Professional Documents
Culture Documents
dian.ekawati@gmail.com
Abstract
Prosocial capability is important for adolescents, because it can be function as a protective factor against risky
behaviors. The purpose of this study is to examine improvements in pro-social capability of adolescents aged 14-
16 years old in post training delivery SINERGI I training program. Helpfulness and other-oriented empathy are
aspects that trained by using the concept of experiential learning as well as methods of games, discussion,
reflection, and role-playing. Participants for the experimental group and control group derived from different
schools. The number of participants is 15 students in the experimental group and 15 students in the control
group. A quasi-experimental method with the untreated control group design with dependent pretest and posttest
samples was used in this study. Adolescent’s pro-social capabilities measured by the pro-social scale of PPB
(Prosocial Personality Battery) with 14 items and alpha reliability of 0.856. The hypothesis of this study is the
“SINERGI I” training program could improving adolescent’s pro-social capability. Quantitative data analysis
were using a parametric t-test and analysis of variance (ANOVA). The results of quantitative analysis of gained
score experimental and control groups showed significant differences with t = 2.351; p = 0.30 (p ≤ 0.05). while
for ANOVA obtained F = 5.866, p = 0.026 (p ≤ 0.05). This result suggests that SINERGI I program could
improve adolescent’s pro-social capability.
Keywords: SINERGI I” training program, adolescents aged 14-16 years, PPB (Prosocial Personality Battery)
Abstrak
Kemampuan prososial diperlukan sebagai faktor protektif bagi remaja terhadap perilaku kurang sehat. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan prososial remaja usia 14-16 tahun pasca
pemberian pelatihan SINERGI I. Aspek Helpfulness dan Other-oriented empathy merupakan materi yang
dilatihkan dengan menggunakan konsep experiential learning serta metode permainan, diskusi, refleksi, dan
bermain peran. Adapun subjek penelitian melibatkan 15 remaja di sekolah menengah pertama sebagai kelompok
eksperimen, dan sebagai kelompok kontrolnya dipilih 15 remaja dari sekolah lain yang memiliki karakteristik
yang sama. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi yang menggunakan disain untreated control
group design with pre-test and post-test. Pengukuran kemampuan prososial siswa menggunakan skala prososial
yaitu PPB (Prosocial Personality Battery) dengan jumlah item sebanyak 14 item dan reliabilitas alpha 0,856.
Hipotesis penelitian ini adalah pelatihan SINERGI I dapat meningkatkan kemampuan prososial remaja usia 14-
16 tahun. Analisis data kuantitatif menggunakan parametrik uji t dan analisis varian (ANAVA) satu jalur. Hasil
analisis kuantitatif gained score kelompok eksperimen dan kontrol menunjukkan adanya perbedaan signifikan
dengan t=2,351; p=0,30 (p≤0,05), sedangkan analisis terhadap skor pretest dan posttest kedua kelompok
menunjukkan adanya perbedaan signifikan dengan F=5,866; p=0,026 (p ≤ 0,05). Hal ini membuktikan bahwa
pelatihan “SINERGI I” mampu meningkatkan kemampuan prososial remaja.
Kata kunci: Pelatihan “SINERGI I”, remaja usia 14-16 tahun, PPB (Prosocial Personality Battery)
Borden, 2003). Adapun pada masa ini di Kabupaten Sleman dengan tema School
terbagi menjadi tiga tahap yaitu : early (10- Well-Being (2011) juga menemukan adanya
13 year age), middle (14-16), dan late (17- hubungan antar sesama siswa yang
19) (ReCAPP, 2003). Sebagian besar diketahui mempunyai banyak permasalahan
remaja mempunyai sikap yang ambivalen, seperti terbentuknya kelompok murid pintar
di satu sisi menginginkan dan menuntut dan biasa, senior dan junior, praktek
kebebasan namun di sisi lain mereka sering bullying serta adanya fenomena pergaulan
takut bertanggung jawab akan akibat yang bebas yang semakin memprihatinkan
ditimbulkan serta meragukan kemampuan
mereka sendiri dalam menanggung Tingginya perilaku kekerasan yang
tanggung jawab tersebut (Hurlock, 2006). dilakukan oleh remaja mengindikasikan
adanya permasalahan emosi dan sosial pada
Perkembangan setiap remaja remaja. Berbagai permasalah emosional dan
dilatarbelakangi oleh berbagai macam sosial, seperti perilaku anti sosial,kenakalan
konteks budaya yang berasal dari keluarga, remaja hingga kasus kriminalitas remaja
kelompok teman sebaya, sekolah, agama, dapat berkembang karena remaja tidak
lingkungan sekitar, komunitas, wilayah, dan memiliki ketrampilan memecahkan masalah
negara, yang masing-masing mempunyai interpersonal serta kurangnya dukungan
norma dan aturan yang berlaku (Santrock, lingkungan. Akibatnya, remaja lebih
2007). Telah dilakukan berbagai penelitian beresiko melakukan perilaku menyimpang
mengenai pengaruh konteks sosial terhadap (Bierman & Earth, 2004 ; Brandt, 2006).
perkembangan remaja. Diantara berbagai Perilaku beresiko merupakan perilaku yang
konteks yangmempengaruhi remaja, memiliki potensi untuk menimbulkan
lingkungan peer atau kelompok teman dampak buruk pada area perkembangan
sebaya merupakan lingkungan yang paling manusia (Perkins & Borden, 2003;
berpengaruh terhadap remaja. Tambunan, 2007). Dalam perilaku beresiko
ini termasuk melakukan seks bebas,
Berbagai permasalahan remaja tersebut menggunakan zat terlarang, ataupun terlibat
memicu adanya perilaku sehat dan perilaku dalam perilaku kekerasan dan perilaku
tidak sehat pada remaja. Akan tetapi, antisosial (Coleman & Hagell, 2007;
perilaku tidak sehat ternyata lebih banyak Malow-Iroff & Johnson, 2008) yaitu
terjadi pada remaja. Penelitian dari PLAN perilaku yang merugikan orang lain
(sebuah LSM) pada tahun 2008 (Tambunan, 2007). Adapun alasan remaja
menyebutkan bahwa 66,1% siswa SMP dan melakukan berbagai perilaku beresiko
67,9% siswa SMA mengalami dan melihat dikarenakan remaja belum matang
adanya kekerasan yang terjadi di sepenuhnya untuk melihat resiko-resiko
sekolahnya (disampaikan pada seminar yang harus ditanggungnya terkait dengan
School Well-Being, 21 Mei 2011). Lebih perilaku mereka. Hal ini membuat mereka
jauh disebutkan bahwa kekerasan di tingkat mengalami kesulitan untuk dapat
SMP terbanyak terjadi di Yogyakarta mencermati dan mempertimbangkan
(77,5%), diikuti oleh Jakarta (61,1%) dan konsekuensi-konsekuensi yang ada
Surabaya (59,8%). Sedangkan di tingkat (Steinberg, 2009).
SMA, kekerasan terbanyak terjadi di
Jakarta (72,7%), diikuti Surabaya (67,2%) Dilihat dari sisi remaja, perilaku-perilaku
dan terakhir Yogyakarta (63,8%). Hasil kekerasan dan antisosial sebagai perilaku
survey yang dilakukan oleh mahasiswa beresiko menghadirkan berbagai implikasi
Magister Profesi Psikologi UGM dan yang kurang menguntungkan. Banyak
CPMH (Center for Public Mental Health) perilaku beresiko yang dilakukan oleh
3 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013
orang dewasa dimulai pertama kali pada paling berpengaruh bagi perilaku remaja,
masa remaja dan menjadi pola perilaku maka dibutuhkan program intervensi efektif
yang menetap pada masa dewasa awal dengan berbasis pada kelompok teman
(Park, Mulye, Adams, Brindis, & Irwin, sebaya (peer).
2006). Lebih jauh lagi disebutkan bahwa
siswa yang melakukan tindakan perilaku Pada remaja, kehadiran teman sebaya
antisosial cenderung akan drop out dari memiliki dua peran sekaligus. Remaja yang
sekolah dan melakukan penyalahgunaan mendapat pengaruh negatif teman sebaya
obat-obatan, dan ketika dewasa akan lebih akan mengembangkan perilaku antisosial
sering ditemukan tidak memiliki pekerjaan, (faktor resiko), sebaliknya remaja yang
bercerai dengan pasangannya, serta menerima pengaruh positif teman sebaya
mengalami berbagai permasalahan psikiatri merupakan faktor protektif terbaik untuk
(Kaufmann, Wyman, Forbes-Jones, Barry, menghindari perilaku menyimpang (Brandt,
2007). Adapun bagi siswa yang menjadi 2006). Penelitian lain menyebutkan bahwa
korban perilaku antisosial maupun pada remaja, kelompok teman sebaya juga
kekerasan dari temannya akan mengalami akan berpengaruh terhadap kemampuan
dampak yang negatif baik secara fisik, manajemen emosi marah dan perilaku
emosi,sosial (Kaufmann, Wyman, Forbes- bertanggung jawab (Mcloughlin, 2009),
Jones, Barry, 2007) maupun psikososial progres akademik (Lubbers, Werf, Snijders,
(Nishina, Juvonen, Witkow, 2005). Dampak Creemers, Kuyper, 2006), hingga perilaku
yang tampak antara lain imbas kepada pengambilan resiko (Steinberg, 2007). Hal
peningkatan kecemasan sehari-hari ini semakin memperkuat betapa pengaruh
(Nishina & Juvonen, 2005), pencapaian teman sebaya memainkan peranan penting
akademik (Eisenberg, Neumark-Sztainer, yang menentukan perkembangan perilaku
Perry, 2003; Nishina, Juvonen, Witkow, remaja.
2005), kenyamanan di sekolah (Eisenberg,
Neumark-Sztainer, Perry, 2003) hingga Adanya kebutuhan akan sebuah intervensi
gangguan perilaku makan (Eisenberg, perilaku antisosial dan kekerasan yang
Neumark-Sztainer, 2008) dan persepsi diri berbasis teman sebaya, program SINERGI
yang negatif (Bellmore & Cillessen, 2006). UTAMA (Siswa Indonesia Belajar dan
Luasnya implikasi yang diakibatkan oleh Berbagi Untuk Sesama) disusun dengan
perilaku kekerasan dan antisosial remaja, tujuan untuk memberikan alternatif
mendorong dilakukannya berbagai upaya intervensi yang disesuaikan dengan
untuk menanggulanginya dengan harapan kebutuhan dan karakteristik siswa remaja.
agar remaja dapat menghadapi berbagai Salah satu karakteristik remaja yang
macam faktor resiko yang dimilikinya dipertimbangkan yaitu kecenderungan
sehingga dapat menjalani masa remajanya untuk lebih memilih membicarakan
dengan baik. permasalahannya kepada sesama teman
dengan gaya remaja, dibandingkan
Berbagai program untuk menanggulangi berdiskusi dengan orangtua maupun orang
perilaku kekerasan dan antisosial remaja dewasa, bahkan konselor dewasa sekalipun
telah banyak dilakukan. Akan tetapi belum (Geldard & Patton, 2007). Dengan
terdapat contoh program berbasis teman demikian, program SINERGI UTAMA
sebaya (peer) yang dinilai sebagai program merupakan program yang menggunakan
intervensi yang efektif untuk perilaku pendekatan teman sebaya sebagai agen
antisosial (Farrington, 2004). Mengingat perubahan untuk dapat mempengaruhi
lingkungan kelompok teman sebaya (peer) siswa atau remaja lainnya. Ide program
merupakan lingkungan yang dipandang SINERGI UTAMA ini dilatarbelakangi oleh
Ekawati, Martani: 4
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja
menurun hingga akhir masa sekolah lain tetapi tidak memberikan keuntungan
menengah atas (Carlo, Crockett, Randall, yang jelas bagi orang yang melakukan
Roesch, 2007). Dengan demikian dapat tindakan itu dengan tidak memandang
disimpulkan bahwa orientasi prososial akan motifnya (Eisenberg, 1983 ; Staub, 1978
mengurangi kecenderungan untuk terlibat dalam Tambunan, 2007) dan berorientasi
dalam kenakalan remaja. memberikan kesejahteraan bagi orang lain,
Seperti halnya perilaku prososial, coping seperti berbagi, menolong, bekerja sama,
juga merupakan faktor protektif yang akan mendukung, melindungi, dan membuat
dikembangkan dalam program SINERGI nyaman orang lain (Eisenberg, 1999;
UTAMA. Disebutkan oleh beberapa ahli Wentzel, Filisetti & Looney, 2007), dan
bahwa salah satu faktor protektif yang dapat kadang-kadang justru dapat menimbulkan
dibangun dalam diri individu adalah coping risiko bagi orang yang melakukannya
(Carr, 2004; Dolbier, Smith, & Steinhardt, (Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
2007; Kliewer, & Murelle, 2007; Santrock,
2003; Spooner, Hall and Lynskey, 2001; Aspek penting dalam perilaku prososial
Wei, Ku, Russel, Mallinckrodt, & Liao, adalah empati dan helpfulness. Empati yaitu
2008). Coping merupakan respons pikiran, kemampuan individu untuk merasakan
perasaan, dan perilaku yang digunakan oleh emosi yang dirasakan oleh orang lain
individu untuk menghadapi permasalahan (Eisenberg, 1983 ; Eisenberg & Fabes,
yang ditemui di kehidupan sehari-hari 1998). Lebih jauh lagi Penner (1995)
ataupun pada situasi khusus (Freydenberg, menyatakan bahwa empati terdiri dari
2008). Secara lebih khusus, Santrock komponen pikiran (thought) dan perasaan
(2003) menyatakan bahwa (feeling) untuk memiliki tanggung-jawab
copingmerupakan salah satu cara yang tepat atas kesejahteraan orang lain dan kemudian
untuk meningkatkan kepercayaan diri disebut dengan other-oriented empathy.
remaja.Remaja yang mempunyai Komponen penting yang kedua adalah
ketrampilan coping di samping ketrampilan aspek helpfulness yaitu seseorang yang
sosial lainnya juga diketahui dapat menyukai tindakan menolong orang lain
mencapai keberhasilan akademik dengan dan tidak suka apabila orang lain
lebih baik (Elias, Zins,Graczyk, & mengalami musibah (Penner, 1995 ;
Weissberg, 2003). Eisenberg & Fabes, 1998). Aspek other-
oriented empathy merupakan komponen
Pada penelitian ini, peneliti akan meneliti kognisi dan afeksi, sedangkan aspek
program SINERGI UTAMA dan helpfulness merupakan komponen tendensi
kemampuan prososial siswa. Dengan perilaku (Penner, 1995 ; 2000 ; 2005 ;
demikian kemampuan prososial akan lebih 2009).
banyak didiskusikan. Perilaku prososial
adalah tindakan yang menguntungkan orang
Ekawati, Martani: 6
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja
Gambar 1.
Gambar Alur Berpikir Penelitian
remaja. Agar dapat melihat hasil yang jelas, observasi dan refleksi (observation and
pelatihan masing-masing kemampuan reflection), konsep abstrak (abstract
kemudian dipisahkan. Untuk membedakan conceptualization), dan pengalaman aktif
pelatihan pada saat penelitian, pelatihan (active experiments). Proses belajar yang
masing-masing kemampuan diberi nama terjadi pada remaja ketika mendapatkan
SINERGI I untuk pelatihan kemampuan pelatihan adalah setelah remaja mendapat
prososial, dan SINERGI II untuk pelatihan pengetahuan mengenai prososial dan coping
kemampuan coping proaktif. Masing- proaktif dan menerapkannya dalam aktivitas
masing jenis sub modul program ini role play. Implementasi program pelatihan
diujikan kepada subjek remaja. merupakan concrete experience. Setelah
menerapkan pengetahuan yang di dapat,
maka remaja akan melihat pengaruh dari
7 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013
peserta memahami materi prososial. Peng- dalam sesi ini. Pada sesi “Mengenal
ukuran ini diberikan sebelum pelatihan dan Emosi”, sebagian peserta (separuh) masih
setelah seluruh rangkaian proses pelatihan kurang dapat menunjukkan ekspresi emosi
selesai. yang tepat. Akibatnya, teman yang menjadi
pasangan dalam bermain peran cenderung
Hasil uji statistik pada tabel 1 menun- hanya menebak tanpa dasar yang jelas.
jukkan bahwa kelompok eksperimen Namun demikian, peserta dapat mengenali
menunjukkan perubahan pengetahuan pro- emosi dari tokoh yang ditampilkan dalam
11 Jurnal Psikologi Undip Vol.12 No.1 April 2013
Tabel 3.
Rangkuman Sumbangan Efektif (eta square) pada Tiap Aspek Prososial
Aspek Prososial F r2
Other Oriented Empathy 7,548 0,2843
Helpfulness 0,281 0,0146
Ekawati, Martani: 12
Pelatihan “Sinergi I” Meningkatkan Kemampuan Prososial Remaja