yang tidak mendapat perlakuan.

Pada penelitian ini, peneliti meneliti Subjek


pengaruh program SINERGI I terhadap
kemampuan prososial remaja. Setelah Subjek penelitian adalah 30 siswa remaja di
mengikuti program SINERGI I, subjek Kabupaten Sleman. 15 siswa pada sekolah
penelitian akan mendapatkan manfaat pertama dijadikan sebagai kelompok
berupa kesempatan untuk mempelajari cara eksperimen dan 15 siswa pada sekolah
meningkatkan empati dan mempelajari cara kedua dijadikan sebagai kelompok kontrol.
untuk menjadi penolong yang efektif. Pemilihan sekolah sebagai tempat
Adapun komponen program SINERGI penelitian menggunakan kriteria sekolah
UTAMA yang lain, secara paralel diteliti berasal dari jenjang yang sama, berada
dalam penelitian lain. Penelitian ini dalam satu wilayah kecamatan dan
merupakan penelitian tahap pertama dari kabupaten yang sama, serta memiliki nilai
penelitian program SINERGI UTAMA. akreditasi yang setingkat. Untuk pemilihan
Pada penelitian ini, peneliti mencoba untuk subjek penelitian, didasarkan pada
menyusun modul pelatihan SINERGI I karakteristik inklusi yang telah ditetapkan.
didasarkan pada teori-teori mengenai Kriteria individu yang terlibat untuk
remaja, faktor resiko yang dipunyai remaja, penelitian ini adalah 1) remaja usia 14-16
dan faktor protektif yang ada. Adapun tahun, 2) Bersedia untuk mengikuti seluruh
tujuan penelitian ini adalah untuk pelaksanaan pelatihan SINERGI I secara
Ekawati, Martani: 8
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

lengkap dan tidak melaksanakan program Pengukuran


lain di kelas selama program ini Skala Prososial. Kemampuan perilaku
dilaksanakan di sekolah 3) Bersedia untuk prososial akan diukur dengan menggunakan
mengisi informed consent sebagai bukti skala yang dikembangkan oleh Penner
tertulis kesediaan terlibat dalam penelitian. (1995) yaitu Prosocial Personality Battery
(PPB) yang terdiri dari 30-item skala Likert
Manipulasi untuk mengukur aspek other-oriented
empathy (22-item) dan aspek helpfulness (8-
Manipulasi dalam penelitian ini adalah item). Skala PPB memiliki reliabilitas
penerapan Program SINERGI I sebagai keseluruhan sebesar 0,8 dengan nilai
bagian dari program SINERGI UTAMA reliabilitas setelah melalui test-retest untuk
(Siswa Indonesia Belajar dan Berbagi masing-masing aspek sebesar 0,77 untuk
Untuk Sesama). Program SINERGI I yang aspek other-oriented empathydan 0,85 untuk
dilatihkan dalam penelitian ini bertujuan aspek helpfulness.
untuk melatihkan kemampuan prososial
pada subjek penelitian. Adapun aspek- Pengukuran Pengetahuan. Alat ini bertujuan
aspek prososial yang dilatihkan yaitu aspek untuk mengukur pengetahuan dan
helpfulness dan aspek other oriented pemahaman subjek penelitian mengenai
empathy. Pada aspek pertama, siswa dilatih materi prososial.Alat ini juga dimaksudkan
untuk menyadari pentingnya tindakan sebagai salah satu manipulation check yang
menolong teman (helpfulness), sedangkan digunakan dalam penelitian ini, selain lembar
pada latihan aspek yang kedua siswa dilatih kerja yang diberikan pada setiap sesi latihan.
untuk lebih peka terhadap perasaan orang Pada tahap pelaksanaan penelitian,
lain dengan berempati (other-oriented dilakukan kegiatan sebagai berikut:
empathy). Setelah mengikuti program
SINERGI I ini, subjek penelitian a. Pre-test
mendapatkan manfaat berupa kesempatan Sebelum pelatihan ini dilaksanakan,
untuk mempelajari cara meningkatkan para siswa yang terlibat dalam
empati dan mempelajari cara untuk menjadi penelitian ini diminta untuk mengisi
penolong yang efektif.
skala prososial PPB (Prosocial
Personality Battery) dan skala untuk
Variabel Penelitian menguji pengetahuan kemampuan
Variabel tergantung dalam penelitian ini prososial sebagai pre-test.
adalah kemampuan prososial. Kemampuan b. Pelatihan program SINERGI I untuk
prososial dalam penelitian ini didefinisikan kelompok eksperimen
sebagai pengetahuan dan pemahaman siswa Pada pelaksanaannya, pelatihan
untuk melakukan perilaku prososial. SINERGI I dilaksanakan dalam dua
Aspeknya meliputi aspek other-oriented kali pertemuan @ 5 jam pada jam
empathy sebagai komponen kognitif dan efektif belajar siswa di sekolah,
afeksi dan aspek helpfulness sebagai dengan jeda satu hari.
komponen tendensi perilaku. Variabel bebas c. Pelatihan program SINERGI I untuk
dalam penelitian ini adalah Pelatihan kelompok kontrol
Program SINERGI I. Pelatihan ini Pelatihan SINERGI I untuk
dirancang berdasarkan aspek other-oriented kelompok kontrol dilaksanakan
empathy dan aspek helpfulness. setelah seluruh proses pengukuran
selesai dilakukan..
d. Post-test
Setelah pelatihan diberikan, siswa
9 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

diminta untuk mengisi kembali Skala penyusunannya, modul pelatihan SINERGI


prososial PPB (Prosocial Personality I juga telah memperhatikan konstrak teori
Battery) dan skala untuk menguji mengenai prososial dan cara
pengetahuan kemampuan prososial meningkatkannya.
sebagai post-test.
e. Wawancara dilaksanakan dua
minggu setelah pelatihan. Waktu Pengadaptasian dan Uji Skala
pelaksanaan wawancara dipilih Pengadaptasian skala dilakukan dengan
sesuai kesepakatan dengan pihak menterjemahkan skala prososial PPB
sekolah. (Prosocial Personality Battery) yang telah
disusun oleh Penner (1995), ke dalam
Analisis Data bahasa Indonesia. Penerjemahan skala telah
Analisis data kuantitatif dilakukan pada uji selesai dilakukan pada bulan Agustus 2011
prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat untuk kemudian dilakukan uji materi
menggunakan analisis One-Sample kepada remaja yang setara dengan subjek
Kolmogorov-Smirnov untuk uji normalitas penelitian. Dalam uji materi tersebut
dan Levene’s Test untuk uji homogenitas diperoleh masukan mengenai penggunaan
varians. Uji hipotesis dilakukan dengan bahasa dan kosakata yang sesuai dengan
analisis statistik Anava satu jalur dan uji-t bahasa yang dipahami oleh remaja. Adapun
dengan bantuan SPSS versi 14.0. Analisis hasil uji reliabilitas skala PPB versi bahasa
Anava satu jalur digunakan untuk Indonesia sebesar 0,739 dengan skor item-
mengetahui pengaruh pelatihan SINERGI I total correlation bergerak dari -0,476 –
pada setiap aspek prososial dan perbedaan 0,708. Item skala PPB yang dipergunakan
antara kelompok eksperimen dan kelompok dalam penelitian ini adalah item skala yang
kontrol di masing-masing aspek prososial valid, yaitu yang memiliki skor item-total
yang timbul akibat dari pelatihan SINER- correlation lebih dari 0,3. Setelah proses
GI I. pemilihan didapat 14 item yang valid dengan
reliabilitas 0,856
Analisis uji-t digunakan untuk menjawab .
hipotesis dalam penelitian dengan cara
membandingkan selisih skor atau gained Deskripsi Skor Pre-test, dan Post-test
score pada kelompok eksperimen dengan Pelaksanaan penelitian menghasilkan data
kelompok kontrol. Selanjutnya, dilakukan mengenai skor skala SINERGI I yang
perhitungan eta square untuk mengetahui berkorelasi dengan kemampuan prososial,
besarnya pengaruh pelatihan SINERGI I pada pre-test dan post-test.Serta data cek
terhadap kemampuan prososial siswa. manipulasi tes pengetahuan prososial. Skor
skala SINERGI I yang tinggi menunjukkan
HASIL DAN DISKUSI tingginya kemampuan prososial, begitu
pula sebaliknya. Pada tes pengetahuan, skor
Professional Judgement tes pengetahuan yang tinggi menunjukkan
Professional Judgement atas modul tingginya pengetahuan prososial, begitu
pelatihan SINERGI I telah diperoleh dari pula sebaliknya. Kelompok eksperimen
ahli dengan kualifikasi seorang profesor maupun kelompok kontrol masing-masing
dalam bidang psikologi pendidikan. Hal ini melibatkan 15 peserta. Pada proses
memberikan justifikasi bahwa modul pengolahan data, total data peserta yang
pelatihan SINERGI I yang telah disusun dapat dianalisa terdiri dari 10 peserta
sesuai dengan blue print yang dibuat serta kelompok eksperimen dan 11 peserta
aspek prososial yang diacu. Dalam kelompok kontrol.
Ekawati, Martani: 10
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

sosial yang signifikan dibandingkan de-


Uji Normalitas menunjukkan bahwa seluruh ngan kelompok kontrol. Hal ini terjadi
data pada kedua kelompok partisipan saat dikarenakan efek dari pelatihan. Nilai
pengukuran pretest dan posttest terdistribusi perbedaannya sebesar 4,093; p < 0,05.
normal (p>0,05). Uji Homogenitas data
angket SINERGI I menunjukkan taraf Hasil Lembar Kerja
signifikansi datasebesar 0,807 (p>0,05) Pada sesi “Balon-balon Permasalahan”,
untuk data pretest kelompok eksperimen sebagian besar peserta pelatihan mampu
dan kelompok kontrol. Artinya tidak ada mengidentifikasi permasalahan. Pada sesi
perbedaan varian atau kondisi awal “The Power of Peers”, sebagian besar
kelompok - kelompok yang dibandingkan peserta mampu mengenali pengaruh positif
atau tidak ada perbedaan kemampuan dan negatif dari teman sebaya mereka. Pada
dalam prososial. Uji Homogenitas data tes sesi “Penolongku Idolaku”, keseluruhan
pengetahuan prososial menunjukkan taraf peserta dapat menggambarkan sosok
signifikansi datasebesar 0,279 (p>0,05) penolong yang berkesan bagi dirinya. Pada
untuk data pretest kelompok eksperimen sesi “How Do I Help” keseluruhan peserta
dan kelompok kontrol. Hal ini dapat dapat mengidentifikasi bagaimana cara
diartikan bahwa tidak ada perbedaan varian menolong pada tahap awal. Bahkan salah
atau kondisi awal kelompok-kelompok seorang peserta dapat mengidentifikasi
yang dibandingkan atau tidak ada perilaku menolong yang efektif dan tidak
perbedaan pengetahuan dalam prososial. efektif. Peserta yang lain juga mampu
memberikan deskripsi perilaku menolong
Hasil Cek Manipulasi yang lebih spesifik. Pada sesi “Practice in
Tes Pengetahuan Prososial Helping”, sebagian peserta mempraktekkan
Cek manipulasi dilakukan dengan langkah awal dalam menolong teman lain.
menggunakan tes pengetahuan prososial Akan tetapi terdapat salah seorang peserta
yang mengukur mengenai sejauh mana yang kurang antusias dan kurang terlibat

peserta memahami materi prososial. Peng- dalam sesi ini. Pada sesi “Mengenal
ukuran ini diberikan sebelum pelatihan dan Emosi”, sebagian peserta (separuh) masih
setelah seluruh rangkaian proses pelatihan kurang dapat menunjukkan ekspresi emosi
selesai. yang tepat. Akibatnya, teman yang menjadi
pasangan dalam bermain peran cenderung
Hasil uji statistik pada tabel 1 menun- hanya menebak tanpa dasar yang jelas.
jukkan bahwa kelompok eksperimen Namun demikian, peserta dapat mengenali
menunjukkan perubahan pengetahuan pro- emosi dari tokoh yang ditampilkan dalam
11 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

video tayangan. score dapat dilihat pada tabel 2.


Pelaksanaan Sesi “Parafrase” dan sesi
“Merespon Emosi dengan Tepat” digabung Hasil uji statistik di atas menunjukkan
menjadi satu. Secara umum para peserta bahwa kelompok eksperimen menunjukkan
mampu mempraktekkan bagaimana perubahan kemampuan prososial yang
menjadi pendengar yang baik. Dalam role signifikan dibandingkan dengan kelompok
play, sebagian besar peserta tampak kontrol yang diakibatkan oleh efek dari
menunjukkan sikap fokus dan ekspresi pelatihan. Nilai perbedaannya sebesar 2,351
wajah yang sesuai. Akan tetapi untuk p<0,05. Analisis terhadap skor pretest dan
memparafrasekan kalimat, para peserta posttest kedua kelompok menunjukkan
masih kurang. Pada sesi ini setiap peserta adanya perbedaan signifikan dengan
berkesempatan untuk melakukan role play F=5,866; p=0,026 (p ≤ 0,05).Sebagai
di depan dengan direkam. analisis tambahan, peneliti juga melihat
Setelah semua peserta mendapat giliran, pengaruh pelatihan SINERGI I pada setiap
rekaman diputar kembali untuk dievaluasi aspek dari kemampuan prososial dengan
bersama-sama. Hal ini dilakukan sebagai menggunakan Analisis Varian (ANAVA).
langkah improvisasi untuk menjaga Hasil pengukuran kemampuan prososial
antusiasme peserta. pada aspek other oriented empathy
menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol dengan nilai

Skala Prososial F=7,548 (p≤0,05). Sumbangan efektif dari


Hasil penelitian mengenai kemampuan masing-masing aspek disajikan
prososial siswa adalah sebagai berikut. dalam tabel 3.
Perbedaan peningkatan kemampuan
prososial sesudah dan sebelum perlakuan Data di atas menunjukkan bahwa pelatihan
antara kelompok eksperimen dan kelompok memberi pengaruh paling besar pada aspek
kontrol diketahui melalui uji gained score Other Oriented Empathy, yaitu sebesar
(selisih skor). Uji gain score dilakukan 28,43%.Sedangkan untuk aspek
dengan membandingkan gain score pada helpfulness hanya sebesar 1,46%. Secara
post-test dengan pre-test. Hasil uji gain keseluruhan pelatihan SINERGI I

Tabel 3.
Rangkuman Sumbangan Efektif (eta square) pada Tiap Aspek Prososial

Aspek Prososial F r2
Other Oriented Empathy 7,548 0,2843
Helpfulness 0,281 0,0146
Ekawati, Martani: 12
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

memberi pengaruh pada kemampuan


rososial sebesar 29,89%. Setelah dilaksanakan analisis lebih jauh
dengan uji korelasi product moment antara
Pelatihan Program “SINERGI I” bertujuan gained score skala prososial pada kelompok
untuk meningkatkan kemampuanprososial eksperimen dan gained score tes
siswa remaja usia 14-16 tahun. Hasil dari pengetahuan pada kelompok yang sama,
penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil r = 0,783 (p > 0,05); r > r
membuktikan bahwa pelatihan program tabel (r tabel = 0,632). Hal analisis
“SINERGI I” dapat meningkatkan mengindikasikan bahwa peningkatan skor
kemampuan prososial remaja. Kemampuan skala prososial tidak berkorelasi dengan
prososial didefinisikan sebagai pengetahuan skor tes pengetahuan. Artinya bahwa skor
dan pemahaman siswa untuk melakukan skala tes pengetahuan tidak memiliki
perilaku prososial. Aspeknya meliputi aspek pengaruh terhadap peningkatan skor skala
other-oriented empathy sebagai komponen prososial. Peningkatan skor skala prososial
kognitif dan afeksi serta aspek helpfulness yang terjadi merupakan efek dari pelatihan
sebagai komponen tendensi perilaku. SINERGI I yang telah diberikan pada
kelompok eksperimen.
Pengujian hipotesis pada penelitian ini
dilakukan dengan uji-t untuk Hasil yang cukup signifikan dalam
membandingkan gain score post-test penelitian ini dipengaruhi oleh faktor
dengan pre-test.Hasil yang diperoleh metodologis dan psikologis. Secara
menunjukkan bahwa program pelatihan metodologis, diantaranya dipengaruhi oleh
SINERGI I mampu meningkatkan pemilihan partisipan, rancangan eksperimen
kemampuan prososial pada siswa remaja. yang digunakan, alat ukur yang digunakan.
Hal ini dapat dilihat dari gained scoreskala Dalam hal pemilihan subjek penelitian,
prososial yang lebih tinggi yang diperoleh subjek peserta pelatihan mengikuti kegiatan
kelompok eksperimen dibandingkan dengan secara sukarela dan tidak ada paksaan
kelompok kontrol. Hasil di atas juga meskipun dalam prosedurnya mereka
bersesuaian dengan perhitungan gained ditunjuk oleh pihak sekolah. Hal ini dapat
scoretes pengetahuan. Gained scoretes dilihat dari respon mereka yang antusias
pengetahuan yang diperoleh kelompok ingin mengetahui apa saja yang akan
eksperimen lebih tinggi dibandingkan mereka lakukan dalam pelatihan.
dengan kelompok kontrol.
Beberapa kendala terkait partisipan sempat
Hasil yang signifikan secara statistik ini, muncul dan mewarnai jalannya pelatihan,
didukung pula dengan hasil yang tampak namun secara keseluruhan hal tersebut
berdasarkan aktivitas pengerjaan lembar mampu ditangani oleh trainer dan tim
kerja (LK) di tiap sesi pelatihan. dengan cukup baik sehingga tidak
Berdasarkan LK dapat disimpulkan bahwa menghambat jalannya pelatihan. Dengan
sebagian besar peserta pelatihan dapat dukungan alat ukur yang valid dan reliabel,
menyerap informasi yang diberikan oleh penelitian ini dapat mendeteksi skor
trainer. Peserta dapat melengkapi LK prososial subjek penelitian dengan lebih
dengan baik sesuai dengan indikator, serta akurat. Penggunaan kelompok kontrol dari
dapat menunjukkan kemampuan yang sekolah berbeda sebagai pembanding
dilatihkan dalam aktivitas role-play. kelompok eksperimen, meminimalkan efek
Sebagian kecil peserta bahkan mampu interaksi yang terjadi diantara keduanya.
untuk memberikan hasil yang lebih dari Minimnya efek interaksi ini berdampak
indikator keberhasilan pada sesi tersebut. positif pada validitas hasil penelitian.
13 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

memberikan pengalaman dan refleksi yang


Ancaman terhadap validitas hasil penelitian lebih jelas serta mendalam mengenai materi
dapat berasal dari kemungkinan adanya yang disampaikan. Pada penelitian
carry over effect yang diakibatkan jarak sebelumnya, Carney (2010) menggunakan
pelaksanaan pretest dan posttest yang relatif video evaluasi proses mengemudi
berdekatan. Begitu juga dengan pengemudi pemula yang berusia remaja
kemungkinan adanya social desirability untuk meningkatkan perilaku mengemudi
yang dialami oleh subjek penelitian ketika yang aman. Dengan demikian dapat
melengkapi skala. Namun demikian, waktu disimpulkan bahwa menayangkan video
penyajian skala yang relatif singkat (15 evaluasi sebagai bahan diskusi cukup
menit) serta menyajikan 30 item sekaligus efektif untuk meningkatkan perilaku yang
meskipun analisis hanya menggunakan 14 diharapkan.
item terpilih, diharapkan mampu
menanggulangi permasalahan social Dalam siklus experiential learning, pada
desirability dan carry over effect. tahap reflective observation, film dan
tayangan video membantu menghadirkan
Hasil penelitian juga tidak lepas dari kembali pengalaman yang diperoleh pada
dampak penyampaian materi dengan tahap concrete experience, yaitu ketika
pendekatan experiential learning yang seseorang memperoleh pengalaman secara
diterapkan dalam pelatihan. Dalam proses konkrit. Pada tahap selanjutnya, peserta
pembelajaran dengan experiential learning menjadi lebih mudah untuk merefleksikan
ini peserta menghadapi situasi yang nyata dan menemukan pelajaran dari pengalaman
(concrete experience), melakukan observasi yang diperolahnya (tahap abstract
dan refleksi, membuat konsep abstrak conseptualisation). Dengan demikian, pada
dalam kognitif mereka, dan aktif tahap active experimentation kemampuan
bereksperimen (Kolb, Boyatzis, yang dipelajari akan lebih dapat untuk
Mainemelis, 1999). Pendekatan didasarkan diterapkan, sehingga berdampak pada
pada cara belajar dengan metode diskusi kontribusi pelatihan terhadap kemampuan
kelompok, berbagi pengalaman, latihan prososial yang lebih optimal.
individual, serta lekturet mendukung
terbentuknya kemampuan tersebut karena Pada Pelatihan SINERGI I, partisipan
menuntut peserta memiliki keterlibatan dilatih untuk meningkatkan dua aspek
yang tinggi dalam proses belajar kemampuan prososial yaitu other-oriented
(Kristiyani, 2008). Strategi yang dilakukan empathy dan helpfulness. Dari perhitungan
dengan menayangkan rekaman video sumbangan efektif pada ke dua aspek
aktivitas role play peserta dapat mengurangi tersebut nampak bahwa aspek other
kebosanan peserta remaja. oriented empathy menunjukkan angka yang
lebih besar dibandingkan aspek helpfulness
Melihat kecenderungan peserta pelatihan yaitu sebesar 28,43%. Dapat disimpulkan
SINERGI I tertarik pada tayangan film, bahwa pelatihan lebih banyak memberikan
pada sesi “Merespon Emosi” dilakukan kontribusi kepada aspek other oriented
improvisasi modul dengan merekam empathy. Hal ini sangat dimungkinkan
aktivitas roleplay peserta kemudian mengingat aspek other oriented empthy
menayangkannya kembali untuk dilihat merupakan aspek yang melibatkan
bersama dan didiskusikan dalam kelompok komponen kognisi dan afeksi, sedangkan
besar. Apabila dikaitkan dengan proses aspek helpfulness merupakan komponen
belajar experiential learning, penggunaan tendensi perilaku. Level tendensi perilaku
film dan tayangan video rupanya merupakan tingkatan lanjutan dari level
Ekawati, Martani: 14
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

kognisi dan afeksi. Dalam prososial kondisi nyata.


terdapat pikiran (thought) dan perasaan Sejalan dengan hasil yang diperoleh pada
(feeling) untuk memiliki tanggung-jawab penelitian ini, penelitian yang berjudul
atas kesejahteraan orang lain (Penner, 1995) “Pelatihan SINERGI II untuk
yang kemudian menimbulkan rasa Meningkatkan Kemampuan Coping
menyukai tindakan menolong orang lain Proaktif Remaja Tengah” berhasil
dan tidak suka apabila orang lain membuktikan bahwa pelatihan SINERGI II
mengalami musibah (Penner, 1995; mampu meningkatkan kemampuan coping
Eisenberg & Fabes, 1998). Kurang proaktif remaja (Hidayati, 2012).
optimalnya dampak pelatihan terhadap Berdasarkan pada tahapan penelitian yang
aspek helpfulness juga dapat diakibatkan telah dipaparkan sebelumnya, penelitian
oleh kekurangpahaman peserta terhadap mengenai pelatihan SINERGI I dan
cara melengkapi lembar kerja pada sesi SINERGI II merupakan tahap awal dari
yang melatihkan aspek helpfulness. Lembar modul pelatihan SINERGI UTAMA. Pada
kerja dimaksudkan untuk membantu peserta tahap ini merupakan tahap pengujian
lebih memahami materi pelatihan. Akan terhadap materi-materi yang ada. Hasil
tetapi beberapa lembar kerja kurang dapat pengujian materi dari kedua modul
dipahami oleh siswa.. pelatihan menyebutkan bahwa masing-
masing modul pelatihan mampu
Berbagai temuan yang telah dipaparkan di meningkatkan kemampuan yang
atas, menunjukkan bahwa pelatihan dilatihkannya. SINERGI I berkontribusi
SINERGI I mampu meningkatkan sebesar 29,89% dan SINERGI II
kemampuan prososial siswa. Meskipun berkontribusi sebesar 32.6% (Hidayati,
materi pelatihan yang diberikan baru 2012). Dengan demikian, pada tahap
mampu mengolah tataran di jenjang selanjutnya kedua modul teruji dapat
pengetahuan, pemahaman serta aplikasi, dikolaborasikan membentuk modul
namun program pelatihan SINERGI I telah SINERGI UTAMA dengan memper-
memberikan kontribusi terhadap timbangkan berbagai keterbatasannya.
peningkatan kemampuan prososial sebesar
29,89%. Materi pelatihan belum mencapai
KESIMPULAN DAN SARAN
tataran analisis, evaluasi dan kreasi. Materi,
metode, dan lamanya durasi pelatihan yang
disusun belum mampu memfasilitasi Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa
partisipan dalam mengolah keterampilan pelatihan SINERGI I mampu untuk
menerapkan perilaku prososial yang meningkatkan kemampuan prososial pada
membutuhkan latihan dan monitoring siswa remajausia 14-16 tahun. Diketahui
berkelanjutan. Namun demikian, besarnya bahwa pelatihan ini mampu untuk
kontribusi pelatihan SINERGI I tersebut memberikan sumbangan bagi peningkatan
dicapai dengan berbagai keterbatasan kemampuan prososial sebesar 29,89%.
penelitian dengan disain quasi experiment.
Penelitian dengan disain quasi experiment Dari hasil penelitian diketahui bahwa
merupakan penelitian dengan kondisi yang pelatihan program “SINERGI I” mampu
mendekati kondisi nyata. Dengan demikian, untuk meningkatkan kemampuan prososial
dapat disimpulkan bahwa besarnya pada siswa remaja usia 14-16 tahun.
kontribusi yang dihasilkan oleh program Pelatihan yang melatihkan dua aspek
pelatihan SINERGI I dalam penelitian ini prososial yaitu other oriented empathy dan
tidak jauh berbeda dengan kontribusi helpfulness secara bersinergi dapat
pelatihan tersebut apabila diterapkan dalam meningkatkan kemampuan prososial siswa
remaja. Dengan keterbatan dalam
15 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

pelaksanaannya, pelatihan SINERGI I Penggunaan media visual ini dinilai


mampu berkontribusi terhadap peningkatan memberikan pengalaman dan
kemampuan prososial sebesar 29,89%. refleksi yang lebih jelas serta
Pelatihan masih dapat dilaksanakan dengan mendalam mengenai materi yang
keterbatasan yang ada seperti dalam disampaikan.
pelaksanaan penelitian ini dan diharapkan
mampu memberikan sumbangan efektif b. Mengembangkan modul program
yang sama. pelatihan dengan lebih
menyesuaikan bahasa yang
Peningkatan kemampuan prososial siswa digunakan dengan bahasa remaja
remaja diharapkan mampu memberikan usia 14-16 tahun. Penggunaan
proteksi bagi remaja, sehingga dapat Bahasa Inggris yang sederhana di
memberikan respon yang lebih positif dalam modul akan memberikan
dalam menghadapi tantangan pada proses daya tarik bagi peserta. Namun
transformasi perkembangannya. demikian, perlu diperhatikan
kosakata yang digunakan agar
Berdasarkan temuan dan kelemahan dalam disesuaikan dengan penguasaan
penelitian, terdapat beberapa hal yang kosakata siswa remaja usia 14-16
peneliti sarankan: tahun secara umum.

1. Bagi Praktisi Pelatihan c. Lebih memperhatikan durasi waktu


Pelatihan ini belum teruji dan kondisi tempat pelaksanaan
efektivitasnya dalam meningkatkan pelatihan sehingga pelaksanaan
kemampuan prososial pada remaja usia pelatihan menjadi lebih kondusif
14-16 tahun. Meskipun memiliki dan terhindar dari hasil yang bias
keterbatasan dalam hal efektivitas, karena adanya intervening variable.
pelatihan ini secara signifikan sudah
terbukti mampu meningkatkan d. Mengembangkan modul pelatihan
kemampuan prososial siswa remaja. SINERGI I dengan
Dengan demikian, pelatihan SINERGI menyempurnakan materi pelatihan
I ini sudah dapat dilatihkan pada siswa hingga monitoring aktivitas
remaja usia 14-16 tahun secara umum implementasi setelah pelatihan,
untuk meningkatkan kemampuan sehingga siklus experiential
prososial yang dimiliki. Adapun learning dapat dipenuhi hingga
sebagai pelaksana pelatihan, peneliti active experiment. Dengan
hanya merekomendasikan pada trainer demikian, diharapkan modul
dengan kualifikasi seperti disebutkan pelatihan SINERGI I akan dapat
dalam penelitian. memberikan dampak yang lebih
optimal.
2. Bagi peneliti berikutnya
a. Mengembangkan modul program
pelatihan SINERGI I dengan lebih
banyak menggunakan media film
atau video yang sesuai dengan tema
prososial dalam proses pelatihan,
serta merekam aktivitas role play
peserta untuk kemudian dievaluasi
bersama pada proses diskusi.
Ekawati, Martani: 16
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

DAFTAR PUSTAKA Perry, C. L. (2003). Peer


harassment, school connectedness,
Bellmore, A. D., Cillessen, A. H. N. (2006). and academic achievement. Journal
Reciprocal influences of of School Health, 73(8), 311-316.
victimization, perceived social Eisenberg, M., Neumark-Sztainer, D.
preference, and self-concept in (2008). Peer harassment and
adolescence. Journal of Self & disordered eating. International
Identity, Vol.5(3), p209-229.doi: Journal of Adolescent Medicine
10.1080/15298860600636647. Health. Vol 20(2):155-6
Bierman, K. L., & Erath, S. A. (2004). Eisenberg, N. (1983) The socialization and
Prevention and intervention development of empathy and
programs promoting positive peer prosocial behavior. The National
relations in early childhood. In: Association for Humane and
Tremblay RE, Barr RG, Peters Environmental Education. East
RDeV, (Eds.), Encyclopedia on Haddam : Arizona State University
Early Childhood Development. Press.
[online]. Montreal, Quebec: Centre Eisenberg, N., Guthrie, I. K., Murphy B. C.,
of Excellence for Early Childhood Shepard, S. A., Cumberland, A.,
Development; 2004:1-5. &Carlo, G. (1999). Consistency and
Brandt, D. E. (2006). Delinquency, development of prosocial
development, and social policy. disposition: A longitudinal study.
New Haven & London : Yale Child Development, 70(6), 1360-
University Press 1372.
Carlo, G., Crockett, L. J., Randall, B. A., Eisenberg, N., & Fabes, R. (1998).
Roesch, S. C. (2007). Prosocial development. In:
A latent growth curve analysis of Handbook of Child Psychology, Vol.
prosocial behavior among rural 3: Social, Emotional, and
adolescents. Journal of Research Personality Development, 5th
on Adolescence (Blackwell edition. New York: John Wiley and
Publishing Limited), Vol. 17 Issue 2, Sons.
p301-324. doi: 10.1111/j.1532- Elias, M. J., Zins, J. E., Graczyk, P. A., &
7795.2007.00524.x Weissberg, R. P. (2003).
Carr, A. (2004). Depression and attempted Implementation, sustainability, and
suicide in adolescence. Oxford: scaling up of social-emotional and
Blakcwell Publishing. academic innovations in public
Coleman, J., & Hagell, A. (2007). The schools. School PsychologyReview,
nature of risk, and resilience in 32, 303-309.
adolescence. In Coleman, J., & Farrington, D. P. (2004). Conduct Disorder,
Hagell, A., (Eds). Adolescence, Risk, aggression, and delinquency. In
And Resilience: Against The Odds. Lerner, R. M & Steinberg, L (Eds.),
West Sussex: John Wiley & Sons. Handbook of Adolescent Psychology
Dolbier, C. L., Smith, S. E., & Steinhardt, 2nd edition (pp. 627-664). New
M. A. (2007). Relationships of Jersey: John Willey & Sons, Inc.
protective faktors to stress and Frydenberg, E. (2008). Adolescent coping:
symptoms of illness. American Advances in theory, research, and
Journal of Health Behavior. Vol. 31 practices. East Sussex: Routledge
(4). Geldard, K., Patton, W. (2007).
Eisenberg, M. E., Neumark-Sztainer, D., & Adolescent peer Counselling:
17 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

Enhancing the natural Kristiyani, T. (2008). Efektifitas pelatihan


conversational helping skills of self-regulated learning dalam
young people. Australian Journal of meningkatkan prestasi belajar
Guidance & Counselling, Vol. 17 statistik II pada mahasiswa fakultas
Issue 1, p28-48. psikologi. Tesis. Tidak diterbitkan,
Greitemeyer, T., Osswald, S. (2010). The Universitas Gadjah Mada,
effects of prosocial video games on Yogyakarta.
prosocial behavior. Interpersonal Kolb, D.A., Boyatzis, R.E., Mainemelis, C.
Relations and Group Processes, (1999). Experiential learning :
98 (2): 211–21. Previous research and new
Griese, E. R. (2011). Prosocial behavior as direction. Cleaveland : Department
a protective factor for children’s of Organizational Behavior
peer victimization (Master thesis). Weatherhead School of
Diunduh dari Management Case Weestern
http://digitalcommons.unl.edu/cehsd Reverse University.
iss/115. Lim, K.M., Khoo, A., Wong, M.Y. (2007).
Hidayati, N. K. (2012). Pelatihan Relationship of delinquent behaviors
“SINERGI II” untuk meningkatkan to prosocial orientations of
kemampuan coping proaktif remaja adolescents. North American
tengah. Tesis. Tidak diterbitkan, Journal of Psychology, Vol.9,
Universitas Gadjah Mada, No.1,183-188.
Yogyakarta.. Lubbers, M.J., Werf, M.P.C.V.D., Snijders,
Hutasoit, M. (6 April 2011). Tawuran T.A.B., Creemers, B.P.M., Kuyper,
pelajar di Cikarang, 1 siswa kena H. (2006). The impact of peer
tusuk.DetikNews. Diunduh dari relation an academic progress in
http://www.detiknews.com.17 Juli junior high. Journal of School
2011. Psychology, 44 (2006) 491-521.doi:
Hurlock, E. B. (2006). Psikologi 10.1016/j.jsp.2006.07.005.
perkembangan anak, suatu Malow-Iroff, M.S. & Johnson P.B. (2008).
pendekatan sepanjang rentang Adolescent and risk: Making sense
kehidupan. Jakarta: Erlangga. of adolescent psychology. Westport :
Kaufmann, D. R., Wyman, P. A., Forbes- Praeger Publisher.
Jones, E. L., Barry, J. (2007). Matsumoto, D. (2009).The cambridge
Prosocial involvement and antisocial dictionary of psychology.
peer affiliations as predictors of Cambridge: Cambridge University
behavior problems in urban Press
adolescents: Main effects and Martin, K. M., Huebner, E. S. (2007). Peer
moderating effects. Journal of victimization and prosocial
Community Psychology, Vol.35, experiences and emotional well-
No.4, 417-434. doi: being of middle school student.
10.1002/jcop.20156. Journal of Psychology in the
Kliewer, W., & Murelle, L. (2007). Risk Schools, Vol. 44, 199-
and protective faktors for adolescent 208.doi: 10.1002/pits.20216
substance use: Findings from a Martin, D., Martin, M., Gibson, S. S.,
study in selected central american Wilkins, J. (2007). Increasing
countries. Journal of Adolescent prosocial behavior and academic
Health, Vol (40). achievement among adolescent
african american males.
Ekawati, Martani: 18
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja

Adolescence, Winter, Vol. 42 Issue Enduringgoodness aperson by


168, p 689-698. situation perspective on prosocial
Mcloughlin, C.S. (2009). Positive peer behavior. In M. Mikulnicer & P.
group interventions: Alternative to Shaver (Eds.) Prosocial Motives,
individualized intervention for Emotions, and Behavior,
promoting prosocial behavior in Washington, DC: American
pottentially disaffected youth. Psychological Association. (in
Electronic Journal of Research in press).
Educational Psychology, 7(3), 1131- Perkins, D. F., & Borden, L. M. (2003).
1156. ISSN: 1696-2095. Positive behaviors, problem
Nishina, A., & Juvonen, J. (2005). Daily behaviors, and resiliency in
reports of witnessing and adolescence. In Weiner, I. B.,
experiencing peer Lerner, R. M., Easterbrooks, M. A.,
harassment in middle school. & Mistry, J (Eds). Handbook of
Journal of Child Development, Vol. Psychology Volume 6:
76 Issue 2, p435-450. doi: Developmental Psychology. New
10.1111/j.1467-8624.2005.00855.x Jersey: John Wiley & Sons.
Nishina, A., Juvonen, J., Witkow, M. R. PLAN Indonesia. (21 Mei 2011). Penelitian
(2005). Sticks and stones may break tentang kekerasan di SD, SMP, dan
my bones, but names will make me SMA di Indonesia. Paper
feel Sick: The psychosocial, dipresentasikan pada Seminar
somatic, and scholastic Nasional School Well Being, Center
consequences of peer harassment. of Public Mental Health, Fakultas
Journal of Clinical Child & Psikologi UGM, Yogyakarta.
Adolescent Psychology, Vol. 34 Planken, M. J. E., Boer, H. (2010). Effect of
Issue 1, p37-48. doi: a 10-minutes peer education
10.1207/s15374424jccp3401_4 protocol to reduce binge drinking
Park, M. J., Mulye, T. P., Adams, S. H., among adolescents during holidays.
Brindis, C. D., & Irwin, C. E. Journal of Alcohol & Drug
(2006). The health status of young Education, Vol.54 Issue 2, p35-52.
adults in the united states. Journal of Resource Center for Adolescent Pregnancy
Adolescent Health. Vol. 39. Prevention. (2003). An Overview of
Penner, L. A., Fritzsche, B. A., Craiger, J. adolescent development education,
P., & Freifeld, T.R. (1995). training and research associates.
Measuring the prosocial www.etr.org/recapp/theories/adolesc
personality.In : J. Butcher & C. D. entdevelopment/overview.htm.
Spielberger (Eds.) Advances in Diakses tanggal 09 September 2011
Personality Assessment. (Vol. 10). Santrock, J.W. (2003). Life-Span
Hillsdale, NJ: LEA. development : Perkembangan masa
Penner, L. A. (2000). Promoting prosocial hidup jilid I. Jakarta: Erlangga.
actions. Journal of Social Santrock, J.W. (2007). Adolescence 11th
Philosophy. Vol.31, No.4, 477-487 edition. New York: Mc Graw Hill. .
Penner, L. A., Dividio, J.F.,Piliavin, J.A., Shadish, W.R., Cook, T.D., Campbell, D.T.
Schroeder, D.A. (2005) Prosocial (2002). Experimental and quasi-
behavior multilevel perspectives. experimental designed for
Annual Review Psychology. 56:365– generalized causal inference. New
92 York : Houghton Mifflin Company.
Penner, L. A., Oorom, H., (2009) Steinberg, L. (2007). Risk taking in
19 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013

adolescence: New perspective from perceived discrimination and


brain and behavioral science. depressive symptoms: A minor
Current Direction in Psychological stress model for asian international
Science. Association for students. Journal of Counseling
Psychological Science, Vol. 16, Psychology. Vol. 55 (4).
Number 2, 55-59. Wentzel, K., & Caldwell, K. (1997).
Steinberg, L. (2009). Friendship, peer acceptance, and
http://www.nytimes.com/2009/12/01 group membership: Relation to
/science/01conv.html. academic achievement in middle
Spooner, C., Hall, W. & Lynskey, school. Journal of Child
M. (2001). Structural determinants Development, 68, 1198-1209.
of youth drug Wentzel, K. R., Filisetti, L., Looney, L.
use. Canberra: Australian National (2007). Adolescence prosocial
Council on Drugs. behavior: The Role of self processes
http://addictionstudies.dec.uwi.edu/ and contextual cues. Journal of
Documents/generic%20drug%20inf Child Development, 78(3), 895-910.
ormati Wille, N., Bettge, S., & Ravens-SIbere, U.
on/Stuctural_Determinants_of_Drug (2008). Risk and protective factors
_Use.pdf for childrens and adolescents mental
Tambunan, S.M., Ratnaningsih. (2007) health: results of the BELLA study.
Peranan kualitas attachment, usia, Journal of European Child
dan jender pada perilaku prososial. Adolescent Psychiatry, Vol.17,
Jurnal Penelitian Psikologi. No. 1, p133-147.doi: 10.1007/s00787-008-
Vol.12. 1015-y
Wei, M., Ku, T-Y., Russel, D., Yuli. (23 April 2011). Tawuran, siswa SMA
Mallinckrodt, B., & Liao, K, Y-H. Gama tewas dicelurit. Kompas.
(2008). Moderating effects of three Diunduh dari http://www.kompas.com
coping strategies and self-esteem on

You might also like