You are on page 1of 108
PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Sipil SURVEY DAN MONITORING SEDIMENTAS! WADUK Keputusan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Nomor : 39K PTS/D/2009 Tanggal__: 26 Februari 2009 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR KEPUTUSAN DIREKTUR JEND! BER DAYA AIR NOMOR: 39 /KPTS/D/2009 TENTANG : PENGESAHAN PEDOMAN SURVEY DAN MONITORING SEDIMENTASI WADUK DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA AIR SELAKU KETUA KOMISI KEAMANAN BENDUNGAN MENIMBANG ; a Bahwa bendungan sebagai bangunan yeng mempunyei manfaat umum, perlu adanya upaya pengamatan dan pengamanen agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dan dalam jangka waktu yang selama mungkin; Bahwa fungsi bendungan dapat berkureng ekibat tingkat pengendapan sedimentasi yang tinggi; Bahwa upaya pengamatan sedimentasi pada suatu waduk perlu ditindaklanjuti dengan pengaturan dalam suatu Pecoman Survey dan Monitoring Sedimentasi Waduk; Bahwa untuk maksud tersebut periu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal ‘Sumber Daya Air, selaku Ketua Komisi Keamanan Bendungan, MENGINGAT : Undang-undang No. 7 tahun 2004, tentang Sumber Daya Air; Keputusan Presiden RI Nomor : 187/M Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8/M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; Keputusan Presiden RI Nomor : 2/M Tahun 2008, tentang Pemberhentian dan Pengengkatan Pejabat Eselon I dilingkungan Departemen Pekerjean Umum; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 72/PRT/1997, tentang Keamanan Bendungan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 291.A/KPTS/M/2008 tentang Pengaturan Kembali Susunan Keanggotaan Organisasi Komisi Keamanan Bendungan; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 41/PRT/1989 Tentang SNI Nomor 1731- 1989-F tentang Pedoman Keamanan Bendungan, MEMUTUSKAN: Menetapkan : Pertama + Mengesahkan berlakunya Pedoman Survey dan Monitoring Sedimentasi Waduk. Kedua Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapken dengan ketentuan akan diadakan perubahan dan perbaikan seperlunya _bilamana dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya. TURUNAN: Surat Keputusan ini disampaikan untuk diketahui kepada Yeh : 1, Menteri Pekerjaan Umum 2. Sekretaris Jenderal Departemen Pekerjaan Umum 3. Inspektur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum 4. Kepala Balitbang Departemen Pekerjaan Umum, 5. Kepala Pusltbang Sumber Daya Air 6. Sekretaris Ditjen Sumber Daya Air 7. Para Direktur ai lingkungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air 8. Pertinggal, DITETAPKAN DI: JAKARTA PADATANGGAL : 26 FEBRUARI 2009 Direktur Jenderal Sumber Daya Air Selaku Ketua Komisi Keamanan Bendungan, < Ir wah Nursyirwan, Dipl. HE NA NIP. 110018127 SAMBUTAN Sedimentasi secara nyata telah diketahui sebagai penyebab penurunan fungsi waduk, untuk penyediaan air irigasi, pengendali banjir, penyediaan air baku serta Pembangkit Listrik Tenaga Air. Penurunan fungsi waduk akan berakibat besar terhadap sektor pertanian berupa berkurangnya produksi pertanian, terganggunya pasokan listrik, kekeringan, meningkatnya bahaya banjir, dan sebagainya Survey dan monitoring waduk sangat penting untuk mendapatkan data perkiraan yang realistik terhadap sisa tampungan air waduk yang handal dalam suatu periode waktu tertentu, Hal ini akan membantu dalam perkiraan pengurangan kapasitas penyimpanan air pada saat pengukuran sedimen dibandingkan tethadap perencanaan wal. Penyebab utama perubahan kapasitas waduk adalah pengendapan sedimen, oleh Karena itu program monitoring harus dapat menjabarkan hal-hal sebagai berikut a) Pengurangan kapasitas penyimpanan yang disebabkan oleh pengendapan sedimen yang terjadi akibat limpahan bendungan dan hasil sedimen tahunan. b) Lokasi pengendapan sedimen c) Densitas sedimen d) Distribusi pengendapan sedimen secara melintang dan memanjang e) Efisiensi kapasitas waduk Agar monitoring dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan, secara umum direkomendasikan pengukuran tingkat pengangkutan sedimen secara periodik yang dikombinasikan dengan monitoring bendungan secara keseluruhan tiap 5 tahunan, sehingga kuantitas sedimentasi dapat diperkirakan pada periode tertentu, Dengan terbiinya pedoman ini diharapkan para pemilikipengelola bendungan dapat mengambil manfaat yang sebesar-besamya untuk keamanan dan kelestarian fungsi waduk, Akhimya kami mengucapkan selamat atas terbitnya pedoman ini dan kami sampatkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pemikirannya dalam penyusunan pedoman ini Jakarta, Februari 2009 Direktur Sungai, Danau dan Waduk, rage Ir, Widagdo, Dipl. HE KATA PENGANTAR Pedoman Survey dan Monitoring Sedimentasi Waduk merupakan pedoman yang mengacu pada standar SNI yang berlaku dan pedoman lainnya yang berkaitan, Perumusan pedoman ini dilakukan melalui proses pembahasan pada rapat-rapat pembahasan yang melibatkan para narasumber, pakar dan praktisi dari berbagal instansi terkait. Pedoman ini telah disusun untuk memberikan informasi bagaimana mengaplikasikan survey dan monitoring sedimentasi waduk yang terkalt dalam rangka memperkirakan dan menghitung laju sedimentasi yang masuk ke waduk. Topik yang dibahas dalam pedoman ini mencakup a) Penentuan lokasi monitoring sedimentasi waduk; b) Penentuan lokasi monitoring laju sedimentasi, cc) Pengukuran profil sungai, d) Pengukuran bathimetri dan tachimetr; e) Pengukuran debit dan sampel sedimen sungai, f) Pengambilan sampel sedimen waduk Pedoman ini telah disiapkan dengan mengacu pada informasi dan teknologi terkini dalam survey dan perhitungan sedimentasi, yang merupakan bahan pertimbangan penting dalam desain dan konstruksi bendungan dan bangunan pelengkap lainnya. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan keseragaman dalam survey dan monitoring sedimentasi waduk bagi para pengelola waduk di Indonesia, Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pendesain, pelaksana konstruksi, semua pihak (instansi) terkait di pemerintah pusat, dan daerah, dalam melaksanakan survey dan monitoring sedimentasi waduk Jakarta, Februari 2009 Kepala Balai Bendungan WA Ir. A. Hanan Akhmad, M. Eng iii DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1. RUANG LINGKUP. 2. ACUAN NORMATIF .. 3. ISTILAH DAN DEFINISI 4. KETENTUAN DAN PERSYARATAN UMUM. 41 Umum. 42 Umur Waduk 43 Operasi dan Pemeliharaan Waduk ialecehetitettttt titi 4.4 Bagan Alir Metode Pelaksanaan Survei dan Monitoring Sedimentasi Waduk.... 4.5 Survei dan Monitoring Sedimentasi Waduk. ne 5. DESKRIPSI DAERAH ALIRAN SUNGAI LOKASI WADUK....... @onew aan oie 9 a EEE Se eee set ree eet terete tee tee te i ere eee pated 5.2 Deskripsi Kondisi Hidrologi iti at 12 5.3 Desktipsi Anak-Anak Sungai yang Mempengaruni W Wa dk onc orssen 13 6. PENGAMBILAN SAMPEL DAN ANALISA SEDIMEN PADA ALUR SUNGAI DAN WADUK.. 14 61 Umum. a : 14 62 Penentuan Lokasi si Monitoring dan Pengukuran Sedimen. 14 62.1 Pada Sungai Utama dan Sungai- Sungai yang masuk ke Waduk 14 622 Pada Daerah Genangan Waduk seo 14 6.3 Pengukuran Angkutan Sedimen : 14 63.1 Pengukuran Angkutan Sedimen Layang 18 6.3.2 Pengukuran Angkutan Sedimen Dasar dan Contoh Material Sedimen 20 7 PERHITUNGAN LAJU ANGKUTAN SEDIMEN dan LAJU SEDIMENTAS! WADUK........ 24 TA UMUM. ae i peat 7.2 Angkutan Sedimen Layang Se eee as 7.3 Angkutan Sedimen Dasar : 25 7.4 Perhitungan Angkutan Sedimen dengan Metode atau Rumus-Rumus Empiris. 26 7.8 Perhitungan Angkutan Sedimen dengan Model Numerik atau Matematik 30 8, PENGUKURAN TOPOGRAFI TERISTRIS DAN BATHIMETRI....... 31 BA UUM ae - 3t 82 Peralatan : 32 82.1 Peralatan GPS. : 32 8.2.2 Echo Sounder. : : ae 32, 8.3 Pengukuran Topografi Teristris di Sekitar Daerah Genangan Waduk .. a 32 84 — Teknik Survei Waduk. pein icscin taal 8.4.1 Erosi dan Longsoran Tepian Waduk oo 85 84.2 Kerapatan dan Jarak Jalur Pengukuran 35 84.3 Pemillihan Sistem Pengumpulan Data Hidrografi dan Piranti Lunak Yang W Memadai 38 85 Penentuan Posisi dengan GPS. 139 85.1 Metode Penentuan Posisi Absolut a 85.2 Metode Penentuan Posisi Diferensial GPS... 41 853 Sistem RTK GPS H Ectsotitd iiedaetititact tdi td Ae. 85.4 Kesalahan — Kesalahan GPS. ce 43 85.5 Kontrol Horisontal dan Vertikal..... M4 8.6 Pengukuran Bathimetti co i a : oA 88.1 Pengukuran Bathimetri Dengan A Alat Echo SOUNDET....ssnennennnrestnncsenies 45 88.44 Pengukuran Bathimetri dengan Echo Sounder Single Beam... see 46 8.6.1.2 Pengukuran Bathimetri dengan Echo Sounder Multi Tranduser.. 50 86.13 Pengukuran Bathimetri dengan Echo Sounder Multibeam... 50 86.2 Akurasi dan Kualitas Survel.... att a Hse: 8.6.3 Kalibrasi Alat Ukur Echo Sounder cesses mrnntnctnnternneensienssese SB 8.6.4 Prosedur Pengukuran Bathimetri 58 8.7 — Hasil Pengukuran ce : ret aa 59 8.8 — Penyusunan Format Data Hasil Pengukuran dan Penggambaran...... 63 9. PENGHITUNGAN KAPASITAS DAN LAJU SEDIMENTAS! WADUK.... 2.00 63 91 Pethitungan Kapasitas Waduk. ei 63 9.2 Volume dan Ketebalan Endapan Sedimen Waduk. 64 9.3. Perhitungan Laju Sedimentasi WadUk css 65 9.3.1 Efisiensi Tangkapan Sedimen (Trap Efficiency)..... 65 9.32 Perkiraan Laju Pemadatan Endapan...... 68 9.4 Pethitungan Umur Layanan Waduk... 68 94.1 Rencana Umur Layanan Wadul : 68 94.2 Sisa Umur Layanan Waduk .. ae oe 69 10. PELAPORAN HASIL SURVEI DAN MONITORING SEDIMENTASI WADUK.........73 10.1 Umum. 73 10.2 _Isi Laporan. oT 10.3 Pengesahan Laporan........ 74 BIBLIOGRAFI Lempiran 1 Persamaan USLE dan MUSLE Untuk Memprediksi Laju Sedimentasi Waduk Lampiran 2 Perhitungan Angkutan Sedimen Total Dengan Metode Modifikasi Einstein .... Lampiran 3 Peta Lokasi dan Tabel Koordinat BM Waduk Kedung Ombo...... Lampiran 4 Tranformasi Koordinat Lampiran 5 Sketsa Pengikatan Nilai Kedalaman Terhadap Permukaan Air Laut Rata-Rata... Lampiran 6 Langkah-Langkah Pengukuran Bathimetri dan Topografi Teristris. 75 76 78 90 1 . 96 99 PEDOMAN SURVEI DAN MONITORING SEDIMENTASI WADUK 4. RUANG LINGKUP 4) Lingkup Pedoman Pedoman survei dan monitoring sedimentasi waduk memuat tentang tata cara pelaksanaan survei dan monitoring sedimentasi waduk dimulai dari pengumpulan data umum, tata cara pengukuran angkutan sedimen dan pengambilan sampel di lapangan, pengujian laboratorium, pengukuran topografi teristris (tachimetri) dan bathimetri daerah genangan waduk termasuk syarat-syarat yang harus dipenuhi, analisis data survei untuk memperoleh hasil sesuai dengan tujuan dilakukannya survei dan monitoring. Pedoman ini di tik beratkan pada peleksanaan surveil dan monitoring waduk guna memperkirakan sisa umur layanan waduk, perubahan pola operasi waduk sehubungan dengan adanya pengurangan volume tampung termasuk volume untuk pengendalian banjir dan dapat digunakan sebagai dasar perencanaan penanggulangan sedimentasi pada waduk yang bersangkutan atau pada Daerah Aliran Sungainya. pelaksanaan survei yang tercantum dalam pedoman merupakan tata cara yang dipilih sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak mencakup semua tata cara yang ada atau pernah dilakukan 2) Maksud dan Tujuan Penyusunan pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan panduan kepada pengelola waduk mengenai tata cara atau metode pelaksanaan survei dan monitoring sedimentasi waduk yang sudah ada dengan menggunakan peralatan atau teknologi terkini yakni dengan Differential Global Positioning System Echo Sounder (DGPS Echo Sounder) untuk pemeruman kedalaman waduk dan dengan Real Time Kinematik Global Positioning System (RTK GPS) untuk pengukuran topografi terestris daerah genangan waduk (tachimetri). Tujuan penyusunan pedoman adalah untuk dapat dilaksanakannya pekerjaan survei dan monitoring sedimentasi setiap waduk yang ada di Indonesia secara periodik berdasarkan ketentuan dan dapat dilakukan dengan cara yang effektif,effisien dan dengan kendala seminimal mungkin, 2. ACUAN NORMATIF 1) SNI03—6737-2002 _: Metode Perhitungan Awal Laju Sedimentasi Waduk 2) SNI19-6724~2002 _: Standar Jaring Kontrol Horisontal (Bekosurtanal) 3) SNi19-6459-2000 _: Tata Cara Pengontrolan Sedimen pada Waduk 4) SNI03-3414—1994 —_: Tata Cara Pengambilan Contoh Muatan Sedimen Layang di ‘Sungai Dengan Integrasi Kedalaman Berdasarkan Pembagian Debit 5) Pd. T- 25-2004 : Pedoman Pengoperasian Waduk Tunggal 6) Pd. M.03—2000A Metode Perhitungan Kapasitas Tampungan pada Waduk 7) ASTM D 4581 ~ 86 (2001) : Standard Guide for Measurement of Morphologic Characteristics of Surface Water Bodies. 8) USBR Chapter 9 Reservoir Survey and Data Analysis 3. ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang berkaitan dengan pedoman ini adalah: (1) Waduk adaleh wadah buatan untuk menampung air, limbah atau bahan cair lainnya yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan, 4 dari 100 ®) @) (10) (ry (12) (13) (14) (15) (16) (7) (18) Efisiensi tangkapan sedimen adalah persentase laju angkutan sedimen yang mengendap Gi dalam daerah genangan weduk dengan laju angkutan sedimen total yang masuk ke dalam waduk. Endapan sedimen waduk adalah timbunan material yang berasal dari hasil angkutan sedimen sungai dan hasil erosi DAS. Laju sedimentasi adalah banyaknya pengendapan sedimen di sungai atau waduk per satuan waktu. Laju angkutan sedimen adalah besamya debit angkutan sedimen yang mengalir pada alur ‘sungai atau waduk per satuan waktu. Serahan sedimen adalah sedimen yang mengalir masuk dan diangkut ke dalam sebuah waduk berasal dari daerah drainase/pengaliran di hulunya (mmitahun). Kapasitas efektif waduk adalah volume waduk dari elevasi muka air normal sampai dengan elevasi muka air eksploitasi terendah untuk periode yang akan dianalisis (m°); untuk selanjutnya dalam pedoman ini disebut kapasitas. Kapasitas tersedia adalah volume waduk yang dicadangkan untuk memenuhi fungsinya ‘seperti untuk air pertanian, industri, tenaga listrik, kebutuhan domestik dan sebagainya. Periode retensi adalah kapasitas waduk dibagi oleh debit aliran masuk (satuan waktu). Panjang waduk adalah panjang dasar sungai di atas tampungan mati sampai pada muka air eksploitasi terendah (m). Tranduser adalah alat untuk mengubah energi elektrik ke energi akustik dan energi akustik kembali ke tenaga elektrik Bar check adalah alat yang digunakan untuk mengkalibrasi alat ukur echo sounder dengan menggunakan alat pemantul gelombang suara, seperti lempengan metal dengan permukaan yang rata atau balok |. Velocity probe adalah metode untuk mengkalibrasi bacaan kedalaman dari alat echo sounder dengan memperhitungkan variasi kecepatan rambat gelombang suara pada berbagal variasi kedalaman. GPS atau Global Positioning System adalah sistem satelit EDM yang digunaken untuk menentukan koordinat Kartisius (x, y, 2) suatu tempat dengan alat sinyal radio dari satelit NAVSTAR. EDM atau Electronic Distance Measurement adalah pengukuran jarak dengan menggunakan sinyal atau sistem perbandingan fase. NAVSTAR adalah nama yang diberikan oleh sistem satelit Amerika Serikat yang didirikan untuk Navigation Satelite Timing and Ranging. Pemeruman adalah pengukuran kedalaman air dengan alat akustik, echo sounder atau dengan alat duga. Total Station adalah alat survei topografi yang berfungsi secara elektronik dan secara digital mengukur dan menayangkan jarak horizontal dan sudut vertikal ke suatu obyek. Beberapa singkatan yang berkaitan dengan pedoman ini adalah: a) (2) @) (4) (6) ©) @ (8) (9) (10) (11) AWLR — : Automatic WaterL level Recorder BTMA Bed Load Transport Meter Arnhiem DAS Daerah Aliran Sungai ({D)GPS _: (Differential) Global Positioning System DTM — : Digital Terrain Model EDM : Electronic Distance Measurement EPS __ = Electronic Positioning System LADGPS : Local Area Differential Global Positioning System GDOP — : Geometric Dilution of Precision HDOP: Horizontal Dilution of Precision PDOP —: Position Dilution of Precision 2 dari 100 4, KETENTUAN DAN PERSYARATAN UMUM 44 Umum Fungsi dari berbagai macam waduk diantaranya adalah untuk peredaman debit banjir dalam penanggulangan banjir, penampungan sedimen, Keperluan irigasi, penyediaan sarana air baku untuk masyarakat, pembangkit listrik, sarana rekreasi, navigasi, konservasi sumber daya air, dan juga untuk menjaga kualitas air. Fungsi waduk tersebut dapat berkurang atau bahkan mati karena terjadinya sedimentasi di dalam daerah genangan waduk. Gambar 1 menjelaskan tentang dimensi, bentuk dan pengoperasian waduk yang akan mempengaruhi lokasi dan proses sedimentasi di waduk. Sedimentasi di waduk merupakan proses alami dari penumpukan sedimen yang terbawa ke dalam waduk dan faktor ini mempengaruhi umur layanan dari waduk. Sejalan dengan proses penumpukan sedimen di waduk yang dapat mempengaruhi_ volume tampungan waduk, maka pengukuran/survei secara berkala untuk mengetahui perubahan dari tampungan waduk perlu dilakukan. Hasil survei akan digunakan sebagai bahan masukan untuk memperbaharui pola pengoperasian waduk. Ditinjau dari aliran sungai dan arus yang masuk ke dalam waduk, akibat pembendungan maka kecepatan aliran berkurang, sehingga menyebabkan kapasitas angkutan sedimen di bagian inlet waduk menjadi berkurang. Kehilangan kapasitas angkutan sedimen menyebabkan penumpukan sedimen i bagian inlet waduk atau di bagian pertemuan antara genangan dengan sungai. Proses penumpukan sedimen di daerah genangan waduk ini memiliki pola yang hampir sama dimana angkutan sedimen dengan butiran sedimen yang lebih besar akan mengendap terlebih dahulu kemudian bagian butiran sedimen yang lebih halus akan mengendap kemudian dengan posisi lebih jauh dari inlet. Pengendapan ini terjadi dari bagian awal hingga bagian hilir waduk atau dengan kata lain terjadi endapan di seluruh bagian waduk. Tujuan utama dari survei waduk adalah untuk mengukur luas dan kapasitas waduk. Survei dan monitoring yang dilakukan di lapangan dan analisisnya akan menghasilkan pola penyebaran sedimen dalam waduk yang dapat digunakan untuk memprediksi umur layanan waduk, serta dapat menghasilkan beberapa data berupa peta perubahan keadaan sedimentasi waduk baik secara vertikal maupun secara horizontal, densitas sedimen, efisiensi waduk dan evaluasi dalam pengoperasian selanjutnya 3 dari 100 Keterangan (Q) Kemiringan formasi endapan bagi hulu (Topset slope) (6) Kemiringan dasar (bottom set slope) (2) Endapan Sedimen dengan Butiran kasar (7) Muka Air Normal (3) Kemiringan palung asli Original Thalweg Slope) (8) Muka Air Maksimum 4) Titik perubahan kemiringan endapan (Pivot Point) (9) Fasiitas Pengeluaran (Outlets) (3) Kemiringan formasi endapan bagian hilir (Foreset slope) (10) Endapan sedimen dengan butiran halus Gambar 1. Profil Tipikal Pengendapan Sedimen (Strand and Pamberton, 1982) 4.2. Umur Waduk ‘Sebuah waduk dibangun untuk memberikan manfeat sesuai dengan fungsi utama dibangunnya waduk tersebut apakah sebagai waduk satu fungsi atau waduk multi fungsi, dalam jangka waktu ‘sampai tercapainya umur ekonomisnya. Oleh karena itu terdapat beberapa istilah tentang umur waduk yaitu umur layanan (usefull life), umur ekonomi (economic life), umur manfaat (useable life), umur rencana (design life) dan umur penuh (full life). Definisi masing-masing umur waduk tersebut adalah sebagai berikut: a) Umurlayanan Umur layanan waduk adalah suatu periode dari mulai beroperasinya suatu waduk yang dapat memberikan layanan secara penuh dan baik terhadap fungsi utama pembangunannya. Untuk waduk yang diambil aimya melalui bangunan pengambilan bawah, umur layanan waduk biasanya disamakan dengan periode dari tahun pertama dioperasikannya waduk tersebut sampai dengan terpenuhinya tampungan mati dan tertutupnya bangunan pengambilan tersebut oleh sedimen. Sedangkan untuk waduk yang diambil aimya melalui perompaan maka umur layanan waduk akan sama dengan periode dari tahun pertama dioperasikannya waduk tersebut sampai dengan terpenuhinya tampungan efektif oleh sedimen. Apabila waduk sudah tidak dapat memberikan layanan sesuai fungsinya maka waduk tersebut dinamakan waduk mati. b)_ Umur ekonomi Umur ekonomi waduk dikaitkan dengan nilai kelayakan waduk, yang dihitung dari mutai beroperasinya waduk tersebut sampai diperolehnya keuntungan atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan biaya pembangunan waduk termasuk biaya operasi dan pemeliharaannya. Waduk yang memberikan keuntungan atau manfaat tinggi (biasanya waduk multi fungsi) maka waduk akan mempunyai umur ekonomi yang pendek, apabila umur ekonomi telah tercapai dan 4 deri 100 waduk masih dapat dioperasikan maka nilai kelayakan waduk dapat dicapai. Sebaliknya jika biaya pembangunan waduk serta biaya operasi dan pemeliharaannya sangat tinggi, sedangkan waduk tersebut memberikan nilai Keuntungan atau manfaat rendah (biasanya waduk satu fungsi) maka umur ekonomi waduk tersebut akan panjang. Apabila waduk telah mati sebelum tercapainya umur ekonomi maka dikatakan waduk tersebut tidak layak dan sebaiknya tidak dibangun. ©) Umur manfaat Umur manfaat waduk adalah suatu periode dari mulai beroperasi dan dapat dimanfaatkannya suatu waduk sampai waduk tersebut dinyatakan mati. Matinya waduk tidak selalu disebabkan olen sedimentasi tetapi dapat disebabkan oleh hal-hal lain seperti kering karena adanya bocoran, kerusakan pada struktur bendungan atau bangunan pelengkap lainnya, tidak dioperasikan karena membahayakan lingkungan, dll. Waduk yang akan mati dapat direhabilitasi Kembali sehingga waduk dapat difungsikan kembali sehingga umur manfaat dapat diperpanjang @) Umur rencana Umur rencana waduk adalah umur patokan suatu waduk direncanakan untuk dapat difungsikan atau dioperasikan secara penuh, misal 50 tahun atau 100 tahun. Umur rencana sering digunakan untuk menghitung nilai kelayakan waduk, apakah umur rencana berada diatas umur ekonomi (layak) atau dibawah umur ekonomi (tidak layak). Umur rencana juga digunakan sebagai dasar untuk mendesain umur teknis infrastruktur yang harus dibangun dengan melihat tingkat keamanannya e) Umur penuh Umur penuh adalah suatu periode atau jumlah tahun dari mulai beroperasinya waduk sampai kapasitas tampungan total terpenuhi oleh sedimen. 4.3. Operasi dan Pemeliharaan Waduk Waduk dioperasikan sesuai dengan fungsinya berdasarkan pedoman yang telah disusun pada saat pembangunan. Sesuai dengan umur waduk, volume tampungan waduk dapat semakin berkurang dikarenakan adanya sedimentasi pada daerah genangan. Apabila perubahan volume waduk cukup besar maka pola operasi waduk perlu dievaluasi kembali dan hal ini akan berpengaruh terhadap fungsi waduk tersebut. Fungsi waduk akan hilang apabila semua daerah genangan waduk sudah terisi penuh dengan sedimen. Pada kondisi ini volume sedimen yang terjadi telah melebihi volume tampungan waduk baik untuk tampungan sedimen maupun tampungan dalam penyediaan air baku dan dinyatakan bahwa waduk telah mati atau umur layanan weduk telah habis. Dalam pembangunan waduk, umur layanan waduk telah direncanakan berdasatkan umur rencana. Pada umumnya waduk dibangun dengan umur layanan lebih dari 50 tahun. Besarnya sedimentasi yang mungkin terjadi selama umur layanan waduk diperhitungkan dengan menyediakan kapasitas tampungan untuk sedimen pada daerah endapan yang biasa disebut tampungan mati (dead storage). Namun demikian, meskipun tampungan mati telah penuh dengan sedimen, waduk tersebut masih dapat difungsikan selama bangunan pengeluaran belum tertutup sedimen dan masih tersedia volume tampung efektif Apabila laju sedimentasi cukup besar dan dikhawatirkan umur layanan waduk yang direncanakan tidak akan dapat tercapai, maka dilakukan upaya pengendalian sedimen di hulu waduk misalnya dengan cara pembangunan check dam dan bottom controller atau ground sil. Pembangunan check dam pada daerah aliran sungai dimaksudkan untuk menghindari terjadinya erosi sedimen pada lahan secara besar-besaran dan bottom controller atau ground 5 dari 100 sill dimaksudkan untuk menahan sedimen agar tidak mengendap pada daerah genangan waduk. Dengan diketahuinya laju sedimentasi serta sebaran endapan sedimen waduk dalam daerah genangan maka upaya pemeliharaan waduk akan dapat lebih mudah dilakukan, sehingga umur layanan waduk dapat tercapai sesuai dengan yang direncanakan. Penggelontoran (flushing) sedimen yang ada dalam waduk adalah suatu usaha pengeluaran endapan sedimen di waduk dengan cara penguraian endapan tersebut kemudian mengeluarkannya melalui bangunan keluaran bawah (bottom outlet). Dengan demikian maka Penggelontoran sesungguhnya adalah merupakan pelewatan sedimen (sluicing) yang lebih spesifk. Beberapa persyaratan umum yang diperlukan untuk melakukan penggelontoran adalah: 1) Bentuk kolam waduk relatif sempit 2) Tersedia volume air yang cukup besar selama waktu penggelontoran 3) Kondisi waduk memungkinkan untuk ditakukan penggelontoran 4) Tersedia lebar bukaan pintu yang cukup 5) Dioperasikan pada awal musim banjir. Yang dimaksud dengan kondisi waduk memungkinkan untuk penggelontoran adalah bahwa stabilitas tubuh bendungan masih dalam batas aman serta ketersediaan air mencukupi, dengan persyaratan tersebut menunjukan bahwa pelewatan sedimen melalui waduk hanya dapat dilakukan pada musim hujan, atau air yang digunakan untuk menggelontor adalah air banji 4.4 Bagan Alir Metode Pelaksanaan Survei dan Monitoring Sedimentasi Waduk Sebelum kegiatan survei dan monitoring sedimentasi waduk dilaksanakan, ruang lingkup atau cakupan pekerjaan periu dideskripsikan terlebih dahulu secara baik dan benar. Hal ini perlu dilakukan dalam rangka menentukan metodologi atau teknik pelaksanaan survei dan persiapan peralatan yang diperlukan, Besarnya ruang lingkup survei akan menentukan besarnya biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut, apabila biaya bukan merupakan pembatas terhadap pelaksanaan pekerjaan maka ruang lingkup survei dapat disusun secara lengkap, tetapi apabila biayanya terbatas maka ruang lingkup pekerjaan survei dibatasi untuk hal-hal yang pokok. Cara yang digunakan dalam pelaksanaan survei dan monitoring meliput: 1) Monitoring alur-alur sungai yang masuk ke dalam waduk dan Daerah Aliran Sungainya 2) Pengambilan contoh material sedimen pada alur sungai di hulu waduk dan di dalam waduk. 3) Pengukuran topografi teristris (tachimetri) dan pengukuran bathimetr. 4) Penghitungan laju angkutan sedimen sungai dan laju sedimentasi pada waduk. Monitoring dan pengambilan sedimen pada alur-alur sungai yang masuk ke dalam waduk dimaksudkan untuk mengetahui besamya total angkutan sedimen yang masuk ke dalam waduk (ton/hari). Data ini digunakan untuk menghitung laju sedimentasi dan sisa umur layanan waduk dengan pendekatan numerik/matematik. Pengambilan contch material sedimen di dalam waduk dimaksudkan untuk mengetahui besarnya butiran (grain size), penyebaran pengendapannya dan sumber sedimen dalam waduk. Data ini digunakan untuk menghitung distribusi penyebaran dan pengendapan sedimen di dalam waduk dengan pendekatan numerikimatematik. Pengukuran topografi teristris dan bathimetri dimaksudkan untuk mendapatkan peta genangan waduk setelah sekian lama dioperasikan. Peta ini kemudian dibandingkan dengan peta genangan waduk pada saat dibangun, sehingga sisa umur layanan waduk dapat diketahui secara langsung. 6 dari 100 Bagan alir metode pelaksanaan survei dan monitoring sedimentasi di waduk dapat dillhat pada Gambar 2. 7 dari 100 001 uep INPEM |seIUSWHIpEg BULOWUOW UEP JexINS UeEUESHE|eY LEdeYeL TY UeBeg “Z LeqUIED ynewoyeu! jepow pyuownu esieuy wnuasyeus ae eynu veBuep sesquBsu0y redwes ynpem uebueuab ‘unvoresoge| {yesBep INOWUO Bleed os ure esieuy ¥ ¥ ynpen ueuehe 7 snuun esis syipaige | npen isewowioes [q_| uyeq UEP suIseseh snpem isezedo ejod Isnquasip uep nile 1} uesnyneusg a ueuegnied uentusuieg + epe Guek (seluawipas uenynbued ee « ynpam seusedey isenaja eANY © inpem ueeueouesed eed + ynpem ueGueuR6 eUe0Ue! Bag « J2puny9e Blep uB;nduinBueg | uedersieg Ruang lingkup pekerjaan survei dan monitoring sedimen waduk meliputi tahapan pekerjaan- pekerjaan sebagai berikut: @) — Pengukuran kedalaman air pada daerah genangan waduk atau bathimetri dilakukan pada jalur-jalur pemeruman yang telah ditentukan, dengan pemasangan patok-patok kontrol. b) Pengukuran topografi daerah di sekeliling genangan waduk atau tachimetri yang tidak tergenang sampai elevasi muka air maksimum. ©) Pengukuran penampang melintang dan penampang memanjang alur-alur sungai induk dan anak-anak sungainya. 4) Pengumpulan data hidrologi dan hidrometri untuk Daerah Aliran Sungai pada waduk yang bersangkutan, ©) Pengambilan sampel material endapan sedimen yang ada pada daerah genangan waduk dan alur sungai utamanya dan pengujiannya di laboratorium. f) — Pengambilan sampel material angkutan sedimen pada alur-alur sungai utamanya untuk bervariasi besaran debit aliran serta pengujiannya di laboratorium 9) Perhitungan angkutan sedimen, laju sedimentasi, distribusi endapan sedimen pada daerah genangan waduk dan lain-tain, h) _ Perhitungan dan analisis sedimentasi waduk dari hasil survei i) Pekerjaan-pekerjaan lain yang melengkapi atau menindaklanjuti hasil survei dan monitoring sedimentasi pada waduk yang bersangkutan. Teknik atau metodologi pelaksanaan survei dan monitoring sedimentasi waduk selalu berkembang sesuai dengan kemajuan imu pengetahuan dan teknologi serta peralatan yang tersedia sesuai dengan jamannya. Penggunaan teknologi beserta peralatannya akan mempengaruhi waktu atau lamanya pelaksanaan pekerjaan survel dan juga ketelitian atau keakuratan data yang diperoleh. Dengan adanya berbagai alternatif teknologi serta penggunaan peralatan survei, maka setelah ruang lingkup pekerjaan survei ditentukan, penggunaan teknologi serta peralatan survei yang akan diterapkan juga perlu ditetapkan secara pasti dan direncanakan secara matang 4.5 Survei dan Monitoring Sedimentasi Waduk Laju endapan sedimen per tahun berbeda-beda dari satu waduk dengan waduk lainnya, Hal ini tergantung dari kondisi daerah aliran sungai di hulu waduk yang merupakan daereh tangkapan hujan. Faktor utama yang mempengaruhi laju endapan sedimen waduk adalah: 1) Intensitas curah hujan 2) Jeni tanah dan jenis tumbuhan penutup (land cover) 3) Tata guna lahan 4) Kemiringan topografi 5) Jaringan drainase alam (kerapatan, kemiringan, bentuk, ukuran dan alinyemen ‘sungai/saluran) 6) Limpasan (surface run off 7) Karakteristik material sedimen (gradasi butiran, berat jenis, bentuk butir, all) 8) Karakteristik hidrolika sungai/saluran Untuk mengetahui laju sedimentasi dan besarnya endapan sedimen pada suatu waduk perlu dilakukan survei dan monitoring sedimentasi waduk. Survei dengan pengukuran topografi dasar daerah genangan waduk akan digunakan untuk mengetahui tebal dan volume endapan sedimen waduk yang telah terjadi dalam kurun waktu tertentu, Frekuensi pelaksanaan survei pada suatu waduk tergantung dari perkiraan laju sedimentasi yang berpengaruh pada kapasitas tampung dan ditentukan oleh penanggung jawab pengelola waduk tersebut. Sebagai contoh frekuensi survei dilakukan pada setiap terjadi penurunan kapasitas tampung sebesar 7,5 % atau antara 5 tahun sampai 10 tahun sekali, dengan catatan pengambilan contoh sedimen 9 dari 100 harus dilakukan secara terus menerus, Survei sedimentasi waduk perlu dilakuken sehubungan dengan adanya banjir besar, penurunan kapasitas waduk yang mencolok, adanya perubahan karakteristik daerah tangkapan aimya, adanya pengerukan atau peninggian bendungan dan lain-tain. Tabel 1. Frekuensi Monitoring Sedimen engurangan Kapasias | Frekuens Monitoring Metode 5 — 10 tahun - Bathimetri, <7,5 % per 5 tahun (wajib) (serene cab alisen genangan 7—Ztahun = Sampling pada muara sungai > 7,5 % per 5 tahun (fidek waiib) pore: tener Disamping survei dilakukan pada daerah genangan waduk dengan bathimetri, survei angkutan sedimen juga perlu dilakukan pada alur-alur sungai yang-masuk ke dalam waduk. Alur sungai merupakan daerah angkutan sedimen yang akan membawa bahan sedimen masuk ke dalam waduk. Besarnya laju sedimentasi waduk pada umumnya tergantung dari besarnya angkutan sedimen pada alur-alur sungai. Pengamatan angkutan sedimen pada alur sungai dilakukan dengan cara memasang pos duga air dengan pemillhan lokasi sesuai dengan persyaratan. Dengan diketahuinya sumber sedimen yang masuk ke dalam waduk maka usaha pencegahan terjadinya sedimentasi waduk akan dapat dilakukan misalnya dengan membuat bangunan pengendali sedimen, bangunan kantong sedimen, bangunan pengendali dasar atau tebing ‘sungai dan lain-lain. Monitoring daerah tangkapan air perlu dilakukan untuk mengetahui sumber sedimentasi waduk yang berasal dari erosi lahan. Pada daerah pertanian atau pada lahan yang gundul biasanya menghasilkan erosi lahan yang cukup besar. Usaha pengendalian erosi dengan melakukan terrasering, penghijauan kembali dan lair-lain dapat dilakukan dalam rangka penurunan laju sedimentasi waduk. Monitoring dan pengambilan sampel sedimen pada alur sungal perlu dilakukan secara terus menerus agar Karakteristik dan angkutan sedimen pada alur sungai dapat diketahui. Untuk mengetahui besarnya angkutan sedimen per hari perlu dipasang alat duga air otomatix (AWLR) pada lokasi yang dipilih sedekat mungkin dengan batas bagian hulu genangan waduk, dan tidak terpengaruh oleh aliran balik (back water). Pengambilan contoh sedimen dilakukan bersamaan dengan pengukuran debit pada kondisi muka air rendah, muka air sedang dan muka air tinggi, minimum sebanyak 6 kali dalam setahun. Dari hasil monitoring dan pengambilen contoh sedimen akan didapat kurva hubungan antara muka air dan debit (lengkung debit/rating curve) dan kurva hubungan antara debit air (Qw) dan debit sedimen (Qs) yang biasa disebut lengkung sedimen (sediment rating curve). Pengambilan contoh sedimen mencakup sedimen layang (suspended load) dan sedimen dasar (bed load) Untuk mengetahui distribusi penyebaran endapan sedimen di dalam waduk dan sumber serta jenis sedimen, periu dilakukan pengambilan contoh material sedimen di dasar waduk untuk memperoleh data besaran butiran (grain size), jenis material dan berat jenis. Dengan membandingkan karakteristik sedimen pada alur sungai dan karakteristik sedimen i dalam waduk, dapat diketahui sungai yang menjadi pemasok utama sedimentasi di waduk. Data ini junakan sebagai masukan untuk mengkalibrasi hasil perhitungan dengan menggunakan metode numerikimatematik 10 dari 100 5. DESKRIPS] DAERAH ALIRAN SUNGAI LOKASI WADUK 5.14 Umum Bendungan atau waduk pada umumnya dibangun pada suatu Daerah Aliran Sungai yang mempunyai daerah tangkapan air cukup luas, yang dapat berada pada beberapa wilayah desa, atau kecamatan atau bahkan kabupatenikota. Keberadaan dan fungsi waduk perlu dideskripsikan dalam melakukan surveil dan monitoring sedimentasi waduk guna mengetahui seberapa jauh urgensi keberadaan waduk tersebut dan permasalahan sedimentasi yang mungkin terjadi Pembagian wilayah administratit pada daerah aliran sungai beserta demografinya akan dapat memberikan gambaran terhadap aktivitas masyarakatnya yang berdampak terhadap terjadinya sedimentasi waduk. Kondisi Daerah Aliran Sungai dimana waduk berada akan dapat memberikan gambaran tethadap besamya erosi lahan dan kemungkinan terjadinya longsoran tebing yang akan berdampak pada sedimentasi waduk. Oleh karena itu peta-peta kondisi Daerah Aliran Sungai yang mencakup peta topografi, peta geologi, peta tata guna lahan, peta kemiringan lereng dan lain-lain peru dibuat dalam rangka pemantauan sedimentasi waduk. Deskripsi daerah aliran sungai disampaikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 2. Deskripsi Daerah Aliran Sungai Nama waduk: Nama sungai: Lokasi: LAU BT Volume tampung normal: m?| Volume tampung sedimen: m Luas daerah aliran sungai: km?| Panjang sungai utama: km Asal sungai Titik tertinggi: ‘Anak sungai: Wilayah administratif: Populasi : Kondisi geologi dideskripsikan per wilayah berdasarkan material pembentuk batuan dasarnya. Pada wilayah tertentu yang merupakan daerah sumber sedimen atau sumber erosi perlu dideskripikan secara khusus agar dapat memperoleh penanganan secara tepat. Sedangkan untuk tata guna lahan dideskripsikan perwilayah berdasarkan peruntukan lahannya, sebagai contoh digunekan Tabel 3. berikut ini. Tabel 3. Deskripsi Tata Guna Lahan Tegalan! |” Ledane! | ttotan’[Permatiman) Total lanan Kering|semak belokar dant (Ha) perkebunan DAS waduk | Sawah irigasi Sub DAS. Sub DAS. Sub DAS. Total (Ha) I 114 dari 100 Data kemiringan lereng pada sub DAS yang mempunyai potensi erosi dan atau longsor disusun berdasarkan peta topografi, peta geologi dan peta tata guna lahan. Data ini digunakan sebagai bahan masukan apabila pada sub DAS yang bersangkutan diperkirakan sebagai sumber erosi dan akan dihitung laju erosi per tahun perhektamya atau diperkirakan sebagai sumber longsoran dan akan dilakukan penanggulangan atau diperhitungkan volume longsoran dan akan dapat mengakibatkan sedimentasi pada waduk. 5.2 Deskripsi Kondisi Hidrologi Paramater hidrologi yang diperlukan dalam pengelolaan waduk adalah paramater yang berpengaruh pada proses erosi lahan seperti disampaikan pada Lampiran 1, yang pada akhimnya akan berpengaruh juga pada angkutan sedimen pada alur sungai. Kerapatan dan jumlah pos hujan pada suatu DAS akan berpengaruh pada akurasi perhitungan intensitas hujan, hujan limpasan, hidrograf banjir, dan lain-lain yang merupakan parameter utama dalam perhitungan besarnya erosi lahan dan angkutan sedimen. Untuk mengetahui besarnya curah hujan dan debit aliran yang ada di Daerah Aliran Sungai pada waduk yang bersangkutan perlu adanya data yang dikumpulkan dari pos-pos pemantauan curah hujan dan stasiun-stasiun hidrometri yang ada di dalam DAS tersebut. Apabila DAS pada waduk yang bersangkutan tidak terdapat pos-pos pemantauan atau stasiun-stasiun pengamatan, maka data hidrologi dapat diambil dari pos-pos hidrologi yang berada pada DAS disekitarnya. Parameter penting dari Kondisi hidroklimatologi yang dipandang berpengaruh dalam proses sedimentasi waduk adalah hujan Gjumiah dan intensitas), iklim di daerah tangkapan, serta respon kejadian hujan di daereh tangkapan terhadap aliran yang ditimbulkan pada sistem alur. Seperti halnya fenomena longsoran, interaksi antara hujan (dengan suatu karakteristiknya), dengan permukaan tanah akan menyebabkan terjadinya efosi permukaan yang berlainan antara suatu kawasan dengan kawasan yang lain. Karakteristik hujan ditunjukkan tidak hanya besamya hujan dalam sehari, namun juga intensitas hujan (jam-jaman). Karakteristik hujan yang digunakan dalam analisis erosi permukaan diberikan dalam bentuk peta iso-erodent, yaitu peta yang menunjukan garis kontur yang mempunyai faktor erosi yang sama (Wischmeler dan Smith, dalam CT.Yang, 1996). Iklim akan mempengaruhi sifat interaksi antara hujan dengan tanah permukaan, dimana ampiitudo temperatur harian yang sangat tinggi akan menyebabkan tanah permukean lebih terurai sehingga sifat dapat tererosi (erodibilitas) tanah meningkat. Ikjim menentukan nilai indeks erosivitas hujan. Yang menentukan dalam hal ini adalah intensitas curah hujan, yaitu banyaknya hujan per satuan waktu. Makin besar intensitas curah hujan dan makin besar butir-butir hujan maka makin besar kemungkinan terjadi erosi permukaan dan intensitas erosi permukaan. Daftar nama pos-pos pemantauan atau stasiun-stasiun pengamatan ditabelkan seperti contoh pada Tabel 4 dan Tabel 5. 12 dari 100 Tabel 4. Daftar Stasiun Pengamatan Meteorologi 7 i Tahun Macam pengamatan"! No. | Stasiun Elevas Lokasi |) pengamatan TS BT E.H, KA. KR. T ts BT E,H, KA. KR T tsi BT E,H.KA, KR, T dimana : E: Evaporasi; H: Hujan; KA: Kecepatan Angin; KR: Kelembaban Relatif ; T: Temperatur Tabel 5. Daftar Stasiun Pengamatan Hidrometri |] buas DAS | Tahun Macam pe eee cena tkm’] | pengamatan | — pengamatan {frekuensi) tert TMA, Q (J, H) ere TMA, Q (J, H) fo TMA, Q (J, H) 5.3. Deskripsi Anak-Anak Sungai yang Mempengaruhi Waduk Peta Daerah Aliran Sungai yang mencakup daerah genangan waduk, alur sungai induk beserta anak-anak sungainya perlu disiapkan dalam rangka pelaksanaan survei dan monitoring sedimentasi waduk. Bentuk geometri daerah genangan waduk akan dapat memberikan gambaran tentang karakteristik waduk tersebut dan dapat digunakan untuk memperkirakan lokasi-lokasi terjadinya endapan sedimen. Dari data peta topografi daerah genangan waduk pada saat pembangunan atau dari hasil monitoring sedimentasi waduk yang dilakukan terakhir, dapat digambarkan hubungan antara elevasi muka air waduk dengan luas genangan dan volume tampungannya; contoh seperti Gambar 28. Gambar atau peta situasi alur-alur sungai akan dapat digunakan untuk menentukan titk-titik atau lokasi-lokasi pemantauan angkutan sedimen yang berkeitan dengan debit aliran. Profil profil sungai yang berupa profil melintang dan profil memanjang perlu disiapkan guna pemodelan numerik aliran sungai dan angkutan sedimen dalam rangka perhitungan atau prediksi besamya sedimentasi waduk berkaitan dengan data debit yang terjadi atau yang diperkirakan berdasarkan analisis data hidrologi. Apabila DAS pada waduk yang bersangkutan hanya ada satu sungai make pemodelan angkutan sedimen cukup dilakukan pada sungai tersebut, akan tetapi apabila pada DAS terdapat beberapa sungai maka pemodelan angkutan sedimen dilakukan pada sungai-sungai yang memberikan kontribusi utama terjadinya sedimentasi waduk 18 dari 100 PENGAMBILAN SAMPEL DAN ANALISA SEDIMEN PADA ALUR SUNGAI DAN WADUK 6.1 Umum Material sedimen waduk berasal dari hasil erosi lahan, hasil longsoran tebing dan dasar sungai yang terbawa melalui angkutan sedimen pada alur-alur sungai. Secara garis besar, angkutan sedimen sungai dapat dikategorikan dalam 2 jenis angkutan yakni angkutan sedimen dasar (bed load) dan angkutan sedimen layang (suspended load). Besarnya debit masing-masing angkutan sedimen dapat dihitung dengan mengkorelasikan debit air (kecepatan aliran dan kedalaman air) dan karakteristik alur sungainya (kemiringan dasar sungai, bentuk konfigurasi dasar sungai, kekasaran dasar dan tebing sungai, dll) serta karakteristik material angkutan sedimennya (gradasi butiran, kerapatan massa, faktor bentuk butir, konsentrasi, dll). Dengan diketahuinya karakteristik sungai dan material angkutan sedimen maka pada debit-debit aliran sungai yang bervariasi akan dapat cihitung besamya masing-masing angkutan sedimen. Total angkutan sedimen yang masuk ke dalam waduk merupakan integrasi dari besarnya debit angkutan sedimen dan jangka waktu terjadinya aliran pada debit tersebut. Dengan tersedianya data debit aliran sepanjang tahun maka laju angkutan sedimen, total angkutan sedimen serta distribusi endapan sedimen di dalam waduk akan mudah dihitung apabila digunakan perangkat lunak, misalnya dengan Mike 11, Mike 21C, dil 6.2 Penentuan Lokasi Monitoring dan Pengukuran Sedimen 6.2.1 Pada Sungai Utama dan Sungai- Sungai yang masuk ke Waduk Disamping pengukuran topografi untuk mendapatkan penampang memanjang dan penampang- penampang melintang alur sungai, survei pada sungai induk dimaksudkan untuk mendapatkan data angkutan sedimen pada alur sungai tersebut. Pengukuran topografi alur sungal dan bantarannya dilakukan dari daerah genangan waduk sampai pada lokasi yang tidak dipengaruhi oleh fluktuasi muka air waduk. Monitoring dan pengambilan contoh sedimen dilakukan pada alur sungai yang relatif lurus, yang cukup ideal untuk melakukan pengukuran dan perhitungan debit aliran sungai sebagai fungsi kedalaman alirannya, Lokasi pengambilan sampel material angkutan sedimen sungai dilakukan pada lokasi yang tidak jauh dari pengukuran hidrometri atau pos duga muka air, yaitu pada lokasi yang memenuhi persyaratan untuk pengambilan contoh sedimen sesuai dengan SNI No. 03-3414- 1994, 6.2.2 Pada Daerah Genangan Waduk Pengambilan sampel endapan sedimen diambil pada tempat-tempat yang mewakill untuk menggambarkan karakteristik fisik material endapan sedimen, seperti gradasi butiran, berat isi kering, kerapatan massa atau kepadatan endapan, dil. Sampel endapan sedimen diambil pada jalur arah memanjang (longitudinal) daerah genangan waduk dan beberapa jalur pada arah melintang. 6.3 Pengukuran Angkutan Sedimen Pengukuran angkutan sedimen dimaksudkan untuk mendapatkan data angkutan sedimen yang terjadi baik angkutan sedimen dasar maupun sedimen layang sebagai fungsi dari tinggi muka air dan kecepatan aliran yang terjadi. Pengukuran sedimen layang dilakukan_ untuk mendapatkan data debit sedimen layang pada suatu debit aliran tertentu dan digunakan untuk mendapatkan kurva hubungan antara debit air (Qu) dan debit sedimen melayang (Qs) dan selanjutnya dapat dipergunakan untuk menghitung angkutan sedimen layang yang masuk ke 14 dari 100 dalam waduk. Pengukuran sedimen dasar dan pengambilan contoh material sedimen dilakukan untuk mendapatkan data angkutan sedimen dasar yang masuk ke dalam waduk dan karakteristik sedimen di sungai dan di waduk yang dapat digunakan untuk menghitung angkutan sedimen dasar di sungai yang masuk ke dalam waduk dan untuk memperkirakan sungai-sungal yang dominan menjadi pemasok sedimen ke waduk. Dari hasil pengukuran sedimen layang dan sedimen dasar dapat dihitung total angkutan sedimen yang masuk ke dalam waduk. Metode pengukuran angkutan sedimen dilakukan dengan cara seperti diuraikan di bawah. 6.3.1 Pengukuran Angkutan Sedimen Layang Pengukuran Angkutan Sedimen Layang mengacu pada SNI Nomor 03-3414-1994 yang menetapkan tata cara pengambilan contoh muatan sedimen layang di sungai dengan cara integrasi kedalaman berdasarkan pembagian debit sama besar (equal discharge increment edi), cara lain seperti cara pembagian lebar penampang basah sungai sama besar (equal width increment - ew) tidak dibahas dalam pedoman ini, tata cara ini membahas : persyaratan, ketentuan-ketentuan, cara pengukuran dan laporan. Ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi pada saat pengambilan contoch muatan sedimen layang adalah sebagai berikut: a) Pengambilan contoh sedimen harus didahului dengan pengukuran debit yang dilaksanakan pada musim kemarau, musim peralinan dan musim banjir agar diperoleh gambaran karakteristik sungai terutama besamya angkutan sedimen pada kondisi muka air yang berbeda, Pada pos duga air baru, untuk mendapatkan kurva hubungan antara muka air dan debit (lengkung aliran - rating curve) dan kurva hubungan antara debit air (Qw) dan debit sedimen (Qs) dibutuhkan paling sedikit 10 buah pengukuran yang mewakili kondisi muka air rendah, muka air sedang dan muka air tinggi, sedangkan untuk tahun berikutnya dibuluhkan pengukuran sebanyak 6 kali pengukuran yang dilakukan 1 kali pada saat musim kemarau, 2 kali pada saat muka air sedang dan 3 kali pada musim penghujan. b) Persyaratan lokasi pengambilan contoh sedimen layang adalah sebagai berikut = Pengambilan contoh muatan sedimen layang dilakukan pada lokasi pengukuran detit. = Pengambilan contoh muatan sedimen layang harus dipilin pada lokasi yang tidak terpengaruh oleh adanya bangunan air atau arus balik. = Dasar sungai relatif rata atau pada ruas sungai yang retatif lurus. ©) Waktu yang digunakan untuk menurunkan alat dan menaikan alat pada saat pengambilan contoh sedimen melayang harus sama dengan total waktu yang digunakan sesuai dengan grafik pada Gambar 3 dan tergantung pada kecepatan aliran pada lokasi pengambilan dan nnozel yang digunakan d) Alet_ yang dipergunakan untuk mengambil contoh muatan sedimen layang harus disesualkan dengan kedalaman dan kecepatan aliran ) Pada saat pengambilan contoh sedimen layang kecepatan menurunkan dan menaikan alat dari permukaan sampai ke dasar sungai harus sama. ) Pada saat pengambilan contoh sedimen layang, alat tidak boleh menyentuh dasar sungai, lubang pengambilan harus 10 cm di atas dasar sungai. g) Volume air yang tertampung dalam alat pengambilan maksimum 400 ml dan minimum 350 mi. h) Pengambilan contoh sedimen dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : dengan cara merawas, dengan menggunakan perahu, dengan menggunakan kereta gantung, dan dengan menggunakan winch cable way (\ihat Gambar 4). 16 dari 100 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 180) 140} T i 130} { 1 120} S dalam detik 8 s 8 Catatan : . Kecepatan di datam nozel dianggap sama dengan kecepatan aliran Lama pengisian contoh @ s 3 & 30 20 ~ - Nozel 1/8" 10) Nozel 3/87 Nozel 1/4" 0 0,60 1,00 1,50) 2,00 2,50 3,00 Kecepatan aliran dalam meter/detik Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Penggunaan Nozel, Kecepatan Aliran dan Lamanya Waktu Pengambilan 16 dari 100 Gambar 4. Pengambilan Contoh Sedimen dengan cara merawas Peralatan yang digunakan disesuaikan dengan cara pengambilan contoh sedimen yang dipakai yaitu: a) b) °) dy e) ny 9) hy Satu set peralatan pengukuran debit (current meter) Satu unit alat pengambilan muatan sedimen layang (US DH- 48- Gambar 5, US DH-59 — Gambar 6, US D-49 — Gambar 7). Satu unit alat penderek. Satu buah alat ukur waktu. Satu unit alat ukur lebar sungai, Perahu dengan kapasitas angkut minimal 3 orang dan dayung, Kabel melintang sungai Kereta gantung. Baju pelampung, Tambang plastik. Motor tempel Tonakat penggantung, Botol contoh air tembus pandang, dengan volume minimal 350 ml dan maksimal 450 mi Grafik lama waktu pengambilan. 47 dari 100 Gambar 5. Alat Pengambil Contoh Sedimen Jenis US DH-48 Gambar 6. Alat Pengambil Contoh Sedimen Jenis US DH-59 18 dari 100 Gambar 7. Alat Pengambil Contoh Sedimen Layang Jenis Integrasi Kedalaman US D-49 Lokasi pengambilan contoh sedimen melayang pada suatu profil melintang sungai digambarkan dan dirumuskan sebagai berikut: ea | (ape 7 i a yak Ua Gambar 8, Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen Melayang Pada Suatu Profil Melintang 49 dari 100 Untuk n = 3, maka: a) (2) (3) dengan pengertian Q adalah debit di suatu penampang melintang sungai m‘/s: q._ adalah debit pada setiap sub penampang ke i, m/s/m: qq adalah debit tengah pada setiap sub penampang melintang ke i, miss Sq adalah debit pada seksi ke i, m/s; 1 adalah 1, 2, 3, 4, Sy... M; itanda adalah bagian penampang adalah jumiah vertikal pengambilan di suatu penampang melintang. CATATAN: Rumus di atas adalah rumus yang digunakan dalam metode ED! (Equal Discharge Increment), yaitu pengambilan contoh sedimen yang dilakukan pada titk tengah pada sub-sub ppenampang yang mempunyal debit sama besar. ‘Cara pengambilan contoh sedimen layang adalah sebagai berikut Pengambilan muatan sedimen layang dilakukan langsung setelah pengukuran debit selesai dilakukan dengan tahapan sebagai berikut a) Tahap persiapan pengambilan contoh, sebagai berikut “Tentukan lokasi pengambilan. Siapkan data hasil pengukuran penampang meli Siapkan data hasil pengukuran debit. ‘Siapkan, periksa dan rakit alat pengambilan contoh. Siapkan formulir pengambilan contoh. {si formulir pengambilan contoh Tentukan jumlah fitik pengambilan di suatu penampang melintang ang. b) Tahap pengambilan contoh muatan sedimen layang, adalah sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) Hitung besar debit pada setiap sub penampang melintang dengan rumus (1) Hitung debit tengah dari setiap sub penampang melintang dengan rumus (2). Tentukan lokasi pengambilan dengan cara mencari titik pada kartu pengukuran dengan besaran debit yang paling dekat dengan besar debit pada butir 2) Tentukan jarak lokasi tik pengambilan dari sisi sungai, sesuai dengan butir 3). Tentukan lama waktu pengambilan pada grafik (Gambar 3), sesuai dengan diameter lubang alat (nozzle) pengambil yang digunakan. Lakukan pengambilan contoh muatan sedimen layang. Masukkan contoh muatan sedimen layang ke dalam botol yang telah disediakan. Boiol tersebut diberi tanda label. Siapkan contoh muatan sedimen layang untuk dianalisis di laboratorium. Ulangi kegiatan butir 3) sampai 9) untuk lokasi titi pengambilan yang lainnya, hingga semuanya selesai dikerjakan. 6.3.2. Pengukuran Angkutan Sedimen Dasar dan Contoh Material Sedimen Pengambilan contoh muatan sedimen dasar pada alur sungai dan contoh material sedimen pada alur sungai dan daerah genangan waduk dimaksudkan untuk mendapatkan data karakteristik material sedimen. Karakteristik material sedimen merupakan data informasi yang 20 dari 100 dapat digunakan sebagai parameter-parameter di dalam perhitungan atau pemodelan angkutan sedimen dan proses pengendapannya. Pengambilan contoh muatan sedimen dasar dilakukan pada lokasi-lokasi yang telah ditentukan seperti disebutkan pada sub bab 6.2. Prinsip kerja alat pengambil contoh muatan sedimen dasar yang bekerja secara mekanik jenis kantung adalah pemilahan partikel sedimen yang terangkut di dasar sungai. Pengambilan ‘contoh muatan sedimen dasar sebaiknya dilkukan pada ruas sungal dengan lebar yang stabil. Partike-partikel yang bergerak di sekitar dasar sungai terbawa sebagai angkutan sedimen dasar, dan sebagian kecilnya terbawa sebagai angkutan sedimen layang dapat ikut terambil Pengambilan contoh muatan sedimen dasar yang optimal membutuhkan pemasukan partikel sedimen kira-kira sama dengan kecepatan aliran di lokasi tersebut sebelum alat diletakkan. Pada dasar sungai yang bergelombang (dune, antidune, ripple) angkutan sedimen dasar yang terjadi bervariasi dari satu tempat dengan tempat lainnya. Pengambilan contoh muatan sedimen dasar pada beberapa lokasi penting untuk ditakukan dan dilakukan berkali-kali, misalnya 10 kali pada kondisi aliran yang sama untuk mendapatkan nilai rata-rata 4) Pengambilan Contoh Muatan Sedimen Dasar dengan Bed Load Transport Meter Arnhiem (BTMA) Prinsip kerja alat ini adalah menangkap partikel sedimen dengan menggunakan alat berupa sebuah keranjang. Keranjang terbuat dari jaring kawat halus, berlubang halus yang dirangkai menjadi satu, dapat ditekan (dengan menggunakan per) setelah keranjang tersebut diturunkan pada dasar sungai (lihat Gambar 9). Bentuk keranjang dapat menyebabkan pengurangan tekanan di belakang alat sehingga partikel air dan sedimen memasuki mulut keranjang dengan kecepatan yang sama dengan aliran di sekeliingnya. Alat pengambil contoh muatan sedimen desar ini dapat menangkap partikel muatan sedimen dasar dengan diameter butir lebih besar dari 0,3 mm (ukuran lubang keranjang) tetapi lebih kecil dari 50 mm (tinggi bukaan). Cara pengambilan contoh muatan sedimen dasar adalah sebagai berikut: a) Turunkan alat pengambil contoh muatan sedimen dasar ke dasar sungai. b) Gunakan waktu pengambilan contoh muatan sedimen dasar yang telah ditentuken (biasanya 2 menit). ©) Angkat alat pengambil sampel perlahan-lahan. 4d) Alirkan sedimen dari dalam keranjang ke tabung gelas yang telah dikalibrasi e) Baca volume sedimen yang terambil )_Pindahkan sedimen yang terambil ke tabung sampel untuk analisis di laboratorium. 9) Jika perlu, pindah lokasi pengambilan contoh muatan sedimen dasar dan ulangi prosedur pengambilan contoh muatan sedimen dasar di atas. h) Catat data pada lembar perhitungan Analisis laboratorium diperlukan untuk menentukan berat isi kering dari setiap sampel dan distribusi ukuran partikel sedimen dengan memakai saringan atau dengan pengendapan 2) Pengambitan Contoh Muatan Sedimen Dasar dengan Alat Helley Smith ‘Alat pengambil contoh muatan sedimen dasar jenis Helley Smith merupakan modifikasi dari alat jenis BTMA. Alat ini terdiri dari mulut pipa (nozzle), kantung sampel (sample bag), dan rangka (frame). Mulut pipa berbentuk empat persegi dengan ukuran 0,076 m x 0,076 m (lihat Gambar 10). Kantong sampel terbuat dari bahan poliester dengan ukuran bukaan jaring 250 pm. Beberapa versi alat tersedia untuk digunakan pada kondisi lapangan yang berbeda. Bukaan mulut yang lebih besar biasanya digunakan untuk mengambil sedimen dengan ukuran yang lebih besar, dan alat yang lebih berat digunakan untuk pengambilan sampel pada sungal dengan kedalaman dan kecepatan aliran yang lebih besar. 24 dari 100 Petunjuk pengoperasian pengambilan contoh muatan sedimen dasar, adalah sebagai berikut: a) Turunkan alat pengambil sampel ke dasar sungai. Gunakan waktu pengambilan sampel yang telah ditentukan (biasanya 2 menit). ‘Angkat alat pengambil sampel periahan-lahan. Alirkan sedimen dari dalam keranjang ke tabung gelas yang telah dikalibrasi Baca volume sedimen yang terambil. Pindahkan sedimen yang terambil ke tabung sampel untuk analisis di laboratorium Jika perlu, pindah lokasi pengambilan sampel dan ulangi prosedur pengambilan sampel di atas, h) _ Catat data pada lembar perhitungan. Analisis laboratorium diperiukan untuk menentukan berat isi kering dari setiap sampel dan distribusi ukuran partikel sedimen dengan memakai saringan atau dengan pengendapan. 3) Pengambilan Contoh Material Dasar dengan Menggunakan Alat Grab Sampler, Pengambilan contoh material dasar dengan menggunakan alat Grab Sampler (lihat Gamber 11), dan tahapan pekerjaan yang harus dilakukan pada kegiatan pengambilan contoh material dasar adalah sebagai berikut a) Tentukan titik pengambilan material dasar, ambil sebanyak 3 contoh, masing-masing di kir, kanan dan tengah sungai b) Periksa apakah bagian dalam grab sampler sudah bersih dari kotoran dan benda-benda lain, ©) Buka mulut grab sampler dan kaitkan penguncinya. ) Turunkan grab sampler dengan hati-hati hingga menyentuh dasar sungai, amati jangan sampai mulut grab sampler tertutup sebelum sampai dasar sungai. Bila hal itu terjadi, maka pengambilan harus diulangi. e) Bila grab sampler sudah sampai dasar sungai dan telah menutup, tarik ke atas dan masukkan sampel yang didapat ke dalam plastik dan jangan lupa untuk memberi tanda pada plastik tersebut secara jelas agar tidak tertukar dengan sampel lain pada saat dianalisis di laboratorium. ) Bersinkan bagian dalam grab sampler untuk pengambilan berikutnya, 9) Lakukan analisis tapis di laboratorium untuk mendapatkan data dan gradasi butir serta rapat massa jenis material dasar sungai tersebut. erteses 22 dari 100 Gambar 10. Alat Pengambil Contoh Sedimen Dasar Jenis Helley Smith 23 dari 100 Gambar 11. Alat Pengambil Contoh Material Dasar Jenis Pencengkram (Grab ‘Sampler) 7 PERHITUNGAN LAJU ANGKUTAN SEDIMEN dan LAJU SEDIMENTASI WADUK 7.4 Umum Perhitungan laju sedimentasi waduk dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui besamya angkutan sedimen yang mungkin masuk ke daiam waduk. Hal tersebut diperiukan terutama untuk merencanakan pekerjaan pengendalian sedimen baik di dalam waduk, pada alur sungai ‘ataupun pada Daerah Aliran Sungainya. Perhitungan dilakukan apabila dimiliki data hasil pengukuran dan pemantauan angkutan sedimen yang cukup memadai sesuai dengan kebutuhan data berdasarkan metode yang digunakan. Pada umumnya endapan sedimen waduk berasal dari material angkutan sedimen dari sungai induk dan anak-anak sungai yang masuk ke dalam waduk. Dalam kasus-kasus tertentu, ‘endapan sedimen waduk dapat berasal dari hasil erosi langsung daerah tangkapan aimya atau dari longsoran tebing yang ada di sekitar waduk. Perhitungan laju sedimentasi waduk di sini hanya digunakan untuk angkutan sedimen yang berasal dari sungai-sungai yang mengalir ke dalam waduk yang secara teori dapat dihitung dengan rumus-rumus atau model yang telah dikembangkan sebelumnya. Laju sedimentasi yang berasal dari hasil erosi lahan atau longsoran tebing harus dihitung atau diperkirakan berdasarkan hasil survei tentang adanya 24 dari 100 potensi longsor atau adanya pelapukan batuan pada daerah tangkapan air yang secara intensit akan mengakibat terjadinya erosi lahan dan masuk ke dalam daerah genangan waduk. Angkutan sedimen waduk dibedakan dalam 2 jenis angkutan sedimen yakni angkutan sedimen layang (suspended load) dan angkutan sedimen dasar (bed Joad). Angkutan sedimen akibat loncatan butiran-butiran sedimen akibat adanya fenomena “burst” aliran air ci dasar sungai atau adanya singkapan material akuran besar dikategorikan dalam jenis angkutan sedimen dasar. Dari hasil survei lapangan pada alur-alur sungai akan diperoleh data yang berkaitan dengan’ perhitungan laju sedimentasi, yang berupa data hidrometri sungai dan data material sedimen. Data hidrometri sungai meliputi data tinggi muka air dan kecepatan aliran pada penampang- penampang sungai yang telah ditetapkan, selanjutnya akan dapat dibuatkan kurva lengkung debit untuk masing-masing pos hidrometri. Data material sedimen berupa data konsentrasi angkutan sedimen untuk sedimen layang dan data debit sedimen dasar pada elevasi muka air atau debit aliran yang terjadi pada saat pengukuran. Dari pengambilan sampel sedimen akan diperoleh data gradasi butiran, kerapatan massa, berat jenis, dll 7.2 Angkutan Sedimen Layang Dari hasil pengambilan contoh muatan sedimen layang seperti disebutkan pada sub bab 7.1 di atas akan diperoleh data konsentrasi kandungan pasir, lanau dan partikel halus lainnya pada setigp titik kedalaman aliran. Dengan jumlah contoh muatan sedimen layang yang memadai serta mewakili tentang debit besar dan kecil (maksimum dan minimum) akan dapat dikorelasikan hubungan antara debit air dan debit sedimen muatan layang yang terjadi dalam persamaan: Q, = aa,” @ dengan: Q, muatan sedimen layang dalam (kg/¢t). adan b = konstanta yang dicari berdasarkan data konsentrasi Qy debit air (m°/s) Apabila debit air rata-rata jam-jaman atau harian diketahui maka laju angkutan muatan sedimen layang adalah: Q, = 36CQ, kgjam atau Q, = BB ACO, KgMhati nnn (5) dengan: Q, = muatan sedimen layang (kg/jam atau kg/hari). c konsentrasi seaimen (mg!) Qy = debit air (m*/s) Dengan diketahuinya data debit air dalam jam-jaman atau dalam harian selama satu tahun maka debit sedimen layang yang masuk ke dalam waduk selama satu tahun akan dapat dihitung dengan menjumlahkan nilai Q, jam-jaman atau harian selama kurun waktu satu tahun 7.3 Angkutan Sedimen Dasar Dari hasil pengambilan contoh angkutan sedimen dasar di lokasi pengukuran maka laju angkutan sedimen dasar dapat dihitung dengan rumus: Sp=a.Gsib.T atau Sy =a(1-p) ps Vs! b.T © dengan Sp = laju angkutan sediment dasar per meter lebar sungai (kg/s/m') 26 dari 100 a =faktor kalibrasi, = 0,5 untuk partikel ukuran 0,25 sampai 0,5 mm .0 untuk partikel ukuran 0,5 sampai 16 mm 5 untuk partikel ukuran 16 sampai 32 mm Gs = berat massa sedimen yang diambil (N/m) b= lebar bukaan pengambilan (= 0,076 m) T = periode pengambilan sampel (detik) P = faktor porositas 5 = rapat massa sedimen (= 2650 kg/m") Vs = volume sedimen yang diambil (m*) Debit angkutan sedimen dasar dihitung dengan mengalikan laju angkutan sedimen dengan lebar dasar sungai di tempat pengukuran. Selain dari sedimen layang, hasil analisis serahan sedimen total dari suatu daerah pengaliran adalah muatan tak terukur atau muatan dasar. Ketika menyusun program pengambilan contoh sedimen di suatu lokasi khusus perlu dilakukan evaluasi diambil contoh khusus untuk menentukan besamya muatan sedimen dasar di dalam muatan sedimen total. Empat metode yang umum digunakan untuk menentukan berapa besar bagian muatan dasar di dalam muatan sedimen total adalah : (1). koreksi (%) tethadap muatan layang bervariasi antara 2 % sampai dengan 150%, (2) contoh khusus yang diambil dari lapangan untuk digunakan dalam satu atau lebih persamaan angkutan dasar yang andal atau dalam perhitungan dengan rumus-rumus empiris yang telah dikembangkan. (3) contoh muatan dasar yang diambil menggunakan perangkap sedimen tipe keranjang seperti yang dibuat oleh Helley-Smith atau Amheim; dan (4) analisis butiran sedimen yang mengendap di dalam waduk atau profil tanah aluvial yang tersingkap di daerah pengaliran. 7.4 Perhitungan Angkutan Sedimen dengan Metode atau Rumus-Rumus Empiris Pemilihan metode yang akan digunakan untuk menghitung muatan daser dilakukan pada saat pengambilan contoh sedimen direncanaken. Suatu pedoman yang memadai_untuk koreksi muatan dasar dan menentukan pemilihan metode yang tepat diberikan dalam Tabel 6. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa gerakan muatan dasar tergantung pada konsentrasi sedimen layang, bahan dasar sungai, dan analisis ukuran butir sedimen layang. Kondisi 1 dan 2 dalam Tabel 6 pada dasar sungai dengan bahan endapan sedimen pasir berukuran antara 0,062 mm sampai dengan 2,0 mm menunjukkan bahwa muatan dasar dapat mencapai jumlah 10% sampai dengan 150% dari muatan sedimen layang. Dalam kondisi seperti ini disarankan untuk melakukan suatu program pengambilan contoh khusus. 26 dari 100 Tabel 6, Persentasi Muatan Sedimen Dasar Terhadap Muatan Sedimen Layang Konsentrasi Persentase e Bahan cree Endapan | ButirSedimen | Myaan beser (mgi) | __Sedimen Layang Sedimen Layang 1 < 1000 Pasir 20% - 50% pasir 25-150 i 2 1000 - 7500 | Pasir 20% - 50% pasir 10-36 3 > 7500 | Pasir 20- 5-% pasir 5 4 | Konsentrasi tak | Lempung Sedikit sampai 5-15 ferbatas padatan, ) 25% pasir kerikil, kerakal, bongkah 5 | Konsentrasi tak | Lempung dan | Tidak ada pasir <2 terbalas lanau ‘Sumber Buletin 67 IGOLD 1989 ‘Ada beberapa rumus atau metode perhitungan angkutan sedimen baik untuk muatan sedimen layang, sedimen dasar atau kedua-duanya, yang telah dikembangkan oleh beberapa ahi antara ain dengan modifikasi Einstein, rumus Meyer, Peter dan Muler (metode MPM), rumus Freiink, rumus Engelund and Hansen, rumus van Rijn, dil. Masing-masing rumus atau metode mempunyai spesifikasi khusus dalam penerapannya sehingga penggunaan rumus atau metode yang. bersangkutan harus memperhatikan data karakteristik alur sungai dan material Sedimennya. Penggunaan rumus atau metode dengan data karakteristik alur sungai dan material sedimen yang sama pada suatu sungai akan menghasilkan nilai debit sedimen yang sangat betbeda antara satu dengan lainnya dan perbedaan tersebut akan cukup besar sampai ralusan persen atau beberapa kali lipat. Dengan adanya data hasil pengukuran debit sedimen di lapangan akan dapat digunakan dalam memilin atau menentukan rumus atau metode mana yang paling mendekati untuk perhitungan angkutan sedimen pada sungai tersebut. Secara ringkas rumus atau metode perhitungan angkutan sedimen disajikan seperti di bawah 4) Metode Modifikasi Einstein Perhitungan angkutan sedimen menggunakan metode modifikasi Einstein memerlukan langkah- langkah perhitungan yang cukup panjang, paling tidak memeriukan 21 langkah (Lampiran 2 ) untuk mendapatkan nilai besarnya angkutan sedimen total (Chih Ted Yang, 1996). Dari penjabaran rumus-rumusnya, diperlukan langkah perhitungan 'Y* dan pembacaan grafik hubungan antara Y* dan ©* (Gamber 12), sehingga didapatkan nilai *, dengan nilai * dan * sebagai berikut: (17 —Vdss 7 @” atau 27 dari 100 (8) dengan : des = diameter partikel 35 % lolos saringan d= diameter partikel rata-rata (m) Ye dan y = berat jenis partikel dan berat jenis air ‘$= kemiringan garis energi hidraulik R’= Jari-jari hidraulik sehubungan dengan kekasaran butiran (m) #2 low. Gow! (1200029) ssscsnnsntnmrnnnnetenennanenee ® dengan : iyyJ,,= besat angkutan sedimen dasar dalam satuan berat pada ukuran iy 10 10 04 © 0.000% oot oot on 19 10 Gambar 12. Grafik Hubungan antara y. dan ©. Untuk Persamaan Angkutan ‘Sedimen Dasar dari Einstein (Einstein, 1950) Dengan data lengkap seperti yang diperlukan dalam perhitungan dengan metode modifikasi Einsten dan mengikuti langkah-langkah perhitungan selanjutnya akan didapat nilai angkutan sedimen total pada sungai di lokasi yang ditinjau. Data yang diperlukan untuk penerapan metode Modifikasi Einstein yaitu data debit (Q), kecepatan rata-rata (V), luas penampang melintang (A), lebar sungai/anak sungai (B), kedalaman rata-rata (D,) pada suatu vertikal dimana contoh sedimen suspensi diambil, konsentrasis (C.), distribusi besaran butiran sedimen melayang (ia), distribusi besaran butiran sedimen dasar pada penampang melintang dan temperatur (T). 28 deri 100 2) Rumus Meyer, Peter dan Miller (MPM) Meyer, Peter dan Miller (1948) memberikan rumus sederhana untuk menghitung angkutan sedimen dasar, sebagai berikut: V(Ksikr)*? R. 047 ( Ys~¥ )d + 0,259 “* a, ** (10) dengan: p= laju angkutan dasar di dalam air per satuan waktu dan satuan lebar (ton/atim) ys dan y = berat jenis sedimen dan air (tonim*) R = jari ~jari hidraulik (m) kemiringan garis energi d = diameter rata -rata butiran sedimen (m) kerapatan massa air (ton.dt/m*) Untuk mendapatkan total angkutan sedimen berdasarkan berat kering di udara pada sungai di lokasi yang ditinjau maka hasil perhitungan qb tersebut di atas harus dikalikan dengan lebar dasar sungai dan dikoreksi dengan 's / (ys - y) dan ditambahkan dengan laju muatan sedimen layang hasil perhitungan dengan metode lain atau dari hasil pengukuran di lapangan. 3) Lane dan Kalinske, Leo C. Van Rijn Lane dan Kalinske (1941) memberikan rumus distribusi konsentrasi muatan sedimen layang C untuk setiap kedalaman aliran y dengan mengasumsikan bahwa pancaran energi hidraulik ef sama dengan pancaran energi sedimen cs. Pancaran energi tersebut dianggap konstan untuk setiap kedalaman aliran sehingga diperoleh hubungan sebagai berikut Cy = Cy exp { 15w/U* (y= aD}... (1) dengan ‘onsentrasi sedimen layang pada kedalaman y consentrasi sedimen layang pada kedalaman pengambilan sampel a ecepatan gesek D =kedalaman aliran w = kecepatan jatuh rata-rata butiran sedimen atau untuk d50 Coleman (1970) menunjukkan bahwa koefisien diffusi energi hidraulik tidek konstan untuk setiap kedalaman aliran, sehingga Leo C. Van Rijn (1985) memberikan hubungan sebagai berikut (s parabolik ~ konstan): as Zz «,fPE2 a } cos Dora untuk PD Ee eee eee (12) ¢, dan Zz ) a y ~ ox 4Z(~-0,5) +305 en ee ia D EEE IS) 29 dari 100 dengan: Z= of(Bk UY) B = konstanta (=1) k = konstanta von Karman (= 0,4) Dengan mengintegrasikan persamaan-persamaan di atas pada seluruh kedalaman maka akan diperoleh rata-rata konsentrasi muatan sedimen layang pada lokasi di tempat pengukuran. Laju muatan sedimen layang sedimen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti ditunjukkan pada sub bab 7.2 di atas. Masin banyak metode atau rumus-rumus yang dapat digunakan sebagai cara untuk menghitung laju angkutan sedimen sungai, yang dapat ditemukan di berbagai literatur. Metode atau rumus- Tumus yang disebutkan di atas untuk memberikan contoh apabila pengguna pedoman belum menguasai dalam masalah angkutan sedimen sungai. 7.5 Perhitungan Angkutan Sedimen dengan Model Numerik atau Matematik Cara perhitungan angkutan sedimen dengan metode atau rumus-rumus empiris seperti disebutkan pada sub bab 7.4 di atas akan memberikan hasil perhitungan dengan data debit air atau tinggi muka air tertentu. Pada kondisi debit air atau elevasi muka air berbeda yang secara alamiah akan selalu berfluktuasi, maka perhitungan laju angkutan sedimen harus dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus. Kesulitan akan muncul apabila geometri atau morfologi sungainya berubah-ubah karena adanya angkutan sedimen itu sendiri, perhitungan akan memerlukan waktu yang lama dan besar kemungkinan untuk menghasilkan perhitungan yang keliru dan periu diulang lagi Dengan adanya kemajuan di bidang perangkat keras (hardware) baik secara kualitas maupun kapasitasnya_maka kesulitan dalam melakukan perhitungan angkutan sedimen seperti disebutkan di atas dapat dihindari melalui pengembangan perangkat lunak (software). Perhitungan yang berulang-ulang dan terus menerus akan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat dan hasilnya dapat disusun secara sistemik dan sistematik. Adanya kesalahan atau ketidakcocokan hasil hitungan dengan data lapangan akan muciah dan cepat untuk dilakukan koreksi, sehingga apabila hasil perhitungan akan digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan maka rangkaian pekerjaan selanjutnya akan dapat dihindari dari keterlambatan. Kelebihan lain dari perangkat lunak yakni dapat mensimulasikan laju angkutan sedimen secara spasial dalam tiga dimensi (kanan ~ kiri, depan — belakang dan atas — bawah). Terjadinya degradasi atau agradasi daser sungai akibat dari adanya fluktuasi debit atau perubahan geometri sungai dapat diprediksi dengan menggunakan model. ‘Dewasa ini telah banyak dikembangkan perangkat lunak untuk menghitung angkutan sedimen dan dimiliki oleh instansi-instansi pemerintah dan swasta, lembaga-lembaga penelitian dan Perguruan tinggi. Model satu dimensi atau 1D digunakan untuk mengetahui laju angkutan sedimen sepanjang alur sungai apakah stabil atau terjadi degradasi (penurunan dasar sungai) atau agradasi (naiknya dasar sungal). Sedangkan model dua dimentsi atau 2D disamping digunakan untuk mengetahui laju sedimentasi di sepanjang alur aliran juga dapat digunakan untuk mengetahui lokasi terjadinya gerusan (scouring) atau terdistribusinya endapan sedimen dalam arah horizontal. Untuk itu, spesifikasi perangkat lunak yang dimiliki perlu dipahami, yang menyangkut batas-batas kegunaan, data-data yang dibutuhkan sebagai masukan, parameter- parameter dari rumus-rumus yang digunakan dalam model, kapasitas dalam pemprosesan data (umiah tik simpul yang dapat direkamn), dan lain-lain. 30 dari 100 Penggunaan perangkat lunak dalam perhitungan angkutan sedimen tidaklah mudah, para pemakai disamping harus memahami betul syarat-syarat pengoperasian perangkat lunak, juga harus memahami pokok-pokok substansi yang berkaitan dengan teori-eori ilmiah yang dituangkan di dalam perangkat lunak (aliran tetap - tidak tetap, aliran seragam - tidak seragam, Tumus-rumus angkutan sedimen yang digunakan, dil). Basis ilmiah dan pengalaman operator perangkat lunak akan menentuken kualitas hasil perhitungan angkutan sedimen yang berhubungan dengan perangkat lunak yang bersangkutan. Penggunaan perangkat lunak yang diuji coba penggunaannya, lebih baik digunakan sebagai sarana pelatihan dengan data-data dan hasil yang telah diketahui, sebelum digunakan untuk menangani permasalahan praktis di lapangan. Perangkat lunak yang telah teruji dan dilakuken oleh operator yang menguasai dapat dijadikan prasyarat sebagai alat perhitungan sedimen yang berkaitan dengan survei dan monitoring waduk. 8. PENGUKURAN TOPOGRAFI TERISTRIS DAN BATHIMETRI 8.1 Umum Sebelum pekerjaan survei lapangan dilakukan, lokasi tti-ttik atau jalur-jalur survei pengukuran topografi teristris dan bathimetri (pemeruman) harus direncanakan teriebih dahulu_ melalui pengeplotan pada peta topografi yang ada. Apabila diperlukan, survel pendahuluan dilakukan untuk meyakinkan bahwa pekerjaan yang telah direncanakan akan dapat dilaksanakan dengan baik dan pengambilan lokasi telah memadai. Penggunaan alat GPS (Global Positioning System) akan dapat memperlancar pelaksanaan pekerjaan survei dengan adanya data posisi survei yang lebih tepat tanpa harus melakukan pengikatan dengan titik Kontrol pengukuran lainnya. Lokasi-lokasi yang telah ditentukan di lapangan ditandai pada peta dengan mencantumkan titikctitk koordinatnya agar pelaksana survei berikutnya tidak salah mengambil lokasi dan bila perlu foto-foto yang menandai tempat yang dimaksud dapat dilampirkan Dalam melaksanakan pekerjaan survei, pendekatan pada masyarakat dan pejabat pemerintah setempat perlu dilakukan agar pelaksanaan survei di lapangan tidak banyak mengalami kendala dan dapat diterima oleh masyarakat setempat. Kondisi lapangan tidak selamanya ideal untuk pelaksanaan surveil seperti yang direncanakan. Maksud atau tujuan survel peri disampaikan kepada masyarakat untuk menghindari adanya kesalahpahaman dan kemungkinan terjadinya kerugian terhadap sarana-sarana survei atau pelaksananya, Pelaksana survei harus mendapatkan rekomendasi dari instansi pengelola waduk agar pada saat melakukan perpindahan lokasi survei akan dapat dilakukan dengan mudah dan survei dapat dilakukan secara menerus, tidak terputus oleh waktu. Maksud dari pengukuran topografi teristris (tachimetri - pengukuran darat) dan bathimetri (pengukuran kedalaman waduk) bertujuan untuk melakukan pemetaan topografi daerah dasar waduk sampai pada ketinggian maksimum kapasitas waduk dengan langkah-langkah pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 6. Berdasarkan topografi waduk hasil pemeruman dan perhitungan sedimentasi yang terendapkan di dasar waduk maka dapat dilaksanakan analisis dan evaluasi lebih lanjut. Tujuannya adalah untuk mengetahui total kapasitas waduk dan mendapatkan data hubungan (korelasi) antara Elevasi dan Volume waduk untuk kepentingan Pola Operasional Waduk serta mengetahui pengaruh tingkat akumulasi sedimen dan sisa umur layan waduk. 34 dari 100 8.2 Peralatan Secara umum peralatan yang digunakan untuk melakukan survei sedimentasi waduk antara lain: (1) Receiver GPS tipe DGPS (2) Antene GPS (8) Echosounder Single Beam, Multibeam atau Multi Tranducer (4) Bar check dengan panjang tali minimum 15 m (©) Software untuk mengintegrasikan GPS dengan echosounder (6) Perahu dengan kapasitas minimum 5 orang (7) Laptop sesuiai spesifikasi software (8) Alat pengukur sudut (TO/T2/Total Stasion) (9) Alat Pengukur Jarak (water pass/EDM) (10) Perahu (11) Patok Pembantu (12) BM permaneniJalur Pemeruman (sounding) (13) Alat bantu lainnya seperti bendera (14) Perangkat lunak yang digunakan untuk penggambaran seperti Autocad, Map info atau Surfer, 8.2.1 Peralatan GPS Peralatan GPS yang digunakan dalam survei sedimentasi waduk harus mempunyai kemampuan differential secara real time dengan spesifikasi sebagai berikut: (1) Tipe DGPS single frekuensi 12 channel dengan akurasi : + Posisi horizontal : 10 cm + Posisi vertikal : 20 om (2) Tipe RTK dual frequency 40 channel dengan akurasi © Posisi horizontal : 11m « Posisi vertikal : 20m (3) Piranti Lunak data-logging (4) Laptop untuk penyimpanan data dan pengolahan yang mampu untuk mendukung piranti lunak yang digunakan. 8.2.2. Echo Sounder Peralatan pengukuran bathimetri dengan menggunakan echo sounder harus memenuhi kriteria dengan spesifikasi teknis minimum sebagai berikut: (1) Mempunyai frekuensi ganda (dual frequency) 18 kHz sampai 360 kHz, dioperasikan dengan arus DC (2) Software untuk data logging (3) Mempunyai tingkat akurasi © 0,10 'm + 0,5% kedalaman pada frekuensi rendah + 0,01 m£0,5% kedalaman pada frekuensi tinggi 8.3 Pengukuran Topografi Teristris di Sekitar Daerah Genangan Waduk Dalam rangka melakukan perhitungan kapasitas waduk sebagai fungsi dari elevasi muka air, maka data luas daerah genangan harus dilengkapi dengan data elevasi muka air waduk sampai dengan elevasi muka air maksimum. Untuk itu diperiukan pengukuran topografi teristris pada daerah di sekitar genangan waduk yang tidak tergenang, minimal sampai pada elevasi muka air maksimal genangan waduk tersebut pada saat banji. 32 dari 100 Patok-patok tetap dan rencana jalur-jalur pemeruman pada lokasi survei daerah genangan waduk harus digunakan sebagai paiok-patok pengikat dalam pengukuran darat di sekitar daerah genangan. Apabila referensi elevasi yang ada di lokasi masih bersifat lokal maka harus dilakukan transformasi datum ke Titik Tinggi Geodesi Nasional yang dibuat oleh Bakosurtanal (ihat Lampiran 4). Pengukuran Tachimetri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Pengukuran tachimetri dilakukan dari tepi permukaan air sampai dengan elevasi genangan tertinggi b) Pada saat mengukur tepi waduk (muka ait) harus dicatat waktunya (jam). ©) _Jika tepi waduk terjal maka tachimetri dilakukan dari tepi waduk sampai pada perubahan ketinggian dan ditambah dengan satu titik tachimetri di atas bukit. Jarak antara titk tachimetri bisa kurang dari 60 meter. d) _Jika tepi waduk landai maka tachimetri dilakukan. Sebaliknya jika landai maka jarak antara titik tachimetri sekurang-kurangnya per 50 meter. ©) Setiap dijumpai adanya teluk dan tanjung harus dilakukan pengukuran darat dengan metode tachimetri dimulai dari muka air saat itu sampai pada tepi waduk pada elevasi genangan tertinggi atau sebaliknya. Jarak antara titi-titk tachimetri sekurang-kurangnya 25 m, disesuaikan dengan bentuk topografi dan kemiringan lerengnya. f) Surveyor wajip menggambar sket lapangan untuk menghindari kesalahan interpretasi. 4) Setiap patok pemeruman dan patok SDM yang dijumpai harus diukur. h) Perhitungan elevasi dan koordinat tidak dilakukan secara manual tetapi harus dengan perangkat lunak komputer. Peralatan utama yang digunakan dalam pengukuran topografi teristris adalah alat pengukur sudut (T0/T2/Total Station) lengkap dengan peralatan penunjuang lainnya (bak ukur, reffektor, statif, tribach), alat pengukur jarak (water pass/EDM) dan GPS. 8.4 Teknik Survei Waduk Teknik survei telah berkembang seiring dengan perkembangan peralatan dan sistem analisa data Sebelum era komputerisasi pengumpulan data dan analisis data, metode jalur pemeruman (range line method) dipandang sebagai satu-satunya metode yang praktis dalam pengumpulan data dengan biaya pengumpulan data lapangan dan analisis data yang rendah (Blanton, 1982). Metode jalur pemeruman (range line method) seringkali digunakan pada waduk dengan ukuran besar dan sedang dan pada studi permodelan sungai yang memerlukan pengumpulan data di bawah permukaan ait/data bathimetri untuk memonitor perubahan yang terjadi di dasar waduk atau sungai Untuk survei waduk, pengumpulan dan analisis data mencakup kedalaman waduk sepanjang Jalur pemeruman (range lines) yang telah ditentukan sebelumnya (biasanya dilakukan sebelum penggenangan waduk). Analisa data memerlukan data topografi yang rinci dan akurat. Berbagal prosedur matematik telah dikembangkan untuk mendapatkan revisi luas permukaan garis kontur waduk pada setiap pertambahan elevasi. Metode jalur pemeruman masin dapat digunakan dalam melakukan survei untuk keperluan studi pada kondisi waduk tertentu atau jika sistem pengumpulan dan analisis data yang lebih modem tidak tersedia, Sekarang dimungkinkan untuk mendapatkan peta topografi dasar waduk yang lebih rinci dengan menggunakan GPS, echo sounder sistem multibeam dan foto udara, tetapi penggunaan metode jalur pemeruman tetap harus dipertimbangkan, karena metode ini membutuhkan biaya yang relatif keci 33 dari 100 Untuk pengumpulan data di sungai, prosedur lapangannya sama dengan untuk pengumpulan data waduk, dimana jalur pemeruman telah ditentukan sebelum pekerjaan pemeruman dilakukan. Jalur pemeruman biasanya ditentukan tegak lurus terhadap arah aliran sungainya dan digunakan untuk memonitor dan permodelan numerik dari perubahan di sungai dengan waktu. Perkembangan sistem peralatan dan analisis data dengan komputer memungkinkan bervariasinya teknik pengumpulan data di sungai, menghasilkan pengumpulan data dalam jumlah besar dan dengan akurasi data yang baik. Untuk survei sungai yang digunakan untuk transportasi air, pengumpulan data dengan metode jalur pemeruman yang konvensional dimana perahu survei berjalan dari tebing sungai yang satu ke tebing lainnya yang tegak lurus terhadap aliran atau alinyemen sungainya, tidak mungkin dilakukan, Oleh karena itu digunakan sistem pengumpulan data yang baru yang memungkinkan data dikumpulkan secara terus menerus/berkesinambungan dalam arah diagonal atau sepanjang alinyemen sungainya dan dengan kerapatan data yang mencukupi untuk menghasilkan garis kontur alur sungai yang rinci. Jika diperlukan profil melintang dan jalur pemeruman, dapat diinterpolasi dari peta kontur yang telah dibuat dengan bantuan perangkat lunak komputer. Dengan berkembangnya sistem komputerisasi dalam pengumpulan dan analisis data yang dapat mengumpulkan, menyimpan dan menganalisa data dalam jumlah besar, maka metode garis kontur (contour line method) yang memerlukan data dalam jumlah besar dapat diterapkan. Metode garis kontur dapat menghasilkan peta topografi dan perhitungan volume waduk yang lebih akurat dibandingkan dengan metode garis pemeruman, tetapi pada umumnya memerlukan waktu yang lebih panjang untuk pengumpulan data lapangannya. Metode ini memanfaatkan komputer dan paket piranti lunak yang dapat mengorganisir_ dan menginterpretasi kumpulan data dalam jumlah besar. Data survei hidrografi biasanya dikumpulkan dalam format koordinat x, y dan z yang membentuk sistem koordinat yang dikenal seperti UTM (Universal Transverse Mercator), latitudefongitude, atau sistem lain yang ‘menampilkan fitur bumi tiga dimensi pada bidang datar. Hasil peta kontur yang terakurat diperoleh jika area waduk yang terdapat di atas dan di bawah permukaan air di survei. Peta kontur yang ideal dikembangkan dari photogrametri ketika waduk dalam keadaan belum digenangi, menampilkan seluruh area yang harus diukur, tetapi kondisi ini jarang terjadi, maka dari itu perlu dilakukan survei topografi teristris dan survei bathimetri yang memberikan tumpang tindih (overlap) yang maksimum. Untuk mengurangi waklu dan biaya yang berkaitan dengan pengumpulan data di bawah permukaan air/survei bathimetri, maka survei topografi teristris atau pengambilan foto udara harus dilakukan pada saat waduk dalam kondisi sekosong mungkin dan survei bathimetri harus dilakukan pada saat waduk dalam kondisi sepenuh mungkin terisi air, sehingga akan diperoleh tumpang tindih (overfap) yang maksimum dari kedua kumpulan data tersebut. Pada waduk yang area di atas permukaan aimya stabilltidak terjadi longsoran/tepian waduk tidak tererosi oleh gelombang akibat angin dan telah tersedianya peta topografi waduk yang lengkap dan baik sebelum waduk digenangi, maka waktu dilakukan survei kembali setelah waduk beroperasi, pengukuran topografi teristris tidak perlu dilakukan asalken pengukuran bathimetri dijadwalkan pada saat waduk terisi air sepenuh mungkin. Kombinasi metode garis kontur dan jalur pemeruman harus digunakan apabila metode jalur pemeruman digunakan untuk mengukur endapan sedimen yang muncul di atas permukaan air. Metode ini tidak mengukur secara akurat permukaan area di atas permukaan air apabila perubahan yang signifikan terjadi pada waduk sehubungan dengan erosi tebing, tetapi ini merupakan altematif untuk mengukur delta endapan sedimen pada ruas hulu dari waduk. 34 dati 100 Banyak tersedia paket piranti lunak untuk membuat peta kontur di pasaran. Pada umumnya yang digunakan dalam rekiamasi waduk adalah paket TIN (Triangular Irregular Network) (Environmental System Research institute, 2005 dan HYPACK, 2005). TIN adalah kumpulan segitiga yang berdekatan yang tidak saling tumpang tindih (nonoverlapping), dihitung dari ttik- titik terpisah yang tidak teratur dengan harga x, y, z dan dirancang untuk data-data yang berkesinambungan seperti data elevasi. Segitiga-segitiga dibentuk dari seluruh data yang dikumpulkan termasuk titik-titik batas, menjaga setiap data dari titik survei. Poligon digambarkan dati data-data yang dikumpulkan dan interpolasi tidak dijinkan melewati garis batas. Alternatif interpolasi linier kemudian digunakan untuk menginterpolasi garis kontur yang diperoleh dari TIN, 8.4.1 Erosi dan Longsoran Tepian Waduk Erosi tepian waduk dapat terjadi sebagai akibat terjadinya gelombang akibat angi. Sedang longsoran tepian waduk dapat terjadi sebagai akibat terjadinya penurunan permukaan air waduk secara drastis dan dalam waktu yang cepat (rapid drawdown) atau akibat kondisi kestabilan lerengnya yang kurang baik. Bila erosi yang terjadi berada di bawah muka air tertinggi genangan waduk, total volume waduk tidak akan banyak terpengaruh. Tetapi bila erosi terjadi di atas permukaan air tertinggi genangan waduk akan berpengaruh pada Iuas area dan volume waduk. Volume hasil dari erosi tepian waduk di atas permukaan air tertinggi waduk, sebanding dengan kehilangan luas permukaan dan volume yang dihasilkan pada elevasi yang rendah dari waduk akibat material yang tererosi diendapkan pada elevasi tersebut. Apabila erosi atau lonsoran tepian waduk yang terjadi sangat signifikan hal tersebut mengindikasikan bahwa pengurangan volume tampungan waduk di samping diakibatkan oleh sedimentasi akibat sedimen yang terbawa aliran sungainya juga dari material hasil erosifiongsoran tepian waduk. Untuk menunjukkan secara akurat erosi tepian waduk perlu dilakukan survei_topografi teristrisffoto udara dan bathimetri. Untuk waduk-waduk dengan indikasi_terjadinya erosi/longsoran tepian waduk, teknik survei yang hanya melakukan survei bathimetri saja tidak dapat digunakan, 8.4.2 Kerapatan dan Jarak Jalur Pengukuran Survei yang dilakukan pada daerah genangan waduk berupa pengumpulan data kedalaman air pada titktitik atau jalurjalur yang ditentukan. Pengukuran kedalaman air dilakukan dengan cara pemeruman (echo sounding), atau dengan pengukuran kedalaman secara langsung apabila masih dimungkinkan. Untuk mendapatkan data kondisi topografi daerah_genangan waduk yang lengkap di samping pekerjaan pemeruman juga dilakukan pekerjaan pengukuran topografi teristris untuk menyambung data potongan melintang waduk dari pemeruman sampai ke elevasi genangan waduk maksimum. Patok-patok tetap dan jalur-jalur pemeruman pada lokasi survei daerah genangan waduk harus digunakan sebagai patok-patok pengiket dalam pengukuran daerah di sekitar daerah genangan. Dari hasil pemeruman dan pengukuran topografi teristris ini, akan dapat digambarkan kondisi topografi daerah genangan mulai dari dasar waduk sampai elevasi genangan maksimum dengan peta Kontour untuk seluruh daerah genangan. Berdasarkan peta kontour tersebut, kapasitas waduk sebagai fungsi dari elevasi muka air dapat dihitung. Dalam menganalisa perubahan kapasitas waduk dengan metode garis kontour, agar diperoleh hasil yang akurat, peta-peta kontour yang digunakan harus mempunyai interval garis kontour yang sama. Untuk keperiuan pekerjaan pengukuran topografi teristris dan pemeruman perlu ditentukan terlebih dahulu kerapatan data dan jarak jalur pengukuran dalam suatu jalur dengan memasang patok-patok tetap (patok SDM), seperti dillustrasikan pada Gambar 13. Tipikal jalur pengukuran 36 dari 100 adalah jalur dari tepi waduk ke tepi waduk di seberangnya yang arahnya tegak lurus terhadap as waduk. Kerapatan data dan jarak antara jalur pengukuran tergantung pada tingkat ketelitian yang hendak dicapai, bentuk genangan waduk dan dimensi waduknya, biaya pengumpulen data dan analisa yang tersedia dan kemampuan serta keterbatasan sistem pengumpulan data yang ada. Secara tipikal GPS posisi horisontal datanya dapat diperbaharui (update) sekali setiap detik, alat echo sounder single beam dapat menghasilkan 20 data kedalaman atau lebih setiap detiknya dan alat echo sounder multibeam mempunyai kemampuan beberapa ratus sampai ribuan titic per menit. Sistem pengumpulan data dengan multiple tranducers dan multibearn dapat menghasilkan cakupan dasar waduk 100%, tetapi memerlukan waktu yang lebih panjang untuk pengumpulan data dan analisanya dan untuk itu diperlukan biaya yang lebih besar. Tidak ada ketentuan baku yang menentukan jarak antara jalur pemeruman, namun demikian dalam pelaksanaan pekerjaan pemeruman harus ditentukan terlebih dahulu jarak tipikal jalur pemeruman sebesar 100 m dan dapat disesuaikan di lapangan. Untuk waduk kecil jarak jalur pemeruman dapat dipersempit menjadi 30 sampai 60 m dan untuk waduk besar dengan keterbatasan waktu dan biaya serta kondisi dasar waduk yang relatif datar dan kondisinya tidak berubah, jarak antara jalur pemeruman dapat diambil 150m, 180m dan kadang-kadang sampai 600 m. Apabila pekerjaan survei dengan pemeruman pernah dilakukan pada periode sebelumnya, maka sebaiknya jalur pemeruman ini diambil sama dengan jalur yang digunakan sebelumnya, gape Bete, Cn, SDM 2 a FE OGD S80 0ne0 cag 820, Keterangan: A,B,C,D,E&F = Patok pemeruman seméntara A-B) a -D) = Jalur pemeruman E-F) SDM_ = Patok tetap Z aa GO Gambar 13 : Sketsa Posisi Patok untuk Jalur Pengukuran Topografi Teristris dan Pemeruman Meskipun pekerjaan pemeruman dilengkapi dengan alat DGPS (Differential Global Positioning ‘System), sebaiknya jalur-jalur pemeruman tetap digunakan untuk keperluan mensuperposisikan hasil pengukuran dengan hasil yang diperoleh pada saat survei pada periode sebelumnya atau 36 dari 100 survei pada periode berikutnya. Apabila pemeruman waduk yang bersangkutan baru dilakukan untuk pertama kalinya, maka lokasi titik-titik pemeruman dapat diambil bebas. Namun demikian jarak titiktiik pemeruman harus tetap mempertimbangkan kondisi lapangan agar hasil yang diperoleh dapat lebih teliti untuk menggambarkan kondisi kedalaman waduk yang sebenemnya. Kendala penentuan jalur pemeruman mungkin akan dijumpai di lapangan sehubungan dengan adanya prasarana dan sarana masyarakat yang mungkin diletakkan pada daerah genangan waduk, misalnya jaring apung, keramba ikan, rumah terapung, dll. Perahu yang digunakan sebagai sarana pelaksanaan pekerjaan pemeruman tidak dapat melewati jalur pemeruman yang telah ditentukan. Apabila kendala yang ada tidak akan berpengaruh pada hasil pemeruman secara signifikan, maka kendala ini dapat diabaikan, dan pemeruman pada lokasi tersebut dapat citinggalkan. Namun apabila kendala tersebut mendominasi luas genangan waduk, maka untuk pelaksanaan pemeruman harus digunakan sarana lain sehingga jalur-jalur yang sudah ditentukan dapat ditempuh. Dengan alat ukur echo sounder kedalaman air dapat diukur secara terus menerus dengan kecepatan pengambilan data kurang lebih 100 titik kedalaman per menit dan direkam pada kertas (data analog) dan atau komputer (data digital) pada jarak waktu tertentu. Data rekaman analog tersebut merupakan rekaman data pengukuran kedalaman dan harus memuat catatan- catatan tentang data pengukuran yang terciri da a) nama file data digital b) jalur pemeruman, ©) tanggal, ) waktu, ) perubahan kecepatan kertas, 4) perubahan skala vertikal, g)_ elevasi permukaan air dan h) _keterangan lain yang menjelaskan gambar tersebut. Contoh file data digital hasil pemeruman di Waduk Kedung Ombo dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 14. Tabel 7. Contoh Data Dit ital Hasil Pemeruman Waduk Kedung Ombo Tio. | watts | tastingtr) | Northing (m) [ Kedatman im | Elevasi(m) a[_ aise) avases.sa| —snsares.al S76] 7055) a] 7130) — a7aser so] stsa7ex.22 5.51] 74.06) al si:ed| —a7ee. go] 91947607 EX TE “| ani] —a7oeco.te) 919476023 S39] 7.36] S[-a:zusa] —a7anao.1e| —s1s97e023] =2[ Tag of kaso] —<7a979.40) —3i88759.77| Fis | ceaisal —avasre.sa] 919075020] 713] af hava] —a7asr7.79) —si947se.s3 72.06] 3] _eaisee| —a7aore. 99] —s19475807] 72331 io] “a7ae7e a —o194738.2 Ta5| i 479575.20] 194758. 7 2 ca7aa7aci] 9194756. 72.9| a3] 278573.09) 919475807 Teal a a7as73.93] 9194758. 7235 a a7as7 a7] 219473805 72311 ag 4757053] 6194714 72.7) | arash | —e190758 4 72.5) 1s] 7567.61 —Si54758°7 72 23] “78666,00| 2194728. 725] a 478658 32| — 198788. 7 2 “grasa? se] — 91907585) 72 a 77a660 75] —_8194758.8i 70.6] 23 4760 75] 9194768.8i 70:13) 37 dari 100 topografi dasar waduk 4 » n 1 pop ae with | 69 erst alike Gambar 14, Hasil Pengukuran Bathimetri dari Data Digital Waduk Kedung Ombo Kecenderungan sistem hidrografi saat ini adalah efisiensi dalam penggunaan kertas dalam alat ukur kedalaman. Keuntungan utamanya adalah alat menjadi lebih kecil dan lebih sedikit bagian yang bergerak. Terdapat beberapa produsen alat ukur kedalaman tanpa kertas yang menyediakan displai sonogram berwarna yang menyerupai gambar pengukuran dasar pada kertas. Beberapa menyediakan opsi untuk menyimpan Keseluruhan sonogram untuk bisa diputar ulang dan dicetak apabila diperlukan dalam analisis data. Tranduser echo sounder mempunyai banyak opsi frekuensi dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan studi. Survei sedimentasi dilakukan dengan menggunakan frekuensi tinggi (200 KHz), di samping itu echo sounder tersebut juga dilengkapi dengan frekuensi rendah (24 KHz). Tranduser dengan frekuensi tinggi (+100 KHz) akan menghasilkan hasil yang lebih presisi dan detail dikarenakan karakteristik frekuensi dan lebar pancaran sempit, Kerugian utama dari tranduser frekuensi tinggi adalah kecenderungan untuk memantulkan perubahan sinyal pertama, yang dapat menyebabkan salah pembacaan kedalaman aktual pada kondisi tertentu seperti adanya sedimen suspensi dan tumbuhan di dasar. Tranduser dengan frekuensi rendah kurang dari 40 KHz tidak terlalu dipengaruhi dan mampu untuk pengukuran kedalaman yang besar karena dapat menembus atau mengatasi keberadaan_ sedimen suspensi/kondisi jenis fluff, Namun tranduser dengan frekuensi rendah memiliki lebar pancaran yang besar yang bisa menghasilkan bacaan yang terdistorsi oleh penghalusan kondisi dasar yang tidak teratur dan kemiringan lereng. Operator yang berpengalaman dengan manual pembacaan kedalaman, diperlukan untuk membantu dalam membedakan bacaan fluff dan bacaan daser aktual. Beberapa tahun terakhir telah diproduksi tranduser dengan frekuensi ganda yang memungkinkan operator mengukur kedalaman secara terpisah, simultan, pada frekuensi tinggi dan rendah. Dalam beberapa tahun terakhir alat ukur ‘echo sounder telah dikembangkan dengan bervariasi dan beberapa pengaturan frekuensi 8.4.3 Pemilihan Sistem Pengumpulan Data Hidrografi dan Piranti Lunak Yang Memadai Maksud dan tujuan dari kegiatan pengumpulan data adalah untuk mendapatkan hasil pengukuran dengan akurasi tinggi disesuaikan dengan peralatan yang ada serta kemampuan dari operator. Pada saat ini peralatan survei hidrografi mempunyai kemampuan dan fleksibilitas 38 dari 100 untuk pengukuran pada waduk besar, waduk kecil, sungai dan permukaan air. Peralatan tersebut dapat digunakan untuk berbagai kepentingan pengukuran seperti pembuatan kontur dan jalur pemeruman. Kebutuhan pengumpulan data dan akurasi yang diinginkan menentukan jenis dan kualitas peralatan. Ketika menentukan Kebutuhan survel monitoring waduk, memilih sistem pengumpulan data survei waduk, atau menentukan kegiatan survei waduk, perlu nyakan hal-hal berikut: ‘Apa tujuan utama dari studi? ‘Apa kebutuhan-kebutuhan atau syarat-syarat dari hasil akhir? ‘Apa yang diinginkan atau berapa tingkat ketelitian? Berapa sering sistem akan digunakan? Adakah pengalaman, minat dan waktu yang cukup yang dimiliki personel operasional? Faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah biaya pembelian sistem, biaya operasional, dan kemungkinan sewa, atau komponen-komponen pelengkap teknologi terkini. Perkembangan teknologi mengubah cara pengumpulan data dan analisa hasilnya, dan ini akan terus berkembang. Disarankan untuk menggunakan sistem dengan software yang bisa digunakan untuk pengambilan data sekaligus analisa, dan peralatan yang bisa cocok dengan berbagai piranti lunak. Beberapa piranti lunak hidrografi hanya bisa digunakan untuk pengambilan data dan pemrosesan awal saja (menentukan x.z), diperlukan piranti iunak tambahan untuk mendapatkan hasil akhir (berupa peta kontour dan hasil hitungan). Tetapi ada juga piranti lunak yang dapat menerima data dari berbagai peralatan secara simultan dan mampu mengolah data untuk analisa lengkap. Pilinan yang tersedia seperti pengumpulan data, pemrosesan, dan mengedit data single beam atau multi beam, transformasi geodesi, koreksi pasang surut, pembuatan model TIN, dan perhitungan volume. Untuk mengumpulkan data dari berbagai peralatan secara simultan, Komputer dan piranti lunak dapat diafur untuk mengintagrasikan data dari berbagai sensor seperti kompas gyro, sistem gelombang suara, indikator heave-pitch-roll, magnetometer, dan pengidentifkast dasar waduk. Perkembangan komputer saat ini dan yang akan datang mempermudah untuk memasangkan dan ‘menggunakan piranti lunak dan beberapa peralatan pada kapal survei yang lebih keci 8.5 Penentuan Posisi dengan GPS GPS (Global Positioning System) dengan cepat menjadi sistem penentuan posisi istimewa untuk survei hidrografi dan tidak membutuhkan waktu untuk kalibrasi dengan sistem yang digunakan sebelumnya. Meskipun retatif baru dan kemajuan teknologinya masih berlanjut serta perubahan kebijakan operasional, sistem berbasis GPS adalah yang paling akurat, paling murah untuk dioperasikan, dan sistem penentuan posisi yang serba guna untuk menentukan posisi diam (statik) ataupun bergerak (kinematik). GPS tidak memeriukan saling keterlihatan antar tik dan dapat digunakan dalam segala keadaan cuaca, hanya memeriukan keterbukaan pandangan ke arah langit. NAVSTAR GPS adalah sistem satelit navigasi berbasisken radio untuk menentukan posisi 3 (tiga) dimensi (xy,z) di seluruh dunia dalam segala keadaan cuaca secara simultan kepada banyak pengguna. Tujuan utama sistem GPS adalah untuk menyediakan posisi global dan untuk navigasi darat, laut dan udara berdasarkan strategi dan taktik angkatan bersenjata serta diatur dan dipelihara oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Receiver GPS mengukur jarak dari satelit dan menentukan posisi receiver dari perpotongan berbagai vektor jarak. Jarak ditentukan dengan pengukuran selang waktu pengiriman sinyal dari satelit ke receiver secara akurat 39 dari 100 GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu : 4, Segmen angkasa (space segment), adalah jaringan 24 satelit yang dipelihara dalam orbit presisi sekitar 10.900 mil faut di atas muka bumi, masing-masing satelit mempunyai periode orbit selama 12 jam. Konstelasi standar dari satelit GPS menempati 6 (enam) bidang orbit, akibatnya minimal 6 satelit selalu dapat diamati pada setiap waktu dari manapun di permukaan bumi, Satelit memberikan data posisi dan waktu secara kontinyu yang diterima oleh receiver. 2. Segmen sistem kontrol (control system segment) di darat mengontrol satelit dan menentukan orbitnya secara presisi. Stasiun kontrol utama berlokasi di Colorado Springs, Colorado, Amerika Serikat dengan stasiun tambahan yang tersebar di seluruh dunia. Stasiun kontrol menentukan dan secara berkala mengirimkan parameter orbit (seperti posisi satelit, koreksi, kondisi Kesehatan satelit, dan sistem data lainnya) untuk setiap satelit, kemudian data dikirimkan kembali ke segmen pemakai. 3. Segmen pemakai (user segment) terdiri dari receiver GPS yang terletak di selurun dunia balk untuk aktivitas militer maupun sipil untuk penggunaan yang berbeda dalam kondisi yang berbeda di udara, laut, atau darat. Setiap receiver mengolah sinyal satelit NAVSTAR yang dipancarkan dan menghitung posisinya, Receiver GPS menggunakan satelit sebagai titik referensi untuk triangulasi posisinya di bumi dari pengukuran jarak ke satelit. Untuk menghitung posisi receiver di bumi, dibutuhkan jarak satelit dan posisi di angkasa (ditentukan oleh segmen sistem kontrol). Satelit mengirimkan sinyal ke receiver GPS untuk pengukuran jarak bersama pesan pembawa befisikan lokasi orbit secara pasti dan status kesehatan satelit. Satelit mengirimkan 2 frekuensi gelombang “L" untuk sinyal pengukuran jarak yang dikenal sebagai L1 dan L2 serta kode coarse acquisition (C/A) dan precise (P) yang dimodulasikan kepada gelombang "L” Minimal 4 satelit diamati yang dibutuhkan untuk pemecahan matemalika 4 parameter receiver yang tidak diketahui (lintang, bujur, tinggi, dan waktu). Waktu tidak diketahui disebabkan kesalahan jam antara jam atom satelit dengan jam pada receiver GPS. Untuk survei hidrografi, parameter tinggi permukaan air dapat diukur oleh alat selain GPS. Artinya secara teori dibutuhkan hanya 3 satelit untuk menentukan posisi kapal. Meskipun demikian, untuk mendapatkan posisi paling akurat, receiver GPS di kapal survei harus mengamati semua satelit yang tersedia Seat ini tersedia sistem pengumpulan data dengan GPS yang berkualitas tinggi dengan kemampuan survei RTK (Real Time Kinematic) yang secara akurat mengukur posisi dan tinggi dari pengukuran bergerak dengan kemampuan akurasi mencapai_cm untuk pengukuran horizontal dan vertikal. RTK memerlukan minimal § satelit untuk tahap inisiasi, setelah itu dapat mengumpuikan data secara presisi dengan minimal 4 satelit. Semua solusi GPS bergantung kepada akurasi Koordinat posisi yang diketahui dari tiap satelit yang diamati dan geometri relatif satelit. Keakuratan posisi yang diukur GPS dapat dicerminkan dengan geomeiric dilution of precision (GDOP). GDOP menggambarkan_ketidakpastian geometri dan merupakan fungsi dari geometri relatif satelit dengan pemakai. Pada umumnya ‘Semakin kecil sudut antara satelit dan receiver membuat nilai GDOP akan lebih beser, dan nilai presisi ukuran akan lebih rendah. GDOP dipecah menjadi beberapa Komponen, seperti position dilution of precision (PDOP) untuk nitai xy,z dan horizontal dilution of position (HDOP) untuk nilai xy, di mana komponen-komponennya berdasarkan geometri satelit-satelit dan akan dimonitor dan direkam selama survei Terdapat dua metoda pengoperasian dasar dalam penentuan posisi menggunakan GPS, yaitu absolut dan diferensial 40 dari 100 8.5.1. Metode Penentuan Posi Absolut Penentuan posisi secara absolut normainya hanya menggunakan satu receiver GPS dan tidak cukup akurat untuk digunakan pada penentuan posisi survei hidrografi. Penentuan po: absolut dengan satu GPS tidak akurat seperti dalam teori dikarenakan rentang presisi pengukuran dan geometri posisi satelit. Presisi dipengaruhi beberapa faktor yang meleket yang tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan. Faktor-faktor ini adalah waktu (disebabkan perbedaan jenis jam), hambatan atmosfir (disebabkan efek ionosfir pada sinyal radio), noise receiver (bergantung kepada kualitas receiver), dan multipath (kesalahan yang disebabkan perbedaan lintasan sinyal, biasanya disebabkan pantulan dari penghalang/benda lain). Karena faktor-faktor ini, biasanya perkiraan akurasi posisi absolut secara real-time hanya sekitar 10 m sampai 16 m. Penentuan posisi secara absolut tidak memberikan akurasi atau presisi posisi yang memadai untuk sebagian besar studi survei hidrograf. Satelit GPS mempunyai dua tahap pelayanan navigasi, yaitu Standard Positiong Service (SPS) dan Precise Positioning Service (PPS). SPS memberikan akurasi posisi sekitar 10 m, sedangkan PPS bisa memberikan akurasi posisi sampai sekitar 4 m. Akan tetapi akurasi PPS ini dapat dicapai bila mendapat jjin dari Departemen Perlahanan Amerika Serikat untuk mendapatkan kode Y dari satelit. Akurasi PPS telah memenuhi kebutuhan survei hicrografi, tetapi sebelum adanya GPS survei hidrografi membutuhkan akurasi sekitar 2 m sampai 5 m. Sebagian besar studi survei hidrografi menginginkan nilai_akurasi yang lebih baik dan membutuhkan sistem yang dapat mengakomodasinya seperti diferential GPS (DGPS). 8.5.2 Metode Penentuan Posisi Diferensial GPS Pada metode ini, posisi suatu titi ditentukan relatif terhadap titi lainnya yang telah diketahui koordinatnya. Prosesnya yaitu dengan mengurangkan data yang diamati oleh 2 (dua) receiver GPS pada waktu yang bersamaan, maka beberapa jenis kesalahan dan bias dari dala dapat dikurangi atau ihilangkan. Proses ini akan meningkatkan presisi dan akurasi data sehingga akan meningkatkan tingkat akurasi dan presisi posisi yang diperoleh. Efektivitas proses pengurangan tersebut sangat bergantung kepada jarak antara stasiun referensi dengan titik yang akan ditentukan koordinatnya. Tingkat akurasi yang bisa diperoleh dengan metode ini bergantung kepada kualitas receiver GPS. Receiver GPS untuk kelas pemetaan dengan frekuensi L1 (single frequency) dan teknik diferensial bisa mendapatkan akurasi sekitar 2 m sampai 5 m. Dengan teknik yang sama, receiver dengan frekuensi L1 dan L2 (dual frequency) bisa mendapatkan akurasi kurang dari 1 m bahkan receiver yang lebih bagus bisa mendapatkan akurasi kurang dari 1 om. Saat ini untuk keperiuan survey pemetaan reservoir, kapasitas air, dan situasi volume sedimentasi, akurasi 1 m sampai 2 m dapat dipertimbangkan untuk diterima. Tetapi nilai akurasi yang lebih baik dapat dipertimbangkan sesuai dengan perkembangan teknologi. ‘Ada perbedaan dalam proses pengolahan data pada metode diferensial survey hidrografi, yaitu setelah survey dilakukan (postprocessing) dan saat survei dilakukan (real-time). Pada postprocessing, masing-masing receiver mengamati satelit dan tidak ada hubungan data diantara keduanya, diperlukan software untuk menggabungkan dan mengolah data. Metode ini tidak direkomendasikan jika menggunakan metode garis survei yang presisi, tetapi ini berlaku untuk memastikan cakupan pengumpulan data telah lengkap. Stasiun referensi (master) harus ditempatkan pada titk kontrol yang telah diketahui Koordinatnya di sekitar wilayah studi. Titik ini tidak boleh terhalang dalam pandangannya ke arah langit, tidak dekat dengan benda yang dapat menyebabkan muttipath, atau mengganggu sinyal GPS seperti antena, tower yang memancarkan gelombang mikro, jaringan kabel listrik, permukaan yang mudah memantulkan sinyal. Terdapat komunitas GPS yang memberikan 44 dari 100 pelayanan komersial untuk mendapatkan data diferensial secara real-time dan postprocessing. Data ini mempunyai batasan sesuai dengan spesifikasi penyedia data. Sistem DGPS adalah sistem penentuan posisi secara real time menggunakan data pseudorange. Sistem ini umumnya digunakan untuk penentuan posisi objek-objek yang bergerak dan saat ini menjadi hal yang umum untuk penentuan posisi pada survei hidrografi Stasiun referensi memberikan koreksi diferensial ke pengguna secara real time umumnya berupa koreksi pseudorange (seperti RTCM-104) menggunakan sistem komunikasi data tertentu melalui gelombang radio HF (High Frequency), VHF (Very High Frequency). dan UHF (Ultra High Frequency). Sistem UHF dan VHF direkomendasikan untuk digunakan dalam DGPS, kekurangannnya adalah diperlukan kelihatan antara master dan rover, isu lisensi, dan efek imaging dan multipath. Keteliian yang didapat dari sistem ini berkisar antara 1m sampai dengan 3m. Berdasarkan pada luas wilayah cakupan koreksinya, sistem DGPS dapat dibedakan menjadi LADGPS (Local Area DGPS) dan WADGPS (Wide Area DGPS). Yang umum digunakan adalah WADGPS yang bersifat regional. Saat ini tersedia beberapa sistem WADGPS komersial yang melayani beberapa kawasan regional di seluruh dunia, di antarenya OMNISTAR, FUGRO. Landstar, WAAS/EGNOS, Sistem-sistem DGPS ini umumnya menggunakan satelit komunikasi untuk memberikan koreksi 8.5.3 Sistem RTK GPS RTK GPS dalam survey hidrografi memberikan akurasi yang tinggi dalam penentuan posisi Kelebihan utama RTK daripada DGPS adalah didapatkannya nilai tinggi yang lebih presisi. Ini merupakan kelebihan utama apda daerah yang dipengaruhi pasang surut dan daerah sungai ‘Akurasi yang bisa diberikan sistem ini mencapai 2 om untuk horizontal dan 4 cm untuk vertikal. Sistem RTK adalah sistem penentuan posisi secara rea/ time menggunakan data fase, berbeda dengan DGPS yang menggunakan data kode. Stasiun referensi memberikan koreksi ciferensial ke pengguna secara real time menggunakan sistem komunikasi data tertentu, yaitu dalam format RTCM -104. Inisiasi receiver GPS RTK harus dilakukan di awal survey untuk selanjutnya mengamati GPS secara kontinyu. Untuk mendapatkan posisi yang akurat diperlukan inisiasi selaina 1 menit atau lebih. Pada dasanya keluaran sistem RTK ini berupa koordinat 3 dimensi yang presisi (lintang, bujur, tinggi) dalam datum GPS (WGS84), tetapi ada pian untuk menampilkan koordinat dan tinggi dalam datum Iokal yang dipilih. Stasiun referensi dan pengguna harus dilengkapi dengan perangkat pemancar dan penerima data, data dikirimkan dalam frekuensi VHF/UHF. Jarak maksimum antara ke duanya dapat diperkirakan dengan rumus berikut : d= 3,57 vk (ve + Vi) (14) dimana: d= jarak maksimum (m) k = faktor efektifjarijari bumi, berkisar antara 1,2 sampai 1.6 he = tinggi pemanear (m) fh, = tinggi penerima (rm) Sistem ini memerlukan keterlinatan langsung antara stasiun pemancar dan penerima. Apabila kondisi topografi menghambat hal ini, maka untuk mengurangi_obstruksi diperlukan adanya repeater (stasiun pengulang). Seperti halnya WADPS, sistem RTK juga dapat menggunakan stasiun referensi lebih dari 1 (satu) . Dengan menggunakan 1 (satu) stasiun referensi, umumnya hanya bisa digunakan untuk jarak sekitar 10 km sampai 15 km. 42 dari 100 8.5.4 Kesalahan - Kesalahan GPS Dalam perjalanan dari satelit ke permukaan bumi, sinyal GPS mempunyai beberapa kesalahan dan bias, di antaranya 4) Kesalahan ephemeris (orbit) Kesalahan ephemeris (orbit) adalah kesalahan di mana orbit satelit yang dilaporkan oleh ephemeris satelit (yang cibawa sinyal GPS) tidak sama dengan orbit satelit yang sebenamya 2) Bias ionosfer lon-ion bebas (elektron) dalam lapisan ionosfer akan mempengaruhi kecepatan, arah, polarisasi dan kekuatan sinyal GPS. Bias ionosfer dapat mengakibatkan kesalahan posisi menacapai 30 m untuk pengukuran di siang hari dan 6 m untuk pengukuran pada malam hari, 3) Bias troposfer Efek utama dari troposfer berpengaruh pada kecepatan. Bias troposfer biasanya dipisahkan menjadi komponen basah (kandungan uap air sepanjang lintasan) dan komponen kering (lemperatur, tekanan, kelembaban). Bias Troposfer dapat mengakibatkan kesalahan posisi mencapai 3 m. 4) Multipath Multipath adalah fenomena di mana sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui dua atau lebih lintasan yang berbeda. Besarnya efek multipath bergantung kepada pada beberapa faktor seperti jenis dan posisi refiektor, posisi relatif satelit, jarak reflektor ke antena, panjang gelombang sinyal dan kekuatan sinyal. 5) Ambiguitas fase (cycle ambiguity) ‘Ambiguitas fase dari pengamatan fase sinyal GPS adalah jumlah gelombang penuh yang tidak terukur oleh receiver GPS. Mendapatkan nilai ambiguitas fase akan semakin sult dengan semakin panjang baseline. 6) Cycle slips Cycle slips adalah ketidaksinambungan jumiah gelombang penuh dari fase _gelombang pembawa yang diamati, bisa disebabkan receiver mati dan hidup secara sengaja, ferhalangnya sinyal GPS menuju antena, tingginya aktifitas ionosfer atau multipath, dan adanya kerusakan komponen dalam receiver. 7) Kesalahan jam Kesalahan dapat berasal dari jam receiver dan jam satelit dalam bentuk offset waktu, offset frekuensi (frequency drifl). Kesalahan jam mempengaruhi ukuran jarak, baik pseudorange maupun jarak fase. 8) Pergerakan dari pusat fase antena Pusat fase antena adalah pusat (sumber) radiasi yang sebenamya, dalam konteks GPS merupakan titik referensi yang sebenamya digunakan dalam pengukuran sinyal secara elektronis. Dalam pengukuran jarak dari antena GPS ke satelit, jarak ukuran diasumsikan mengacu ke pusat geometris antena. Besarnya perbedaaan antara pusat fase dengan fase geometris antena berkisar antara 1 cm sampai 6 cm bergantung kepada jenis antena dan sudut elevasi satelit 9) Imaging Imaging adalah suatu fenomena yang melibatkan suatu benda konduktif (konduktor) yang berada dekat dengan antena GPS. Radiasi dari antena yang sebenarnya akan 43 dari 100 menimbulkan arus induksi pada benda konduktif yang reflekti, sehingga benda tersebut akan membangkitkan pola radiasi tertentu, seolah-olah menjadi antena tersendiri, Akibatnya akan mendistorsi pola fase antena yang seharusnya, sehingga terjadi kesalahan pada pengukuran jarak. Efek imaging perlu diperhatikan dalam aplikasi penentuan posisi yang menuntut ketelitian tinggi (orde ketelitian beberapa mm). 8.5.5 Kontrol Horisontal dan Vertikal Posisi hasil pengukuran terestris dan bathimetri harus mempunyai referensi yang sama. Referensi ini sering dinyatakan dengan istilah datum. Pada pengukuran GPS, datum yang digunakan adalah WGS84 (World Geodetic System 1984). Sistem koordinat WGS 84 adalah Sistem Terestrial Konvensional (Conventional Terrestrial System, CTS). Pada sistem koordinat WGS884, ellipsoid referensi yang digunakan adalah ellipsoid geosentrik (titik nol sistem koordinat adalah pusat massa bumi) WGS 84 yang didefinisikan oleh empat parameter berikut Parameter Notasi Nilai Sumbu panjang a 6378137m Penggepengan f — 4/298,257223563 Kecepatan sudut bumi w —-7292115,0x 10" rad s* Konstanta Gravitasi Bumi (termasuk massa GM 3986004,418 x 10°m® s* atmosfer) Nilai posisi dari sistem WGS84 dapat dikonversi ke sistem lain seperti UTM (Universe Tranverse Mercator). Lokasi titik Kontrol horisontal dinyatakan oleh suatu pilar titik kontrol yang dilengkapi dengan deskripsinya Datum vertikal digunakan untuk menentukan nilai elevasi suatu titik terhadap suatu bidang acuan tertentu. Untuk nilai elevasi dari datum WGS84, acuannya terhadap permukaan ellisoid WGS8%4. Nilai elevasi dari pengukuran GPS dapat berbeda dengan nilai elevasi dari MSL. Perbedaan nilai ini disebut undulasi, yang besarannya dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran gaya berat atau dihitung dengan menggunakan pemodelan geoid global (EGM96).. Untuk keperiuan monitoring maka perlu dibuat tik Kontrol vertikal pada lokasi yang relatif bebas dari gangguan manusia dan alam. Untuk pengukuran sedimentasi waduk digunakan datum WGS84 untuk datum horizontainya agar seragam dengan jaring kerangka horizontal nasional yang dibuat oleh Bakosurtanal. ‘Sedangkan untuk datum vertikal digunakan nilai muka air laut rata-rata/MSL (Mean Sea Level). Transformasi koordinat dari suatu datum ke datum tain dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan rumus-tumus yang tertuang pada Lampiran 4. Hubungan antara tinggi ellipsoid dengan MSL dapat dilihat pada Lampiran 8. 8.6 Pengukuran Bathimetri Pengukuran bathimetri dilakukan untuk mendapatkan profil dasar waduk atau sungai yang berada di bawah permukaan air. Peralatan yang digunakan adalah echo sounder yang dapat merekam dan menyimpan data digital kedalaman dan dapat menampilkan gambar analog profil tersebut pada kertas. Data digital disimpan dalam sistem komputer untuk kemudian dianalisa untuk mendapatkan peta topografi daerah genangan waduk. Komponen dasar dari alat echo sounder meliputi alat perekam, tranduser pemancar dan penerima gelombang suara dan alat pemasok daya biasanya berupa aki (accumulator) atau generator lengkap dengan adaptor untuk merubah tegangan AC menjadi DC. 44 dari 100 Untuk mendapatkan data kedalaman dengan tingkat akurasi yang baik, alat ukur echo sounder yang digunakan harus mempunyai tingkat akurasi yang baik (0,5% kedalaman) dan minimum dapat bekerja pada dua frekuensi (dual frequency echo sounder) Sebelum melaksanakan pengukuran bathimetri perlu dilakukan kalibrasi dengan alat kalibrasi yang umumnya dipakai yaitu bar-check dan hasil kalibrasinya harus dicatat. Kalibrasi dengan bar check harus dilakukan pada kondisi air dan angin yang tenang, agar perahu survei berada pada posisi yang relatif tetap. 8.6.1 Pengukuran Bathimetri Dengan Alat Echo Sounder Pekerjaan pengukuran bathimetripemeruman dengan alat ukur echo sounder dapat dilakukan dengan beberapa tipe alat, yaitu (1) Single beam, (2) Multitranduser (3) Multi beam/fan beam. Alat echo sounder memiliki kemampuan merekam profil dasar waduk secara berkesinambungan, yang tersedia dalam bentuk gambar profil dasar dan rekaman data digital yang disimpan dalam sistem komputer. Sistem perangkat lunak komputer akan memadukan data kedalaman dengan informasi digital lainnya seperti posisi horisontal dan komponen pergerakan naik turun, ‘lat echo sounder pada umumnya berupa alat perekam yang mudah dibawa, dengan prinsip kerja mengukur waktu yang dibutuhkan gelombang suara untuk merambat dari suatu ttik awal ke dasar dan kembali ke titik awal. Interval waktu tersebut dikonversikan ke jarak (kedalaman) di bawah permukaan lempengan pemancar gelombang suara atau tranduser (linat Gambar 15). Perambatan gelombang suara tergantung pada sifat-sifet air dan permukaan pemantul gelombang dan diasumsikan kecepatan rambatan gelombang konstan sepanjang kedalaman yang diukur. Mengingat kecepatan rambat gelombang tidak selalu konstan, maka sistem alat ukur hidrografi echo sounder didesain untuk dapat dikalibrasi guna mengantisipasi variasi kecepatan gelombang suara di dalam air. Kalibrasi alat ukur echo sounder sangat penting untuk mendapatkan akurasi pengukuran kedalaman yang tinggi Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan rambat gelombang suara dalam air terdiri dar 1) perubahan temperatur, 2) erat jenis air, 3) kadar garam, 4) __kekeruhan dan 5) —_kedalaman air 45 dari 100, Datum Muka Air ‘Transduser | Tanda/Sinyal | Keluar alsa Akustik yang dikirim dan dikembaliken d D Kedalaman terukur adalah fungsi dari ‘© Puls Waktu Tempuh (1) ‘© Pulse Kecepatan Aliran (v) D= U2tv't sntulan nah i hs a r Gambar 15. Prinsip Kerja Alat Echo Sounder 8.6.1.1 Pengukuran Bathimetri dengan Echo Sounder Single Beam Pengukuran bathimetri dengan menggunakan echo sounder single beam mempunyai kelebihan dan kekurangan apabila dibandingkan dengan metode lainnya. Kelebihan dari metode ini antara lain dapat dilakuken dengan menggunakan perahu dengan ukuran kecil (bahkan dapat menggunaken jet sky), perjalanan gelombang suara turun dan naik sepanjang lajur vertikal hampir tidak mengalami perubahan arah, dan pekerjaan kalibrasi alat dan data kedalaman lebih mudah dilakukan. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah apabila metode ini digunakan pada waduk dengan ukuran besar akan memerlukan waktu yang relatif panjang sehubungan dengan lebar sapuan alat (sweep) yang berkaitan dengan lebar pancaran sinyal yang relatif sempit Kesalahan dalam pengukuran dengan alat ukur elektronik dapat disebabkan oleh pantulan gelombang suara dari dinding vertikal dan bangunan atau dasar waduk yang terdiri dari tanah lanau yang materialnya halus dan ringan. Untuk pemeruman dengan Echo Sounder Single Beam, pada kondisi air dangkal, kecepatan rambat gelombang suara rata-rata biasanya diasumsikan, Pengetahuan dan pemahaman mengenai sistem single beam dapat digunakan ketika bekerja dengan sistem yang lebih maju yaitu sistem mulli tranducer. Bila melakukan pengaturan dan menggunakan sistem apapun, spesifikasi pabrik dan pedoman pemakaiannya harus dirujuk. Penginterpretasian rekaman kedalaman memeriukan pengalaman, Interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan datang dari tim pengukur atau seseorang yang memiliki pengalaman dalam pengumpulan data kedalaman dengan alat echo sounder. Dalam melakukan interpretasi, gambar hasil ploting rekaman data digital dan gambar analog dasar harus dipelajari. Secara umum, apabila ada trase rekaman pada gambar analog atau rekaman data digital yang tidak 46 dari 100

You might also like